Top Banner
BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Selama sepuluh tahun terakhir, laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai dua juta hektar per tahun. Selain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab utama kerusakan hutan yang sangat parah. Bahkan lebih dari itu, penebangan haram ini telah melibatkan banyak pihak dan dilakukan secara terorganisir serta sistematis. Kejahatan ini bukan hanya terjadi di kawasan produksi, melainkan juga sudah merambah ke kawasan lindung dan taman nasional. Ada tiga jenis pembalakan illegal. Pertama, yang dilakukan oleh orang atau kelompok orang, baik yang tinggal di sekitar hutan atau bahkan jauh berada dari hutan yang tidak mempunyai hak legal untuk menebang pohon. Kedua, dilakukan oleh perusahaan kehutanan yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam izin yang dimilikinya. Ketiga dilakukan oleh orang-orang tertentu yang mengatasnamakan rakyat. 1
45

dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

Sep 20, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Selama sepuluh tahun terakhir, laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai

dua juta hektar per tahun. Selain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging)

adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

utama kerusakan hutan yang sangat parah. Bahkan lebih dari itu, penebangan haram

ini telah melibatkan banyak pihak dan dilakukan secara terorganisir serta sistematis.

Kejahatan ini bukan hanya terjadi di kawasan produksi, melainkan juga sudah

merambah ke kawasan lindung dan taman nasional.

Ada tiga jenis pembalakan illegal. Pertama, yang dilakukan oleh orang atau

kelompok orang, baik yang tinggal di sekitar hutan atau bahkan jauh berada dari

hutan yang tidak mempunyai hak legal untuk menebang pohon. Kedua, dilakukan

oleh perusahaan kehutanan yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam izin yang

dimilikinya. Ketiga dilakukan oleh orang-orang tertentu yang mengatasnamakan

rakyat.

Persoalan illegal logging kini sudah menjadi fenomena umum yang

berlangsung di mana-mana. Illegal logging bukan merupakan tindakan haram yang

dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tetapi sudah menjadi pekerjaan keseharian.

Fenomena illegal logging kini bukan lagi merupakan masalah kehutanan saja,

melainkan persoalan multipihak yang dalam penyelesaiaanya pun membutuhkan

banyak pihak terkait.

Permasalahan mendasar yang dihadapi bagi penegak hukum dalam

memberantas illegal logging disebabkan illegal logging termasuk dalam kategori

kejahatan yang terorganisir, yaitu ada actor intelectualnya, ada pelaku materialnya.

Pelaku material bisa buruh penebang kayu yang hanya diupah, pemilik modal

1

Page 2: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

(cukong), pembeli, penjual dan acapkali ada backing dari oknum TNI atau Polri,

aparat pemerintah maupun tokoh masyarakat. Di antara mereka selalu bekerja sama

secara rapi, teratur dan solid. Disinyalir ada yang membackingi, sehingga praktek

illegal logging sangat sulit diberantas, dan kalaupun ditemukan kasusnya yang

dipidana bukan actor intelectual atau cukong, hanya pelaku biasa seperti penebang

kayu, pengemudi, atau nakhoda kapal yang menjalankan kenderaannya. Pelaku

sebenarnya sudah kabur duluan sebelum petugas penegak hukum dapat

menangkapnya.

Akibat dari kerusakan hutan akan menimbulkan dampak-dampak negatif.

Salah satunya bencana banjir dan kerusakan lingkungan itu sendiri. Kerusakan

hutan umumnya akibat illegal logging (IL), sedangkan sebagian kecil sisanya

karena untuk pemenuhan kebutuhan warga yang bermukim disekitar hutan. Untuk

mengantisipasi perilaku masyarakat yang merusak hutan pemerintah daerah perlu

mengambil langkah yang tepat.

2. RUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan judul makalah ini yaitu tentang ilegal logging, maka untuk

memperjelas ruang likup pembahasan, penulis memiliki batasan masalah antara

lain:

a. Pengertian pembalakan liar atau illegal logging

b. Faktor-faktor penyebab illegal logging

c. Dampak dari illegal logging

d. Solusi untuk mengatasi illegal logging

e. Upaya Pemerintah terkait illegal logging

3. TUJUAN

Melihat begitu pentingnya dalam memenuhi tugas mata kuliah Praktikum

Biologi Umum 2, maka makalah ini dibuat dengan tujuan utamanya adalah

memberikan pengetahuan lingkungan sehingga kita dapat lebih peduli terhadap

kelangsungan makhluk hidup di masa yang akan datang.

2

Page 3: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

Namun, untuk mengatasi masalah ini dibuat beberapa perjanjian multilateral

dan internasional yang berhubungan dengan illegal logging dan perdagangan kayu

ilegal. Ini berkisar dari perjanjian sukarela bahwa untuk, misalnya, memungkinkan

negara-negara konsumen untuk menukar data dengan negara-negara produsen,

untuk perjanjian yang mengikat secara hukum multilateral yang memungkinkan

negara yang menanandatangani untuk merebut produk-produk ilegal dan

memberikan denda beerupa uang pada kayu yang diproduksi secara ilegal. Ini

merupakan bagian dari perjanjian yang telah dilaksanakan dari beberapa lembaga

internasional yang terlibat dalam menangani illegal logging.

Namun, fokus baru dalam perdebatan internasional tentang illegal logging

bukan masalah isolasi. Di semua kebijakan mengenai kehutanan, lingkungan dan

pembangunan masyarakat, terdapat kesadaran yang tumbuh dari beberapa faktor:

1. Kebutuhan untuk fokus pada pelaksanaan hukum dan perjanjian internasional, tidak

hanya diperkenalkan dan negosiasi dalam isu-isu terkait pemerintahan dan korupsi.

2. Naiknya tingkat kejahatan internasional, dengan sengaja melanggar hukum dan

peraturan mengenai lingkungan yang berdampak terhadap dunia internasional, dan

kebutuhan untuk mengatasi hal itu pada tingkat internasional.

3. Peran negara-negara konsumen dalam mendorong kegiatan ilegal dan potensi bagi

mereka untuk mengambil tindakan untuk mengecualikan produk ilegal dan

membangun pasar untuk kayu legal, disamping memberikan bantuan untuk negara-

negara produsen dengan penegakan hukum.

3

Page 4: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

BAB II

ISI

A. PENGERTIAN ILLEGAL LOGGING

Illegal logging atau dengan terjemahan sederhana pembalakan liar pada

dasarnya merupakan istilah yang tidak pernah disebutkan dalam peraturan

perundang-undangan manapun. Biasanya istilah ini mengacu untuk serangkaian

perbuatan pidana yang ada dalam Pasal 50 UU Kehutanan, mulai dari penebangan

ilegal, penguasaan, transportasi, hingga penjualan terhadap kayu tersebut. Namun

demikian, Pasal 50 tidak menyatakan kejahatan tersebut sebagai rangkaian

kejahatan. Kejahatan penebangan ilegal diatur tersendiri sebagaimana pengangkutan

dan penjualan kayu ilegal juga diatur terpisah dengan sanksi yang berbeda pula.

Penebangan liar misalnya diatur dalam huruf e Pasal 50: “menebang pohon atau

memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin

dari pejabat yang berwenang;” Huruf h Pasal 50: “mengangkut, menguasai, atau

memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan

sahnya hasil hutan;” huruf f Pasal 50: “menerima, membeli atau menjual, menerima

tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau

patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak

sah;” (Supriatna, 2008)

Istilah illegal logging tampaknya cenderung kepada masalah

penebangan liar atau penebangan tanpa izin, sedangkan perambahan luput dari

kategori illegal logging. Akibatnya, kegiatan perambahan dilakukan secara

terbuka/terang-terangan tanpa takut sedikitpun dengan petugas, sedangkan

illegal logging dilakukan secara sembunyi-sembunyi, baik pada waktu siang

hari ataupun pada malam hari.

Dalam istilah kehutanan, logging adalah suatu aktivitas atau

kegiatanpenebangan kayu di dalam kawasan hutan yang dilakukan oleh seseorang,

kelompok ataupun atas nama perusahaan, berdasarkan izin yang dikeluarkan oleh

pemerintah atau instansi yang berwenang (kehutanan) sesuai dengan prosedur tata

4

Page 5: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

cara penebangan yang diatur dalam peraturan perundangan kehutanan. Dengan

demikian, logging atau penebangan dapat dibenarkan sepanjang, mempunyai izin,

mengikuti prosedur penebangan yang benar berdasarkan aspek kelestarian

lingkungan, dan mengikuti prosedur pemanfaatan dan peredaran hasil hutan

berdasarkan ketentuan yang berlaku. (Keputusan Menteri Kehutanan No. 127/Kpts-

II/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan; sebagai pengganti Kep. Menteri

Kehutanan No. 316/Kpts-II/1999 tentang Tata Usaha Kayu/Hasil Hutan).

Sebaliknya ada peristilahan illegal logging yang merupakan antitesa dari

istilah logging. Illegal berarti tidak didasari dengan peraturan perundangan atau

dasar hukum positif yang telah ditentukan oleh pemerintah, dan berkonotasi “liar”

serta mengandung konsekuensi melanggar hukum, karena mengambil atau memiliki

sesuatu milik pihak lain, yang bukan haknya. Kepada pelanggar atau pelaku dapat

dikenakan sanksi hukum berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) dan Kitab Undang-Undang HukumPidana (KUHP). Dengan demikian

ilog adalah penebangan liar atau penebangan tanpa izin yang termasuk kejahatan

ekonomi dan lingkungan karena menimbulkan kerugian material bagi negara serta

kerusakan lingkungan/ekosistem hutan dan dapat dikenakan sanksi pidana dengan

ancaman kurungan paling lama 10-15 tahun dan denda paling banyak Rp 5-10

miliar (UU No. 41 1999 tentang Kehutanan, Pasal 78).

Masalah ilegal logging akan semakin menjadi luas pengertiannya, manakala

dihubungkan dengan kegiatan yang disebut dengan “perambahan hutan”. Dalam

permasalahan kehutanan, kedua kegiatan tersebut (ilegal logging dan perambahan

hutan) disebut sebagai “penjarahan hutan”.

Pembalakan liar atau penebangan liar (illegal logging) adalah kegiatan

penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki

izin dari otoritas setempat. Masalah ini (illegal logging) menyebar luas

mempengaruhi negara-negara yang memproduksi, ekspor, dan impor kayu dan

produk kayu itu sendiri. Sebenarnya pembalakan liar dapat diartikan secara spesifik

atau luas. Penebangan liar didefinisikan secara luas yaitu sebagai perusakan hutan

secara permanent dalam skala besar, yang melanggar hukum-hukum negara di mana

5

Page 6: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

perusakan hutan itu terjadi. 12 aktifitas yang dikategorikan sebagai illegal logging

adalah :

Penebangan spesies kayu yang dilindungi.

Pengulangan izin penebangan.Menebang pohon sehingga mereka mendapat kayu

secara legal.

Membuat persetujuan dengan pengusaha lokal untuk membeli kayu gelondongan

dari daerah yang dilindungi.

Melakukan pembalakan liar di kawasan yang dilindung

Penebangan di luar batas yang telah disepakati

Penebangan di daerah yang dilarang seperti lereng yang curam, tebing, dan daerah

resapan air.

Menebang pohon besar dari hutan publik.

Menebang kayu lebih dari yang telah ditentukan.

Melaporkan jumlah kayu yang ditebang di hutan uuntuk menutupi jumlah yang

sebenarnya diambil dari daerah luar batas yang ditentukan.

Pembalakan tanpa izin, dan

Memperoleh konsesi penebangan dengan cara suap.

Walaupun angka penebangan liar yang pasti sulit didapatkan karena

aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber tepercaya mengindikasikan bahwa

lebih dari setengah semua kegiatan penebangan liar di dunia terjadi di wilayah-

wilayah daerah aliran sungai Amazon, Afrika Tengah, Asia Tenggara, Rusia dan

beberapa negara-negara Balkan. Beberapa ahli telah memperkirakan bahwa antara

2% sampai 4% dan sebanyak 23% sampai 30% dari kayu lunak dan kayu lapis

diperdagangkan secara global, mungkin berasal dari aktifitas illegal logging. Bank

Dunia memperkirakan bahwa biaya pemerintah untuk mengatasi masalah illegal

logging adalah sekitar USD15 miliar per tahun. Illegal logging bisa disebabkan oleh

beberapa hal, seperti kegagalan pemerintah dan pasar. Kegagalan pasar untuk

hutanan tropis timbul sebagai akibat dari hilangnya pasar untuk jasa lingkungan dan

terbukanya akses barang publik lainnya. Terjadi korupsi, kelangkaan sumber daya

alam suatu negara, ketidakpatian kondisi politik dan ekonomi, hubungan antara

6

Page 7: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

pemerintah dan klien, kurangnya demokrasi, kebijakan mengenai kehutanan

(Marpaung, L., 1995).

B. FAKTOR PENYEBAB ILLEGAL LOGGING

Illegal logging dapat disebabkan oleh beberapa hal: pertama, tingginya

permintaan kebutuhan kayu yang berbanding terbalik dengan persediaannya. Dalam

kontek demikian dapat terjadi bahwa permintaan kebutuhan kayu sah (legal

logging) tidak mampu mencukupi tingginya permintaan kebutuhan kayu. Hal ini

terkait dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional dan besarnya

kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri/konsumsi lokal.[2]Tingginya

permintaan terhadap kayu di dalam dan luar negeri ini tidak sebanding dengan

kemampuan penyediaan industri perkayuan (legal logging). Ketimpangan antara

persediaan dan permintaan kebutuhan kayu ini mendorong praktek illegal logging

di taman nasional dan hutan konservasi.

Kedua, tidak adanya kesinambungan antara Peraturan Pemerintah No. 21

Tahun 1970 yang mengatur tentang Hak Pengusahaan Hutan dengan Keputusan

Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 309/Kpts-II/1999 yang mengatur tentang

Sistem Silvikultur dan Daur Tanaman Pokok Dalam Pengelolaan Hutan Produksi.

Ketidaksinambungan kedua peraturan perundang-undangan tersebut terletak pada

ketentuan mengenai jangka waktu konsesi hutan, yaitu 20 tahun[3] dengan jangka

waktu siklus Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), khususnya untuk hutan

produksi yangditetapkan 35 tahun.[4] Hal demikian menyebabkan pemegang HPH

tidak menaati ketentuan TPTI. Pemegang HPH tetap melakukan penebangan

meskipun usia pohon belum mencapai batas usia yang telah ditetapkan dalam TPTI.

Akibatnya, kelestarian hutan menjadi tidak terjaga akibat illegal logging.

Ketiga, lemahnya penegakan dan pengawasan hukum bagi pelaku tindak

pidana illegal logging. Selama ini, praktekillegal logging dikaitkan dengan

lemahnya penegakan hukum, di mana penegak hukum hanya berurusan dengan

masyarakat lokal atau pemilik alat transportasi kayu. Sedangkan untuk para cukong

kelas kakap yang beroperasi di dalam dan di luar daerah tebangan, masih sulit untuk

7

Page 8: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

dijerat dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Bahkan beberapa pihak

menyatakan bahwa Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU

Kehutanan) dianggap tidak memiliki “taring” untuk menjerat pelaku utama illegal

logging, melainkan hanya menangkap pelaku lapangan. Di samping itu, disinyalir

adanya pejabat pemerintah yang korup yang justru memiliki peran penting dalam

melegalisasi praktek illegal logging.

Keempat, tumpang tindih kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah

daerah. Hak Pegusahaan Hutan selama ini berada di bawah wewenang pemerintah

pusat, tetapi di sisi lain, -sejak kebijakan otonomi daerah diberlakukan- pemerintah

daerah harus mengupayakan pemenuhan kebutuhan daerahnya secara mandiri.

Kondisi ini menyebabkan pemerintah daerah melirik untuk mengeksplorasi

berbagai potensi daerah yang memiliki nilai ekonomis yang tersedia di daerahnya,

termasuk potensi ekonomis hutan. Dalam kontek inilah terjadi tumpang tindih

kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pemerintah pusat menguasai

kewenangan pemberian HPH, di sisi lain pemerintah daerah mengeluarkan

kebijakan untuk mengeksplorasi kekayaan alam daerahnya, -termasuk hutan- guna

memenuhi kebutuhan daerahnya. Tumpang tindih kebijakan ini telah mendorong

eksploitasi sumber daya alam kehutanan. Tekanan hidup yang dialami masyarakat

daerah yang tinggal di dalam dan sekitar hutan mendorong mereka untuk menebang

kayu, baik untuk kebutuhan sendiri maupun untuk kebutuhan pasar melalui tangan

para pemodal (Iskandar U, 1999)

C. DAMPAK ILLEGAL LOGGING

Illegal logging memiliki banyak dampak. Beberapa dampak ekologi dapat

dikaitkan dengan praktek pembalakan liar. Dampak-dampak ini tergantung pada

bagaimana praktek illegal logging diartikan dan di mana illegal logging tersebut

terjadi. Jika pembalakan liar ditandai sebagai penebangan skala besar yang

merusak, hal tersebut dapat berpotensi mengarah pada konversi hutan untuk padang

rumput, menipisnya spesies tanaman (misalnya jenis pohon, seperti mahoni), dan

jenis pohon dan pohon muda lainnya akan rusak, risiko kebakaran meningkat, dan

8

Page 9: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

dalam beberapa kasus penurunan populasi hewan yang bergantung pada hutan yang

telah ditebang. Jika penebangan kayu secara ilegal terjadi di kawasan lindung,

sumber daya hayati yang penting (misalnya, tanaman langka dan spesies hewan)

mungkin menjadi terancam. Dalam beberapa kasus di daerah tropis, penebangan

telah ditandai sebagai awal untuk pembangunan jalan, yang mengarah ke akses

yang lebih besar untuk hutan primer. Jika illegal logging terjadi di kawasan lindung,

peningkatan akses ke daerah-daerah untuk penebangan jalan dapat menyebabkan

hal yang lainnya seperti penebangan, peternakan, dan pembangunan pertanian di

daerah tersebut.

Penebangan liar pun memiliki dampak ekonomi di negara-negara di mana

itu hal tersebut terjadi. Dalam beberapa negara di mana terjadi pembalakan liar,

volume kayu yang ditebang ilegal lebih besar dari total panen resmi. Selanjutnya,

pembalakan liar dan perdagangan berhubungan dengan kegiatan ilegal lainnya

seperti korupsi, penghindaran pajak, dan pencucian uang. Jika illegal logging lazim

di sebuah negara, ada kecenderungan untuk berinvestasi. Misalnya, penebangan liar

mendapat sinyal penegakan hukum sangat lemah dan korupsi itu merupakan hal

yang lazim. Faktor-faktor ini dapat mencegah investasi jangka panjang di negara-

negara dan dapat meningkatkan biaya bagi investor yang terlibat di dalam negeri.

Akan tetapi, penebangan liar dapat dikatakan memiliki dampak ekonomi

yang positif. Penebangan liar dapat menciptakan lapangan kerja di daerah miskin,

menyediakan kayu jangka pendek yang murah, dan memuaskan tuntutan kayu yang

berlebihan dari dalam negeri dan negara-negara pengimpor. Jika pemerintah daerah

dan masyarakat menganggap bahwa pembalakan liar bermanfaat bagi masyarakat,

maka tidak akan ada penegakan hukum atau orang atau pihak yang akan berusaha

untuk melegalkan kayu ilegal untuk mempertahankan dan meningkatkan

pendapatan.

Penebangan liar juga dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat lokal di

negara-negara di mana penebangan liar terjadi. Masyarakat lokal mungkin

tergantung pada hutan untuk hasil hutan non-kayu (misalnya, buah-buahan dan

9

Page 10: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

obat-obatan). Penebangan liar, dapat mengubah ekosistem hutan untuk ekosistem

yang kurang berguna seperti padang rumput atau savana.

1. DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN

Dampak kerusakan ekologis (lingkungan) akibat penebangan liar (illegal

logging) menurut berbagai penelitian yang dilakukan oleh para pakar pemerhati

lingkungan dan kehutanan bahwa berbagai bencana alam yang terjadi, disinyalir

sebagai akibat dari kerusakan hutan sebagai dampak dari penebangan liar (illegal

logging).

Selain bencana alam, penebangan liar (illegal logging) ini juga

menimbulkan kerusakan flora dan fauna serta punahnya spesies langka. Dampak

kerugian ekonomi yang ditanggung oleh Negara dapat dilihat dari penelitian yang

dilakukan oleh David W. Brown pengamat ekonomi kehutanan dari Departement

For International Development (DFID) yang mengkalkulasikan kerugian finansial

yang ditanggung pemerintah akibat perdagangan kayu liar (illegal timber trading)

adalah sebesar US $ 1,632 milliar per tahun dan kerugian akibat penebangan liar

(illegal logging) di Indonesia mencapai US $ 5,7 miliar per tahun. Angka tersebut

diperoleh dari perhitungan 68 juta meter kubik kayu illegal yang dikonsumsi pabrik

kayu dalam negeri untuk diolah senilai US $ 4,08 miliar dikalikan dengan pajak

yang harus dibayar setiap meter kubik kayu, sebesar US $ 24.

Pembalak-pembalak liar tidak peduli dengan penanaman kembali pohon.

Sebanyak 42 juta Ha hutan di Indonesia telah berkurang dari 130 juta Ha luas hutan

Indonesia. Tentu saja penanaman pohon-pohon itu memakan waktu yang tidak

sedikit. Lahan-lahan hutan yang

tidak ditanami kembali

menyebabkan bencana melanda.

Longsor, banjir adalah akibat dari

penggundulan hutan (Menhut,

2011)

Hutan yang menggundul

mengakibatkan habitat hewan-

hewan buas di hutan pun menjadi

10

Penebangan liar di Taman Nasional Gunung Palung Kalimantan Barat. Kayu keras diperjualbelikan oleh cukong kayu di Ketapang. Foto diambil oleh Rhet Vutler pada Maret 2011

Page 11: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

semakin punah, hal ini mengakibatkan hewan-hewan buas tersebut keluar dari hutan

dan mencari makanan di kampung-kampung sekitar hutan. Seperti kita ketahui

banyak kejadian sawah-sawah penduduk yang rusak diterjang hewan-hewan hutan

dan bahkan penduduk kampung sendiri yang diterkam oeh hewan buas yang

mencari mangsa. Efeknya luas bagi kehidupan masyarakat. Selain itu fungsi hutan

sebagai paru-paru dunia menjadi rusak, mengakibatkan iklim dunia khususnya

Indonesia menjadi lebih panas berakibat pada efek rumah kaca.

Pembalakan ilegal yang terjadi dimana-mana di Indonesia, maraknya korupsi dan

lemahnya hukum yang memungkinkan kegiatan ini terus berkembang, digambarkan

secara jelas dalam perambahan taman-taman nasional di Indonesia. Taman Nasional

Bukit Tigapuluh di Sumatera, dan Taman Nasional Tanjung Puting di Kalimantan,

hanya merupakan dua di antara kasus-kasus yang lebih buruk di mana cadangan

hutan perawan Indonesia yang terakhir telah dijarah secara sistematis oleh para

pembalak. Pembalakan liar di pinggir

Taman Nasional Gunung

Palung, Kalimantan Barat.

Kayu-kayu ini digunakan

untuk membangun kerangka

yang menarik burung walet.

Sup sarang burung walet

merupakan salah satu

makanan yang diminati di

Cina. Foto diambil oleh Rhett

Butler pada Maret 2011.

Satu kasus yang menyedihkan terjadi di Taman Nasional Tanjung Puting di

Propinsi Kalimantan Tengah, yang luasnya 400.000 ha di atas lahan alluvial di

semenanjung yang menjorok ke selatan ke arah Laut Jawa. Taman nasional ini

meliputi berbagai ekosistem, termasuk hutan kerangas tropis, hutan payau, dan

hutan mangrove, dan didiami oleh lebih dari 200 spesies burung, 17 spesies reptilia,

dan 29 spesies mamalia. Sembilan spesies primata di Pulau Kalimantan ditemukan

di Tanjung Puting, termasuk sekitar 2000 orangutan. Kawasan ini secara resmi

ditetapkan sebagai taman nasional pada tahun 1984, setelah sebelumnya berstatus

11

Page 12: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

Suaka Margasatwa sejak tahun 1930-an, dan secara resmi tercatat oleh PBB sebagai

Cagar Biosfer.

Kekayaan flora

taman ini mencakup

sejumlah besar

tegakan spesies pohon

komersial, khususnya

Meranti (Shorea spp.)

dan Ramin

(Gonystylus spp.).

Ramin telah menjadi

target utama para

pembalak ilegal; sejak

awal tahun 1990-an,

dan penebangan ilegal

kayu yang berharga ini meningkat tajam pada tahun-tahun terakhir setelah krisis

ekonomi dan politik yang dimulai pada tahun 1997-1998 dan terus berlanjut sampai

sekarang. Ramin adalah sejenis kayu langka yang tumbuh hanya di kawasan hutan

dataran rendah tropis, dan pada dasarnya telah dibalak di banyak wilayah Indonesia

lainnya. Daya tarik Ramin bagi para pembalak ilegal sangat jelas-Ramin yang telah

dipotong-potong terjual kira-kira 600 dolar/m3 di berbagai pasar internasional,

sedangkan Ramin yang sudah dibentuk terjual seharga 1200 dolar/m3. Pembeli

utama Ramin meliputi Malaysia, Singapura, Taiwan, Cina, Amerika Serikat, dan

berbagai negara Eropa (Anomin, 2012).

Pembalakan ilegal terhadap Ramin dan spesies lainnya terjadi di sebagian

besar kawasan Tanjung Puting, terutama di sepanjang S. Sekonyer, S. Buluh Besar,

dan S. Seruiyan, yang merupakan batas atau membelah taman nasional ini.

Penyelidikan lapangan oleh Environmental Investigation Agency (sebuah LSM

yang berbasis di Inggris) dan Telapak Indonesia (sebuah LSM Indonesia) selama

tahun 1999 dan 2000 mengungkapkan bahwa hanya sepertiga hutan taman nasional

yang masih tetap belum terjamah.

12

Deforestasi di luar kawasan Taman Nasional Gunung Palung,

Kalimantan Barat. Hutan ini ditebang untuk diambil kayunya,

kemudian dibakar. Hutan ini akan ditanami pohon karet. Foto

diambil oleh Rhett Butler pada Maret 2011.

Page 13: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

2. DAMPAK TERHADAP KELESTARIAN HUTAN

Data yang dikeluarkan Bank Dunia menunjukkan bahwa sejak tahun 1985-

1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektar setiap tahun dan

diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar berkaitan

dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya kapasitas

terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum,

dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan.

Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun, luas tutupan

hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan hutan di

seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia

akibat dari sistem politik dan ekonomi yang menganggap sumber daya hutan

sebagai sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik serta

keuntungan pribadi.

Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak dan

tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta

hektar kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun

terakhir mencapai 2,83 juta hektar per tahun. Bila keadaan seperti ini dipertahankan,

dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya, maka hutan di

Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang sama. Menurut analisis World Bank,

hutan di Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2010.

Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan

kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai

harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5

milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap

tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman hayati

serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan.

Penelitian Greenpeace mencatat tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai

angka 3,8 juta hektar pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas

illegal logging atau penebangan liar. Sedangkan data Badan Penelitian Departemen

Kehutanan menunjukan angka Rp. 83 milyar perhari sebagai kerugian finansial

akibat penebangan liar (Antara, 2004).

13

Page 14: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

3. DAMPAK TERHADAP KONDISI SOSIAL BUDAYA

Menurut Departemen Kehutanan, pada periode tahun 2001–2003 jumlah

kayu yang diselundupkan keluar dari Indonesia sekitar 9 juta m3. Perkiraan nilai

dari perdagangan kayu ilegal tersebut adalah 2,16 miliar dollar AS, sebuah jumlah

yang mendekati bantuan keuangan yang diberikan oleh Consultative Group on

Indonesia (CGI) kepada Pemerintah Indonesia pada tahun 2003 dan 2004. Sekitar

90% dari keuntungan pembalakan liar di Indonesia berakhir di rekening bank di

negara lain. Keuntungan dari operasi pembalakan liar mungkin saja besar, akan

tetapi biaya operasinya juga sangat besar. Para pembalak liar tersebut harus

membeli peralatan berat, membayar masyarakat lokal, menyewa kapal, memalsukan

dokumen ekspor impor, dan lain sebagainya. Upaya untuk menghentikan

perdagangan kayu ilegal bukan saja diperlukan, bahkan usaha ini dapat mendukung

upaya penangkapan para pelakunya. Akan tetapi, apabila masyarakat internasional

hanya menekan Indonesia saja untuk melakukan perubahan paradigma penanganan

pembalakan liar, hasilnya kemungkinan besar akan kontra produktif karena praktik

pembalakan liar di Indonesia pada dasarnya bukan hanya persoalan Indonesia

semata.

Dari segi sosial budaya dapat dilihat munculnya sikap kurang bertanggung

jawab yang dikarenakan adanya perubahan nilai dimana masyarakat pada umumnya

sulit untuk membedakan antara yang benar dan salah serta antara baik dan buruk.

Hal tersebut disebabkan telah lamanya hukum tidak ditegakkan ataupun kalau

ditegakkan, sering hanya menyentuh sasaran yang salah. Perubahan nilai ini

bukanlah sesuatu yang mudah untuk dikembalikan tanpa pengorbanan yang besar.

14

Page 15: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

Masyarakat lokal yang telah lama tinggal di hutan tropis selama ratusan

tahun atau[pun ribuan rahun telah menjadikan tanah dan hutan yang paling penting

sumber ekonomi mereka, memberikan mereka bahan makanan, bangunan, tanaman

obat dan produk lainnya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hubungan mereka

dengan tanah telah membentuk landasan dari banyak masyarakat dan budaya dan

memiliki makna yang mendalam dalam kehidupan rohani mereka. Karena hutan

sangat penting bagi kehidupan mereka, masyarakat hutan telah menemukan cara

pengelolaan hutan yang menjamin bahwa kebutuhan mereka terpenuhi dan bahwa

ekosistem hutan dilindungi.

Tanah dan hutan adalah sumber daya ekonomi yang paling penting bagi masyarakat yang

bergantung pada hutan, memberikan mereka makanan, bahan bangunan, tanaman obat dan

produk lainnya.

Nilai-nilai masyarakat dirusak dan integritas masyarakat hutan terganggu

oleh industri ekstraktif dan ketergantungan berikutnya pada ekonomi tunai untuk

produk penting sehari-hari seperti makanan. Ketegangan sosial dalam dan antar

komunitas seringkali diperparah sebagai hasilnya

4. DAMPAK TERHADAP EKONOMI

Pembalakan liar tentu saja menyebabkan kerugian negara. Apabila

penebangan hutan seharusnya berizin menjadi tak berizin maka bisa dipastikan

jumlah pohon yang ditebang tidak terkontrol, yang seharusnya maksimal sekian

hektar menjadi lebih dari luas maksimal hutan yang boleh ditebang. Hal ini

menyebabkan daya serap air tanah menjadi berkurang. Jika demikian tentu ada

dampak jangka panjang diantara bencana tanah longsor, habitat yang berkurang

15

Page 16: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

bagi hewan hutan dan fungsi hutan sebagai paru-paru dunia berkurang. Tentu biaya

untuk menanggulangi masalah ini akan besar dan ini merugikan keuangan negara.

Pajak dan Retribusi Untuk Penenbangan Hutan

Tentu saja pajak dan retribusi pembalakan liar akan masuk kantong para

makelar pembalakan liar tidak masuk ke kas negara . Tentu saja hal ini merugikan

keuangan negara. Disebutkan bahwa kerugian negara ditaksir Rp 180,2 triliyun

akibat kegiatan pembalakan liar di Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi

Kalimantan Timur. Sungguh kerugian yang besar sekali. Di Kalimantan Tengah

kerugian negara akibat pembalakan liar adalah yang terbesar yaitu Rp 158,5 triliyun

(Anomin, 2012)

Nilai kerugian negara akibat praktik pembalakan liar (illegal logging)

ataupun pembabatan hutan secara legal namun penuh rekayasa suap dan korupsi,

telah menyebabkan kerusakan luar biasa. Tak hanya kerusakan ekosistem hutan

yang menopang kehidupan masyarakat, praktik illegal logging dan "legalized

logging" ini juga menyebabkan kerugian negara dalam jumlah besar. Studi

Indonesia Corruption Watch (ICW) selama kurun waktu 2004-2010, kerugian

negara akibat pembalakan hutan di Indonesia mencapai Rp 169,7 triliun. Nilai

sebesar itu diperoleh dari perhitungan kekurangan penerimaan negara dari sektor

pajak bumi dan bangunan serta sejumlah perijinan dan royalti.

D. SOLUSI UNTUK MENGATASI ILLEGAL LOGGING

Pemanfaatan dan pengelolaan sektor kehutanan adalah satu bagian yang

penting dalam pengelolaan lingkungan hidup dimana telah menjadi sorotan bukan

hanya secara nasional akan tetapi menjadi wacana global. Perhatian dunia

internasional terhadap kelestarian hutan nampak dalam Konferensi Tingkat Tinggi

(KTT) Bumi yang diadakan oleh PBB di Rio De Jeneiro pada tanggal 3 sampai 14

Juni 1992 yang juga merupakan peringatan 20 tahun Konferensi Stockholm tahun

1972.

16

Page 17: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio De Jeneiro menghasilkan suatu

konsesus tentang beberapa bidang penting khususnya tentang prinsip-prinsip

kehutanan (forest principle) yang dituangkan dalam dokumen dan perjanjian :

“Non-Legally Binding Authorotative Statement of Prinsiple for a Global Consensus

on the Management, Conservation and Sustainable Development of all Types of

Forest” dan Bab 11 dari Agenda 21 “Combating Deforestation”. Kemudian dalam

pertemuan ketiga dari Komisi Pembangunan Berkelanjutan (CSD-Commission of

Sustainable Development) disepakati untuk membentuk Intergovermental Panel on

Forest (IPF) guna melanjutkan dialog dalam kebijakan kehutanan skala global.

Prinsip-prinsip tentang Kehutanan tersebut di atas kemudian dijabarkan

dalam Undang-Undang Kehutanan Indonesia yaitu UU No. 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan seperti yang terlihat dalam konsideran butir a UU No. 41/1999 bahwa

“hutan wajib disyukuri, diurus dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga

kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan agar dapat dirasakan

manfaatnya baik bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang.

Salah satu masalah yang sangat krusial dalam bidang lingkup pada sektor

kehutanan ini adalah masalah penebangan liar atau yang dikenal dengan istilah

“illegal logging”. Stephen Devenish, ketua Misi Forest Law Enforecment

Governance and Trade dari Uni Eropa, mengatakan bahwa Penebangan Liar adalah

penyebab utama kerusakan hutan di Indonesia (Mangunwijaya, F.M., 2006).

Penanggulangan illegal logging tetap harus diupayakan hingga kegiatan

illegal logging berhenti sama sekali sebelum habisnya sumber daya hutan dimana

terdapat suatu kawasan hutan tetapi tidak terdapat pohon-pohon di dalamnya.

Penanggulangan illegal logging dapat dilakukan melalui kombinasi dari upaya-

upaya pencegahan (preventif), penanggulangan (represif) dan upaya monitoring

(deteksi).

1. Deteksi terhadap adanya kegiatan penebangan liar

17

Page 18: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

Ground checking dan patroli

Inspeksi di tempat-tempat yang diduga terjadi penebangan liar

Deteksi di sepanjang jalur-jalur pengangkutan

2. Tindak prefentif untuk mencegah terjadinya illegal logging

Pengembangan program pemberdayaan masyarakat

Melakukan seleksi yang lebih ketat dalam pengangkatan pejabat (fit and

proper test)

Evaluasi dan review peraturan dan perundang-undangan

3. Tindakan supresi (represif)

Tindakan represif merupakan tindakan penegakan hukum mulai dari

penyelidikan, penyidikan sampai ke pengadilan. Untuk itu harus ada kesamaan

persepsi antara masing-masing unsur penegak hukum yaitu penyidik (Polri dan

PPNS), jaksa penuntut dan hakim. Karena besarnya permasalahan ilegal logging,

tindakan represif harus mampu menimbulkan efek jera sehinga pemberian sanksi

hukum harus tepat (Anomin, 2012).

E. UPAYA PEMERINTAH TERKAIT ILLEGAL LOGGING

Sampai saat ini, belum ada peraturan perundang-undangan yang memberikan

definisi resmi terhadap Illegal logging di Indonesia. Padahal pengertian ini sangat

penting untuk memberikan batasan terhadap tindakan-tindakan apa yang termasuk

kedalam lingkup Illegal logging. Disini merupakan salah titik masuk yang

menyebabkan operasi pemberantasan Illegal logging cenderung tidak efektif.

Peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan dan undang-undang

terkait yang mengatur mengenai Illegal Logging yaitu UU No. 5 Tahun 1990

tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 16

Tahun 1992 tentang Karantina Hewan dan Tumbuhan, UU No. 23 Tahun 1997

tentang Lingkungan Hidup, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, PP No. 28

Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan, PP No. 13 Tahun 1994 tentang Perburuan

Satwa Buru, PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan

Pelestarian Alam, PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan

18

Page 19: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

Satwa, dan PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Liar.

Dalam UU 41 Tahun 1999 Tentang kehutanan (UUK), hutan dikelompokkan

dalam tiga fungsi yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi .

Dalam fungsi konservasi, terdapat hutan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan

taman buru. Maka aturan tentang Illegal logging itu tersebar pada aturan kehutanan

dalam lingkup konservasi, lindung dan produksi.

Dewasa ini pada aturan kehutanan setingkat undang-undang, setidaknya

terdapat tiga undang-undang yang krusial merumuskan perbuatan-perbuatan Illegal

logging, yaitu UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan (UUK), UU No. 23

Tahun 1997 Tentang Lingkungan Hidup, dan UU No. 5 Tahun 1990 Tentang

Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya. Dalam ketiga Undang-Undang

ini diatur beberapa kegiatan yang termasuk kedalam Illegal logging

Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan

merupakan pelaksanaan dari Pasal 46 s/d 51 serta pasal 77 dan pasal 80 UU No 41

Tahun 1999 tentang Kehutanan. PP ini terdiri dari 57 pasal dan 10 Bab serta

Penjelasannya, dan diundangkan pada tanggal 18 Oktober 2004 pada masa

pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Ada 9 Undang-Undang yang

dijadikan pengingat pada PP ini, termasuk UU No 18 Tahun 2001 tentang Otonomi

Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam serta UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi

Papua. Dengan berlakunya PP Ini, maka PP No 28 tahun 1985 tentan Perlindungan

Hutan tidak lagi berlaku.

Setidaknya ada 18 peraturan pelaksana yang harus dibuat oleh menteri, 3

diantaranya harus diatur dengan keputusan menteri serta 1 [satu] harus diatur dalam

bentuk keputusan bersama dengan menteri terkait [pengelolaan dan penggunaan

biaya ganti rugi]. PP ini juga mengharapkan ada 2 PP lain yang harus dibuat

[kegiatan rehabilitasi dan ketentuan pengawasan].

Isi Peraturan PP No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan merupakan

salah satu PP yang diamanatkan oleh UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

terkait masalah pengelolaan hutan. Kegiatan pengelolaan hutan ini meliputi : [a] tata

19

Page 20: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan ; [b] pemanfaatan hutan dan

penggunaan kawasan hutan ; [c] rehabilitasi dan reklamasi hutan serta [d]

perlindungan hutan dan konservasi alam. Berikut adalah pemaparan perbab dari PP

tersebut.

Bab I Ketentuan Umum. Terdiri dari 3 bagian dan 6 pasal [pasal 1 s/d 6].

Dalam bagian Pengertian berhasil diidentifikasikan 5 penyebab dari kerusakan

hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yakni manusia, ternak, kebakaran, daya-daya

alam, hama dan penyakit. Kewenangannya ada di tangan Pemerintah [Pusat] dan

atau Pemda, atau di tangan BUMN bidang kehutanan [jika ada pelimpahan

wewenang dari Pemerintahan pusat]. Kegiatannya ada di Unit/Kesatuan

Pengelolaan Hutan Konservasi [KPHK], Hutan Lindung [KPHL] dan Hutan

Produksi [KPHP]

Diatur juga mengenai perlindungan hutan dengan tujuan khusus yang

ditetapkan oleh menhut, yang meliputi kegiatan : penelitian dan pengembangan,

pendidikan dan pelatihan serta religi dan budaya. Sementara tujuan utama dari

perlindungan hutan adalah menjaga hutan, hasil hutan, kawasan hutan dan

lingkunganya agar 3 fungsi hutan tercapai secara optimal dan lestari. Untuk

mencapai tujuan itu dilakukan dengan dua prinsip : mencegah dan membatasi

kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, serta mempertahankan dan

menjaga hak-hak negara, masyarakat, dan perseorangan atas hutan, kawasan hutan,

hasil hutan, investasi serta perangkat yang berkaitan dengan kegiatan perlindungan

hutan.

Bab II pelaksanaan perlindungan hutan. Terdiri dari 4 bagian dan 11 Pasal

[pasal 7 s/d 17]. Bab ini mengatur mengenai 4 penyebab kerusakan hutan, kawasan

hutan dan hasil hutan, yakni manusia [bagian kesatu], gangguan ternak [bagian

kedua], daya-daya alam [bagian ketiga], hama dan penyakit [bagian keempat].

Dalam bab ini ada beberapa pasal yang nampaknya mencoba mengatur/membuat

batasan tentang praktek illegal logging, yakni pasal 12 [mengatur mengenai

kewajiban dilengkapinya surat keterangan sahnya hasil hutan pada hasil hutan] dan

pasal 14 [pemanfaatan hutan hanya bisa dilakukan setelah ada izin dari pejabat yang

berwenang].

20

Page 21: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

Pasal penting lainnya adalah bahwa masyarakat hukum adat menjadi pihak

pelaksana dan bertanggung jawab dalam kegiatan perlindungan hutan atas kawasan

hutan yang dikelolanya. Masyarakat hukum adat yang dimaksud adalah masyarakat

adat yang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya.

Bab III perlindungan hutan dari kebakaran. Terdiri dari 3 bagian dan 14 pasal

[pasal 18 s/d pasal 31]. Bab ini mengatur khusus mengenai penyebab kerusakan

hutan, kawasan hutan dan hasil hutan akibat kebakaran. Ada dua aktor penyebab

kebakaran : manusia dan daya-daya alam.

Pasal 19 mengatur bahwa setiap orang dilarang membakar hutan. Tetapi ada

pengecualiannya, yakni pembakaran hutan yang dilakukan secara terbatas untuk

tujuan khusus atau kondisi yang tidak dapat dielakkan, meliputi: pengendalian

kebakaran hutan, pembasmian hama dan penyakit serta pembinaan habitat

tumbuhan dan satwa, yang harus mendapatkan izin menteri dulu. Diatur pula bahwa

persiapan dan pembersihan lahan untuk kebun dan hutan tanaman tidak termasuk

dalam tujuan khusus atau kondisi yang tidak dapat dielakkan.

Bab IV polisi kehutanan, penyidik PNS kehutanan dan satuan pengamanan

kehutanan. Terdiri dari 3 bagian dan 10 pasal [pasal 32 s/d 41]. Bab ini mengatur

mengenai aparat yang bertugas dalam kegiatan perlindungan hutan. Dalam hal ini

ada 3 aparat : polisi kehutanan, PPNS Kehutanan dan satuan pengamanan

kehutanan. Salah satu kewenangan polisi kehutanan adalah, dalam hal tertangkap

tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepada yang berwenang.

Yang berwenang di sini adalah PPNS Kehutanan. Polisi kehutanan juga mempunyai

kewenangan untuk melakukan penyelidikan atas perintah pimpinan yang

berwenang. Pejabat PPNS Kehutanan mempunyai kewenangan untuk melakukan

penyidikan yang terkait dengan kejahatan kehutanan. Dalam tugas penyidikannya,

Pejabat PPNS Kehutanan berkoordinasi dan diawasi serta dibina oleh POLRI, tetapi

bukan sebagai bawahannya. Hasil penyidikan Pejabat PPNS Kehutanan diserahkan

kepada Penuntut Umum. Hanya saja, ketika Pejabat PPNS menemui adanya

perbuatan yang patut diduga sebagai tindak pidana kehutanan, maka ia harus

menyerahkannya kepada Pejabat penyidik POLRI.

21

Page 22: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

Satuan pengamanan kehutanan merupakan satuan pengamanan yang dibentuk

oleh pemegang hak pengelolaan hutan atau pemegang izin. Tugas utamanya adalah

terbatas pada pengamanan fisik di lingkungan areal hutan yan menjadi tanggung

jawabnya.

Bab V sanksi pidana. Diatur dalam 3 pasal [pasal 42 s/d pasal 44]. Sanksi

pidana ini dikenakan pada setiap orang yang melanggar ketentuan mengenai

kewajiban surat keterangan sahnya hasil hutan serta izin pemanfaatan hutan dan

penggunaan kawasan hutan.

Bab VI ganti rugi. Diatur dalam 2 pasal [pasal 45 s/d 46]. Bab ini menentukan

bahwa penanggung jawab perbuatan wajib membayar ganti rugi atas perbuatan

melanggat hukum yang diatur dalam UU Kehutanan. Pembayaran ganti rugi itu

tidak akan mengurangi sanksi pidana. Ganti rugi, yang harus disetorkan ke kas

negara ini, dipergunakan untuk biaya rehabilitasi, pemulihan kondisi hutan atau

tindakan yang diperlukan. Besarnya ganti rugi, ditetapkan oleh menteri, ditentukan

atas dua hal: tingkat kerusakan hutan serta akibat yang ditimbulkan kepada negara.

Dasar pijakan dari dua hal itu adalah pada perubahan fisik, sifat fisik atau

hayatinya.

Bab VII pembinaan, pengendalian dan pengawasan. Terdiri dari dua bagian

dan 6 pasal [pasal 47 s/d pasal 52]. Pembinaan, pengendalian dan pengawasan ini

dilakukan secara berjenjang dimana menteri mempunyai kewenangan melakukan

tiga hal itu kepada kebijakan gubernur. Begitu juga gubernur kepada bupati atau

walikota. Kegiatan pembinaan yang dimaksud adalah pemberian pedoman,

bimbingan, pelatihan, arahan dan atau supervisi. Kegiatan pengendalian adalah

kegiatan monitoring, evaluasi, dan atau tindak lanjut. Hasil pengendalian yang

dilakukan oleh Gubernur ditindaklanjuti oleh Bupati atau Walikota. Tidak ada

aturan yang mengatur mengenai ditindaklanjuti oleh siapa pengendalian yang

dilakukan oleh menteri. Berbeda dengan pedoman pembinaan dan pengendalian

yang diatur lebih lanjut oleh menteri, ketentuan tentang pengawasan diatur dalam

Peraturan Pemerintah tersendiri.

22

Page 23: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

Bab VIII ketentuan lain-lain. Mengatur mengenai pengurusan barang bukti

dalam perkara pidana kehutanan. Perlakuannya berbeda-beda, ada yang harus

disimpan di instansi yang bersangkutan, rumah penyimpanan benda sitaan negara

atau lembaga konservasi tumbuhan dan satwa liar, ada juga yang dilelang

secepatnya, atau malah dirampas untuk negara.

Bab IX ketentuan peralihan. Satu-satunya pasal pada bab ini, pasal 55,

menentukan bahwa peraturan pelaksana perlindungan hutan yang telah ada,

sepanjang tidak bertentangan dengan PP ini, dianggap tetap berlaku sampai dengan

dikeluarkannya peraturan pelaksana baru yang didasarkan pada PP ini.

Bab X ketentuan penutup. Berisi ketentuan yang mencabut PP lama

perlindungan hutan [PP No. 28 Tahun 1985] dan mulai berlakunya PP ini sejak

diundangkan (PP No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan).

F. UPAYA PENCEGAHAN PENEBANGAN LIAR

Beberapa Rekomendasi pencegahan illegal logging :

a. Perlu adanya kejelasan tentang pengertian dan ruang lingkup dari illegal

logging. Inpres No. 5 Tahun 2001 tidak membuat pengertian walaupun

judulnya sendiri menggunakan illegal logging. Hal ini dapat dibuat melalui

amandemen UU No. 41/1999, atau Peraturan Pemerintah sebagai tindaklanjut

UU tersebut atau untuk sementara melalui Keputusan Presiden.

b. Penyebarluasan dampak dari penebangan liar kepada berbagai aparat penegak

hukum (polisi, kejaksaan dan hakim) tentang berbagai peraturan yang ada dan

berkaitan dengan illegal logging serta informasi mengenai dampak negatif

serta kerugian negara dan masyarakat yang ditimbulkan (ingat beberapa

putusan hakim di PN Tangerang yang memberikan sanksi hukum mati

terhadap pelaku narkoba).

c. Dibangunnya Kordinasi antar kelembagaan pemerintah, aparat penegak

hukum, pemerintah daerah dan masyarakat, termasuk LSM. Program

Wanalaga yang dikembangkan oleh pihak kepolisian terkesan dilakukan

secara sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi tersebut.

23

Page 24: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

d. Adanya pedoman penegakan hukum terhadap penegakan hukum. Pedoman ini

hendaklah dilakukan melalui suatu kajian yang mendalam dan melibatkan

berbagai pihak serta berdasarkan kasus-kasus yang ada selama ini. Pedoman

ini perlu kemudian didorong untuk dijadikan sebagai pegangan wajib bagi

seluruh aparat penegak hukum (Salim, H.S.,2003).

G. KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DALAM MELESTARIKAN

HUTAN

Salah satu kearifan lokal dalam hal menjaga kelestarian hutan yang membuat

penulis terkesan adalah adat yang dimiliki oleh masyarakat di Desa Ciomas,

Ciamis, Jawa Barat. Desa Ciomas yang secara geografis berada di Kaki gunung

Sawal (1764 mdpl) ini memiliki satu adat budaya yang begitu sistematis dan

terprogram yang berkaitan dengan pelestarian hutan.

Masyarakat di Desa ini memiliki satu kearifan lokal warisan nenek moyang

mereka mengenai pelestarian lingkungan yang sampai saat ini masih dengan teguh

mereka jaga. Salah satunya adalah dengan masih menetapkannya Leuweung

Larangan (hutan larangan) di kawasan Gunung Sawal sebagai tempat yang harus

betul-betul dijaga kelestariannya.

Di samping itu, ada pula beberapa tahapan dalam adat masyarakat Ciomas

yang mengedepankan pola-pola sistematis dan bertahap dalam hal pelestarian hutan

di lingkungan mereka. Tahapan adat itu terbagi dalam tiga tahap yang begitu

sistematis dan penuh perhitungan. Inilah tahap-tahap dalam adat Masyarakat

Ciomas dalam hal menjaga lingkungan hutan agar tetap lestari:

1. Kabarataan

Kabarataan adalah sebuah adat yang mengedepankan pada analisis yang

mendalam terhadap kerusakan-kerusakan hutan yang terdapat dalam tata wilayah

24

Page 25: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

mereka. Dalam adat Kabarataan ini meliputi menghitung berbagai kerusakan hutan,

menetapkan waktu pemulihan kerusakan tersebut (Tata Wayah) dan juga rancangan

kerja tentang apa-apa saja yang harus dilakukan untuk memulihkan kerusakan (Tata

Lampah). Tidak hanya itu, dalam adat Kabarataan ini juga diadakan upacara

penanaman pohon panayogian atau penanda yang disebut dengan nama Ki Pasang,

mengingat pohon yang di tanam adalah dua jenis pohon yang sama dan

berdampingan. Dalam prosesi adat menanam pohon panayogian biasanya dilakukan

pada akhir menjelang rangkaian adat Kabarataan berakhir. Yang membuat saya

terkesan adalah, untuk pohon yang di tanam dalam Panayogian ini masyarakat adat

mewajibkan untuk hanya menanam jenis pohon yang tumbuh di wilayah itu dan

sama sekali tidak dibolehkan untuk menanam pohon yang berasal dari luar daerah

tersebut. Hal itu tentu saja dilakukan bukan dengan tanpa alasan sama sekali.

Tujuan utama dari penanaman pohon yang harus dari wilayah tersebut dengan

perhitungan bahwa adaftasi sebuah tanaman dengan tanah dan lingkungan baru

adakalanya memakan proses yang tidak selamanya berjalan mulus. Jika pohon yang

ditanam merupakan tanaman asli dari wilayah tersebut maka diharapkan proses

adaptasi dan pertumbuhan dari sang pohon yang baru di tanam bisa lebih mudah

dilalui.

2. Kadewaan

Untuk tahapan berikutnya setelah prosesi adat Kabarataan berakhir maka

dilanjutkan dengan tahapan selanjutnya yakni melaksanakan adat Kadewaan.

Kadewaan sendiri pada prinsipnya adalah awal dimulainya proses pemulihan hutan

dan lingkungan termasuk mata air, sungai, dan aneka tumbuhan di sekitar wilayah

tersebut yang pada saat adat Kabarataan dianggap sudah waktunya dipulihkan dari

kerusakan-kerusakan. Maka, jika dalam adat Kabarataan adalah berupa analisis

yang mendalam untuk mendeteksi kerusakan-kerusakan lingkungan berikut dengan

pola-pola apa saja yang akan diambil dalam upaya penyembuhan lingkungan yang

rusak tersebut, maka dalam adat Kadewaan ini adalah upaya pelaksanaan dari

pemulihan itu sendiri. Dalam Kadewaan ini, masyarakat diwajibkan untuk

menanam pohon di tempat-tempat yang dianggap telah rusak. Dan seperti pada adat

Kabarataan, pohon-pohon yang ditanam di sini pun harus berasal dari jenis pohon

yang ada di wilayah tersebut.

25

Page 26: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

3. Karatuan

Untuk tahapan terakhir dari rangkaian adat ini adalah pelaksanaan adat

karatuan. Adat Karatuan adalah sebuah proses berkesinambungan antara terus

memulihkan lingkungan dan juga menjaga keberlangsungan pemulihan itu sendiri

hingga tercapai sebuah tata lingkungan yang benar-benar subur, bersahabat dan

tentu saja bisa diambil manfaatnya oleh penduduk setempat. Maka dari itu, dalam

adat karatuan ini sifatnya jangka panjang dan oleh karenanya waktu yang ditetapkan

pun adakalanya hingga ratusan tahun.

Dari tahapan-tahapan adat tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa untuk

melestarikan hutan tidak selamanya diperlukan biaya yang besar dan peralatan-

peralatan mutahir. Semua biaya dan alat-alat mutahir itu tentu juga berguna tapi

yang terpenting dari semuanya adalah kesadaran masyarakatnya itu sendiri.

Adakalanya biaya besar dengan alat-alat mutahir tak berguna sama sekali jika

kesadaran masyarakatnya untuk mencintai lingkungan tidak ada. Peralatan-

peralatan mutahir itu bisa jadi hanya akan jadi rongsokan tiada guna, pun biaya

yang besar tak akan menghasilkan apapun selama manusianya sendiri selaku oknum

tak memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungannya, karena menjaga lingkungan

adalah sebuah proses yang simultan dan bukan abra kadabra, dan semuanya menjadi

kembali seperti apa yang kita harapkan.

Itu baru satu model pelestarian hutan melalui metode kearifan lokal yang ada

di bumi Nusantara ini, sementara kearifan lokal yang mengedepankan pola-pola

kecintaan terhadap lingkungan di Indonesia tak bisa kita pungkiri, teramat banyak.

Jika saja kearifan lokal-kearifan lokal semacam ini tetap senantiasa lestari di

Indonesia tentu mencintai lingkungan sekitar di Indonesia tak perlu lagi harus

dikampanyekan. Lagipula, ketika kearifan lokal-kearifan lokal itu lestari, maka

bukan saja lingkungan Indonesia menjadi lebih hijau, tapi juga bisa dijual kepada

turis-turis asing maupun lokal sebagai wisata budaya. Ini sektor potensial yang

adakalanya luput dari perhatian pemerintah kita. Pun dengan televisi yang sejatinya

bisa dijadikan corong sebagai alat kampanye dan promosi gratis adakalanya malah

membuat program-program yang menyesatkan tentang masyarakat adat yang masih

26

Page 27: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

begitu teguh memegang tradisinya. Acara-acara seperti Primitive Runaway

misalnya, bukannya menyorot sesuatu yang lebih penting seperti betapa kehidupan

mereka begitu selaras dengan alam, filosofi-filosofi kehidupan yang adiluhung dan

layak digali, dan sebagainya, malah memposisikan kaum adat ini sebagai kaum

yang terbelakang dengan segala pola hidupnya yang ajaib, dan para artis selaku

bintang tamu diposisikan sebagai manusia-manusia modern yang maha agung dan

beradab (Anomin, 2012)

27

Page 28: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Urgensi perlindungan hutan dalam perundang-undangan pidana terhadap

kejahatan penebangan liar (illegal logging), adalah perlindungan terhadap fungsi

pokok dari hutan itu sendiri. Baik fungsi ekologi, ekonomi maupun sosial-budaya

yang dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di dalam dan

di sekitar hutan serta masyarakat secara nasional, tetapi juga masyarakat dalam

konteks regional dan internasional.

Proses untuk menegakan hukum serta pelaksanaan sanksi merupakan bagian

akhir dari penegakan hukum. Yang perlu ada terlebih dahulu adalah penegakan

preventif, yaitu pengawasan dan pelaksanaan peraturan. Pengawasan preventif ini

ditujukan kepada pemberian pelarangan dan saran serta upaya meyakinkan

seseorang dengan bijaksana agar beralih dari suasana pelanggaran ke tahap

pemenuhan ketentuan peraturan.

B. SARAN

Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa

ditunda lagi dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin

negara saja, melainkan tanggung jawab setiap insan di bumi.Setiap orang harus

melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai

dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil apa pun usaha yang kita lakukan

sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi generasi anak

cucu kita kelak.

28

Page 29: dhiyamenulis.files.wordpress.com  · Web viewSelain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan. Illegal logging telah menjadi penyebab

DAFTAR PUSTAKA

Iskandar U, 1999, Dialog Kehutanan dalam Wacana Global, cet. 1, Bigraf

Publishing : Yogyakarta.

Marpaung, L., 1995, Tindak Pidana Terhadap Hutan, Hasil Hutan, dan Satwa,

Cet.1 Erlangga : Jakarta.

Mangunwijaya, F.M., 2006, Hidup Harmonis dengan Alam, edisi 1, Yayasan Obor

Indonesia : Jakarta.

Salim, H.S.,2003, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Edisi Revisi, Cet. 1, Sinar

Grafika: Jakarta.

Supriatna, Jana, 2008, Melestarikan Alam Indonesia Edisi 1, Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia.

Keputusan Menteri Kehutanan No. 127/Kpts-II/2003 tentang Penatausahaan Hasil Hutan, http://www.psda.jawatengah.go.id/profil/peraturan/htm 22 Maret 2012

Undang- Undang No. 41 1999 tentang Kehutanan, http://www.walhi.or.id/id/ diakses 22 Maret 2012.

Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, http://www.walhi.or.id/id/ diakses 22 Maret 2012

Menhut: Rp180 Triliun Negara Rugi Akibat 'Illegal Logging', http://www.kapanlagi.com/ h/0000063985.html, diakses 22 Maret 2012

“Illegal logging,” Penyebab dan Dampaknya, http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0309/ 16/opini/563606.htm diakses 22 Maret 2012.

Illegal Logging dan Pencucian Uang, http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/ 2007/12/04/brk,20071204-112877,id.html, 22 Maret 2012.

29