Top Banner
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Ritel 2.1.1 Definisi Ritel Secara harfiah Ritel / Retail = eceran, dan peritel / retailer = pengecer, atau pengusaha perdagangan eceran. Menurut kamus, retail adalah penjualan barang atau jasa kepada khalayak. Definisi bisnis ritel adalah : 1. Penjualan konsumen akhir 2. Motivasi pembelian konsumen adalah kepentingan tersendiri dan tidak untuk dijual, atau paling tidak lebih dari separuh penjualannya adalah kepada konsumen untuk kepentingannya sendiri. (http://murtiningsih.blog.uns.ac.id/tag/retail/ tanggal akses 29 Des 2011) 11
67

library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

May 26, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Ritel

2.1.1 Definisi Ritel

Secara harfiah Ritel / Retail = eceran, dan peritel / retailer = pengecer, atau

pengusaha perdagangan eceran. Menurut kamus, retail adalah penjualan barang atau jasa

kepada khalayak. Definisi bisnis ritel adalah :

1. Penjualan konsumen akhir

2. Motivasi pembelian konsumen adalah kepentingan tersendiri dan tidak untuk

dijual, atau paling tidak lebih dari separuh penjualannya adalah kepada

konsumen untuk kepentingannya sendiri.

(http://murtiningsih.blog.uns.ac.id/tag/retail/ tanggal akses 29 Des 2011)

Bisnis ritel tidak hanya sekedar merupakan penjualan barang secara fisik, tetapi juga

meliputi penjualan jasa. Contohnya, tiket pesawat, warnet, jasa telekomunikasi.

Penjualan jasa ini diebut ”Real services”. Selain itu yang termasuk didalam penjualan

barang (Complementary Service) yakni, layanan pesan antar, jaminan, leasing, dan

fasilitas kredit. Pengertian bisnis ritel tidak hanya mencakup sebuah toko tapi juga

aktivitas sejenis yang tidak menggunakan tempat khusus dalam proses jual beli,

contohnya, mail order, direct selling. Disini yang berperilaku sebagai retailer adalah

11

Page 2: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

12

grosir, wholesaler, dan manufacturer. (http://murtiningsih.blog.uns.ac.id/tag/retail/

tanggal akses 29 Des 2011)

Ritel juga merupakan perangkat dari aktivitas – aktivias bisnis yang melakuan

penambahan nilai terhadap produk – produk dan layanan penjualan kepada para

konsumen untuk penggunaan atau konsumsi perseorangan maupun keluarga. Seringkali

orang – orang beranggapan bahwa ritel hanya berarti menjual produk – produk yang ada

ditoko. Tetapi ritel juga melibatkan layanan jasa, seperti layanan jasa antar (delivery

service) ke rumah – rumah dan tidak semua ritel dilakukan di dalam toko. (Utami, 2006,

pg 4)

Ritel adalah seluruh aktivitas yang berkaitan dengan penjualan produk atau jasa

secara langsung kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi, dan bukan untuk

bisnis. Banyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan

pengecer (Kotler dan Armstrong, 2010, pg 374).

Sedangkan menurut Berman dan Evans (2007, pg 4), ritel meliputi kegiatan usaha

yang terlibat dalam penjualan barang dan jasa kepada konsumen untuk keperluan pribadi,

keluarga, atau rumah tangga. Peritel berusaha untuk memenuhi kebutuhan konsumen

dengan menyesuaikan barang – barang yang dijualnya dengan harga, waktu, dan tempat

yang diinginkn oleh konsumen. Ritel juga menyediakan pasar bagi produsen untuk

menjual barang hasil produksinya.

Page 3: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

13

Sumber : http://murtiningsih.blog.uns.ac.id/tag/retail/ tanggal akses 29 Des

2011

Gambar 2.1 Rantai Distribusi

Dari definisi – definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, ritel adalah penyalur produk

berupa barang atau jasa kepada konsumen akhir, atau dengan kata lain ritel merupakan

penghubung antara produsen dengan konsumen.

2.1.2 Klasifikasi Ritel

Page 4: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

14

Sumber : http://murtiningsih.blog.uns.ac.id/tag/retail/ tanggal akses 29 Des

2011

Gambar 2.2 Klasifikasi Ritel

Kepemilikan (Owner)

- Single Store Retailer (tipe yang paling banyak jumlahnya dengan

ukuran toko umumnya dibawah 100 m 2)

- Rantai toko ritel (toko ritel dengan banyak cabang dan dimiliki oleh

institusi perseroan)

- Toko waralaba (toko yang dibangun berdasarkan kontrak kerja sama

waralaba antara terwaralaba dengan pewaralaba)

Merchandise Category

- Specialty Store / toko khas (menjual satu jenis kategori barang yang

relatif sedikit / sempit)

- Grocery Store / toko serba ada ( menjual barang kebutuhan sehari –

hari)

- Departement Store (menjual sebagian besar bukan kebutuhan pokok,

fashionable, bermerek, dengan 80% pola konsinyasi)

- Hyperstore (menjual barang dalam rentang kategori barang yang

sangat luas)

Page 5: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

15

Luas Sales Area

- Small Store / Kios (kios kecil yang umumnya merupakan toko ritel

tradisional, dioperasikan sebagai usaha kecil dengan sales area kurang

dari 100 m2)

- Minimarket (dioperasikan dengan luasan sales area antara 100 – 1000

m2)

- Supermarket (dioperasikan dengan luasan sales area antara 1000 –

5000 m2)

- Hypermarket (dioperasikan dengan luasan sales area antara lebih dari

5000 m2)

Non Store Retailer

- Multi Level Marketing (MLM), model penjualan barang secara

langsung dengan sistem komisi penjualan berperingkat berdasarkan

status keanggotaan dalam distribution lines.

- Mail & Order Retailer (toko pesan antar), perusahaan yang melakukan

penjualan berdasarkan pesanan melalui surat atau telepon.

- Internet / online store (e-commerce), toko ritel didunia maya yang

mengadopsikan internet kedalam bentuk online retailing.

(http://murtiningsih.blog.uns.ac.id/tag/retail/ tanggal akses 29 Des

2011)

Page 6: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

16

2.1.3 Strategi Ritel

Hal pertama yang harus dilakukan oleh pengusaha ritel adalah menentukan

segmentasi dan target pasarnya baru kemudian memutuskan melakukan diferensiasi dan

positioning dalam pasar. Apakah harus fokus kepada konsumen kelas atas, menengah,

atau menengah kebawah ? Apakah target konsumen yang dibidik menginginkan variasi

produk, kenyamanan dalam berbelanja, atau mementingkan harga yang rendah ? Sebelum

mereka selesai mendefinisikan pasaranya, maka pengusaha ritel tidak dapat berperilaku

konsisten dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan variasi produk, jasa,

harga, periklanan, dekorasi toko, dan sebagainya. (Kotler dan Armstrong, 2010, pg 383)

Sumber : Kotler dan Armstrong (2010, pg 383)

Gambar 2.3 Retailer Marketing Strategy

Page 7: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

17

Strategi ritel menekankan untuk memanfaatkan sumber daya yang ada untuk

mencapai tujuan. Strategi ritel meliputi penentuan target pasar, sifat barang dan jasa yang

ditawarkan dan bagaimana ritel memperoleh keuntungan jangka panjang dari para

pesaingnya. Bagian kebutuhan strategi dalam strategi ritel antara lain strategi pasar,

strategi keuangan, strategi lokasi, strategi organisasi, dan sumber daya manusia.

(http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/manajemen-ritel-2/ tanggal akses 29 Des

2011)

Sedangkan menurut Berman dan Evans (2007, pg 12), strategi ritel adalah

keseluruhuan rencana atau kerangka kerja yang memandu pengusaha ritel. Idealnya

strategi ritel hanya bertahan selama satu tahun. Setiap pengusaha ritel, harus

menggunakan enam langkah perencanaan strategi berikut ini :

1. Menentukan jenis bisnis yang berkaitan dengan kategori barang atau jasa dan

orientasi khusus dari perusahaan ritel tersebut, contohnya : full service.

2. Menentukan tujuan jangka panjang dan jangka pendek untuk jumlah penjualan dan

keuntungan yang harus didapatkan, pangsa pasar, citra perusahaan, dan

sebagainya.

3. Menentukan target pasar berdasarkan karakteristik (jenis kelamin, tingkat

pendapatan, usia) dan keinginan atau kebutuhan konsumen.

4. Membuat rencana jangka panjang secara keseluruhan bagi perusahaan.

5. Mengimplementasikan strategi integral yang menggabungkan beberapa faktor,

misalnya lokasi toko, variasi produk, harga, periklanan, dan penempatan produk.

Page 8: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

18

6. Mengevaluasi kinerja dan memperbaiki kelemahan atau masalah – masalah yang

ada secara teratur.

2.2 Merek

2.2.1 Pengertian Merek

Banyak orang telah mengasosiasikan merek dan memberi nama merek sesuai

dengan perusahaan yang membuatnya, tetapi merek – merek tersebut tetap eksis

ketika berada di pasar. Dengan sebuah merek kita dapat dengan mudah memilih

produk atau jasa yang sejenis dengan pilihan yang beragam. Karena memilih suatu

produk terkadang adalah suatu proses yang rumit, dikarenakan banyaknya

diferensiasi dari suatu produk. Suatu merek memegang peranan penting sama halnya

dengan kualitas dan harga produk itu sendiri. Saat ini merek tidak hanya dapat

mewakilkan jati diri produk atau hanya sebagai brand identity (nama, logo, dan

desain).

Dalam mengembangkan strategi pemasaran untuk produk – prouk indvidual,

penjual harus menghadapi keputusan pemberian merek. Pemberian merek merupakan

masalah utama dalam strategi produk. Di satu pihak, mengembangkan produk

bermerek memerlukan pengeluaran investasi jangka panjang yang besar, khususnya

untuk iklan, promosi, dan pengemasan. Banyak perusahaan berorientasi merek men-

subkontrak-an proses manufakturnya pada pihak lain (Kotler, 1998 : 63). Misalnya,

Page 9: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

19

para produsen Usaha Kecil Menengah (UKM) membuat banyak pakaian, makanan,

dan minuman tetapi tidak dengan merek UKM tersebut.

Menurut Melissa (2006, p10), merek dapat menggambarkan suatu bisnis dan ciri

khas dari suatu produk atau jasa. Sebuah merek meliputi orang – orang yang bekerja

untuk perusahaan dan filosofi yang terdapat didalamnya. Merek menawarkan suatu

nilai, visi, dan perilaku. Sekali suatu merek telah dipakai dipasaran, maka perusahaan

harus membuktikan bahwa merek ini dapat efektif bertahan dipasaran.

Menurut Kapferer (2008, pg 11), merek adalah nama yang dapat memberikan

pengaruh bagi konsumen. Definisi ini mempunyai suatu esensi bahwa suatu merek

mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi konsumen. Kekuatan dari suatu merek

yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen tidak terlepas dari

representasi dan relationship. Representasi adalah suatu sistem yang terhubung dalam

suatu jaringan sehingga dapat memberikan pengaruh. Representasi terdiri dari

berbagai aspek yaitu :

1. Apakah cakupan dari suatu merek (kompetensi produk, jenis barang atau jasa

yang spesifik) ?

2. Bagaimana kualitasnya (rendah, menengah, premium, mewah) ?

3. Apa kelebihannya ?

4. Apa yang dapat membedakannya dibanding merek lain ?

5. Bagaimana tipe konsumennya ?

Page 10: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

20

Menurut Kotler dan Keller (2010, pg 250), merek didefinisikan sebagai sebuah

nama, istilah, tanda, lambang, atau desain yang bertujuan untuk mengidentifikasi

barang atau jasa dari salah satu penjual atau sekelompok penjual dan mengidentifikasi

dari produk pesaing. Ada 6 kriteria utama yang dapat menjadi acuan dalam membuat

suatu merek, yaitu :

1. Memorable (dapat diingat) : Seberapa mudah konsumen dapat mengenali atau

memilih merek yang sama ketika akan melakukan pembelian barang. Contoh :

Tide, Crest, dan Puffs adalah merek yang pendek dan mudah diingat.

2. Meaningful (mempunyai arti) : Merek diharapkan mempunyai suatu

kredibilitas dan mengindikasikan kategori yang berhubungan dengannya.

Contoh : Aki mobil Diehard, Pembersih lantai Mop & Glo, dan makanan beku

rendah kalori Lean Cuisine.

3. Likeable (dapat disukai) : Seberapa menarikkah suatu merek secara estestika ?

Pada saat ini sebuah merek merupakan merek yang memiliki nama unik dan

juga memiliki alamat URL. Contoh : Flicker website untuk berbagi foto,

media sosial Wakoopa, dan ponsel Motorola ROKR dan RAZR.

4. Transferable (mudah diserahkan) : Dapatkah suatu merek diperkenalkan

kembali menjadi suatu produk yang baru dalam kategori yang sama maupun

berbeda ? Amazon.com merupakan toko buku online terbesar didunia, akan

tetapi penggunaan kata ”Amazon” sebagai merek menggambarkan bahwa

toko buku ini adalah toko buku online terbesar dan dapat mengirim buku

Page 11: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

21

keseluruh dunia. Tentu yang kita ketahui Amazon adalah nama sungai

terbesar didunia. Kata ”Amazon” sangat tepat untuk mengilustrasikan toko

buku ini.

5. Adaptable (mudah disesuaikan) : Apakah suatu merek dapat dengan mudah

beradaptasi dan mudah berubah (selalu update).

6. Protectable (dapat dilindungi) : Apakah suatu merek dapat dilindungi secara

hukum ? nama terkadang menjadi suatu persamaan dalam suatu kategori

produk. Contoh : Kleenex, Kitty Litter, Jell-O, Scotch Tape, Xerox, dan

Fiberglass. Merek – merek seperti ini sebaiknya mempunyai hak cipta atau

hak paten dan tidak dijadikan sebagai produk generik.

Menurut Kotler (1998, pg 66) merek dapat memberikan manfaat bagi penjual, yaitu :

Merek memudahkan penjual memproses pesanan dan menelusuri masalah.

Jadi Anheuser-Busch menerima pesanan seratus peti bir Michelob dan

bukannya pesanan ”birmu yang lebih baik”. Selain itu penjual juga merasa

lebih mudah menelusuri pesanan jika salah dikirimkan, atau menentukan

mengapa birnya rusak jika pelanggan mengeluh.

Merek memberikan kesempatan bagi penjual untuk menarik pelanggan yang

setia dan menguntungkan. Kesetiaan merek memberi penjual perlindungan

dari persaingan serta pengendalian yang lebih besar dalam perencanaan

program pemasarannya.

Page 12: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

22

Merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar. Daripada hanya

menjual satu deterjen saja, P&G dapat menawarkan delapan merek deterjen,

masing-masing memiliki formula yang berbeda dan ditujukan pada segmen

pasar yang berbeda.

Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan, memudahkan

perusahaan meluncurkan merek-merek baru yang mudah diterima distributor

dan pelanggan.

2.2.2 Jenis – jenis Merek

Keller, (2003) dalam Mirawaty, (2010) membagi jenis merek menjadi 3 bagian,

yaitu :

Page 13: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

23

Sumber : Keller, (2003) dalam Mirawaty, (2010)

Gambar 2.4 Jenis – jenis Merek

Merek Nasional :

Produk bermerek yang diproduksi dan didistribusikan secara luas oleh

produsen serta membawa produsen. Contohnya, Unilever memproduksi

mentega dengan merek BlueBand, dan nama Unilever tetap tercantum pada

kemasan.

Merek Lisensi :

Penggunaan nama merek yang telah mapan dengan membeli hak dari

organisasi atau individu yang memiikinya. Contohnya, Disney menjadi merek

tas anak – anak, atau pakaian anak – anak.

Merek Pribadi atau Private Label :

Produk bermerek yang dikomisikan kepada pedangang grosir atau pengecer

dari suatu produsen. Contohnya, Lotte Mart dengan merek Lotte, Giant

dengan merek Giant, Alfamart dengan merek Pasti Pas.

2.3 Private Label Strategy

Page 14: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

24

Ketika pengusaha retail membangun suatu merek pribadi tentunya disebabkan

oleh suatu fenomena tertentu. Fenomena ini dapat terjadi karena konsumen sulit

untuk membedakan barang yang bermutu menengah dan barang yang bermutu tinggi

hanya dari tampilan luarnya saja, terlebih lagi jika produk tersebut dibalut oleh

kemasan yang bagus dan menarik. Maka dari itu untuk menghindari kekecewaan

karena salah dalam memilih barang maka sebagian besar konsumen akan memilih

barang yang mereknya sudah terkenal. Melihat fenomena ini maka retailer mencoba

untuk mengemas produk yang dijual dengan kemasan dan merek sendiri. Ini juga

disebabkan karena perusahaan retailer ini telah mempunyai nama yang baik, dan

dipercaya konsumen.

Meskipun pertumbuhan label pribadi telah ditafsirkan oleh beberapa orang

sebagai tanda dari "penurunan merek (decline of brand)" dengan mudah dapat

dikatakan bahwa kesimpulan sebaliknya yang lebih valid, karena pertumbuhan

Private Label dapat dilihat sebagai konsekuensi dari strategi branding yang baik.

Generalisasi empiris tentang karakteristik pengguna Private Label adalah orang yang

sensitive dengan harga tetapi tidak sensitif dengan merek, dari segi pendapatan

termasuk golongan menengah, dan terdidik. Peritel mampu mendapatkan marjin yang

tinggi pada merek nasional dalam kategori dimana Private Label mereka memiliki

pangsa pasar yang tinggi. Private Label mendapatkan pangsa pasar yang lebih ketika

perbedaan harga antara merek nasional dan Private Label. Tapi, yang paling penting

dari pangsa Private Label adalah kualitas yang dirasakan pembeli.

Page 15: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

25

Fakta bahwa perbedaan persepsi kualitas antara Private Label dan merek nasional

sangat penting yang berarti semakin baik posisi label pribadi dalam hal kualitas,

semakin besar kemungkinan untuk berhasil. Tetapi apabila Private Label diposisikan

terhadap merek nasional terkemuka akan menunjukkan bahwa akan menguntungkan

bagi Private Label untuk memposisikan diri dekat dengan merek nasional terkemuka,

terutama ketika merek terkemuka memiliki pangsa tinggi. Ketika Private Label

melakukan menargetkan merek nasional tertentu, mereka cenderung untuk

menargetkan merek terkemuka. Meskipun sebagian besar Private Label tampaknya

tidak menargetkan merek nasional tertentu, mungkin karena posisi yang mungkin

tidak kredibel (Ailawadi, Kusum and Keller, K.L. 2004, pg 13-14).

Private Label sering kali dipandang sebagai produk dengan kualitas kelas dua

oleh konsumen. Beberapa penyebabnya antara lain :

Kemasan yang sederhana dan cenderung tidak menarik

Harga yang sedikit lebih murah dibandingkan dengan produk merek nasional

yang sudah terkenal lebih dahulu

Sedikitnya keragaman produk

Kurangnya promosi dari pengusaha retail sendiri terhadap produknya

Konsumen telah terbiasa menggunakan produk dengan merek nasional,

sehingga telah mengetahui kualitasnya kemudian enggan mencoba produk

dengan merek pribadi.

Page 16: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

26

Private Label tidak memiliki image yang baik dalam suatu kategori roduk

tertentu. Merek pribadi diangggap tidak mempunyai suatu nilai tambah bagi

konsumen yang telah fanatik terhadap produk dengan merek nasional

(Kapferer, 2008, pg 63).

Private Label yang mempunyai nama lain private brand dan store brand adalah

merek yang diciptakan dan dimiliki oleh penjual eceran barang dan jasa (Kotler dan

Armstrong, 2004). Private Label adalah produk yang diberi merek oleh distributor

dan tidak secara jelas menggambarkan bahwa merek tersebut diciptakan oleh

perusahaan tertentu. Contohnya : Merek kosmetik Ms. Hellen yang di jual di toko

Monoprix, atau Jodhpur sebuah merek tekstil yang di jual di toko Galeries Lafayette

(Kapferer, 2008, pg. 69).

Private Label terkait dengan loyalitas, karena Private Label mampu untuk

membantu membangun merek peritel. Citra toko dan loyalitas dapat meningkatkan

jika konsumen telah terbiasa dengan Private Label dan mereka mampu untuk

membeli satu merek di berbagai kategori produk. Kemampuan untuk menimbulkan

loyalitas dapat membuat Private Label menguntungkan bagi peritel bahkan jika

mereka tidak memiliki keunggulan dari segi biaya.

2.3.1 Kelebihan dan Kekurangan Private Label

Page 17: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

27

Merek memberikan nilai kepada pelanggan dan sekaligus kepada peritel. Merek

memberikan kesempatan pada konsumen untuk mengevaluasi bagaimana bauran ritel

kepada suatu ritel. Merek juga mempengaruhi keyakinan pelanggan atas keputusan

yang dibuat untuk membeli produk dari suatu ritel. Hal ini menyebabkan adanya

kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh Private Label, bagi peritel, pemasok,

dan konsumen. Berikut penjelasannya :

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Private Label

Kelebihan Kekurangan

Peritel Mengurangi dominasi

merek nasional dalam

pasar.

Menciptakan

ketergantungan

konsumen pada

retailer.

Meningkatkan

penjualan.

Sebuah kesempatan

untuk strategi

diferensiasi dan

menyediakan pilihan

yang beragam bagi

konsumen.

Membangun loyalitas

konsumen terhadap

Standarisasi yang tidak

seragam antara kategori

produk Private Label

memunculkan perasaan

negatif dari konsumen.

Fokus yang berlebihan

terhadap Private Label.

Harga yang rendah

dipersepsikan kualitas

yang rendah.

Kurangnya dukungan

financial dari

pemasok.

Jika produk Private

Label tersebut gagal

atau tidak berhasil

memuaskan konsumen,

Page 18: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

28

peritel dengan

menghindari

perbandingan diantara

merek – merek lain.

Membangun image

yang positif bagi

peritel.

Kebebasan peraturan

dalam pricing strategy.

Mempunyai posisi

tawar yang lebih baik

dalam ekonomi.

Pengendalian

persediaan yang lebih

mudah.

kecil kemungkinan

mereka akan membeli

produk Private Label

yang lain.

Pemasok Menutup peluang

pesaing.

Pemasok dapat

memasuki pasar

dengan biaya yang

rendah.

Sebagai secondary

product yang

menambah portofolio

produk perusahaan.

Memproduksi produk

pesaing untuk

melawan market

Hubungan terhadap

retailer dapat terganggu

jika produk tidak

berkualitas.

Menciptakan

kompetitor bagi produk

yang mereka pasarkan.

Pemasok lain mungkin

menawarkan harga

yang lebih rendah

sehingga memaksakan

keuntungan lebih

rendah.

Page 19: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

29

leader.

Kesempatan bagi

usaha kecil yang tidak

memiliki modal besar

untuk memasuki pasar

yang lebih luas.

Memperoleh lebih

banyak ruang dalam

rak gerai.

Pembangunan strategic

partnership dengan

retailer.

Biaya penyimpanan

yang tinggi dengan

margin keuntungan

yang rendah.

Konsumen Harga lebih rendah

untuk kualitas yang

setara dengan produk

lain.

Pilihan yang lebih

banyak.

Nama peritel yang

terpercaya =

kepercayaan terhadap

produk.

Sebagai pengganti

produk lain yang habis

persediaannya.

Produk berkualitas

rendah.

Persepsi harga murah =

kualitas rendah.

Anggapan kualitas

yang seragam pada

produk Private Label

yang lain jika ada

produk yang tidak

dapat berfungsi dengan

baik.

Sumber : http://retailindustry.about.com/library/uc/02/uc_stanley3.html tanggal

akses 29 Des 2011

Page 20: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

30

2.4 Preference

2.4.1 Definisi Preference

Dalam suatu kegiatan berbelanja orang seringkali bingung ingin membeli produk

yang seperti apa, tentunya mereka mempunyai suatu keinginan akan suatu produk

dengan spesifikasi tertentu. Namun mereka terkadang kurang yakin apakah produk

tersebut benar – benar dapat memuaskannya atau tidak, disinilah preferensi

dibutuhkan sebagai pembanding (Weitz dan Leivy, 2009, pg 83).

Preferensi merupakan sikap dari konsumen yang bersedia memberi rekomendasi

terhadap produk atau jasa yang pernah dinikmatinya kepada orang lain (Wicaksono

dan Ihalauw, 2005, pg 9). Sedangkan menurut Simamora, 2003, pg 37 memberikan

gambaran tentang preferensi sebagai berikut : ”Saya lebih menyukai merek ini”, kata

Susan sambil menunjuk teh siap minum merek terkenal. Preferensi konsumen

tercemin pada kata: I prefer this brand, sebenarnya merupakan hasil proses evaluasi.

Bermula dari preferensi merek ini, tinggal selangkah lagi menuju keputusan. ”Saya

lebih menyukai merek ini” adalah preferensi. ”Saya putuskan untuk membelinya”,

inilah keputusan sebelum pembelian (pre-purchased decision). Apakah keputusan

pembelian ini benar – benar dilakukan? Belum tentu. Masih ada faktor situasi dan

Page 21: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

31

pengaruh orang lain yang memungkinkan keputusan pembelian sebenarnya (purchase

decision) berbeda dari keputusan sebelumnya (pre-purchased decision).

Brand retail yang kuat akan menurunkan sensitivitas harga pada konsumen. Profil

Brand yang telah dijabarkan dengan baik dapat memperkuat posisinya dalam

preferensi konsumen yang kemudian akan menguntungkan peritel, karena dapat

menghindari persaingan harga (Klein, et al, 2007, pg 124).

2.4.2 Prefernce Berdasarkan Atribut

Konsumen dalam menggunakan informasi dalam memilih dan menentukan suatu

produk atau merek, akan melalui suatu proses, baik berdasarkan stimulus ataupun

berdasarkan memori, pada proses berdasarkan stimulus, seluruh informasi yang

relevan akan secara langsung diobservasi dalam konteks keputusan dan konsumen

dapat dengan segera dan langsung membandingkan seleluh merek pada seluruh

atribut (Mantel and Kardes, 1999 dalam Praktino, 2003:54).

Pada proses berdasarkan memori, informasi tentang mereka dan atribut harus

dimunculkan kembali sebelum perbandingan keputusan yang relevan dilakukan.

Suatu hal yang penting dan secara langsung mempengaruhi proses komparasi atau

pemilihan terhadap suatu merek yaitu preferensi konsumen berdasarkan atribut yang

mensyaratkan suatu pengetahuan dan penggunaan dari spesifik atribut pada saat

mengambil keputusan. (Kardes dan Gibson, 1991 dalam Partikno, 2003:54). Pada

Page 22: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

32

dasarnya, kebanyakan orang yang berusaha melakukan preferensi berdasarkan atribut

dalam melakukan pemilihan terhadap suatu merek.

2.4.3 Preference Berdasarkan Attitude

Penggunaan informasi pada preferensi konsumen berdasarkan attitude

merupakan kebalikan dari preferensi berdasarkan atribut terhadap tingkat

keperluan akan kognisi serta keterlibatan (involement). Secara umum, attitude

dari konsumen merupakan gabungan dari kepercayaan, perasaan serta tujuan

perilaku konsumen terhadap suatu objek dalam konteks pemasaran. Ketiga

komponen ini mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi dan secara

bersama-sama menunjukkan suatu rekasi konsumen terhadap suatu objek.

(Hawkins, 1998 dalam Partikno,2003:56)

Komponen pertama adalah kepercayaan. Konsumen akan mempunyai suatu

kepercayaan yang positif terhadap suatu objek atau juga mempunyai pengalaman

yang negatif terhadap suatu objek, dan mungkin akan berbeda-beda pada setiap

situasi. Konsumen juga mempunyai suatu perasaan terhadap suatu merek atau

objek lainnya, namun juga ada yang mempunyai suatu perasaan tertentu terhadap

suatu kepercayaan. Sedangkan tujuan suatu perilaku merupakan suatu rencana

yang akan konsumen lakukan terhadap suatu objek. Tentunya hal ini akan

membawa dampak suatu pemikiran yang logis terhadap kepercayaan yang ada

ataupun pada suatu keadaan. (Pratikno, 2003:56).

Page 23: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

33

Preferensi berdasarkan attitude akan didominasi oleh konsumen dalam kondisi

yang penuh dengan kebingungan dalam melakukan preferensi (D’Suoza and

Rao, 1995 dalam Partikno, 2003:56) namun konsumen harus selalu menyadari

bahwa preferensi berdasarkan informasi yang kurang lengkap akan menimbulkan

suatu error serta bias karena pertimbangan-pertimbangan yang telah dilakukan

menjadi kurang signifikan dengan kebutuhan (Kivetz and Siomonson, 2000

dalam Pratikno, 2003:56).

2.5 Brand Equity

2.5.1 Definisi Brand Equity

Menurut Aaker (1996, pg 7) Brand Equity adalah suatu perangkat dari lima

kategori aset yang berkaitan dengan merek yang menambah atau mengurangi nilai

yang diberikan sebuah produk berupa barang atau jasa yang diberikan oleh

perusahaan, kategori asetnya adalah :

1. Kesadaran merek

2. Loyalitas merek

3. Mutu yang dirasakan

4. Asosiasi merek

5. Aset kepemilikan lainnya

Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2010, pg 243) Brand Equity adalah

ekuitas merek adalah efek diferensiasi yang positif yang dapat diketahui dari respon

Page 24: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

34

konsumen terhadap barang atau jasa. Jadi brand equity adalah kekuatan suatu brand

yang dapat menambah atau mengurangi nilai dari brand itu sendiri yang dapat

diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa yang dijual. Semakin kuat

ekuitas merek merupakan suatu keuntungan besar bagi perusahaan.

Brand Equity juga merupakan suatu persepsi atau fakta – fakta yang

diasosiasikan sendiri oleh konsumen ketika memilih merek. Ekuitas merek bersifat

pasif, pribadi, dan digunakan sebagai persepsi dalam pikiran individu untuk

membantu dalam proses pembelian (Morgan, 2009, pg 198).

Masing – masing dari aset dalam ekuitas merek membuat suatu nilai dengan cara

yang berbeda – beda. Untuk mengatur ekuitas merek secara efektif dan untuk

menentukan aktivitas yang berkaitan tentang bagaimana membangun sebuah merek,

perlu memperhatikan tentang bagaimana cara yang tepat untuk membangun sebuah

merek.

Gambar dibawah ini akan menjelaskan tentang bagaimana ekuitas merek dapat

memberikan atau membuat sebuah nilai.

Page 25: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

35

Sumber : Aaker (1996, pg. 9)

Gambar 2.5 How Brand Equity Generates Value

Kekuatan suatu merek (brand equity) dapat diukur berdasarkan 7 indikator, yaitu:

1. Leadership : Kemampuan untuk mempengaruhi pasar, baik harga maupun

atribut non-harga.

2. Stability : Kemampuan untuk mempertahankan loyalitas pelanggan.

3. Market : Kekuatan merek untuk meningkatkan kinerja toko atau distributor.

Page 26: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

36

4. Internationality : Kemampuan merek untuk keluar dari area geografisnya atau

masuk ke negara atau daerah lain.

5. Trend : Merek menjadi semakin penting dalam industri.

6. Support : Besarnya dana yang dikeluarkan untuk mengkomunikasikan merek.

7. Protection : Merek tersebut mempunyai legalitas

(http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/05/brand-equity-kekuatan-suatu-

merek.html, tanggal akses 2 Jan 2012)

A. Brand Awareness (Kesadaran Merek)

Ketika berbelanja orang cenderung memilih produk dengan merek yang

sudah pernah dibeli sebelumnya, dan sudah pernah dirasakan walaupun tidak

dengan membeli. Ketika membeli produk dengan merek yang sama, secara

berulang – ulang, maka artinya konsumen telah sadar akan suatu merek.

Disamping itu kesadaran merek juga dapat digambarkan dengan ”Merek yang

pertama kali terlintas di pikiran kita ketika ingat akan suatu produk tertentu”.

Misalnya ketika ditanyakan tentang merek deodorant, spontan orang akan

menjawab Rexona. Karena Rexona merupakan merek deodorant yang

iklannya seringkali muncul di televisi maupun media cetak, dan Rexona

adalah merek deodorant yang sudah terkenal, dan sudah diketahui bagaimana

kualitasnya.

Menurut Levy dan Weitz, (2009, pg 402) kesadaran merek mengacu pada

kemampuan pelanggan untuk mengenali atau mengingat bahwa nama merek

Page 27: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

37

adalah jenis tertentu dari peritel atau produk / layanan. Jadi, kesadaran merek

adalah kekuatan hubungan antara nama merek dan jenis barang atau jasa di

benak pelanggan. Ada berbagai tingkat kesadara merek, Aided recall yaitu

mengingat suatu merek dan dibantu untuk mengingatnya. Konsumen baru

mengingat atau sadar akan sebuah merek, ketika suatu merek tersebut

diperlihatkan kepadanya. Top-of-mind yaitu tingkat kesadaran tertinggi,

yang terjadi ketika konsumen menyebutkan nama merek tertentu pertama kali

ketika mereka ditanya tentang jenis peritel, kategori barang dagangan, atau

jenis layanan. Untuk Misalnya, Best Buy mendapatkan Top-of-mind yang

paling tinggi jika konsumen merespon "Best Buy" ketika ditanya tentang

peritel yang menjual barang elektronik. Tingginya Top-of-mind berarti

memungkinkan bagi peritel atau suatu produk dapat diingat pertama kali oleh

konsumen ketika ingin membeli produk.

Sedangkan menurut Aaker (1996, pg 10) kesadaran merek berarti seberapa

kuat nama suatu merek bertahan di pikiran konsumen. Kesadaran merek

diukur dengan cara yang berbeda – beda misalnya, bagaimana konsumen

mengingat suatu merek. Contohnya, mulai dari pengenalan merek  sampai

dominasi kondisi dimana  merek yang dibutuhan adalah hanya merek yang

diingat oleh konsumen.

Ada 4 tingkatan brand awareness yaitu:

1. Unaware of brand (tidak menyadari merek)

Page 28: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

38

Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek,

dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.

2. Brand recognition (pengenalan merek)

Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seorang

pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian.

3. Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek)

Pengingatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan

seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk.

Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena

berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk

memunculkan merek tersebut.

4. Top of mind (puncak pikiran)

Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan

pengingatan dan orang tersebut dapat menyebutkan satu nama merek,

maka merek yang paling banyak disebutkan pertama kali merupakan

puncak pikiran. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama

dari berbagai merek yang ada di dalam benak konsumen.

Ada 4 indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh

konsumen aware terhadap sebuah brand antara lain:

1. Recall, yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengingat ketika ditanya

merek apa saja yang diingat.

Page 29: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

39

2. Recognition, yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengenali merek

tersebut termasuk dalam kategori tertentu.

3. Purchase, yaitu seberapa jauh konsumen akan memasukkan suatu merek

ke dalam alternatif pilihan ketika akan membeli produk/layanan.

4. Consumption, yaitu seberapa jauh konsumen masih mengingat suatu

merek ketika sedang menggunakan produk/layanan pesaing.

(http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/05/brand-equity-kekuatan-suatu-

merek.html, tanggal akses 2 Jan 2012)

B. Brand Association (Asosiasi Merek)

Asosiasi merek memegang esensi penting dan bersifat mendasar untuk

konsumen. Asosiasi merek tertentu seperti kekuatan merek, inimitability (sulit

untuk ditiru) dan favourability (tingkat kesukaan) telah ditunjukkan untuk

membedakan pengetahuan merek oleh konsumen. Asosiasi ini memainkan

peran penting dalam membentuk tingkat perbedaan respon pelanggan yang

membentuk ekuitas merek (Trappey dan Woodside, 2005, pg 99).

Menurut Levy dan Weitz, (2009, pg 402) asosiasi merek adalah sesuatu

yang berhubungan dengan atau dihubungkan dengan nama merek dalam

ingatan konsumen. Sebagai contoh, beberapa asosiasi yang dirasakan

konsumen mungkin telah terbukti dengan persepsi bahwa Apple adalah

produk yang inovatif, dan mengeluarkan produk seperti iPhone, iPod, dan

komputer Mac. Asosiasi yang kuat ini mempengaruhi perilaku konsumen

Page 30: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

40

membeli. Beberapa asosiasi merek yang umum berkembang di dunia ritel

dengan nama merek mereka adalah sebagai berikut :

1) Merchandise kategori. Hubungan yang paling umum adalah untuk

menghubungkan peritel kekategori barang yang dijualnya. Sebagai

contoh, Office Depot ingin konsumen mengasosiasikan nama toko dengan

perlengkapan kantor. Kemudian ketika kebutuhan untuk kantor

persediaan muncul, konsumen langsung berpikir untuk berbelanja di

Office Depot.

2) Harga / kualitas. Beberapa peritel, seperti Saks Fifth Avenue, ingin

berhubungan dengan suatu penawaran yang unik, yang menggambarkan

toko Saks Fifth Avenue menjual kebutuhan fashion dengan kualitas tinggi.

Pengecer lainnya, seperti Walmart, ingin mengasosiasikan bahwa tokonya

menjual barang dengan harga rendah dan kualitas yang baik.

3) Atribut yang spesifik atau kelebihan. Sebuah peritel dapat

menghubungkan tokonya ke suatu atribut, seperti 7-Eleven

mengasosiasikan tokonya dengan menyediakan kenyamanan berbelanja

atau Nordstrom dengan koneksi yang baik mencoba menawarkan

pelayanan pelanggan yang sangat baik.

Page 31: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

41

4) Gaya hidup atau aktivitas. Beberapa peritel mengaitkan nama mereka

dengan gaya hidup tertentu atau kegiatan. Sebagai contoh, layanan wisata

Patagonia, menawarkan peralatan olahraga luar ruangan, yang terkait

dengan gaya hidup, aktif dan ramah lingkungan. Toko Pottery Barn terkait

dengan hidup nyaman di rumah.

Sedangkan menurut Aaker (1996, pg 25) asosiasi merek menggambarkan

atribut produk, selebriti yang menjadi model iklan produk. Asosiasi merek

adalah sesuatu yang menghubungkan konsumen dengan merek, termasuk

didalamnya menggunakan perbandingan, atribut produk, pemanfaatan situasi,

asosiasi organisasional, personalitas merek dan simbol - simbol.

C. Brand Loyalty (Loyalitas Merek)

Loyalitas merek digambarkan sebagai pelanggan yang konsisten membeli

merek tertentu dalam suatu kategori produk. Mereka enggan untuk beralih ke

merek lain jika merek favorit mereka tidak tersedia. Contohnya orang yang

terbiasa membeli Coca Cola tidak akan berpindah dengan membeli barang

sejenis dengan merek lain, misalnya Pepsi (Levy dan Weitz, 2009, pg 93).

Menurut Aaker (1996, pg 23) loyalitas merek juga sebagai suatu ukuran

keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan

gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek lain

yang ditawarkan oleh kompetitor, terutama jika pada merek tersebut didapati

Page 32: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

42

adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Seorang

pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah

memindahkan pembeliannya ke merek lain, apa pun yang terjadi dengan

merek tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat,

kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek

produk pesaing dapat dikurangi. Dengan demikian, brand loyalty merupakan

salah satu indikator inti dari brand equity yang jelas terkait dengan peluang

penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan di masa

mendatang.

Dalam kaitannya dengan loyalitas merek terdapat beberapa tingkat

loyalitas. Masing-masing tingkatannya menunjukkan tantangan pemasaran

yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun

tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Brand Switcher (Sering berpindah – pindah merek)

Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai

pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi

frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek

ke merek-merek yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang

sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada

tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai serta memegang

peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling

Page 33: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

43

nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk

karena harganya murah.

2. Pembeli yang bersifat kebiasaan (Habitual Buyer)

Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan

sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya

atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam

mengkonsumsi produk tersebut. Pada tingkatan ini pada dasarnya tidak

didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli

merek produk yang lain atau berpindah merek terutama jika peralihan

tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun berbagai bentuk pengorbanan

lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu

merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.

3. Pembeli yang puas dengan biaya peralihan (Satisfied buyer)

Pada tingkat ini pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka

mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka

memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung biaya

peralihan (switching cost) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko

kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. Untuk dapat

menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini maka

para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh

Page 34: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

44

pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai

manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal).

4. Menyukai merek (Likes the brand)

Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang

sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai

perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja

didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman

dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh

kerabatnya ataupun disebabkan oleh kesan kualitas yang tinggi. Meskipun

demikian seringkali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit

diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam

sesuatu yang spesifik.

5. Pembeli yang komit (Committed buyer)

Pada tahap ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki

suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek

tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi

fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya

mereka. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli

ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek

tersebut kepada orang lain.

Page 35: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

45

Membangun loyalitas merek adalah lebih dari hanya sekedar membangun

database pelanggan menggunakan sistem kartu dan dan memberian insentif

untuk menciptakan loyalitas, tapi ini adalah tentang menciptakan dan

memenuhi harapan pelanggan dalam hal pelayanan, cara menanggapi keluhan,

bagaimana kualitas barang dan ritel secara keseluruhan yang kemudian

menciptakan pengalaman untuk pelanggan. Loyalitas dengan program kartu

dan program belanja Internet memberikan peritel sebuah data penting dari

pelanggan dan sebagai peritel mereka dapat bergerak ke loyalitas merek yang

kemudian menawarkan kesempatan untuk cross-selling (Moore, et al, 2003, pg

143).

D. Perceived Quality (Persepsi Pelanggan)

Perceived Quality adalah, persepsi pelanggan terhadap keseluruhan

kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa yang kemudian dikaitkan

dengan harapan pelanggan. Perceived Quality merupakan informasi berupa

persepsi konsumen terhadap kualitas produk dan jasa. Perceived Quality

dipengaruhi oleh kualitas produk dan kualitas pelayanan yang diberikan.

Kualitas produk dapat dilihat dari cirri khas produk, ketahanan produk, kinerja

produk, apakah produk tersebut dapat diandalkan, kemampuan produk dalam

memberikan suatu pelayanan dan secara fisik produk tersebut terlihat

memiliki kualitas baik (Aaker, 1996, pg 18).

Page 36: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

46

Nilai dari Perceived Quality memberikan nilai kepada perusahaan, seperti

gambar dibawah ini :

Sumber : Maarifat (2009)

Gambar 2.6 Nilai dari Perceived Quality

Page 37: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

47

Berikut ini adalah nilai yang dapat diberikan kepada perusahaan dengan terbentuk

Perceived quality :

1. Alasan Untuk Membeli (reason-to-buy)

Perceived quality, hal ini mempengaruhi merek-merek mana yang

seharusnya dipertimbangkan dan selanjutnya mempengaruhi merek apa

yang akan dipilih.

2. Differensiasi/Posisi (differentiate/posisi)

Karakterisik positioning dari suatu merek adalah posisinya yang terbentuk

dari Perceived quality yang dirasakan oleh pelanggan setelah

menggunakan produk atau jasa dari suatu merek.

3. Harga Optimum (a price premium)

Dapat memberikan pilihan bagi perusahaan dalam menetapkan harga

optimal (premium price). Keuntungan dari Perceived quality yaitu

menyediakan pilihan bagi perusahaan untuk menetapkan atau

memberlakuan harga premium. Harga premium dapat meningkatkan

keuntungan bagi perusahaan dan menyediakan sumber daya (financial)

untuk diinvestasikan kembali pada merek tersebut.

Page 38: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

48

4. Meningkatkan Minat Saluran Distribusi (channel member interest)

Perceived quality memiliki peranan penting bagi para distributor,

pengecer serta berbagai saluran distribusi lainnya, karena hal ini dapat

membantu perluasan distribusi produk. Pengecer dan saluran distribusi

lainnya akan memperoleh keuntungan bila menjual produk dengan kesan

kualitas yang baik dimata pelanggannya.

5. Perluasan Merek (Brand Extentions)

Perceived quality dapat dieksploitasi dengan cara mengenalkan berbagai

perluasan merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk

kedalam kategori produk baru.

2.6 Pengaruh Antar Variabel

2.6.1 Pengaruh Private Brand Strategy terhadap Shopping Preference

Private Label yang mempunyai nama lain private brand dan store brand adalah

merek yang diciptakan dan dimiliki oleh penjual eceran barang dan jasa (Kotler dan

Armstrong, 2004). Private Label adalah produk yang diberi merek oleh distributor

dan tidak secara jelas menggambarkan bahwa merek tersebut diciptakan oleh

perusahaan tertentu. Contohnya : Merek kosmetik Ms. Hellen yang di jual di toko

Page 39: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

49

Monoprix, atau Jodhpur sebuah merek tekstil yang di jual di toko Galeries Lafayette

(Kapferer, 2008, pg. 69).

Pengenalan Private Label telah direalisasikan dengan menjual produk kualitas

rendah di harga rendah. Dalam tahap kedua, peritel mempunyai tujuan untuk

memproduksi barang yang dapat dianggap sebagai pengganti merek nasional.

Keberhasilan ini jelas bergantung pada reputasi peritel (Raynal et al. 2007).

Private Label dapat diposisikan sebagai produk berkualitas premium dengan

tingkat harga sedikit di bawah harga produk merek nasional. Di tangan peritel posisi

Private Label murni berdasarkan nilai uang (cost). Ini setara dengan rata-rata kualitas

produk dengan harga yang sangat terjangkau (Beneke, 2010).

Private Label adalah merek yang dimiliki oleh retailer dan menjualnya sendiri ke

konsumen. Private Label ini mempunyai pengaruh terhadap preferensi belanja

pelanggan karena konsumen akan menghubung-hubungkan antara Private Label

peritel dengan preferensi belanja pelanggan (Chen, Liang, 2009).

Giant yang mempunyai Private Label dengan nama Giant dan First Choice

mengeluarkan berbagai macam merek pribadi atau sendiri sebagai promosi untuk

membangun merek dan bersaing di pasaran untuk mendapatkan kesan kualitas yang

baik.

Berdasarkan teori – teori di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan

strategi merek pribadi perusahaan dapat mempengaruhi preferensi belanja pelanggan,

Page 40: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

50

karena konsumen akan menghubungkan antara Private Label perusahaan atau toko

ritel dengan preferensi belanja konsumen.

2.6.2 Pengaruh Brand Equity terhadap Shopping Preference

Banyak orang telah mengasosiasikan merek dan memberi nama merek sesuai

dengan perusahaan yang membuatnya, tetapi merek – merek tersebut tetap eksis

ketika berada di pasar. Dengan sebuah merek kita dapat dengan mudah memilih

produk atau jasa yang sejenis dengan pilihan yang beragam. Karena memilih suatu

produk terkadang adalah suatu proses yang rumit, dikarenakan banyaknya

diferensiasi dari suatu produk. Suatu merek memegang peranan penting sama halnya

dengan kualitas dan harga produk itu sendiri. Saat ini merek tidak hanya dapat

mewakilkan jati diri produk atau hanya sebagai brand identity (nama, logo, dan

desain).

Dalam mengembangkan strategi pemasaran untuk produk – prouk individual,

penjual harus menghadapi keputusan pemberian merek. Pemberian merek merupakan

masalah utama dalam strategi produk. Di satu pihak, mengembangkan produk

bermerek memerlukan pengeluaran investasi jangka panjang yang besar, khususnya

untuk iklan, promosi, dan pengemasan. Banyak perusahaan berorientasi merek men-

subkontrak-an proses manufakturnya pada pihak lain (Kotler, 1998, pg 63).

Page 41: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

51

Jika perusahaan mampu membangun merek yang kuat di benak pelanggan

melalui strategi pemasaran yang tepat, perusahaan tentu mampu membangun

mereknya. Dengan demikian merek dapat memberi nilai yang ditawarkan suatu

produk kepada pelanggannya yang dinyatakan sebagai merek yang memiliki brand

equity. Suatu merek dapat dikatakan memiliki brand equity jika merek tersebut

menjadi pilihan konsumen jika ingin membeli suatu produk tertentu, dan melakukan

pembelian dari merek yang sama secara berulang – ulang.

2.6.3 Pengaruh Private Brand Strategy Terhadap Shoping Preference melalui

Brand Equity

Pengusaha ritel membangun suatu merek pribadi tentunya disebabkan oleh

suatu fenomena tertentu. Fenomena ini dapat terjadi karena konsumen sulit untuk

membedakan barang yang bermutu menengah dan barang yang bermutu tinggi hanya

dari tampilan luarnya saja, terlebih lagi jika produk tersebut dibalut oleh kemasan

yang bagus dan menarik. Maka dari itu untuk menghindari kekecewaan karena salah

dalam memilih barang maka sebagian besar konsumen akan memilih barang yang

mereknya sudah terkenal. Melihat fenomena ini maka peritel mencoba untuk

mengemas produk yang dijual dengan kemasan dan merek sendiri. Ini juga

disebabkan karena perusahaan peritel ini telah mempunyai nama yang baik, dan

dipercaya konsumen.

Page 42: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

52

Menurut Simamora, (2003), pg 37 kemudian memberikan gambaran tentang

preferensi sebagai berikut : ”Saya lebih menyukai merek ini”, kata Susan sambil

menunjuk teh siap minum merek terkenal. Preferensi konsumen tercemin pada kata: I

prefer this brand, sebenarnya merupakan hasil proses evaluasi. Bermula dari

preferensi merek ini, tinggal selangkah lagi menuju keputusan. ”Saya lebih menyukai

merek ini” adalah preferensi. ”Saya putuskan untuk membelinya”, inilah keputusan

sebelum pembelian (pre-purchased decision). Apakah keputusan pembelian ini benar

– benar dilakukan? Belum tentu. Masih ada faktor situasi dan pengaruh orang lain

yang memungkinkan keputusan pembelian sebenarnya (purchase decision) berbeda

dari keputusan sebelumnya (pre-purchased decision).

Pada proses berdasarkan memori, informasi tentang produk yang diinginkan dan

atributnya harus dimunculkan kembali sebelum melakukan perbandingan keputusan

yang relevan. Suatu hal yang penting dan secara langsung mempengaruhi proses

komparasi atau pemilihan terhadap suatu merek yaitu preferensi konsumen

berdasarkan atribut yang mensyaratkan suatu pengetahuan dan penggunaan dari

atribut yang spesifik pada saat mengambil keputusan (Kardes dan Gibson, 1991

dalam Partikno, 2003:54).

Berdasarkan teori di atas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa strategi

merek pribadi dapat mempengaruhi brand equity suatu produk yang sekaligus dapat

mempengaruhi preferensi belanja pelanggan dalam memenuhi kebutuhannya dan

keinginannya.

Page 43: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

53

2.7 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran

Sumber : Peneliti (2012)

2.8 Hipotesis

Dalam penelitian ini terdapat 3 hipotesis yang akan diuji yaitu :

Hipotesis 1 : Private Brand Strategy dengan Brand Equity

Ho : Private Brand Strategy tidak mempunyai pengaruh terhadap Brand Equity

pada Giant Pondok Gede.

H1 : Private Brand Strategy mempunyai pengaruh terhadap Brand Equity pada

Giant Pondok Gede.

Page 44: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2011-2... · Web viewBanyak institusi yang melakukan hal ini misalnya, pabrik, pedagang grosir, dan pengecer (Kotler

54

Hipotesis 2 : Brand Equity dengan Shoping Preference

Ho : Brand Equity tidak mempunyai pengaruh terhadap Shoping Preference pada

Giant Pondok Gede.

H1 : Brand Equity mempuyai pengaruh terhadap Shoping Preference pada Giant

Pondok Gede.

Hipotesis 3 : Private Label Strategy dengan Shoping Preference melalui Brand

Equity

Ho : Private Label Strategy tidak mempunyai pengaruh terhadap

Shoping Preference melalui Brand Equity pada Giant Pondok Gede.

H1 : Private Label Strategy mempunyai pengaruh terhadap Shoping Preference

melalui Brand Equity pada Giant Pondok Gede.