A. PREEKLAMPSIA / EKLAMPSIA a. Definisi Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (Angsar MD, 2009). Preeklampsia ringan adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 gr/24 jam (Angsar MD, 2009; Cunningham et al. 2005). Preeklampsia jarang timbul sebelum 20 minggu kehamilan kecuali jika terdapat penyakit ginjal ataupun penyakit trofoblastik (Queenan, Hobbins & Spong 2010; Soefoewan 2003). Hipertensi didiagnosis apabila tekanan darah istirahat mencapai 140/90 mmHg atau lebih dengan menggunakan fase V Korotkoff (titik di mana suara denyut menghilang) untuk menentukan tekanan diastolik (Angsar MD, 2009; Cunningham et al. 2005; Queenan, Hobbins & Spong 2010). Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selama 4-6 jam (Angsar MD, 2009; Queenan, Hobbins & Spong 2010). Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah ≥ 15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi (Angsar MD, 2009; Cunningham et al. 2005). Kriteria ini tidak lagi dianjurkan karena bukti memperlihatkan bahwa wanita dalam kelompok ini kecil kemungkinannya mengalami peningkatan gangguan hasil kehamilan, namun perlu diawasi dengan ketat (Cunningham et al. 2005). Proteinuria adalah tanda penting preeklampsia, apabila tidak terdapat proteinuria, diagnosis dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau sama dengan pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ dipstick secara menetap pada sampel acak urin, menggunakan urin midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam (Angsar MD, 2009; Cunningham et al. 2005; Queenan, Hobbins & Spong 2010). Proteinuria menunjukkan bahwa kerusakan telah mencapai tingkat glomerulus ginjal sehingga fungsinya mulai menurun atau bersifat patologis (Manuaba 2007). Dahulu edema tungkai dipakai sebagai tanda-tanda preeklampsia, tetapi sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata (anasarka). Perlu
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
A. PREEKLAMPSIA / EKLAMPSIAa. Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (Angsar MD, 2009). Preeklampsia ringan adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 gr/24 jam (Angsar MD, 2009; Cunningham et al. 2005). Preeklampsia jarang timbul sebelum 20 minggu kehamilan kecuali jika terdapat penyakit ginjal ataupun penyakit trofoblastik (Queenan, Hobbins & Spong 2010; Soefoewan 2003).
Hipertensi didiagnosis apabila tekanan darah istirahat mencapai 140/90 mmHg atau lebih dengan menggunakan fase V Korotkoff (titik di mana suara denyut menghilang) untuk menentukan tekanan diastolik (Angsar MD, 2009; Cunningham et al. 2005; Queenan, Hobbins & Spong 2010). Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selama 4-6 jam (Angsar MD, 2009; Queenan, Hobbins & Spong 2010). Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah ≥ 15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi (Angsar MD, 2009; Cunningham et al. 2005). Kriteria ini tidak lagi dianjurkan karena bukti memperlihatkan bahwa wanita dalam kelompok ini kecil kemungkinannya mengalami peningkatan gangguan hasil kehamilan, namun perlu diawasi dengan ketat (Cunningham et al. 2005).
Proteinuria adalah tanda penting preeklampsia, apabila tidak terdapat proteinuria, diagnosis dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau sama dengan pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ dipstick secara menetap pada sampel acak urin, menggunakan urin midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam (Angsar MD, 2009; Cunningham et al. 2005; Queenan, Hobbins & Spong 2010). Proteinuria menunjukkan bahwa kerusakan telah mencapai tingkat glomerulus ginjal sehingga fungsinya mulai menurun atau bersifat patologis (Manuaba 2007).
Dahulu edema tungkai dipakai sebagai tanda-tanda preeklampsia, tetapi sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata (anasarka). Perlu dipertimbangkan faktor risiko timbulnya hipertensi dalam kehamilan, bila didapatkan edema generalisata, atau kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu (Angsar MD, 2009; Cunningham et al. 2005). Jenis edema pada ibu hamil adalah pitting edema, yaitu jika ditekan akan meninggalkan bekas.
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang yang bukan disebabkan oleh hal lain (Angsar MD, 2009; Cunningham et al. 2005). Kejang bersifat tonik dan klonik (Cunningham et al. 2005).
b. Faktor risikoTerdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia, yang dapat
dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut : Primigravida. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes melitus, hidrops
fetalis, bayi besar. Umur < 20 tahun atau > 35 tahun. Riwayat keluarga pernah PE/E. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil. Obesitas. Pernah menderita PE/E pada kehamilan sebelumnya.
Penelitian retrospektif menyimpulkan berbagai faktor risiko untuk terjadinya preeklampsia adalah : penyakit ginjal kronis (20:1), hipertensi kronis (10:1), antiphospolipid sindrom (10:1), sejarah pernah preeklampsia pada keluarga (5:1), kehamilan kembar (4:1), nullipara (3:1), umur di atas 40 tahun (3:1), diabetes melitus (2:1), ras Afrika-Amerika (1,5:1). (Karkata 2006)
c. EtiologiPenyebab preeklampsia hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori yang
menerangkan namun belum dapat memberikan jawaban yang memuaskan oleh karena itu penyakit ini disebut disease of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain (Angsar MD, 2009) :
1) Teori kelainan vaskularisasi plasentaPada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang-
cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.
Pada hamil normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis (Angsar MD, 2009).
Pada PE/E terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi. Sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta (Angsar MD, 2009).
2) Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotela) Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas
Karena kegagalan remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.
Gambar 2. Kerusakan Pembuluh Darah pada Preeklampsia (Cunningham et al. 2005)
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel (Kartha, Sudira & Gunung 2000). Keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :
Gangguan metabolisme prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2), yang merupakan suatu vasodilator kuat.
Agregrasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2), yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal, kadar prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan pada preeklampsia kadar tromboksan lebih banyak dari prostasiklin, sehingga menyebabkan vasokonstriksi yang akan menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis). Peningkatan permeabilitas kapiler Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO menurun,
sedangkan endotelin meningkat (Farid et al. 2001). Peningkatan faktor koagulasi.3) Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisi oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu (Angsar MD, 2009).
Pada plasenta ibu yang mengalami PE, terjadi penurunan ekspresi HLA-G, yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada preeklampsia (Angsar MD, 2009).
4) Teori adaptasi kardiovaskularPada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor.
Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap ransangan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refkrakter ini terjadi akibat adanya sintesis prostaglandin oleh sel endotel.
Pada PE terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor, sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan. (Angsar MD, 2009; DeCherney & Pernoll 2006)
5) Teori genetikWanita yang mengalami PE pada kehamilan pertama akan meningkat mendapatkan PE
pada kehamilan berikutnya. Odegard dkk di Norwegia menemukan risiko 13,1% pada kehamilan kedua bila dengan partner yang sama dan sebesar 11,8% jika berganti pasangan. Mostello mengatakan kejadian PE akan meningkat pada kehamilan kedua bila ada kehamilan dengan jarak anak yang terlalu jauh. Cincotta menemukan bahwa bila dalam keluarga ada riwayat pernah PE maka kemungkinan mendapat PE pada primigravida tersebut akan meningkat empat kali. (Karkata 2006)
6) Teori defisiensi giziBeberapa hasil penelitian menunjukan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya
hipertensi dalam kehamilan. Hal ini dibuktikan oleh penelitian pemberian berbagai elemen seperti zinc, kalsium, dan magnesium untuk mencegah preeklampsia. Pada populasi umum yang melakukan diet tinggi buah-buahan dan sayuran yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti tomat, wortel, brokoli, apel, jeruk, alpukat, mengalami penurunan tekanan darah. (Cunningham et al. 2005)
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat
menghambat produksi tromboksan, menghambat aktifasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah (Angsar MD, 2009).
7) Teori stimulus inflamasiTeori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, pelepasan debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas wajar. Berbeda dengan proses apoptosis pada PE, dimana pada PE terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan mengaktivasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi sistemik yang menimbulkan gejala-gejala PE pada ibu (Angsar MD, 2009).
d d. PatofisiologiDalam perjalanannya faktor-faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang saling
berkaitan dengan titik temunya pada invasi trofoblas dan terjadinya iskemia plasenta. (Roeshadi 2007)
Pada PE ada dua tahap perubahan yang mendasari patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel trofoblas pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta. (Roeshadi 2007)
Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan. (Roeshadi 2007; Farid et al. 2001)
Stres oksidatif pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endotel pembuluh darah yang disebut disfungsi endotel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endotel pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklampsia. (Roeshadi 2007; Farid et al. 2001)
Pada disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak sebagai
vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor
seperti endotelium I, tromboksan, dan angiotensin II sehingga akan terjadi vasokonstriksi
yang luas dan terjadilah hipertensi. (Roeshadi 2007)
Gambar 3. Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan. (Manuaba 2007)
Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi,
sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus. Secara keseluruhan setelah
terjadi disfungsi endotel di dalam tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut
dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ seperti:
Pada ginjal: hiperuricemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.