WRAP UP SKENARIO 1BLOK ENDOKRIN DAN METABOLISMEPENGLIHATAN
TERGANGGU
KELOMPOK B-11
KETUA:Muhamad Eko Prastia(1102012168)SEKRETARIS:Muhammad Azmi
Hakim(1102012170)ANGGOTA:Muchammad Adiguna Said(1102010174)Muhammad
Faisal Alim(1102012171)Muhammad Fajrin(1102012173)Rannissa Puspita
Jayanti(1102012225)Ratna
Kurnianingsih(1102012228)Ratnasari(1102012229)Raysilva Chuneva
Alros(1102012230)Razky Noormansyah(1102012231)
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS YARSI
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510Telp.
62.21.4244574 Fax. 62.21. 4244574
SKENARIO 1
Tn A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata
sejak 2 bulan yang lalu. Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan
lingkaran-lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe 2 sejak 5
tahun. saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila
berjalan.Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan
165 cm, dan indeks massa tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108
cm. Kulit teraba kering dan pada pemeriksaan sensorik dengan
monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terjadi penurunan rasa
nyeri. Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan
funduskopi terdapat mikroaneurisma dan pendarahan dalam retina.
Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2
jam setelah makan 345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl, dan protein urin
postif 3.Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut untuk melihat komplikasi kronik mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi
perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai
ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan pemberiaan insulin
untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat
terjadi akibat pemberian obat.
KATA-KATA SULIT1. Diabetes mellitus tipe 2:intoleransi
karbohidrat, ditandai dengan resistensi insulin, kelebihan produksi
glukosa hepar, dan hiperglikemia2. Ankle brachial index:pengukuran
tekanan darah di arteri dorsalis pedis dan di arteri brachialis3.
Monofilament Semmes Weinstein: tes untuk melihat adanya diabetic
peripheral neuropathy, dengan cara menyentuhkan monofilament ke 10
titik permukaan kulit, yaitu plantar jari 1, 3, 5; plantar
metatarsal 1, 3, 5; plantar jari tengah medial lateral; plantar
tumit dan dorsal sela jari kaki 1,24. Funduskopi:pemeriksaan untuk
melihat dan menilai kelainan dan keadaan pada fundus oculi5.
Mikronaneurisma:pembengkakan pembuluh darah berukuran mikro dan
dapat dilihat sebagai titik-titik kemerahan pada retina6.
Makroangiopati:penyakit pembuluh darah yang terjadi karena lemak
dan bekuan darah terbentuk di pembuluh darah besar, menempel pada
dinding pembuluh dan menghambat aliran darah7.
Mikroangiopati:dinding pembuluh darah kecil menebal dan melemah
sehingga berdarah, membocorkan protein dan memperlambat aliran
darah8. Neuropati:masalah pada saraf yang menyebabkan nyeri, mati
rasa, kesemutan, pembengkakan, atau kelemahan otot pada bagian
tubuh yang berbeda9. Insulin:hormon peptida yang disekresikan oleh
sel pancreas10. HbA1c:untuk mengukur rata-rata konsentrasi glukosa
darah dalam waktu 1 sampai 3 bulan sebelumnya untuk diabetes
mellitus tipe 2
PERTANYAAN1. Apa hubungan antara diabetes mellitus dengan
penglihatan yang terganggu?2. Apa penyebab dari proteinuria?3.
Mengapa telapak kaki terasa nyeri dan kesemutan bila berjalan?4.
Mengapa terjadi kulit kering?5. Mengapa terjadi pendarahan pada
retina?6. Apa hubungan antara pre-hipertensi dengan diabetes
mellitus?7. Apa hubungan antara indeks massa tubuh dengan diabetes
mellitus?8. Makanana apa saja yang mengandung kalori 1900?9. Apa
tujuan dilakukan ankle brachial index? Berapa nilai normalnya?10.
Berapa nilai normal glukosa darah puasa, gula darah 2 jam
post-prandial, gula darah sewaktu, dan HbA1c?11. Apa saja efek
samping insulin?12. Bagaimana pemberian insulin?13. Apa saja jenis
olahraga untuk penderita diabetes mellitus tipe 2?14. Apa perbedaan
antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2?15. Apa tujuan dilakukannya
pemeriksaan monofilament Semmes Weinstein?16. Apa ada hubungan
antara usia, jenis kelamin, dan genetik dengan diabetes
mellitus?17. Apa kriteria makan yang halal dan thayyiban?
JAWABAN1. Karena kebanyakan glukosa di dalam darah, dengan
tiba-tiba menjadi fruktosa. Fruktosa mudah teroksidasi menjadi
sorbitol yang menyebabkan pembuluh darah mata menjadi ruptur
sehingga menimbukan lingkaran gelap dalam penglihatah2. Karena
terjadi kerusakan membran basalis glomerulus, endotel, dan podosit
disebabkan deposit AGE, yang menyebabkan neutrofil menginfiltrasi
glomerulus sehingga terjadi kebocoran3. Karena neuron yang memiliki
sedikit energi, sehingga tidak melaksanakan fungsi sebagaimana
mestinya4. Karena penderita diabetes mellitus mengalami polyuria,
sehingga mengalami dehidrasi menyebabkan kulit menjadi kering5.
Karena terjadi neovaskularisasi sehingga terbentuk pembuluh darah
kecil yang lebih rapuh, maka terjadi pendarahan6. Karena darah
menjadi kental yang menyebabkan jantung memompa lebih keras7.
Obesitas disebabkan pola hidup yang tidak sehat8. Secara prinsip,
asupan karbohidrat yang dikurangi9. Untuk mendeteksi adanya
penyakit arteri perifer. Nilai normal : 0,91-1,310. Glukosa darah
puasa: 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua,
dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan,
mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini
dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO
dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding
dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang
dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.Apabila hasil pemeriksaan
tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke
dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang
diperoleh.1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah
pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban
antara 140 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).2. GDPT : Diagnosis GDPT
ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan
antara 100 125 mg/dL (5.6 6.9 mmol/L).Kriteria diagnosis DM:
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994) :1. Tiga hari sebelum
pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani
seperti biasa2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari)
sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap
diperbolehkan3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa4. Diberikan
glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak),
dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit5.
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan
2 jam setelah minum larutan glukosa selesai6. Diperiksa kadar
glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa7. Selama proses
pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal
atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi
GlukosaTerganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari
hasil yang diperoleh.
Pemeriksaan PenyaringPemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka
yang mempunyai risiko DM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM.
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM,
TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat.
Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi
glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan
tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit
kardiovaskular di kemudian hari.Pemeriksaan penyaring dikerjakan
pada kelompok yang memiliki salah satu faktor risiko DM.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pada
pemeriksaan penyaring ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan
konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau dengan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) standar. Pemeriksaan penyaring untuk
tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan
mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak diikuti dengan
rencana tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan.
Pemeriksaan penyaring juga dianjurkan dikerjakan pada saat
pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up.Kadar glukosa
darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Catatan :Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan
kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang
berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun
Pemeriksaan HbA1CHbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari
reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai
b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah
melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan
ireversibel.7,10,11 Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange
chromatography, HPLC (high performance liquid chromatography),
Electroforesis, Immunoassay, Affinity chromatography, dan analisis
kimiawi dengan kolorimetri.Metode Ion Exchange Chromatography:
harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan
pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan
HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu.Metode HPLC: prinsip
sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta
memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga
direkomendasikan menjadi metode referensi.Metode agar gel
elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi
presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif
palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak
berpengaruh pada metode ini.Metode Immunoassay (EIA): hanya
mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun HbA1A dan
HbA1B, mempunyai presisi yang baik.Metode Affinity Chromatography:
non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak
mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu.
Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi
metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated
hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih
tinggi dari metode HPLC.Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2
jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated
ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar,
dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m
mol/L.
Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1CHbA1C akan meningkat secara
signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa
digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada
penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan
HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat:
pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi.Nilai yang
dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C
penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau
belum.1,18 Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin
tiap 3 bulan sekali.
Reduksi UrinePemeriksaan reduksi urine merupakan bagian
daripemeriksaan urine rutin yang selalu dilakukan diklinik. Hasil
yang (+) menunjukkan adanyaglukosuria. Beberapa hal yang perlu
diingat darihasil pemeriksaan reduksi urine adalah 5 Digunakan pada
pemeriksaan pertama sekali untuk tes skrining, bukan untuk
menegakkan diagnosis1. Nilai (+) sampai (++++)2. Jika reduksi (+):
masih mungkin oleh sebab lain, seperti: renal glukosuria,
obat-obatan, dan lainnya3. Reduksi (++) kemungkinan KGD: 200 300
mg%4. Reduksi (+++) kemungkinan KGD: 300 400 mg%5. Reduksi (++++)
kemungkinan KGD: 400 mg%6. Dapat digunakan untuk kontrol hasil
pengobatan7. Bila ada gangguan fungsi ginjal, tidak bisa dijadikan
pedoman
MikroalbuminuriaMikroalbuminuria: ekskresi albumin di urin
sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20-200 mg/menit.2,3,6,14
Mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi makroalbuminuria.
Sekali makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan yang
menetap dari fungsi ginjal. Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki
mikroalbuminuria pada beberapa pasien, sehingga perjalanan menuju
ke nefropati bisa diperlambat.3,4,6 Pengukuran mikroalbuminuria
secara semikuantitatif dengan menggunakan strip atau tes latex
agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor pasien tes-tes ini
kurang akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah cara
kuantitatif: metode Radial Immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay
(RIA), Enzym-linked Immunosorbent assay (ELISA), dan
Immunoturbidimetry. Metode kuantitatif memiliki presisi,
sensitivitas, dan range yang mirip, serta semuanya menggunakan
antibodi terhadap human albumin.2,6,12,14 Sampel yang digunakan
untuk pengukuran ini adalah sampel urine 24 jam.Ada 3 kategori
albuminuria, yaitu albuminuria normal (200 mg/menit).2,17
Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan minimal 1 X per tahun
pada semua penderita DM usia > 12 tahun.
LO 3.7. Diagnosis bandinga. Cystic fibrosisb. Diabetes mellitus
type lc. Diabetic ketoacidosisd. Drug-induced glucose intolerancee.
Gestational diabetesf. Glucose intoleranceDiagnosis intoleransi
glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes
glukosadarah menunjukkan salah satu dari tersebut dibawah ini :1.
Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)Toleransi Glukosa Terganggu
(TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya
disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75
gram glukosa pada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO)
yaitu antara 140 mg/dl sampai dengan 199 mg/dl. Keadaan ini disebut
juga sebagai prediabetes oleh karena risiko untuk mendapat Diabetes
Melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler sangat besar. Disebut
TGT jika gula darah setelah makan tidak normal, atau berkisar
antara 140-199 mg/dL. Sedangkan gula darah puasa normal.2. Gula
darah puasa terganggu (GDPT = IFG)Kadargula darahyang tinggi,
tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes. Disebut GPT jika
kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori)
tidak normal, atau berkisar 100-125 mg/dL. g. PancreatitisLO 3.8.
KomplikasiDM jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan
timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata,
ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, dan saraf. Dengan penanganan
yang baik, berupa kerjasama yang erat antara pasien dan petugas
kesehatan, diharapkan komplikasi kronik DM dapat dicegah,
setidaknya dihambat perkembangannya (Waspadji,1996)Komplikasi DM
terbagi dua yaitu komplikasi metabolic akut dan komplikasi vascular
jangka panjang. Komplikasi metabolic akut disebabkan perubahan yang
relative akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolic
yang paling serius pada DM tipe 1 adalah ketoasidosis diabetic
(DKA). Komplikasi akut yang lain adalah hiperglikemia hyperosmolar
koma nonketotik(HHNK), dan hipoglikemia (Price dan Wilson,2006)
Komplikasi Metabolik AkutKomplikasi metabolik diabetes
disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi
glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada
diabetes tipe 1 adalah:A. Ketoasidosis Diabetik (DKA).Merupakan
komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini
bisa juga terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar
insulin sangat menurun, dan pasien akan mengalami hal berikut:
Hiperglikemia Hiperketonemia Asidosis metabolikHiperglikemia dan
glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda
keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton
dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton
meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria
dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik
dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien
dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.Akhimya, akibat
penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan
meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi,
karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi
bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini
mungkin.Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik :1.
Dehidrasi 8. Poliuria2. Hipotensi (postural atau supine) 9.
Bingung3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer10. Kelelahan4.
Takikardi 11. Mual-muntah5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram6. Nafas
bau aseton 13. Pandangan kabur7. Hipotermia 14. Koma (10%)B.
Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)Komplikasi
metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada
penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi
insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis.
Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut: Hiperglikemia berat dengan
kadar glukosa serum > 600 mg/dl. Dehidrasi berat UremiaPasien
dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak
segera ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%.
Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat
ketosis.
C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)Hipoglikemia
adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan
glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat
berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah
obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya
glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan
Karsono dkk, memperllihatkan kekerapan episode hipoglikemia
sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada
pria, dan sebesar 65% berlatar belakang DM. meskipun hipoglikemia
sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya
ringan. Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak
memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan
pada tubuhnya.Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah
< 50 mg/dl, meskipun reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada
kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari
hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.
Tanda-tanda Hipoglikemia :1. Stadium parasimpatik: lapar, mual,
tekanan darah turun.2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu,
sulit bicara, kesulitan menghitug sederhana.3. Stadium simpatik:
keringat dingin pada muka terutama di hidung dan bibir, tangan,
berdebar-debar.4. Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau
tanpa kejang.Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada
pemakaian obat oral ataupun suntikan. Ada beberapa catatan
perbedaan antara keduanya:Obat oral memberikan tanda hipoglikemia
lebih berat.Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya,
sedangkan insulin bisa diperkirakan pada puncak kerjanya,
misalnya:Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikanInsulin NPH :
8-10 jam setelah suntikanP.Z.I : 18 jam setelah suntikanObat oral
sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan simpatik),
sedangkan akibat insulin sangat menonjol.
Komplikasi Kronik Jangka PanjangAkibat kadar gula darah yang
tidak terkontrol dan meninggi terus menerus yang dikarenakan tidak
dikelola dengan baik mengakibatkan adanya pertumbuhan sel dan juga
kematian sel yang tidak normal. Perubahan dasar itu terjadi pada
endotel pembuluh darah, sel otot pembuluh darah maupun pada sel
masingeal ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan
dan kematian sel yang akhirnya akan menjadi komplikasi vascular DM.
Struktur pembuluh darah, saraf dan struktur lainnya akan menjadi
rusak. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding
pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami
kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang,
terutama menuju kulit dan saraf. Akibat mekanisme di atas akan
menyebabkan beberapa komplikasi antara lain (Waspadji, 2006) :a.
RetinopatiTerjadinya gangguan aliran pembuluh darah sehingga
mengakibatkan terjadi penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut
akan menyebabkan kelainan mikrovaskular. Selanjutnya sel retina
akan berespon dengan meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan
endotel vaskular yang selanjutnya akan terbentuk neovaskularisasi
pembuluh darah yang menyebabkan glaukoma. Hal inilah yang
menyebabkan kebutaan.b. NefropatiHal-hal yang dapat terjadi antara
lain : peningkatan tekanan glomerular dan disertai dengan
meningkatnya matriks ektraseluler akan menyebabkan terjadinya
penebalan membran basal yang akan menyebabkan berkurangnya area
filtrasi dan kemudian terjadi perubahan selanjutnya yang mengarah
terjadinya glomerulosklerosis. Gejala-gejala yang akan timbul
dimulai dengan mikroalbuminuria dna kemudian berkembang menjadi
proteinuria secara klinis selanjutnya akan terjadi penurunan fungsi
laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan gagal ginjal.
c. NeuropatiYang paling sering dan paling penting gejala yang
timbul berupa hilangnya sensasi distal atau seperti kaki terasa
terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit dimalam
hari.d. Penyakit jantung coronerKadar gula darah yang tidak
terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam
darah meningkat, sehingga mempercepat aterosklerosis (penimbunan
plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali
lebih sering terjadi pada penderita DM. Akibat aterosklerosis akan
menyebabkan penyumbatan dan kemudian menjadi penyakit jantung
koroner.e. Penyakit pembuluh darah kapilerMengenali dan mengelola
berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki diabetes dan ulkus
diabetes merupakan hal yang paling sering pada penyakit pembuluh
darah perifer yang dikarenakan penurunan suplai darah di kaki.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26015/4/Chapter%20II.pdf
)(Price.A. Sylvia, Wilson. M. Lorraine. 2006. Patofisiologi Volume
2. Jakarta: EGC.)
LO 3.9. PencegahanKalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk
menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat sulit,
kerusakan yang terjadi pada umumnya akan menetap. Oleh karena itu,
usaha pencegahan dini untuk komplikasi tersebut sangat diperlukan
dan diharapkan akan sangat bermanfaat untuk menghindari terjadinya
berbagai hal yang tidak menguntungkan (Junita, 2006). Menurut WHO
tahun 1994, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap
yaitu:
Pencegahan Primer Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah
timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi
diabetes atau pada populasi umum.
Pencegahan Sekunder Menemukan pengidap DM sedini mungkin,
misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko
tinggi, dengan demikian pasien DM yang sebelumnya tidak terdiagnosa
dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah
komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel.
Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian
pasien baru dengan cara skrining dimasukkan dalam upaya pencegahan
sekunder supaya lebih diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah
karena dapat reversibel. Untuk negara berkembang termasuk Indonesia
upaya ini termasuk mahal.
Pencegahan Tersier Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau
kecacatan akibat komplikasi itu. Untuk mencegah kecacatan tentu
saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar kemudian
penyulit dapat dikelola dengan baik disamping tentu saja
pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya ini
meliputi: a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes b. Mencegah
berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi
kegagalan organ c. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan
oleh karena kegagalan organ atau jaringan
(http://repository.usu.ac.id/)
LO 3.10. PrognosisUntuk pasien DM tipe II, jika pasien cepat
didiagnosa dan diobati maka akan memperlambat terjadinya komplikasi
pada pasien sehingga morbiditas dan mortalitasnya menurun. Namun,
jika telat didiagnosa dan diobati, maka tingkat mortalitas dan
morbiditasnya akan meningkat karena komplikasi mudah
terjadi.Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan
hidup seperti orang normal., sisanya dapat mengalami kebutaan,
gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk meninggal lebih
cepat.
LI 4. Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Diabetes Melitus Tipe
2Pada penatalaksanaan diabetes mellitus, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet
dan olah raga. Apabila dalam langkah pertama ini tujuan
penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasi dengan langkah
farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik
oral, atau kombinasi keduanya (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes,
2005).
LO 4.1. FarmakologiObat hipoglikemik oral (OHO)Berdasarkan cara
kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:A. Pemicu sekresi insulin
(insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinidB. Peningkat
sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindionC.
Penghambat glukoneogenesis (metformin)D. Penghambat absorpsi
glukosa: penghambat glukosidase alfa.E. DPP-IV inhibito
A. Pemicu Sekresi Insulin1. SulfonilureaObat golongan ini
mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien
dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia
berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan
faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular,
tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
Gambar Mekanisme Sulfonylurase bekerja di dalam tubuh2.
GlinidGlinid merupakan obat yang cara kerjanya sama
dengansulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan
sekresiinsulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam
obatyaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivatfenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat
setelahpemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melaluihati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial.
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
TiazolidindionTiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada
Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu
reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai
efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa
di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan
gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi
cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati
secara berkala.*golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran
karena efek sampingnya.
C. Penghambat glukoneogenesis MetforminObat ini mempunyai efek
utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai
pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5
mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan,
gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin
secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk
memantau efek samping obat tersebut.
Gambar Mekanisme Metformin bekerja di dalam tubuh
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)Obat ini bekerja dengan
mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling
sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
E. DPP-IV inhibitorGlucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan
suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus.
Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang
masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat
penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi
glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim
dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit
GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM
tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1
bentuk aktif merupakanhal rasional dalam pengobatan DM tipe 2.
Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat
yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambatDPP-4), atau
memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1
agonis).Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu
menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin
serta menghambat penglepasan glukagon.Cara Pemberian OHO, terdiri
dari: OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai
dosis optimal Sulfonilurea: 15 30 menit sebelum makan Repaglinid,
Nateglinid: sesaat sebelum makan Metformin : sebelum /pada saat /
sesudah makan Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan
suapan pertama Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum
makan.
LO 4.2. Non-farmakologi1. Pengaturan diet Diet yang baik
merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang
dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengobatan diet pada
diabetes adalah: a. Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar
glukosa darah mendekati kadar normal. b. Mencapai dan
mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal. c. Mencegah
komplikasi akut dan kronik. d. Meningkatkan kualitas hidup. Terapi
nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes mellitus, yang
terpenting dari semua terapi nutrisi adalah pencapian hasil
metabolis yang optimal dan pencegahan serta perawatan komplikasi.
Untuk pasien DM tipe 1, perhatian utamanya pada regulasi
administrasi insulin dengan diet seimbang untuk mencapai dan
memelihara berat badan yang sehat. Penurunan berat badan telah
dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki
respon sel-sel terhadap stimulus glukosa.
2. Olah raga Berolah secara teratur dapat menurunkan dan menjaga
kadar gula darah tetap normal. Prinsipya, tidak perlu olah raga
berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat
bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Beberapa contoh olah raga yang
disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang,
dan lain sebagainya. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes,
2005).
Pengelolaan DM Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2 4 minggu). Apabila
kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi
farmakologis dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) atau
suntikan insulin. Pada keadaan tertentu OHO dapat segera diberikan
sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat,
misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun
cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada kedua keadaan tersebut
perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus (Yuli, 2010). Ada 4 pilar utama
pengelolaan DM yang digunakan sejak lama, dalam pengelolaan pasien
DM tersebut adalah sebagai berikut: Penyuluhan Pelaksanaannya para
penyuluh diabetes itu sebaiknya memberikan pelayanan terpadu dalam
suatu instalasi misalnya dalam bentuk sentral imformasi yang
bekerja 24 jam sehari dan akan melayani pasien atau siapapun yang
menanyakan seluk-beluk tentang diabetes terutama sekali tentang
penatalaksanaannya termasuk diet dan komplikasi (Suyono, 2006).
Penyuluhan Diabetes Melitus dapat dilakukan untuk pencegahan
primer, sekunder dan tersier (Hiwani Mkes FK USU). Menurut Yuli
(2010) penyuluhan tersebut meliputi pemahaman tentang: a. Penyakit
DM. b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM. c.
Penyulit DM. d. Intervensi farmakologis dan nonfarmakologis. e.
Hipoglikemia. f. Masalah khusus yang dihadapi. g. Perawatan kaki
pada diabetes. h. Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran
keterampilan. i. Cara mempergunakan fasilitas perawatan
kesehatan.
Perencanaan Makanan Standar yang dianjurkan adalah makanan
dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan
lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
Karbohidrat 60-70 %, Lemak 20-25 %, Protein 10-15 %. Jumlah kalori
disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
idaman. Makanan dengan komposisi sampai 70-75 % masih memberikan
hasil yang baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300
mg/hari, diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak
jenuh MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poli
Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan
serat 25 g/hari, diutamakan serat larut (Yuli, 2010). Untuk
penentuan status gizi, dipakai Body Mass Indeks (BMI) = Indeks
Massa Tubuh (IMT). BMI = IMT = BB(kg)/TB (m). Klasifikasi status
gizi berdasarkan IMT (Em Yunir, Suharko Soebardi, 2006): a. Berat
badan kurang < 18,5 b. BB normal 18,5 22.9 c. BB lebih 23,0 d.
Dengan resiko 23 24,9 e. Obes I 25 29,9 f. Obes II 30
Kebutuhan Zat Gizi DM Protein Hanya sedikit data ilmiah untuk
membuat rekomendasi yang kuat tentang asupan protein orang dengan
diabetes. ADA pada saat ini menganjurkan mengkonsumsi 10% sampai 20
% energi dari protein total. Menurut konsensus pengelolaan diabetes
di Indonesia kebutuhan protein untuk orang dengan diabetes adalah
10-15% energi (Drh Hiswani Mkes).
Lemak Rekomendasi pemberian lemak (Em Yunir, Suharko Soebardi,
2006): a. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh,
jumlah maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari. b. Jika
kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan
sampai maksimal 7 % dari total kalori per hari. c. Konsumsi
kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL 100
mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg per
hari. d. Batasi asupan asam lemak bentuk trans. e. Konsumsi ikan
seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh
rantai panjang. f. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang
maksimal 10% dari asupan kalori per hari. Karbohidrat Karbohidrat
yang diberikan pada diabetesi tidak boleh lebih dari 55-65 % dari
total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70 %
jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai
tunggal (MUFA = monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram
karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori (Em
Yunir, Suharko Soebardi, 2006).
Vitamin dan Mineral Vitamin dan mineral terdapat pada sayuran
dan buah-buahan, berfungsi utuk membantu melancarkan kerja tubuh.
Apabila kita makan makanan yang bervariasi setiap harinya maka
tidak perlu lagi vitamin tambahan. Diabetisi perlu mencapai dan
mempertahankan tekanan darah yang normal. Oleh karena itu, perlu
membatasi konsumsi natrium. Hindari makanan tinggi garam dan
vetsin. Anjuran makan garam dapur sehari kira-kira 6-7 gram (1
sendok teh).
Serat Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama
dengan untuk orang yang tidak diabetes. Dianjurkan untuk
menkonsumsi 20-35 gr serat makanan dari berbagai sumber bahan
makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25 gr per hari
dengan mengutamakan serat larut (Drh Hiswani Mkes). Natrium Anjuran
asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa yaitu
tidak lebih dari 3000 mg (Drh Hiswani Mkes).
Kandungan kalori DM Kandungan kalori dalam diet penderita setiap
hari ditentukan oleh keadaan penyakit yang dideritanya. Jika
penderita juga tergolong penderita obesitas, maka selain pembatasan
hidrat arang dan lemak, juga dilakukan pembatasan terhadap
kandungan kalori dalam dietnya. Di RS Cipto Mangunkusumo digunakan
delapan diet baku dengan berbagai tingkatan kandungan kalori (Juni,
2006) yaitu: 1. Diet I : 1100 kalori 2. Diet II : 1300 kalori 3.
Diet III : 1500 kalori 4. Diet IV : 1700 kalori 5. Diet V : 1900
kalori 6. Diet VI : 2100 kalori 7. Diet VII : 2300 kalori 8. Diet
VIII : 2500 kalori Diet I sampai III diberikan kepada penderita
diabetes yang tergolong penderita obesitas. Diet IV sampai V
diberikan kepada penderita dengan berat badan normal, Diet VI
sampai dengan VIII diberikan kepada penderita yang kurus, diabetes
dengan komplikasi, atau penderita diabetes yang sedang hamil.
(http://repository.usu.ac.id/)
LI 5. Memahami dan Menjelaskan Retinopati DiabetikumLO 5.1.
Definisi dan klasifikasiDefinisi Retinopati diabetik (RD)merupakan
suatu komplikasi kronik diabetes melitus karena mikroangiopati
vaskular retina yang dapat menimbulkan kebutaan dan umumnya
dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang meliputi,usia dan lama
menderita DM,kontrol gula darah,tipe DM serta penyakit yang
menyertai, misalnya hipertensi dan nefropati.KlasifikasiBerdasarkan
prognosis dan pengobatannya, retinopati diabetic dibagi menjadi dua
bentuk yaitu non-proliferatif dan proliferatif. Retinopati diabetic
nonproliferatif diklasifikasikan lagi menjadi retinopati diabetic
dasar (background diabetic retinopathy) atau retinopati
preproliferatif.a. Retinopati diabetic nonproliferatif.Pada
retinopati diabetic dasar terjadi peningkatan permeabilitas dan
inkompetensi dinding pembuluh darah. Pada kapiler terbentuk
tonjolan kecil bulat (mikroaneurisma), dan vena retina melebar dan
berkelokkelok. Di seluruh retina pada bagianbagian yang berlainan
terlihat berbagai bentuk perdarahan, seperti bentuk nyala api
(flame hemorrhages) karena letaknya di dalam lapisan serabut saraf
yang horisontal, bentuk titik (dothaemorrhages), dan bentuk bercak
(blothaemorrhages) terdapat di retina yang lebih dalam tempat sel
dan akson mengarah vertikal. Kapiler yang bocor mengakibatkan
sembab retina terutama di makula, sehingga retina menebal dan
terlihat berawan.
b. Retinopati diabetic proliferatif.Bentuk retinopati diabetic
paling parah adalah PDR yang sangat berisiko menyebabkan kebutaan.
Karakteristik PDR adalah pembentukan pembuluh darah baru pada atau
di dalam satu diameter diskus (1DD) diskus optikus, di luar diskus
dan 1DD dari batas diskus, proliferasi fibrosis pada atau di dalam
1DD diskus optikus atau tempat lain diretina, preretinal
hemorrhage, dan atau perdarahan vitreous
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26015/4/Chapter%20II.pdf
)LO 5.2. EtiologiFaktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati
adalah : Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri Adanya
komposisi darah abnormal Meningkatnya agregasi platelet dari plasma
menyebabkan terbentuknya mikrothrombin Gangguan endothelium kapiler
menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler, selanjutnyaterjadi
insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti
dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler
Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana
letaknya di depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi
intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo retinal yang tersisa
karena vitreus mengalami retraksi Aliran darah yang kurang lancar
dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif di retina
yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.
Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal Hipertensi
yang kadang-kadang mengiringi diabetes
LO 5.3. EpidemiologiPenelitian epidemiologis di Amerika,
Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah penderita
retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010
menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam
mengalami kebutaan.4 The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785
penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di
Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami
komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati
DM proliferatif.
LO 5.4. Patogenesis dan patofisiologiHiperglikemia kronik
mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi
melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya
reactive oksigen intermediates (ROIs) dan advanced glycation
endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel
pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti
nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1
(IGF-1), dan endotelin yang akan mem- perparah kerusakan.Kedua,
hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan
glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi
akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian
mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim
endotel.Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal
intraseluler protein kinase C (PKC). Vascular endothelial growth
factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF
menstimulasi ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1)
yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel
pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah
retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan
jalur tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan
inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor
angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh
darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya,
defisiensi taut kedap antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah
perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan
di dalam retina dan
vitreous.(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26015/4/Chapter%20II.pdf
)
LO 5.5. Manifestasi klinisGejala Subjektif yang dapat dirasakan
: Kesulitan membaca Penglihatan kabur disebabkan karena edema
macula Penglihatan ganda Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu
mata Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi
perdarahan vitreus Melihat bintik gelap & cahaya
kelap-kelipGejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :
Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama
daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak
dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Mikroaneurisma
terletak pada lapisan nuclear dalam dan merupakan lesi awal yang
dapat dideteksi secara klinis. Mikroaneurisma berupa titik merah
yang bulat dan kecil, awalnya tampak pada temporal dari fovea.
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang
biasanyaterletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior Perubahan
pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya
ireguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like. Hard exudate
merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannyakhusus yaitu
iregular,kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata
membesar dan bergabung. Eksudat inidapat muncul dan hilang dalam
beberapa minggu. Soft exudate yang sering disebutcotton wool
patches merupakan iskemia retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi
akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna
putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan
dihubungkan dengan iskemia retina. Edema retina dengan tanda
hilangnya gambaran retina terutama daerah makula (macula
edema)sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina
awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan nucleus
dalam.
LO 5.6. Pemeriksaan (Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, dan diagnosis)Deteksi dini retinopati DM di pelayanan
kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan funduskopi direk dan
indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi
kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh
American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography.
Keunggulan pemeriksaan ter tersebut adalah mudah dilaksanakan,
interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga
mampu laksana dipelayanan kesehatan primer.Selanjutnya, retinopati
DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic
Retinopathy Study (ETDRS). Di pelayanan primer pemeriksaan fundus
photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada
pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM nonproliferatif
derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan
dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis
mata.Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri
dari pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy,
gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus photography dengan
pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat
dilanjutkan dengan optical coherence tomography (OCT) dan ocular
ultrasonography bila perlu
OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan
kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai
edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular
ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila
visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan
media refraksi.
LO 5.7. Diagnosis banding Neuritis optik Ablasio retina CRAO
CRVODiagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina
lainnya, adalah hipertensive retinopathy.Retinopati hipertensi
adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi
retina pada populasi yang menderita hipertensi.Kelainan ini pertama
kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun ke-19 pada sekelompok
penderita hipertensi dan penyakit ginjal.Tanda-tanda pada retina
yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan
fokal, perlengketan atau nicking arteriovenosa, perdarahan retina
dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan
edema papilla.
LO 5.8. PenatalaksanaanAda tiga pengobatan utama untuk
retinopati diabetes, yang sangat efektif dalam mengurangi
kehilangan penglihatan dari penyakit ini. Pada kenyataannya, bahkan
orang dengan retinopathy memiliki kesempatan 90% dari menjaga visi
mereka ketika mereka mendapatkan perawatan sebelum retina rusak
parah. Ketiga perawatan bedah laser, injeksi triamcinolone ke dalam
mata dan vitrectomy.Penting untuk dicatat bahwa meskipun pengobatan
ini sangat sukses, mereka tidak menyembuhkan diabetes retinopati.
Perhatian harus dilakukan dalam perawatan dengan pembedahan laser
karena menyebabkan hilangnya jaringan retina. Hal ini sering lebih
bijaksana untuk menyuntik triamcinolone. Pada beberapa pasien itu
menghasilkan peningkatan ditandai dari visi, terutama jika ada
edema makula. Menghindari penggunaan tembakau dan koreksi dari
hipertensi terkait langkah-langkah terapi yang penting dalam
pengelolaan diabetes retinopati :
1. Laser photocoagulationLaser photocoagulation dapat digunakan
dalam dua skenario untuk perawatan retinopati diabetes. Hal ini
banyak digunakan untuk tahap awal retinopati proliferatif.
2. Panretinal photocoagulationPanretinal photocoagulation, atau
PRP (juga disebut pencar perawatan laser), digunakan untuk
mengobati diabetes retinopati proliferatif (PDR). Tujuannya adalah
untuk menciptakan 1.000 - 2.000 luka bakar di retina dengan harapan
mengurangi permintaan oksigen retina, dan karenanya kemungkinan
iskemia. Dalam mengobati retinopati diabetes maju, luka bakar yang
digunakan untuk menghancurkan pembuluh darah abnormal yang
terbentuk di retina. Hal ini telah ditunjukkan untuk mengurangi
resiko kehilangan penglihatan berat untuk mata pada risiko dengan
50%.Sebelum laser, dokter mata pupil dan berlaku tetes anestesi
untuk mematikan mata. Dalam beberapa kasus, dokter mungkin juga
mati rasa daerah di belakang mata untuk mencegah ketidaknyamanan
apapun. Pasien duduk menghadap mesin laser sementara dokter
memegang lensa khusus untuk mata. Dokter dapat menggunakan laser
titik tunggal atau laser memindai pola untuk dua pola dimensi
seperti kotak, cincin dan busur. Selama prosedur, pasien dapat
melihat kilatan cahaya. Ini berkedip akhirnya dapat menciptakan
sensasi menyengat tidak nyaman bagi pasien. Setelah perawatan
laser, pasien harus disarankan untuk tidak drive untuk beberapa jam
sementara murid-murid masih melebar. Visi mungkin tetap agak kabur
untuk sisa hari itu, meskipun tidak boleh ada banyak kepedihan di
mata.Pasien mungkin kehilangan sebagian penglihatan periferal
mereka setelah operasi ini, tetapi prosedurnya menyimpan sisa dari
pandangan pasien. Operasi laser juga dapat sedikit mengurangi warna
dan penglihatan pada malam hari.Seseorang dengan retinopati
proliferatif akan selalu berisiko untuk perdarahan baru, serta
glaukoma, komplikasi dari pembuluh darah baru. Ini berarti bahwa
beberapa perawatan mungkin diperlukan untuk melindungi
penglihatan.
3. Intravitreal triamcinolone acetonideTriamcinolone adalah
persiapan yang panjang steroid akting. Ketika disuntikkan dalam
rongga vitreous, itu mengurangi edema makula (penebalan retina pada
makula) disebabkan karena maculopathy diabetes, dan hasil dalam
peningkatan ketajaman visual. Efek dari triamcinolone bersifat
sementara, yang berlangsung sampai tiga bulan, yang memerlukan
suntikan berulang untuk menjaga efek yang menguntungkan. Komplikasi
injeksi triamcinolone intravitreal termasuk katarak, glaukoma
diinduksi steroid dan endophthalmitis.
4. VitrectomyAlih-alih operasi laser, beberapa orang membutuhkan
operasi mata disebut vitrectomy untuk memulihkan penglihatan.
Sebuah vitrectomy dilakukan ketika ada banyak darah di vitreous.
Ini melibatkan menghapus vitreous keruh dan menggantinya dengan
larutan garam. Studi menunjukkan bahwa orang yang memiliki
vitrectomy segera setelah perdarahan besar lebih mungkin untuk
melindungi visi mereka dari seseorang yang menunggu untuk memiliki
operasi.Awal vitrectomy sangat efektif pada orang dengan
insulin-dependent diabetes, yang mungkin berada pada risiko lebih
besar kebutaan dari pendarahan ke dalam mata. Vitrectomy sering
dilakukan dengan anestesi lokal. Dokter membuat sayatan kecil di
sclera, atau putih mata. Selanjutnya, alat kecil ditempatkan ke
dalam mata untuk menghapus vitreous dan masukkan larutan garam ke
dalam mata. Pasien mungkin dapat pulang segera setelah vitrectomy,
atau mungkin diminta untuk tinggal di rumah sakit semalam. Setelah
operasi, mata akan merah dan sensitif, dan pasien biasanya harus
memakai penutup mata yang selama beberapa hari atau minggu untuk
melindungi mata. Obat tetes mata juga diresepkan untuk melindungi
terhadap infeksi.
LO 5.9. Komplikasi1. Rubeosis iridis progresif Penyakit ini
merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.Neovaskularisasi
pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya
hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada
mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati
diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi
pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk
membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke
sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur
mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous
dengan akibat intra ocular presure meningkat dan keadaan sudut
masih terbuka.Suatu saat membrane fibrovaskular ini konstraksi
menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer
(PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra
okuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra
okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada
penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada
pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah.
Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 %
setelah tindakan vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma
neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah
dilakukan operasi.
2. Glaukoma neovaskularGlaukoma neovaskuler adalah glaukoma
sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat pertumbuhan jaringan
fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula
yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan
tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini
adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik
dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan
neovaskular pada iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris
(rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia
dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun
di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai
percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane
fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut,
meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur
mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos
dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut
masih terbuka.
3. Perdarahan vitreus rekurenPerdarahan vitreus sering terjadi
pada retinopati diabetik proliferatif.Perdarahan vitreus terjadi
karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga
vitreus.Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat
dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan perdarahan.Perdarahan
vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau
intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior,
middle, posterior, atau keseluruhan badan vitreous.Gejalanya adalah
perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat
perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang
massif, pasien biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara
tiba-tiba.Oftalmoskopi direk secara jauh akanmenampakkan bayangan
hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada perdahan vitreous
yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan
vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan
adanya darah pada ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu
untuk mendiagnosa perdarahan badan kaca.
4. Ablasio retinaMerupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan
neurosensori retina dari lapisan pigmen epithelium.Ablasio retina
tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran
bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya,
serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.
LO 5.10. PencegahanPencegahan retinopati diabetik merupakan
upaya yang harus dilakukan bersama untuk mencegah atau menunda
timbulnya retinopati dan juga untuk memperlambat perburukan
retinopati.Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic
saat ini meliputi :1. Kontrol glukosa darah, seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, pengontrolan kadar glukosa darah yang baik
secara signifikan menurunkan resiko perkembangan retinopati
diabetik dan juga progresifitasnya.2. Kontrol tekanan darah3.
Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang
dilakukan)4. Laser koagulasiPerkembangan laser fotokoagulasi retina
secara dramatis telah mengubah penanganan retinopati diabetik.
Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina telah
dipraktiskan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi
melalui percobaan klinikal yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR
(Non-proliferatife Diabetic Retinopathy) dan PDR (Proliferative
Diabetic Retinopathy) dan juga untuk beberapa tipe makulopati.
Mekanisme kerja yang jelas tidak diketahui tapi telah dicadangkan
bahwa fotokoagulasi lokasisistemik mencegah pembebasan sesuatu yang
belum diidentifikasi, faktor vasoformatif pada penyakit
proliferative. Penanganan ini harus dilakukan pada stadium awal.
Foto koagulasi untuk NPDR dengan macula udem yang signifikan secara
klinis disebut fotokoagulasi macula, manakala fotokoagulasi luas
untuk PDR disebut fotokoagulas panp-retinal.
LO 5.11. PrognosisKontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%)
dapat mempertahankan atau menunda retinopati.Hipertensi arterial
tambahan juga harus diobati (dengan tekanan darah disesuaikan