Top Banner
SKENARIO 1 PENGLIHATAN TERGANGGU Tn.A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan. Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg , tinggi badan 165 cm dan indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m 2 , lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pada pemeriksaan sensorik dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin positif 3. Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat. 1
80

Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Dec 12, 2015

Download

Documents

endokrin
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

SKENARIO 1

PENGLIHATAN TERGANGGU

Tn.A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu. Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.

Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg , tinggi badan 165 cm dan indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pada pemeriksaan sensorik dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin positif 3.

Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat.

1

Page 2: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Kata-kata sulit:

Diabetes Melitus tipe 2 : suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

IMT (Indeks Masa Tubuh) :Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan cara berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m) pangkat 2, atau lebih jelasnya: IMT=BB/(TBxTB)

Monofilament Semmes Weinstein :untuk menguji adanya diabetic peripheral neuropatik.

Pemeriksaan Funduskopi : Tes untuk melihat dan menilai kelainan dan keadaan pada fundus oculi.

Pemeriksaan Tes Ankle Brachial Pressure Index (ABPI) :test non invasive untuk mengukur rasio tekanan darah sistolik kaki (ankle) dengan tekanan darah sistolik lengan (brachial).

Mikroaneurisma :Dilatasi arteriol yang berbentuk kantung-kantung kecil pada pembuluh darah kapiler yang memasok darah ke retina belakang.

Mikroangiopati :Lemak dan bekuan darah terbangun di pembuluh darah kecil menempel pada pembuluh darah dan memblokir aliran darah.

Makroangiopati :Lemak dan bekuan darah terbangun di pembuluh darah besar menempel pada pembuluh darah dan memblokir aliran darah.

Neuropati : Suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur dari saraf tepi. Etiologi dari neuropati abtara lain: trauma, radang gangguan metabolik, kelainan struktur sekitar saraf dan lain-lain sebab.

2

Page 3: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Pertanyaan:

1. Mengapa penglihatan terganggu dan terkadang terlihat bintik gelap dan lingkaran cahaya?

2. Mengapa kaki terasa kesemutan dan nyeri ketika berjalan?3. Mengapa kulit terasa kering?4. Mengapa protein urin +3?5. Mengapa harus dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa?6. Mengapa terdapat perdarahan pada retina dan mikroaneurisma?7. Bagaimana cara insulin mengontrrol glukosa darah?8. Apa hubungannya diabetes mellitus tipe 2 dengan usia?9. Jenis olahraga seperti apa yang seharusnya untuk tuan A?

Jawaban:1. Penyebab penglihatan terganggu dan terkadang terlihat bintik gelap juga ada

lingkaran cahaya yaitu karena ada penumpukan glukosa yang menyebabkan hiperosmolaritas sehingga terjadi peningkatan tekanan dari jaringan ke pembuluh darah, maka PD pecah dan terjadi iskemik. Contohnya kulit jadi kering.

2. Karena peningkatan glukosa darah, maka terjadi gangguan antaran listrik pada serabut saraf perifer dan pembuluh darah kapiler, sehingga sel sel saraf tidak mendapatkan sirkulasi.

3. karena ada penumpukan glukosa yang menyebabkan hiperosmolaritas sehingga terjadi peningkatan tekanan dari jaringan ke pembuluh darah, maka PD pecah dan terjadi iskemik.

4. Karena hiperglikemi bisa menyebabkan glomerulus sclerosis sehingga protein dapat keluar dari urin.

5. Untuk mendapatkan hasil yang akurat dan menegakkan diagnose.6. Karena peningkatan glukosa darah, maka terjadi gangguan antaran listrik pada serabut

saraf perifer dan pembuluh darah kapiler, sehingga sel sel saraf tidak mendapatkan sirkulasi.

7. Peningkatan glukosa darah akan merangsang sintesis insulin sehingga menghambat gluconeogenesis dan merangsang glukogenesis.

8. a. Semakin tua fungsi pancreas maka semakin menurun kerja hormone.b. perubahan hormonalc. menurunkan aktifitas fisikd. perubahan pola makan dan komposisi tubuh

9. Senam diabetes.

3

Page 4: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Hipotesa:

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan resiko diabetes mellitus seperti: Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua atau kakak atau adik) Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu

(GDPT) Makanan tinggi lemak, tinggi kalori Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari berat badan ideal) Usia tua, di mana risiko mulai meningkat secara signifikan pada usia 45 tahun.

Menyebabkan peningkatan gula darah

Sehingga penglihatan terganggu dan terkadang terlihat bintik gelap juga ada lingkaran cahaya yaitu karena ada penumpukan glukosa yang menyebabkan hiperosmolaritas maka terjadi peningkatan tekanan dari jaringan ke pembuluh darah, PD pecah dan terjadi iskemik. Contohnya kulit jadi kering. Peningkatan glukosa darah pun bisa menyebabkan gangguan antaran listrik pada serabut saraf perifer dan pembuluh darah kapiler, sehingga sel sel saraf tidak mendapatkan sirkulasi. Karena hiperglikemi juga bisa menyebabkan glomerulus sclerosis, sehingga protein dapat keluar dari urin.

Di lakukan pemeriksaan gula darah sewaktu, gula darah puasa untuk menegakkan diagnose dan hasil yang akurat. Diagnose dokter pada scenario diatas : Diabetes Melitus tipe 2.Selanjutnya dilakukan terapi dan edukasi pada pasien.

4

Page 5: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

SASARAN BELAJAR

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi PankreasLO.1.1. MakroskopisLO.1.2. MikroskopisLO.1.3. Vaskularisasi dan Inervasi

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Peranan Hormon InsulinLO.2.1. Biokimia LO.2.2. Fisiologi & Mekanisme kerja insulin

LI.3. Memahami dan Menjelaskan Diabetes Melitus Tipe 2LO.3.1. DefinisiLO.3.2. EtiologiLO.3.3. Klasifikasi Diabetes MelitusLO.3.4. Patofisiologi LO.3.5. Manifestasi KlinisLO.3.6. Diagnosis dan Diagnosis BandingLO.3.7. PenatalaksanaanLO.3.8. Pencegahan LO.3.9. PrognosisLO.3.10. Komplikasi

LI.4. Memahami dan Menjelaskan RetinopatiLO.4.1. DefinisiLO.4.2. EtiologiLO.4.3. Klasifikasi Diabetes MelitusLO.4.4. Patofisiologi LO.4.5. Manifestasi KlinisLO.4.6. Diagnosis dan Diagnosis BandingLO.4.7. PenatalaksanaanLO.4.8. Pencegahan LO.4.9. PrognosisLO.4.10. Komplikasi

LI.5. Memahami dan Menjelaskan Kebutuhan KaloriLI.6. Memahami dan Menjelaskan Makanan yang Sesuai Ajaran Islam

5

Page 6: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi PankreasLO.1.1. Makroskopis

Lokasi dan Deskripsi

Berbentuk oval, ujung kanan membulat dan ujung kiri meruncing. Letak retroperitoneal setinggi vertebra L 2 – L 3. Panjang ± 20 – 25 cm, berat ± 60 – 65 g. Lunak dan berlobus, Berjalan miring menyilang dinding posterior abdomen pada regio epigastrium.

Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin kelenjar menghasilkan sekret yang mengandung enzime-enzime yang dapat menghidrolisis lemak dan karbohidrat. Bagian endokrine kelenjar yaitu pulau-pulau langerhans menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat.

6

Page 7: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran kiri atas. Strukturnya lunak, berlobus, dan terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Pankreas menyilang planum transpyloricum. Pancreas dapat dibagi dalam caput, collum, corpus, cauda.

Caput pancreatis berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria dan venae mesenterica superior serta dinamakan processus uncinatus.

Collum pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di pangkal venae portae hepatis tempat dipercabangkannya arteri mesenterica superior dari aorta.

Corpus pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah, pada potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.

Cauda pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum linorenale dan mengadakan hubungan dengan hillum lienale.

Hubungan

Ke anterior : dari kanan ke kiri : colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum, bursa omentalis, dan gaster.

Ke posterior : dari kanan ke kiri: ductus choleducus, vena portae hepatis, dan vena lienalis, vena cavae inferior, aorta, pangkal arteriae mesenterica superior, musculus psoas major sinistra, glandula suprarenalis sinistra, ren sinistra, dan hillum lienale.

Ductus Pancreaticusa. Ductus Pancreaticus Mayor (Wirsungi)

Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar pertengahannya bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledochus.

b. Ductus Pancreaticus Minor (Santorini)Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.

c. Ductus Choleochus et Ductus PancreaticusDuctus choledochus bersama dengan ductus pancreaticus bermuara ke dalam suatu rongga, yaitu ampulla hepatopancreatica (pada kuda). Ampulla ini terdapat di dalam suatu tonjolan tunica mukosa duodenum, yaitu papilla duodeni major. Pada ujung papilla itu terdapat muara ampulla.

LO.1.2. Mikroskopis

7

Page 8: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Science.howstuffworks.com

www.lab.anhb.uwa.edu.auhistologi-world.com

Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin.Bagian Endokrin Pankreas

Berkelompok dalam pulau2 Langerhans, tersebar, berbentuk sferis berwarna pucat Sel tersusun dalam bentuk genjel tak teratur, ditembus banyak jaring kapiler tipe fenestra Dengan pewarnaan khusus dapat dibedakan 4 macam sel yaitu, sel α, β, δ dan c/PP.

8

Page 9: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Sel α– 20% populasi sel – Mensekresi glukagon– Bentuk besar, mencolok, terutama di periferSel β– 75% dari polulasi, sel paling kecil, menempati bagian tengah – Mensekresi insulin– Granula lebih kecil (200 μm) Sel δ– Sel paling besar, 5% dari populasi– Granula mirip sel α, tapi kurang padat– Menghasilkan hormon Somatostatin yang di pankreas bekerja mengatur pelepasan hormon

pulau Langerhans yang lain (parakrin)Sel C/sel PP– Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah terbatas, ukuran sama

dengan sel β, dengan sedikit atau tanpa granula. – Mensekresi polipeptida pankreas– Fungsi fisiologis tak diketahui

LO.1.3. Vaskularisasi dan Inervasi

Vaskularisasia. Arteriae

i. A.pancreaticoduodenalis superior (cabang A.gastroduodenalis )ii. A.pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis)

iii. A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior cabang A.lienalis

b. VenaVena yang sesuai dengan arterianya mengalirkan darah ke sistem porta.

9

Page 10: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Aliran LimfatikKelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh

eferen akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe coeliaci dan mesenterica superiores.

InervasiBerasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus).

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Peranan Hormon InsulinLO.2.1. Biokimia

Sintesis Insulin dan BiokimiaStruktur

Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 2 rantai, yaitu rantai A dan rantai B. Rantai A terdiri dari 21 asam amino, rantai B terdiri dari 30 asam amino. Kedua rantai trsebut dihubungkan oleh jembatan disulfida, yaitu pada A7 dengan B7 dan pada A20 dengan B19. Ada pula jembatan disulfida intra rantai pada rantai A yaitu pada A6 dan A11. Posisi ketiga jembatan tersebut selalu tetap. Kadang terjadi substitusi asam amino terutama pada rantai A posisi 8, 9, 10 namun tidak mempengaruhi bioaktivitas rangkaian tesebut.

Sintesis Insulin : Sintesis pro insulin

Preprohomon insulin merupakan prekursor yang lebih besar, terdapat rangkaian pra atau rangkaian pemandu dengan 32 asam amino bersifat hidrofobik yang mengarahkan molekul tersebut ke dalam Retikulum Endoplasma kasar. Di dalam RE kasar dihasilkan

10

Page 11: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

molekul proinsulin yamg memperlihatkan adanya jembatan disulfida pada peptida C rantai A dan peptida C rantai B.

Sintesis insulinMolekul proinsulin yang diproduksi oleh RE kasar kemudian diangkut ke aparatus golgi. Di aparatus golgi terjadi proteolisis dan pengemasan ke dalam bentuk granul sekretorik. 95% proinsulin diubah menjadi insulin dengan memecah molekul proinsulin pada rantai peptida penghubung sehingga hanya tersisa rantai A dan rantai B beserta jembatan disulfidanya. Granul tersebut dibawa ke membran plasma melintasi sitoplasma. Dengan adanya rangsangan granul yang telah matur akan menyatu dengan membran plasma dan mengeluarkan isinya ke dalam cairan ekstrasel melalui proses eksositosis.

Pengaturan sekresi Hormon InsulinStimulus utama, meningkatkan sekresi insulin peningkatan konsentrasi glukosa darah. Kontrol utama atas sekresi insulin adalah sistem umpan balik negatif langsung antara sel beta pankreas dan konsentrasi glukosa dalam darah yang mengalir ke sel-sel tersbut. Peningkatan kadar glukosa darah secara langsung merangsang sintesis dan pengeluaran insulin oleh sel beta. Insulin yang meningkat tersebut, akan menurunkan kadar glukosa darah ke tingkat normal. Sebaliknya, penurunan glukosa darah di bawah normal (saat puasa), secara langsung menghambat sekresi insulin. Penurunan kecepatan sekresi insulin ini menyebabkan perubahan metabolisme dari keadaan absorbtif ke keadaan pasca absorbtif.

Berikut juga berperan dalam mengatur sekresi insulin:

Peningkatan kadar asam amino plasma, secara langsung merangsang sel beta untuk meningkatkan sekresi insulin. Melalui mekanisme umpan balik negatif, peningkatan insulin tersebut meningkatkan masuknya asam-asam amino tersebut ke dalam sel, sehingga kadar asam amino dalam darah menurun semesntara sintesis protein meningkat.

Hormon pencernaan utama yang disekresikan oleh saluran pencernaan sebagai respon terhadap adanya makanan, terutama gastric inhibitory peptide (peptida inhibitorik lambung), merangsang sekresi insulin pankreas selain memiliki efek regulatorik langsung pada sistem pencernaan. Melalui kontrol ini, sekresi insulin meningkat secara ‘feedforward’ atau antireseptorik bahkan sebelum terjadi penyerapan zat gizi yang meningkatkan kadar glukosa dan asam amino dalam darah.

Sistem saraf otonom secara langsung mempengaruhi sekresi insulin. Pulau-pulau Langerhans dipersarafi oleh banyak serat saraf parasimpatis (vagus) dan simpatis. Peningkatan aktivitas parasimpatis respons terhadap makanan dalam saluran pencernaan merangsang pengeluaran insulin. Sebaliknya, stimulasi simpatis dan peningkatan pengeluaran epinefrin akan mengambat sekresi insulin. Penurunan insulin memungkinkan kadar glukosa darah meningkat; suatu respons yang sesuai untuk keadaan-keadaan pada saat terjadi aktivitas terjadi sistem simpatis yaitu, stres dan olahraga. Pada kedua keadaan tersebut, diperlukan tambahan bahan bakar untuk aktivitas otot.

Sekresi Insulin

11

Page 12: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Glucose signaling

Glucose GLUT-2

Glucose

Glucose-6-phosphate

ATP

Depolarizationof membrane

K+ channel shut

Ca2+ Channel Opens

Insulin + C peptide

Cleavage enzymes

Proinsulin

preproinsulin Preproinsulin

Insulin SynthesisB. cell

K+ ↑↑

Gb.1 Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasiGlukosa ( Kramer,95 )

Dinamika sekresi insulin

Insulin Release

Insulin disekresikan sekitar 40-50 unit perhari. Faktor sekresi insulin antara lain:

Peranan insulin dalam metabolismeMekanisme sekresi insulin akibat stimulasi glukosa

a. Tahap pertama proses glukosa melewati membrane sel beta dibutuhkan bantuan Glucose transporter 2 (GLUT 2) dalam sel beta proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP.

b. Tahap kedua Molekul ATP dibutuhkan untuk mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel.

12

FAKTOR YANG MENINGKATKAN SEKRESI INSULIN

FAKTOR YANG MENURUNKAN SEKRESI

INSULIN

Peningkatan glukosa darah Penurunan kadar glukosa darah

Peningkatan asam lemak bebas Keadaan puasa

Peningkatan asam amino Somatostatin

Hormon gastrointestinal (gastrin, kolesistokinin, sekretin, Gastric Inhibitory Product (GIP)

Aktivitas alfa adrenergic

Hormon glukagon, hormon pertumbuhan, kortisol Leptin

Stimulasi parasimpatis (asetilkolin) dan beta adrenergik

Keadaan resistensi insulin: obesitas

Obat-obatan: sulfonilurea

Page 13: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Sintesis insulin diawali dengan translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada rE untuk membentuk preproinsulin. Selanjutnya akan terpecah di rE membentuk proinsulin. Sebagian besar terbelah di aparatus Golgi membentuk insulin dan fragmen peptida sebelum terbungkus dalam granula sekretorik. Tetapi, kira-kira seperenam dari hasil akhir tetap menjadi proinsulin. Di dalam darah, insulin hampir seluruhnya beredar dalam bentuk tidak terikat, waktu paruhnya dalam plasma rata-rata hanya sekitar 6 menit sehingga dalam waktu 10-15 menit insulin tidak dijumpai di dalam sirkulasi kecuali sebagian besar insulin yang berikatan dengan reseptor pada sel sasaran. Sisa insulin akan di degradasi oleh enzim insulinase oleh sel hati, sebagian kecil dipecah di ginjal dan di otot, dan sedikit di jaringan lain. (Guyton, 2007)

Gambar 1. Sintesis insulinMekanisme Pengangkut Glukosa (GLUT-4)Pengangkutan glukosa dalam darah dan sel dilaksanakan oleh suatu pembawa/pengangkut membran plasma yang dikenal sebagai pengangkut glukosa (glucose transporter, GLUT). Terdapat 6 GLUT yang telah diketahui:a. GLUT-1, memindahkan glukosa menembus sawar darah otakb. GLUT-2, memindahkan glukosa yang masuk ke sel ginjal dan usus ke aliran darah sekitar

melalui pembawa ko-transportc. GLUT-3, pengangkut utama glukosa ke dalam neurond. GLUT-4, bertanggung jawab atas sebagian besar penyerapan glukosa oleh mayoritas sel

tubuh

Tabel 1. Klasifikasi GLUT

13

Page 14: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Pengangkutan glukosa ini melaksanakan difusi pasif terfasilitasi glukosa melewati membran plasma dan berbeda dengan pembawa kotransport Na+-glukosa yang berperan dalam transpor aktif sekunder glukosa melewati epitel ginjal dan usus. Insulin mendorong penyerapan glukosa melalui proses rekrutmen pengangkut. GLUT-4 adalah satu-satunya jenis pengangkut yang berespon terhadap insulin. Sel-sel independen insulin mempertahankan vesikel-vesikel intrasel yang mengandung GLUT-4. Insulin memicu vesikel-vesikel ini bergerak ke membran plasma dan menyatu dengannya sehingga GLUT-4 dapat disisipkan ke dalam membran plasma. Beberapa jaringan tidak bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa, yaitu otak, otot yang sedang aktif, dan hati.a. Otak, memerlukan pasokan konstan glukosa setiap saat, bersifat permeabel bebas terhadap glukosa melalui molekul GLUT-1 dan GLUT-3.b. Saat kontraksi otot memacu penyisipan GLUT-4 ke membran plasma sel otot aktif meskipun tidak terdapat insulin.c. Hati, tidak menggunakan GLUT-4 namun insulin meningkatkan metabolisme glukosa oleh hati dengan merangsang langkah pertama dalam metabolisme glukosa, fosforilasi glukosa untuk membentuk glukosa-6-fosfat.

LO.2.2. Fisiologi & Mekanisme kerja insulin

Regulasi

Glukosa masuk ke dalam semua sel melalui difusi terfasilitasi atau, di usus dan ginjal, melalui transport aktif sekunder dengan Na+. di otot, jaringan lemak, dan sebagian jaringan lain, insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel dengan meningkatkan jumlah transporter (pengangkut) glukosa di membrane sel.

Transporter glukosa yang berperan dalam difusi terfasilitasi glukosa melintasi membrane sel adalah sekelompok protein yang berkaitan erat dan 12 kali melintasi membrane sel serta memiliki terminal amino dan karboksil di dalam sel. Protein-protein ini berbeda, dan tidak memiliki homologi, dengan transporter glukosa dependen natrium (sodium-dependent glucose transporter), SGLT 1 dan SGLT 2, yang berperan dalam transport aktif sekunder glukosa keluar usus dan tubulus ginjal, maupun SGLT juga memiliki 12 ranah (domain) transmembran. Asam amino transporter fasilitatif, yang terutama terdapat dalam segmen heliks transmembran 3, 5, 7, dan 11 tampaknya mengelilingi saluran tempat masuk glukosa.

14

Page 15: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Diperkirakan kemudian terjadi konformasi lalu perubahan, dan glukosa kemudian dilepaskan ke dalam sel.

Telah diketahui tujuh transporter glukosa yang berbeda-beda, yang diberi nama sesuai urutan penemuan GLUT 1-7. Molekul-molekul ini mengandung 492-524 residu asam amino, dan afinitasnya terhadap glukosa bervariasi. Tiap-tiap transporter tampaknya memiliki tugas khusus. GLUT 4 adalah transporter di jaringan otot dan adiposa yang dirangsang oleh insulin. Dalam vesikel di sitoplasma sel-sel peka insulin, terdapat cadangan molekul GLUT 4. Bila reseptor insulin di sel-sel ini diaktifkan,vesikel tersebut bergerak cepat ke membran sel dan berfusi dengannya, menyelipkan transporter ke dalam membrane sel. Saat kerja insulin terhenti, bercak membrane yang mengandung transporter mengalami endositosis, dan vesikel siap untuk pajanan insulin berikutnya. Pengaktifan reseptor insulin menyebabkan pergerakan vesikel ke membrane sel dengan mengaktifkan fosfoinositol 3-kinase, tetapi bagaimana pengaktifan ini memicu pergerakan vesikel masih belum dipastikan.

Pada jaringan yang jumlah transporter glukosa di membrane selnya ditingkatkan oleh insulin, kecepatan fosforilasi glukosa, setelah masuk ke dalam sel, diatur oleh hormone lain. Hormone pertumbuhan dan kortisol menghambat fosforilasi di jaringan tertentu. Proses ini dalam keadaan normal berlangsung sedemikian cepat sehingga bukanlah merupakan reaksi penentu kecepatan (rate-limiting step) dalam metabolism glukosa. Namun, proses ini merupakan reaksi penentu kecepatan di sel B.

Insulin juga meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel hati, tetapi bukan melalui peningkatan jumlah transporter glukosa GLUT 4 di membrane sel, melainkan dengan memicu glukokinase. Hal ini meningkatkan fosforilasi glukosa sehingga kadar glukosa bebas intrasel tetap rendah, mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel.

Jaringan peka insulin juga mengandung populasi vesikel GLUT 4 yang bergerak ke dalam membrane sel sebagai respons dari berolahraga dan populasi vesikel ini tidak bergantung pada kerja insulin. Hal ini merupakan penyebab mengapa berolahraga dapat menurunkan kadar gula darah. Suatu kinase yang diaktifkan oleh 5’-AMP mungkin berperan dalam insersi vesikel ini ke membrane sel.

Efek insulin pada berbagai jaringan:Jaringan Adiposa

1. Meningkatkan masuknya glukosa2. Meningkatkan sintesis asam lemak3. Meningkatkan sintesis gliserol fospat4. Meningkatkan pengendapan

trigliserida5. Mengaktifkan lipoprotein lipase6. Menghambat lipase peka hormone7. Meningkatkan ambilan K+

Otot1. Meningkatkan masuknya glukosa 2. Meningkatkan sintesis glikogen3. Meningkatkan ambilan asam amino4. Meningkatkan sintesis protein di

ribosom5. Menurunkan katabolisme protein6. Menurunkan pelepasanasam-asam amino glukoneogenik

15

Page 16: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

7. Meningkatkan ambilan keton8. Meningkatkan ambilan K+

Hati1. Menurunkan ketogenesis2. Meningkatkan sintesis protein3. Meningkatkan sintesis lemak4. Menurunkan pengeluaran glukosa akibat penurunan glukoneogenesis dan peningkatan

sintesis glukosa

Efek Insulin pada metabolisme Karbohidrat

1. Insulin Meningkatkan Metabolisme dan Ambilan Glukosa OtotSelama hampir sepanjang hari, jaringan otot tak tergantung atas glukosa untuk energinya tetapi pada asam-asam lemak. Alasan utama hal ini adalah bahwa membrane otot normal yang dalam keadaan istirahat hampir tak permeable terhadap glukosa kecuali bila serat otot dirangsang oleh insulin. Dan diantara waktu makan, jumlah insulin yang disekresikan terlalu kecil untuk meningkatkan masuknya insulin dalam jumlah bermakna kedalam sel-sel otot. Tetapi, pada dua keadaan (selama kerja fisik sedang dan berat, dan selama beberapa jam setelah makan), otot menggunakan sejumlah besar glukosa untuk energinya.

2. Penyimpanan Glikogen di dalam OtotBila setelah makan otot tidak bekerja, dan walaupun glukosa yang ditranspor ke dalam otot jumlahnya banyak, sebagian besar glukosa sampai batas 2 hingga 3 persen kemudian akan disimpan dalam bentuk glikogen otot daripada digunakan untuk energi. Kemudian glikogen dapat digunakan untuk energi oleh otot. Glikogen otot berbeda dari glikogen hati karena ia tidak dapat dikonversi kembali menjadi glukosa dan dilepaskan ke dalam cairan tubuh. Alasan untuk ini adalah bahwa tidak terdapat glukosa fosfatase di dalam sel-sel otot.

3. Mekanisme insulin meningkatkan transport glukosa melalui membrane sel ototInsulin meningkatkan transport glukosa ke dalam sel-sel otot dalam cara yang sungguh berbeda dari cara meningkatkan transport ke dalam sel-sel hati. Transpor ke dalam hati terutama akibat mekanisme penangkapan yang disebabkan oleh fosforilasi glukosa atas pengaruh glukokinase. Tetapi ini hanya merupakan factor kecil dalam efek insulin untuk memindahkan glukosa ke dalam sel-sel otot. Yang lebih penting, insulin langsung mempengaruhi membrane sel otot untuk mempermudah transport glukosa. Transpor glukosa melalui membrane sel tidak terjadi melawan perbedaan konsentrasi. Yaitu sekali konsentrasi glukosa di dalam sel meningkat setinggi konsentrasi glukosa di luar, tak ada glukosa tambahan yang akan ditranspor ke dalam sel. Sehingga, proses transpor bukan salah satu difusi yang dipermudah, yang secara sederhana berarti bahwa pengangkut mempermudah difusi glukosa melalui membrane tetapi tidak dapat memberikan energi bagi proses transport untuk menyebabkan pemindahan glukosa melawan perbedaan energi.

4. Kurangnya Efek insulin atas ambilan dan penggunaan glukosa oleh otak Otak memang berbeda dari kebanyakan jaringan tubuh lainnya, pada mana insulin mempunyai sedikit atau tak berefek atas ambilan atau penggunaan glukosa. Namun, sel-sel otak permeable bagi glukosa tanpa diintermediasi oleh insulin.

5. Efek insulin dalam meningkatkan ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa oleh hatiSalah satu efek insulin yang terpenting adalah menyimpan sebagian besar glukosa yang telah diabsorpsi sesudah makan di dalam hati dalam bentuk glikogen. Kemudian diantara waktu

16

Page 17: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

makan, bila insulin tak tersedia dan konsentrasi glukosa darah mulai turun, maka glikogen hati dipecah kembali menjadi glukosa, yang dilepaskan kembali ke darah untuk menjaga konsentrasi glukosa darah agar tidak turun terlalu rendah.

Mekanisme insulin menyebabkan ambilan dan penyimpanan glukosa di dalam hati meliputi beberapa langkah yang hampir serentak:

a. Insulin menghambat fosforilase, enzim yang menyebabkan glikogen hati dipecah menjadi glukosa

b. Insulin meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Ini terjadi dengan meningkatkan aktivitas enzim glukokinase, yaitu enzim yang menyebabkan fosforilasi awal glukosa setelah glukosa berdifusi ke dalam sel-sel hati. Sekali terfosforilasi, glukosa tertangkap di dalam sel-sel hati karena glukosa yang telah terfosforilasi tidak dapat berdifusi kembali melalui membrane sel.

c. Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim yang meningkatkan sintesis glikogen

Efek dari kerja diatas adalah meningkatkan jumlah glikogen di dalam hati. Glikogen dapat meningkat sekitar 5-6% dari massa hati, yang hampir sama dengan penyimpanan 100g glikogen.

6. Pelepasan glikogen dari hati diantara waktu makanSetelah makan berlalu dan kadar glukosa mulai turun sampai kadar rendah, sekarang terjadi beberapa kejadian yang menyebabkan hati melepaskan glukosa kembali ke dalam darah yang bersirkulasi.

a. Penurunan glukosa darah menyebabkan pancreas menurun sekresi insulinnyab. kemudian kurangnya insulin membalikan semua efek yang telah dijelaskan sebelumnnya

untuk penyimpanan glikogenc. kurangnya insulin juga mengaktivasi enzim fosforilase, yang menyebabkan pemecahan

glikogen menjadi glukosa fosfatd. Enzim glukosa fosfatase menyebabkan gugusan fosfat pecah dari glukosa dan ini

memungkinkan glukosa bebas berdifusi kembali ke darah. Hati mengambil glukosa dari darah bila glukosa berlebihan setelah makan dan mengembalikannya ke dalam darah bila glukosa diperlukan diantara waktu makan.

7. Efek insulin lainnya atas metabolisme karbohidrat di dalam hatiInsulin juga meningkatkan konversi glukosa hati menjadi asam lemak dan asam lemak ini diangkut lagi ke dalam jaringan adipose serta disimpan sebagai lemak. Insulin juga menghambat glukoneogenesis. Ini terutama terjadi dengan menurunkan jumlah dan aktivitas enzim hati yang diperlukan untuk glukoneogenesis.

Efek Insulin pada Metabolisme Lemak1. Efek Insulin dalam sintesis dan penyimpanan lemak

Beberapa factor yang menyebabkan peningkatan sintesis asam lemak di dalam hati meliputi:a. Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalam sel-sel hati. Kemudian glukosa dipecah

menjadi piruvat di dalam jalur glikolisis dan kemudian piruvat dikonversi menjadi Asetil CoA (substrat untuk sintesis asam lemak)

b. Kelebihan ion sitrat dan isositrat terbentuk oleh siklus asam sitrat bila glukosa dalam jumlah berlebihan digunakan untuk energi. Kemudian ion ini mempunyai efek langsung

17

Page 18: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

dalam mengaktivasi asetil CoA karboksilase, enzim yang diperlukan untuk memulai stadium pertama sintesis asam lemak.

c. Kemudian asam lemak ditransport dari hepar ke sel-sel adipose, untuk disimpan.

2. Efek insulin atas penyimpanan lemak di dalam sel-sel adiposea. Insulin menghambat kerja lipase yang sensitive hormone. Karena lipase merupakan

enzim yang menyebabkan hidrolisis trigliserida di dalam sel-sel lemak, sehingga pelepasan asam lemak ke dalam darah yang bersirkulasi dihambat.

b. Insulin meningkatkan transport ke dalam sel-sel lemak dalam jalan yang sama seperti meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel-sel otot. Glukosa juga membentuk zat lain yang penting untuk penyimpanan lemak. Selama proses glikosis glukosa, sejumlah besar zat α-gliserofosfat terbentuk. Zat ini memberikan gliserol yang terikat dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida, bentuk lemak yang disimpan di dalam sel-sel adipose.

3. Peningkatan katabolisme lemak karena defisiensi insulina. Lipolisis lemak yang disimpan dan pelepasan asam lemak bebas selama defisiensi

insulin. Efek yang terpenting adalah bahwa enzim lipase yang sensitive hormone di dalam sel-sel lemakmenjadi sangat teraktivasi. Ini menyebabkan hidrolisis trigliserida yang disimpan, melepaskan sejumlah besar asam lemak dan gliserol ke dalam darah. Akibatnya, konsentrasi asam lemak bebas plasma meningkat dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Kemudian asam lemak bebas ini menjadi substrat energi utama yang digunakan oleh semua jaringan tubuh di samping otak.

b. Defisiensi insulin meningkatkan konsentrasi fosfolipid dan kolesterol plasma. Kelebihan asam lemak di plasma akibat defisiensi insulin juga memacu pengubahan sejumlah asam lemak menjadi fosfolipid dan kolesterol di hati, yang merupakan dua zat utama yang dihasilkan dari metabolisme lemak. Kedua zat ini bersama dengan beberapa trigliserida yang terbentuk di dalam hati, kemudian dikeluarkan ke dalam darah di dalam lipoprotein. Konsentrasi lipid yang tinggi, terutama konsentrasi kolesterol yang tinggi, menyebabkan cepatnya timbul aterosklerosis pada pasien dengan diabetes yang serius.

4. Pemakaian lemak yang berlebihan selama tidak ada insulin menyebabkan ketosis dan asidosisDefisiensi insulin juga menyebabkan kelebihan pembentukan asam asetoasetat di dalam sel hati. Ini akibat cepatnya pemecahan asam lemak di dalam hati untuk membentuk asetil CoA dalam jumlah yang sangat banyak. Sebagian asetil CoA ini dapat digunakan untuk energi tetapi kelebihannya dikondensasi menjadi asam asetoasetat, yang sebaliknya akan dilepaskan ke dalam darah. Sejumlah asam asetoasetat juga dikonversi menjadi asam β-hidroksibutirat dan aseton. Kedua zat ini bersama dengan asma asetoasetat dinamai badan keton dan adanya dalam jumlah besar pada cairan tubuh dinamai ketosis.

Efek Insulin pada Metabolisme Protein dan Pertumbuhan1. Insulin meningkatkan sintesis dan penyimpanan protein

a. Insulin merangsang pengangkutan sejumlah besar asam amino ke dalam sel.Diantara asam amino yang banyak diangkut adalah valin, leusin, isoleusin, tirosin, dan fenilalanin. Insulin bersama-sama dengan hormone pertumbuhan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan ambilan asam amino ke dalam sel.

b. Insulin meningkatkan translasi RNA messenger

18

Page 19: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Dengan cara yang belum dpat dijelaskan, insulin dapat menyalakan mesin ribosom. Tanpa insulin, ribosom benar-benar berhenti bekerja.

c. Insulin meningkatkan kecepatan transkripsi rangkaian genetic DNA yang terpilihHal ini menyebabkan peningkatan jumlah RNA dan beberapa sintesis protein, terutama mengaktifkan sejumlah besar enzim untuk penyimpanan karbohidrat, lemak, dan protein.

d. Insulin menghambat proses katabolisme proteinHal ini akan mengurangi kecepatan pelepasan asam amino dari sel, khususnya dari sel-sel otot

e. Di dalam hati, insulin menekan kecepatan glukoneogenesisHal ini dilakukan dengan cara mengurangi aktivitas enzim yang memacu glukoneogenesis. Karena zat terbanyak yang digunakan untuk sintesis glukosa dengan proses glukoneogenesis adalah asam amino plasma, maka supresi glukoneogenesis ini menghemat asam amino dari cadangan protein tubuh.

2. Tidak adanya insulin menyebabkan berkurangnya protein & peningkatan asam amino plasmaBila tidak ada insulin, hampir seluruh proses penyimpanan protein menjadi terhenti sama sekali. Proses katabolisme protein akan meningkat, sintesis protein berhenti, dan sejumlah besar asam amino dibuang ke dalam plasma. Konsentrasi asam amino dalam plasma sangat meningkat, dan sebagian besar kelebihan asam amino akan langsung dipergunakan sebagai sumber enrgi atau menjadi substrat dalam proses glukoneogenesis. Pemecahan asam amino ini juga meningkatkan ekskresi ureum dalam urin.

3. Insulin dan hormone pertumbuhan berinteraksi secara sinergis untuk memacu pertumbuhan

LI.3. Memahami dan Menjelaskan Diabetes Melitus Tipe 2LO.3.1. Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

Pada penderita Diabet Mellitus tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk kedalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin ( reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah ) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset diabetes mellitus tipe ini perlahan lahan karena itu gejalanya tidak terlihat ( asimtomatik ). Adanya resistensi yang terjadi perlahan lahan akan mengakibatkan pula kesensitifan akan glukosa perlahan-lahan berkurang. Oleh karena itu, diabetes tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi. Komplikasi yang terjadi karena ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obat antibiotik oral.Diabetes melitus dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: Diabetes melitus tipe 1, yakni diabetes mellitus yang disebabkan oleh kurangnya produksi

insulin oleh pankreas. Diabetes melitus tipe 2, yang disebabkan oleh resistensi insulin, sehingga penggunaan

insulin oleh tubuh menjadi tidak efektif. Diabetes gestasional, adalah hiperglikemia yang pertama kali ditemukan saat kehamilan.

LO.3.2. Etiologi

19

Page 20: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, klasifikasi Diabetes Melitus adalah sebagai berikut:

Diabetes Melitus tipe 1DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40.Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin.DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto atau myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3 atau HLA DR4.Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.

Diabetes Melitus tipe 2Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur hidup). DM tipe 2  ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis.Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup  yang diabetogenik (asupan kalori  yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik.  Nilai BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras.

Penjelasan Diabetes Melitus tipe I dan IIKarakteristik Diabetes tipe I Diabetes tipe IIKadar Sekresi Insulin Tidak ada/hampir ada Mungkin normal atau di atas

normalUsia Awitan Tipikal Anak DewasaPersentase Pengidap 10%-20% 80%-90%Defek Mendasar Kerusakan sel β Berkurangnya kepekaan sel

20

Page 21: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

sasaran insulinTerapi Penyuntikan insulin,

pengaturan diet, olahragaKontrol diet dan penurunan berat, olahraga, kadang obat hipoglikemik oral

(Sherwood, 2011) Diabetes Melitus tipe lain

– Defek genetik fungsi sel beta Beberapa bentuk diabetes dihubungkan dengan defek monogen pada fungsi sel beta, dicirikan dengan onset hiperglikemia pada usia yang relatif muda (<25 tahun) atau disebut Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY). Terjadi gangguan sekresi insulin namun kerja insulin di jaringan tetap normal. Saat ini telah diketahui abnormalitas pada 6 lokus di beberapa kromosom, yang paling sering adalah mutasi kromosom 12, juga mutasi di kromosom 7p yang mengkode glukokinase. Selain itu juga telah diidentifikasi kelaian genetik  yang mengakibatkan ketidakmampuan mengubah proinsulin menjadi insulin.

– Defek genetik kerja insulin Terdapat mutasi pada reseptor insulin, yang mengakibatkan hiperinsulinemia, hiperglikemia dan diabetes. Beberapa individu dengan kelainan ini juga dapat mengalami acantosis nigricans, pada wanita mengalami virilisasi dan pembesaran ovarium.

– Penyakit eksokrin pankreas Meliputi pankreasitis, trauma, pankreatektomi, dan carcinoma pankreas.

– Endokrinopati Beberapa hormon seperti GH, kortisol, glukagon dan epinefrin bekerja mengantagonis aktivitas insulin. Kelebihan hormon-hormon ini, seperti  pada Sindroma Cushing, glukagonoma, feokromositoma dapat menyebabkan diabetes. Umumnya terjadi pada orang yang sebelumnya mengalami defek sekresi insulin, dan hiperglikemia dapat diperbaiki bila kelebihan hormon-hormon tersebut dikurangi.

– Karena obat/zat kimia Beberapa obat dapat mengganggu sekresi dan kerja insulin. Vacor (racun tikus) dan pentamidin dapat merusak sel beta. Asam nikotinat dan glukokortikoid mengganggu kerja insulin.

– Infeksi Virus tertentu dihubungkan dengan kerusakan sel beta, seperti rubella, coxsackievirus B, CMV, adenovirus, dan mumps.

– Imunologi Ada dua kelainan imunologi yang diketahui, yaitu Sindrom Stiffman dan antibodi antiinsulin reseptor. Pada Sindrom Stiffman terjadi peninggian kadar autoantibodi GAD di sel beta pankreas.

21

Page 22: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Diabetes mellitus, atau yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis, adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh: ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang

cukup, atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan oleh pankreas secara

efektif, atau gabungan dari kedua hal tersebut.

Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan relatif sel β dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glikosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.

Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga yang juga menderita diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan lain yang berhubungan dengan diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi, tekanan darah tinggi (hipertensi) atau obesitas. Keturunan ras Hispanik, Afrika dan Asia memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah makanan dan aktivitas fisik kita sehari-hari.

Berikut ini adalah faktor-faktor risiko mayor seseorang untuk menderita diabetes tipe 2 :

Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua atau kakak atau adik) Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg) Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang tinggi (>150mg/dl) atau kadar

kolesterol HDL <40mg/dl Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu

(GDPT) Riwayat menderita diabetes gestasional atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir

lebih dari 4.500 gram Makanan tinggi lemak, tinggi kalori Gaya hidup tidak aktif (sedentary) Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari berat badan ideal) Usia tua, di mana risiko mulai meningkat secara signifikan pada usia 45 tahun Riwayat menderita polycystic ovarian syndrome, di mana terjadi juga resistensi insulin

LO.3.3. Klasifikasi Diabetes MelitusMenurut American Diabetes Association ( ADA ) tahun 2010 diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya ( PERKENI 2011 ).Klasifikasi diabetes Mellitus Menurut PERKENI 2011 dapat dibedakan menjadi 4 seperti pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus

22

Page 23: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut.

AutoimunIdiopatik

Tipe 2 Bervariasi mulai dari yang dominan disertai defiseinsi insulin relatif sampai yang dominan sekresi insulin desertai resistensi insulin

Tipe lain Defek genetik fungsi sel betaDefek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pancreasEndokrinopatiKarena obat dan zat kimiaInfeksiSebab imuno yang jarangSindrom genetik yang lain berkaitan dengan DM

Diabetes mellitus gestational

Diabetes yang mulai timbul atau mulai diketahui selama kehamilan

Secara klinis terdapat 2 macam diabetes, tetapi ada yang berpendapat bahwa diabetes hanya merupakan suatu spektrum defisiensi insulin : 1. Juvenile Onset/Insulin Dependent/Ketosis Prone (IDDM/ Diabetes tipe 1)

Suatu individu mengalami kekurang insulin secara total atau hampir total. Tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis.

Pada diabetes tipe ini , terdapat hubungan HLA tertentu pada kromosom 6 dan beberapa auto-imunitas serologik dan cell mediated.

2. Stable/Maturity Onset/Non-Insulin Dependent (NIDDM / Diabetes tipe 2)Individu dengan tipe ini meninjukkan defisiensi Insulin yang relatif , banyak yang

memerlukan suplementasi insulin, namun tidak akan menimbulkan kematian akibat ketoasidosis bila pemakaian insulin dihentikan. Kenaikan jumlah insulin secara absolut dapat terjadi dibandingkan dengan orang normal (berhubungan dengan obesitas/inaktivitas fisik). Diabetes tipe ini tidak memiliki hubungan dengan HLA , virus atau auto-imunitas dan biasanya sel Beta masih berfungsi.

Klasifikasi diabetes melitus menurut America Diabetes Association 2009 1. Diabetes melitus tipe 1

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut. Ciri khas DM tipe 1 adalah:

Berhubungan dengan kelainan genetik pada lokus gen HLA DR3 dan DR4 Ditemukannya Islet Cell Antibody (ICA) Biasanya terjadi pada anak dan remaja Badan kurus

2. Diabetes melitus tipe 2Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Ciri khas DM tipe 2 adalah:

23

Page 24: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Tidak ditemukan ICA Adanya resistensi insulin Umumnya terjadi pada usia >45 tahun Obesitas atau kegemukan

3. Diabetes melitus tipe lain Defek genetik fungsi sel beta Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati Karena obata atau zat kimia Infeksi Reaksi imunologi Sindroma genetik lain: sindom Down, sindrom Turne

4. Diabetes melitus kehamilanDiabetes melitus kehamilan atau diabetes melitus gestasional didefinisikan sebagi suatu intoleransi glukosa yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat hamil. Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis akibat peningkatan hormon-hormon kehamilan, puncaknya trimester ketiga kehamilan. Resistensi insulin selama kehamilan merupakan mekanisme adaptif tubuh untuk menjaga asupan nutrisi ke janin. Resistensi insulin kronik sudah terjadi sebelum kehamilan pada ibu-ibu obesitas. Kebanyakan wanita dengan DMG memiliki kedua rsistensi jenis insulin ini.

LO.3.4. PatofisiologiDalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :

1. Resistensi insulin2. Disfungsi sel-sel pancreas

Akhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel Beta pancreas, amilin dan sebagainya. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Keadaan resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel-sel pancreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah, sehingga terjadi hiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan euglikemia. Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia; disamping itu juga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam darah.

Keadaan glukotoksistas dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relatif (walaupun telah dikompensasi dengan hiperinsulinemia) mengakibatkan sel –sel pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan metabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosa dan akhirnya DM tipe 2.Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel–sel pancreas yang menghasilkan glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar pada keadaan puasa.

Seiring dengan proses penuaan, semakin banyak lansia yang berisiko terhadap terjadinya DM, sehingga sekarang dikenal istilah prediabetes. Prediabetes merupakan kondisi tingginya gula darah puasa (gula darah puasa 100-125mg/dl) atau gangguan toleransi glukosa (kadar gula darah 140-199mg/dL, 2 jam setelah pembebanan 75 g glukosa). Modifikasi gaya hidup mencakup menjaga pola makan yang baik, olah raga dan penurunan berat badan dapat

24

Page 25: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

memperlambat perkembangan prediabetes menjadi DM. Bila kadar gula darah mencapai >200 mg/dL maka pasien ini masuk dalam kelas Diabetes Melitus (DM). Gangguan metabolisme karbohidrat pada lansia meliputi tiga hal yaitu resistensi insulin, hilangnya pelepasan insulin fase pertama sehingga lonjakan awal insulin postprandial tidak terjadi pada lansia dengan DM, peningkatan kadar glukosa postprandial dengan kadar gula glukosa puasa normal.

Di antara ketiga gangguan tersebut, yang paling berperanan adalah resistensi insulin. Hal ini ditunjukkan dengan kadar insulin plasma yang cukup tinggi pada 2 jam setelah pembebanan glukosa 75 gram dengan kadar glukosa yang tinggi pula.

Timbulnya resistensi insulin pada lansia dapat disebabkan oleh 4 faktor perubahan komposisi tubuh: massa otot lebih sedikit dan jaringan lemak lebih banyak, menurunnya aktivitas fisik sehingga terjadi penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin, perubahan pola makan lebih banyak makan karbohidrat akibat berkurangnya jumlah gigi sehingga, perubahan neurohormonal (terutama insulin-like growth factor-1 (IGF-1) dan dehidroepiandosteron (DHEAS) plasma) sehingga terjadi penurunan ambilan glukosa akibat menurunnya sensitivitas reseptor insulin dan aksi insulin.

25

Page 26: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Bagan 1. Skema Patofisiologis

LO.3.5. Manifestasi KlinisBeberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah (Agustina, 2009):

Keluhan Klasik

a. Penurunan berat badanPenurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus

menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan

26

Berat badan

Otot melisut

Hiperglikemia bertambah

parah

Glukoneogenesis

Asam amino darah

Koma diabetes

Asidosis metabolik

Ventilasi

Ketosis

Sumber energy alternatif

Asam lemak darah

Kematian

Penurunan aliran darah

otak

Malfungsi system saraf

Sel menciut

Polidipsia

Polifagia

Defisiensi glukosa intrasel

Gagal ginjal

Kegagalan sirkulasi perifer

Dehidrasi

Volume darah

Poliuria

Dieresis osmotik

Glukosuria

Hiperglikemia

Lipolisis Penyerapan asam amino

oleh sel

Penguraian protein

Sintesis trigliserida

Penyerapan glukosa oleh sel

Pengeluran glukosa oleh

hati

Resistensi insulin

Page 27: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

b. Banyak kencing (Poliuri)Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak

kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.

c. Banyak minum (Polidipsi)Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar

melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikira sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.

c. Banyak makan (Polipagi)Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi glukosa

dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.

Keluhan lain:

a. Gangguan saraf tepi / KesemutanPenderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam, sehingga mengganggu tidur. Gangguan penglihatan Pada fase awal penyakit Diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.

b. Gatal / BisulKelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.

c. Gangguan EreksiGangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.

d. KeputihanPada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

LO.3.6. Diagnosis dan Diagnosis BandingEvaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:Evaluasi medis meliputi: Riwayat Penyakit Gejala yang timbul Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah, A1C, dan hasil

pemeriksaan khusus yang terkait DM Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi

medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan

27

Page 28: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani

Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hyperosmolar hiperglikemia, dan hipoglikemia)

Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis serta kaki

Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata, saluran pencernaan, dll.)

Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan

riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain) Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.

Pemeriksaan Fisik Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar pinggang Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri

untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi .

Gambar. Pemeriksaan ABI (ankle brachial index)

PLeg adalah systolic blood pressure dari dorsalis pedis atau posterior tibial arteries dan

PArm adalah nilai tertinggi dari tangan kiri dan kanan brachial systolic blood pressure

Pemeriksaan funduskopi Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid Pemeriksaan jantung Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari

o Arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior pulsasi harus diraba Hal ini sangat penting pada pasien yang memiliki infeksi pada kaki, karena tungkai yang jelek aliran darahnya dapat memperlambat penyembuhan dan meningkatkan risiko amputasi.

28

Page 29: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

o Pemeriksaan ekstremitas bawah neuropati sensorik berguna pada pasien dengan ulkus pada kaki karena adanya penurunan sensasi yang membatasi kemampuan pasien untuk melindungi kaki dan pergelangan kaki. Hal ini dapat dinilai dengan monofilamen Weinstein Semmes atau dengan pemeriksaan refleks, posisi, dan / atau sensasi getaran.Jika neuropathy perifer ditemukan, pasien harus dibuat sadar bahwa perawatan kaki (temasuk pemeriksaan kaki harian) sangat penting untuk mencegah ulkus kaki dan menghindari amputasi tungkai bawah.

Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis

Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain

Pemeriksaan Penunjang

TTGOTes toleransi glukosa oral/TTGO (oral glucose tolerance test, OGTT) dilakukan pada kasus hiperglikemia yang tidak jelas; glukosa sewaktu 140-200 mg/dl, atau glukosa puasa antara 110-126 mg/dl, atau bila ada glukosuria yang tidak jelas sebabnya. Uji ini dapat diindikasikan pada penderita yang gemuk dengan riwayat keluarga diabetes mellitus; pada penderita penyakit vaskular, atau neurologik, atau infeksi yang tidak jelas sebabnya.TTGO juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan (diabetes gestasional). Banyak di antara ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan gejala, tetapi menderita gangguan metabolisme glukosa pada waktu hamil. Penting untuk menyelidiki dengan teliti metabolisme glukosa pada waktu hamil yang menunjukkan glukosuria berulangkali, dan juga pada wanita hamil dengan riwayat keluarga diabetes, riwayat meninggalnya janin pada kehamilan, atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg. Skrining diabetes hamil sebaiknya dilakukan pada umur kehamilan antara 26-32 minggu. Pada mereka dengan risiko tinggi dianjurkan untuk dilakukan skrining lebih awal.

Prosedur

Selama 3 hari sebelum tes dilakukan penderita harus mengkonsumsi sekitar 150 gram Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

• Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

• Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan

• Diperiksa kadar glukosa darah puasa• Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit• Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah

minum larutan glukosa selesai• Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa• Selama proses pemeriksaan harus istirahat dan tidak merokok

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalamkelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

29

Page 30: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.

Tabel 4.Nilai hasil pemeriksaan gula darahBukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu

Plasma vena <110 110-199 ≥200Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena <110 110-125 ≥126Darah kapiler <90 90-109 ≥110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L) 2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)3.. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

Interpretasi

Toleransi glukosa normal

Setelah pemberian glukosa, kadar glukosa darah meningkat dan mencapai puncaknya pada waktu 1 jam, kemudian turun ke kadar 2 jam yang besarnya di bawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L). Tidak ada glukosuria.

Gambaran yang diberikan di sini adalah untuk darah vena. Jika digunakan darah kapiler, kadar puasa lebih tinggi 5.4 mg/dl (0.3 mmol/L), kadar puncak lebih tinggi 19.8 – 30.6 mg/dl (1.1 – 1.7 mmol/L), dan kadar 2 jam lebih tinggi 10.8 – 19.8 mg/dl (0.6 – 1.1 mmol/L). Untuk plasma vena kadar ini lebih tinggi sekitar 18 mg/dl (1 mmol/L).

Toleransi glukosa melemah

Pada toleransi glukosa yang melemah, kurva glukosa darah terlihat meningkat dan memanjang. Pada diabetes mellitus, kadar glukosa darah di atas 126 mg/dl (7.0 mmol/L); jika tak begitu meningkat, diabetes bisa didiagnosis bila kadar antara dan kadar 2 jam di atas 180 mg/dl (10 mmol/L). Toleransi glukosa melemah ringan (tak sebanyak diabetes) jika kadar glukosa puasa dibawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L), kadar antara di bawah 180 mg/dl (10 mmol/L), dan kadar 2 jam antara 126-180 mg/dl (7.0-10.0 mmol/L). Terdapat glukosuria, walaupun tak selalu ada dalam sampel puasa.

Pada diabetes gestasional, glukosa puasa normal, glukosa 1 jam 165 mg/dl (9.2 mmol/L), dan glukosa 2 jam 145 mg/dl (8.0 mmol/L).

Pada banyak kasus diabetes, tidak ada puncak 1 jam karena kadar glukosa darah meningkat pada keseluruhan waktu tes. Kurva diabetik dari jenis yang sama dijumpai pada penyakit Cushing yang berat.

Toleransi glukosa yang lemah didapatkan pada obesitas (kegemukan), kehamilan lanjut (atau karena kontrasepsi hormonal), infeksi yang berat (terutama staphylococci, sindrom Cushing, sindrom Conn, akromegali, tirotoksikosis, kerusakan hepar yang luas,

30

Page 31: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

keracunan menahun, penyakit ginjal kronik, pada usia lanjut, dan pada diabetes mellitus yang ringan atau baru mulai.

Tes toleransi glukosa yang ditambah dengan steroid dapat membantu mendeteksi diabetes yang baru mulai. Pada pagi dini sebelum TTGO dilaksanakan, penderita diberikan 100 mg kortison, maka glukosa darah pada 2 jam bisa meningkat di atas 138.8 mg/dl (7.7 mmol/L) pada orang-orang yang memiliki potensi menderita diabetes.

Penyimpanan glukosa yang lambat

Kadar glukosa darah puasa normal. Terdapat peningkatan glukosa darah yang curam. Kadar puncak dijumpai pada waktu ½ jam di atas 180 mg/dl (10 mmol/L). Kemudian kadar menurun tajam dan tingkatan hipoglikemia dicapai sebelum waktu 2 jam. Terdapat kelambatan dalam memulai homeostasis normal, terutama penyimpanan glukosa sebagai glikogen. Biasanya ditemukan glukosuria transien.

Kurva seperti ini dijumpai pada penyakit hepar tertentu yang berat dan kadang-kadang para tirotoksikosis, tetapi lebih lazim terlihat karena absorbsi yang cepat setelah gastrektomi, gastroenterostomi, atau vagotomi. Kadang-kadang dapat dijumpai pada orang yang normal.

Toleransi glukosa meningkat

Kadar glukosa puasa normal atau rendah, dan pada keseluruhan waktu tes kadarnya tidak bervariasi lebih dari ± 180 mg/dl (1.0 mmol/L). Kurva ini bisa terlihat pada penderita miksedema (yang mengurangi absorbsi karbohidrat) atau yang menderita antagonis insulin seperti pada penyakit Addison dan hipopituarisme. Tidak ada glukosuria. Kurva yang rata juga sering dijumpai pada penyakit seliak. Pada glukosuria renal, kurva toleransi glukosa bisa rata atau ormal tergantung pada kecepatan hilangnya glukosa melalui urine.

Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi C-peptida akan meningkat pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau pankreas.

Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6--12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu 15--20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP.

Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar glukosanya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu.2,8,9 Ini sangat penting untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM.

Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa

31

Page 32: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD) dan metode heksokinase.

Metode GOD banyak digunakan saat ini. Akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat.

Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa.8 Untuk mendiagosa DM, digunakan kriteria dari konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI 1998)

Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan DM

Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin.2,3,4,7,10 Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu lama.7 Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai self-assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.

Pemeriksaan HbA1C

HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.7,10,11 Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.

Metode Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu.Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi.

Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.

Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.

32

Page 33: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.

Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C

HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi.

Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.1,18 Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.

Alur diagnostik DM

Bagan 1. Langkah-langkah diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa

DIAGNOSIS BANDING

a. Cystic fibrosisb. Diabetes mellitus tipe Ic. Ketoasidosis diabeticd. Drug-induced glucose intolerancee. Gestational diabetesf. Glucose intoleranceg. Pancreatitis

LO.3.7. Penatalaksanaan1. Edukasi

33

Page 34: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yangkomprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Berbagai hal tentang edukasi dibahas lebih mendalam di bagian promosi perilaku sehat di halaman 38.Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darahdapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

2. Terapi gizi medis Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara

total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya).

Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hamper sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, ter utama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 4565% total asupan energi. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan. Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi. Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama

dengan makanan keluarga yang lain. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas

aman konsumsi harian (Accepted-Daily Intake) Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.

Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak Asupan lemak dianjurkan sekitar 2025% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh

dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk). Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.

Protein Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.

34

Page 35: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang,cumi,dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

Natrium Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk

masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur. Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg.

Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi

cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.

Pemanis alternative Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori.

Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol. Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya

sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping

pada lemak darah. Pemanis tak berkaloriyang masih dapat digunakan antara lain aspartam, sakarin,

acesulfame potassium, sukralose, dan neotame. Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily

Intake/ ADI)

3. Latihan jasmaniKegiatan jasmani sehari hari dan latihan jasmani secara teratur (4kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. KegiatanSeharihari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan (lihat tabel 4). Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapatkomplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.

4. Intervensi farmakologisPengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (24minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,

35

Page 36: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

dilakukan inter vensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuaiindikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengancepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

1. Obat hipoglikemik oralBerdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinidB. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tia zolidindionC. Penghambat glukoneogenesis (metformin)D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.E. DPPIV inhibitor

A. Pemicu Sekresi Insulin1. SulfonilureaObat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjur kan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.2. GlinidGlinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin

TiazolidindionTiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPARg), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas IIV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. *golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya.

C. Penghambat glukoneogenesis Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasienpasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular,sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara

36

Page 37: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbosetidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan latulens.

E. DPP-IV inhibitorGlucagon-like peptide-1 (GLP1) merupakan suatu hormone peptida yang dihasilkan

oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP1 diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase 4 (DPP4), menjadi metabolit GLP1(9,36)amide yang tidak aktif. Sekresi GLP1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP4 (penghambat DPP4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP1 agonis).Berbagai obat yang masuk golongan DPP4 inhibitor, mampu menghambat kerja DPP4 sehingga GLP1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon. Mekanisme kerja OHO, efek samping utama, serta pengaruh obat terhadap penurunan A1C dapat dilihat pada tabel 5, sedang kan nama obat, berat bahan aktif (mg) per tablet, dosis harian, lama kerja, dan waktu pemberian dapat dilihat pada lampiran 2.Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal

Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan. DPPIV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.

2. Suntikan1. InsulinInsulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai ketosis Ketoasidosis diabetik Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik Hiperglikemia dengan asidosis laktat Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali dengan

perencanaan makan Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

37

Page 38: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Jenis dan lama kerja insulinBerdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) Insulin kerja pendek (short acting insulin) Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin) Insulin kerja panjang (long acting insulin) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

Jenis dan lama kerja insulin dapat dilihat pada lampiran 3.Efek samping terapi insulin Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia. Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat

menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Dasar pemikiran terapi insulin: Sekresi insulin isiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin

diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang isiologis. Deisiensi insulin mungkin berupa deisiensi insulin basal, insulin prandial atau

keduanya. Deisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan deisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelahmakan.

Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap deisiensi yang terjadi.

Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).

Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan menambah 24 unit setiap 34 hari bila sasaran terapi belum tercapai.

Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial (mealrelated).Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan dalam bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali basal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal bolus).

Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan glukosa darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose).

Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

Cara Penyuntikan Insulin Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.

Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip.

Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat

38

Page 39: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. Teknik pencampuran dapat dilihat dalam buku panduan tentang insulin.

Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.

Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama.

Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100 unit/mL).

4. Agonis GLP-1Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP1 merupakan pendekatan baru untuk

pengobatan DM. Agonis GLP1 dapat bekerja sebagai perangsang peng lepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui berperan pada prosesglukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.

3. Terapi KombinasiPemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian

dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun ixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe 2).Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 610 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.

LO.3.8. Pencegahan Pencegahan terhadap penyakit diabetes melitus dapat dilakukan dengan beberapa cara,

dan terbagi menjadi beberapa tipe:

o Pencegahan primerPencegahan primer adalah upaya yang ditujukan kepada orang-orang yang termasuk ke dalam kategori beresiko tinggi, yaitu orang-orang yang belum terkena penyakit ini tapi

39

Page 40: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

berpotensi untuk mendapatkannya. Untuk pencegahan secara primer, sangat perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap terjadinya diabetes melitus, serta upaya yang dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut. Edukasi berperan penting dalam pencegahan secara primer.

o Pencegahan

sekunderPencegahan sekunder merupakan suatu upaya pencegahan dan menghambat timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring. Hanya saja pemeriksaan tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar. Pengobatan penyakit sejak awal harus segera dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya penyakit menahun. Edukasi mengenai diabetes melitus dan pengelolaannya, akan mempengaruhi peningkatan kepatuhan pasien untuk berobat.

o Pencegahan tersierJika penyakit menahun diabetes melitus terjadi kepada Anda, maka para ahli harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi penderita sedini mungkin sebelum penderita mengalami kecacatan yang menetap. Contohnya saja, acetosal dosis rendah (80 – 325 mg) dapat diberikan secara rutin bagi pasien diabetes melitus yang telah memiliki penyakit makroangiopati (pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak, pembuluh darah kapiler retina mata, pembuluh darah kapiler ginjal). Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat diperlukan.

LO.3.9. PrognosisPrognosis DM tipe 2 tanpa komplikasi tidak seberat DM tipe 1 karena DM tipe 1

memiliki resiko hipoglikemia lebih tinggi dari pada DM tipe 2. Hipoglikemia bisa mengakibatkan kesadaran menurun.Akan tetapi jika DM tipe 2 ditambah komplikasi makrovaskular resiko kematian 50%

40

Page 41: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

LO.3.10. KomplikasiA. Komplikasi akut dapat berupa :

1. Hipoglikemia yaitu menurunnya kadar gula darah < 60 mg/dl2. Keto Asidosis Diabetika (KAD) yaitu DM dengan asidosis metabolic dan

hiperketogenesis3. Koma Lakto Asidosis yaitu penurunan kesadaran hipoksia yang ditimbulkan oleh

hiperlaktatemia.4. Koma Hiperosmolar Non Ketotik, gejala sama dengan no 2 dan 3 hanya saja tidak

ada hiperketogenesis dan hiperlaktatemia.

B. Komplikasi kronis :Biasanya terjadi pada penderita DM yang tidak terkontrol dalam jangka waktu kurang

lebih 5 tahun. Dapat dibagi berdasarkan pembuluh darah serta persarafan yang kena atau berdasakan organ. Pembagian secara sederhana sebagai berikut :

1. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar (pembuluh darah yang dapat dilihat secara mikroskopis) antara lain pembuluh darah jantung / Penyakit Jantung Koroner, pembuluh darah otak /stroke, dan pembuluh darah tepi / Peripheral Artery Disease.

2. Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah mikroskopis antara lain retinopati diabetika (mengenai retina mata) dan nefropati diabetika (mengenai ginjal).

3. Neuropati, mengenai saraf tepi. Penderita bisa mengeluh rasa pada kaki/tangan berkurang atau tebal pada kaki atau kaki terasa terbakar/bergetar sendiri.

Selain di atas, komplikasi kronis DM dapat dibagi berdasarkan organ yang terkena yaitu:

1. Kulit : Furunkel, karbunkel, gatal, shinspot (dermopati diabetik: bercak hitam di kulit daerah tulang kering), necrobiosis lipoidica diabeticorum (luka oval, kronik, tepi keputihan), selulitis ganggren,

2. Kepala/otak : stroke, dengan segala deficit neurologinya3. Mata :Lensa cembung sewaktu hiperglikemia (myopia-reversibel,katarax

irreversible), Glaukoma, perdarahan corpus vitreus, Retinopati DM (non proliperative, makulopati, proliferatif), N 2,3,6 (neuritis optika) & nerve centralis lain

4. Hidung : penciuman menurun5. Mulut :mulut kering, ludah kental = verostamia diabetic, Lidah (tebal, rugae,

gangguan rasa), ginggiva (edematus, merah tua, gingivitis, atropi), periodontium (makroangiopati periodontitis), gigi (caries dentis)

6. Jantung : Penyakit Jantung Koroner, Silent infarction 40% kr neuropati otonomik, kardiomiopati diabetika (Penyakit Jantung Diabetika)

7. Paru : mudah terjangkit Tuberculosis (TB) paru dengan berbagai komplikasinya.8. Saluran Cerna : gastrointestinal (neuropati esofagus, gastroparese diabetikum

(gastroparese diabeticum), gastroatropi, diare diabetic)9. Ginjal dan saluran kencing : neuropati diabetik, sindroma kiemmelstiel Wilson,

pielonefritis, necrotizing pappilitis, Diabetic Neurogenic Vesical Disfunction, infeksi saluran kencing, disfungsi ereksi/ impotensi, vulvitis.

10. Saraf perifer : parestesia, anestesia, gloves neuropati, stocking, neuropati, kramp11. Sendi : poliarthritis12. Kaki diabetika (diabetic foot), merupakan kombinasi makroangiopati,

mikroangopati, neuropati dan infeksi pada kaki.

41

Page 42: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

LI.4. Memahami dan Menjelaskan RetinopatiLO.3.1. Definisi

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit umum yang ditandai peningkatan kadar gula dalam darah yang menyebabkan perubahan mikrovaskular pada seluruh organ termasuk mata. Retinopati diabetik (RD) merupakan suatu komplikasi kronik diabetes melitus karena mikroangiopati vaskular retina yang dapat menimbulkan kebutaan dan umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang meliputi, usia dan lama menderita DM, kontrol gula darah, tipe DM serta penyakit yang menyertai, misalnya hipertensi dan nefropati.

LO.3.2. Etiologi

Faktor-faktor yang

mendorong terjadinya retinopati adalah : Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri Adanya komposisi darah abnormal Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya

mikrothrombin Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,

selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler

Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi

Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.

Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal. Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

LO.3.3. Klasifikasi Retinopati Diabetik

42

Page 43: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Retinopati Diabetik dibagi dalam:

a) Retinopati diabetik nonproliferatif1) Retinopati nonproliferatif minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena,

mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.2) Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa

dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudat keras, eksudat lunak atau IRMA.

3) Retinopati nonproliferatif berat: terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA pada 1 kuadran.

4) Retinopati nonproliferatif sangat berat: ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati nonproliferatif berat.

b) Retinopati diabetik proliferatif1) Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi): bila ditemukan minimal

adanya neovaskular pada diskus (new vessels on disc [NVD]) yang mencakup < ¼ dari daerah diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus; atau neovaskular dimana saja di retina (new vessels elsewhere [NVE])tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.

2) Retinopati proliferatif risiko tinggi: apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor risiko sebagai berikut: ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > ¼

diskus perdarahan vitreus.

Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan 2 gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.

43

Page 44: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

LO.3.4. Patofisiologi dan Patogenesis

Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi

melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxy- gen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan mem- perparah kerusakan.

44

Page 45: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.

Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.

LO.3.5. Manifestasi KlinisRetinopati merupakan gejala diabetes mellitus utama pada mata, dimana ditemukan pada retina:a) Mikroaneurismata, merupakan penonjolan dinding kapiler, terutama daerah vena dengan

bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Mikroaneurismata merupakan kelainan diabetes mellitus dini pada mata

b) Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurismata di polus posterior. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada mikroaneurismata, atau karena pecahnya kapiler.

c) Dilatasi pembuluh darah balik (vena) dengan lumennya irregular dan berkelok-kelok, bentuk ini seakan-akan dapat memberikan perdarahan tapi hal ini tidaklah demikian. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi dan kadang-kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.

d) Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu irregular, kekuning-kuningan. Pada permukaan eksudat pungtata membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu. Kelainan ini terutama terdiri atas bahan-bahan lipid dan terutama banyak ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia.

e) Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak di bagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

f) Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak di permukaan jaringan. Neovaskularisasi terjadi akibat proliferasi sel endotel pembuluh darah. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam kelompok-kelompok, dan bentuknya irregular. Hal ini merupakan awal penyakit yang berat pada retinopati diabetes. Mula-mula terletak di dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal), maupun perdarahan badan kaca. Proliferasi preretinal dari suatu neovaskularisasi biasanya diikuti proliferasi jaringan ganglia dan perdarahan.

g) Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan pasien.

h) Hiperlipidemia suatu keadaan yang sangat jarang, tanda ini akan segera hilang bila diberi pengobatan.

Retinopati diabetes biasanya ditemukan bilateral, simetris, dan progresif, dengan 3 bentuk:a) Back ground: mikroaneurismata, perdarahan bercak dan titik, serta edema sirsinata.b) Makulopati: edema retina dan gangguan fungsi maculac) Proliferasi: vaskularisasi retina dan badan kaca

45

Page 46: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

LO.3.6. Diagnosis Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui

pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat di- lakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM non- proliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.

Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan opti- cal coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.

OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitre- ous atau kekeruhan media refraksi.

Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM

Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan pembuluh darah di kutub pos- terior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontra- indikasi pemberian midriatikum.

Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan.

Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikroaneurisma, eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM.

Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati diabetikum.

46

Page 47: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

LO.3.7. PenatalaksanaanPrinsip utama  penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini

dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.1.      Pemeriksaan rutin pada ahli  mata

Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko perburukan retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan pada pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya tergantung kebijakan ahli matanya. 9

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau KehamilanUmur onset DM/kehamilan

Rekomendasi pemeriksaan pertama kali

Follow up rutin minimal

0-30 tahun Dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis Setiap tahun>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahunHamil Awal trimester pertama Setiap 3 bulan atau sesuai

kebijakan dokter mataBerdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli  mata

mungkin lebih memilih  untuk megikuti perkembangan  pasien-pasien tertentu lebih sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.9

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina

Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan

Normal atau mikroaneurisma yang sedikit Setiap tahun

Retinopati Diabetik non proliferatif ringan Setiap 9 bulan

Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 6 bulan

Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 4 bulan

Edema makula Setiap 2-4 bulan

Retinopati Diabetik  proliferative Setiap 2-3 bulan

2.      Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi            Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik, Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan

47

Page 48: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang sudah ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan. 1,3,9

3.         Fotokoagulasi1,2,10,11

            Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute of  Health  di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu :1,2,9,10,

1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah  neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular. 

: Tahap-tahap PRP(Dikutip dari kepustakaan 10)

 2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.

48

Page 49: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Panretinal fotokoagulasi pada PDR(Dikutip dari kepustakaan 10)

Grip fotokoagulasi untuk diabetik makular edema (Dikutip dari kepustakaan 2)

4.         Injeksi Anti VEGF            Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin yang  khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.1,2,8,10

5.         Vitrektomi            Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga membantu bagi

49

Page 50: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.1,2,8

Vitrektomi(DIkutip dari kepustakaan 10)

        Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga menunjukkan keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen konvensional pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.9

LO.3.8. Pencegahan Deteksi Dini Retinopati DM

Pada tahun 2010, The American Diabetes Association menetapkan beberapa rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM di- tegakkan. Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata segera setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata. Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima, perempuan hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat, dan ia harus menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.

LO.3.9. PrognosisKontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau menunda

retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan darah disesuaikan <140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional dan edema macula dapat

50

Page 51: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.

LO.3.10. KomplikasiRetinopati diabetika Proliferatif dapat menyebabkan hilangnya penglihatan dengan

berbagai cara seperti berikut :1. Vitreous Hemorrhage

Pembuluh darah baru yang rapuh dapat mengalami kebocoran sehingga darah masuk ke dalam vitreous, zat seperti gel bening yang mengisi pusat mata, jika vitreous hemmorhage yang terjadi tidak besar maka seseorang dapat melihat beberapa floater hitam pada pandangannya. Jika Vitreous Hemmorhage besar maka dapat menutupi seluruh penglihatan.Hal tersebut membutuhkan waktu harian, bulanan atau bahkan tahunan untuk dapat menyerap kembali darah yang berada pada vitreous, tergantung dari banyaknya darah yang ada. Jika mata tidak dapat membersihkan darah tersebut pada waktunya, maka operasi vitrectomy harus dilakukan.Vitreous Hemmorhage sendiri tidak dapat menyebabkan hilangnya penglihatan secara permanen. Ketika sudah tidak ada darah yang menutupi maka penglihatan akan kembali seperti sebelumnya kecuali bila macula telah rusak.

2. Traction Retinal Detachment Ketika PDR muncul, jaringan bekas luka yang berhubungan dengan neovascularization dapat mengecil, mengkerut dan menarik retina dari posisi normal. Pengerutan macula dapat menyebabkan distorsi visual. Kehilangan penglihatan yang parah dapat terjadi bila macula atau bagian besar retina terlepas.

3. Glaukoma Neovaskular Terkadang, penutupan yang berlebihan pada pembuluh darah retina dapat menyebabkan munculnya pembuluh darah abnormal baru pada iris (bagian berwarna pada mata) dan menghalangi keluarnya cairan dari mata.Tekanan pada mata akan meningkat, menyebabkan glaucoma, penyakit mata yang berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan pada optik mata.

LI.5. Memahami dan Menjelaskan Kebutuhan KaloriTerapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat

direkomendasikan bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah, Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem koagulsi darah.

Tujuan Terapi Gizi MedisTujuan terapi gizi medis ini adlah untuk mencapai dan mempertahankan:

o Kadar glukosa darah mendekati normalo Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.o Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.o Kadar A1c <7%.o Tekanan darah <130/80 mmHg.o Profil Lipido Kolesterol LDL<100 mg/dlo Kolesterol HDL >40 mg/dl.

51

Page 52: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

o Trigliserida < 150 mg/dl.o Beran badan senormal mungkin.

Jenis Bahan MakananKARBOHIDRATSebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori.

Rekomendasi karbohidrat :o Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh

jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.o Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.o Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari total

kebutuhan kalori perhari.o Julah serat 25-50 gram per hari.o Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari

total kebutuhan kalori perhari.o Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame, acesulfame,

dan sukralosa.o Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.o Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.o Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEINJumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram.Rekomendasi pemberian protein:o Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.o Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi

konsentrasi glukosa darah.o Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari.o Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari dan

tidak kurang dari 40gram.o Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan

dibanding protein hewani.

LEMAKLemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung,

52

Page 53: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.

Rekomendasi Pemberian Lemak:o Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total

kebutuhan kalori per hari.o Jika kadar kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal

7% dari total kalori perhari.o Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL ≥ 100 mg/dl, maka

maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.o Batasi asam lemak bentuk trans.o Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai

panjang.o Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari.

Penghitungan Jumlah KaloriPerhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.

Penentuan stasus gizi berdasarkan IMTIMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi badan (dalam meter) kuadrat.o Berat badan kurang <18,5 o Berat badan normal 18,5-22,9o Berat badan lebih ≥ 23,0o Dengan resiko 23-24.9o Obes I 25-29,9o Obes II ≥ 30

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus BroccaPertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus: berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%o Berat badan kurang BB <90% BBIo Berat badan normal BB 90-110% BBIo Berat badan lebih BB 110-120% BBIo Gemuk BB>120% BBI

Untuk kepentingan praktis dalam praktek digunakan rumus Brocca.Penentuan kebutuhan kalori perhari:1. Kebutuhan basal:o Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kaloro Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori

2. Koreksi atau penyesuaian:o Umur diatas 40 tahun : -5%o Aktivitas ringan : +10%o Aktifitas sedang : +20%

53

Page 54: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

o Aktifitas berat : +30%o Berat badan gemuk : -20%o Berat badan lebih : -10%o Berat badan kurus : +10%

3. Stress metabolik : +10-30%4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.

LI.6. Memahami dan Menjelaskan Makanan yang Sesuai Ajaran IslamTidak berlebih-lebihan di dalam makan & minum. Karena Rasulullah Shallallaahu alaihi

wa Sallam bersabda: “Tiada tempat yg yg lbh buruk yg dipenuhi oleh seseorang daripada perutnya, cukuplah bagi seseorang beberapa suap saja utk menegakkan tulang punggungnya; jikapun terpaksa, maka sepertiga utk makanannya, sepertiga utk minu-mannya & sepertiga lagi utk bernafas”. (Hadis Riwayat: Ahmad & dishahihkan oleh Al-Albani).Prinsipnya sesuai dengan hadis Rasulullah saw :” makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang”.Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang halal dan baik / Halalan ThoyyibanAl Qur’an, Surat Al Maidah : 88 yang artinya:

“dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya”       

Makanan yang halal, yaitu makanan yang diijinkan bagi seorang muslim untuk memakannya.  Islam menghalalkan sesuatu yang baik-baik.  Makanan yang haram adalah terlarang seorang muslim untuk memakannya.  Banyak pendapat yang menterjemahkan makanan "halal" tersebut.  Akan tetapi pada umumnya dapat dikatakan makanan tersebut halal bila : Tidak berbahaya atau mempengaruhi fungsi tubuh dan mental yang normal Bebas dari "najis(filth)" dan produk tersebut bukan berasal dari bangkai dan binatang yang

mati karena tidak disembelih atau diburu Bebas dari bahan-bahan yang berasal dari babi dan beberapa binatang lain yang tidak dapat

dimakan oleh seorang muslim kecuali dalam keadaan terpaksa Diperoleh sesuai dengan yang sudah ditentukan dalam Islam

54

Page 55: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

DAFTAR PUSTAKA

Amin Z, bahar A, 2006, Buku Ajar ilmu Penyakit dalam, Jilid III, edisi IV, Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Adam JMF. Klasifikasi diabetes mellitus dengan kehamilan.Dalam : EndokrinologiPraktis.Diabetes mellitus, tiroid, hiperlipidemi. Ujung Pandang; PT. Organon :1989. hal. 97 -104.

55

Page 56: Wrup Up Sk1 Endokrin b9

Adam JMF. Skrining diabetes mellitus pada kehamilan. Dalam :Endokrinologi praktis. Diabetesmellitus, tiroid, hiperlipidemi. Ujung Pandang; PT. Organon .1989 hal. 105 – 13.

Benson RC. Diabetes mellitus.In : Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment. 5 Th ed. California : Lange medical publications; 1984. p. 901-6

Cotran RS, Kumar V, Robbin SL (2004) Dasar Patologi, ed.

Gandasoebrata R . 2010 . Penuntun Laboratorium Klinik. Cetakan keenambelas . Jakarta : Dian Rakyat

Ganong W.F. 2008. Buku Ajar FIsiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Guyton, Hall. 2006. Text Book of Medical Physiology 11th edition. Philadelphia: Elsevier Soundres

PB PERKENI, 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II di Indonesia.

Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Ed 2. EGC: JakartaMansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

Snell, RS, 1997, Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran,EGC, Jakarta.

http://emedicine.medscape.com/article/980685-medication#showall

http://diabetesmelitus.org/penyebab-diabetes-melitus/

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-danupanggi-5294-3-bab2.pdf

http://diabetesmelitus.org/definisi-tipe-diabetes/

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/panduan_terapi_diabetes_mellitus.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33676/4/Chapter%20II.pdf

56