Top Banner
1) Sasaran Belajar I. Memahami dan menjelaskan Hipersensitivitas a. Definsi b. Klasifikasi II. Memahami dan menjelaskan Hipersensitivitas tipe I a. Definisi b. Etiologi c. Mekanisme d. Mediator e. Manifestasi klinis III. Memahami dan menjelaskan Hipersensitivitas tipe II a. Definisi b. Etiologi c. Mekanisme d. Manifestasi klinis IV. Memahami dan menjelaskan Hipersensitivitas tipe III a. Definisi b. Mekanisme c. Manifestasi klinis V. Memahamidan menjelaskan Hipersensitivitas tipe IV a. Definisi b. Mekanisme c. Manifestasi klinis VI. Memahami dan menjelaskan Alergi a. Definisi b. Etiologi c. Manifestasi klinis d. Mekanisme e. Klasifikasi f. Pemeriksaan VII. Memahami dan menjelaskan Antihistamin dan Kortikosteroid a. Antihistamin b. Kortikosteroid
34

Wrap Up Skenario 2 MPT

Dec 18, 2015

Download

Documents

arief

see this
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

1) Sasaran Belajar

I. Memahami dan menjelaskan Hipersensitivitasa. Definsib. Klasifikasi

II. Memahami dan menjelaskan Hipersensitivitas tipe Ia. Definisib. Etiologic. Mekanismed. Mediatore. Manifestasi klinis

III. Memahami dan menjelaskan Hipersensitivitas tipe IIa. Definisib. Etiologic. Mekanismed. Manifestasi klinis

IV. Memahami dan menjelaskan Hipersensitivitas tipe IIIa. Definisib. Mekanismec. Manifestasi klinis

V. Memahamidan menjelaskan Hipersensitivitas tipe IVa. Definisib. Mekanismec. Manifestasi klinis

VI. Memahami dan menjelaskan Alergia. Definisib. Etiologic. Manifestasi klinisd. Mekanismee. Klasifikasif. Pemeriksaan

VII. Memahami dan menjelaskan Antihistamin dan Kortikosteroida. Antihistaminb. Kortikosteroid

VIII. Memahami dan menjelaskan cara islam memilih diantara dua pilihana. Dalil

Jawab:

I. Memahami dan menjelaskan Hipersensitivitasa. DefinisiPeningkatan reaktivitas atau sensitifitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. Reaksi hipersensitivitas terdiri atas berbagai kelainan yang heterogen yang dapat dibagi menurut berbagai cara (Baratawidjaja,2012)

b. Klasifikasi

MENURUT WAKTU

1. Reaksi Cepat Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan mediator vasoaktif.

2. Reaksi Intermediet Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalalui aktivasi komplemen dan atau sel NK/ADCC . menifestasi reaksi intermediet dapat berupa: Reaksi transfusi darah Reaksi athus lokal dan sistemik seperti serum sickness

3. Reaksi lambat Reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48jam setelah terjadi pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi sel Th.

MENURUT GELL DAN COOMBS

Reaksi hipersensitivitas oleh Robert Coombs dan Philip HH Gell (1963) di bagi dalam 4 tipe yaitu :

1. Reaksi Hipersensitivitas type 1 : Merupakan reaksi IgE atau reaksi anafilaktik. Reaksi yang timbul segera sesudah badan terpajan oleh antigen kurang dari 1 jam.1. Reaksi Hipersensitivitas type 2 :Merupakan reaksi sitotoksik atau reaksi yang melibatkan IgG atau IgM. IgG atau IgM bekerja pada antigen yang terdapat dalam permukaan sel atau jaringan.1. Reaksi Hipersensitivitas type 3 :Merupakan reaksi kompleks imun yaitu komplek Ab-Ag yang mengaktifkan komplemen setelah mengedap di pembuluh darah atau jaringan.1. Reaksi Hipersensitivitas type 4:Merupakan reaksi selular. Terdiri dari 4 reaksi: Reaksi Jonas Mote : Ditandai oleh adanya infiltrasi dibawah epidermis Hipersensitiv kontak atau dermatitis kontak : terjadi pada tempat kontak dengan allergen sel langerhans sbg APC berperan. Reaksi Tuberkulin: Terjadi 20 jam setelah terpajan. Terjadi atas infiltrasi sel mononuclear Reaksi Granuloma : Paling penting karena menimbulkan efek patologis yaitu karena adanya antigen yang peresisten dalam makrofag.(Bratawidjaja,2002;dr.Insan Sosiawan,2013)

II. Memahami dan menjelaskan Hipersensitivitas tipe Ia. DefinisiReaksi hipersensitifitas tipe 1 adalah suatu reaksi yang terjadi secara cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi mengikuti kombinasi suatu antigen dengan antibodi yang terlebih dahulu diikat pada permukaan sel basofilia (sel mast) dan basofil.

b. Etiologi3. Reaksi lokalReaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk. Kecenderungan untuk menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20% populasi menunjukkan penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera diikat oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah) orang yang alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran nafas.

3. Reaksi sistemik anafilaksisiAnafilaksisi adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa menit saja. Anafilaksis adalah reeaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs Tipe 1 atau reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Sel mast dan basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat dipacu berbagai alergan seperti makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak dapat diidentifikasi.

3. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoidReaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE. Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi klinisnya sering serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya. Reaksi ini tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas otot.

1. Mekanisme

Pada tipe 1 terdapat beberapa fase, yaitu :

a. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sek mast/basofil.b. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.c. Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksisi) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivasi farmakologik.

Antigen menginduksi sel B untuk membentuk antibodi IgE dengan bantuan sel Th yang mengikat erat dengan bagian Fc-nya pada sel mast dan basofil. Beberapa minggu kemudian, apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast dan basofil. Akibat ikatan antigen-IgE, sel mast dan basofil mengalami degranulasi dan melepas mediator dalam waktu beberapa menit yang preformed antara lain histamin yang menimbulkan gejala reaksi hipersensitivitas tipe I.

1. Mediator

Mediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe 1

MediatorEfek

HistaminPeningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot polos, sekresi mukosa gaster

ECF-AKemotaksis eosinofil

NCF-AKemotaksis neutrofil

ProteaseSekresi mukus bronkial, degradasi membran basal pembuluh darah, pembentukan produk pemecah komplemen

PAFAgregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paru

Hidrolase asamDegradasi matriks ekstraseluler

Mediator sekunder utama pada Hipersensitivitas Tipe 1

MediatorEfek

SitokinAktivasi berbagai sel radang

BradikininPeningkatan permebilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot polos, stimulasi ujung saraf nyeri

Prostaglandin D2Kontrakso otot polos paru, vasodilatasi, agregasi trombosit

LeukotrienKontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas, kemotaksis

1. Manifestasi klinis

Jenis AlergiAlergen UmumGambaran

AnafilaksisObat, serum, kacang-kacanganEdema dengan peningkatan permeabilitas kapiler, okulasi trakea , koleps sirkulasi yang dapat menyebabkan kematian

Urtikaris akutSengatan seranggaBentol, merah

Rinitis alergiPolen, tungau debu rumahEdema dan iritasi mukosa nasal

AsmaPolen, tungau debu rumahKonstriksi bronkial, peningkatan produksi mukus, inflamasi saluran nafas

MakananKerang, susu, telur, ikan, bahan asal gandumUrtikaria yang gatal dan potensial menjadi anafilaksis

Ekzem atopiPolen, tungau debu runah, beberapa makananInflamasi pada kulit yang terasa gatal, biasanya merah dan ada kalanya vesikular

III. Memahami dan menjelaskan Hipersensitivitas tipe IIa. DefinisiReaksi hipersensitivitas tipe II atau sitotoksik atau sitoliktik terjadi akibat di bentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen IgM yang merupakan bagian sel pejamu. Reaksi.diawali oleh reaksi terhadap antibodi dan determinan antigen yangb merupakan bagian dari membran sel tergantung apakah komplemen atau molekul asesori dan metobholisme sel dilihatkan. Reaksi sitotoksik lebih tepat mengingat reaaksi oleh lisis bukan efek toksik. Antibodi tersbut dapaat mengaktifkan sel yang memilik reseptor Fcy-R dan Juga sel NK yang dapat berperan sebagai sel efecktor dan menimbulkan kerusakan melalui ADCC. Reaksi tipe II mengambarkan dan menunjukkan manisfestasi klinik.(KarnenGarna Baratwidjaja IrisRengganis :Imunologi Dasar,Edisi 10 ,2012)

b. Etiologi

Reaksi transfusia. Sejumlah besar protein dan glikoprotein pada membran SDM disandi oleh berbagai gen.b. Individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B terjadi reaksi transfusi, karena anti B isohemaglutinin berikatan dengan sel darah B yagn menimbulka kerusakan darah direk oleh hemolisis masif intravaskular Reaksi dapat cepat/ lambat Reaksi cepat: Disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO yang dipacu oleh IgM. Dalam beberapa jam hemoglobin bebas dapat ditemukan dalam plasma dan disaring melalui ginjal dan menimbulkan hemaglobinuria. Beberapa hemaglobin diubah menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi bersifat toksik. Gejala khas:Demam, menggigil, nausea, bekuan dalam pembuluh darah, nyeri pinggang bawah, dan hemoglobinuria. Reaksi lambat: Terjadi pada orang yang mendapat transfusi berulang dengan darah yang kompatibel ABO namun inkompatibel dengan golongan darah yang lain. Terjadi 2-6 hari setelah transfusi. Darah yagn ditransfusikan memacu pembentukan IgG terhadap berbagai antigen membran golongan darah, tersering adalah golongan resus, Kidd, Kell, dan Duffy

Penyakit hemolitik pda bayi baru lahirDitimbulkan oleh inkompatibilitas Rh dalam kehamilan, yaitu pada ibu dengan golongan darah rhesus dn janin dengan rhesus (+).

Anemia hemolitik Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin, dan streptomisin dapat diabsorbsi non spesifik pada protein membran SDM yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul hapten pembawa Pada beberapa penderita, kompleks membentuk ab yang selanjutnya mengikat obat pada SDM dan dengan bantuan komplemen menimbulkan lisis dengan dan anemia progresif.

c. MekanismePada hipersensitivitas tipe II ,antibodi yang ditunjukkan kepada antigen permukaan sel ataubjaringan berinteraksi dengan komplemen dan berbagai jenis sel efektor .untuk merusak sel sasasaran .Setelah antibodi melekat pada permukaaan sel,antibodi akan mengikata dan mengaktivasi komplemen C1 komplemen Konsekuensinya adalah ; Fragmen Komplemen (C3a dan C5a) yang dihasilkan oleh aktivasi komplemen akan menarik makrofag dan dan PMN ke tempat tersebut, sekaligus menstimulasi sel mastosit dan basofil untuk memproduksi molekul yang menarik dan mengaktifasi sel efektor lain. Aktifasi jalur klasik komplemen mengakibatkan deposisi C3b,C3bi dan C3D pada membran sel sasaran Aktivasi jalur klasik dan jalur litik menghasilkan C5b-9 yang merupakan membran attack complex (MAC) yang kemudian menancap pada membran sel.Sel sel efektor ,yaitu makrofag , neutrofil, eosinofil.dan sel NK,.Berikatan pada komplekx antibodi melalui reseptpr Fc atau berikatan dengan komponen komplemen yang melekat pada permukaan sel tersebut.Pengikatan antibodi pada reseptor Fc merangsang fagosit untuk memproduksi lebih banyak leukotrien dan plostraglandin ,yang merupakan molekul molekul yang berperan pada rewspon inflamasi .Sel sel efektor yang telah terikat kuat pada membaran sel sasaran .(Siti Boedina Kresno ; Diagnosis dan prosedur

Tipe II Hipersensitifitas SitotoksikAntigen yang terikat pada permukaan sel bereaksi dengan antibodi (misalnya reaksi hemaglutinasi dan hemolisis) dan menyebabkan :1. Fagositosis sel itu melalui prosesOpsonic Adherence(Fc) atauImmune adeherens(C3).1. Reaksi sitotoksik ekstraseluler oleh sel K (Killler Cell) yang mempunyai reseptor untuk IgFc.1. Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen.Antibodi (IgG atau IgM) melekat pada atigen lewat daerah Fab dan bekerja sebagai suatu jembatan ke komplemen lewat daerah Fc. Akibatnya dapat terjadi lisis yang berperantara-komplemen, seperti yang terjadi pada anemia hemolitik, reaksi transfusi darah atau penyakit Inkompabilitas hemolitik Rhesus, transplantasi jaringan, reaksi auto-imun (Autoimmune reaction) dan reaksi obat.

d. Manifestasi klinis

IV. Memahami dan menjelaskan Hipersensitivitas tipe IIIa. DefinisiReaksi hipersensitivitas tipe III atau yang disebut juga reaksi kompleks imun adalah reaksi imun tubuh yang melibatkan kompleks imun yang kemudian mengaktifkan komplemen sehingga terbentuklah respons inflamasi melalui infiltrasi masif neutrofil.b. MekanismeDalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN. Kompleks imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun, yang menjadi masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan.

1. Komleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh DarahMakrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan: Agregasi trombosit Aktivasi makrofag Perubahan permeabilitas vaskuler Aktivasi sel mast Produksi dan pelepasan mediator inflamasi Pelepasan bahan kemotaksis Influks neutrofil

1. Kompleks Imun Mengendap di JaringanHal yang memungkinkan kompleks imun mengendap di jaringan adalah ukuran kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut terjadi karena histamin yang dilepas oleh sel mast.

c. Manifestasi klinisReaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh hipersensitivitas tipe III memiliki dua bentuk reaksi, yaitu lokal dan sistemik.

1. Reaksi Lokal atau Fenomena ArthusPada mulanya, Arthus menyuntikkan serum kuda ke kelinci secara berulang di tempat yang sama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat eritema ringan dan edem pada kelinci. Lalu setelah sekitar 5-6 suntikan, terdapat perdarahan dan nekrosis di tempat suntikan. Hal tersebut adalah fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi kompleks imun. Antibodi yang ditemukan adalah presipitin. Reaksi Arthus dalam kilinis dapat berupa vaskulitis dengan nekrosis.

Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut:

1. Neutrofil menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi ke jaringan tempat kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul yaitu berupa pengumpulan cairan di jaringan (edema) dan sel darah merah (eritema) sampai nekrosis. 1. C3a dan C5a yag terbentuk saat aktivasi komplemen meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai faktor kemotaktik sehingga menarik neutrofil dan trombosit ke tempat reaksi. Neutrofil dan trombosit ini kemudian menimbulkan statis dan obstruksi total aliran darah.

1. Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas bahan-bahan seperti protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga akan menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.

1. Reaksi Sistemik atau Serum SicknessAntibodi yang berperan dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan mekanisme sebagai berikut:

1. Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan anafilatoksin (C3a dan C5a) yang memacu sel mast dan basofil melepas histamin. 1. Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah dengan tekanan darah yang tinggi dengan putaran arus (contoh: kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh darah, plexus koroid, dan korpus silier mata)1. Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk mkrotrombi kemudian melepas amin vasoaktif. Bahan-bahan vasoaktiv tersebut mengakibatkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan inflamasi.1. Neutrofil deikerahkan untuk menghancurkan kompleks imun. Neutrofil yang terperangkap di jaringan akan sulit untuk memakan kompleks tetapi akan tetap melepaskan granulnya (angry cell) sehingga menyebabkan lebih banyak kerusakan jaringan. 1. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut juga meleaskan mediator-mediator antara lain enzim-enzim yang dapat merusak jaringan

Dari mekanisme diatas, beberapa hari minggu setelah pemberian serum asing akan mulai terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit di beberapa bagian tubuh sendi dan kelenjar getah bening yang dapat berupa vaskulitis sistemik (arteritis), glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi tersebut dinamakan reaksi Pirquet dan Schick.

V. Memahamidan menjelaskan Hipersensitivitas tipe IVa. DefinisiBaik CD4+ maupun CD8+ berperan dalam reaksi tipe IV. Sel T melepas sitokin bersama dengan produksi mediator sitotoksik lainnya menimbulkan respons inflamasi yang terlihat pada penyakit kulit hipersensitivitas lambat. (Imunologi Dasar FK UI Edisi ke-10: hal. 389)

b. MekanismeDelayed Type Hypersensitivity Tipe IV :a. Fase sensitasiMembutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans/SD pada kulit dan makrofag) menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan ke sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1 (umumnya).

b. Fase efektorPajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan sel Th1 dan melepas sitokin yang menyebabkan : Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan sel inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak kedua. Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular, bermigrasi ke jaringan sekitar. Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel efektor, dan menginduksi sel Th1 untuk reaksi inflamasi dan menekan sel Th2.Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang teraktivasi. Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan pada T Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8+ yang teraktivasi.

Contoh mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe IV :Reaksi pada infeksi parasit dan bakteri intrasela. DTH mengaktifkan influks makrofag pada infeksi yang tidak dapat ditemukan oleh antibodi.b. Makrofag melepaskan enzim litik yang menyebabkan kerusakan jaringan.c. Bila enzim litik terus diproduksi dapat mengakibatkan reaksi granulomatosis yang akan menyebabkan nekrosis pada jaringan yang dapat mengenai jaringan pembuluh darah.

Respon pada infeksi M. tuberkulosisa. Bakteri mengaktifkan respon DTH yang selanjutnya mengaktifkan makrofag yang merangsang isolasi kuman dalam lesi granuloma (tuberkulin)b. Tuberkulin akan melepaskan enzim litik yang akan merusak jaringan paru-paru dan menimbulkan nekrosis jaringan.

Granuloma terbentuk pada : TB Lepra Skistosomiasis Lesmaniasis Sarkoidasis

c. Manifestasi klinis Dermatitis KontakPenyakit CD4+ yang dapat terjadi akibat kontak dengan bahan tidak berbahaya, merupakan contoh reaksi DTH. Kontak sdengan bahan seperti formaldehid, nikel, terpenting dan berbagai bahan aktif dalam cat rambut yang menimbulkan dermatitis kontak terjadi melalui sel Th1.(Imunologi Dasar FK UI ke-10: hal. 393) Hipersensitivitas TuberkulinBentuk alergi bacterial spesifik terhadap produk filtrate biakan M. Tuberkulosis yang bila disuntikan ke kulit, akan menimbulkan reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Yang berperan dalam reaksi ini adalah sel limfosit CD4+ T. Setelah suntikan intrakutan ekstrak tuberculin atau derivate protein yang dimurnikan (PPD), daerah kemerahan dan indurasi timbul di tempat suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M. Tuberkulosis, kulit bengkak terjadi oada hari 7-10 pasca induksi. Reaksi dapat dipindahkan melalui sel T. (Imunologi Dasar FK UI ke-10: hal. 393) Reaksi Jones Mote Reaksi hipetsensitivitas tipe IV terhadap antigen protein yang ebrhubungan dengan infiltrasi basophil mencolok di kulit di bawah dermis. Reaksi juga disebut hipersensitivitas basophil kutan. Dibanding dengan hipersensitivitas tipe IV lainnya, reaksi ini adalah lemah dan nampak beberapa hari setelah pajanan dengan protein dalam jumlah kecil. Tidak terjadi nekrosis dan reaksi dapat diinduksi dengan suntikan antigen larut seperti ovalbumin dengan ajuvan Freund. (Imunologi Dasar FK UI ke-10: hal. 393) T Cell Mediated Cytolisis (Penyakit CD8+)Dalam T Cell Mediated Cytolisis, kerusakan terjadi melalui sel CD8+/ CTL/ Tc yang langsung membunuh sel sasaran. Penyakit yang ditimbulkan hipersensitivitas selular cenderung terbatas kepada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik. Pada penyakit virus hepatitis, virus sendiri tidak sitopatik, tetapi kerusakan ditimbulkan oleh respons CTL terhadap hepatosit yang terinfeksi. (Imunologi Dasar FK UI ke-10: hal. 394)

VI. Memahami dan menjelaskan Alergia. DefinisiAlergi merupakan suatu reaksi menyimpang dari mekanisme pertahanan tubuh terhadap zat/bahan yang secara normal tidak berbahaya bagi tubuh, dan melibatkan sistem kekebalan tubuh terutama antibodi imunoglobulin E (IgE).

Untuk mengetahui kemungkinan adanya reaksi alergi di dalam tubuh seseorang dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar IgE di dalam darah. Seseorang dengan kadar IgE yang berada pada ambang batas tinggi akan memiliki kecenderungan mudah mengalami reaksi alergi.

b. EtiologiAlergi terjadi karena pengaruh faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup tidak sehat. Para ahli menyebut alergi sebagai gangguan imunitas tubuh akibat kelainan genetika.

- Faktor Udara Bernapas dapat penuh risiko jika anda alergi. Disamping oksigen, udara mengandung suatu variasi yang lebar dari partikel-partikel; beberapa beracun, beberapa berinfeksi, dan beberapa tidak berbahaya termasuk allergen-allergen. Penyakit-penyakit yang umum yang berasal dari allergen-allergen udara adalah hay fever, asma, dan conjunctivitis. Allergen-allergen berikut umumnya tidak berbahaya, namun dapat memicu reaksi-reaksi alergi ketika dihirup oleh individu-individu yang sensitif. Serbuk sari: pohon-pohon, rumput-rumput, dan/atau rumput-rumput liar Tungau Protein-protein binatang: dander, kulit, dan/atau urin Spora-spora jamur Bagian-bagian serangga: kacoa-kacoa

- Faktor MakananKetika makanan-makanan dan obat-obatan dicerna, allergen-allegen mungkin dapat mengakses kedalam aliran darah dan menjadi terpasang pada IgE tertentu didalam sel-sel pada tempat-tempat yang jauh seperti kulit atau selaput-selaput hidung. Kemampuan dari allergen-allergen untuk berpergian menerangkan bagaimana gejala-gejala dapat terjadi pada area-area yang berlainan dari saluran pencernaan. Reaksi-reaksi alergi makanan dapat mulai dengan pembengkakan lidah atau tenggorokan dan mungkin diikuti oleh kesemutan (tingling), mual, diare, atau kram perut. Kesulitan bernapas dengan hidung atau reaksi-reaksi kulit mungkin juga dapat terjadi. Dua grup utama allergen-allergen yang dicerna adalah: Makanan: Makanan yang paling umum yang menyebabkan reaksi-reaksi alergi adalah susu sapi, ikan, kerang-kerangan, telur-telur, kacang-kacangan, kacang-kacang tumbuhan, kedele, dan gandum. Obat-obatan (ketika diminum): contohnya, antibiotik-antibiotik dan aspirin

- Faktor Sentuhan Allergic contact dermatitis adalah suatu peradangan kulit yang disebabkan oleh suatu reaksi alergi lokal. Mayoritas dari reaksi-reaksi kulit lokal ini tidak melibatkan IgE, namun disebabkan oleh sel-sel peradangan. Rash yang ditimbulkan adalah serupa dengan yang dari suatu ivy rash yang beracun. Harus dicatat bahwa ketika beberapa allergen-allergen (contohnya, latex) bersentuhan dengan kulit, mereka diserap oleh kulit dan dapat juga berpotensi menyebabkan reaksi-reaksi keseluruh tubuh, tidak hanya pada kulit saja. Untuk kebanyakan orang, bagaimanapun, kulit adalah suatu penghalang yang hebat yang hanya dapat dipengaruhi secara lokal.

Contoh-contoh dari allergic contact dermatitis termasuk: Latex (menyebabkan reaksi-reaksi IgE dan non-IgE) Tumbuh-tumbuhan (poison ivy and oak) Zat pewarna (Dyes) Bahan-bahan kimia Logam-logam (nickel) Kosmetik-Kosmetik

Allergic contact dermatitis tidak melibatkan antibodi IgE, namun melibatkan sel-sel dari sistim imun yang diprogram untuk bereaksi ketika dipicu oleh suatu allergen yang mensensitifkan. Menyentuh atau menggosok suatu unsur/bahan yang pernah membuat anda sensitif sebelumnya dapat memicu suatu rash kulit (skin rash).

- Faktor Obat

Reaksi-reaksi yang paling berat dapat terjadi ketika allergen-allergen disuntikan kedalam tubuh dan mendapat akses langsung kedalam aliran darah. Akses ini membawa risiko dari suatu reaksi umum, seperti anaphylaxis, yang dapat membahayakan nyawa. Berikut adalah allergen-allergen yang paling umum disuntikan yang dapat menyebabkan rekasi-rekasi alergi yang berat: Racun serangga Obat-obatan Vaksin-vaksin (termasuk suntikan alergi) Hormon-hormon (contohnya, insulin)

c. Manifestasi klinis- Mata merah, bengkak, dan berair- Hidung mengeluarkan banyak lendir dan bersin saluran napas berlendir, batuk, sesak napas, napas berbunyi (seperti asma)- Lambung / usus halus menjadi lebih aktif, sehingga menyebabkan diare dan gangguan pencernaan lainnya- Persendian terasa sakit, kemerahan, dan bengkak- Kulit menjadi berbercak merah / timbul biduran disertai dengan rasa gatal

d. Mekanisme Mediator jenis pertamaMeliputi histamin dan faktor kemotaktik.- histamin menyebabkan bentol dan warna kemerahan pada kulit, perangsangan saraf sensorik, peningkatan permeabilitas kapiler, dan kontraksi otot polos.- Faktor kemotaktik. Dibedakan menjadi ECF-A (eosinophil chemotactic factor of anophylaxis) untuk sel-sel eosinofil dan NCF-A (neutrophil chemotactic factor of anophylaxis) untuk sel-sel neutrofil.

Mediator jenis keduaDihasilkan melalui pelepasan asam arakidonik dari molekul-molekul fosfolipid membrannya. Asam arakidonik ialah substrat 2 macam enzim, yaitu sikloksigenase dan lipoksigenase.- Aktivasi enzim sikloksigenase akan menghasilkan bahan-bahan prostaglandin dan tromboxan yang sebagian dapat menyebabkan reaksi radang dan mengubah tonus pembuluh darah.- Aktivasi lipoksigenase diantaranya akan menghasilkan kelompok lekotrien. Lekotrien C, D, E sebelum dikenal ciri-cirinya dinamakan SRS-A (Slow reactive substance of anaphylaxis) karena lambatnya pengaruh terhadap kontraksi otot polos dibandingkan dengan histamin.

Mediator jenis ketigaDilepaskan melalui degranulasi seperti jenis pertama, yang mencakup (1) heparin, (2) kemotripsin/tripsin (3) IF-A (Kresno, 2001; Wahab, et.al, 2002)

e. Klasifikasi- Alergi Rhinitis Alergi Rhinitis ("hay fever") adalah yang paling umum dari penyakit-penyakit alergi dan merujuk pada gejala-gejala hidung musiman yang disebabkan oleh serbuk sari. Alergi rhinitis sepanjang tahun atau alergi rhinitis abadi (perennial) umumnya disebabkan oleh allergen-allergen didalam rumah/ruangan, seperti tungau (dust mites), dander binatang, atau jamur-jamur. Juga dapat disebabkan oleh serbuk sari. Gejala-gejala berasal dari peradangan dari jaringan yang melapisi bagian dalam hidung (mucus lining or membranes) setelah allergens dihirup. Area-area yang berdekatan, seperti telinga-telinga, sinus-sinus, dan tenggorokan dapat juga terlibat.

Gejala-gejala yang paling umum termasuk: Hidung meler Hidung mampet Bersin Hidung gatal Telinga-telinga dan tenggorokan yang gatal Post nasal drip (throat clearing)

- Allergic Eczema Allergic eczema (atopic dermatitis) adalah suatu alergi ruam yang umumnya tidak disebabkan oleh kontak kulit dengan suatu allergen. Kondisi ini umumnya dihubungkan dengan alergi rhinitis atau asma dan menonjolkan gejala-gejala berikut: Gatal, kemerahan, dan atau kekeringan dari kulit Ruam (Rash) pada muka, terutama anak-anak Ruam sekeliling mata-mata, pada lipatan-lipatan sikut, dan dibelakang lutut-lutut, terutama pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa

- HIVES Hives (urticaria) adalah reaksi-reaksi kulit yang timbul sebagai pembengkakkan-pembengkakkan yang gatal dan dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja. Hives dapat disebabkan oleh suatu reaksi alergi, seperti pada makanan atau obat-obatan, namun mereka juga dapat terjadi pada orang-orang yang tidak alergi. Gejala-gejala hives yang khas adalah: Raised red welts Gatal yang hebat

- Allergic Shock Allergic shock (anaphylaxis atau anaphylactic shock) adalah suatu reaksi alergi yang mengancam nyawa yang dapat mempengaruhi sejumlah organ-organ pada waktu yang bersamaan. Tanggapan ini secara khas terjadi ketika allergen dimakan (contohnya, makanan) atau disuntikakan (contohnya suatu sengatan lebah). Beberapa atau seluruh dari gejala-gejala berikut dapat terjadi: Hives atau perubahan warna kemerahan dari kulit Hidung mampet

- Alergi Mata-Mata Alergi mata-mata (allergic conjunctivitis) adalah peradangan dari lapisan-lapisan jaringan (membranes) yang menutupi permukaan dari bola mata dan permukaan bawah dari kelopak mata. Peradangan terjadi sebagai hasil dari suatu reaksi alergi dan mungkin dapat menghasilkan gejala-gejala berikut: Kemerahan dibawah kelopak dan mata keseluruhannya Mata-mata yang berair dan gatal Pembengkakkan dari membran-membran

f. Pemeriksaan DiagnosisDiperlukan pemeriksaan alergi untuk menentukan alergen (faktor lingkungan yang berperan memicu reaksi alergi) penyebab, antara lain:- Anamneseatau wawancara dengan pasien- Tes Tusuk Kulit/ Skin Prick / Puncture Testing,dilakukan dengan meletakkan setetes ekstrak / bahan-bahan alami alergen di permukaan kulit- Tes Kulit/ Intracutaneous Test- Tes Tempel /Patch Test,dilakukan dengan meletakkan bahan-bahan kimia dalam suatu tempat khusus, seperti plester, lalu menempelkannya pada kulit punggung- RAST /Radioallergosorbent Test,merupakan pemeriksaan darah yang akurat untuk mengukur kadar IgE spesifik dalam darah Penanganan- Antihistamin,adalah obat yang umum digunakan untuk mengatasi berbagai alergi rinitis, bekerja menghambat kerja histamin.- Kortikosteroid,obat jenis steroid yang dikenal sebagai antiradang kuat, umumnya untuk mengatasi gejala alergi yang parah.- Kromalin,obat jenis non-steroid yang digunakan untuk mengobati alergi rinitis musiman atau kronis.- Adrenalin,digunakan untuk mengatasi shock anafilaktik, reaksi alergi terparah yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan pengerutan saluran pernapasan dalam paru-paru, sehingga menimbulkan mengi yang parah, turunnya tekanan darah, pingsan, bahkan dapat menyebabkan kematian. Pencegahan - Penghindaran- Cara hidup yang baik- Pemakaian obat-obatan Dampak yang ditimbulkan oleh Alergi- Reaksi asma (batuk, mengi, sesak napas)- Bersin, pilek, hidung mampet- Gatal-gatal

VII. Memahami dan menjelaskan Antihistamin dan Kortikosteroida. Antihistamin Antihistamin atau antagonis histamin adalah zat yang mampu mencegah pelepasan atau kerja histamin. Ada banyak golongan obat yang termasuk dalam antihistamin, yaitu antergan, neontergan, difenhidramin, dan tripelenamin yang efektif untuk mengobati edema, eritem, dan pruritus, dan yang baru ini ditemukan adalah burinamid, metiamid, dan simetidin untuk menghambat sekresi asam lambung akibat histamin. Ada 2 jenis antihistamin, yaitu Antagonis reseptor H1 (AH1) dan Antagonis reseptor H2 (AH2). 1) Antagonis reseptor H1 (AH1) Farmakodinamik :AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan.

Farmakokinetik : Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

Indikasi :AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.

Efek samping :Efek samping yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan AH1 adalah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare,mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan lemah pada tangan.

Golongan dan Contoh ObatDosis DwasaMasa KerjaAktivitas Antikolinergik

ANTIHISTAMIN GENERASI I

Etanolamin

-Karbinoksamin4-8 mg3-4 jam+++

-Difenhidramin25-50 mg4-6 jam+++

-Dimenhidrinat50 mg4-6 jam+++

Etilenediamin

-Pirilamin25-50 mg4-6 jam+

-Tripelenamin25-50 mg4-6 jam+

Piperazin

-Hidroksizin25-100 mg6-24 jam?

-Siklizin25-50 mg4-6 jam-

-Meklizin25-50 mg12-24 Jam-

Alkilamin

-Klorfeniramin4-8 mg4-6 jam+

-Bromfeniramin4-8 mg4-6 jam+

Derivat Fenotiazin

-prometazin10-25 mg4-6 jam+++

Lain-Lain

-siprogeptadin4 mg 6 jam+

-mebhidrolin napadisilat50-100 mg 4 jam+

ANTIHISTAMIN GENERASI II

-astemizol10 mg< 21 jam-

-faksofenadin60 mg12-24 jam-

Lain-Lain

-loratadin10 mg24 jam-

-setirizin5-10 mg12-24 jam

2) Antagonis reseptor H2 (AH2) Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung. Antagonis reseptor H2 yang ada dewasa ini adalah simetidin, ranitidin, famotidine, dan nizatidin.

1. Simetidin dan Ranitidin a. Farmakodinamik :Simetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan ranitidin juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung.

b. Farmakokinetik : Absorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga simetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperanjang efek pada periode pasca makan. Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja.

c. Indikasi : Efektif untuk mengtasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya. Selain itu, juga efektif untuk mengatasi gejala dan mempercepat penyembuhan tukak lambung. Dapat pula untuk gangguan refluks lambung-esofagus.

d. Efek samping : Efek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor H2, seperti nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit, pruritus, kehilangan libido dan impoten.

2. Famotidin a. Farmakodinamik :Famotidin merupakan AH2sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam, dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin 3 kali lebih poten daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.

b. Farmakokinetik : Famotidin mencapai kadarpuncak di plasma kira kira dalam 2 jam setelah penggunaan secara oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melibihi20 jam.

c. Indikasi : Efektifitas pbat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung, refluks esofagitis, dan untuk pasiendengan sindrom Zollinger-Ellison.

d. Efek samping : Efek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.

3. Nizatidina. Farmakodinamik :Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam lambung.

b. Farmakokinetik :Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam, disekresi melalui ginjal.

c. Indikasi :Efektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari selama 8 minggu, tukaklambung, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellion. d. Efek samping :Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek antiandrogenik

b. Kortikosteroid Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di kulit kelenjar adrenal. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku. Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif.

a. Farmakodinamik :-Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain.-Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.

1. Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek anti- inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil. 2. Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.

-Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan massa kerjanya. 1. Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang dari 12 jam. 2. Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis antara 12-36 jam. 3. Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari 36 jam.

b. Farmakokinetik :Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein. Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.

c. Indikasi : Dari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum obat ini digunakan:-Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial dan error dan harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit. -Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya. -Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidakmembahayakan kecuali dengan dosis sangat besar. -Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari hingga dosis melebihi dosissubstisusi, insidens efek samping dan efek letal potensial akan bertambah.-Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapikausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya. -Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar,mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.

d. Kontraindikasi :Sebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolut kortikosteroid. Pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan, keadaan yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi relatif dapat dilupakan, terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien.Bila obat akan diberikan untuk beberapa hari atu beberapa minggu, kontraindikasi relatif yaitu diabetes melitustukak peptik/duodenum, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lainnya.

e. Efek samping : -Efek samping dapat timbul karena peenghentian pemberian secara tiba-tiba atau pemberianterus-menerus terutama dengan dosis besar. -Pemberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat menimbulkaninsifisiensi adrenalm akut dengan gejala demam, malgia, artralgia dan malaise.-Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan dan elektrolit , hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuberkulosis, pasien tukakpeptik mungkin dapat mengalami pendarahan atau perforasi, osteoporosis dll. -Alkalosis hipokalemik jarang terjadi pada pasien dengan pengobatan derivat kortikosteroid sintetik.-Tukak peptik ialah komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada pengobatan dengan kortikosteroid. Sebab itu bila bila ada kecurigaan dianjurkan untuk melaakukan pemeriksaan radiologik terhadap saluran cerna bagian atas sebelum obat diberikan.

VIII. Memahami dan menjelaskan cara islam memilih diantara dua pilihana. Dalil(Tabayun, Istiqomah, Manfaat dan Mudarat)Nabi bersabda ,Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada penyakitnya maka ia akan sembuh dengan izin Allah. (HR Muslim: I/191)Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu, Tidaklah Allah menurunkan panyakit kecuali menurunkan obatnya.(HR Bukhari: VII/158)Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu, pisau bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api. (HR Bukhari dan Muslim)Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untuk kemaslahatan artinya : semua syariat dalam perintah dan larangannya serta hukum-hukumnya adalah untukmashoolihi(manfaat-manfaat)dan makna masholihi adalah : jamak dari maslahat artinya : manfaat dan kebaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, Karnen Garna, Iris Rengganis. 2010. Imunologi Dasar. Ed. 11. FKUI:Jakarta.Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. (2009). Farmakologi dan Terapi. Edisi V, Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI

Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. (2009). Farmakologi dan Terapi. Edisi V, Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.

Dorland, W.A.N. 2010. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

E health links. Synthetic Glucocoticoids.2009. Diunduh dari http://www.endotext.org/adrenal/adrenal14/ch01s02.html

Goodman & Gilman. 2006. The Pharmacological Basis Of Therapeutics 11th ed. McGraw Hill, New York.

Kumar. Cotran. Robbins . 2007. Buku ajar patologi edisi 7. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Setiabudi, Rianto. Dewoto, H.R. dkk. 2012. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Sudoyo, A.W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed.5. Jakarta: Interna Publishing

Werner, R. (2005). A massage therapists guide to Pathology. 3rd edition. Lippincott Williams & Wilkins, Pennsylvania, USA

http://ners.unair.ac.id/materikuliah/IMUNOPATOLOGI.pdfhttp://thifalblog.wordpress.com/2011/02/11/agama-ini-dibangun-untuk-kebaikan-dan-maslahat-dalam-penetapan-syariatnya-dan-untuk-menolak-kerusakan/

1