LI.1. Memahami & Menjelaskan Anatomi Makroskopis dan
Mikroskopis Meninges dan LCS (Ventrikel)
A. Makroskopis
MENINGES
Meninges berfungsi untuk melindungi otak atau medulla spinalis
dari benturan atau pengaruh gravitasi. Fungsi ini diperkuat oleh
LCS yang terdapat dalam spatium subarachnoidea.
Meninges terdiri dari:
A. Duramater
Dura = keras, mater = ibu
Merupakan pembungkus SSP plaing luar yang terdiri dari jaringan
ikat padat. Dalam otak membentuk 5 sekat:
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebelli
3. Falx cerebelli
4. Diphragma sellae
5. Kantung Meckelli
Ditempat tertentu, antara lapisan luar dan dalam dura terbentuk
ruang yaitu sinus (venosus) duraematris yang termasuk dalam sistem
pembuluh darah bail.
Berdasarkan bagian SSP yang dibungkusnya, dibedakan atas:
1) Duramater Encephali
1. Lapisan luar (lapisan endosteal = lapisan periosteal)
Melekat erat ke periosteum tengkorak (terkuat pada sutura dan
basis cranii). Terdapat jonjot jaringan ikat dan vasa ke
periosteum.
Melekat erat pada foramen magnum dan tidak berhubungan dengan
lapisan luar medulla spinalis. Pada tempat tertentu, celah yang
terbentuk antara lapisan duramater dengan periosteum dinamakan
cavum epidural.
Isi cavum epidural encephali tidak berhubungan dengan cavum
epidural spinalis, isi cavum epidural:
Jaringan ikat jarang
Sedikit lemak
Plexus venosus
Vena
Arteri
Vasa lymphatica
Antara lapisan dalam dan luar dapat terjadi:
Pembentukan celah sinus (venosus) duramatris
Pembentukan sekat:
Falx cerebri:
Memisahkan kedua hemispaherum cerebri yang melekat mulai dari
sutura sagitalis ( memasuki fissura longitudinalis ( melekat pada
crista galli didepan ( ke protuberantia occipitale interna (
dilanjtkan sebagai tentorium cerebelli.
Sinus (venosus dura) yang dibentuk adalah:
Pada tepi atas sinus sagitalis superior
Pada tepi bawah sinus sagitalis inferior
Pada lanjutan ke tentorium cerebelli ikut membentuk sinus
rectus
Tentorium cerebelli
Memisahkan cerebellum dengan bagian occipitale hemicerebri dan
ke atas menyambung menjadi falx cerebri
Pada tepi depan terdapat lobang yang ditembus oleh
mesencephalon. Sinus dura yang dibentuk adalah:
Kelateral dan belakang ( sinus transvesus
Kedepan ( sinus petrosus superior
Falx cerebelli
Berbentuk segitiga, memisahkan haemispaherum cerebeli kiri dan
kanan.
Diphragma sellae
Membentang sepanjang processus clinoidea menutupi hypofisis yang
terletak pada cekungan sella turcica
Ditengahnya terdapat lobang tempat keluarnya infundibulum
hypofisis yang dikelilingi oleh sinus cavernosa atau sinus
circularis
Kantung Meckelli
Membungkus ganglion semilunare N. Trigeminus
2. Lapisan dalam
Menghadap ke arachnoidea
Dilapisi mesotel (sama dengan mesotel pleura, pericardium pars
serosa dan peritoneum). Menghasilkan serosa yang berfungsi untuk
lubrikasi permukaan dalam duramater dengan permukaan luar arachnoid
sehingga gesekan keduanya dapat diredam dan mencegah kerusakan
Lanjut menjadi lapis dalam duramater spinalis
Antara duramater dengan arachnoid terdapat cavum subdura,
mengandung:
Cairan serosa ( untuk meredam
Bridging nein ( menghubungkan antara vena cerebri superior ke
sinus sagitalis superior
2) Duramater spinalis
Lapisan luar melekat pada:
Foramen occipitale magnum, lanjut menjadi dura encephali
Perioceum vertebra cervicalis 2-3
Lig. Longitudinale posterius
Cavum epidural dan subdural
Setinggi os sacrale 2, dura spinalis membungkus fillim terminale
dan akhirnya melekat pada os. Coccygeus
Antara L2 dengan S2 cavum epidural diisi oleh cauda equina yang
merupakan untaian Nn. Spinalis sebelum keluar melalui foramen
intervertebralis yang sesuai. Perlu diketahui, ujung paling bawah
medulla spinalis adalah setinggi vertebra lumnal 2 sehingga banyak
sekali Nn. Spinalis yang terbentuk diatas dan harus turun untuk
mencapai foremen intervertebralis yang sesui.
Ruang subarachnoid mempunyai pelebaran-pelebaran yang disebut
sisterna. Salah satu pelebaran terbesar adalah sisterna.
ASPEK KLINIS
Benturan benda keras ( bridging vein putus ( perdarahan (
Hematoma subdural Pada ruang ekstradural/epidural (antara dura dan
tulang tengkorak) terdapat alur-alur A. Meningea media, anterior
dan posterior. Jika fraktur melintasi salah satu alur ( merusak A.
Meningea (paling banyak A. Meningea media) ( hematoma
ekstradural/epidural
Pembuluh darah yang menembus jaringan otak ( darah masuk ke
jaringan otak ( perdarahan intraserebral.Tambahan:
Kulit kepala yang melekat pada tengkorak merupakan jaringan ikat
padat fibrosa yang dapat bergerak dengan bebas disebut galea
aponeurotika yang membantu meredam kekuatan trauma eksternal.
Diatas galea terdapat lapisan membran, yang mengandung pembuluh
darah, lapisan lemak, kulit dan rambut.
Antara galea dan permukaan luar tengkorak terdapat ruang
subaponeurotika yang berisi V. Diploika dan V. Emisaria yang
bertindak sebagai suatu pengaman apabila terjadi peningkatan
intrakranial. Vena ini juga merupakan temoat potensial untuk
infeksi intrakranial.
B. ArachnoideaArachnoidea yaitu selaput tipis yang membentuk
sebuah balon yang berisi cairan otak meliputi seluruh susunan saraf
sentral, otak, dan medulla spinalis. Arachnoidea berada dalam balon
yang berisi cairan. Ruang sub arachnoid pada bagian bawah serebelum
merupakan ruangan yang agak besar disebut sistermagna. Ruangan
tersebut dapat dimasukkan jarum kedalam melalui foramen magnum
untuk mengambil cairan otak, atau disebut fungsi sub
oksipitalis.
1) Arachnoidea Encephali
Permukaan yang menghadap kearah piamater punya pita-pita
fibrotik halus : TRABEKULA ARACHNOIDEA Pada beberapa tempat
menonjol ke sinus daramater : VILLI ARACHNOIDEA2) Arachnoidea
Spinalis
Struktur sama dengan arachnoidea encephali Ke kranial melalui
foramen occipetale magnum lanjut mejdai arachnoidea encephali
Kaudal ikt membentuk filum terminale3) Cavum subarachnoidea
encephaliC. PiameterMerupakan selaput tipis yang terdapat pada
permukaan jaringan otak. Piameter berhubungan dengan arachnoid
melalui struktur jaringan ikat. Tepi flak serebri membentuk sinus
longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior yang
mengeluarkan darah dari flak serebri tentorium memisahkan serebrum
dengan serebelum (Willson, 2006).
1) Piamater Encephali
Membungkus seluruh permukaan otak dan cerebelum termasuk sulci
dan gyri
2) Piameter spinalisVENTRICULUS
Terdiri dari :
1. Ventrikulus lateralis
Berbentuk huruf C panjang dan menempati hemisphareum cerebri
Berhubungan dengan ventrikulus tertius melalui foramen
interventricular(Monroi) yang terletak di bagian depan dinding
medial ventrikulus.
Dibedakan :
Corpus : dalam lobus parietalis
Cornu anterior (cornu frontalis)
Cornu posterior (cornu occipitalis)
Cornu inferior (cornu temporalis)
Atrium s. Trigonus : bagian yang terletak dekat splenulum
2. Ventrikulus tertius
Antara dua thalamus kanan dan kiri. Berhubungan dengan
ventrikulus quartus melalui aquaeductus cerebri (Sylvii)
3. Ventrikulus quartus
Antara pons, medula oblongata bagian atas dengan cerebellum.
Kebawah melanjutkan diri ke canalis centralis di dalam medula
spinalis.
Keatas ke cavum subarachnoidea melalui 3 lubang diatas
ventriculus quartus yaitu 1 foramen magendi dan 2 foramen
luscka
4. Ventrikulus terminalis
Ujung paling bawah caudalis sentralis yang sedikit melebar
B. MIKROSKOPIK
MENINGES
1. Duramater
Terdiri dari lapisan luar dan lapisan dalam. Lapisan luar atau
disebut juga lapisan endosteum merupakan jaringan ikat padat dengan
banyak pembuluh darah dan saraf. Lapisan dalam atau lapisan fibrosa
kurang mengandung pembuluh darah, dilapisi epitel selapis gepeng di
mesoderm.
2. Arachnoid
Membran tipis, halus non vaskuler yang melapisi dura
Membran arachnoid dan trabekulanya, tersusun dari serat-serat
kolagen halus dan serat elastis
Semua permukaan dilapisi oleh lapisan yang kontinyu terdiri dari
epitel selapis gepeng.
3. Piamater
Lapisan piamater yang lebih superfisial, tersusun dari
anyaman-anyaman jaring serat kolagen, yang berhubungan dengan
arachnoid dan lebih nayat pada medulla spinalis. Lapisan dalam
terdiri dari serat-serat retikular dan elastin yang halus, lapisan
tersebut memberi septum median posterior yang fobrosa ke dalam
subtansia medulla spinalis. Permukaan piamater tertutup epitel
selapis gepeng, yang melanjutkan diri menjadi sel-sel yang melapisi
jaringan arachnoid.
VENTRIKULUS
Sel ependim ( Melapisi dinding rongga ventriculus di otak dan
kanalis sentralis medula spinalis Plexus Choroidalis ( Mrp lipatan2
invaginasi piamater yg menembus ventrikel. Tdd jar. Peny. Piamater,
dilapisi oleh epitel selapis kuboid atau torak rendah yg berasal dr
neural tube.Menghasilkan cairan cerebrosipnalis (LCS) LI 2.
MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FISIOLOGI LCS Fungsi1. Menyokong dan
melindungi otak dan spinal cord
2. Sebagai shock absorber antara otak dan tulang cranium (otak
dan CSF memiliki gaya berat spesifik yang kurang-lebih sama
sehingga otak dapat dengan aman terapung dalam cairan ini)3.
Menjaga agar otak dan spinal cord tetap basah sehingga memungkinkan
pertukaran zat antara CSF dan sel saraf
4. Mempertahankan tekanan intracranial
5. Transportasi nutrisi bagi jaringan saraf mengangkut produk
sisa
6. Sebagai buffer / lingkungan yang baik bagi jaringan saraf
7. Menjaga hemeostatis dengan cara: Mechanical protection
(sebagai bantalan untuk jaringan lunak otak & medulla
spinalis.)
Sirkulasi (sebagai tempat pertukaran nutrien dan zat buangan
antara darah dan jaringan saraf) Chemical protection (melindungi
otak & medulla spinalis dari bahan kimia yang berbahaya)
Normal performance of CSF
Jernih (tidak berwarna) seperti air.
Ditemukan sel-sel mononuclear (limfosit 2 5 sel/ml dan
monosit).
Tidak ditemukan mikroorganisme
Sifatnya basa / alkali
Tidak berbau
Perubahan performa CSF karena infeksi :
1. Infeksi bakteri ( bakteri mengeluarkan zat kimia yang sesuai
dengan reseptor pada neutrofil ( neutrofil tertarik ( kadar
neutrofil dalam CSF meningkat
2. Infeksi bakteri ( bakteri menggunakan glukosa sebagai bahan
bakar energi ( kadar glukosa dalam CSF menurun
3. Infeksi bakteri ( terjadi peradangan ( permeabilitas sawar
darah otak terganggu ( protein berukuran besar dapat masuk (
terjadi peningkatan kadar protein dalam CSF
4. Infeksi bakteri ( terjadi pendarahan ( warna CSF akan
berubah
Tabel Karakteritik CSF Dewasa Normalkadar CSFrelatif terhadap
kadar plasma
- Tekanan
- pH
- Protein total
- Imunoglobin
- Albumin / globulin
- Glukosa
- Asam Laktat
- Urea (sebagai nitrogen urea)
- Glutamin
- Limfosit75-200 mmH2O
7,32-7,35
15-45 mg/dl
0,75-3,5 mg/dl
8 : 1
40-70 mg/dl
10-20 mg/dl
10-15 mg/dl
< 20 mg/dl
2-5/mlSedikit lebih rendah
0,2-0,5 %
< 0,1 %
3-4 kali lebih tinggi
50-80 % dari kadar dalam darah 30-60 menit sebelumnya
Hampir sama
Hampir sama
Hampir sama
Komposisi dan Volume Cairan cerebrospinal jernih, tidak berwarna
dan tidak berbau. Nilai normal rata-ratanya yang lebih penting
diperlihatkan pada tabel 1. Nilai Normal Cairan Cerebrospinal
Daerah Penampilan Tekanan (dalam mm air) Sel (per ul) Protein
Lain-lain
Lumbal Jernih dan tanpa warna 70-180 0-5 15-45 mg/dl Glukosa
50-75 mg/dl
Ventrikel Jernih dan tanpa warna 70-190 0-5 (limfosit) 5-15
mg/dl Nitrogen non protein 10-35 mg/dl. Tes Kahn dan wasserman
(VDRL) negatif
LCS terdapat dalam suatu system yang terdiri dari spatium liquor
cerebrospinalis internum dan externum yang saling berhubungan.
Hubungan antara keduanya melalui dua apertura lateral dari
ventrikel keempat (foramen Luscka) dan apetura medial dari
ventrikel keempat (foramen Magendie). Pada orang dewasa, volume
cairan cerebrospinal total dalam seluruh rongga secara normal 150
ml; bagian internal (ventricular) dari system menjadi kira-kira
setengah jumlah ini. Antara 400-500 ml cairan cerebrospinal
diproduksi dan direabsorpsi setiap hari.
TekananTekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah
70-180 mm air; perubahan yang berkala terjadi menyertai denyutan
jantung dan pernapasan. Takanan meningkat bila terdapat peningkatan
pada volume intracranial (misalnya, pada tumor), volume darah (pada
perdarahan), atau volume cairan cerebrospinal (pada hydrocephalus)
karena tengkorak dewasa merupakan suatu kotak yang kaku dari tulang
yang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap penambahan volume tanpa
kenaikan tekanan.
Sirkulasi LCS
Keterangan:Cairan bergerak dari ventrikel lateral ( melalui
foramen interventrikular (Munro) menuju ventrikel ke-3 otak (tempat
cairan semakin banyak karena ditambah oleh plexus koroid) melalui
aquaductus cerebral (Sylvius) ( menuju ventrikel ke-4 (tempat
cairan ditambahkan kembali dari pleksus koroid) melalui tiga lubang
pada langit-langit ventrikel ke-4 bersirkulasi melalui ruang
subarakhnoid, di sekitar otak dan medulla spinalis direabsorsi di
vili arakhnoid (granulasi) ke dalam sinus vena pada duramater (
kembali ke aliran darah tempat asal produksi cairan tersebut.
Makroskopis
Untuk pemeriksaan makroskopis selalu bandingkan cairan
serebrospinal dengan aquadest untuk melihat kelainan yang ringan.1.
Warna
Cairan otak normalnya jernih seperti aquadest. Jika ada warna
kemungkinannya antara lain :a. Merah
Warna merah disebabkan karena adanya darah. Harus dibedakan
antara darah karena trauma pungsi atau perdarahan subarachnoidal.
Jika darah berasal dari pungsi, maka dalam tabung pertama terdapat
yang terbanyak, tabung kedua dan ketiga makin kurang jumlahnya.
Jika dibiarkan atau di sentrifugasi cairan serebrospinal jernih dan
darah akan membentuk bekuan. Pada perdarahan subarachnoidal, darah
pada ketiga tabung sama jumlahnya dan tidak akan membeku serta
cairan serebrospinal berwarna kuning.
b. Coklat
Warna coklat menunjukkan adanya perdarahan yang tua dan
disebabkan oleh eritrosit yang mengalami hemolisis. Cairan
serebrospinal berwarna kuning setelah disentrifugasi.
c. Kuning (xanthokromi)
Disebabkan karena adanya perdarahan tua, mungkin juga karena
ikterus berat oleh kadar protein yang tinggi.
d. Keabu-abuan
Disebabkan oleh leukosit dalam jumlah besar seperti didapat pada
radang purulen.2. Kekeruhan
Untuk menguji kekeruhan, cairan serebrospinal dibandingkan
dengan tabung berisi aqua destillata. Pada keadaan normal, cairan
otak sejernih aquadest. Umumnya kekeruhan dapat disebabkan oleh
darah, sel-sel peradangan (epitel dan leukosit) dan oleh
kuman-kuman. Penambahan jumlah sel (pleiositosis) tidak selalu
disertai dengan kekeruhan. Seperti pada ensefalitis, meningitis
tuberkulosa, meningitis sifilitika dan poliomyelitis.Pada umumnya
sebanyak 200 sel/ul atau kurang tidak menyebabkan kekeruhan yang
dapat dilihat. Kadar 200-500 sel/ul membuat cairan sedikit keruh
dan kadar lebih dari 500 sel/ul menimbulkan kekeruhan. Kekeruhan
yang jelas terjadi pada meningitis purulenta. Laporan untuk hasil
pemeriksaan : jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh.3.
Sedimen
Cairan otak normal walaupun disentrifugasi tidak akan
menimbulkan sedimen sedikitpun. Adanya sedimen merupakan adanya
abnormalitas. Jumlah sedimen berbanding lurus dengan kekeruhan
otak.4. Bekuan
Cairan otak normal walaupun didiamkan tidak akan membentuk
bekuan karena tidak mengandung fibrinogen. Jika terjadi bekuan,
laporkan wujud bekuan apakah halus sekali, menyusun keping-keping,
menyusun serat-serat, berupa selaput atau ada bekuan yang kasar dan
besar. Bekuan terjadi apabila terdapat fibrinogen di cairan
serebrospinal dan biasanya disertai dengan bertambanya protein
(albumin dan globulin).Pada meningitis tuberkulosa terbentuk bekuan
yang sangat halus dan sangat renggang. Bekuan yang merupakan
selaput tipis di atas permukaan juga mungkin didapat pada
peradangan yang menahun.Adanya bekuan yang besar atau kasar
mengarah kepada meningitis purulenta. Bekuan en masse, yaitu cairan
otak yang membeku seluruhnya ditemukan pada sindroma Froin dan pada
perdarahan besar.Pada ensefalitis dan poliomyelitis biasanya tidak
terjadi bekuan.
Mikroskopis
1. Menghitung Jumlah Sel
Pemeriksaan ini harus segera dilakukan sebaiknya dalam waktu
setengah jam setelah mendapat cairan serebrospinal karena
leukosit-leukosit sangat cepat rusak. Dalam keadaan normal didapat
0-5 sel/ul cairan karena itu dipakai pengenceran dan kamar hitung
yang berlainan dengan cara menghitung leukosit dalam darah. Kamar
hitung yang sering dan sebaiknya digunakan ialah menurut
Fuchs-Rosenthal, tinggi kamar hitung 0,2 mm dan luasnya 16 mm2.
Larutan pengencer adalah larutan Turk pekat.Dalam keadaan normal
didapat 0-5 sel/ul cairan serebrospinal. Jika terdapat eritrosit,
eritrosit tersebut tidak dihitung. Bila ditemukan 6-10 sel/ul
cairan termasuk batas keadaan abnormal, sedangkan lebih dari 10
sel/ul berarti abnormal. Pada anak-anak di bawah umur 5 tahun
sampai 20 sel/ul masih dalam kisaran normal.Jika ada lesi setempat
yang bersifat menahun dan degeneratif yang tidak disertai radang
atau radang yang sangat ringan, jumlah sel tidak meningkat atau
hanya meningkat sedikit saja. Misalnya pada keadaan meningismus,
tumor otak tanpa komplikasi dan sklerosis multipel.Poliomyelitis,
ensefalitis dan neurosifilis disertai pleiositosis ringan sampai
200 sel/ul, begitu juga dengan meningitis tuberkulosa. Jumlah sel
yang besar sekali didapat pada meningitis acuta purulenta.2.
Menghitung Jenis Sel
Meskipun dalam cairan serebrospinal ada lebih dari dua jenis
sel, namun hanya dibuat perbedaan antara sel yang berinti satu
(limfosit) dan yang polinuklear (segmen). Jika jumlah sel tidak
terlalu banyak, yaitu kurang dari 50/ul sudah cukup untuk membuat
hitung jenis dari kamar hitung saja dengan hanya membedakan
limfosit dari segmen. Jika jumlahnya lebih besar, cara tersebut
tidak dapat digunakan.
Dalam keadaan normal hanya ditemukan limfosit saja. Pada infeksi
ringan yang menahun dan disertai pleiositosis sedang, meningitis
tuberkulosa dan meningitis sifilitika ditemukan terutama sel
limfosit. Pada peradangan mendadak oleh causa manapun (misalnya
meningococci dan pneumococci) ditemukan sel-sel segmen. Jumlah
segmen besar dapat ditemukan pula pada infeksi pyogen setempat
seperti abses serebral atau ekstradural.
Jumlah segmen yang meningkat menandakan proses sedang menghebat
sedangkan bila limfosit bertambah maka proses tersebut mereda.
3. Bakterioskopi
Kuman yang paling sering terdapat di dalam cairan serebospinal
adalah M. tuberculosis, meningococci, pneumococci, streptococci dan
H. influenzae.
Pemeriksaan bakteriologi berguna untuk mengetahui etiologi
radang. Pewarnaan yang dipakai adalah pulasan menurut Gram dan
Ziehl-Nielsen atau Kinyoun. Sedimen merupakan bahan
pemeriksaan.
Pulasan terhadap batang tahan asam baik dilakukan dengan bekuan
halus atau dengan selaput permukaan sebagai bahan pemeriksaan pada
meningitis tuberkulosa.
II.3. Pemeriksaan BakteriologiPemeriksaan bakteriologi yang baik
adalah dengan langsung menampung cairan serebrospinal dari jarum
pungsi ke dalam medium biakan. Jika hal tersebut tidak mungkin
dilakukan, segera kirim bahan tersebut dalam tabung steril ke
laboratorium secepatnya. Jika terpaksa menunggu, simpan tabung di
dalam lemari pengeram 37oC.
II.4. Pemeriksaan Kimia
1. Protein
Pemeriksaan protein dalam cairan serebrospinal adalah yang
paling penting di antara pemeriksaan kimia. Pemeriksaan dapat
dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Jika ada darah dalam cairan serebrospinal, hasil pemeriksaan
tidak ada artinya lagi (dengan cara manapun).
a. Tes Busa
Merupakan tes kasar terhadap kadar protein yang sangat
meningkat. Jika cairan serebrospinal normal dikocok kuat-kuat, maka
busa yang muncul hanya sedikit dan menghilang lagi setelah
didiamkan 1-2 menit. Jika kadar protein sangat tinggi, lebih banyak
busa yang terbentuk dan tidak hilang setelah didiamkan selama 5
menit.
b. Tes Pandy
Reagens Pandy, yaitu larutan jenuh fenol dalam air bereaksi
dengan globulin dan albumin. Tes Pandy mudah dilakukan pada waktu
pungsi dan sering dijalankan sebagai bedside test.
Dalam keadaan normal tidak akan terjadi kekeruhan atau kekeruhan
yang sangat ringan berupa kabut halus. Semakin tinggi kadar
protein, semakin keruh hasil reaksi. Penilaian harus segera
dilakukan setelah pencampuran cairan serebrospinal dengan
reagens.
Hasil negatif bila tidak terdapat kekeruhan atau kekeruhan yang
sangat halus berupa kabut. Hasil positif bila terdapat kekeruhan
yang lebih berat.
c. Tes Nonne
Reagens yang digunakan adalah larutan jenuh amoniumsulfat. Tes
Nonne digunakan untuk mengukur kadar globulin dalam cairan
serebrospinal. Tes Nonne juga sering digunakan sebagai bedside test
pada waktu mengambil cairan serebrospinal dengan pungsi.
Hasil negatif apabila tidak terjadi kekeruhan pada perbatasan.
Hasil positif apabila terbentuk cincin keruh pada perbatasan.
Semakin tinggi kadar globulin semakin tebal cincin keruh yang
terjadi.
Tes Nonne lebih bermakna dibandingkan Tes Pandy karena cairan
serebrospinal dalam keadaan normal pada Tes Nonne menunjukkan hasil
negatif.
d. Penetapan Protein Kuantitatif
Kadar protein dapat diukur dengan cara : Fotokolorimetri
Dengan mengukur absorbansi larutan setelah membuat warna dengan
reaksi biuret atau mengukur warna hasil reaksi warna dengan tirosin
atau triptofan.
Turbidimetri
Diukur kekeruhan yang timbul oleh reaksi antara protein dan asam
sulfosalisilat atau reagens lain yang mengendapkannya.Batas-batas
normal kadar protein dipengaruhi oleh tempat pengambilan cairan
otak. Semakin kranial, semakin kurang kadar protein.
LokasiKadar Protein
Ventriculi5-15 mg/dL
Cisterna Magna10-25 mg/dL
Lumbal15-40 mg/dL
Dalam keadaan normal terdapat protein terutama albumin yang ada
di dalam cairan serebrospinal. Pada keadaan patologik
globulin-globulin juga akan muncul beserta fibrinogen. Dalam cairan
serebrospinal juga terdapat fraksi-fraksi protein yang diukur
dengan menggunakan elektroforesis dan imunoelektroforesis sebagai
berikut :
Fraksi ProteinKadar
Prealbumin4,6 1,3%
Albumin49,5 6,5%
-1-globulin6,7 2,1%
-2-globulin8,3 2,1%
-globulin18,5 4,8%
-globulin8,2 2,7%
Perubahan dalam konsentrasi fraksi-fraksi protein dapat
dihubungkan dengan kelainan neurologis tertentu.
Pada banyak keadaan abnormal kadar protein total meningkat.
Kadar protein yang sangat tinggi (200-1000 mg/dL) ditemukan pada
meningitis purulenta, perdarahan subarachnoidal dan jika ada suatu
penyumbatan. Hampir semua macam penyakit organik pada susunan saraf
pusat disertai meningginya kadar protein, derajat meningkatnya
protein sesuai dengan beratnya lesi.
2. Glukosa
Penetapan glukosa harus dikerjakan dengan cairan serebrospinal
segar karena sel-sel dan mikroorganisme akan mengurangi jumlahnya.
Kadar normal glukosa 50-80 mg/dL atau kira-kira setengah dari kadar
dalam plasma, maka sebaiknya selalu melakukan penetapan kadar
glukosa darah. Indikasi terutama untuk pasien dugaan meningitis.
Pada meningitis bakterial kadar glukosa menurun. Kadar normal
disertai pleiositosis ditemukan pada peradangan nonbakterial. Pada
meningitis purulenta kadar glukosa turun, mungkin hingga mencapai
nol. Kadar glukosa biasanya tidak berubah pada ensefalitis, tumor
otak dan neurosifilis.
Pemakaian metode carik celup pada pemeriksaan glukosa cairan
serebrospinal tidak dianjurkan.3. Klorida
Seperti glukosa, kadar klorida dalam cairan serebrospinal turut
naik turun dengan kadar klorida dalam plasma darah, maka perlu
penetapan kadar klorida serum.Dalam keadaan normal kadar klorida
dalam cairan serebrospinal 720-750 mg/dL (disebut sebagai NaCl).
Sedangkan nilai normal dalam serum 550-620 mg/dL (sebagai
NaCl).Penetapan kadar klorida berguna pada diagnosis meningitis.
Pada meningitis akuta kadar akan menurun hingga kurang dari 680
mg/dL. Pada meningitis tuberkulosa terjadi penurunan sangat
drastis, biasanya sampai kurang dari 600 mg/dL.Peradangan setempat,
peradangan nonbakterial, tumor otak, ensefalitis, poliomyelitis dan
neurosifilis tidak disertai perubahan kadar klorida.4. Koloid
Apabila cairan serebrospinal normal diencerkan secara berderet
dengan larutan garam kemudian dicampur dengan suatu suspensi
koloidal maka keadaan koloid tidak akan terganggu olehnya. Tetapi
jika cairan serebrospinal abnormal, keadaan akan berubah dan akan
terlihat perubahan warna atau presipitasi dalam koloid itu.
Perubahan yang terjadi dalam larutan koloid tidak secara uniform
dengan semua pengenceran, melainkan akan memperlihatkan perubahan
maksimal pada pengenceran rendah, yang pertengahan atau yang tinggi
(first zone, mid zone atau end zone).Dasar reaksi ini berkaitan
dengan kadar protein dan dengan perubahan kuantitatif dan
kualitatif pada fraksi-fraksi protein.Derajat perubahan dalam
suspensi koloid biasanya dinilai dengan angka 0 (tanpa perubahan)
sampai 5 (perubahan total). LI 3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN LUMBAL
PUNGSI
1. DEFINISI Lumbar puncture adalah upaya pengeluaran cairan
serebrospinal dengan memasukan jarum ke dalam ruang subarakhnoid.
(Brunner and Suddarths, 1999, p 1630)
Lumbar puncture adalah test diagnostic invasive, dimana CSF
dikeluarkan untuk pemeriksaan, dan mengukur tekanan spinal.
Lumbar puncture dilakukan oleh dokter menggunkan jarung dengan
teknik aseptic. Jarum punksi lumbal dimasukan diantara vertebra
lumbal ke-3 dan ke-4 atau ke-4 dan ke-5 hingga mencapai ruang
subarachnoid dibawah medulla spoinalis di bagian causa equine.
Manometer dipasang diujung jarum via dua jalan dan cairan
serebrospinal memungkinkan mengalir ke manometer untuk mengetahui
tekanan intraspinal.
2. INDIKASI LUMBAL PUNGSI :
1. Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk
pemeriksan sel, kimia dan bakteriologi2. Untukmembantu pengobatan
melalui spinal, pemberian antibiotika, anti tumor dan spinal
anastesi3. Untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara pada
pneumoencephalografi, dan zat kontras pada myelografi3.
KONTRAINDIKASI LUMBAL PUNGSI :
1. Adanya peninggian tekanan intra kranial dengan tanda-tanda
nyeri kepala, muntah dan papil edema
2. Penyakit kardiopulmonal yang berat
3. Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi
4. PERSIAPAN LUMBAL PUNGSI :
1. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LP
2. Jelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan
pasien/keluarga terutama pada LP dengan resiko tinggi
5. ALAT DAN BAHAN :1. Sarung tangan steril
2. Duk berlubang
3. Kassa steril, kapas, dan plester
4. Jarum pungsi lumbal no. 20 dan 22 beserta stylet 5.
Antiseptik: povidon iodine dan alkohol 70%
6. Tabung reaksi untuk menampung cairan serebrospinal
6. PROSEDUR :1. Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi
tubuh. Leher fleksi maksimal (dahi ditarik ke arah lutut),
ektremitas bawah fleksi maksimum (lutut ditarik ke arah dahi), dan
sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) sejajar dengan tempat
tidur.
2. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara vertebra L4 dan L5
yaitu dengan menemukan garis potong sumbu kraniospinal (kolumna
vertebralis) dan garis antara kedua spina iskhiadika anterior
superior (SIAS) kiri dan kanan. Pungsi dapat pula dilakukan antara
L4 dan L5 atau antara L2 dan L3 namun tidak boleh pada bayi.
3. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah
pungsi radius 10 cm dengan larutan povidon iodin diikuti dengan
larutan alkohol 70% dan tutup dengan duk steril di mana daerah
pungsi lumbal dibiarkan terbuka.
4. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan
yang telah memakai sarung tangan steril selama 15-30 detik yang
akan menandai titik pungsi tersebut selama 1 menit.
5. Tusukkan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah
ditentukan. Masukkan jarum perlahan-lahan menyusur tulang vertebra
sebelah proksimal dengan mulut jarum terbuka ke atas sampai
menembus duramater. Jarak antara kulit dan ruang subarakhnoid
berbeda pada tiap anak tergantung umur dan keadaan gizi. Umumnya
1,5-2,5 cm pada bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada umur 3-5
tahun. Pada remaja jaraknya 6-8 cm. (gambar di bawah ini.)
6. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk
mendapatkan aliran cairan yang lebih baik, jarum diputar hingga
mulut jarum mengarah ke kranial. Ambil cairan untuk
pemeriksaan.
7. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester
7. KOMPLIKASI LUMBAL PUNGSI :
1. Sakit kepala
Biasanya dirasakan segera sesudah lumbal punksi, ini timbul
karena pengurangan cairan serebrospinal
2. Backache, biasanya di lokasi bekas punksi disebabkan spasme
otot
3. Infeksi
4. Herniasi
5. Intrakranial subdural hematom
6. Hematom dengan penekanan pada radiks
7. Tumor epidermoid intraspinal
8. KEUNTUNGAN :
LP sangat penting untuk alat diagnosa. Prosedur ini memungkinkan
melihat bagian dalam seputar medulla spinalis, yang mana memberikan
pandangan pada fungsi otak juga. Prosedur ini relative mudah untuk
dilaksanakan dan tidak begitu mahal. Dokter yang berpengalaman, LP
akan menurunkan angka komplikasi. Ia akan melakukannya dengan cepat
dan dilaksanakan di tempat tidur pasien.
9. KERUGIAN/ KEMUNGKINAN KOMPLIKASI :
1. Nyeri kepala hebat akibat kebocoran CSF.
2. Meningitis akibat masuknya bakteri ke CSF.
3. Paresthesia/ nyeri bokong atau tungkai.
4. Injury pada medulla spinalis.
5. Injury pada aorta atau vena cava, menyebabkan perdarahan
serius.
6. Herniasi otak. Pada pasien denga peningkatan tekanan,
tiba-tiba terjadi penurunan tekanan akibat lumbar puncture, bisa
menyebabkan herniasi kompressi otak terutama batang otak.
LI.3. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN KEJANG DEMAMA. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh tinggi (suhu rektal > 38oC) disebabkan oleh suatu
proses kelainan ekstrakranial.1,3,6
B. EPIDEMIOLOGI
Kejang demam terjadi pada 2% - 4 % populasi anak usia 6 bulan -
5 tahun. Kejang demam sederhana (80-90%), kejang demam kompleks
(20%).3 Di AS antara 2% dan 5% anak mengalami kejang demam saat
usia 5 tahun. Hal serupa ditemukan di Eropa Barat, namun di dunia
bervariasi antara 5% dan 10% India, 8,8% Jepang, 14 % Guam, 0,35%
Hong Kong dan 0,5% - 1,5 % Cina.7C. ETIOLOGI
Faktor - faktor yang berperan dalam risiko kejang demam yaitu,
faktor demam, usia dan riwayat keluarga (faktor risiko utama), dan
riwayat prenatal (usia saat ibu hamil), riwayat perinatal
(asfiksia, usia kehamilan, dan bayi berat lahir rendah).41.
UmurBatas umur yang umum adalah 6 bulan 5 tahun. Kejang yang
terjadi sebelum usia 5 bulan lebih dikenal sebagai akibat dari
infeksi pada sistem saraf pusat.
2. Demam
Infeksi pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis dan
infeksi saluran kemih adalah penyebab utama kejang demam. Penyebab
lainnya adalah imunisasi pertusis dan campak. Kejang biasanya
terjadi selama 24 jam pertama demam.
3. Faktor Keturunan
Kejang demam dengan riwayat pada keluarga memegang peranan
penting untuk terjadinya kejang demam
Ada beberapa faktor lain yang berperan terhadap terjadinya
kejang, antara lain yaitu :11. Efek produk toksik daripada
mikroorganisme (kuman, virus) terhadap otak
2. Respons alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh karena
infeksi
3. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
4. Ensefalitis viral ( radang otak akibat virus) yang ringan
yang tidak diketahui atau ensefalopati toksisk sepintas
D. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu
senyawa glukosa yang didapat dari proses metabolisme sel. Sel - sel
otak dikelilingi oleh membran yang dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat
sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lain kecuali
Clorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ di dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah. Keadaan sebaliknya terjadi
di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel tersebut maka terjadi beda potensial yang
disebut Potensial Membran Sel Neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel diperlukan
energi dan enzim Na-K-ATP ase yang terdapat di permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit
atau keturunan
Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat adanya perubahan
potensial membran sel yang didahului dengan stimulus membrane sel
neuron. Saat depolarisasi, channel ion Na+ terbuka dan channel ion
K+ tertutup. Hal ini menyebabkan influx dari ion Na+, sehingga
menyebabkan potensial membran sel lebih positif, sehingga
terbentuklah suatu potensial aksi. Dan sebaliknya, untuk membuat
keadaan sel neuron repolarisasi, channel ion K+ harus terbuka dan
channel ion Na+ harus tertutup, agar dapat terjadi efluks ion K+
sehingga mengembalikan potensial membran lebih negatif atau ke
potensial membrane istirahat.
Renjatan listrik akan diteruskan sepanjang sel neuron. Dan
diantara 2 sel neuron, terdapat celah yang disebut sinaps, yang
menghubungkan akson neuron pre-sinaps dan dendrite neuron post
sinaps. Untuk menghantarkan arus listrik pada sinaps ini,
dibutuhkan peran dari suatu neurotransmitter.
Gambar 3. Celah Sinaps
Ada dua tipe neurotransmitter, yaitu :
1. Eksitatorik, neurotransmiter yang membuat potensial membran
lebih positif dan mengeksitasi neuron post sinaps
2. Inhibitorik, neuritransmiter yang membuat potensial membrane
lebih negatif sehingga menghambat transmisi sebuah impuls. Sebagai
contoh : GABA (Gamma Aminobutyric Acid). Dalam medis sering
digunakan untuk pengobatan epilepsi dan hipertensi.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan
dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu
akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian
bergantung kepada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut.
Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebri kemungkinan besar
bersifat epileptogenik sedangkan lesi di serebelum dan batang otak
umumnya tidak memicu kejang. Ditingkat membran sel, fokus kejang
memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut
:
Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah
mengalami pengaktifan.
Neuron - neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan
muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara
berlebihan.
Kelainan polarisasi (polarisasi berlebih, hipopolarisasi, atau
selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan
asetilkolin atau defisiensi GABA.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen
sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi ion Kalium dan Natrium melalui membran sel, dengan
akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai
38o C sudah terjadi kejang, Namun pada anak dengan ambang kejang
yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu diatas 40o C.
Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan
ambang kejang rendah.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya
dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang
berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apneu,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skeletal yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapneu, dan asidosis
laktat. Hipotensi arterial disertai dengan aritmia jantung dan
kenaikan suhu tubuh disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat
meningkatnya metabolisme otak.
Awal (< 15 menit) Lanjut (15-30 menit) Berkepanjangan
(>1jam)
Meningkatnya kecepatan denyut jantung Menurunnya tekanan darah
Hipotensi disertai berkurangnya aliran darah serebrum sehingga
terjadi hipotensi serebrum
Meningkatnya tekanan darah Menurunnya gula darah
Meningkatnya kadar glukosaDisritmia Gangguan sawar darah otak
yang menyebabkan edema serebrum
Meningkatnya suhu pusat tubuhEdema paru nonjantung
Meningkatnya sel darah putih
Tabel 1. Efek Fisiologis Kejang
Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab terjadinya
kerusakan neuron otak pada kejang yang lama. Faktor yang terpenting
adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vaskular dan udem
otak serta kerusakan sel neuron. Kerusakan anatomi dan fisiologi
yang bersifat menetap bisa terjadi di daerah medial lobus
temporalis setelah ada serangan kejang yang berlangsung lama. Hal
ini diduga kuat sebagai faktor yang bertanggung jawab terhadap
terjadinya epilepsi.
E. KLASIFIKASI
Umumnya kejang demam dibagi menjadi 2 bagian. Kriteria untuk
penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal
ini terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut
menyangkut jenis kejang, tinggi demam, usia penderita, lamanya
kejang berlangsung, gambaran rekaman otak dan lainnya.
Klasifikasi menurut Prichard dan Mc Greal1. Kejang demam
sederhana
2. Kejang demam tidak khas
Ciri ciri kejang demam sederhana :
Kejang bersifat simetris yaitu tangan dan tungkai kiri kejang
sama seperti pada bagian sebelah kanan.
Usia penderita antara 6 bulan 4 tahun
Suhu 100 oF (37,78 oC) atau lebih
Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit
Keadaan neurologis (fungsi saraf) normal dan setelah kejang juga
tetap normal
EEG (Electro Encephalography) setelah tidak demam hasilnya
normal
Kejang demam yang tidak memenuhi kriteria diatas digolongkan
sebagai kejang demam tidak khas.
Klasifikasi menurut Livingston1. Kejang demam sederhana
Kejang bersifat umum
Lamanya kejang berlangsung singkat ( < 15 menit)
Usia waktu kejang demam pertama < 6 tahun
Frekuensi seranag 1- 4 kali dalam 1 tahun
EEG normal
2. Epilepsi yang dicetuskan oleh demam
Kejang bersifat fokal dan berlangsung lama
Usia saat kejang demam pertama > 6 tahun
Frekuensi serangan > 4 kali dalam 1 tahu
EEG yang dibuat saat anak tidak demam hasilnya normal
Klasifikasi menurut Fukuyama1. Kejang Demam Sederhana
2. Kejang Demam Kompleks
Kejang demam sederhana harus memenuhi semua kriteria berikut
:
Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy
Sebelumnnya tidak ada riwayat cedera otak oleh sebab apapun
Serangan yang pertama terjadi antara usia 6 bulan 6 tahun
Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit
Kejang bersifat umum
Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
Sebelumnya tidak terdapat kelainan neurologis atau abnormalitas
perkembangan.
Kejang tidak berulang dalam waktu singkat
Bila tidak memenuhi kriteria diatas tersebut, maka digolongkan
sebagai kejang demam jenis kompleks.
Klasifikasi yang dibuat oleh Prichard dan Mc Greal, Livingston
dan Fukuyama antara lain mengacu kepada kemungkinan anak menjadi
epilepsi dikemudian hari.
F. MANIFESTASI KLINISTerjadinya bangkitan kejang pada bayi dan
anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi
dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat,
otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk
tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang
berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali
setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan
neurologik.
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain
: anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu
tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau
grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik - 5 menit
(hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).
Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot
kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot
wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih
akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam
keadaan berdiri.5
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang
biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi
dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung
selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya
terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja
diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan
kulitnya kebiruan. 5
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti
:
1. Anak hilang kesadaran
2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang
terlihat.7G. DIAGNOSIS1. Anamnesis 8 Adanya kejang, jenis kejang,
kesadaran sebelum dan sesudah kejang , lama kejang
Suhu sebelum / saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval
kejang, keadaan anak pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi
susunan saraf pusat ( gejala infeksi saluran napas akut / ISPA,
infeksi saluran kemih (ISK), otitis media akut (OMA) dll,
Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam
keluarga,
Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
Singkirkan penyebab kejang yang lain ( misalkan diare, muntah
yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan
hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemik.
2. Pemeriksaan Fisik6 Tanda vital terutama suhu
Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal
yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan
adanya kelainan struktur otak.
Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan
hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi,
reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis
flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala
berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang
dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial
yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural.
Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka
atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang
disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan
kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex
serebri.
Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis,
infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan
pelebaran vena yang berkelok kelok di retina terlihat pada sindom
hiperviskositas.
Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh
penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali
atau hidrosefalus.
Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya
sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia
otak. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari
terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
Pemeriksaan refleks patologis
Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium6Pemeriksaan laboratorium tidak
dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaa
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah.
Pungsi lumbal 6,8Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan
serebrospinal yang dilakukan untuk menyingkirkan menigitis terutama
pada pasien kejang demam pertama. Sangat dianjurkan pada anak
berusia di bawah 12 bulan, dianjurkan pada anak usia 12 - 18 bulan,
dan dipertimbangkan pada anak di atas 18 bulan yang dicurigai
menderita meningitis
Bayi < 12 bulan: diharuskan
Bayi antara 12-18 bulan: dianjurkan
Bayi > 18 bulan: tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda
menigitis
CT Scan atau MRI 6,8Jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan
hanya diindikasikan pada keadaan:
a. Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
b. Kemungkinan adanya lesi struktural diotak (mikrosefali,
spastik).c. Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial
(kesadaran menurun, muntah berulang, fontanel anterior menonjol,
paresis saraf otak VI, edema papil) EEG (Electro
Encephalography)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidak
normalan gelombang dan dipertimbangkan pada kejang demam kompleks.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam
yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis, EEG ini
tidak dapat memprediksi berulangnya kejang tau memperkirakan
kemungkinan kejadian epilepsi pasien kejang demam.
H. DIAGNOSIS BANDINGMenghadapi seorang anak yang menderita demam
dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam
atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya
karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan
lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu
apakah ada kelainan organis di otak.
Tabel 2. Diagnosa Banding
NoKriteri BandingKejang DemamEpilepsiMeningitis Ensefalitis
1.DemamPencetusnya demamTidak berkaitan dengan demamSalah satu
gejalanya demam
2.Kelainan Otak(-)(+)(+)
3.Kejang berulang(+)(+)(+)
4.Penurunan kesadaran(+)(-)(+)
I. PENATALAKSANAAN
PEMBERIAN OBAT SAAT KEJANG
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaaan kejang,
obat paling cepat unutuk menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 0,5
mg/kgBB perlahan lahan dengan kecepatan 1-2 mg / menit atau dalam
waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di
rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rekatal adalah 0,5
0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan
kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg.
atau diazepam rektal dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun
atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti,
dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap
kejang, dianjurkan ke Rumah Sakit. Di Rumah Sakit dapat diberikan
diazepam intravena dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti dapat diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10 20 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang masih belum berhenti maka pasien
harus dirawat diruangan intensif. Bila kejang telah berhenti maka
pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis demam.
PEMBERIAN OBAT PADA SAAT DEMAM 61. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
risiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap diberikan. Dosisi parasetamol yang
digunakan adalah 10 15 mg /kgBB/kali diberikan 3 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali
diberikan 3 - 4 kali sehari.
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30% - 60% kasus,
begitu pula dengan diazepam rektal dosisi 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam
pada suhu > 38,5 oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan
ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 39 %
kasus.
PEMBERIAN OBAT RUMATAN
Indikasi pemberian obat rumatan
Pengobatan rumatan hanya diberikan bila kejang demam menunjukan
cirri sebagai berikut : (salah-satu)
1) Kejang demam lama > 15 menit
2) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, paresisi todd, cerebral palsy,
retradasi mental dan hidrosefalus
3) Kejang fokal
4) Pengobatan rumatan dipertimbangkan bila :
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 2 jam
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
Kejang demam 4 kali per tahun
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatan
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari
efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang.
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan
hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka
pendek.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil
kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat
dapat menyebabkan gangguan hati. Dosis asam valproat 15 40
mg/kgBB/hari dalam 2 -3 dosis, dan fenobarbital 3 4 mh/kgBB/hari
dalam 1 2 dosis.
Lama pengobatan rumatan
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara ertahap selama 1 2 bualn.
ALOGARITMA 1. PENATALAKSANAAN KEJANG
J. KOMPLIKASI
1. Kerusakan sel otak
2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih
dari 15 menit dan
bersifat unilateral
3. KelumpuhanK. PROGNOSIS
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara
retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil
kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang
demam lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.
Kemungkianan mengalami kematian
Kematian karena demam kejang tidak pernah dilaporkan
Kemugkianan berulangnya kejang demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Factor
risiko berulangnya kejang demama adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperature yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang
demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut
kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10 15 %. Kemungkinan
berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.
Faktor risiko terjadi epilepsi
Kejang demam dapat menjadi epilepsy dikemudian hari dengan
syarat ada faktor risiko sebagai berikut :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum
kejang demam pertama,
2. Kejang demam kompleks,
3. Riwayat epilepsy pada orang tua atau sudara kandung.
Masing masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsy sampai 4 % - 6%. Kombinasi dari faktor risiko tersebut
meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%. Kemungkinan menjadi
epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada
kejang demam
LO 4. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN MENINGOENSEFALITIS1. Definisi
Meningoensefalitis
Meningitis : peradangan selaput otak
Ensefalitis : peradangan jaringan otak
Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada
encephalon dan meningens. Nama lain dari meningoencephalitis adalah
cerebromeningitis, encephalomeningitis, dan meningocerebritis.
2. Klasifikasi Meningoensefalitis
Meningitis dibagi menjadi beberapa golongan yaitu :
1.Meningitis serosa
adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai
cairan otak yang jernih.Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus,Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia (Israr,2008).
2.Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak
dan medula spinalis.Penyebabnya antara lain : Diplococcus
pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis(meningokok),
Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae,Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas
aeruginosa (414askep, 2009)
3. Meningitis Tuberkulosis Generalisata
Gejala : demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah,
ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk,
suhu badan naik turun, nadi sangat labil/lambat,hipertensi umum,
abdomen tampak mencekung, gangguan saraf otak. Penyebab : kuman
mikobakterium tuberkulosa varian hominis.
Diagnosis : Meningitis Tuberkulosis dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan cairan otak, darah, radiologi, test tuberkulin.
(Harsono., 2003).
4. Meningitis Kriptikokus
adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur
ini bisa masuk ke tubuh kita saat kita menghirup debu atau kotoran
burung yang kering. Kriptokokus ini dapat menginfeksikan kulit,
paru, dan bagian tubuh lain. Meningitis Kriptokokus ini paling
sering terjadi pada orang dengan CD4 di bawah 100. Diagnosis: Darah
atau cairan sumsum tulang belakang dapat dites untuk kriptokokus
dengan dua cara. Tes yang disebut CRAG mencari antigen (protein)
yang dibuat oleh kriptokokus. Tes biakan mencoba menumbuhkan jamur
kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat
memberi hasi l pada hari yang sama. Tes biakan membutuhkan waktu
satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil positif. Cairan
sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai
dengan tinta India (Yayasan Spiritia., 2006).
5. Viral meningitis
Termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu
biasa, dan umumnya penderita dapat sembuh sendiri. Frekuensi viral
meningitis biasanya meningkat di musim panaskarena pada saat itu
orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Banyak virus yang
bisamenyebabkan viral meningitis. Antara lain virus herpes dan
virus penyebab flu perut. (Israr,2008).
6. Bacterial meningitis
Disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang
serius. Salah satu bakterinya adalah meningococcal bacteria
Gejalanya seperti timbul bercak kemerahan atau kecoklatanpada
kulit. Bercak ini akan berkembang menjadi memar yang mengurangi
suplai darah ke organ-organ lain dalam tubuh dapat berakibat fatal
dan menyebabkan kematian. (Israr, 2008)
Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :
1. Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus,
Listeria monositogenes
2. Anak di bawah 4 tahun : Hemofilus influenza, meningococcus,
Pneumococcus.
3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus,
Pneumococcus. (Japardi,Iskandar., 2002).
3. Etiologi Meningoensefalitis
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa
kasus yang jarang disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic
merujuk pada meningitis yang disebabkan oleh virus tetapi terdapat
kasus yang menunjukan gambaran yang sama yaitu pada meningitis yang
disebabkan organisme lain (lyme disease, sifilis dan tuberculosis);
infeksi parameningeal (abses otak, abses epidural, dan venous sinus
empyema); pajanan zat kimia (obat NSAID, immunoglobulin intravena);
kelainan autoimn dan penyakit lainnya.
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum
ditemukannya vaksin Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri
yang menyebabkan meningitis neonatus adalah bakteri yang sama yang
menyebabkan sepsis neonatus.
Tabel 1. Bakteri penyebab meningitis
Golongan usiaBakteri yang paling sering menyebabkan
meningitisBakteri yang jarang menyebabkan meningitis
NeonatusGroup B streptococcusStaphylococcus aureus
Escherichia coliCoagulase-negative staphylococci
KlebsiellaEnterococcus faecalis
EnterobacterCitrobacter diversus
Salmonella
Listeria monocytogenes
Pseudomonas aeruginosa
Haemophilus influenzae types a, b, c, d, e, f, dan
nontypable
>1 bulanStreptococcus pneumoniaH. influenzae type b
Neisseria meningitidesGroup A streptococci
Gram-negatif bacilli
L. monocytogenes
Virus yang menyebabkan meningitis pada prinsipnya adalah virus
golongan enterovirus dimana termasuk didalamnya adalah
coxsackieviruses, echovirus dan pada pasien yang tidak vaksinasi
(poliovirus). Virus golongan enterovirus dan arbovirus (St. Louis,
LaCrosse, California vencephalitis viruses) adalah golongan virus
yang paling sering menyebabkan meningoencephalitis. Selain itu
virus yang dapat menyebabkan meningitis yaitu HSV, EBV, CMV
lymphocytic choriomeningitis virus, dan HIV. Virus mumps adalah
virus yang paling sering menjadi penyebab pada pasien yang tidak
tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan virus yang jarang menyebabkan
meningitis yaitu Borrelia burgdorferi (lyme disease), B. hensalae
(cat-scratch virus), M. tuberculosis, Toxoplasma, Jamus
(cryptococcus, histoplasma, dan coccidioides), dan parasit
(Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba).
Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak
yang biasanya merupakan suatu proses akut, namun dapat juga terjadi
postinfeksi encephalomyelitis, penyakit degeneratif kronik, atau
slow viral infection. Encephalitis merupakan hasil dari inflamasi
parenkim otak yang dapat menyebabkan disfungsi serebral.
Encephalitis sendiri dapat bersifat difus atau terlokalisasi.
Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis dengan satu dari
dua mekanisme yaitu (1). Infeksi secara langsung pada parenkim otak
atau (2) sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an
apparent immune-mediated response) pada sistem saraf pusat yang
biasanya bermula pada beberapa hari setelah munculnya manifestasi
ekstraneural.
Tabel 2. Virus penyebab meningitis
AkutSubakut
AdenovirusesHIV
1. Amerika utara
Eastern equine encephalitis
Western equine encephalitis
St. Louis encephalitis
California encephalitis
West Nile encephalitis
Colorado tick fever
2. Di luar amerika utara
Venezuelan equine encephalitis
Japanese encephalitis
Tick-borne encephalitis
Murray Valley encephalitisJC virus
Prion-associated encephalopathies (Creutzfeldt-Jakob disease,
kuru)
Enteroviruses
Herpesviruses
Herpes simplex viruses
Epstein-Barr virus
Varicella-zoster virus
Human herpesvirus-6
Human herpesvirus-7
HIV
Influenza viruses
Lymphocytic choriomeningitis virus
Measles virus (native atau vaccine)
Mumps virus (native atau vaccine)
Virus rabies
Virus rubella
Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut.
Encephalitis juga dapat merupakan hasil dari jenis lain seperti
infeksi dan metabolik, toksik dan gangguan neoplastik. Penyebab
yang paling sering menyebabkan encephalitis di U.S adalah golongan
arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California, West nile encephalitis
viruses), enterovirus, dan herpesvirus. HIV adalah penyebab penting
encephalitis pada anak dan dewasa dan dapat berupa acute febrile
illness.
3. Patofisiologi meningoensefalitisAda jalur utama dimana agent
infeksi (bakteri, virus, fungi, parasit) dapat mencapai system
saraf pusat (CNS) dan menyebabkan penyakit meningeal. Awalnya,
agent infeksi berkolonisasi atau membentuk suatu fokal infeksi pada
tuan rumah. Kolonisasi ini bisa berbentuk infeksi pada kulit,
infeksi telinga, gigi, nasopharynx, traktus respiratorius, traktus
gastrointestinal atau traktus urinarius. Kebanyakan pathogen
meningeal ditransmisikan melewati rute respiratorik1,3,4
Dari area kolonisasi ini, organism menembus submucosa melawan
pertahanan tuan rumah (misalnya, barier fisik, imunitas lokal,
fagosit/makrofag) dan mencapai akses ke system saraf pusat melalui
(1) invasi kedalam sirkulasi darah (bakteremia, viremia, fungemia,
dan parasitemia) dan selanjutnya secara hematogenous dilepaskan ke
system saraf pusat, dimana ini merupakan mode yang penyebaran yang
paling sering untuk kebanyakan agent (misalnya, meningokokkus,
cryptococcal, syphilitic, dan pneumococcal meningitis); (2)
kerusakan neuronal (misalnya, nervus olfactory dan peripheral)
dengan agent penyebab misalnya, Naegleria fowleri, Gnathostoma
spinigerum; atau (3) kontak langsung (misalnya, sinusitis, otitis
media, congenital malformations, trauma, inokulasi langsung selama
manipulasi intrakranial).1,5,6
Sekali berada di dalam system saraf pusat, agent-agent infeksi
ini akan dapat bertahan hidup oleh karena pertahanan tuan rumah
(misalnya, immunoglobulin, neutrophil, komponen komplement)
terbatas dalam kompartemen tubuh ini. Adanya agent dan replikasi
yang dilakukan tidak terkontrol dan mendorong terjadinya suatu
cascade inflamasi meningeal.1,2,3,5
Kunci patofisiologi dari meningitis termasuk peran penting dari
cytokines (mis, tumor necrosis factor-alpha [TNF-alpha],
interleukin [IL]1), chemokines (IL-8), dan molekul proinflamasi
lain dalam pathogenesis pleocytosis dan kerus akan neuronal selama
bakterial meningitis. Peningkatan konsentrasi TNF-alpha, IL-1,
IL-6, dan IL-8 dalam cairan serebrospinal adalah temuan khas pasien
meningitis bakterial.2,5
Port de entry: kebanyakan masuk melewati rute respiratorik
sehingga menyebabkan infeksi pada traktus respiratorik. Rute
gastrointestinal atau traktus urinarius juga menjadi rute infeksi.
Selanjutnya terjadi fokal infeksi. Dari fokal infeksi akan menembus
submukosa dan mencapai susunan saraf pusat melalui: invasi kedalam
sirkulasi darah, dari saraf yang rusak misalnya nervus olfactorius
dan perifer. Port de entry yang lain adalah kontak langsung dari
fokal infeksi sinusitis, otitis media, atau dari malformasi
congenital, trauma, inokulasi langsung saat operasi kepala.
1,2,5
4. Manifestasi Klinis
a. Neonatus
1) Gejala tidak khas
2) Panak (+)
3) Anak tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan
kesadaran menurun.
4) Ubun-ubun besar kadang kadang cembung.
5) Pernafasan tidak teratur
b. Anak Umur 2 Bulan Sampai Dengan 2 Tahun
1) Gambaran klasik (-).2
2) Hanya panas, muntah, gelisah, kejang berulang.
3) Kadang-kadang high pitched ery
c. Anak Umur Lebih 2 Tahun
1) Panas, menggigil, muntah, nyeri kepala.
2) Kejang
3) Gangguan kesadaran.
4) Tanda-tanda rangsang meninggal, kaku kuduk, tanda brudzinski
dan kering (+)
Gambaran klinis :
a. Stadium Prodromal
Stadium ini berlangsung selama 1 3 minggu dan terdiri dari
keluhan umum seperti :
Kenaikan suhu tubuh yang berkisar antara 38,2 38,90 C
Nyeri kepala
Mual dan muntah
Tidak ada nafsu makan
Penurunan berat badan
Apati dan malaise
Kaku kuduk dengan brudzinsky dan kernig tes positif
Defisit neurologi fokal : hemiparesis dan kelumpuhan saraf
otak
Gejala TTIK seperti edema papil, kejang kejang, penurunan
kesadaran sampai koma, posisi dekortikasi atau deserebrasi.
b. Stadium perangsangan meningen
c. Stadium kerusakan otak setempat
d. Stadium akhir atau stadium kerusakan otak difus
5. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Dapat dilakukan dengan autoanamnesis atau alloanamnesis bila
pasien tidak koperatif
2. Pemeriksaan fisik
Perhatikan tanda rangsang meningeal positif: Kaku kuduk,Kernig
sign dan Burdzinsky.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium darah: darah lengkap: HB, HT, LED, eritrosit,
leukosit, elektrolit darah.b. Pungsi lumbal untuk pemeriksaan LCS
(indikasi infeksi: peningkatan sel darah putih, protein, tekanan
CSF > 180 mmHg, dan penurunan glukosa).
kondisiTekananLeukosit (/L)Protein (mg/dL)Glukosa
(mg/dL)keterangan
Normal50-180 mm H2O50 atau 75% glukosa darah
Meningitis
bakterial akutBiasanya meningkat100-60,000 +; biasanya beberapa
ribu; PMNs mendominasi100-500Terdepresi apabila dibandingkandengan
glukosa darah; biasanya 100Terdepresi atau normalOrganisme normal
dapat dilihat; pretreatment dapat menyebabkan CSF steril
Tuberculous meningitisBiasanya meningkat: dapat sedikit
meningkat karena bendungan cairan serebrospinal pada tahap
tertentu10-500; PMNs mendominasi pada awalnya namun kemudian
limfosit dan monosit mendominasi pada akhirnya100-500; lebih tinggi
khususnya saat terjadi blok cairan serebrospinal