Top Banner
Makalah Ilmu Hewan Aquaitik dan Satwa Liar Pengalihan Fungsi Hutan Menjadi Kebun Kelapa Sawit Disusun Oleh : Grace Tania Evelyn 155130101111070 Made Ayu Putri Antarayami 155130101111073 Aditya Fernando 155130101111080 Triyana Yulika Armanto 155130107111002 Anatasha Reza W. 155130107111003 Tiara Anggraeni 155130107111005 Ernita Widyasari 155130107111007 Dini Aprilia Wulandari 155130107111009 Ratih Amelia 155130107111011 Nathania Aryani 155130107111012 Addin Naufalisa Farizqi 155130107111035 Sofines Murhavisa 155130107111044 Kelas A
44

karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

Sep 25, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

Makalah Ilmu Hewan Aquaitik dan Satwa Liar

Pengalihan Fungsi Hutan Menjadi Kebun

Kelapa Sawit

Disusun Oleh :

Grace Tania Evelyn 155130101111070Made Ayu Putri Antarayami 155130101111073Aditya Fernando 155130101111080Triyana Yulika Armanto 155130107111002Anatasha Reza W. 155130107111003Tiara Anggraeni 155130107111005Ernita Widyasari 155130107111007Dini Aprilia Wulandari 155130107111009Ratih Amelia 155130107111011Nathania Aryani 155130107111012Addin Naufalisa Farizqi 155130107111035Sofines Murhavisa 155130107111044

Kelas A

Program Studi Pendidikan Dokter Hewan

Program Kedokteran Hewan

Universitas Brawijaya

Malang

2016

Page 2: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat rahmat dan karuniaNyalah, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik

dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk

memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Hewan Akuatik dan Satwa Liar, dengan judul

“Pengalihan Fungsi Hutan Menjadi Kebun Kelapa Sawit”.

Dalam penyelesaikan makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan,

terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun,

berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya karya ilmiah ini

dapat terselaikan dengan baik.

Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses

pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena

itu, kami sangat mengaharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif,

guna penulisan makalah yang lebih baik di masa yang akan datang.

Malang, 31 Maret 2016

Penyusun

ii

Page 3: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

RINGKASAN

Di Negara Indonesia, hak-hak atas bidang-bidang tanah hutan yang luas

diberikan kepada perusahaan-perusahaan penebangan kayu, perkebunan dan

pertambanga yang kemudian dieksploitasi demi kepentingan jangka pendek.

Berjuta-juta hektar hutan telah ditetapkan untuk dibuka dan diubah menjadi lahan

pertanian dan pemukiman transmigran mengakibatkan banyak spesies hewan dan

tumbuhan Indonesia sekarang ini terancam kepunahan akibat degradasi hutan.

Hutan sebagai sumber daya alam yang diperebutkan tidak hanya oleh para

pengusaha tetapi juga pemerintah. Disharmonis kebijakan perundang-undangan

(perkebunan, kehutanan, lingkungan, tataruang, otonomi daerah) menghasilkan

tumpang tindih otoritas. Sehingga pemerintah sulit untuk melakukan

perlindungan, perencanaan, pengelolaan, pengawasan, penegakan hokum dan

pemulihan.

Kerusakan hutan di Indonesia semakin parah dari tahun ke tahun. Dari

133.300.543,98 hektar, sekitar 21 persen (26 juta hektar) telah hancur.

Diperkirakan lebih dari 1 juta hektar hutan di Indonesia mengalami kerusakan

setiap tahunnya. Laju kerusakan hutan paling parah terjadi di Kalimantan dan

Sumatera. Begitu besar dampak buruk yang ditimbulkan akibat perusakan hutan

ini. Misalnya konflik lahan antara masyarakat di sekitar hutan dengan pihak

perusahaan. Dampak yang terjadi akibat alih fungsi hutan sangatlah besar, baik

bagi lingkungan, flora, fauna dan akhirnya berdampak sendiri terhadap

masyarakat luas. Indonesia mempunyai satwa dan flora endemik, atau satwa dan

flora asli dari Indonesia seperti, Harimau Sumatra, Orang Utan Sumatra, Orang

Utan Kalimantan, Anggrek Hitam, Raflesia Arnoldi, dan lain lain. Jika habitat

alami dari flora dan fauna tersebut hilang karena alih fungsi, maka hewan dan

tumbuhan endemic tersebut pun akan terancam langka dan akhirnya bisa

menyebabkan kepunahan.

Gagasan dikemukakan dalam berbagai aspek seperti, dalam aspek

lingkungan perkebunan kelapa sawit, aspek social budaya, serta aspek ekonomi

perkebunan kelapa sawit. Solusi yang ditawarkan yaitu dengan melakukan

konservasi hutan yang dalam jangka panjang akan membantu konversi balik lahan

iii

Page 4: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

sawit menjadi lahan pertanian jika pasokan air yang mencukupi dari hutan yang

terkonservasi dapat dijaga. Atau dalam konteks perkebunan kelapa sawit itu

sendiri, pasokan air yang mencukupi akan membantu pertumbuhan tanaman

kelapa sawit dalam hal ketersediaan air dalam jangka panjang.

Kata kunci: Kerusakanhutan, kepunahan, kelapasawit.

iv

Page 5: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

DAFTAR ISI

Halaman sampul.......................................................................................................i

Kata Pengantar.........................................................................................................ii

Ringkasan...............................................................................................................iii

Daftar Isi..................................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kondisi Hutan dan Kebun Kelapa Sawit di Indonesia ......................................3

2.2 Proses Alih Fungsi Kawasan Hutan menjadi Perkebunan Kelapa Sawit dan

Proses Hukum Di Dalamnya..............................................................................8

2.3 Latar Belakang Terjadinya Pengalihfingsian Hutan Menjadi Kebun Kelapa

Sawit................................................................................................................11

2.4 Dampak Yang Ditimbulkan dari Pengalihan Fungsi Hutan Menjadi Kebun

Kelapa Sawit....................................................................................................14

2.5 Gagasan dan Solusi yang Dapat Ditawarkan...................................................17

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan......................................................................................................23

3.2 Saran................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................24

v

Page 6: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penyuplai oksigen terbesar yang

juga sering disebut sebagai paru-paru dunia.Hal ini dikarenakan populasi hutan

dan kekayaan floranya yang melimpah, terutama di daerah Sumatera dan

Kalimantan.Namun, kekayaan ini lama-kelamaan terkikis oleh ulah manusia, baik

karena eksploitasi hutan yang berlebihan, pembakaran hutan, dan

pengalihfungsian hutan sebagai lahan perkebunan yang hanya menguntungkan

beberapa pihak saja.

Eksploitasi hutan yang selama ini dilakukan secara berlebihan melalui

sistem hak pengusahaan hutan (HPH) dan konversi hutan untuk pengembangan

pertanian, khususnya perkebunan telah mengakibatkan kerusakan lingkungan

yang sangat parah.Kerusakan hutan juga terjadi di hutan konservasi dan hutan

lindung (Kartodihardjo & Supriono, 1999).

Dalam UU perkebunan pasal 13 ayat (1), Bab IV tentang Pemberdayaan

dan Pengolahan Usaha Perkebunan yang berbunyi “Usaha perkebunan dapat

dilakukan di seluruh wilayah Indonesia oleh pelaku usaha perkebunan baik

pekebun maupun perusahaan perkebunan” seolah-olah mengizinkan pelaku

usaha perkebunan diperbolehkan menggunakan lahan manapun diseluruh

Indonesia dan tidak ada larangan untuk wilayah tertentu, juga tanpa batasan yang

jelas. Hal ini terlihat jelas bahwa pemerintah melonggarkan pergerakan pelaku

eksploitasi hutan yang mengalihkan fungsi hutan sebagai wadah bagi beragam

jenis flora untuk kepentingan bisnis saja.

Pakar lingkungan dan juga pengajar di Universitas Gajah Mada (UGM)

Yogyakarta Dr. Tjut Sugandawaty Djohan (2014) dalam situs berita dan informasi

lingkungan Mongabay mengatakan bahwa hutan hujan tropis yang tersisa di

Indonesia saat ini hanya sekitar 33% atau 43 juta ha dari luas hutan yang

mencapai 130 juta ha. Di Sumatera hutan hanya tinggal 30%.Itu pun hutan yang

paling banyak berada di Aceh. Di Jawa, hutan sudah tinggal 3 persen. Kerusakan

hutan ini akibat pembukaan lahan untuk kelapa sawit.

Page 7: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

2

Jika pengalihfungsian hutan menjadi perkebunan sawit ini terus berlanjut,

maka kekayaan hutan di Indonesia akan semakin berkurang, begitu juga varietas

flora di dalamnya. Hal ini juga berdampak bagi dunia yang akan semakin lumpuh

karena kehilangan paru-paru sebagai sumber pemasok oksigen bagi kehidupan

umat manusia.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana kondisi hutan di indonesia dan kebun kelapa sawit di

Indonesia saat ini?

1.2.2 Apa yang melatar belakangi terjadinya pengalihan fungsi hutan menjadi

kebun kelapa sawit?

1.2.3 Bagaimana proses terjadinya pengalihan fungsi hutan menjadi kebun

kelapa sawit? Apa terdapat penerapan hukum di dalamnya?

1.2.4 Apa saja efek yang ditimbulkan dari pengalihan fungsi hutan menjadi

kebun kelapa sawit baik untuk flora, fauna dan masyarakat?

1.2.5 Apa gagasan dan solusi yang dapat kami tawarkan?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Mengetahui kondisi hutan dan kondisi perkebunan kelapa sawit di

Indonesia terkini

1.3.2 Mengetahui apa latar belakang dari terjadinya pengalihan fungsi hutan

menjadi kebun kelapa sawit

1.3.3 Mengetahui ada tidak nya penerapan hukum dalam proses pengalihan

fungsi hutan

1.3.4 Mengetahui efek yang ditimbulkan dari pengalihan fungsi lahan

menjadi kebun kelapa sawit kepada flora, fauna dan masyarakat.

1.3.5 Memberikan gagasan dan solusi untuk menyelesaikan permasalah

pengalihan fungsi hutan menjadi kebun kelapa sawit

Page 8: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kondisi Hutan dan Kebun Kelapa Sawit di Indonesia

Di Indonesia, semua hutan dikuasai oleh negara. Berdasarkan UUD 1945,

hanya negara yang berwenang menentukan untuk apa dan oleh siapa hutan

dikelola. Akibatnya, banyak konglomerat raksasa, pejabat-pejabat militer dan

rekan-rekan bisnis mantan Presiden Soeharto beserta keluarganya mendominasi

sebagian terbesar dari kekayaan hutan Indonesia.Hak-hak atas bidang-bidang

tanah hutan yang luas diberikan kepada perusahaan-perusahaan penebangan kayu,

perkebunan dan pertambangan.Perusahaan-perusahaan ini kemudian

mengeksploitasi kawasan-kawasan tersebut secara membabi buta hanya demi

kepentingan jangka pendek.Berjuta-juta hektar hutan telah ditetapkan untuk

dibuka dan diubah menjadi lahan pertanian dan pemukiman transmigran. “Data

statistik Kementerian Negara Lingkungan Hidup menunjukkan suatu tingkat

kerusakan hutan antara 2 juta dan 2,4 juta hektar per tahun. Angka kerusakan

tertinggi terjadi dalam kurun waktu dua tahun terakhir. WALHI menyatakan

bahwa tingkat kerusakan hutan adalah sebesar 3 juta ha/tahun; maka tinggal 40

juta hektar yang tersisa, dan hutan Kalimantan - yang memiliki tingkat

penenebangan kayu tertinggi – akan habis dalam 5 tahun.” (Renstra,

2001).Keadaan hutan-hutan RI jauh lebih parah daripada yang diakui pemerintah

pada era Soeharto. Selama bertahun-tahun, pemerintah secara resmi menggunakan

angka 143 juta hektar untuk lahan hutan seakan-akan berupa hutan asli, padahal

setiap tahun hampir satu juta hektar hutan lenyap. Peringatan kelompok-

kelompok LSM Indonesia yang menyoroti masalah kerusakan hutan tak

dihiraukan, padahal laporan yang disusun untuk FAO dan pemerintah Indonesia

mengakui tingkat kerusakan hutan lebih dari 1,2 juta ha/tahun pada 1991 (Dick,

1991).

Di beberapa jenis hutan dan letak geografis tertentu, tingkat lenyapnya

hutan lebih besar daripada di tempat lain. Hutan-hutan dataran rendah yang lebih

mudah dijangkau dan lebih bernilai komersial telah menjadi target penebangan.

Laporan Bank Dunia meramalkan bahwa di hutan-hutan dataran rendah Sumatra

Page 9: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

4

dan Kalimantan (di luar daerah rawa), waktu produksi kayu komersial hanya

tinggal 5 sampai 10 tahun lagi.Sebagian besar hutan dataran rendah Sulawesi telah

habis ditebangi. Punahnya hutanhutan rawa diramalkan akan terjadi dalam lima

tahun mendatang. Lebih dari 1 juta hutan rawa di KalimantanTengah habis

dibabat selama akhir tahun 1990-an. Semua hutan bakau di seluruh Indonesia

diidentifikasi sedang mengalami tekanan berat. Seorang menteri kehutanan pernah

mengumumkan bahwa sekitar 6,9 juta ha dari total seluas 8,6 juta ha hutan bakau

yang masih ada telah mengalami kerusakan parah. Kesimpulan yang menyedihkan

adalah bahwa, jika pemerintah tidak memberlakukan kebijakan baru tentang

kehutanan, pada tahun 2010 nanti di Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi hanya

akan tinggal hutan dataran tinggi saja (Fay dan Sirait, 2000)

Pada tahun 1999 WWF memperkirakan tingkat pembabatan hutan sebesar

2,4 juta ha per tahun, meningkat dari 900.000 ha pada akhir 1980-an, sedangkan

Hasanu Simon, seorang professor kehutanan Indonesia yang disegani, mengatakan

tingkat kerusakan hutan kemungkinan sebesar 2,5 juta ha/tahun. Indonesia

kehilangan 17% hutan antara tahun 1985 dan 1997.Hanya sekitar 17 juta ha hutan

yang ‘secara komersial aktif’ diperkirakan masih ada pada 1996 dan 5 juta ha

(30%)-nya telah diperuntukkan bagi konversi. Lebih dari itu, bidangbidang luas

tanah hutan yang masih tersisa terdapat di Papua Barat, tetapi aksesnya sulit dan

di sana tuntutan rakyat untuk merdeka kuat (WWF, 1999).

Apa yang terjadi dengan tanah yang dulunya mendukung hutan hujan

tropis? Ada di antaranya dikonversi menjadi lahan pertanian – oleh petani kecil

atau, umumnya oleh usaha komersial skala besar.Ada juga yang ditanami kembali

menjadi perkebunan kayu atau yang lainnya, meskipun tingkatnya jauh dari

sasaran pemerintah. Perluasan perkebunan kelapa sawit menyebabkan kenaikan

tingkat penggundulan hutan secara signifikan pada tahun 1990an tetapi

sebagaimana yang dijelaskan Bank Dunia, “dari 17 juta ha hutan di Sumatra,

Kalimantan dan Sulawesi yang lenyap, hanya sekitar 4,3 juta ha yang sungguh-

sungguh telah diganti dengan tanaman kayu (terutama perkebunan kayu dan

kelapa sawit)”. Data ini kurang lengkap, tetapi jelas ada kawasan hutan yang luas

yang sekarang sedang mengalami degradasi, yang ditinggalkan oleh pengusaha

komersial dan spekulan tanah setelah kayu berharga ditebang, setelah kebakaran

Page 10: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

5

hutan dan perambahan oleh petani yang haus tanah garapan. Menteri Kehutanan

Nur Mahmudi Ismail mengatakan pada awal tahun lalu bahwa 21,5 juta ha hutan

perlu direhabilitasi: 15,2 juta hektar di dalam tanah hutan yang diperkirakan

permanen dan 6,3 juta hektar di beberapa kawasan disisakan untuk melindungi

aliran air dan untuk konservasi alam. Dia menaksir akan menelan biaya lebih dari

Rp. 200 triliun (US$ 20 milyar) untuk memulihkan hutan sebesar ini.

Banyak spesies hewan dan tumbuhan Indonesia sekarang ini terancam

kepunahan akibat penggundulan dan degradasi hutan. Para ilmuwan meramalkan

bahwa orang-utan (pongo pygmaeus) akan menghadapi kepunahan dalam waktu

satu atau dua dasawarsa mendatang apabila konservasi spesies tidak dapat

dilaksanakan secara efektif[21]. Kurang dari 25.000 orang utan diperkirakan

masih hidup di rimba: lebih kurang 15.000 di Borneo dan hanya sekitar 5.000

sampai 8.000 di Sumatra. Keanekaragaman jenis juga berkurang separuhnya

dalam dasawarsa terakhir.Hanya ada 50 sampai 60 badak Jawa (Rhinoceros

sondaicus) tersisa di Indonesia dan hanya di Taman Nasional Ujung Kulon di

Jawa Barat. Gajah Asia di Sumatra terancam punah jika komposisi padang rumput

dan hutan yang merupakan habitat yang mereka sukai terus dihancurkan. Populasi

yang masih ada diperkirakan antara 2.500 dan 4.000. Persaingan jumlah populasi

manusia dan gajah paling menonjol di Riau dan Lampung di mana habitat dengan

cepat dikonversi menjadi ladang pertanian, sawah, dan perkebunan kelapa sawit

dan gula untuk memperoleh pendapatan ekspor. Macan Sumatra (Panthera tigris

sumatrae) kemungkinan segera menyusul macan-macan Jawa dan Bali menuju

kepunahan: Hanya ada sekitar ekor yang tersisa. Perburuan dan perusakan habitat

hutan adalah penyebab utama penurunan ini.Pulau Sulawesi—zona hayati

peralihan antara Asia dan Australasia—memiliki jenis endemik tertinggi di

dunia.Burung hantu, burung enggang, kakatua, babirusa, kerbau kerdil atau anoa,

kera, kuskus dan burung maleo, semuanya terancam kepunahan. Wilayah

sengketa Papua Barat adalah tempat tinggal sekurang-kurangnya 27 jenis burung

cenderawasih, yang kebanyakan terancam. Masyarakat setempat mengatakan

adanya keterlibatan oknum pejabat militer yang korup didalam menyelundupkan

burung-burung itu.Burung-burung tersebut sering digunakan sebagai sogokan

untuk mengamankan jabatan atau promosi jabatan dan juga diberikan sebagai

Page 11: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

6

suvenir kepada pejabat pemerintah dan militer Indonesia.Burung-burung tersebut

juga terancam kehilangan tempat tinggal karena adanya penebangan kayu,

pertambangan dan pemukiman. Taman Nasional merupakan perlindungan penting

bagi jenis-jenis yang terancam. Tetapi di sana pun, kebakaran hutan dan

penebangan kayu illegal mengurangi luas cakupan hutan dan mengikis

keanekaragaman hayati. Sejumlah taman nasional seperti Tanjung Puting di

Kalimantan Tengah, Gunung Leuser di utara Sumatra, Kutai di Kalimantan Timur

dan Kerinci-Seblat di Sumatra Selatan dan Barat telah mengalami kerusakan

berat.

Pembangunan kelapa sawit di Indonesia telah menyebabkan konflik,

pelanggaran hak asasi manusia dan pencurian tanah masyarakat; pembangunan itu

juga telah memicu kebakaran besar yang menghancurkan hutan, memberikan

pengaruh signifikan terhadap perubahan iklim dan kesehatan manusia. Namun

permintaan internasional yang terus menerus akan minyak sawit untuk makanan,

kosmetik – dan sekarang industri energi – mengakibatkan dampak tersebut

sepertinya akan tetap bertahan, karena Indonesia mendorong laju perluasan kebun

kelapa sawit di seluruh nusantara. Setelah seratus tahun tanaman ini berada di

Indonesia, jelas sekali mengapa perluasan perkebunan ini harus berhenti sekarang

(Gautam, 2000).

Seabad sudah perkebunan kelapa sawit di Indonesia, sejak pembukaan

kebun komersial pertama di pantai timur Sumatera (Deli) dan Aceh  pada tahun

1911. Indonesia kini menjadi produsen terbesar minyak sawit dunia dengan kebun

sawit seluas 8.036.431 hektar yang tersebar di hampir seluruh provinsi di

Indonesia. Ledakan kelapa sawit mulai terjadi pada tahun 1990-an, tetapi

landasannya telah dipersiapkan satu dekade sebelumnya.Selama tahun 1980-an,

Bank Dunia dan ADB mendanai beberapa proyek perkebunan kelapa sawit,

beriringan dengan dukungan untuk program transmigrasi pemerintah Indonesia.

Legislasi pendukungnya memastikan bahwa para keluarga miskin dari Jawa, Bali

dan Madura dipindahkan ke Kalimantan, Sumatra dan ‘pulau-pulau luar’ yang

dijadikan sasaran lainnya untuk membuka wilayah hutan dan menjadi sumber

buruh murah bagi perusahaan industri perkebunan, sementara insentif finansial

ditawarkan kepada perusahaan-perusahaan kelapa sawit (Kartodihardjo, 2001).

Page 12: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

7

Pada akhir masa Suharto di tahun 1998, jumlah total area yang ditanami

perkebunan kelapa sawit diperkirakan telah mencapai 2,5 juta hektar. Industri

kelapa sawit menjadi semakin didominasi oleh konglomerat raksasa – beberapa di

antaranya masih mendominasi dewasa ini.Empat kelompok Indonesia – Astra,

Salim, Sinar Mas dan Raja Garuda Mas – mengendalikan dua pertiga perkebunan

swasta pada tahun 1997.Pada abad yang baru perluasan pesat terus berlanjut

dengan mengorbankan mata pencaharian masyarakat dan hutan. Keprihatinan atas

dampaknya menyebabkan terbentuknya Meja Bundar Kelapa Sawit Berkelanjutan

(RSPO) dan hanya setahun lalu Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesia tetapi bagi

masyarakat yang tinggal di wilayah yang diincar oleh pengembang perkebunan,

inisiatif-inisiatif ini belum menghasilkan perbaikan yang penting dan menyeluruh

sebagaimana dibutuhkan untuk melindungi hak atas tanah dan mata pencaharian.

 

 Sumber: Statistik Perkebunan 2008-2010

Lahan kebun sawit (Sumber: www.kompas.com)

Page 13: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

8

2.2 Proses Alih Fungsi Kawasan Hutan menjadi Perkebunan Kelapa Sawit

dan Proses Hukum Di Dalamnya

Pakar lingkungan dan juga pengajar di Universitas Gajah Mada (UGM)

Yogyakarta Dr. Tjut Sugandawaty Djohan mendesak Menteri Lingkungan Hidup

dan Kehutanan untuk menghentikan pembukaan hutan untuk lahan industri

perkebunan kelapa sawit dengan memperpanjang kebijakan moratorium izin

kehutanan. Menurutnya, hal itu dilakukan untuk melindungi keberadaan hutan

hujan tropis yang tersisa hanya sekitar 33 persen atau 43 juta ha dari luas hutan

yang mencapai 130 juta haHutan Indonesia yang hilang akibat ekspansi grup

Musim Mas di Kalimantan Tengah.Di Sumatera hutan hanya tersisa 30 persen

hutan yang paling banyak berada di Aceh. Di Jawa, hutan sudah tersisa 3 persen.

Kerusakan hutan ini akibat pembukaan lahan untuk kelapa sawit.

Menurut Tjut Suganda, kerusakan hutan Indonesia sudah sangat massif

dalam tiga puluh tahun terakhir. Salah satu sebabnya, makin banyaknya daerah

yang membuka izin pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit.Bahkan termasuk

kawasan hutan lindung dan hutan konservasi tidak luput dari dampak izin

pembukaan lahan kelapa sawit tersebut.Hutan taman nasional Tesso Nilo di

Riausekitar 60 persen luas hutannya sudah menjadi kebun sawit. Tidak mudah

mengembalikan lahan perkebunan kelapa sawit untuk menjadi kawasan hutan

kembali. Satu-satunya jalan adalah menutup peluang penambahan pembukaan

lahan perkebunan kelapa sawit baru.Menurutnya ini membutuhkan tindakan tegas

menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sitti Nurbaya.Dia

mengapresiasi langkah Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan

yang mengambil langkah tegas menyelamatkan sumber daya laut dengan

melarang kapal-kapal asing mengambil ikan secara ilegal.Oleh karena itu, Menteri

KLHK meniru langkah serupa dibidang kehutanan.

Page 14: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

9

Pembakaran lahan merupakan modus termudah dan termurah untuk membuka

perkebunan sawit.

Dari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90%

perkebunan sawit di Indonesia melakukan praktek konversi secara ilegal (baik

hutan dan lahan). Perkebunan sawit, dalam peraturannya baru dapat melakukan

kegiatan budidaya pertanian setelah mendapatkan HGU.

Berdasarkan berita dari Metrotvnews.com, Kuala Lumpur: Badan

Pertanahan Nasional menyatakan perusahaan sawit yang membuka lahan di

Indonesia tanpa lebih dulu memiliki Hak Guna Usaha (HGU) berarti ilegal. "Hal

seperti itu sering terjadi, karenanya harus ada tindakan tegas, menangkap

orangorang perusahaan yang bertanggung jawab melakukan kegiatan illegal

tersebut," kata Direktur Penyelesaian Konflik dan Sengketa Lahan, Badan

Pertanahan Nasional (BPN) Iwan Sulanjana, dalam diskusi panel prapertemuan

lanjutan tentang minyak sawit berkelanjutan (Roundtable on Sustainable Palm

Oil-RSPO) di Kuala Lumpur, Malaysia, belum lama ini.

Proses Perijinan Lokasi Langkah Awal Illegal Konversi

1. Ijin lokasi

Dasar hukum : izin usaha perkebunan 100.000 lokasi hukum Peraturan

Menteri Agaria /Kepala BPN No. 2 Tahun.

1999 tentang Ijin Lokasi

2. Izin Usaha Perkebunan 25 Ha – 100.000 Ha

Page 15: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

10

Dasar Hukum : 1. UU Perkebunan No. 18 Th. 2004.

3. Pelepasan Kawasan Hutan

Dasar hukum : Kep bersama Menhut, Mentan, dan Kepala BPN

Nomor : 364/Kpts-11/90,519/Kpts/HK.050/7/90 dan 23-VIII-1990

Tentang ketentuan pelepasan kawasan hutan dan pemberian HGU

untuk pengembangan usaha.

4. HGU

Dasar Hukum : UU No.5 Th 1960 Tentang UUPA

Tumpang Tindih Otoritas Dan Konversi Hutan

Hutan sebagai sumberdaya alam yang kaya akan nilai biodiversity

menjadikannya primadona yang perlu di perebutkan. Tidak hanya oleh para

pengusaha tetapi juga pemerintah.Hal ini dibuktikan dengan tidak harmonis dan

tidak sinkronnya hukum dan kebijakan.Disharmonis kebijakan perundang-

undangan (perkebunan, kehutanan, Lingkungan, Tata Ruang, Otonomi Daerah)

menghasilkan tumpang tindih otoritas.Sehingga pemerintah sulit untuk melakukan

perlindungan, perencanaan, Pengelolaan, pengawasan, penegakan hukum dan

Pemulihan.

Permasalahan Penerapan Hukum Dan Kebijakan

1. Daya penegakan kebijakan masih lemah (hukum dan penegak hukum)

2. Lemahnya Komitmen Penguasa (Pemerintah dan Pengusaha).

3. Ketimpangan kepentingan dalam penerapan kebijakan

4. Kepentingan Pemerintah atas Kebijakan Pelepasan Kawasan Hutan untuk

Pengembangan Perkebunan Besar

5. Dominasi Kepentingan Pengusaha atas Penerapan Kebijakan Pelepasan

Kawasan Hutan

Korupsi danPenerapan / Penegakan Hukum

Disinyalir Kuat, bahwa lemahnya penerapan dan penegakan hukum erat

kaitannya dengan pungutan liar (Korupsi). Dugaan terjadinya korupsi di balik

perkebunan sawit diperkuat dengan beberapa temuan danfakta lapangan.Informasi

yang kami dapatkan bahwa biaya penerbitan ijin lokasi untuk setiap hektarnya

sebesar Rp. 500.000- Rp. 1 juta/ha (rata-rata Rp. 750 jt untuk ijin lokasi seluas

1.000 ha). Bahkan dalam temuan lain, untuk menerbitkan ijin lokasi seluas 1.000

Page 16: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

11

ha dapat meraup keuntungan sampai Rp. 3 Milyar. Fakta lain, aparat penegak

hukum yang lebih berpihak ke Perusahaan perkebunan sawit dalam menindak

lanjuti laporan pengaduan. Kepolisian lebih melayani laporan Perusahaan sawit.

Keberpihakan yang sama juga di perpraktekan oleh pengadilan yang dicerminkan

melalui putusanputusannya. Bahkan Laporan pemerintah atas kejahatan

perusahaanpun dikalahkan oleh pengadilan. Selain aparat penegak hukum,

aparatur negara yang lain juga terbukti melanggengakan pelanggaran yang ada. Ini

dapat di buktikan salah satunya dengan ketelibatan pegawai BPN sebagai

Karyawan Perusahaan.

2.3 Latar Belakang Terjadinya Pengalihfungsian Hutan Menjadi Kebun

Kelapa Sawit 

Perusakan hutan yang dilakukan oleh segelintir orang (pemodal besar)

terus berlanjut. Bahkan aktivitas perusakan ini juga melibatkan pejabat, aparat,

dan masyarakat setempat. Mereka dijadikan sebagai alat oleh pemodal besar untuk

memuluskan kepentingan ekonominya mengeksploitasi hutan tanpa

mempertimbangkan dampak sosial dan ekologinya. Konsekuensinya, upaya untuk

menyelamatkan hutan di negeri ini sangatlah sulit. Karena banyak pihak yang

terlibat dan diuntungkan dari aktivitas perusakan hutan, yang sebenarnya untuk

kepentingan sesaat. Kerusakan hutan pun akhirnya semakin parah dari tahun ke

tahun. Dari 133.300.543,98 hektar luas hutan Indonesia, sekitar 21 persen (26 juta

hektar) telah hancur. Diperikan lebih dari 1 juta hektar hutan di Indonesia

mengalami kerusakan setiap tahunnya. Laju kerusakan hutan paling parah terjadi

di Kalimantan dan Sumatera. Di Sumatera, lebih dari 500.000 hektar mengalami

kerusakan setiap tahunnya. Kerusakan hutan ini terjadi di semua daerah mulai dari

Aceh, Sumatera Utara (Sumut), Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera

Selatan, Bangka Belitung, dan Lampung. Provinsi Jambi dan Riau merupakan

daerah di mana laju kerusakan hutannya paling parah. Provinsi Jambi yang

dulunya memiliki hutan seluas 2,2 juta hekatar, kini tersisa sekitar 500.000 hektar

karena telah berubah fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman

industri (HTI), dan kawasan pertambangan. Bahkan sejak tahun 2011, lebih dari 1

juta hektar hutan produksi dan hutan produksi terbatas dialihkan menjadi

Page 17: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

12

perkebunan kelapa sawit dan tanaman industri. Kemudian di Riau, kerusakan

hutan sejak tahun 2011 diperkirakan sekitar 200.000 hektar. Benar-benar

mengerikan. Demi kepentingan ekonomi segelintir orang yang difasilitasi oleh

para pejabat, semua hutan terus dirusak. Bahkan taman nasional pun ikut dirusak.

Dari 43 taman nasional di Indonesia dengan luas 12,3 juta hektar, 30 persen

diantaranya telah rusak parah. Padahal itu sudah jelas menyalahi Peraturan

Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional. Tapi lagi-lagi, demi kepentingan ekonomi, peraturan pun dilanggar.

Aparat pun tidak berdaya, karena sudah terjadi tabrakan kepentingan

(Rivel,2015).  

Dari enam taman nasional di Sumatera, semuanya dalam kondisi krisis.

Taman Nasional Gunung Leuser (Aceh dan Sumut) telah rusak seluas 112. 100

hektar, Taman Nasional Teso Nilo (Riau) seluas 28.500 hektar, Taman Nasional

Bukit Tigapuluh (Jambi) seluas 1.000 hektar, Taman Nasional Kerinci Seblat

(Jambi) seluas 200.000 hektar, Taman Nasional Berbak (Jambi) seluas 32.000

hektar, Taman Nasional Bukit Duabelas (Jambi) seluas 3.000 hektar, dan Taman

Nasional Bukit Barisan Selatan (Lampung) seluas 61.000 hektar. Jika dijumlah,

maka kerusakan taman nasional di Sumatera adalah seluas 437.600 hektar.

Taman-taman nasional lain yang di luar Sumatera pun bernasib sama. Memang

kerusakan hutan bukan hanya disebabkan oleh kepentingan investor dari alih

fungsi hutan untuk perkebunan, pertambangan, dan HTI. Tetapi juga karena

pembalakan liar, permukiman penduduk, dan pembangunan jalan. Meskipun

demikian, alih fungsi hutan untuk perkebunan dan pertambangan menjadi

penyebab utama kerusakan hutan. Taman nasional pun ikut dialihfungsikan

seperti di Kawasan Ekosistem Leuser yang telah beroperasi 40 perusahaan

pertmabangan dan 16 perusahaan perkebunan kelapa sawit. Pihak yang paling

diuntungkan dari kerusakan hutan ini adalah para konglomerat. Sementara mereka

yang ikut terlibat dalam aktivitas perusakan hutan ini seperti perambah, pemberi

izin, dan pelindung keamanan, hanya memperoleh “recehan-recehan” dari

keuntungan para konglomerat yang berlipat-lipat bahkan berkuadrat-kuadrat.

Kemudian pemilik modal (asing) tersebut benar-benar dimanjakan oleh pejabat di

Page 18: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

13

negeri ini. Seolah-olah pejabat menjadi satuan pengaman aktivitas ekonomi

mereka (Rivel,2015).  

Di sisi lain, begitu besar dampak buruk yang ditimbulkan akibat perusakan

hutan ini. Misalnya konflik lahan antara masyarakat di sekitar hutan dengan pihak

perusahaan. Dan secara umum, masyarakat (adat) lah yang terusir dari tanahnya

sendiri akibat alih fungsi hutan menjadi perkebunan dan kawasan pertambangan.

Pemerintah tetap berpihak kepada pemilik modal. Konflik lahan ini sampai

sekarang terus terjadi, dan bisa makin meluas ketika tidak diselesaikan secara

tuntas. Jika penyelesaiannya tetap menggunakan sisi legal formal atau hukum

positif, maka bisa dipastiakan, masyarakat adat akan tetap menjadi pihak yang

kalah dan persoalan tidak akan selesai. Hal ini dapat kita lihat dalam penyelesaian

kasus Mesuji yang hingga hari ini berjalan di tempat. Sialnya, masyarakat adat

yang tergusur dari tanahnya akibat konflik sumber daya hutan, tidak mendapatkan

kompensasi apa pun dari negara. Selain menimbulkan konflik, perusakan hutan

tentu akan menghadirkan bencana alam (banjir, erosi, tanah longsor), pemanasan

global, hilangnya flora dan fauna, yang berdampak buruk bagi kehidupan. Jika

kita melihat efek jangka panjang, maka kerugian akibat kerusakan hutan sangat

jauh lebih besar daripada keuntungan dari eksploitasi hutan(Rivel,2015).  

Dan sekali lagi perlu ditekankan, keuntungan dari pengurasan kekayaan

hutan tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang (konglomerat) yang sifatnya

jangka pendek. Kontribusi yang mereka berikan untuk perekonomian nasional dan

bagi kesejahteraan rakyat di sekitar hutan tidak sebanding dengan kekayaan

melimpah yang mereka peroleh. Justru negara dirugikan karena pengelakan pajak

hutan. Hal itu sudah sangat jelas bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.

Anehnya, di saat hutan kita sedang dalam krisis, justru pemerintah pusat dan

daerah saling melempar tanggng jawab. Bahkan lebih parahnya, sejumlah

pemerintah daerah mengusulkan alih fungsi hutan menjadi areal penggunaan lain

kepada Kementerian Kehutanan. Di Sumatera Utara misalnya, pemerintah daerah

mengusulkan perubahan status hutan seluas 564.200,36 hektar untuk menjadi

kawasan bukan hutan (Kompas, 16/4/2012). Ini menjadi sebuah pertanyaan besar,

siapa yang berkepentingan di balik ini. Jika ini dikabulkan, maka kerusakan hutan

akan semakin parah (Rivel,2015).

Page 19: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

14

2.4 Dampak Yang Ditimbulkan dari Pengalihan Fungsi Hutan Menjadi

Kebun Kelapa Sawit

Proses alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit semakin banyak

dilakukan, karena melakukan investasi perkebunan kelapa sawit mendapatkan

keuantungan yang sangat besar. Bahkan banyak kasus yang terjadi dimana

perusahaan-perusahaan hanya menggunakan perkebunan kelapa sawit sebagai

tameng untuk mengambil kayu hutan (Soerjani, 2007).Dampak yang terjadi akibat

alih fungsi hutan sangatlah besar, baik bagi lingkungan, flora, fauna dan akhirnya

berdampak sendiri terhadap masyarak luas.

Dampak Pengalihan Hutan Menjadi Perkebunan Sawit terhadap Lingkungan

dan masyarakat

Ekspansi perkebunan kelapa sawit yang merambah hutan bahkan telah

memasuki lahan-lahan basah, seperti gambut membuat emisi CO2 semakin

meningkat. Bahkan tercatat bahwa Penebangan hutan merupakan sumber terbesar

kedua dalam meningkatkan level CO2 (karbon diokasida) di atmosfer Padahal

menurut Protokol Kyoto, hutan dapat dijual karena 1 hektar hutan dapat menyerap

250 – 300 ton CO2, jadi jika dijual 1 ton CO2 bernilai US $ 5. Secara ekologis

sistem monokultur pada perkebunan kelapa sawit telah merubah ekosistem hutan,

hilangnya keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan hujan tropis, serta plasma

nutfah. Selain itu juga mengakibatkan hilangnya sejumlah sumber air, sehingga

Page 20: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

15

memicu kekeringan, peningkatan suhu, dan gas rumah kaca yang mendorong

terjadinya bencana alam. Perkebunan kelapa sawit mengakibatkan berkurangnya

kawasan resapan air, sehingga pada musim hujan akan mengakibatkan banjir

karena lahan tidak mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air. (Soerjani,

2007).

Pembukaan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh perusahaan-

perusahaan besar menggunakan peralatan berat akan menyebabkan pemadatan

tanah. Dengan sistem monokultur juga mengakibatkan tanah lapisan atas (top soil)

yang subur akanhilang akibat terjadinya erosi. Dalam kultur budidaya, kelapa

sawit merupakan tanaman yang rakus air dan unsur hara. Kelapa sawit setiap

harinya membutuhkan air sebanyak 20 – 30 liter / pohon.Dengan demikian secara

perlahan perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan permukaan air tanah.

Untuk masyarakat sendiri bencana alam seperti banjir, dan tanah longsor

yang disebabkan oleh alih fungsi hutan secara langsung maupun tidak langsung

disebabkan kegiatan manusia, semuanya memberikan konsekuensi ekonomi serius

pada wilayah yang terkena. Ketika hutan hilang atau terdegradasi, maka

demikian juga tradisi dan matap encaharian masyarakat lokal yang didasarkan

pada habitat tersebut. Pola hidup dan dalam kasus ekstrem, kehidupan

masyarakat mungkin akan teracam.

Dampak Pengalihan Hutan Menjadi Perkebunan Sawit terhadap Fauna dan

Flora

Page 21: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

16

Hutan merupakan suatu kesatuan ekosisitem.Peralihan fungsi hutan

menjadi perkebunan kelapa sawit berarti merubah atau merusak sebuah kesatuan

ekosistem.Perubahan ekosistem hutan juga berdampak pada flora dan fauna.

Kelapa sawit merupakan tanaman yang rakus akan unsur hara, sehingga

diperlukan pemupukan yang memadai. Penggunaan pupuk anorganik yang

berlebihan akan menyebabkan residu dan mematikan organisme tanah. Selain itu

dalam pemeliharaan kelapa sawit yang dilakukan secara intensif menggunakan

banyak pestisida untuk penanggulangan hama dan penyakit. Hal ini

mengakibatkan adanya residu pestisida dan membunuh spesies lainnya yang akan

mengganggu keseimbangan rantai mahluk hidup

Perubahan tata guna lahan atau alih fungsi hutan menyebabkan hilang nya

habitat alami baik bagi fauna maupun flora.Habitat yang rusak menyebabkan

dampak – dampak negative yang cukup serius.Kerusakan habitat merukan

ancaman terbesar bagi keanekaragaman hayati. Hewan tidak lagi memiliki tempat

yang cukup untuk hidup baik berlindung, mencari makan, bermain dan

berkembang biak. Dan ini mengacu terhadap mati nya berbagai jenis hewan yang

akan berakhir dengan kepunahan dari berbagai spesies. (Indrawan, 2007)

Alih fungsi lahan juga mengakibatkan konflik antar satwa, seperti

perebutan wilayah, daerah jelajah, sumber air dan sumber makanana karena hutan

yang semakin menyempit. Konflik satwa dengan manusiapun tak bisa

dihindari.Karena kehilangan habitatnya Sering terjadi hewan liar seperti gajah,

harimau, babi hutan, masuk kedaerah tinggal manusia merusak lahan pertanian

dan perumahan penduduk, bahkan mengakibatkan korban jiwa bagi masyarakat.

Alih fungsi hutan menyebabkan perubahan iklim yang cukup tinggi. Hal

ini berdampak buruk bagi kehidupan Flora dan Fauna baik yang mendiami hutan

tersebut maupun tidak. Perubahan Iklim berdampak pada pada temperatur dan

curah hujan. Hal ini mengakibatkan beberapa spesies tidak dapat menyesuaikan

diri, terutama spesies yang mempunyai kisaran toleransi yang rendah terhadap

fluktuasi suhu. Pengurangan Habitat dan perubahan iklim dan akan menyebabkan

pergeseran dalam siklus yang reproduksi dan pertumbuhan dari jenis-jenis

organisme, sebagai contoh migrasi burung terjadi lebih awal dan menyebabkan

proses reproduksi terganggu karena telur tidak dapat dibuahi. Perubahan iklim

Page 22: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

17

juga dapat mengubah siklus hidup beberapa hama dan penyakit, sehingga akan

terjadi wabah penyakit (Surakusumah, 2011).

Dan yang terakhir, Indonesia mempunyai satwa dan flora endemik, atau

satwa dan flora asli dari Indonesia seperti, Harimau Sumatra, Orang Utan

Sumatra, Orang Utan Kalimantan, Anggrek Hitam, Raflesia Arnoldi, dan lain lain.

Jika habitat alami dari flora dan fauna tersebut hilang karena alih fungsi, maka

hewan dan tumbuhan endemic tersebut pun akan terancam langka dan akhirnya

bisa menyebabkan kepunahan. Hal tersebut mengurangi kekayaan hayati bangsa

kita ini.

2.5 Gagasan dan Solusi yang Dapat Ditawarkan

Dalam pembahasan dibawah disertai juga solusi sebagai alternatif untuk

menanggulangi dampak buruk yang diakibatkan oleh perkebunan kelapa sawit.

1. Aspek Lingkungan Perkebunan Kelapa Sawit

Perluasan perkebunan kelapa sawit telah mengakibatkan pemindahan

lahan dan sumberdaya, perubahan luar biasa terhadap vegetasi dan ekosistem

setempat. Lingkungan menjadi bagian yang sangat rawan terjadi perubahan

kearah rusaknya lingkungan biofisik yang terdegredasi serta bertambahnya lahan

kritis.apabila dikelola secara tidak bijaksana. Aspek lingkungan mempunyai

dimensi yang sangat luas pengaruhnya terhadap kualitas udara dan terjadinya

bencana alam seperti kebakaran, tanah longsor, banjir dan kemarau akibat adanya

perubahan iklim global.

Hutan mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting, antara lain, hidro-

orologi, penyimpan sumberdaya genetik, pengatur kesuburan tanah hutan dan

iklim serta rosot (penyimpan, sink) karbon, Hutan juga berfungsi sebagai

penyimpan keanekaragaman hayati. Ekspansi perkebunan kelapa sawit memiliki

dampak-dampak besar bagi penduduk Indonesia Umumnya, khususnya

Masyarakat di Kalimantan dan Sumatra yang merupakan basis area perkebunan

kelapa sawit terluas di Indonesia.

Kerusakan dan degradasi hutan menyebabkan perubahan iklim dengan dua

cara. Pertama, menggunduli dan membakar hutan melepaskan karbondioksida ke

atmosfir dan kedua, wilayah hutan yang berfungsi sebagai penyerap karbon

Page 23: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

18

berkurang. Peran hutan dalam mengatur iklim sangat penting sehingga jika kita

terus menghancurkan hutan tropis, maka kita akan kalah dalam memerangi

perubahan iklim. Hutan adalah rumah bagi keanekaragaman hayati dunia -- jutaan

binatang dan tumbuhan.Terlebih lagi, jutaan masyarakat asli hutan bergantung

kepada hutan sebagai sumber kehidupan mereka.

Budidaya tanaman kelapa sawit menerapkan sistem monokultur yang

mensyaratkan pembersihan awal pada lahan yang akan digunakan (land clearing).

Secara ekologis, memang pola monokultur lebih banyak merugikan karena

penganak-emasan tanaman tersebut akan berdampak pada penghilangan (atau

pengurangan tanaman lain).

Jika lahan baru yang dibuka berupa hutan, maka tentu saja ini akan

berdampak pada berkurangnya -atau bahkan hilangnya- keanekaragaman hayati

yang sudah ada sebelumnya. Keanekaragaman hayati membentuk ekosistem yang

kompleks dan saling melengkapi, gangguan atas ekosistem tentu akan

mengganggu keseimbangan alam, misalnya pada hilangnya aktor-aktor alam yang

berperan dalam rantai makanan. Kehilangan satu aktor yang ada pada rantai

makanan dalam posisi lebih tinggi dari aktor lainnya akan menyebabkan

peningkatan populasi aktor dibawahnya tanpa dikontrol oleh predator alami yang

ada di atasnya. Bisa dibayangkan jika ledakan populasi itu merupakan ancaman

bagi populasi lain. Contoh paling gampang adalah populasi yang mengganggu dan

kemudian disebut hama.

Pada beberapa kasus, pembukaan lahan hutan -tidak hanya lahan sawit-

diikuti dengan pembakaran untuk mempercepat proses land clearing. Kasus asap

yang muncul dari kebakaran (atau pembakaran) hutan sangat sering muncul

beberapa waktu lalu dan kita semua sudah tahu dampaknya.

Adapun untuk lahan yang sudah beroperasi, kegiatan pertanian dan

perkebunan, seperti aktivitas pemupukan, pengangkutan hasil, termasuk juga

pengolahan tanah dan aktivitas lainnya, secara kumulatif telah mengakibatkan

tanah mengalami penurunan kualitas (terdegradasi), karena secara fisik, akibat

kegiatan tersebut mengakibatkan tanah menjadi bertekstur keras, tidak mampu

menyerap dan menyimpan air. Penggunaan herbisida dan pestisida dalam kegiatan

perkebunan akan menimbun residu di dalam tanah. Demikian juga dengan

Page 24: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

19

pemupukan yang biasanya menggunakan pupuk kimia dan kurang menggunakan

pupuk organik akan mengakibatkan pencemaran air tanah dan peningkatan

keasaman tanah.

Tanaman kelapa sawit juga merupakan tanaman yang rakus air.

Ketersediaan air tanah pada lahan yang menjadi perkebunan kelapa sawit tersebut

akan semakin berkurang. Hal ini akan mengganggu ketersediaan air, tidak hanya

bagi manusia namun bagi tanaman itu sendiri. Dengan berkurangnya kuantitas air

pada tanah dapat menyebabkan para petani akan sulit mengembangkan lahan

pertanian pasca lahan perkebunan kelapa sawit ini beroperasi.Jika dibiarkan tanpa

antisipasi atas dampak jangka panjang, maka lahan demikian akan menjadi

terlantar dan pada akhirnya akan menjadi lahan kering juga gersang yang

terbengkalai.

2. Aspek Sosial Budaya

Pembangunan sebagai proses kegiatan yang berkelanjutan memiliki

dampak yang luas bagi kehidupan Masyarakat. Dampak tersebut meliputi

perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap ekosistem, yaitu terganggunya

keseimbangan lingkungan alam dan kepunahan keanekaragaman

hayati(biodiversity). Terhadap kehidupan Masyarakat, dapat membentuk

pengetahuan dan pengalaman yang akan membangkitkan kesadaran bersama

bahwa mereka adalah kelompok yang termaginalisasi dari suatu proses

pembangunan atau kelompok yang disingkirkan dari akses politik, sehingga

menimbulkan respon dari Masyarakat yang dapat dianggap mengganggu jalannya

proses pembangunan.

Paradigma pembangunan pada era otonomi daerah memposisikan

Masyarakat sebagai subjek pembangunan yang secara dinamik dan kreatif

didorong untuk terlibat dalam proses pembangunan, sehingga terjadi perimbangan

kekuasaan (power sharing) antara pemerintah dan Masyarakat. Dalam hal ini,

kontrol dari Masyarakat terhadap kebijakan dan implementasi kebijakan menjadi

sangat penting untuk mengendalikan hak pemerintah untuk mengatur kehidupan

Masyarakat yang cenderung berpihak kepada pengusaha dengan anggapan bahwa

kelompok pengusaha memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan

pendapatan daerah dan pendapatan nasional.

Page 25: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

20

3. Aspek Ekonomi Perkebunan Kelapa Sawit

Perekonomian suatu daerah yang dimasuki oleh suatu investasi besar

sudah bisa dipastikan akan berkembang dengan pesat. Hal ini dapat dilihat di

beberapa daerah yang menjadi lokasi perusahaan besar seperti di daerah Riau

yang berkembang pesat melalui investasi perusahaan perkebunan, pulp and paper,

perusahaan HPH, dan lain-lain.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi perkebunan sebagai

penghasil minyak kelapa sawit (CPO- crude palm oil) dan inti kelapa sawit (CPO)

yang merupakan salah satu sumber penghasil devisa non-migas bagi Indonesia.

Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak

nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu

pengembangan areal perkebunan kelapa sawit.Perkembangan sub-sektor

perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan

pemerintah yang memberikan berbagai insentif.

Dalam perekonomian Indonesia, komoditas kelapa sawit memegang peran

yang cukup strategis karena komoditas ini mempunyai prospek yang cukup cerah

sebagai sumber devisa. Disamping itu minyak sawit merupakan bahan baku utama

minyak goreng yang banyak dipakai diseluruh dunia, sehingga secara terus

menerus mampu menjaga stabilitas harga minyak sawit. Komoditas ini mampu

pula menciptakan kesempatan kerja yang luas dan meningkatkan kesejahteraan

Masyarakat.

Pemerintah Indonesia dewasa ini telah bertekad untuk menjadikan

komoditas kelapa sawit sebagai salah satu industri non migas yang handal. Bagi

Pemerintah Daerah komoditas kelapa sawit memegang peran yang cukup penting

sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) selain itu membuka peluang kerja

yang besar bagi Masyarakat setempat yang berada disekitar lokasi perkebunan

yang dengan sendirinya akan meningkatkan kesejahteraan Masyarakat. Komoditas

perkebunan yang dikembangkan di Kalimantan Tengah tercatat 14 jenis tanaman,

dengan karet dan kelapa sebagai tanaman utama perkebunan rakyat, dan kelapa

sawit sebagai komoditi utama perkebunan besar yang dikelola oleh pengusaha

perkebunan baik sebagai Perkebunan Besar Swasta Nasional/Asing ataupun PIR-

Page 26: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

21

Bun (perusahaan inti rakyat perkebunan) dan KKPA (Kredit Koperasi Primer

untuk Anggotanya).

Solusi

Dampak lingkungan tersebut memang cukup mengkhawatirkan.Namun

bukan berarti tidak ada solusi yang bisa dikembangkan guna mengantisipasi

dampak tersebut.Kita harus mempertimbangkan ulang pembukaan hutan, terutama

pada hutan-hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan dan di masa mendatang

diproyeksikan sebagai sumber air untuk infrastruktur pendukung pertanian seperti

waduk.Namun memang diperlukan sinergi supaya semua kebijakan tersebut dapat

saling topang.

Konservasi hutan dalam jangka panjang akan membantu konversi balik

lahan sawit menjadi lahan pertanian jika pasokan air yang mencukupi dari hutan

yang terkonservasi dapat dijaga. Atau dalam konteks perkebunan kelapa sawit itu

sendiri, pasokan air yang mencukupi akan membantu pertumbuhan tanaman

kelapa sawit dalam hal ketersediaan air dalam jangka panjang.

Demikian juga penggunaan masif pupuk kimia harus mulai dikombinasi

dengan pupuk organik berbasis bioteknologi yang memiliki kadar mikroba

penyubur/pembenah tanah. Penggunaan pupuk kimia yang lebih berorientasi pada

pertumbuhan tanaman harus dikombinasi dengan pupuk organik yang berorientasi

pada kesuburan tanah dengan menjaga proses biologi dan kimia tanah tetap

berlangsung. Kesuburan tanah diharapkan bisa tetap terjaga sehingga tidak hanya

menguntungkan bagi tanaman, namun mencegah proses penggurunan yang

terjadi.

Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) adalah

komitmen bisnis untuk berkonstruksi dalam pembangunan ekonomi secara

berkelanjutan.Eksploitasi sumberdaya alam (lahan) oleh perusahaan perkebunan

dapat mengakibatkan terhambatnya hak-hak masyarakat sekitar untuk

memanfaatkan sumberdaya sekitarnya secara maksimal untuk peningkatan

kualitas hidup.Untuk itu, pola pengembangan perkebunan rakyat melalui pola

Perkebunan Inti Rakyat (PIR), KKPA, dan pola kemitraan lainnya merupakan

solusi untuk mengeliminasi kesenjangan sosial dan ekonomi antara perusahaan

Page 27: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

22

perkebunan dengan masyarakat sekitar.Keberadaan perusahaan perkebunan kelapa

sawit semakin menjadi penting karena perkebunan kelapa sawit rakyat yang

dikembangkan melalui pola swadaya murni semakin tumbuh dan menjadi unsur

penting dalam jejaring bisnis kelapa sawit, karena pada dasarnya perkebunan

rakyat telah menjadi pamasok (supply chain) bagi pabrik kelapa sawit yang

dimiliki perusahaan kepala sawit.

Hubungan perkebunan rakyat dan perusahaan perkebunan semakin penting

posisinya dalam analisis keterkaitan bisnis.Untuk itu, perusahaan perkebunan

sudah selayaknya melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap

masyarakat sekitar untuk mengeliminasi dampak sosial dan ekonomi negatif yang

mungkin muncul.Untuk itu, perlu pemahaman yang konkrit dan nyata terhadap

kondisi sosial dan ekonomi perkebunan rakyat disekitar perusahaan perkebunan,

untuk menggambarkan dampak positif dan negative pembangunan perusahaan

perkebunan bagi petani mitra dan masyarakat sekitar.Pemahaman kondisi riil

terhadap keadaan sosial dan ekonomi ini diperlukan untuk menyusun

implementasi tanggung jawab sosial yang sistematis dalam bentuk community

development melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat agar dampak negatif

pembangunan perkebunan yang menghambat terpenuhinya hak-hak masyarakat

sekitar perusahaan dapat dihindari.

Page 28: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

23

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Kondisi hutan di Indonesia saat ini mengalami penurunan karena adanya

alih fungsi hutan.Di beberapa jenis hutan dan letak geografis tertentu, tingkat

lenyapnya hutan lebih besar daripada di tempat lain. Banyak spesies hewan dan

tumbuhan Indonesia sekarang ini terancam kepunahan akibat penggundulan dan

degradasi hutan.Pembangunan kelapa sawit di Indonesia telah menyebabkan

banyak masalah untuk flora, fauna dan masyarakat.Maka sebaiknya alih fungsi

hutan diminimalisisr karena sangat berpengaruh pada kehidupan makhluk hidup

terutama flora, fauna dan masyarakat yang hidup di sekitarnya.

3.2 Saran

Sebaiknya diadakan perundingan atau penyelesaian masalah ini dengan

duduk bersama dan mencari solusi terhadap permasalah-permasalahan tersebut

adalah hal yang wajib dilakukan oleh Asosiasi Pengusaha Perkebunan Sawit

Indonesia (APPSI) bersama dengan Masyarakat, Pemerintah dan Lembaga

Lingkungan Hijau Dunia, karena tidak dapat dipungkiri bahwa perkebunan kelapa

sawit menibulkan dampak negative yang cukup luas, akan tetapi dampak

positifnya pun sangat besar terhadap perekonomian daerah dan Negara. Dengan

duduk bersama, diharapkan dapat menghasilkan solusi untuk menekan dampak

negatif yang ditimbulkan oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Page 29: karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/Makalah... · Web viewDari Penelitian Sawit Watch (2007), disinyalir kuat bahwa 90% perkebunan sawit di Indonesia

24

DAFTAR PUSTAKA

Djohan, Tjut Sugadawaty. 2014. Peneliti UGM : Pembukaan Hutan Untuk Lahan

Sawit Harus Dihentikan.Mongabay.co.id. Diakses tanggal 28 Maret 2016.

Kartodiharjo, H., Agus , P. 1999. Dampak Pembangunan Sektoral Terhadap

Degradasi Hutan Alam: Kasus Pembangunan HTI dan Perkebunan di

Indonesia. CIFOR.

Dick. 1991. Hutan Konversi. Kalimantan: Pers Com.

Fay dan Sirait. 2000. National Foresty Action Plan in Indonesia. Indonesia:

Newsletter.

Gautam. 2000. The Challenges of World Bank Involvement In Forest. Indonesia:

Report World Bank.

Kartodihardjo.2001. Lahan Kritis dalam Kawasan Hutan. Jakarta: Tempo.

Renstra.2001. Hutan Indonesia yang Hilang. Jakarta: Jakarta Post.

WWF. 1999. Ministry of Environment. Indoneisa: Forest World Bank.

Rivel, Jhon. 2015. Merusak Hutan Demi Kepentingan Sesaat. Sumber :

http://www.kompasiana.com/rivel/merusak-hutan-demi-kepentingan-

sesaat_5512c468813311c019bc5f9a 

http://www.kompasiana.com/rivel/merusak-hutan-demi-kepentingan-

sesaat_5512c468813311c019bc5f9a