Top Banner
WRAP UP BLOK EMERGENSI SKENARIO 2 TRAUMA PADA KEPALA KELOMPOK B-10 Ketua : Thirafi Prastito 1102012294 Sekertaris: : Siti Amanda Seanuria 1102012277 Anggota : Tiara Windasari Agustin 1102011279 Muhammad Ibnu Hajar 1102012176 Nimas Aritia Bayumurti 1102012193 Putri Prima Ramadhan 1102012218 Razky Noormansyah 1102012231
50

WRAP UP SKENARIO 2.docx

Jul 09, 2016

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: WRAP UP SKENARIO 2.docx

WRAP UP BLOK EMERGENSISKENARIO 2

TRAUMA PADA KEPALA

KELOMPOK B-10

Ketua : Thirafi Prastito 1102012294

Sekertaris: : Siti Amanda Seanuria 1102012277

Anggota : Tiara Windasari Agustin 1102011279

Muhammad Ibnu Hajar 1102012176

Nimas Aritia Bayumurti 1102012193

Putri Prima Ramadhan 1102012218

Razky Noormansyah 1102012231

Sari Nur Rahmawati 1102012261

Tesha Islami Monika 1102012293

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS YARSI

Jalan. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510Telp. 62.21.4244574 Fax. 62.21. 4244574

2014Skenario

Page 2: WRAP UP SKENARIO 2.docx

Trauma Pada KepalaSeorang laki-laki, berusia 40 tahun, dibawa ke UGD RS dalam keadaan tidak sadar setelah terjatuh dari lantai 3 sebuah bangunan sejam yang lalu. Menurut saksi, kepala terjatuh terlebih dahulu. Pasien langsung tidak sadarkan diri dan keluar darah dari hidung dan telinga.

Tanda vitalAirway: terdengar bunyi snoringBreathing: frekuensi nafas 14x/menitCirculation: tekanan darah 160/90 mmHg, frekuensi nadi 50x/menit

Regio wajahTrauma didaerah sepertiga tengah wajah, pada pemeriksaan terlihat adanya cerebrospinal rhinorrhea, mobilitas maxilla, krepitasi dan maloklusi dari gigi.

Status neurologiGCS E1 M2 V1, pupil: bulat, anisokor, diameter 5 mm/3mm, RCL -/+, RCTL +/-, kesan hemiparesis dextra, refleks patologis Babinsky +/-

1

Page 3: WRAP UP SKENARIO 2.docx

Kata Sulit1. Cerebrospinal rhinorrhea: sekresi cairan cerebrospinal dari hidung2. Maloklusi: kontak abnormal antara gigi rahang atas dan rahang bawah3. Hemiparesis: kekuatan otot yang berkurang pada separuh tubuh4. Anisokor: ukuran pupil yang tidak sama

Pertanyaan dan Jawaban1. Mengapa terdengar bunyi snoring?

= karena kemungkinan adanya buntu jalan nafas oleh benda padat (lidah)2. Mengapa terdapat cerebrospinal rhinorrhea?

= karena terjadi fraktur basis cranii3. Apa yang menyebabkan maloklusi pada gigi?

= adanya trauma pada daerah sekitar yang menyebabkan kontak yang abnormal4. Mengapa bisa terjadi anisokor?

= karena ada kelainan pada nervus III5. Mengapa didapatkan bradipneu, bradikardi, dan hipertensi?

= karena itu merupakan 3 tanda khas pada trauma kepala berat6. Apa yang dimaksud dengan RCL -/+, RCTL +/-, dan babinsky +/-? Dan mengapa bisa

terjadi?= pada RCL dan RCTL didapatkan kelainan pada nervus II pada mata dextra dan kerusakan nervus III pada mata sinistra. Pada babinsky didapatkan kelainan pada nervus bagian dextra

7. Apa tatalaksana yang harus segera dilakukan pada pasien ini?= ABC. Airway dengan mengekstensikann kepala pasien. Breathing dengan diberi oksigen. Circulation dengan diberikan infus

8. Apa diagnosis dari pasien ini? Dan apa pemeriksaan yang harus dilakukan?= trauma kepala berat. Pemeriksaan yang dilakukan ada dengan melihat hasil dari status neurologis pasien dan pemeriksaan penunjang dengan CT scan

9. Mengapa didapatkan hemiparesis dekstra?= karena didapatkan kelainan saraf motorik pada bagian tubuh bagian dextra

10. Bagaimana hubungan prognosis penyakit ini dengan usia dari pasien?= semakin tua usia pasien, maka semakin lama juga proses penyembuhannya

11. Bagaimana kategori GCS dan termasuk kedalam kategori apa pasien ini? Head injury grade 1(ringan) nilai GCS= 13-15 bisa disertai atau tidak

disorientasi, mual, muntah. Apabila disertai dengan neurologis vokal maka menjadi head injury grade 2(berat).

Head injury grade 2(sedang) nilai GCS= 9-12 Head injury grade 3(berat) nilai GCS= < 8 bisa disertai atau tidaknya gangguan

fungsi batang otak

2

Page 4: WRAP UP SKENARIO 2.docx

Hipotesis

Trauma kepala dengan nilai GCS <8 dikatakan adalah trauma kepala berat. Pada trauma kepala berat didapatkan trias cushing yaitu bradikardi, bradipneu, dan hipertensi. Pada trauma kepala seringkali disertai fraktur basis cranii. Fraktur basis cranii menimbulkan gejala antara lain: rhinorrhea, otorrhea, maloklusi gigi, serta gangguan neurologis seperti gangguan nervus II, III, serta gangguan saraf motorik. Untuk penatalaksanaan dari trauma kepala dan fraktur basis cranii harus dilakukan ABC (Airway, Breathing, Circulation). Prognosis dari kasus ini tergantung dari usia pasien. Semakin tua usia pasien, maka semakin lama juga proses penyembuhannya.

3

Page 5: WRAP UP SKENARIO 2.docx

Sasaran Belajar

LI.1 Memahami dan Menjelaskan Trauma KepalaLO.1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Trauma KepalaLO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Trauma KepalaLO.1.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Trauma KepalaLO.1.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Trauma KepalaLO.1.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Trauma KepalaLO.1.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Trauma KepalaLO.1.7 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Trauma KepalaLO.1.8 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Trauma KepalaLO.1.9 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Trauma Kepala

LI.2 Memahami dan Menjelaskan Fraktur Basis CraniiLO.2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Fraktur Basis CraniiLO.2.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Fraktur Basis CraniiLO.2.3 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Fraktur Basis CraniiLO.2.4 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Fraktur Basis CraniiLO.2.5 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Fraktur Basis CraniiLO.2.6 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Fraktur Basis CraniiLO.2.7 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Fraktur Basis Cranii

LI.3 Memahami dan Menjelaskan Perdarahan IntrakranialLO.3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Perdarahan IntrakranialLO.3.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Perdarahan IntrakranialLO.3.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Perdarahan IntrakranialLO.3.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Perdarahan IntrakranialLO.3.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Perdarahan IntrakranialLO.3.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Perdarahan IntrakranialLO.3.7 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Perdarahan IntrakranialLO.3.8 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Perdarahan IntrakranialLO.3.9 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Perdarahan Intrakranial

4

Page 6: WRAP UP SKENARIO 2.docx

LI.1 Memahami dan Menjelaskan Trauma KepalaLO.1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Trauma KepalaMenurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rut land-Brown, Thomas, 2006). Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009).

LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Trauma KepalaPenyebab cedera kepala antara lain:

1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.3. Cedera akibat kekerasan.4. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobek

otak.5. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya.6. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobek

otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam. (Rosjidi, 2007)

LO.1.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Trauma KepalaBerdasarkan mekanisme terjadinya:

a. Cedera kepala tumpulCedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan decelerasi yang menyebabkan otak bergerak di dalam rongga kranial dan melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.

b. Cedera tembusCedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.

Berdasarkan morfologi cedera kepala:A. Luka pada kepala

Laserasi kulit kepalaDiantara galea aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak.

Luka memar (kontusio)Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimanapembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan.

5

Page 7: WRAP UP SKENARIO 2.docx

AbrasiLuka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak.

AvulsiApabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas, tetapi sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Intak kulit pada kranial terlepas setelah kecederaan.

B. Fraktur tulang kepala Fraktur linier

Fraktur dengan bentuk garis tunggal. Fraktur linier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak terdapat fraktur yang masuk ke dalam rongga intrakranial.

Fraktur diastasisJenis fraktur yang terjadi pada sutura tulang tengkorak yang menyebabkan pelebaran sutura-sutura tulang kepala. Pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum epidural.

Fraktur kominutifJenis fraktur tulang kepala yang memiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur.

Fraktur impresiFraktur ini terjadi akibat benturan dengan tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala. Dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada durameter dan jaringan otak.

Fraktur basis cranii

Berdasarkan tingkat keparahan:Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera otak. Menurut Brain Injury Association of Michigan (2005), klasifikasi keparahan dariTraumatic Brain Injury yaitu:

6

Page 8: WRAP UP SKENARIO 2.docx

LO.1.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Trauma KepalaOtak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan O2 dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan O2, Jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa. Sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 75% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan melalui proses metabolic anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah pada komosio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam. Lalu hal ini akan menyebaban asidosis metabolic. Berat ringannya daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis tergantung pada besar dan kekuatan benturan, arah dan tempat benturan, serta sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima benturan. Sehubungan dengan berbagai aspek benturan tersebut maka dapat mengakibatkan lesi otak berupa : lesi bentur (Coup), lesi antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx dengan otak peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain=lesi media), dan lesi kontra (counter coup). Berdasarkan hal tersebut cedera otak dapat dibedakan atas kerusakan primer dan sekunder

a. Kerusakan PrimerKerusakan primer adalah kerusakan otak yang timbul pada saat cedera, sebagai akibat dari kekuatan mekanik yang menyebabkan deformasi jaringan. Kerusakan ini dapat bersifat fokal ataupun difus. Kerusakan fokal merupakan kerusakan yang melibatkan bagian-bagian tertentu dari otak, bergantung kepada mekanisme trauma yang terjadi sedangkan kerusakan difus adalah suatu keadaan patologis penderita koma(penderita yang tidak sadar sejak benturan kepala dan tidak mengalami suatu interval lucid) tanpa gambaran Space Occupying Lesion (SOL) pada CT-Scan atau MRI.

b. Kerusakan SekunderKerusakan sekunder adalah kerusakan otak yang timbul sebagai komplikasi dari kerusakan primer termasuk kerusakan oleh hipoksia, iskemia, pembengkakan otak, Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK), hidrosefalus dan infeksi.

Trias cushing merupakan kumpulan gejala yang diakibatkan oleh meningkatnya tekanan intrakranial.

a. Hipertensib. Bradikardic. Depresi pernapasan

Tekanan intrakranial pada umumnya bertambah secara berangsur-angsur. Setelah cedera kepala, timbulnya edema memerlukan waktu 36 sampai 48 jam untuk mencapai maksimum. Peningkatan tekanan intrakranial sampai 33 mmHg mengurangi aliran darah otak secara bermakna. Iskemia yang timbul merangsang pusat motor, dan tekanan darah sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung mengakibatkan bradikardia dan pernapasan menjadi lambat. Mekanisme kompensasi ini, dikenal sebagai refleks Cushing,

7

Page 9: WRAP UP SKENARIO 2.docx

membantu mempertahankan aliran darah otak. Akan tetapi, menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi Co2 dan mengakibatkan vasodilatasi otak yang membantu menaikkan tekananan intrakranial.

LO.1.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Trauma KepalaMenurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut: Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah: Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid) Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga) Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung) Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung) Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan: Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan. Mual atau dan muntah. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun. Perubahan keperibadian diri. Letargik.

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat: Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau

meningkat. Perubahan ukuran pupil (anisokoria). Trias Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan). Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal

ekstrimitas.

LO.1.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Trauma Kepala1. Anamnesis

Sedapatnya dicatat apa yang terjadi, dimana, kapan waktu terjadinya kecelakaan yang dialami pasien. Selain itu perlu dicatat pula tentang kesadarannya, luka-luka yang diderita, muntah atau tidak, adanya kejang. Keliarga pasien ditanyakan apa yang terjadi.

2. Pemeriksaan fisik umumPada pemeriksaan fisik dicatat tanda-tanda vital : kesadaran, nadi, tensi darah, frekuensi dan jenis pernapasan serta suhu tubuh. Tingkat kesadaran dicatat yaitu kompos mentis (kondisi segar bugar), apatis, somnolen (ngantuk), sopor (tidur), soporokomo atau koma. Selain itu ditentukan pula Skala Koma Glasgow sebagai berikut:

8

Page 10: WRAP UP SKENARIO 2.docx

Respon Mata

≥1 tahun0-1 tahun

4 Membuka mata spontan Membuka mata spontan3 Membuka mata dengan perintah Membuka mata oleh tarikan2 Membuka mata oleh nyeri Membuka mata oleh nyeri1 Tidak membuka mata Tidak membuka mataRespon motorik

≥1 tahun0-1 tahun

6 Mengikuti perintah Belum dapat dinilai5 Melokalisasi nyeri Melokalisasi nyeri4 Menghindari nyeri Menghindari nyeri3 Fleksi abnormal (decorticasi) Fleksi abnormal (decorticasi)2 Ekstensi abnormal (deserebrasi) Ekstensi abnormal (deserebrasi)1 Tidak ada respon Tidak ada responRespon verbal

5 tahun 2 – 5 tahun 0 - 2 tahun

5 Orientasi baik dan mampu berkomunikasi

Menyebutkan kata – kata yang sesuai

Menangis kuat

4 Disorientasi tapi mampu berkomunikasi

Menyebutkan kata – kata yang tidak sesuai

Menangis lemah

3 Menyebutkan kata – kata yang tidak sesuai (kasar, jorok)

Menangis dan menjerit Kadang – kadang menangus/menjerit lemah

2 Mengeluarkan suara Mengeluarkan suara lemah

Mengeluarkan suara lemah

1 Tidak ada respon Tidak ada respon Tidak ada respon

Pemeriksaan Skala Koma Glasgow tidak dapat dilakukan bila kedua mata tertutup, misalnya bila kelopak mata membengkak. Rangsangan nyeri untuk menimbulkan respon motorik dilakukan dengan menekan pertengahan sternum dengan kapitulum metakarpal (telapak tangan) pertama jari tengah. Bila ada tetraplegi tentu tes ini tidak akan berguna.

3. Pemeriksaan PupilPupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap cahaya. Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1 mm adalah abnormal.Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan adanya penekanan terhadap saraf okulomotor ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya bisa merupakan akibat dari cedera kepala. Penilaian ukuran pupil dan responnya terhadap rangsangan cahaya adalah pemeriksaan awal terpenting dalam menangani cedera kepala. Salah satu gejala dini dari herniasi dari lobus temporal adalah dilatasi dan perlambatan respon cahaya pupil. Dalam hal ini adanya kompresi maupun distorsi saraf

9

Page 11: WRAP UP SKENARIO 2.docx

okulomotorius sewaktu kejadian herniasi tentorial unkal akan mengganggu funsi akson parasimpatis yang menghantarkan sinyal eferen untuk konstrksi pupil.Perubahan pupil pada hematom epidural dapat dilihat dari tabel

Gerakan bola mata merupakan indeks penting untuk penilaian aktiffitas fungsional batang otak (formasio rektikularis). Penderita yang sadar penuh (alert) dan mempunyai gerakan bola mata yang baik menandakan intaknya sistem motorikokuler di batang otak. Pada keadaan kesadaran yang menurun, gerakan bola mata volunter menghilang, sehingga untuk menilai gerakannya ditentukan dari refleks okulosefalik dan okulovestibuler.

4. Pemeriksaan NeurologisPada pasien yang sadar dapat dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap seperti biasanya. Pada pasien yang berada dalam keadaan koma hanya dapat dilakukan pemeriksaan obyektif. Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan saraf perifer. Tonus,kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus diperiksa dan semua hasilnya harus dicatat.Bentuk pemeriksaan yang dilakukan adalah tanda perangsangan meningens, yang berupa tes kaku kuduk yang hanya boleh dilakukan bila kolumna vertebralis servikalis (ruas tulang leher) normal. Tes ini tidak boleh dilakukan bila ada fraktur atau dislokasi servikalis. Selain itu dilakukan perangsangan terhadap sel saraf motorik dan sarah sensorik (nervus kranialis). Saraf yang diperiksa yaitu saraf 1 sampai saraf 12, yaitu :

a. nervus I (nervus olfaktoris)b. nervus II (nervus optikus)c. nervus III (nervus okulomotoris)d. nervus IV (troklearis)e. nervus V (trigeminus)f. nervus VI (Abdusens)g. nervus VII (fasialis)h. nervus VIII (oktavus)i. nervus IX (glosofaringeus)j. nervus X (vagus)k. nervus XI (spinalis) l. nervus XII (hipoglosus)

10

Page 12: WRAP UP SKENARIO 2.docx

nervus spinalis (pada otot lidah) dan nervus hipoglosus (pada otot belikat) berfungsi sebagai saraf sensorik dan saraf motorik

5. Analisa gas darah untuk mengetahui masalah ventilasi dan oksigenasi akibat peningkatan tekanan intracranial.

6. Pemeriksaan radiologis, yang berupa:a. Foto Rontgen polos

Pada trauma kapitis perlu dibuat foto rontgen kepala dan kolumna vertebralis servikalis. Film diletakkan pada sisi lesi akibat benturan. Bila lesi terdapat di daerah oksipital, buatkan foto anterior-posterior dan bila lesi pada kulit terdapat di daerah frontal buatkan foto posterior-anterior. Bila lesi terdapat pada daerah temporal, pariental atau frontal lateral kiri, film diletakkan pada sisi kiri dan dibuat foto lateral dari kanan ke kiri. Kalau diduga ada fraktur basis kranii, maka dibuatkan foto basis kranii dengan kepalamenggantung dan sinar rontgen terarah tegak lurus pada garis antar angulus mandibularis (tulang rahang bawah). Foto kolumna vertebralis servikalis dibuat anterior-posterior dan lateral untuk melihat adanya fraktur atau dislokasi. Pada foto polos tengkorak mungkin dapat ditemukan garis fraktur atau fraktur impresi. Tekanan intrakranial yang tinggi mungkin menimbulkan impressions digitae.

b. Compute Tomografik Scan (CT-Scan) CT Scan untuk menentukan hemoragi, ukuran ventrikel, pergeseran jaringan otak. CT-Scan diciptakan oleh Hounsfield dan Ambrose pada tahun 1972. Dengan pemeriksaan ini kita dapat melihat ke dalam rongga tengkorak. Potongan-potongan melintang tengkorak bersama isinya tergambar dalam foto dengan jelas.43 Indikasi pemeriksaan CT-Scan pada penderita trauma kapitis: GCS < 15 atau terdapat penurunan kesadaran Trauma kapitis ringan yang disertai dengan fraktur tulang tengkorak Adanya tanda klinis fraktur basis kranii Adanya kejang Adanya tanda neurologis fokal Sakit kepala yang menetap.

c. MRI (Magnetic Resonance Imaging) MRI dapat memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas. Beberapa keuntungan MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu : lebih baik dalam menilai cedera sub-akut, termasuk kontusio, shearing injury, dan sub dural hematoma, lebih baik dalam menilai dan melokalisir luasnya kontusio dan hematoma secara lebih akurat karena mampu melakukan pencitraan dari beberapa posisi, dan lebih baik dalam pencitraan cedera batang otak. Sedangkan kerugian MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu : membutuhkan waktu pemeriksaan lama sehingga membutuhkan alat monitoring khusus pada pasien trauma kapitis berat, kurang sensitif dalam menilai perdarahan akut, kurang baik dalam penilaian fraktur, perdarahan subarachnoid dan pneumosefalus minimal dapat terlewatkan.

d. Angiografi

11

Page 13: WRAP UP SKENARIO 2.docx

Angiografi untuk menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.

LO.1.7 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Trauma KepalaTerapi non-operatif pada pasien cedera kranioserebral ditujukan untuk:

a. Mengontrol fisiologi dan substrat sel otak serta mencegah kemungkinan terjadinya tekanan tinggi intrakranial

b. Mencegah dan mengobati edema otak (cara hiperosmolar, diuretik)c. Minimalisasi kerusakan sekunderd. Mengobati simptom akibat trauma otake. Mencegah dan mengobati komplikasi trauma otak, misal kejang, infeksi

(antikonvulsan dan antibiotik)

Terapi operatif terutama diindikasikan untuk kasus:1. Cedera kranioserebral tertutup

Fraktur impresi (depressed fracture) Perdarahan epidural (hematoma epidural /EDH) dengan volume perdarahan

lebih dari 30mL/44mL dan/atau pergeseran garis tengah lebih dari 3 mm serta ada perburukan kondisi pasien

Perdarahan subdural (hematoma subdural/SDH) dengan pendorongan garis tengah lebih dari 3 mm atau kompresi/obliterasi sisterna basalis

Perdarahan intraserebral besar yang menyebabkan progresivitas kelainan neurologik atau herniasi

2. Pada cedera kranioserebral terbuka Perlukaan kranioserebral dengan ditemukannya luka kulit, fraktur multipel,

durameter yang robek disertai laserasi otak Liquorrhea yang tidak berhenti lebih dari 14 hari Pneumoencephali Corpus alienum Luka tembak

Tatalaksana pasien dalam keadaan sadar (GCS=15)Simple Head Injury (SHI)Pada pasien ini, biasanya tidak ada riwayat penurunan kesadaran sama sekali dan tidak ada defisit neurologik, dan tidakada muntah. Tindakan hanya perawatan luka. Pemeriksaan radiologik hanya atas indikasi.Umumnya pasien SHI boleh pulang dengan nasihat dan keluarga diminta mengobservasi kesadaran. Bila dicurigai kesadaran menurun saat diobservasi, misalnya terlihat seperti mengantuk dan sulit dibangunkan, pasien harus segera dibawa kembali ke rumah sakit. Penderita mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah trauma kranioserebral, dan saat diperiksa sudah sadar kembali. Pasien ini kemungkinan mengalami cedera kranioserebral ringan (CKR).

Tatalaksana pasien dengan penurunan kesadaran Cedera kepala ringan (SKG = 13-15)

12

Page 14: WRAP UP SKENARIO 2.docx

Dilakukan pemeriksaan fisik, perawatan luka, foto kepala, istirahat baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi pasien disertai terapi simptomatis. Observasi minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai kemungkinan hematoma intrakranial, misalnya riwayat lucid interval, nyeri kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun, dan gejala-gejala lateralisasi (pupil anisokor, refleksi patologis positif). Jika dicurigai ada hematoma, dilakukan CT scan.

Cedera kepala sedang (SKG = 9-13)Urutan tindakan:

a. Periksa dan atasi gangguan jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing), dan sirkulasi (Circulation)

b. Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil, tanda fokal serebral, dan cedera organ lain. Jika dicurigai fraktur tulang servikal dan atau tulang ekstremitas lakukan fiksasi leher dengan pemasangan kerah leher dan atau fiksasi tulang ekstremitas bersangkutan

c. Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh lainnyad. CT scan otak bila dicurigai ada hematoma intrakraniale. Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defisit fokal serebral lainnya.

Cedera kepala berat (SKG 3-8)Pasien dalam kategori ini, biasanya disertai cedera multipel. Bila didapatkan fraktur servikal, segera pasang kerah fiksasi leher, bila ada luka terbuka dan ada perdarahan, dihentikan dengan balut tekan untuk pertolongan pertama. Tindakan sama dengan cedera kranioserebral sedang dengan pengawasan lebih ketat dan dirawat di ICU.

Tindakan di ruang unit gawat darurat:Resusitasi dengan tindakan A = Airway, B = Breathing dan C = Circulationa. Jalan napas (Airway)

Jalan napas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala ekstensi. Jika perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal. Bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Jika muntah, pasien dibaringkan miring. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindari aspirasi muntahan.

b. Pernapasan (Breathing)Gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral atau perifer. Kelainan sentral disebabkan oleh depresi pernapasan yang ditandai dengan pola pernapasan Cheyne Stokes, hiperventilasi neurogenik sentral, atau ataksik. Kelainan perifer disebabkan oleh aspirasi, trauma dada, edema paru, emboli paru, atau infeksi.Tata laksana:

Oksigen dosis tinggi, 10-15 liter/menit, intermiten Cari dan atasi faktor penyebab Kalau diperlukan gunakan ventilator

c. Sirkulasi (Circulation)Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak. Hipotensi dengan tekanan darah sistolik <90 mm Hg yang terjadi hanya satu kali saja sudah dapat meningkatkan risiko kematian dan kecacatan. Hipotensi kebanyakan terjadi akibat faktor ekstrakranial, berupa hipovolemia

13

Page 15: WRAP UP SKENARIO 2.docx

karena perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung/ pneumotoraks, atau syok septik. Tata laksananya dengan cara menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi jantung, mengganti darah yang hilang, atau sementara dengan cairan isotonik NaCl 0,9%.

Terapi MedikamentosaTujuan utama perawatan intensif ini adalah mencegah terjadinya cedera sekunder terhadap otak yang telah mengaalami cedera

A. Cairan IntravenaCairan intra vena diberikan secukupnya untuk resusitasi penderita agar tetap normovolemik Perlu diperhatikan untuk tidak memberikan cairan berlebih. Penggunaan cairan yang mengandung glucosa dapat menyebabkan hyperglikemia yang berakibat buruk pada otak yangn cedera. Cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah NaCl o,9 % atau Rl. Kadar Natrium harus dipertahankan dalam batas normal, keadaan hyponatremia menimbulkan odema otak dan harus dicegah dan diobati secara agresig.

B. HyperventilasiTindakan hyperventilasi harus dilakukan secara hati-hati, HV dapat menurunkan PCO2 sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak. HV yang lama dan cepat menyebabkan iskemia otak karena perfusi otak menurun. PCO2 < 25 mmHg , HV harus dicegah. Pertahankan level PCO2 pada 25 – 30 mmHg bila TIK tinggi.

C. ManitolDosis 1 gram/kg BB bolus IV. Indikasi penderita koma yang semula reaksi cahaya pupilnya normal, kemudian terjadi dilatasi pupil dengan atau tanpa hemiparesis. Dosis tinggi tidak boleh diberikan pada penderita hypotensi karena akan memperberat hypovolemia.

D. FurosemidDiberikan bersamaan dengan manitol untuk menurunkan TIK dan akan meningkatkan diuresis. Dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB IV

E. BarbituratBermanfaat untuk menurunkan TIK. Tidak boleh diberikan bila terdapat hypotensi dan fase akut resusitasi, karena barbiturat dapat menurunkan tekanan darah.

F. AnticonvulasanPenggunaan anticonvulsan profilaksisi tidak bermanfaat untuk mencegaah terjadinya epilepsi pasca trauma. Phenobarbital & Phenytoin sering dipakai dalam fase akut hingga minggu ke I. Obat lain diazepam dan lorazepam.

LO.1.8 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Trauma KepalaJangka pendek:

1. Hematom EpiduralLetaknya antara tulang tengkorak dan duramater. Terjadi akibat pecahnya arteri meningea media atau cabangnya. Gejalanya : setelah kecelakaan pasien pingsa/nyeri kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian

14

Page 16: WRAP UP SKENARIO 2.docx

timbul gejala yang bersifat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meningkat, pupil pada sisi perdarahan mula-mula miosis lalu menjadi lebar dan akhirnya tidak bereaksi terhadap cahaya. Ini adalah tanda-tanda terjadi herniasi tentorial. Keadaan akut (minimal 24 jam sampai 3X24 jam), adanya lucid interval, peningkatan TIK dan gejala lateralisasi berupa hemiparesis. Pemeriksaan CT scan menunjukan ada bagian hiperdens yang bikonveks dan LCS biasanya jernih. Tatalaksana berupa tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan pembuluh darah.

2. Hematom SubduralLetak dibawah duramater. Akibat pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi piamater serta arackhinoid dari korteks serebri. Gejala subakut mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama dan gejala cronis timbul 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma. Pada pemeriksaan CT Scan setelah hari ke 3 kemudian diulang 2x kemudia terdapat bagian hipodens berbentuk creesent. Operasi: segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural hematom akut terdiri dari tranplasntasi dekompresi.

3. Perdarahan intracerebralPerdarahan dalam koretek serebri yang berasal dari arteri kortikal, banyak terdapat pada lobus temporal.

4. Perdarahan subarachnoidPerdarahan di dalam rongga subarachinoid akibat robek pembuluh darah dan permukaan otak, selalu ada pada cedera kepala yang hebat.

5. Udem cerebri Otak membengkak, penderita lebih lama pingsannya, mungkin hingga berjam-jam Tekanan darah naik, nadi melambat, gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada, cairan otak normal, hanya tekanan meninggi dan kesadaran menurun.

Jangka panjang:1. Kerusakan saraf kranial

a. AnosmiaKerusakan nervus olfaktorius menyebabkan gangguan sesnsasi pembauan yang jika total disebut anosmia, jika parsial disebut hiposmia. Tidak ada pengobatan khusus bagi penderita anosmia.

b. Gangguan penglihatanGangguan pada nervus optikus, timbul segera setelah terjadi trauma. Disertai hematoma disekitar mata, proptosis akibat perdarahan, dan edema dalam orbita. Gejala berupa penurunan visus,skotoma, dilatasi pupil dengan reflek cahaya negative. Dalam waktu 3-6 minggu setelah cedera mengakibatkan kebutaan, terjadi atrofi pupil yang difus, kebutaan bersifat irreversible.

c. Oftalmoplegi

15

Page 17: WRAP UP SKENARIO 2.docx

Kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, disertai proptosis dan pupil yang midriatik. Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit ini, tapi bisa diusahakan dengan latihan ortoptik dini.

d. Paresis fasialisGejala muncul saat cedera berupa gangguan pengecapan pada lidah, hilangnya kerutan dahi, kesulitan menutup mata, mulut mencong, semuanya pada sisi yang mengalami kerusakan.

e. Gangguan pendengaranGangguan pendengaran yang berat biasanya disertai dengan vertigo dan nystagmus karena ada hubungan erat antara koklea, vestibula dan saraf.

2. DisfagiaKesulitan untuk memahami / memproduksi bahasa disebabkan oleh penyakit SSP. Penderita disfagia membutuhkan perwatan yang lebih lama, rehabilitasi juga lebih sulit karena masalah komunikasi. Pengobatan untuk disfagia hanya speech therapy.

3. HemiparesisManifestasi dari kerusakan jaras pyramidal di korteks, subkorteks, atau di batang otak. Penyebab karena perdarahan otak, empyema subdural, dan herniasi transtentorial.

4. Syndrome pasca cedera kepalaKumpulan gejala yang kompleks, sering dijumpai pada penderita cedera kepala. Gejala berupa nyeri kepala, vertigo gugup, mudah tersinggung, gangguan konsentrasi, penurunan daya ingat, mudah terasa lelah, sulit tidura dan gangguan fungsi seksual.

5. EpilepsiEpilepsi pasca trauma muncul dalam minggu pertama pasca trauma dan ada yang muncul setelah 4 tahun pasca trauma.

LO.1.9 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Trauma KepalaBerdasarkan penelitian yang dilakukan oleh MRC CRASH Trial Collaborators (2008), Umur yang tua, Glasgow Coma Scale yang rendah, pupil tidak reaktif, dan terdapatnya cedera ekstrakranial mayor merupakan prediksi buruknya prognosis.

LI.2 Memahami dan Menjelaskan Fraktur Basis CraniiLO.2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Fraktur Basis CraniiSuatu fraktur basis cranii adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar tulang tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada duramater. Fraktur basis cranii paling sering terjadi pada dua lokasi anatomi tertentu yaitu regio temporal dan regio occipital condylar. Fraktur basis cranii dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fossa-nya menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media, dan fraktur fossa posterior.

LO.2.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Fraktur Basis Cranii1. Fraktur Temporal

Dijumpai pada 75% dari semua fraktur basis cranii. Terdapat 3 suptipe dari fraktur temporal berupa longitudinal, transversal dan mixed. Fraktur longitudinal terjadi pada regio temporoparietal dan melibatkan bagian squamousa pada os temporal, dinding

16

Page 18: WRAP UP SKENARIO 2.docx

superior dari canalis acusticus externus dan tegmen timpani. Tipe fraktur ini dapat berjalan dari salah satu bagian anterior atau posterior menuju cochlea dan labyrinthine capsule, berakhir pada fossa cranii media dekat foramen spinosum atau pada mastoid air cells. Fraktur longitudinal merupakan yang paling umum dari tiga suptipe (70-90%). Fraktur transversal dimulai dari foramen magnum dan memperpanjang melalui cochlea dan labyrinth, berakhir pada fossa cranial media (5-30%). Fraktur mixed memiliki unsur unsur dari kedua frakturlongitudinal dan transversal.

2. Fraktur condylar occipitalAdalah hasil dari trauma tumpul energi tinggi dengan kompresi aksial, lateral bending, atau cedera rotational pada pada ligamentum Alar. Fraktur tipe ini dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan morfologi dan mekanisme cedera. Klasifikasi alternative membagi fraktur ini menjadi displaced dan stable, yaitu, dengan dan tanpa cedera ligamen. Tipe I fraktur sekunder akibat kompresi aksial yang mengakibatkan kombinasi dari kondilus oksipital. Ini merupakan jenis cedera stabil. Tipe II fraktur yang dihasilkan dari pukulan langsung meskipun fraktur basioccipital lebih luas, fraktur tipe II diklasifikasikan sebagai fraktur yang stabil karena ligament alar dan membrane tectorial tidak mengalami kerusakan. Tipe III adalah cedera avulsi sebagai akibat rotasi paksa dan lateral bending. Hal ini berpotensi menjadi fraktur tidak stabil.

3. Fraktur clivusDigambarkan sebagai akibat ruda paksa energi tinggi dalam kecelakaan kendaraann bermotor. Longitudinal, transversal, dan tipe oblique telah dideskripsikan dalam literatur. Fraktur longitudinal memiliki prognosis terburuk, terutama bila melibatkan sistem vertebrobasilar. Defisit pada nervus cranial VI dan VII biasanya dijumpai pada fraktur tipe ini.

Jenis – jenis fraktur tulang tengkorak :Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi pada calvarium (atap tengkorak), disebut Fraktur Calvarium dan fraktur pada basis cranium (dasar tengkorak), disebut Fraktur Basis Cranium.

a. Fraktur Calvarium, beberapa contoh fraktur calvarium Fraktur Liniair

Bila fraktur merupakan sebuah garis (celah) saja. Fraktur liniair yang berbahaya ialah fraktur yang melintas os temporal; pada os temporal terdapat alur yang dilalui Arteri Meningia Media. Bila fraktur memutuskan Arteri Meningia Media maka akan terjadi perdarahan hebat yang akan terkumpul di ruang diantara dura mater dan tulang tengkorak , disebut perdarahan epidural.

Fraktur Berbentuk Bintang (Stellate Fracture)Bila fraktur berpusat pada satu tempat dan garis – garis frakturnya nya menyebar secara radial.

Fraktur ImpressiePada fraktur impressie ,fragment-fragment fraktur melekuk kedalam dan menekan jaringan otak. Fraktur bentuk ini dapat merobek dura mater dan jaringan otak di bawahnya dan dapat menimbulkan prolapsus cerebri (jaringan otak keluar dari robekan duramater dan celah fraktur) dan terjadi perdarahan.

17

Page 19: WRAP UP SKENARIO 2.docx

b. Fraktur basis tengkorak Fraktur atap orbita

Fraktur akan merobek dura mater dan arachnoid sehingga Liquor Cerebro Spinal (LCS) bersama darah keluar melalui celah fraktur masuk ke rongga orbita ; dari luar disekitar mata tampak kelopak mata berwarna kebiru biruan . Bila satu mata disebut Monocle Hematoma, bila dua mata disebut Brill Hematoma / Raccoon’s eyes

Fraktur melintas Lamina CribrosaFraktur akan menyebabkan rusaknya serabut serabut saraf penciuman ( Nervus Olfactorius) sehinggan dapat terjadi gangguan penciuman mulai berkurangnya penciuman (hyposmia) sampai hilangnya penciuman (anosmia). Fraktur juga merobek dura mater dan arachnoid sehingga LCS bercampur darah akan keluar dari rongga hidung (Rhinorrhoea)

Fraktur Fossa Media Fraktur Os Petrossum

Puncak (Apex ) os petrosum sangat rapuh sehingga LCS dan darah masuk kedalam rongga telinga tengah dan memecahkan Membrana Tympani; dari telinga keluar LCS bercampur darah (Otorrhoea).

Fraktur Sella TursicaDi atas sella tursica terdapat kelenjar Hypophyse yang terdiri dari 2 bagian pars anterior dan pars posterior (Neuro Hypophyse). Pada fraktur sella tursica yg biasa terganggu adalah pars posterior sehingga terjadi gangguan sekresi ADH (Anti Diuretic Hormone) yang menyebabkan Diabetes Insipidus.

Sinus Cavernosus SyndromeSyndrome ini adalah akibat fraktur basis tengkorak di fossa media yang memecahkan Arteri Carotis Interna yang berada di dalam Sinus Cavernosus sehingga terjadi hubungan langsung arteri – vena (disebut Arterio-Venous Shunt dari Arteri Carotis Interna dan Sinus Cavernsus –> Carotid – Cavernous Fistula). Mata tampak akan membengkak dan menonjol, terasa sakit, conjunctiva berwarna merah. Bila membran stetoskop diletakkan diatas kelopak mata atau pelipis akan terdengar suara seperti air mengalir melalui celah yang sempit yang disebut Bruit ( dibaca BRUI ). Gejala-gejala klinis sebagai akibat pecahnya A.Carotis Interna didalam Sinus Cavernosus , yang terdiri atas : mata yang bengkak menonjol , sakit dan conjunctiva yang terbendung (berwarna merah) serta terdengar bruit , disebut Sinus Cavernosus Syndrome,

Fraktur Fossa Posterior Fraktur melintas os petrosum

Garis fraktur biasanya melintas bagian posterior apex os petrossum sampai os mastoid, menyebabkan LCS bercampur darah keluar melalui celah fraktur dan berada diatas mastoid sehingga dari luar tampak warna kebiru biruan dibelakang telinga, disebut Battle’s Sign.

Fraktur melintas Foramen Magnum

18

Page 20: WRAP UP SKENARIO 2.docx

Di Foramen Magnum terdapat Medula Oblongata, sehingga getaran fraktur akan merusak Medula Oblongata, menyebabkan kematian seketika.

LO.2.3 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Fraktur Basis CraniiFraktur basis Craniii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar tulang tengkorak, fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis Craniii berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis Craniii dan tulang kalvaria. Durameter daerah basis Cranii lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis). Tanda/gejala klinis fraktur tulang tengkorak antara lain:

1. Ekimosis periorbital (raccoon eyes sign) ditemukan jika frakturnya pada bagian basis Craniii fossa anterior.

2. Ekimosis retroaurikuler (Battle sign), kebocoran cairan serebro spinal (CSS) dari hidung (rhinorrhea) dan telinga (otorrhea) dimana keluarnya cairan otak melalui telinga menunjukan terjadi fraktur pada petrous pyramid yang merusak kanal auditory eksternal dan merobek membrane timpani mengakibatkan bocornya cairan otak atau darah terkumpul disamping membrane timpani tidak robek tanda ini ditemukan jika frakturnya pada bagian basis Craniii fossa media.

Kondisi ini juga dapat menyebabkan lesi/gangguan nervus Craniialis VII dan VIII (parase otot wajah dan kehilangan pendengaran), yang dapat timbul segera atau beberapa hari setelah trauma.

LO.2.4 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Fraktur Basis CraniiPemeriksaan LanjutanStudi Imaging

1. Radiografi: Pada tahun 1987, foto x-ray tulang tengkorak merujukan pada kriteria panel memutuskan bahwa skull film kurang optimal dalam menvisualisasikan fraktur basis cranii. Foto xray skull tidak bermanfaat bila tersedianya CT scan.

2. CT scan: CT scan merupakan modalitas kriteria standar untuk membantu dalam diagnosis skull fraktur. Slice tipis bone window hingga ukuran 1-1,5 mm, dengan potongan sagital, bermanfaat dalam menilai skull fraktur. CT scan Helical sangat membantu dalam menvisualisasikan fraktur condylar occipital, biasanya 3-dimensi tidak diperlukan.

3. MRI: MRI atau magnetic resonance angiography merupakan suatu nilai tambahan untuk kasus yang dicurigai mengalami cedera pada ligament dan vaskular. Cedera pada tulang jauh lebih baik divisualisasikan dengan menggunakan CT scan.

Pemeriksaan lainnya

19

Page 21: WRAP UP SKENARIO 2.docx

Perdarahan dari telinga atau hidung pada kasus dicurigai terjadinya kebocoran CSF, dapat dipastikan dengan salah satu pemeriksaan suatu tehnik dengan mengoleskan darah tersebut pada kertas tisu, maka akan menunjukkan gambaran seperti cincin yang jelas yang melingkari darah, maka disebut “halo” atau “ring” sign. Kebocoran dari CSF juga dapat dibuktikan dengan menganalisa kadar glukosa dan dengan mengukur transferrin.

Diagnosis banding1. Echimosis periorbita (racoon eyes) dapat disebabkan oleh trauma langsung seperti

kontusio fasial atau blow-out fracture dimana terjadi fraktur pada tulang-tulang yang membentuk dasar orbita (arcus os zygomaticus, fraktur Le Fort tipe II atau III, dan fraktur dinding medial atau sekeliling orbital).

2. Rhinorrhea dan otorrhea selain akibat fraktur basis cranii juga bisa diakibatkan oleh:a. Kongenitalb. Ablasi tumor atau hidrosefalusc. Penyakit-penyakit kronis atau infeksid. Tindakan bedah

LO.2.5 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Fraktur Basis CraniiTerapi medisPasien dewasa dengan simple fraktur linear tanpa disertai kelainan struktural neurologis tidak memerlukan intervensi apapun bahkan pasien dapat dipulangkan untuk berobat jalan dan kembali jika muncul gejala. Sementara itu, pada bayi dengan simple fraktur linier harus dilakukan pengamatan secara terus menerus tanpa memandang status neurologis. Status neurologis pasien dengan fraktur basis cranii tipe linier biasanya ditatalaksana secara conservative, tanpa antibiotik. Fraktur os temporal juga dikelola secara konservatif, jika disertai rupture membran timpani biasanya akan sembuh sendiri.Simple fraktur depress dengan tidak terdapat kerusakan struktural pada neurologis pada bayi ditatalaksana dengan penuh harapan. Menyembuhkan fraktur depress dengan baik membutuhkan waktu, tanpa dilakukan elevasi dari fraktur depress. Obat anti kejang dianjurkan jika kemungkinan terjadinya kejang lebih tinggi dari 20%. Open fraktur, jika terkontaminasi, mungkin memerlukan antibiotik disamping tetanus toksoid. Sulfisoxazole direkomendasikan pada kasus ini. Fraktur condylar tipe I dan II os occipital ditatalaksana secara konservatif dengan stabilisasi leher dengan menggunakan collar atau traksi halo.

Terapi BedahPeran operasi terbatas dalam pengelolaan skull fraktur. Bayi dan anak-anak dengan open fraktur depress memerlukan intervensi bedah. Kebanyakan ahli bedah lebih suka untuk mengevaluasi fraktur depress jika segmen depress lebih dari 5 mm di bawah inner table dari adjacent bone. Indikasi untuk elevasi segera adalah fraktur yang terkontaminasi, dural tear dengan pneumocephalus, dan hematom yang mendasarinya. Kadang kadang, craniectomy dekompressi dilakukan jika otak mengalami kerusaksan dan pembengkakan akibat edema. Dalam hal ini, cranioplasty dilakukan dikemudian hari. Indikasi lain untuk interaksi bedah dini adalah fraktur condylar os oksipital tipe unstable (tipe

20

Page 22: WRAP UP SKENARIO 2.docx

III) yang membutuhkan arthrodesis atlantoaxial. Hal ini dapat dicapai dengan fiksasi dalam-luar.Menunda untuk dilakukan intervensi bedah diindikasikan pada keadaan kerusakan ossicular (tulang pendengaran) akibat fraktur basis cranii jenis longitudinal pada os temporal.Ossiculoplasty mungkin diperlukan jika kehilangan berlangsung selama lebih dari 3 bulan atau jikamembrane timpani tidak sembuh sendiri. Indikasi lain adalah terjadinya kebocoran CSF yang persisten setelah fraktur basis cranii. Hal ini memerlukan secara tepat lokasi kebocoran sebelum intervensi bedah dilakukan.

LO.2.6 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Fraktur Basis CraniiRisiko infeksi tidak tinggi, bahkan tanpa antibiotik, terutama yang disertai dengan rhinorrhea. Facial palsy dan gangguan ossicular yang berhubungan dengan fraktur basis cranii dibahas di bagian klinis. Namun, terutama, facial palsy yang terjadi pada hari ke 2-3 pasca trauma adalah akibat sekunder untuk neurapraxia dari nervus cranialis VII dan responsif terhadap steroid, dengan prognosis yang baik. Onset facila palsy secara tiba tiba pada saat bersamaan terjadinya fraktur biasanya akibat skunder dari transeksi nervus, dengan prognosis buruk.Nervus cranialis lain mungkin juga terlibat dalam fraktur basis cranii. Fraktur pada ujung pertosus os temporale mungkin melibatkan ganglion gasserian. Cedera nervus cranialis VI yang terisolasi bukanlah akibat langsung dari fraktur, tapi mungkin akibat skunder karena terjadinya ketegangan pada nervus. Nervus kranialis (IX, X, XI,dan XII) dapat terlibat dalam fraktur condylar os oksipital, seperti yang dijelaskan sebelumnya dalam Vernet dan sindrom Collet-Sicard (vide supra). Fraktur os sphenoidalis dapat mempengaruhi nervus cranialis III, IV,dan VI dan juga dapat mengganggu arteri karotis interna dan berpotensi menghasilkan pembentukan pseudoaneurysma dan fistula caroticocavernous (jika melibatkan struktur vena). cedera carotiddiduga terdapat pada kasus kasus dimana fraktur berjalan melalui kanal karotid, dalam hal ini, CT-angiografi dianjurkan.

LO.2.7 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Fraktur Basis CraniiPada frakur basis Cranii fossa anterior dan media, prognosis baik selama tanda tanda vital dan status neurologis dievaluasi secara teratur dan dilakukan tindakan sedini mungkin apabila ditemukan deficit neurologis serta diberikan profilaksis antibiotic untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, sedangkan pada fraktur basis Cranii posterior, prognosis buruk dikarenakan fraktur pada fossa posterior dapat mengakibatkan kompresi batang otak.

LI.3 Memahami dan Menjelaskan Perdarahan IntrakranialLO.3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Perdarahan IntrakranialPerdarahan intrakranial adalah perdarahan (patologis) yang terjadi di dalam kranium, yang mungkin ekstradural, subdural, subaraknoid, atau serebral (parenkimatosa). Perdarahan intrakranial dapat terjadi pada semua umur dan juga akibat trauma kepala seperti kapitis,tumor otak dan lain-lain.

Perdarahan yang terjadi di dalam otak disebut perdarahan intraserebral

21

Page 23: WRAP UP SKENARIO 2.docx

Perdarahan diantara otak dan rongga subaraknoid disebut perdarahan subaraknoid Perdarahan diantara lapisan selaput otak (meningen) disebut perdarahan subdural Perdarahan diantara tulang tengkorak dan selaput otak disebut perdarahan epidural.

LO.3.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Perdarahan IntrakranialPenyebab perdarahan dalam otak yang non hipertensi antara lain:

Kelainan pembuluh darah yang kecil seperti angioma, biasanya lokasi perdarahannya lobar. Umumnya terjadi pada usia muda. Lokasi perdarahan biasanya superfisial.

Obat-obat symptomatik. Perdarahan dalam otak berhubungan dengan penggunaan amphetamine. Penggunaan obat ini kebanyakan secara intra vena, juga dilaporkan dengan intra nasal atau oral. Lokasi perdarahan kebanyakan luas. Efeknya karena tekanan darah meninggi (50% dari kasus) atau perubahan histologis pembuluh darah seperti arteritis, mirip, periarteritis nodosa. Ini oleh karena efek toksik dari obat tersebut. Pada angiography dijumpai multiple area dari fokal arteri stenosis atau konstriksi dengan ukuran sedang pada arteri besar intra kranial. Ini bersifat reversible dan akan hilang dengan berhentinya penyalah gunaan obat ini.

Cerebral amyloid angiopathy atau congophilic angiopathy merupakan bentuk yang unik dan pada angiography khas adanya penumpukan/deposit amyloid pada bagian media dan adventitia dengan ukuran sedang dan kecil dari arteri cortical dan leptomeningeal. Deposit pada dinding arteri cenderung menyebabkan penyumbatan pada lumen arteri karena penebalan dasar membran, fragmentasi dari lamina interna elastik dan hilangnya sel-sel endothel. Juga terjadi nekrosis fibrinoid pada pembuluh darah. Keadaan ini tidak berhubungan dengan amyloidosis vascular sistemik. Cerebral amyloid angiopathy berhubungan dengan dementia senilis yang progressive. Biasanya terjadi pada usia yang lebih lanjut dan jarang berhubungan dengan hipertensi.

Tumor intrakranial (jarang terjadi perdarahan pada tumor otak; dijumpai sekitar 6-10%). Yang paling sering menimbulkan perdarahan yaitu tumor ganas, baik primer ataupun metastase; jarang pada meningioma atau oligodendroma. Tumor ganas primer pada otak yang paling sering menimbulkan perdarahan yaitu glioblastoma multiform, lokasi perdarahan umumnya deep cortical seperti basal ganglia, corpus callosum. Tumor metastase yang paling sering menimbulkan perdarahan yaitu tumor sel germinal, sekitar 60% dan lokasi perdarahan umumnya sucortical.

Anti koagulan. Pemakaian obat oral antikoagulan yang lama dengan warfarin sering menyebabkan perdarahan otak; dijumpai sekitar 9% dari kasus. Resiko terjadinya perdarahan dengan pemakaian antikoagulan oral dalam jangka panjang, 8-11 kali dibandingkan dengan yang tidak menggunakan obat tersebut pada usia yang sama. Lokasi perdarahan paling sering pada serebellum. Mekanisme terjadinya perdarahan ini masih belum diketahui.

Agen fibrinolitik. Ini termasuk Streptokinase, Urokinase dan tissue type plasminogen aktivator (tPA) yang digunakan dalam pengobatan coronary, arteri dan venous trombosis. Kemampuan obat-obat ini yaitu menghancurkan klot dan relatif menurunkan tingkatan sistemik hipofibrinogenemia, sehingga sangat ideal dalam pengobatan trombosis akut. Komplikasi utama, walaupun jarang, adalah perdarahan

22

Page 24: WRAP UP SKENARIO 2.docx

intraserebral. Dijumpai 0,4%-1,3% penderita dengan miokard infark yang diobati dengan tPA. Perdarahan yang cenderung terjadi setelah pemberian tPA 40% sewaktu dalam pemberian infus, 25% terjadai dalam 24 jam setelah pemberian. 70-90% lokasi perdarahan lobar, 30% perdarahannya multiple dan mortality 40-65%. Mekanisme terjadinya perdarahan ini masih belum diketahui.

Vaskulitis. Vaskulitis serebri dapat menyebabkan penyumbatan arteri dan infark serebri, serta jarang menimbulkan perdarahan intraserebral. Proses radang umumnya terjadi dalam lapisan media dan adventitia, serta pada pembuluh darah arteri dan vena dengan ukuran kecil dan sedang. Biasanya berhubungan dengan pembentukan mikroaneurysma. Gejalanya sakit kepala kronis, penurunan kesadaran atau kognitif yang progresif, kejang-kejang, infark serebri yang recurrent. Diagnosanya berupa limpositik CSF pleocytosis dengan protein yang tinggi. Lokasi perdarahan umumnya lobar.

LO.3.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Perdarahan IntrakranialBerdasarkan cedera kepala di area intrakranial menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi cedera otak fokal dan cedera otak difus.

1. Cedera otak fokal yang meliputi: Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH)

Epidural hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara tabula interna tulang tengkorak dan durameter. Epidural hematom dapat menimbulkan penurunan kesadaran adanya interval lusid selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit neorologis berupa hemiparesis kontralateral dan gelatasi pupil itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan hemiparesis. CT Scan akan tampak area hiperdens biconvex.

Gambar CT scan perdarahan epidural

Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akutPerdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang subdural yang terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks cerebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak. Biasanya kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan epidural.

Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik

23

Page 25: WRAP UP SKENARIO 2.docx

Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma. Subdural hematom kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah darah yang sedikit. Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya inflamasi sehingga akan terbentuk bekuan darah atau clot yang bersifat tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke dalam clot dan membentuk noumembran pada lapisan dalam (korteks) dan lapisan luar (durameter). Pembentukan neomembran tersebut akan di ikuti dengan pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi atau likoefaksi bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang dilapisi membran semi permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik likuor diluar membran masuk kedalam membran sehingga cairan subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA (transient ischemic attack). Disamping itu dapat terjadi defisit neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik dan kejang

Gambar CT scan perdarahan subdural

Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya penurunan kesadaran. Derajat penurunan kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari trauma yang dialami.

Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit dan disebut sebagai perdarahan subarahnoit (PSA).Luasnya PSA menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang luas akan memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan menyebabkan iskemia akut luas dengan manifestasi edema cerebri.

2. Cedera otak difus menurut (Sadewa, 2011)Terjadinya cedera kepala difus disebabkan karena gaya akselerasi dan deselarasi gaya rotasi dan translasi yang menyebabkan bergesernya parenkim otak dari permukaan

24

Page 26: WRAP UP SKENARIO 2.docx

terhadap parenkim yang sebelah dalam. Maka cedera kepala difus dikelompokkan menjadi: Cedera akson difus (difuse aksonal injury) DAI

Difus axonal injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal yang menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak (serabut proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan inti-inti dalam satu hemisfer (asosiasi) dan serabut yang menghbungkan inti-inti permukaan kedua hemisfer (komisura) mengalami kerusakan. Kerusakan sejenis ini lebih disebabkan karena gaya rotasi antara initi profunda dengan inti permukaan.

Kontsuio cerebriKontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang disebabkan karena efek gaya akselerasi dan deselerasi. Mekanisme lain yang menjadi penyebab kontosio cerebri adalah adanya gaya coup dan countercoup, dimana hal tersebut menunjukkan besarnya gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak yang terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak. Lokasi kontusio yang begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim otak yang berlawanan dengan arah datangnya gaya yang mengenai kepala.

Edema cerebriEdema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma kepala.Pada edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan parenkim otak namun terlihat pendorongan hebat pada daerah yang mengalami edema.Edema otak bilateral lebih disebabkan karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya renjatan hipovolemik.

Iskemia cerebriIskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak berkurang atau terhenti.Kejadian iskemia cerebri berlangsung lama (kronik progresif) dan disebabkan karena penyakit degeneratif pembuluh darah otak.

LO.3.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Perdarahan IntrakranialPerdarahan epidural:Hematom epidural terjadi karena cedera kepala benda tumpul dan dalam waktu yang lambat, seperti jatuh atau tertimpa sesuatu, dan ini hampir selalu berhubungan dengan fraktur cranial linier. Pada kebanyakan pasien, perdarahan terjadi pada arteri meningeal tengah, vena atau keduanya. Pembuluh darah meningeal tengah cedera ketika terjadi garis fraktur melewati lekukan minengeal pada squama temporal.

Perdarahan subdural:Vena cortical menuju dura atau sinus dural pecah dan mengalami memar atau laserasi, adalah lokasi umum terjadinya perdarahan. Hal ini sangat berhubungan dengan comtusio serebral dan oedem otak. CT Scan menunjukkan effect massa dan pergeseran garis tengah dalam exsess dari ketebalan hematom yamg berhubungan dengan trauma otak.

LO.3.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Perdarahan Intrakranial

25

Page 27: WRAP UP SKENARIO 2.docx

Perdarahan epidural: Interval lusid (interval bebas)

Setelah periode pendek ketidaksadaran, ada interval lucid yang diikuti dengan perkembangan yang merugikan pada kesadaran dan hemisphere contralateral. Lebih dari 50% pasien tidak ditemukan adanya interval lucid, dan ketidaksadaran yang terjadi dari saat terjadinya cedera. Sakit kepala yang sangat sakit biasa terjadi, karena terbukanya jalan dura dari bagian dalam cranium, dan biasanya progresif bila terdapat interval lucid.Interval lucid dapat terjadi pada kerusakan parenkimal yang minimal. Interval ini menggambarkan waktu yang lalu antara ketidak sadaran yang pertama diderita karena trauma dan dimulainya kekacauan pada diencephalic karena herniasi transtentorial. Panjang dari interval lucid yang pendek memungkinkan adanya perdarahan yang dimungkinkan berasal dari arteri.

HemiparesisGangguan neurologis biasanya collateral hemipareis, tergantung dari efek pembesaran massa pada daerah corticispinal. Ipsilateral hemiparesis sampai penjendalan dapat juga menyebabkan tekanan pada cerebral kontralateral peduncle pada permukaan tentorial.

Anisokor pupilYaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalananya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi.pada tahap ahir, kesadaran menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.

Perdarahan subdural:Gejala klinisnya sangat bervariasi dari tingkat yang ringan (sakit kepala) sampai penurunan kesadaran. Kebanyakan kesadaran hematom subdural tidak begitu hebat deperti kasus cedera neuronal primer, kecuali bila ada effek massa atau lesi lainnya.Gejala yang timbul tidak khas dan meruoakan manisfestasi dari peninggian tekanan intrakranial seperti: sakit kepala, mual, muntah, vertigo, papil edema, diplopia akibat kelumpuhan n. III, epilepsi, anisokor pupil, dan defisit neurologis lainnya.kadang kala yang riwayat traumanya tidak jelas, sering diduga tumor otak.

Perdarahan intraserebral: Perdarahan intraserebral merupakan salah satu jenis stroke, yang disebabkan oleh adanya perdarahan ke dalam jaringan otak. Perdarahan intraserebral terjadi secara tiba-tiba, dimulai dengan sakit kepala, yang diikuti oleh tanda-tanda kelainan neurologis (misalnya kelemahan, kelumpuhan, mati rasa, gangguan berbicara, gangguan penglihatan dan kebingungan). Sering terjadi mual, muntah, kejang dan penurunan kesadaran, yang bisa timbul dalam waktu beberapa menit. Biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI untuk membedakan stroke iskemik dengan stroke perdarahan. Pemeriksaan tersebut juga bisa menunjukkan luasnya kerusakan otak dan peningkatan tekanan di dalam otak.

Perdarahan subaraknoid:

26

Page 28: WRAP UP SKENARIO 2.docx

Perdarahan subaraknoid karena aneurisma biasanya tidak menimbulkan gejala. Kadang aneurisma menekan saraf atau mengalami kebocoran kecil sebelum pecah, sehingga menimbulkan pertanda awal, seperti sakit kepala, nyeri wajah, penglihatan ganda atau gangguan penglihatan lainnya. Pertanda awal bisa terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa minggu sebelum aneurisma pecah. Jika timbul gejala-gejala tersebut harus segera dibawa ke dokter agar bisa diambil tindakan untuk mencegah perdarahan yang hebat. Pecahnya aneurisma biasanya menyebabkan sakit kepala mendadak yang hebat, yang seringkali diikuti oleh penurunan kesadaran sesaat. Beberapa penderita mengalami koma, tetapi sebagian besar terbangun kembali, dengan perasaan bingung dan mengantuk. Darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak akan mengiritasi selaput otak (meningen), dan menyebabkan sakit kepala, muntah dan pusing. Denyut jantung dan laju pernafasan sering naik turun, kadang disertai dengan kejang. Dalam beberapa jam bahkan dalam beberapa menit, penderita kembali mengantuk dan linglung. Sekitar 25% penderita memiliki kelainan neurologis, yang biasanya berupa kelumpuhan pada satu sisi badan.

LO.3.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Perdarahan IntrakranialPemeriksaan penunjang Level hematokrit, kimia, dan profil koagulasi (termasuk hitung trombosit) penting dalam penilaian pasien dengan perdarahan epidural, baik spontan maupun trauma.Cedera kepala berat dapat menyebabkan pelepasan tromboplastin jaringan, yang mengakibatkan DIC. Pengetahuan utama akan koagulopati dibutuhkan jika pembedahan akan dilakukan. Jika dibutuhkan, faktor-faktor yang tepat diberikan pre-operatif dan intra-operatif.Pada orang dewasa, perdarahan epidural jarang menyebabkan penurunan yang signifikan pada level hematokrit dalam rongga kranium kaku. Pada bayi, yang volume darahnya terbatas, perdarahan epidural dalam kranium meluas dengan sutura terbuka yang menyebabkan kehilangan darah yang berarti.Perdarahan yang demikian mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik; karenanya dibutuhkan pengawasan berhati-hati dan sering terhadap level hematokrit.

Pencitraana. Radiografi

Radiografi kranium selalu mengungkap fraktur menyilang bayangan vaskular cabang arteri meningea media. Fraktur oksipital, frontal atau vertex juga mungkin diamati.

Kemunculan sebuah fraktur tidak selalu menjamin adanya perdarahan epidural. Namun, > 90% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan fraktur kranium. Pada anak-anak, jumlah ini berkurang karena kecacatan kranium yang lebih besar.

b. CT-scan CT-scan merupakan metode yang paling akurat dan sensitif dalam mendiagnosa

perdarahan epidural akut. Temuan ini khas. Ruang yang ditempati perdarahan epidural dibatasi oleh perlekatan dura ke skema bagian dalam kranium, khususnya pada garis sutura, memberi tampilan lentikular atau bikonveks. Hidrosefalus

27

Page 29: WRAP UP SKENARIO 2.docx

mungkin muncul pada pasien dengan perdarahan epidural fossa posterior yang besar mendesak efek massa dan menghambat ventrikel keempat.

CSF tidak biasanya menyatu dengan perdarahan epidural; karena itu hematom kurang densitasnya dan homogen. Kuantitas hemoglobin dalam hematom menentukan jumlah radiasi yang diserap.

Tanda densitas hematom dibandingkan dengan perubahan parenkim otak dari waktu ke waktu setelah cedera. Fase akut memperlihatkan hiperdensitas (yaitu tanda terang pada CT-scan). Hematom kemudian menjadi isodensitas dalam 2-4 minggu, lalu menjadi hipodensitas (yaitu tanda gelap) setelahnya. Darah hiperakut mungkin diamati sebagai isodensitas atau area densitas-rendah, yang mungkin mengindikasikan perdarahan yang sedang berlangsung atau level hemoglobin serum yang rendah.

Area lain yang kurang sering terlibat adalah vertex, sebuah area dimana konfirmasi diagnosis CT-scan mungkin sulit. Perdarahan epidural vertex dapat disalahtafsirkan sebagai artefak dalam potongan CT-scan aksial tradisional. Bahkan ketika terdeteksi dengan benar, volume dan efek massa dapat dengan mudah disalahartikan. Pada beberapa kasus, rekonstruksi coronal dan sagital dapat digunakan untuk mengevaluasi hematom pada lempengan coronal.

Kira-kira 10-15% kasus perdarahan epidural berhubungan dengan lesi intrakranial lainnya. Lesi-lesi ini termasuk perdarahan subdural, kontusio serebral, dan hematom intraserebral.

Gambar 1. Perdarahan epidural Gambar 2. Perdarahan subdural

c. MRI : perdarahan akut pada MRI terlihat isointense, menjadikan cara ini kurang tepat untuk mendeteksi perdarahan pada trauma akut. Efek massa, bagaimanapun, dapat diamati ketika meluas.

LO.3.7 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Perdarahan IntrakranialPerdarahan epidural, penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan pembuluh darah. Perdarahan epidural adalah tindakan pembedahan untuk evakuasi secepat mungkin, dekompresi jaringan otak di bawahnya dan mengatasi sumber

28

Page 30: WRAP UP SKENARIO 2.docx

perdarahan. Biasanya pasca operasi dipasang drainase selama 2 x 24 jam untuk menghindari terjadinya pengumpulan darah yamg baru.

Perdarahan subdural. tindakan terapi pada kasus kasus ini adalah kraniotomi evakuasi hematom secepatnya dengan irigasi via burr-hole. Khusus pada penderita hematom subdural kronis usia tua dimana biasanya mempunyai kapsul hematom yang tebal dan jaringan otaknya sudah mengalami atrofi, biasanya lebih dianjurkan untuk melakukan operasi kraniotomi (dibandingkan dengan burr-hole saja).

Perdarahan intraserebral, untuk hemmoragi kecil treatmentnya adalah observatif dan supportif. Tekanan darah harus diawasi. Hipertensi dapat memacu timbulnya hemmoragi. Intra cerebral hematom yang luas dapat ditreatment dengan hiperventilasi, manitol dan steroid dengan monitorong tekanan intrakranial sebagai uasaha untuk menghindari pembedahan. Pembedahan dilakukan untuk hematom masif yang luas dan pasien dengan kekacauan neurologis atau adanya elevasi tekanan intrakranial karena terapi medis.

LO.3.8 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Perdarahan IntrakranialKebanyakan dari komplikasi perdarahan epidural muncul ketika tekanan yang mereka kerahkan mengakibatkan pergeseran otak yang berarti. Ketika otak menjadi subyek herniasi subfalcine, arteri serebral anterior dan posterior mungkin tersumbat, menyebabkan infark serebral. Herniasi kebawah batang otak menyebabkan perdarahan Duret dalam batang otak, paling sering di pons. Herniasi transtentorial menyebabkan palsy nervus III kranialis ipsilateral, yang seringnya membutuhkan berbulan-bulan untuk beresolusi sekali tekanan dilepaskan. Palsy nervus III kranialis bermanifestasi sebagai ptosis, dilatasi pupil, dan ketidakmampuan menggerakkan mata ke arah medial, atas, dan bawah. Pada anak-anak < 3 tahun, fraktur kranium dapat menyebabkan kista leptomeningeal atau fraktur bertumbuh. Kista ini diyakini muncul ketika pulsasi dan pertumbuhan otak tidak mengijinkan fraktur untuk sembuh, lalu menambah robek dura dan batas fraktur membesar. Pasien dengan kista leptomeningeal biasanya memperlihatkan massascalp pulsatil.

LO.3.9 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Perdarahan IntrakranialPada pasien trauma cedera otak dengan perdarahan epidural, prognosis lebih baik jika ada interval lucid (sebuah periode kesadaran sebelum kembalinya koma) dibandingkan jika pasien koma sejak mendapat cedera.

29

Page 31: WRAP UP SKENARIO 2.docx

DAFTAR PUSTAKA

Adam Boies. 2002. Buku Ajar Penyakit THT: Edisi 6, Jakarta: EGC.

American College of Surgeons, 1997, Advance Trauma Life Suport. United States of America: Firs Impression

Bernath, David. 2009. Head Injury, www.e-medicine.com

Hafid A. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah: Edisi Kedua, Jong W.D. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC

Haryo, Ariwibowo et all. 2008. Art of Therapy: Sub Ilmu Bedah. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press of Yogyakarta

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-ciptowatig-5193-2-bab2.pdf

http://eprints.undip.ac.id/29403/3/Bab_2.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25734/3/Chapter%20II.pdf

http://www.primarytraumacare.org/wp-content/uploads/2011/09/PTC_INDO.pdf

Japardi, Iskandar. 2004. Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif. Sumatra Utara: USU Press.

Longo, Dan L, dkk. 2012. Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th Edition. USA: Mc Graw Hill Companies, Inc.

Malueka, Ghazali. 2007. Radiologi Diagnostik, Yogyakarta: Pustaka Cendekia.

Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah. Vol 2. Jakarta : EGC.

Sjamsuhidayat, R dan De Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed. Jakarta : EGC.

30