Top Banner
Edisi Dua Bahasa, November 2010 ILO Jakarta residen Swiss, Doris Leuthard, bersama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia, Muhaimin Iskandar, secara resmi meluncurkan Proyek ILO mengenai Keberlanjutan melaui Usaha yang Kompetitif dan Bertanggungjawab (Sustainability through Competitive and Responsible Enterprises/SCORE), 6 Juli lalu, di Jakarta. Didanai Sekretariat Negara Swiss untuk Urusan Ekonomi (SECO) dan Badan Kerjasama Pembangunan Norwegia (NORAD) yang bekerja sama dengan ILO, proyek ini didukung oleh Kementerian Tenaga Kerja Indonesia, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), konfederasi nasional dan Yayasan Dharma Bhakti Astra. Program SCORE membantu usaha kecil dan menengah (UKM) Indonesia agar bisa meningkatkan mutu dan produktivitas, meningkatkan kondisi kerja, serta memperkuat kerja sama dan komunikasi antara pengusaha-pekerja. Program ini diharapkan dapat membantu perusahaan untuk bisa lebih berdaya saing secara internasional, sehingga menciptakan lapangan kerja yang lebih luas. Di Indonesia, program SCORE telah memulai berbagai aktivitas percontohan di sektor onderdil mobil, dan akan segera diperluas di dua bidang lain. Presiden Leuthard mengatakan, Indonesia dan Swiss memiliki hubungan diplomatik selama 58 tahun. Kedua negara ini pun telah bekerja sama di bidang perekonomian, perdagangan, investasi dan pembangunan. Indonesia terpilih menjadi pelaksana proyek SCORE karena memiliki banyak UKM, yang sebagian besar membutuhkan program untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing di tingkat nasional dan internasional. Di samping Indonesia, program SCORE juga zzz Presiden Swiss, Doris Leuthard bersama dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia, Muhaimin Iskandar (keenam dan ketujuh dari kiri) saat peluncuran Proyek SCORE di Jakarta, didampingi perwakilan organisasi pekerja dan pengusaha, serta Peter van Rooij, Pejabat Sementara ILO-Jakarta saat itu (kedua dari kanan). Proyek SCORE ILO Presiden Swiss di Indonesia luncurkan P © SCORE/ILO Jakarta
15

Warta ILO Jakarta, November 2010 pdf

Dec 31, 2016

Download

Documents

ngothien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Warta ILO Jakarta, November 2010  pdf

Edisi Dua Bahasa, November 2010

ILO Jakarta

residen Swiss, Doris Leuthard, bersama Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia, Muhaimin Iskandar, secara resmi meluncurkan Proyek ILO

mengenai Keberlanjutan melaui Usaha yang Kompetitif dan Bertanggungjawab (Sustainability through Competitive and Responsible Enterprises/SCORE), 6 Juli lalu, di Jakarta. Didanai Sekretariat Negara Swiss untuk Urusan Ekonomi (SECO) dan Badan Kerjasama Pembangunan Norwegia (NORAD) yang bekerja sama dengan ILO, proyek ini didukung oleh Kementerian Tenaga Kerja Indonesia, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), konfederasi nasional dan Yayasan Dharma Bhakti Astra.

Program SCORE membantu usaha kecil dan menengah (UKM) Indonesia agar bisa meningkatkan mutu dan produktivitas, meningkatkan kondisi kerja, serta memperkuat kerja sama dan komunikasi antara pengusaha-pekerja. Program ini diharapkan dapat membantu perusahaan untuk bisa lebih berdaya saing

secara internasional, sehingga menciptakan lapangan kerja yang lebih luas. Di Indonesia, program SCORE telah memulai berbagai aktivitas percontohan di sektor onderdil mobil, dan akan segera diperluas di dua bidang lain.

Presiden Leuthard mengatakan, Indonesia dan Swiss memiliki hubungan diplomatik selama 58 tahun. Kedua negara ini pun telah bekerja sama di bidang perekonomian, perdagangan, investasi dan pembangunan. Indonesia terpilih menjadi pelaksana proyek SCORE karena memiliki banyak UKM, yang sebagian besar membutuhkan program untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing di tingkat nasional dan internasional. Di samping Indonesia, program SCORE juga

Presiden Swiss, Doris Leuthard bersama dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia, Muhaimin Iskandar (keenam dan ketujuh dari kiri) saat peluncuran Proyek SCORE di Jakarta, didampingi perwakilan organisasi pekerja dan pengusaha, serta Peter van Rooij, Pejabat Sementara ILO-Jakarta saat itu (kedua dari kanan).

Proyek SCORE ILOPresiden Swiss

di Indonesialuncurkan

P

© SCO

RE/ILO Jakarta

Page 2: Warta ILO Jakarta, November 2010  pdf

dikembangkan di Cina, Kolombia, Ghana, India, Vietnam dan Afrika Selatan.

“Meningkatkan produktivitas usaha tidak semata-mata terpaku pada masalah teknologi baru atau metode produksi yang revolusioner. Produktivitas hanya dapat dicapai dengan partisipasi secara penuh dan komprehensif dari angkatan kerja serta melalui dialog dengan perusahaan,” kata Presiden Leuthard, seraya menambahkan harapannya agar SCORE Indonesia bisa memberi teladan bagi UKM di seluruh negeri dan di tempat lain.

Menteri Muhaimin menyambut baik penunjukan Indonesia sebagai negara yang akan menjalankan program SCORE. “SCORE Indonesia sangat mendukung Rencana Kerja Strategis Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam mempromosikan penciptaan lapangan kerja yang layak dan penciptaan peluang kerja secara luas di sektor pembangunan. Program ini juga akan membantu memperbaiki kondisi hubungan industrial serta kompetensi dan produktivitas tenaga kerja,” tegasnya.

Sebagian besar UKM di Indonesia memang rentan terhadap guncangan eksternal. Mereka kerap kesulitan mempertahankan bisnisnya, terlebih lagi dalam belitan krisis keuangan global di mana jaminan mutu pekerjaan berisiko untuk dikorbankan. Harus diakui, UKM yang berhasil dan berdaya saing tinggi merupakan kunci pembangunan ekonomi berkelanjutan yang secara efektif bisa menurunkan tingkat kemiskinan.

Sementara Peter van Rooij, Direktur ILO di Indonesia, mengatakan, di banyak negara, termasuk Indonesia, UKM yang berfungsi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi menghadapi berbagai tantangan. “Padahal UKM merupakan kunci untuk menciptakan dan mengembangkan kerja layak bagi semua. Program SCORE akan memainkan peranan penting dalam meningkatkan dan menumbuhkan produktivitas serta kondisi kerja UKM melalui manajemen dan praktik kerja yang lebih baik. Ini juga merupakan kontribusi praktis untuk merealisasikan program kerja layak,” katanya.

Program SCORE di Indonesia Apa dan Bagaimana

Setelah melakukan serangkaian konsultasi dengan para pemangku kepentingan yang relevan, program SCORE di Indonesia pun merangkul sektor otomotif. Proyek yang dimulai 2009 hingga 2012 ini meliputi wilayah Jakarta

Raya. “ILO bekerja sama dengan badan-badan nasional dan internasional lain membantu meningkatkan kapasitas pada produktivitas dan manajemen lingkungan kerja,” jelas Januar Rustandie, Manajer Proyek SCORE di Indonesia.

Program pelatihan yang digelar di Indonesia terdiri dari lokakarya komprehensif selama dua hari dengan para ahli SCORE dan tiga kunjungan lokasi untuk setiap perusahaan per modul pelatihan. Sedangkan lima modul pelatihan meliputi isu-isu yang terkait dengan kerja sama di tempat kerja, mutu, produktivitas dan produksi yang lebih bersih, manajemen sumber daya manusia dan keselamatan, kesehatan dan hubungan kerja.

Sebelum proyek diluncurkan pada Juli 2010, sebuah pertemuan awal diadakan pada bulan Januari. Tujuannya selain menyosialisasikan sejumlah modul dan program-program SCORE, juga untuk mendapatkan komitmen dari

pelaku UKM yang memasok produk ke jaringan kelompok Astra. “Saya senang dengan hasil pertemuan awal. Dari 15 UKM peserta, 11 telah terdaftar dan menyatakan komitmennya untuk bergabung dan berpartisipasi di dalam program pelatihan SCORE. Ini juga sejalan dengan penerima manfaat utama proyek yakni para pekerja dan pengusaha di bidang manufaktur onderdil mobil berukuran kecil dan menengah yang memiliki 50-200 pekerja,” terang Januar.

Saat ini, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang didukung Apindo dan serikat pekerja/buruh sedang melaksanakan program SCORE di perusahaan-perusahaan terpilih. Pada 2011, program tersebut akan diperluas melalui pusat pelatihan produktivitas lokal di beberapa provinsi di Indonesia.

berita utama

2

Sofjan Wanandi, Ketua Apindo

“Program SCORE akan membantu UKM Indonesia bersaing di pasar nasional dan internasional. Program ini sangat dibutuhkan oleh UKM untuk meningkatkan produktivitas, efi siensi, daya saing serta kerja sama antara pengusaha dan pekerja guna menciptakan kondisi kerja yang lebih baik.”

Jürg Schneider, Kepala Kerja Sama Pembangunan Ekonomi (SECO)

“Swiss dan Sekretariat Negara Swiss Bidang Perekonomian mendanai dan mendukung program SCORE karena kami percaya program ini dapat membantu meningkatkan kondisi tenaga kerja dan kondisi kerja di Indonesia.”

I

© SCORE/ILO Jakarta

Lingkungan kerja salah satu UKM. Apa Kata Mereka...

Peter van Rooij, Direktur Baru ILO di Indonesia

engemban tugas sebagai Direktur ILO di Indonesia merupakan sebuah

hak istimewa dan tanggung jawab penting. Setelah menghabiskan tiga tahun sebagai Deputi Direktur di Jakarta, saya lebih mengenali negara ini, dengan situasi dan kebutuhan konstituen kami: pemerintah yang diwakili oleh Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, perwakilan pekerja melalui berbagai Konfederasi serikat pekerja, dan perwakilan pengusaha melalui Apindo.

Berkarya untuk ILO di Indonesia saat ini merupakan momentum yang tepat dan menarik: kemajuan penting telah dicapai, termasuk yang berkaitan dengan Pekerjaan yang Layak, namun tantangan belum lagi selesai. Masih ada pekerjaan yang harus dilakukan. Selain para kolega di Kantor Jakarta dan wilayah lainnya di Indonesia (dan Timor-Leste), kami memiliki banyak mitra pendukung, termasuk organisasi-organisasi internasional lain dan, tentu saja, para donor yang memberikan banyak dukungan selama bertahun-tahun.

Indonesia adalah sebuah negara penting dan saat ini sedang naik daun. Negara ini, misalnya, merupakan anggota G20. Negara ini pun termasuk negara berpenghasilan menengah dengan peran internasional yang lebih penting dan pembangunan yang lebih luas bagi warganya. Indonesia jelas memiliki potensi besar untuk lebih—Indonesia Bisa— memastikan manfaat bagi semua pihak.

Rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) pemerintah, visi pekerja melalui kesepakatan bersama dengan Apindo pada tahun ini memberikan sebuah kerangka rencana untuk memungkinkan ILO meningkatkan dukungannya di tahun-tahun mendatang. Fakta bahwa Indonesia saat ini sedang mengadopsi Pakta Lapangan Kerja Global yang memungkinkan Indonesia mendorong prioritas bersama, kepemilikan, komitmen dan sinergi bersama. Indonesia, memang, berusaha menjadi teladan bagi negara-negara lain.

Perencanaan dan landasan kerja untuk tahun-tahun mendatang akan lebih ditingkatkan oleh keluarga PBB di Indonesia yang menjalin kerjasama untuk mendukung Indonesia dalam bentuk Kemitraan PBB untuk Kerangka Pembangunan periode 2011—2015. Terinspirasi oleh RPJM, kami pun berkomitmen untuk menjalin kerjasama strategis guna mendukung Indonesia dalam pembangunannya lebih lanjut.

Timor-Leste, Sekretariat ASEAN dan Indonesia adalah para mitra yang senantiasa mendapatkan dukkungan kami. Waktunya tepat. Banyak hal tersedia untuk mewujudkan kemajuan yang signifi kan dalam mencapai pekerjaan yang layak bagi semua di tahun-tahun mendatang. ILO-Jakarta siap dan berharap untuk melakukan bagian kami. Indonesia, Bersama BISA.

3

Sepatah Kata

Yayat Supriyatna, Direktur Mitrakarsa

“Sebelum adanya program SCORE, kami hanya mengambil sedikit tanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan pekerja. Setelah melaksanakan SCORE, kami lebih mengerti dan sadar akan kesehatan dan keselamatan pekerja. Kami sekarang melengkapi para pekerja dengan peralatan yang diperlukan seperti sarung tangan, masker, dan sepatu.”

Syukur Sarto, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)

“Karena sebagian besar lapangan kerja ditemukan di UKM, penting untuk mempromosikan praktik tempat kerja yang baik di dalam UKM. Program ini harus dilaksanakan di seluruh Indonesia. Saya percaya, meningkatnya produktivitas

tenaga kerja juga akan meningkatkan produktivitas perusahaan yang pada gilirannya juga akan mengantarkan pada peningkatan produktivitas nasional.”

Terkait dengan Pekerjaan yang Layak, kemajuan penting telah dicapai selama 12 tahun terakhir. Indonesia merupakan negara pertama di kawasan Asia dan Pasifi k yang telah meratifi kasi delapan Konvensi pokok ILO, yaitu:

• kebebasan berserikat dan pengakuan efektif terhadap hak untuk berunding bersama;

• penghapusan segala bentuk kerja paksa atau kerja wajib;

• penghapusan efektif pekerja anak; dan,• penghapusan diskriminasi dalam hal pekerjaan dan

jabatan.

H. Suwarno, Direktur PT Teknik Laksamana Makmur

“Sebelum adanya SCORE, komunikasi antara pekerja dan manajemen tidak berjalan mulus. Para pekerja tidak memiliki pemahaman mengenai target

perusahaan, sementara manajemen tidak memahami kebutuhan pekerja. Sekarang, situasi iitu telah berubah. Setelah menerapkan program SCORE, komunikasi antara pekerja dan manajemen telah meningkat secara signifi kan. Hal ini juga meningkatkan produktivitas kami.”

M

Page 3: Warta ILO Jakarta, November 2010  pdf

Indonesia

erespons Konferensi Perburuhan Internasional (ILC) ke-100 pada Juni mendatang, berbagai organisasi pekerja dan serikat pekerja rumah

tangga dari 15 negara berkumpul di Jakarta pada 7 – 9 Oktober 2010. Mereka berdiskusi dan mengonsolidasikan diri untuk membangun kesepahaman bersama atas konvensi dan rekomendasi tentang pekerjaan rumah tangga yang akan ditetapkan Juni tahun depan. Dalam forum itu, kelompok-kelompok dalam konstituen tripartit ini berkumpul untuk mengoordinasikan pendekatan kampanye dan advokasi di tingkat nasional, regional maupun internasional.

Selain ILO—yang terlibat melalui Proyek Memerangi Kerja Paksa dan Perdagangan terhadap Pekerja Migran—konferensi ini juga melibatkan beberapa penyelenggara dari tingkat nasional, regional dan global. Jala PRT, tiga konfederasi nasional (KSBSI, KSPSI, KSPI), dan Jakerla PRT adalah penyelenggara dari Indonesia, sedangkan penyelenggara internasional dan regional meliputi Global Network, ITUC, International Domestic Workers Network (IDWN), HKCTU, WSM dan MFA. Mereka mendukung konsolidasi dan diskusi tersebut sebagai bagian dari masukan atas penetapan standar internasional tersebut.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, yang membuka konferensi menyatakan dukungannya terhadap tujuan konvensi dan kondisi kerja layak, seperti yang ditegaskan di dalam Laporan Ketiga ILO tentang Kerja Layak untuk Pekerja Rumah Tangga—yang dikenal sebagai Laporan Coklat (Brown Report).

Salah satu isu utama yang dibahas dalam forum itu adalah strategi bersama untuk membangun koalisi serikat pekerja dan organisasi pekerja rumah tangga yang lebih kuat. “Kami perlu membangun kesepahaman bersama sehingga dapat mencapai tujuan bersama,” jelas Elizabeth Tang, Ketua IDWN. Tujuan bersama itu, lanjut Elizabeth, adalah mempromosikan kondisi kerja yang layak bagi pekerja rumah tangga, yang selama ini berada di sektor informal yang sangat rentan terhadap eksploitasi dan kondisi kerja yang buruk.

Organisasi-organisasi yang berpartisipasi banyak memberikan masukan substantif. Tunas Mulia, serikat pekerja rumah tangga di Indonesia, misalnya, mendorong untuk meningkatkan kondisi kerja dan gaji, kebebasan berserikat,

Konferensi

cuplikan

Merayaan 60 tahun keanggotaan Indonesia terhadap ILO digambarkan melalui pameran foto bertajuk “Sebuah Refl eksi dan Langkah ke Depan Dunia Kerja Indonesia”

dari 8 – 15 Juli 2010 di Pusat Kebudayaan Itali dan dari 16 – 22 Juli 2010 di Lobi Utama Kantor Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Refl eksi dan Langkah ke Depan

Perayaan 60 Tahun Keanggotaan Indonesia dalam ILO:

Foto-foto yang dipamerkan mencerminkan perjalanan Indonesia sebagai anggota ILO sejak tahun 1950 hingga saat ini, menggambarkan dunia kerja dan perkembangannya selama 60 tahun belakangan ini. Pameran diselenggarakan ILO bersama dengan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Pusat Kebudayaan Itali Jakarta.

P

4

menjadi Tuan Rumah

hukum yang lebih kuat untuk melawan praktik pekerja anak dan menekankan pentingnya sebuah kontrak tertulis. Dalam rancangan konvensi saat ini, kontrak tertulis diwajibkan untuk pekerja rumah tangga migran, tapi tidak bagi pekerja rumah tangga lokal.

Migrant Forum Asia juga memberi sejumlah masukan pada diskusi, misalnya ruang lingkup defi nisi dan advokasi untuk tunjangan kecelakaan dalam kasus di mana pekerja rumah tangga mengalami kecelakaan di tempat kerja.

Sementara itu, pembicara tamu internasional dari Afrika Selatan, Myrtle Witbooi, yang kini menjadi Ketua IDWN dan Sekretaris Jenderal South Africa Domestic Service and Allied

Badan Pengurus ILO membuat keputusan untuk menempatkan Kerja Layak

untuk Pekerja Rumah Tangga di dalam agenda ILC 2010.

Batas akhir penyerahan laporan mengenai undang-undang dan praktiknya, setelah pemerintah berkonsultasi dengan serikat

pekerja, kelompok pekerja dan organisasi pengusaha untuk

mendapat masukan.

Maret 2008 Agustus 2009

Pada ILC ke-99 di Jenewa, anggota mendiskusikan isi instrumen

internasional dan memutuskan untuk bergerak maju dengan konvensi yang dilengkapi dengan rekomendasi bagi

pekerja rumah tangga.

Juni 2009

ILO mengirimkan Laporan Ketiga atau “Laporan Coklat” untuk negara-negara anggota, yang menguraikan isi usulan

konvensi dan rekomendasi untuk didiskusikan

Agustus 2010

Pekerja Rumah Tangga

hak dalam bekerja

Tanggal-tanggal Penting dalam Proses Penyusunan Standar

Workers Union (SADSAWU), menyampaikan pengalaman penting yang pernah dihadapinya. Dia menjelaskan pengalaman dalam menghadapi tantangan pengorganisasian pekerja rumah tangga dan negosiasi undang-undang untuk pekerja rumah tangga dengan majikan dan wakil pemerintah.

Poin penting yang dihasilkan dari diskusi ini adalah posisi dan sikap yang sama mengenai usulan rekomendasi dan konvensi yang akan dirampungkan akhir Oktober 2010. Kelompok ini juga menyusun sebuah rencana aksi regional untuk kampanye dan promosi kondisi kerja yang layak bagi pekerja rumah tangga. Rencana aksi ini akan menginformasikan konsultasi nasional tentang Laporan Coklat ILO selama Oktober dan November, serta membentuk basis dukungan secara nasional.

Masukan dari konsultasi nasional ini harus disampaikan kepada ILO Jenewa sebelum 18 November 2010. Demikian juga rencana aksi regional akan membentuk basis untuk menyelenggarakan konsolidasi nasional oleh serikat pekerja dan organisasi pekerja rumah tangga terkait arah kampanye dan peningkatan kesadaran.

5

Di pasal 27 UUD, setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Setiap

warga negara, baik perempuan maupun laki-laki memiliki kesempatan yang sama. Harus ada komitmen tinggi dari kita semua, terutama orang-orang yang bertanggung jawab untuk melindungi pekerja rumah tangga.

Muhaimin Iskandar,Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

alam beberapa bulan mendatang aktivitas dan kampanye untuk mencapai standar kerja layak bagi pekerja rumah tangga akan semakin masif. Saat

ini, konsultasi sedang berlangsung di seluruh dunia. Para konstituen tengah bersiap untuk memberikan suara di ILC ke-100 Juni 2011, yang akan membahas instrumen internasional atas kondisi kerja layak bagi pekerja rumah tangga. Hal ini juga tercantum di dalam Laporan Ketiga ILO mengenai Pekerjaan yang Layak untuk Pekerja Rumah Tangga, yang disebut sebagai Laporan Coklat.

Dirilis Agustus 2010, usulan instrumen tersebut terdiri dari sebuah konvensi yang akan memuat ketentuan-ketentuan mengikat di bawah hukum internasional, termasuk sebuah rekomendasi yang memberikan rincian dan pedoman lebih lanjut atas ketentuan di dalam konvensi. Instrumen-instrumen ini mengatur segala permasalahan utama pekerja rumah tangga.

Ketentuan mengenai kontrak kerja, misalnya, merekomendasikan dan menguraikan isi sebuah kontrak tertulis untuk pekerja rumah tangga—yang telah ditetapkan wajib bagi pekerja rumah tangga migran namun opsional untuk pekerja rumah tangga lainnya. Subjek waktu kerja juga diatur untuk merespons panjangnya hari kerja yang seringkali dijalani oleh pekerja rumah tangga.

Konvensi tersebut juga mengamanatkan satu hari libur dalam jangka waktu tujuh hari. Pelaksanaan ketentuan

Laporan Coklat ILO: Standar Ketenagakerjaan Internasional

hak dalam bekerja

tentang perlindungan sosial juga mengatur tentang langkah-langkah untuk keselamatan, kesehatan dan cuti melahirkan secara bertahap, yang mencerminkan situasi di negara-negara anggota. Instrumen-instrumen ini merekomendasikan agar upah minimum ditetapkan bagi pekerja rumah tangga. Tunjangan dalam bentuk barang bisa menjadi bagian (kecil) dari upah pekerja rumah tangga, dengan ukuran dan jumlah maksimal sesuai dengan praktik

nasional yang lazim.

Hasil konsultasi regional dan nasional mengenai Laporan Coklat, yang berlangsung pada Oktober-November 2010, akan menjadi dasar bagi amandemen instrumen yang diusulkan. Laporan ini akan dipublikasikan dan diedarkan pada Maret 2011 dalam Laporan Keempat, atau yang juga dikenal sebagai Laporan Biru (Blue Report). Ini akan dibahas, diubah dan akhirnya dirampungkan untuk diajukan

pada ILC 2011. Instrumen yang diadopsi merupakan konvensi dan rekomendasi akhir tentang Pekerjaan yang Layak untuk Pekerja Rumah Tangga (2011).

Lotte Kejser, Kepala Penasihat Teknis Program Pekerja Migran ILO, mengatakan, khusus untuk Indonesia isi dan waktu pengembangan instrumen ini menemukan momentum yang tepat. Pertama, Indonesia sedang mengamandemen dan membahas rancangan undang-undang nasional yang mengatur kondisi kerja dan perlindungan pekerja rumah tangga, dan isi rancangan instrumen tersebut menjadi dasar proses amandemen.

Kedua, Indonesia secara rutin menegosiasikan Nota Kesepakatan bilateral untuk kondisi kerja dan perlindungan bagi pekerja rumah tangga migran Indonesia dengan negara-negara tujuan di Timur Tengah dan Asia Timur dan Tenggara. Apalagi, saat ini Indonesia menjadi negara pengirim utama pekerja rumah tangga migran di hampir semua negara tujuan.

“Oleh karena itu, posisi delegasi tripartit Indonesia akan mendapatkan perhatian khusus dari komunitas internasional, khususnya dari negara-negara tujuan tenaga kerja Indonesia. Mereka akan melihat Indonesia, mengukur komitmennya dalam melindungi warga negaranya baik di Indonesia dan luar negeri,” ujar Lotte.

untuk Pekerja Rumah Tangga

Diskusi dan konsultasi di tingkat nasional, tentang “Laporan

Coklat” atau Laporan Ketiga ILO.

Oktober 2010

Tenggat penyampaian usulan amandemen tentang “Laporan

Coklat” oleh pemerintah kepada Kantor ILO paling

lambat 18 November 2010.

November 2010

Kantor ILO mengirimkan dua laporan untuk negara-negara anggota. Pertama, mengkaji jawaban yang diterima atas

Laporan Ketiga, dan kedua berisi teks draft revisi instrumen dengan

memperhatikan masukan yang diterima.

Maret 2011

Diskusi kedua di ILC. Sebuah Konvensi atau instrumen lain

yang disepakati akan dibahas dan ditetapkan.

Juni 2011

6

D

Hamebe20insakMya(Bak

d

Page 4: Warta ILO Jakarta, November 2010  pdf

Pelajaran dari Jawa TimurMemberdayakan Pekerja Migran dan Keluarganya:

Koperasi Migran: Jalur Baru Pemanfaatan Remitens secara Produktif

royek Migrasi Kerja ILO/Jepang mendukung pengembangan koperasi komunitas migran di beberapa kabupaten di Jawa Timur. Koperasi-

koperasi tersebut mengembangkan sarana untuk berbagi pengetahuan, peningkatan kapasitas, aktivitas yang menghasilkan pendapatan, pengembangan swadaya dan solidaritas. Sebelumnya mayoritas koperasi migran tersebut masih menjalankan sistem administrasi dan operasional

manajemen yang sederhana. Mereka pun sering tidak mengetahui bagaimana mengakses fasilitas kredit mikro.

Untuk memfasilitasi interaksi langsung antara koperasi migran dan penyedia jasa keuangan mikro serta instansi pemerintah terkait, proyek menyelenggarakan lokakarya pelatihan pada 21-22 Juli 2010 di Surabaya. Lokakarya dihadiri perwakilan Bank Rakyat Indonesia, Bank Bukopin, Dinas Koperasi, Dinas Tenaga Kerja, dan Permodalan Nasional Madani.

Selain itu, proyek juga bekerja sama dengan Klinik UKM Jawa Timur untuk memperbaiki manajemen dan administrasi koperasi. Salah satu pesertanya adalah Waniti, mantan pekerja migran di Hongkong yang kini menjadi Ketua Koperasi Citra Bumi Mandiri di Malang. Dia sukses mendirikan dan mengembangkan koperasi yang secara khusus dirancang dan ditujukan untuk pekerja migran juga keluarganya.

“Saya ingin membuktikan bahwa koperasi migran juga memiliki kontribusi besar pada kesejahteraan mayarakat. Koperasi kami banyak bekerja sama dengan proyek ILO. Kami sekarang memiliki anggota yang terus meningkat, administrasi yang semakin baik, dan banyak anggota kami yang bekerja di luar negeri menginvestasikan uang kirimannya di koperasi,” kata Waniti.

obilitas migrasi pekerja di Jawa Timur berpotensi menumbuhkan ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan, terutama di tingkat lokal.

Sayangnya, menurut hasil penelitian tentang uang kiriman di komunitas pekerja migran, penggunaan uang kiriman secara produktif, masih jarang dilakukan.

Data statistik di Kantor UPTP3TKI Jawa Timur menunjukkan, dalam lima tahun terakhir, antara 2004-2009, jumlah pekerja migran meningkat dari 30.747 menjadi hampir 60.000. Pada periode yang sama, jumlah uang kiriman pekerja migran itu mencapai Rp 4,5 triliun atau USD 450 juta per tahun.

Sebagai bagian dari upaya untuk membangun kapasitas para pekerja migran dan keluarganya, Proyek Migrasi Kerja ILO/Jepang bekerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Dinas Tenaga Kerja di Jawa Timur menyelenggarakan pelatihan pendidikan keuangan di dua kabupaten: Tulungagung pada 1-2 Juli dan di Malang 2-3 Juli 2010. Kedua daerah tersebut tercatat sebagai daerah utama pengirim pekerja migran Indonesia.

Pendidikan Keuangan bagi Pekerja Migran dan Keluarganya

P

M

Waniti, ketua koperasi migran yang berhasil.

hak dalam bekerja

7

unci keberhasilan dan praktik baik dari Proyek Migrasi Kerja ILO/Jepang di Jawa Timur ini tak lain

adalah kemampuan untuk menghubungkan kegiatannya dengan para pemangku kepentingan lain. Proyek ini, misalnya, bekerja sama dengan Peradi Malang, sebuah organisasi advokat, untuk menyelenggarakan diskusi terbuka dengan masyarakat migran di Kecamatan Turen pada 27 Mei 2010 dan di Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, pada 25 Agustus 2010. Topik diskusi itu adalah akses terhadap keadilan, pembelaan pekerja migran, dan hak-hak asuransi. Peradi Malang juga berkomitmen untuk membantu keluarga migran dan serikat pekerja migran, khususnya di daerah Malang, dengan memberikan bantuan dan layanan hukum secara cuma-cuma.

Proyek ini juga bekerja sama dengan Persebaya, klub sepak bola kondang dari Surabaya. Sebuah spanduk bertuliskan “Lindungi Pahlawan Devisa, Stop Eksploitasi Pekerja Migran”, sengaja dipasang di Tribun VIP Stadion Tambaksari, Surabaya selama musim kompetisi Indonesian Super League 2009/2010 untuk menggugah kesadaran masyarakat. Majalah Persebaya juga memublikasikan sebuah artikel tentang perlindungan pekerja migran. Majalah yang dicetak 2000 eksemplar itu pun didistribusikan saat Persebaya bertanding melawan Persiwa Wamena pada 15 November 2009.

Mengorganisasi Pekerja Migran, Menciptakan Sinergi

Kerjasama dengan FC Persebaya & PERADI

Mendukung Grup Pekerja Migran

8

K

Kelompok ini melakukan lobi, lokakarya, pelatihan, membuat petisi, melakukan dialog, dan aksi massa.

Keanggotaan Kelompok ini terbuka untuk serikat pekerja migran, serikat pekerja/buruh, individu, praktisi, dan organisasi berbasis masyarakat.Muhamad Nour,Koordinator Proyek Migrasi Kerja ILO/Jepang di Jawa Timur.

Proyek Migrasi Kerja ILO/Jepang pun mendukung pembentukan Kelompok Kerja Migran di Jawa Timur, yang dideklarasikan pada Agustus 2010. Kelompok kerja ini adalah jaringan yang dibentuk organisasi non-pemerintah, serikat pekerja migran, akademisi, peneliti, pekerja media, individu, dan organisasi advokat di Jawa Timur dengan tujuan untuk mempromosikan, melindungi dan membela hak-hak pekerja migran dan masyarakat migran.

Tujuan lainnya adalah sebagai sarana untuk berbagi pengetahuan mengenai praktik yang baik dalam migrasi tenaga kerja, bertukar pandangan, dan memberikan saran mengenai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan pada masyarakat migran.

Anggota kelompok kerja ini meliputi Serikat Pekerja Migran (SBMI), LSM Perempuan dan Gender (Sapulidi Surabaya dan KPPD Surabaya), Pusat Hak Asasi Manusia Universitas Surabaya (Pusham Ubaya), PPHG Unibraw Malang, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Malang, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Pusat Komunikasi Universitas Airlangga (Puskakom Unair), Bonari Nabonenar (penyair), Athoillah (advokad muda), Komisi Hak Asasi Manusia Universitas Airlangga (Komisi HAM LPPM Unair), dan Yayasan Mariam Gereja Jawa.

Para pekerja migran Indonesia menunggu keberangkatan.

hak dalam bekerja

Pelatihan ini bertujuan untuk membangun kapasitas para pekerja migran dan keluarganya dalam hal kontrak kerja, klaim asuransi, pengelolaan uang dan rencana migrasi. Sebanyak 60 mantan pekerja migran dan keluarganya berpartisipasi dalam pelatihan ini. Pelatihan ini juga memberikan panduan tentang tujuan bekerja di luar negeri, memahami kontrak kerja, mengelola uang dengan cerdas, memanfaatkan asuransi, dan lain sebagainya.

“Pelatihan ini sangat relevan bagi pekerja migran Indonesia. Ketika memutuskan untuk bekerja di luar negeri, banyak pekerja migran Indonesia tidak memiliki informasi yang memadai tentang proses migrasi secara keseluruhan. Melalui pelatihan ini, mereka belajar tentang pentingnya menetapkan tujuan migrasi dan berbagai sasaran yang harus direncanakan untuk masa depan mereka. Dengan memiliki tujuan dan sasaran, pekerja migran juga dituntut untuk belajar mengelola pendapatan mereka secara bijak,” jelas Muhamad Nour, Koordinator Proyek Migrasi Kerja ILO/Jepang di Jawa Timur.

untuk Merespons Krisis Keuangan Globalndonesia menjadi tuan rumah Kongres Regional International Industrial Relations Associations (IIRA/ILERA) ke-7. Kongres yang diselenggarakan di Bali

pada 20-23 September 2010 tersebut menjadi ajang bagi forum tripartit dan para pemangku kepentingan lain untuk membahas fenomena dan dinamika hubungan kerja terbaru di wilayah Asia. Pakta Lapangan Kerja Global, termasuk Pakta Lapangan Kerja Indonesia, sebagai komitmen tripartit dalam menanggulangi krisis global, juga dibahas di dalam kongres tersebut. Adapun tema utama kongres kali ini adalah demokrasi industri, kemitraan, dan kerja layak untuk merespons krisis keuangan global.

ILO Jakarta juga mendukung Asosiasi Hubungan Industri Indonesia (AHII) untuk terus meningkatkan kesadaran konstituen tripartit ILO terkait dengan keberadaan IIRA/ILERA.

“Dialog sosial sebagai bagian dari pakta tersebut merupakan kunci untuk memperkuat hubungan industri, yang mencakup pekerja, pengusaha dan pemerintah sehingga bisa bekerja sama untuk merespons krisis keuangan dan ekonomi global dan menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan baik,” kata Peter van Rooij, Direktur ILO di Indonesia. Oleh karena itu, imbuh dia, Kongres Regional Asia ke-7 ini menjadi ajang tepat untuk berbagi pengalaman dari berbagai negara, termasuk untuk mengambil pelajaran penting yang bisa diadopsi.

Sebelumnya, pada Kongres ke-15 di Sydney pada Agustus 2009, IIRA berganti nama menjadi International Labour and Employment Relations Association (ILERA). Tujuan IIRA/ILERA sendiri adalah untuk mempromosikan kajian hubungan industri di seluruh dunia dalam berbagai disiplin akademik yang relevan, dengan cara-cara seperti:

“Selama bertahun-tahun, asosiasi telah memperluas ruang lingkup materi pokok ke isu-isu seperti pergerakan tenaga

Nama baru tersebut, imbuhnya, merujuk pada tenaga kerja yang mencakup semua orang yang bekerja baik dalam pekerjaan yang dibayar atau pekerjaan mandiri. Nama tersebut juga mencakup orang dan pekerjaan, bukan hanya pekerjaan. “Ini untuk menyelaraskan asosiasi secara lebih jelas dengan ILO, termasuk rentang materi yang sangat luas yang ditemukan di dalam konvensi ILO,” terangnya.

Kongres dibagi dalam tiga sesi khusus yang membahas mengenai berbagai topik yang terkait dengan praktik terbaik kerja layak, lapangan kerja ramah lingkungan, serta pengembangan hubungan ketenagakerjaan dan industri di Asia Pasifi k; dua pertemuan kelompok akademik tentang penataan ulang administrasi tenaga kerja dan kemitraan di tempat kerja; serta lima sesi pleno dengan sejumlah tema tentang hubungan industri di Asia yang kian mengglobal.

Dalam penutupan kongres, Janice Bellace, Presiden IIRA/ILERA, menyatakan asosiasi akan meneruskan tradisi kekayaan interdisipliner, yang mampu menghubungkan masyarakat akademik dengan para pembuat kebijakan. “Kami akan terus memfokuskan diri pada isu-isu tradisional dan juga akan terus merespons isu-isu baru yang mengemuka di dunia kerja,” katanya.

Demokrasi Industri, Kemitraan, dan Kerja Layak

hubungan industrial

kerja transnasional, pekerjaan non-standar, regulasi pasar kerja dan standar perdagangan dan ketenagakerjaan, juga diskriminasi dalam pekerjaan. Banyak yang menilai nama organisasi kami harus mencerminkan dunia kerja yang baru tersebut, materi pokok yang lebih luas dan realitas pasar kerja di negara-negara berkembang,” kata Tayo Fashoyin, Sekretaris Jenderal IIRA/ILERA yang juga Direktur Departemen Hubungan Industri dan Ketenagakerjaan ILO menjelaskan tentang perubahan nama tersebut.

• Mendorong pembentukan dan pengembangan asosiasi nasional para ahli hubungan industri.

• Memfasilitasi penyebaran informasi tentang perkembangan-perkembangan penting dalam penelitian dan pendidikan di bidang hubungan industri.

• Menyelenggarakan kongres baik di tingkat internasional maupun regional.

• Mempromosikan penelitian yang direncanakan secara internasional oleh kelompok-kelompok akademik mengenai topik-topik tertentu.

I

9

Page 5: Warta ILO Jakarta, November 2010  pdf

10

Lokakarya Regional Asia-Pasifi k tentang Pendidikan Kewirausahaan:

ata terbaru ILO menunjukkan, terdapat 190,2 juta pengangguran di seluruh dunia pada 2008, yang 75,9 juta orang di antaranya berusia 15-24 tahun. Karena

itu, menciptakan lapangan kerja menjadi prioritas utama bagi para pembuat kebijakan di berbagai penjuru dunia. Sebagai bagian dari pilihan kebijakan, pendidikan kewirausahaan menjadi satu perangkat penting untuk mendukung penciptaan lapangan kerja yang lebih baik, menumbuhkan kewirausahaan, termasuk menumbuhkan semangat kreatif dari para pendatang baru di dunia kerja.

Sebagai langkah konkret untuk mewujudkan pendidikan kewirausahaan, ILO bekerja sama dengan Jejaring Lapangan Kerja bagi Kaum Muda Indonesia (JEJAKMU), dan

Meningkatkan Kualitas dan DampakPelatihan Kewirausahaan Muda

D

Di Indonesia, ILO telah menciptakan dan mendukung sebuah jaringan 225 pelatih untuk modul “Memulai dan Meningkatkan Bisnis Anda (SIYB)” di 21 provinsi. Kementerian Pendidikan Nasional juga telah mengadopsi kurikulum ILO “Mengenal Bisnis (KAB)” dengan melibatkan 10.800 guru dilebih dari 4.500 sekolah. Sementara itu, di Cina, Laos, Vietnam, dan Filipina, modul yang sama telah diadaptasi dengan hasil yang sangat memuaskan.

Guna mendukung pengembangan pelatihan kewirausahaan di Indonesia, ILO menciptakan dan mendukung jaringan pelatihan kewirausahaan melalui program Memulai dan Meningkatkan Usaha Anda (Start and Improve Your Business/SIYB) disebut Asosiasi SIYB Indonesia (ISA). ISA akan menjadi dasar bagi peningkatan dan penggalangan potensi semua pelatih SIYB di Indonesia. Tujuan Asosiasi ini adalah meningkatkan kualitas, kapasitas, kemandirian dan keberlanjutan SIYB dan bersinergi dengan para pemangku kepentingan mengenai pengembangan kewirausahaan dan perusahaan mikro-kecil-menengah di Indonesia. Presiden ISA pertama yang terpilih adalah Rini Wahyu Hariyani, Pelatih Utama SIYB ILO yang bersertifi kasi

ILO Dukung Pendirian Asosiasi SIYB Indonesia

Salah satu diskusi kelompok mengenai pendidikan kewirausahaan.

berkoordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), menyelenggarakan lokakarya regional “Pendidikan Kewirausahaan” selama tiga hari, 21-23 September 2010. Lokakarya bertujuan untuk meneladani praktik-praktik nyata dari Cina, Laos, Filipina, Vietnam dan Indonesia terkait program pendidikan kewirausahaan.

Patrick Daru, Kepala Penasihat Teknis Proyek Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan bagi Kaum Muda (EAST) ILO, mengatakan pendidikan kewirausahaan yang berkualitas memang menjadi tantangan di seluruh dunia. Karena itu, berbagi pengetahuan menjadi sangat penting untuk memastikan program pendidikan kewirausahaan bisa berhasil. “Karenanya, seminar ini berperan penting dalam memberikan rekomendasi

praktis tentang cara terbaik untuk mengukur dampak dan meningkatkan kualitas program pendidikan kewirausahaan di kawasan Asia Pasifi k,” katanya.

Dari forum ini, terdapat rekomendasi kunci yang bisa dijalankan oleh para pembuat kebijakan termasuk melaksanakan aksi nyata terkait dengan pendidikan kewirausahaan. Rerekomendasi itu misalnya, program pendidikan kewirausahaan harus menerapkan sebuah pendekatan seumur hidup, yang dimulai dari sekolah lanjutan tingkat pertama hingga ke universitas dan kemudian pelatihan profesional.

Ide dasarnya, pelatihan kewirausahaan seharusnya tidak terbatas untuk mendukung usaha mikro di ekonomi informal, tetapi juga memberikan dukungan pada semua tahap pengembangan bisnis untuk menciptakan kondisi kerja yang layak. Peserta juga merekomendasikan agar program pendidikan kewirausahaan menjadi pembelajaran yang terpusat, yaitu memasukkan pengalaman kewirausahaan siswa dan memfasilitasi interaksi mereka dengan dunia usaha.

ketenagakerjaan

11

Berbagi Pengetahuan Ketenagakerjaan Muda melalui JEJAKMU

ejaring Lapangan Kerja untuk Kaum Muda (IYEN), sebuah kemitraan antara PBB, ILO dan Bank Dunia, dibentuk pada 2001 untuk melaksanakan komitmen

Konferensi Tingkat Tinggi Milenium untuk kerja layak dan produktif bagi kaum muda. Menyadari pentingnya dampak kaum muda pada tren ketenagakerjaan, Indonesia bergabung dalam IYEN pada Agustus 2003. Indonesia pun menegaskan kembali komitmennya untuk mengatasi tantangan lapangan kerja pemuda.

Setelah beberapa kali menggelar diskusi dengan para pemangku kepentingan, yang diselenggarakan pada Desember 2009 dan Januari 2010, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) akhirnya setuju untuk menjadi sekretariat IYEN dan mendukung pengembangannya. Sekretariat IYEN secara resmi didirikan pada April 2010, dengan dukungan dari Proyek ILO mengenai Peluang Kerja bagi Kaum Muda (JOY).

Sekretariat IYEN dalam bahasa Indonesia juga disebut sebagai JEJAKMU (Jejaring Lapangan Kerja untuk Kaum Muda). Fungsi utama Sekretariat JEJAKMU ini adalah untuk

Fokus Program JEJAKMU 1. Kebijakan untuk lapangan kerja muda.2. Keterampilan untuk kelayakan kerja.3. Magang berdasarkan permintaan.4. Pengembangan keterampilan kewirausahaan.5. Berbagi pengetahuan.

eskipun keuangan mikro berpotensi penting untuk menciptakan lapangan kerja dan menurunkan angka kemiskinan, namun banyak lembaga

keuangan mikro (LKM) yang belum mampu mengefektifkan potensi itu. Saat ini, industri keuangan mikro menghadapi tantangan pertumbuhan dan keberkelanjutan, dan perlu menjawab sejumlah pertanyaan sulit, seperti:

• Bagaimana LKM dapat menurunkan biaya untuk nasabah sementara di saat yang sama harus memenuhi kebutuhan kelembagaan?

• Bagaimana LKM dapat memberikan layanan yang lebih baik kepada orang berpenghasilan rendah?

• Bagaimana LKM dapat bertahan dalam lingkungan yang semakin kompetitif?

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu sebetulnya dapat diringkas dalam satu kata: manajemen. Para manajer keuangan mikro yang bergelut dalam sebuah industri yang relatif muda seringkali dipromosikan ke posisi manajemen dengan pelatihan yang tidak memadai. Mereka dipaksa belajar sambil bekerja, melalui trial and error. Akibatnya, salah satu kendala terbesar bagi keberhasilan LKM di seluruh dunia adalah terbatasnya kapasitas manajer, terutama di tingkat manajemen menengah.

Untuk mengatasi masalah itu, Program Keuangan Sosial dan Pusat Pelatihan Internasional ILO mengembangkan kurikulum pelatihan partisipatif dan intensif untuk manajer keuangan mikro “Mengefektifkan Keuangan Mikro (MKM)”. Bersifat holistik dan terpadu kurikulum tersebut membantu

Keuangan Mikro

M

J

Mengefektifkan

mengoordinasikan kegiatan, kebijakan, dan program lapangan kerja pemuda yang diprakarsai oleh berbagai instansi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait. Dalam hal ini, Sekretariat JEJAKMU bersama dengan seorang konsultan dan seorang ahli dari Kantor Regional ILO di Bangkok memulai pengembangan Kerangka Berbagi Pengetahuan pada Februari 2010.

Hasilnya, sebuah kerangka berbagi pengetahuan pun diluncurkan pada Juni 2010: http://jejakmu.bappenas.go.id. Dalam sebuah pertemuan di Jakarta pada Juli 2010, berbagai instansi pemerintah, LSM, dan asosiasi bisnis juga telah bersepakat untuk membentuk sebuah tautan resmi ke sekretariat.

para manajer menerjemahkan aktivitas sehari-hari mereka ke dalam konteks kelembagaan dan lingkungan yang lebih besar.

Respons para peserta yang terlibat dalam pelatihan juga sangat baik. Mereka dipaksa untuk berpikir tentang pilihan-pilihan kelembagaan, berpikir ulang tentang visi dan misi lembaga, arah strategis LKM mereka, termasuk pilihan dalam keluasan dan kedalaman layanan. “Para peserta jadi memahami posisi LKM mereka di pasar, keunggulan daya saing, kelemahan dan kekuatan LKM mereka dibandingkan dengan jenis-jenis LKM lain, dan bagaimana mereka bisa memanfaatkan kekuatan ini,” kata Tendy Gunawan, Koordinator Nasional Program Pengembangan Usaha dan Ketenagakerjaan Muda ILO.

Sampai saat ini, Indonesia sudah memiliki tiga pelatih bersertifi kat dan tiga pelatih pendukung. “Dari 30 calon, enam dipilih melalui proses seleksi yang ketat sebagai pelatih bersertifi kat dan pelatih pendukung untuk menyampaikan modul MKM,” kata Tendy, seraya menambahkan jika proses seleksi dilaksanakan tahun lalu.

Pelatihan pertama modul ini disampaikan para pelatih di Bandung, pada 19-30 April 2010, yang diselenggarakan oleh BISMA dan para pelatih sendiri. Sekitar 28 perwakilan dari semua jenis LKM (Bank Perkreditan Rakyat, Koperasi, Koperasi Syariah, Induk Koperasi, dan LSM) berpartisipasi dalam pelatihan tersebut. “Pelatihan berikutnya akan dilakukan di Indonesia bagian timur, Maluku, pada akhir Oktober. Pelatihan tersebut ditargetkan membantu koperasi usaha budidaya rumput laut,” ujar Tendy.

ketenagakerjaan

Page 6: Warta ILO Jakarta, November 2010  pdf

12

Memperbaiki Kondisi Kerja dengan

ndonesia merupakan salah satu eksportir tekstil dan produk pakaian jadi terkemuka di dunia. Industri ini pun tercatat memberikan kontribusi signifi kan bagi

perekonomian Indonesia: menyediakan satu juta lapangan kerja dan menjadi salah satu sumber utama pendapatan negara. Sayangnya, selama beberapa tahun terakhir ini industri pakaian jadi Indonesia dihadapkan pada rendahnya investasi yang berdampak pada menurunnya teknologi dan rendahnya produktivitas—dibandingkan dengan negara-negara pesaing seperti Cina.

Sementara pemberlakuan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-Cina (ACFTA) pada Januari 2010, sudah pasti akan berdampak kompleks pada kinerja sektor pakaian jadi di Indonesia. Di tingkat perusahaan, menurunnya industri pakaian jadi ini kian mengkhawatirkan para pekerja. Mereka harus berjuang untuk bertahan hidup seraya dihadapkan pada ketidakpastian kerja, termasuk penyalahgunaan kontrak jangka pendek dan rendahnya pesangon. Penyalahgunaan tenaga kerja kontrak (outsourcing), tidak dipatuhinya upah minimum, dan tidak adanya keselarasan di tempat kerja juga semakin memperburuk kondisi kerja.

Pada saat yang sama, pembeli di pasar internasional yang sadar reputasi semakin menuntut pemasok agar mengintegrasikan kepatuhan terhadap standar kerja ke dalam proses produksi sebagai bagian dari etika bisnis—sebuah praktik tanggung jawab sosial perusahaan. Bahkan perusahaan-perusahaan multinasional sampai mengaudit kondisi kerja di dalam rantai pasokan mereka hingga pada tingkat individu. Akibatnya, banyak perusahaan mencoba menduplikasi upaya audit yang sama namun pada kode etik yang berbeda. Pendekatan ini tidak hanya mahal dan tidak efi sien, tetapi juga menimbulkan kebingungan dalam interpretasi standar ketenagakerjaan internasional dan undang-undang ketenagakerjaan di dalam negeri.

Siapa saja yang terlibat dalam rantai pasokan global tentunya setuju bahwa kepatuhan terhadap standar-standar ketenagakerjaan sangat penting dalam menjaga kelangsungan bisnis. Karena itu mengadopsi pendekatan integral yang mampu melibatkan pemerintah, organisasi pekerja dan pengusaha, dan pembeli di pasar internasional dengan tujuan untuk menjaga peningkatan berkelanjutan dalam kepatuhan terhadap standar-standar ketenagakerjaan, merupakan alasan program Better Work diterapkan di Indonesia.

Program Better Work

Program Better Work adalah sebuah kemitraan unik antara ILO dan International Finance Corporation (IFC) yang saat ini sedang dilaksanakan di Kamboja, Vietnam, Lesotho, Yordania dan Haiti. Proyek Better Work Indonesia berupaya meningkatkan kondisi kerja dan produktivitas di sektor-sektor intensif yang menjadi sasaran. Kegiatan yang dilakukan bertujuan meningkatkan kepatuhan terhadap standar-standar ketenagakerjaan internasional dan undang-undang ketenagakerjaan.

I

“Proyek ini mampu meningkatkan produktivitas dan daya saing perusahaan sasaran di Indonesia yang terkait dengan rantai pasokan global, dengan fokus awal pada industri pakaian jadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Nantinya proyek akan diperluas ke industri-industri dan wilayah-wilayah geografi s lain, seperti Bandung dan Semarang,” kata Teuku Rahmatsyah, Koordinator Nasional Program Better Work Indonesia, seraya menambahkan bahwa pemerintah Australia telah menyetujui pemberian dana sebesar AUD 2,17 juta untuk dua tahun pertama.

Tiga strategi kunci yang akan dijalankan oleh proyek ini, menurut Rahmatsyah, adalah mengganti pedoman audit sosial dalam berbagai kode etik dengan penilaian perusahaan independen dengan mengkaji standar ketenagakerjaan; mendukung perbaikan dengan memberikan jasa konsultasi dan pelatihan, serta pengembangan kapasitas bagi para pemangku kepentingan; dan memastikan solusi jangka panjang berkelanjutan yang didukung oleh pemerintah, organisasi pengusaha dan serikat pekerja, juga pengikatan pembeli internasional secara berkelanjutan.

ketenagakerjaan

13

anyak negara di Asia-Pasifi k berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca atau intensitas karbon pada tahun 2020. Diharapkan, transisi menuju

pembangunan rendah karbon berkelanjutan itu mampu memicu pergeseran di dunia kerja, menciptakan permintaan keterampilan baru, program pelatihan, perlindungan sosial dan skema keuangan, khususnya bagi para pekerja dan bisnis yang paling rawan terkena dampak.

Dampak perubahan iklim dan kebijakan terkait terhadap dunia kerja memang belum sepenuhnya dipahami. Bahkan dalam beberapa kasus, dianggap menguras ekonomi dan daya saing. Padahal, fakta sebagian besar penelitian terbaru menunjukkan, kebijakan yang cerdas iklim membawa dampak lapangan kerja yang bersih serta bermanfaat pada lingkungan, ekonomi dan sosial.

Proyek Lapangan Kerja yang Layak dan Ramah Lingkungan (Green Jobs) di Asia merupakan proyek dua tahun yang didanai oleh Pemerintah Australia. Proyek yang akan dilaksanakan di lima negara di Asia, termasuk Indonesia ini akan memberikan kontribusi pada program dan prakarsa nasional yang berkaitan dengan perubahan iklim, pengelolaan lingkungan dan bencana, serta pemulihan dari krisis ekonomi. Konstituen tripartit akan menjadi kelompok utama yang ditargetkan dalam proyek tersebut.

“Dialog sosial akan mendorong pengarusutamaan lapangan kerja hijau dan kebijakan terkait ke dalam program negara

B untuk kerja layak, serta memfasilitasi transisi bagi perusahaan dan pekerja menuju perekonomian yang ramah lingkungan,” kata Muce Mochtar, Koordinator Proyek Green Jobs di Indonesia.

Dia menambahkan, aktivitas utama proyek ini meliputi pembentukan sebuah gugus tugas tripartit nasional, program pelatihan dan informasi untuk menangani kebutuhan khusus mitra sosial, studi tentang kaitan lingkungan-pekerjaan-ekonomi di Indonesia dan proyek percontohan untuk penciptaan lapangan yang layak dan ramah lingkungan. “Negara peserta juga wajib mengadakan konferensi green jobs secara nasional. Di Indonesia, konferensi tersebut akan diselenggarakan pada Desember 2010,” katanya.

Selain itu, ILO juga akan mendukung penelitian berbagi pengetahuan, pembuatan kebijakan, dan kegiatan lapangan responsif gender dalam bidang lapangan kerja hijau. Proyek ini akan menargetkan sektor-sektor ekonomi tertentu untuk beralih ke ekonomi yang tahan iklim, sehingga mampu membantu mempercepat pemulihan pekerjaan, mengurangi kesenjangan sosial, dan mewujudkan kerja layak.

Indonesia Berpartisipasi dalam

ebagai negara dengan industri kehutanan terbesar di kawasan Asia Pasifi k, Indonesia memainkan peranan penting dalam konteks geo-politik, ekonomi dan

perubahan iklim. Industri kehutanan berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto, devisa, pendapatan pemerintah dan lapangan kerja selama beberapa dekade terakhir ini.

Kendati fakta memperlihatkan adanya potensi pengembangan usaha dan penciptaan lapangan kerja di bidang kehutanan dalam 10 tahun ke deoan, sektor ini baru saja mengalami penurunan dan perubahan struktural. Produktivitas industri kehutanan Indonesia masih terbilang rendah, sementara jumlah limbah yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan dan proses produksi termasuk tinggi.

Hal ini mengakibatkan menurunnya daya saing internasional. Banyak perusahaan pengolahan kayu terlilit hutang dan akibatnya pemberhentian pekerja pabrik meningkat. Satu isu penting lainnya adalah pembalakan liar dan konsekuensinya terhadap lingkungan dan masyarakat yang bergantung pada hutan, serta terhadap perusahaan dan pekerja pengolahan kayu.

Untuk membahas permasalahan ini lebih lanjut, ILO bekerja sama dengan FSP KAHUTINDO, sebuah federasi nasional untuk sektor kehutanan, Asosiasi Pengusaha Indonesia

S (Apindo) dan Building Wood International (BWI), sebuah serikat pekerja global yang menangani masalah kehutanan, menyelenggarakan lokakarya regional tentang Pekerjaan yang Layak di Industri Kehutanan Indonesia di Surabaya pada 21 – 22 Juni 2010. Lokakarya ini membahas dan mengkaji pentingnya berbagai permsalahan terkait dengan pembalakan liar, lapangan kerja ramah lingkungan, termasuk masalah ketenagakerjaan di sektor kehutanan.

“Pekerjaan di sektor kehutanan dianggap tidak perlu dilaporkan karena sifat pekerjaan tersebut yang musiman dan seringkali paruh waktu. Mayoritas pekerja di sektor kehutanan formal umumnya laki-laki, namun beberapa jenis pekerjaan tertentu, seperti reboisasi, pengumpulan kayu bakar dan agro-forestry melibatkan kaum perempuan yang terus meningkat jumlahnya,” kata Tauvik Muhamad, Staf ILO.

Di bawah kerangka Perekonomian Hijau, isu-isu ini dibahas melalui pengadopsian “Kerangka Transisi yang Adil” di bawah Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim di Kopenhagen 2009 mengenai pergeseran yang adil dan berkelanjutan menuju ekonomi rendah karbon. Penerapan Kerangka di sektor kehutanan ini memiliki arti yang sangat penting terkait dengan tantangan dan potensi lingkungan, sosial dan ekonomi yang dihadapi Indonesia.

ketenagakerjaan

Proyek Green J bs

Prakarsa Green Jobs adalah sebuah kemitraan yang terbentuk pada 2007 antara ILO, Program Lingkungan PBB dan Konfederasi Serikat Pekerja Internasional. Organisasi Pengusaha Internasional baru bergabung pada 2008.

di Industri Kehutanan IndonesiaMewujudkan Kerja Layak

Page 7: Warta ILO Jakarta, November 2010  pdf

sosial atau strategi terpadu yang meliputi pengembangan keterampilan, kondisi kerja, penciptaan usaha dan perlindungan pekerja. Dialog ini juga berupaya menemukan sinergi antara perluasan bidang perlindungan sosial, praktik-praktik terbaik dari negara-negara lain serta pilihan-pilihan kebijakan sosial dan ekonomi untuk mengurangi informalitas.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, dalam sambutan pembukaannya, mendukung gagasan kebijakan formalisasi bagi perekonomian informal dengan memperkuat usaha kecil dan menengah. Sementara Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan untuk Lapangan Kerja dan Kemiskinan, Prasetyono Widjojo, menyatakan bahwa kebijakan untuk menangani pekerja di sektor perekonomian

informal ini telah ditargetkan dalam strategi pengurangan kemiskinan nasional.

Dialog merekomendasikan perlunya pendekatan bersasaran khusus yang disesuaikan dengan konteks lokal dan mencakup kesenjangan regional. Sasaran khusus ini meliputi peraturan dan intervensi program yang bersifat lokal untuk menanggulangi defi sit pekerjaan yang layak dalam ekonomi informal di tingkat regional.

Dialog pun menyerukan sebuah pendekatan komprehensif untuk menangani perluasan bidang sosial yang memungkinkan masyarakat untuk secara lebih produktif terlibat dalam kegiatan ekonomi dan dalam menangani kebijakan ekonomi kunci yang dapat menghambat diversifi kasi berbasis luas dan pertumbuhan sektor produktif dan penciptaan lapangan kerja .

“Ada kebutuhan untuk memadukan intervensi program yang menangani informalitas dan ekonomi

informal dalam program pengentasan kemiskinan yang ada. Juga penting untuk mengembangkan pendekatan terpadu bagi perekonomian informal yang mengaitkan perlindungan sosial dengan kemampuan kerja dan penciptaan lapangan kerja,” kata Tauvik.

dialog sosial

14

Mengkaji Ekonomi Informal dan Kerja Layak

eskipun angka pengangguran dan kemiskinan Indonesia sedang menurun, pangsa ekonomi informal di seluruh lapangan kerja mengalami

peningkatan sebagai konsekuensi dari krisis keuangan dan ekonomi baru-baru ini. Diperkirakan jumlah pekerja ekonomi informal meningkat sebesar 2 juta antara Agustus 2008 dan Februari 2009. Statistik Indonesia juga menunjukkan, bahwa 68 persen warga Indonesia saat ini bekerja di ekonomi informal (2009), yaitu pekerjaan berbahaya dengan upah rendah, tanpa kontrak kerja yang terjamin, perlindungan sosial atau perwakilan pekerja.

Untuk merumuskan kebijakan yang secara efektif menangani pengurangan kemiskinan melalui formalisasi ekonomi

su-isu terkait ekonomi informal mengenai kebijakan, tren dan pengukuran statistik serta perlindungan sosial dibahas di dalam publikasi terbaru ILO. Berikut empat studi tentang perekonomian informal diluncurkan selama

Dialog:

“Keterbatasan Pembuatan Kebijakan Ekonomi Informal di Indonesia: Pelajaran Dekade Ini”, oleh Satish C. Mishra, 2010. Studi ini menunjukkan bahwa langkah-langkah pemerintah di bidang sosial dan ekonomi tidak secara khusus ditargetkan pada pekerja sektor informal.

M

IInformalitas perlu ditangani secara komprehensif melalui strategi yang koheren dan terkoordinasi. Hal ini

mencakup pemahaman terhadap hubungan antara formalitas dan informalitas.Tauvik Muhamad,Staf ILO

informal, ILO bekerjasama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan PT. Jamsostek menyelenggarakan sebuah Dialog Sosial dua hari tentang “Ekonomi Informal dan Kerja Layak” 28-29 September 2010 di Jakarta.

Dialog ini bertujuan untuk mengkaji berbagai aspek ekonomi informal dari perspektif Agenda Pekerjaan yang Layak dan berbagi ide tentang langkah-langkah konkret untuk mengurangi defi sit kerja layak diantara pekerja ekonomi informal di Indonesia melalui, antara lain, skema perlindungan

“Ekonomi Informal di Indonesia: Ukuran, Komposisi dan Evolusi” oleh Suahasil Nazara, 2010. Studi ini menunjukkan perlunya mendefi nisikan ulang ekonomi informal berdasarkan seperangkat data yang dapat membantu menangkap beragam aspek berbeda dari sifat multi-aspek ekonomi informal di Indonesia.

“Jaminan Sosial bagi Tenaga Kerja di Sektor Perekonomian Informal di Indonesia: Mencari Program Fleksibel yang Ditargetkan” oleh Theo van der Loop dan Roos Kities Andadari, 2009. Studi

15

LO bersama dengan GTZ dan KfW menindaklanjuti permintaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk melakukan studi mengenai memperluas

jaminan sosial bagi para pekerja ekonomi informal. Studi ini bertujuan untuk meneliti perluasan dan pelaksanaan

dialog sosial

���������� ����� ����������������������� �������������

���������

��������������� ��������������

�������

I

Memperluas perlindungan sosialbagi pekerja ekonomi informal

ini menunjukkan kebutuhan mendesak untuk memperluas cakupan perlindungan sosial bagi pekerja ekonomi informal dan keluarganya melalui skema yang fl eksibel dan tepat sasaran. Skema perlindungan sosial semacam itu harus fokus pada perlindungan sosial pekerja ekonomi informal: akses ke perawatan kesehatan dan kecelakaan.

“Memperluas Cakupan Jaminan Sosial bagi Pekerja Sektor Perekonomian Informal: Langkah ke Depan” oleh Diah Widarti, 2009. Studi ini mengkaji sejumlah perkembangan jaminan sosial din Indonesia selama beberapa tahun terakhir, termasuk prakarsa pemerintah dan lainnya terkait dengan pekerja sektor informal.

�� ����� ����������������� ������������������������

����������� ���� �������������� � ������� �

��������������� ��������������

�������

perangkat-perangkat jaminan sosial agar dapat mencakup pekerja ekonomi informal yang selama ini tidak terlindungi.

Studi ini berdasarkan studi-studi ILO sebelumnya namun dengan cakupan geografi s yang lebih besar dan jangkauan penelitian yang lebih luas mengenai pengembangan skema-skema potensial untuk meningkatkan perangkat perlindungan sosial bagi pekerja informal, termasuk strategi perkiraan biaya dan pendanaan. Selanjutnya, studi mendukung pelaksanaan Undang-Undang No. 40/2004 mengenai Jaminan Sosial, sebagai salah satu tujuan dari Pakta Ketenagakerjaan Indonesia di bawah prioritas dan pelaksanaan jaminan sosial yang lebih luas lagi.

Studi ini bermanfaat untuk mengkaji keberadaan dan keberlanjutan keuangan dari berbagai skema yang berbeda. Studi ini pun berupaya mendorong diskusi mengenai masalah fi skal dalam jaminan sosial guna membantu dalam menentukan rancangan dari skema-skema yang direncanakan dan memberikan bukti dalam memilih skema atau skenario yang paling tepat atau memungkinkan.

Kesimpulan dari studi ini diharapkan dapat merancang pendekatan-pendekatan optimal bagi cakupan jaminan sosial yang efi sien bagi pekerja ekonomi informal dan ide-ide awal bagi skema organisasi.

Survei dari studi ILO sebelumnya menemukan bahwa ada keinginan dan kemampuan untuk membayar pekerja ekonomi informal untuk bergabung dalam skema kontribusi jaminan sosial. Kendati 80 persen dari 2.068 pekerja informal yang diwawancarai tidak memiliki jaminan sosial, keinginan untuk membayar terbilang tinggi dengan 80 persen di antaranya bersedia untuk melakukan pembayaran secara berkala. Jumlah responden yang mengindikasikan mereka mampu membayar terbilang kecil: 64 persen siap untuk memberikan kontribusi antara Rp 1 dan 20,000 per bulan. Namun, hanya 11 persen yang bersedia membayar lebih dari Rp 20,000 per bulan, mendekati angka yang diwajibkan Jamsostek.

Page 8: Warta ILO Jakarta, November 2010  pdf

i tengah berkembangnya keprihatinan terhadap dampak krisis ekonomi, ILO justru menemukan fakta dalam sebuah penelitian terbaru: upaya penghapusan bentuk pekerjaan terburuk untuk anak kian menurun. Dalam laporan global empat tahunan tentang pekerja anak berjudul “Akselerasi Aksi Anti-Pekerja Anak” (Accelerating Action against Child

Labour) didapati data, jumlah pekerja anak secara global menurun dari 222 juta ke 215 juta, atau menurun tiga persen, dalam periode 2004-2008. Hal ini merepresentasikan melambatnya laju penurunan secara global. Laporan tersebut juga mengemukakan kekhawatiran krisis ekonomi global dapat mengerem kemajuan atas penghapusan bentuk-bentuk terburuk pekerja anak pada tahun 2016.

Laporan Global ILO tentang Pekerja Anak

Serukan untuk “Bangkitkan Lagi” Aksi Global Menentang Pekerja Anak

pekerja anak

16

D

• Terjadi peningkatan 20 persen yang mengkhawatirkan pada pekerja anak di kelompok usia 15-17 tahun yakni dari 52 juta menjadi 62 juta.

• Anak usia 5-14 tahun yang terlibat dalam kegiatan ekonomi di kawasan Asia-Pasifi k, Amerika Latin dan Karibia mengalami penurunan. Sebaliknya, pada kelompok usia yang sama, jumlah anak dalam kegiatan ekonomi di Sub-Sahara Afrika, kian meningkat. Situasi ini sangat mengkhawatirkan, di mana satu dari empat anak usia 5-17 tahun merupakan pekerja anak, dibandingkan dengan satu dari delapan di Asia-Pasifi k dan satu dari 10 anak di Amerika Latin dan Karibia.

• Sebagian besar pekerja anak bekerja di sektor pertanian (60 persen). Hanya satu dari lima anak yang bekerja dalam pekerjaan berbayar. Mayoritas adalah pekerja keluarga yang tidak berbayar.

• Terjadi kemajuan besar dalam ratifi kasi standar-standar ILO mengenai pekerja anak, yaitu Konvensi 182 (tentang bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak) dan Konvensi 138 (tentang usia minimum). Namun, sepertiga anak-anak di dunia hidup di negara-negara yang belum meratifi kasi konvensi-konvensi ini.

Temuan Kunci Laporan ILO:

• Pekerja anak terus menurun, tetapi dalam jangka waktu empat tahun (2004-2008) hanya terjadi sedikit penurunan: tiga persen. Padahal di dalam laporan sebelumnya (2000-2004) telah terjadi penurunan hingga 10 persen.

• Jumlah pekerja anak secara global berada pada angka 215 juta, hanya 7 juta lebih sedikit dibanding tahun 2004.

• Di rentang usia 5-14 tahun, jumlah anak yang menjadi pekerja anak menurun sebesar 10 persen dan jumlah anak dalam pekerjaan berbahaya sebesar 31 persen.

• Sementara jumlah anak dalam pekerjaan berbahaya yang sering menjadi bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, tingkat penurunannya melambat. Masih ada 115 juta anak terlibat dalam pekerjaan berbahaya.

• Terjadi penurunan 15 persen jumlah anak perempuan yang menjadi pekerja anak dan penurunan 24 persen jumlah anak perempuan yang terlibat dalam pekerjaan berbahaya. Namun, anak laki-laki justru memperlihatkan peningkatan, baik dalam tingkat insiden maupun jumlah. Sedangkan kadar pekerjaan berbahaya di antara anak laki-laki masih relatif stabil.

Indonesia. Kajian ini mampu dikembangkan menjadi alat untuk melatih para pengusaha di bidang usaha kecil dan ranah informal tentang bahaya kerja yang dihadapi kaum muda.

• Kerja sama Selatan-Selatan yang dimulai dengan memfokuskan diri pada promosi perdagangan dan investasi asing langsung, kini telah merambah pada bantuan pembangunan. Kelompok negara yang awalnya terdiri dari Brasil, Rusia, India dan Cina (BRIC) mengadakan pertemuan formal pertama pada Juni 2009. Istilah BRIC pertama kali diciptakan pada 2001 untuk menggambarkan empat negara yang diharapkan akan melampaui perekonomian terbesar pada 2050. Kelompok ini kemudian ditambah Meksiko, Indonesia dan Turki, hingga akhirnya terbentuk “Emerging Seven” (E7).

• Sejumlah negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin mendapatkan bantuan teknis dan keuangan seperti yang tertuang dalam Pasal 8 Konvensi No 182. Para kandidat peserta dan penerima bantuan IPEC pada tahap awal, antara lain Brasil, India, Indonesia dan Turki. Salah satu fokus khusus blok ini adalah mengampanyekan konsep “bebas pekerja anak” untuk merangkul sektor ekonomi, masyarakat, entitas subbangsa dan bangsa.

Temuan Kunci ILO di Indonesia:

• Terjadi perkembangan penting atas Program Keluarga Harapan (PKH) di Indonesia—yang dimulai pada 2007 dan akan berlanjut hingga 2015. Program yang menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk memberantas kemiskinan dan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, kian menunjukkan keberhasilannya. Program ini sedang diujicoba di 49 kabupaten di tujuh provinsi dengan bantuan tunai per keluarga antara US$45-US$90, tergantung pada jumlah anak dan tingkat sekolahnya. Bantuan tersebut bersyarat pada anak-anak masuk sekolah. Pengalaman dari praktik-praktik baik di Indonesia dan di tempat lain membantu mendorong mewujudkan program tersebut.

• Indonesia menetapkan target penghapusan pekerja anak sebagai bagian dari Program Kerja Layak Negara sebesar 25 persen atas insiden bentuk-bentuk terburuk yang dilaporkan pada 2008.

• Terkait program “Hubungan Pekerja Anak dan Ketenagakerjaan Muda”, dihasilkan capaian penelitian tentang bahaya dalam rantai pasokan di Pakistan dan

LO memeringati Hari Dunia Anti-Pekerja Anak 2010 dengan menyerukan diakhirinya pekerja anak, termasuk memberikan perhatian khusus pada upaya menghapuskan

bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak pada 2016. Momentum yang diperingati setiap 12 Juni itu, digunakan ILO untuk menyoroti nestapa pekerja anak.

Di Indonesia, ILO menyelenggarakan sejumlah aktivitas untuk memperingati Hari Dunia tersebut. Sebuah lokakarya nasional tentang pekerja anak, “Menelaah Kondisi Saat Ini dan Perencanaan untuk Masa Depan”, diselenggarakan pada 5-6 Juli 2010 di Jakarta. Lokakarya bertujuan untuk

Dia menambahkan, pemerintah akan bekerja sama dengan ILO untuk membebaskan pekerja anak di 50 kabupaten dan kota di 13 provinsi—Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Anak-anak akan dikeluarkan dari tempat kerjanya, sementara orangtua mereka yang miskin, akan diberi keterampilan kerja untuk menghidupi keluarga. Kemiskinan merupakan salah satu akar penyebab pekerja anak, dan kita harus memiliki cara yang lebih efektif untuk memberantas kemiskinan,” kata Muhaimin.

Peter van Rooij, Pejabat Sementara ILO Jakarta saat itu, memuji komitmen Indonesia untuk menghapuskan pekerja anak. “Sejak awal tahun 2000, telah banyak terjadi perkembangan penting dalam upaya penghapusan pekerja anak di Indonesia. Salah satunya adalah komitmen mencapai target pendidikan dasar sembilan tahun untuk semua anak,” katanya, seraya menambahkan satu terobosan penting yang dilakukan pemerintah adalah menurunkan jumlah pekerja anak melalui Program Keluarga Harapan (PKH).

Lokakarya ini dihadiri 60 pemangku kepentingan kunci dari tingkat nasional maupun provinsi. Pembicara kunci dari kementerian dan lembaga terkait, seperti Kementerian Tenaga Kerja dan

Transmigrasi, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri, serikat pekerja/buruh, LSM dan akademisi menyampaikan praktik-praktik baik, mengkaji berbagai aktivitas yang telah dilakukan, termasuk tantangan utama dan aksi nyata yang perlu dilakukan di masa mendatang.

17

I

melihat kemajuan yang telah dicapai dalam menghapuskan pekerja anak juga untuk mengidentifi kasi aksi-aksi lebih lanjut yang diperlukan untuk meningkatkan penghapusan pekerja anak di Indonesia. Lokakarya diselenggarakan secara bersama oleh ILO dan JARAK, sebuah jaringan LSM nasional yang memfokuskan diri pada masalah pekerja anak, dan berkoordinasi dengan Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.

Sebagai bagian dari komitmennya, pemerintah juga telah berjanji untuk menyelamatkan 3.000 anak di Indonesia pada tahun ini dari sejumlah industri seperti pertambangan dan prostitusi. “Ini telah menjadi komitmen internasional pemerintah Indonesia dan untuk itu kita akan menghapuskan pekerja anak. Anak-anak memiliki hak untuk dilindungi, harus diberi kesempatan untuk belajar dan berkembang sebagai anak yang normal,” tegas Muhaimin Iskandar, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, saat membuka lokakarya tersebut.

Tahun ini, Hari Dunia Anti-Pekerja Anak digelar setidaknya di 60 negara dengan melibatkan pemerintah, pengusaha, pekerja, PBB, organisasi non-pemerintah dan organisasi masyarakat sipil. Sejumlah kegiatan pun diselenggrakan. Mulai dari diskusi mengkritisi sejumlah kebijakan, debat publik, diskusi media, kampanye, pertunjukan budaya, berbagai kegiatan publik, hingga pertandingan sepak bola dan aktivitas olahraga lain.

pekerja anak

Pekerja Anak melalui PendidikanIndonesia Tanggulangi

Page 9: Warta ILO Jakarta, November 2010  pdf

Pawai diselenggarakan pada 24 Juni 2010 di dua kabupaten, Serdang Bedagai dan Deli Serdang, Sumatera Utara, dengan diikuti anak-anak penerima bantuan program yang didukung oleh ILO-IPEC dan para mitra kerja. Pawai tersebut selain dilakukan untuk memperingati Hari Dunia juga untuk menegaskan kembali komitmen pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam mengakhiri pekerja anak.

“Sumatera Utara telah mengeluarkan peraturan daerah tentang larangan mempekerjakan anak. Peraturan Daerah No. 5/2004 ini mencakup seluruh aspek yang relevan terkait dengan pekerja anak, terutama bentuk-bentuk terburuknya. Langkah ini menandai kemajuan dalam penghapusan pekerja anak di tingkat provinsi,” kata Edy Sunarwan, Staf Lokal ILO-IPEC.

Di Serdang Bedagai, para peserta pawai membawa berbagai poster yang berisikan pesan mendorong pendidikan untuk semua anak, meminta orangtua berhenti melibatkan anak-anak dalam berbagai bentuk terburuk pekerjaan untuk anak, serta mendesak pemerintah untuk mengakhiri pekerja anak dan memberikan pendidikan untuk semua.

Masih dalam rangkaian acara, diskusi interaktif dengan para pejabat kantor pemerintahan terkait juga dilakukan. Di hadapan para kepala Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan, dan Dinas Sosial, anak-anak, termasuk pekerja anak, berkesempatan menyuarakan pendapatnya terkait dengan kebutuhan dan harapan mereka. “Dengan melakukan dialog langsung dengan anak-anak, khususnya pekerja anak, kantor-kantor pemerintah terkait diharapkan dapat mengembangkan berbagai program penghapusan yang lebih efektif,” terang Edy.

Sementara itu, pawai di Deli Serdang diikuti oleh anak-anak penerima bantuan, orangtua, para pendidik dan aktivis LSM. Tak hanya itu. Pertunjukan seni, diskusi interaktif dengan pejabat pemerintah kabupaten yang relevan juga dilakukan. Mereka pun melakukan penandatanganan deklarasi Deli Serdang bebas pekerja anak pada tahun 2020.

Perayaan Hari Menentang Pekerja Anak 2010

ejumlah kegiatan untuk memperingati Hari Dunia Anti-Pekerja Anak di berbagai kota di Indonesia, diselenggarakan ILO melalui Program Internasional Penghapusan Pekerja Anak (ILO-IPEC) serta Program Pendidikan dan Pelatihan Ketrampilan bagi Kaum Muda (ILO-EAST). S

Kabupaten Serdang Bedagai dan Deli Serdang, Sumatera Utara

pekerja anak

18

ILO-IPEC bekerja sama dengan Lada (Lembaga Advokasi Anak) dan Forum Masyarakat untuk Anak-anak Panumangan menyelenggarakan serangkaian kegiatan untuk memperingati Hari Dunia. Sejumlah perlombaan diselenggarakan pada Mei-Juni 2010, mulai dari lomba cerdas-cermat siswa SD dan SMP hingga lomba mewarnai. Ratusan anak, termasuk pekerja anak dari Kecamatan Panumangan, yang dikenal dengan sektor perkebunan komersialnya, berpartisipasi dalam kegiatan ini.

Puncak peringatan yang berlangsung pada 27 Juni 2010, diikui oleh lebih dari 5.000 orang. Selain berpawai untuk mendukung upaya penghapusan pekerja anak, peringatan itu juga ditandai dengan sejumlah pertunjukan, mulai dari seni bela diri tradisional, tari tradisional, marching band, dan kuis.

“Sebagai bagian dari dukungan untuk menghapus pekerja anak, salah satu perusahaan operator telepon nasional menyerahkan cinderamata bagi mereka yang bisa menjawab dengan benar pertanyaan yang terkait dengan pekerja anak. Dukungan serupa juga datang dari individu dan pejabat pemerintah. Mereka sama-sama merasa yakin bahwa Lampung yang lebih baik dapat dicapai dengan menghapuskan bentuk-bentuk terburuk pekerja anak,” kata Dede Suhendri, Direktur Lada.

dvokasi Anak) dan Forum

Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung

Lo

Dmanun

M

pekerja anak

19

ILO-EAST bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Sulawesi Selatan menyelenggarakan lokakarya untuk merayakan Hari Dunia pada 17 Juni 2010. Dihadiri 60 orang dari sejumlah organisasi, lokakarya dimulai dengan pertunjukan teater pekerja anak komunitas tempat pembuangan sampah, Pusat Anak Rumah Kita. Mengangkat judul Menanti Mentari di Antang, Sulawesi Selatan, teater menyoroti nasib pemulung anak dalam mengakses pendidikan yang terkendala oleh panjangnya jam kerja. Teater juga menggambarkan perlunya perubahan sikap pada diri para guru terhadap kebutuhan unik anak-anak pekerja dalam proses pembelajaran, tak terkecuali kendala pola pikir di antara para orangtua terhadap nilai pendidikan.

Diikuti para peserta dari sejumlah kantor pemerintah dan institusi, lokakarya tersebut dibuka secara resmi oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo. Gubernur menyatakan, semua anak harus memiliki akses terhadap pendidikan dan untuk itu mereka harus dilindungi dari pekerjaan di usia dini. Syahrul juga memuji kontribusi ILO dan LPA dalam penghapusan pekerja anak. Langkah tersebut, menurutnya, bisa bersinergi mendukung upaya pemerintah dalam memperkuat upaya penghapusan pekerja anak. “Kami telah membuat peraturan daerah, termasuk berupaya meningkatkan kesadaran orangtua dan masyarakat pada umumnya,” katanya. Sebagai bentuk dukungannya, gubernur secara spontan menandatangani poster Hari Dunia. Seorang anak yang baik akan memberi kita masa depan yang lebih baik. Hentikan pekerja anak!”

Makassar, Sulawesi Selatan

Peringatan Hari Dunia yang diikuti ratusan siswa juga diselenggarakan di Ambon, Maluku, pada 18-20 Juli 2010. Perlombaan kreatif pun diselenggarakan, seperti lomba pidato, lomba debat publik dan lomba menulis. Acara puncak diselenggarakan pada 20 Juli 2010 yang ditandai dengan pembukaan Pusat Anak yang didukung ILO-EAST oleh Wakil Walikota Kota Ambon, Olivia Latuconsina.

Dipusatkan di SMP 2 Ambon, Pusat Anak tersebut dilengkapi dengan buku-buku serta peralatan olahraga dan seni. Pusat Anak dirancang untuk menjadi rumah anak yang dapat diakses dengan mudah. “Empat Pusat lain juga akan didirikan dalam waktu dekat. Dua Pusat Anak berlokasi di area gedung sekolah yang sama, dan dua lagi akan diintegrasikan dalam pusat-pusat belajar masyarakat,” kata Abdul Gani Fabanjo, Direktur Yayasan Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat (YPPM).

Dia menambahkan, empat Pusat Anak tersebut nantinya akan difokuskan untuk menjangkau sekitar 467 anak putus sekolah, anak-anak yang berisiko putus sekolah serta ratusan anak yang tinggal di sekitar Pusat Anak tersebut. “Kami berharap anak-anak ini akan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya pusat-pusat tersebut untuk belajar dan melakukan kegiatan kreatif,” katanya. Diharapkan, penyelenggaraan pusat-pusat anak tersebut akan diambil alih oleh sekolah-sekolah dan berbagai pusat belajar masyarakat saat Proyek ILO-EAST selesai.

Selain itu, pawai juga diselenggarakan di seputar Kota Ambon. Ratusan siswa membawa poster, stiker dan spanduk yang berisi dukungan untuk mengakhiri pekerja anak. Informasi yang berkaitan dengan peringatan Hari Dunia juga tersedia di situs resmi pemerintah Provinsi Maluku sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kesadaran yang lebih besar terkait dengan masalah pekerja anak, terutama bentuk-bentuk terburuknya, serta program-program penghapusannya di Maluku.

Dua lokakarya diselenggarakan di Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura, Papua, pada 24 Juni dan 30 Juni 2010. Lokakarya serupa juga diselenggarakan di Manokwari, Papua Barat, pada 29 Juni 2010. Lokakarya ini selain bertujuan untuk menelaah kemajuan dan tantangan pekerja anak di setiap provinsi juga untuk mengkaji sejumlah langkah yang masih perlu dilakukan dalam mencegah dan menghapuskan pekerja anak.

Lokakarya merekomendasikan perlunya pusat pelaporan untuk mendokumentasikan insiden pekerja anak dan membentuk komite aksi di tingkat provinsi untuk penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Lokakarya tersebut juga menyoroti pentingnya alokasi dana untuk program pekerja anak dalam anggaran provinsi.

Papua dan Papua Barat

Maluku

wa juga di

Page 10: Warta ILO Jakarta, November 2010  pdf

sekolah yang lebih tinggi pada anak-anak di rumah tangga ODHA, khususnya ketika sudah mencapai kelas yang lebih tinggi. Anak perempuan mengalami putus sekolah dua kali lipat dari anak laki-laki.

Sementara temuan positif dari penelitian ini adalah adanya dukungan, baik keuangan maupun dukungan lain dari pemerintah, LSM, kelompok-kelompok keagamaan dan lain sebagainya. Kesenjangan pendapatan-pengeluaran yang sangat besar secara signifi kan diimbangi dengan dukungan sosial pemerintah dan LSM, yang tanpanya, kekurangan sumber daya rumah tangga ODHA pasti akan lebih besar lagi. Program-program bantuan sosial tentunya perlu lebih diperkuat dan diperluas.

Penelitian ini juga mencatat, program pemberian obat antiretroviral (ARV) secara signifi kan mampu mengurangi beban infeksi oportunistik yang dialami oleh ODHA. Oleh karena itu, salah satu rekomendasi penelitian ini adalah memberikan jaminan sosial bagi ODHA sesuai dengan agenda utama ILO Jakarta dalam program HIV dan AIDS di tempat kerja

LO bekerja sama dengan UNDP Indonesia meluncurkan hasil penelitian baru mengenai “Dampak Sosial Ekonomi HIV pada Tingkat Individu dan Rumah Tangga

di Indonesia”, 27 September silam di Jakarta. Didukung Partnership Acceleration Fund (PAF) UNAIDS, penelitian mengkaji dampak sosial-ekonomi hidup dengan HIV pada individu dan rumah tangga, yang meliputi pendapatan, pekerjaan, konsumsi, penurunan aset, kesehatan, stigma, ketahanan pangan, pendidikan, gender, dan perlindungan sosial.

Penelitian ini yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik, bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, Jaringan Nasional Orang dengan HIV (JOTHI), UNDP, ILO, United Nations Volunteers (UNV), dan didukung oleh UNAIDS ini dilaksanakan di tujuh provinsi yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT dan Papua, dengan mencakup 2.038 rumah tangga orang yang hidup dengan HIV (ODHA).

Penelitian menunjukkan data terjadinya pengangguran yang lebih tinggi pada ODHA dan tingkat partisipasi angkatan kerja pada rumah tangga ODHA yang lebih rendah, dibandingkan dengan rumah tangga lain. Lebih dari 72,7 persen rumah tangga dengan ODHA adalah pekerja tidak dibayar (atau sukarelawan). Penelitian ini juga menemukan adanya diskriminasi terhadap ODHA di bidang kesehatan. Tercatat, beberapa rumah sakit melanggar kerahasiaan tentang status HIV mereka. Dukungan terbesar terhadap ODHA selama ini ditunjukkan oleh anggota keluarga.

Selain itu, disebutkan dalam penelitian ini, perempuan dan anak perempuan sangat terdampak oleh beban ekonomi tambahan karena memiliki keluarga ODHA. Perempuan dan orangtua di dalam rumah tangga ODHA, harus mencari pekerjaan tambahan untuk mendukung kelangsungan hidup keluarga. Rumah tangga ODHA menghabiskan 36 persen lebih rendah anggaran pendidikan dengan tingkat putus

Orang dengan HIV Masih Banyak Menganggur

ILO Mempromosikan

Pencegahan dan Pengobatan TB dan HIV Terpadu di Tempat Kerja”, di Jakarta, 29 Juni 2010. Lokakarya ini bertujuan mendukung kemajuan pemerintah Indonesia menuju Sasaran Pembangunan Milenium (MDG), khususnya yang berkaitan dengan jaminan sosial, pencegahan HIV, AIDS dan TB, serta akses terhadap pengobatan untuk para pekerja di tempat kerja.

Lokakarya juga memperkenalkan rekomendasi baru ILO tentang HIV dan AIDS di Dunia Kerja Nomor 200, yang diadopsi pada sesi ke-99 Konferensi Perburuhan Internasional (ILC), Juni 2010 silam. Rekomendasi selain bertujuan untuk memperkuat standar dan panduan tentang intervensi HIV dan

Pengobatan Terpadu TB-HIV di Tempat Kerjauberkulosis (TB) menjadi penyebab utama penyakit dan kematian pada orang yang hidup dengan HIV. Saat ini, Indonesia memiliki jumlah tertinggi ketiga kasus TB di

dunia setelah India dan Cina. Pada 2006, jumlah pasien TB di Indonesia mencapai 7,3 persen dari total jumlah pasien TB secara global. Di Indonesia, 528.000 kasus TB terdiagnosis setiap tahunnya, dengan 91.000 kasus kematian TB terdata setiap tahunnya.

Untuk mengatasi masalah ini, ILO bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyelenggarakan lokakarya nasional bertajuk “Jaminan Sosial dan Kesehatan Pekerja:

T

I

perlindungan sosial

20

AIDS di tempat kerja, juga mencatat pentingnya pengobatan dan perawatan infeksi oportunistik, infeksi menular seksual dan penyakit terkait HIV lainnya, terutama TB.

Lokakarya dihadiri oleh 63 peserta dari lembaga tripartit termasuk Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serikat pekerja/buruh, KPA dan LSM internasional maupun lokal. Dalam lokakarya tersebut, peserta bersepakat untuk menyimpulkan beberapa rekomendasi kunci yakni perluasan program pencegahan TB/HIV terpadu di dunia kerja, baik formal maupun informal; perluasan layanan akses universal bagi orang yang hidup dengan HIV, termasuk infeksi oportunistiknya—misalnya infeksi menular seksual (IMS) dan TB; dan pengkajian regulasi mengenai skema jaminan sosial untuk memastikan perlindungan pekerja yang hidup dengan HIV.

Pembangunan di Kepulauan Nias

emerintah Indonesia meluncurkan tiga proyek strategis di Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara sebagai bagian dari Kelanjutan Program Rekonstruksi

Pasca Tsunami. Peluncuran proyek yang akan dilaksanakan hingga 2012 ini secara teknis diselenggarakan Pemerintah Sumatera Utara, di Gunungsitoli, 30 Juli 2010 silam.

Ketiga proyek tersebut merepresentasikan kontribusi strategis Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF) dalam melaksanakan rencana rekonstruksi pasca tsunami. Dukungan ini juga sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pemerintah Indonesia, yang berupaya untuk mempercepat pembangunan di daerah miskin dan tertinggal melalui revitalisasi pertanian, penciptaan lapangan kerja dan mendukung desentralisasi.

“Pemerintah Sumatera Utara menyambut baik peluncuran proyek ini dan mengapresiasi koordinasi pemerintah di semua lapisan dengan PBB dan organisasi-organisasi internasional. Agar bisa keberlanjutan, proyek-proyek ini harus membangun kapasitas pemerintah daerah, mendukung keterlibatan masyarakat lokal dan mendukung pengoperasian serta pemeliharaan aset-aset yang telah dibangun,” kata RE Nainggolan, Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara.

Proyek pertama adalah Program Transisi Kepulauan Nias (Nias Island Transition Programme/NITP), yang dilaksanakan oleh UNDP bersama Kementerian Dalam Negeri. Proyek kedua disebut Proyek Akses dan Pengembangan Kapasitas-Kepulauan Nias (Nias Islands Rural Access and Capacity Building Project/Nias-RACBP) yang dilaksanakan secara bersama oleh ILO dan Kementerian Daerah Tertinggal. Sementara proyek ketiga adalah Program Pengembangan Mata Pencaharian dan Ekonomi Kepulauan Nias (Nias Livelihoods and Economic Development Programme/Nias-LEDP), yang secara bersama dilaksanakan oleh Bank Dunia dan Kementerian Daerah Tertinggal.

“Di Nias, ILO telah mendukung rehabilitasi dan perbaikan infrastruktur transportasi pedesaan selama lima tahun

terakhir. Akses jalan yang baik sangat diperlukan untuk pengembangan ekonomi lokal. Dalam menjalankan proyek ini, ILO berfokus pada penggunaan sumber daya lokal sebanyak mungkin, terutama melalui penciptaan lapangan kerja. Selain itu, kami juga memfokuskan diri pada penciptaan infrastruktur berkualitas untuk menjaga akses yang lebih baik bagi masyarakat ke tempat-tempat di mana mereka tinggal dan bekerja, termasuk di pasar-pasar”, kata Peter van Rooij, Direktur ILO di Indonesia.

Kepulauan Nias mengalami kerusakan besar akibat gempa bumi 8,8 skala Richter pada 28 Maret 2005. Total perkiraan kerugian akibat kerusakan bencana tersebut mencapai US$ 392 juta. MDF didirikan untuk mendukung program rehabilitasi dan rekonstruksi pemerintah Indonesia.

Proyek Nias-RACBP mendukung pemerintah daerah untuk meningkatkan jaringan transportasi pedesaan melalui program pelatihan kontraktor lokal dan masyarakat dalam merehabilitasi jalan dan jalur kendaraan sepanjang 100 km, 25 jembatan dan 47 situs warisan budaya di 20 kecamatan. Proyek ini dijalankan dengan menggunakan pendekatan berbasis sumber daya lokal untuk menciptakan lapangan kerja bagi penduduk lokal, membangun kapasitas pengawas konstruksi lapangan, kontraktor lokal dan staf teknis kantor pemerintah kabupaten dan kecamatan serta kelompok-kelompok masyarakat.

P

21

Jembatan gantung yang sudah direhabilitasi di Nias.

ketenagakerjaan

Meningkatkan Akses

Page 11: Warta ILO Jakarta, November 2010  pdf

iti Aminah, 44 tahun, seorang perempuan lajang yang tinggal di sebuah gudang sementara di dekat jalan di Desa Blang Mee, Aceh, sangat berterima kasih

atas intervensi langsung ILO dan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten yang dilakukan di desanya. Melalui Proyek Pekerjaan Jalan Berbasis Sumber Daya Lokal ILO, dia mendapat kesempatan untuk memperoleh penghasilan lebih dengan dipekerjakan sebagai salah satu pekerja tidak terampil berupah sebesar Rp 50.000. Sebelumnya, sebagai buruh tani harian musiman, ia hanya memperoleh Rp 30.000. “Saya bersyukur dengan peluang kerja ini. Sekalipun hanya sementara, kini saya mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Saya harap pemerintah akan melanjutkan proyek pembangunan ini

untuk membantu perempuan tidak terampil seperti saya,” kata dia.

Proyek Jalan ILO tersebut tidak hanya membawa pendapatan yang lebih baik untuk Siti, tetapi juga membuka isolasi, khususnya selama musim hujan. Sebelumnya dia harus menghabiskan lebih dari dua jam untuk pergi ke kota, kota Kuta Blang, namun kini kurang dari setengah jam. “Saya ingat ketika saya sakit, sangat sulit untuk pergi ke rumah sakit terdekat. Tidak ada akses jalan. Tapi, sekarang berbeda. Dengan akses jalan yang lebih baik, saya tidak perlu melakukan perjalanan jauh untuk pergi ke pasar dan dapat menghemat hampir 50 persen dari biaya perjalanan sebelumnya”.

Serupa dengan Siti, Amin Usman, 53 tahun, menikah dan ayah dari 14 anak, di Kabupaten Bireuen, Aceh, juga menikmati keuntungan dari Proyek Jalan ILO. Dia bekerja untuk program pembangunan jalan ILO selama satu tahun sebagai mandor. Keterampilannya di bidang konstruksi jauh meningkat setelah mendapatkan pelatihan dari para Pelatih Konstruksi ILO. “Sekarang saya mendapatkan lebih banyak tawaran pekerjaan karena pelatihan tersebut telah meningkatkan keterampilan saya di bidang konstruksi,” ujar dia, seraya menambahkan bahwa menjadi seorang mandor membuatnya mampu menyekolahkan anak-anaknya.

Usman menambahkan bahwa orang-orang di desanya pun menikmati manfaat dari proyek ini. Setelah hampir 10 tahun tanpa akses jalan yang memadai dan tahan cuaca ke daerah-daerah sekitar, kini mereka dengan mudah dapat melakukan perjalanan ke kota terdekat untuk membeli kebutuhan sehari-hari tanpa harus menghabiskan banyak uang untuk transportasi. Akses jalan yang lebih baik juga telah meningkatkan perekonomian dan bisnis lokal di desa Usman.

“Sebelumnya saya harus menghabiskan sekitar Rp 250.000 hingga Rp 300.000 untuk transportasi, dan sejak selesainya pengerjaan jalan, saya hanya menghabiskan Rp 100.000 hingga Rp 150.000. Pengurangan ini sangat bermanfaat bagi saya dan keluarga. Tidak hanya itu, harga tanah pertanian juga meningkat pesat,” katanya.

Tujuan keseluruhan Proyek adalah memberikan kontribusi pada pemulihan mata pencaharian masyarakat pedesaan bagi masyarakat yang terkena dampak bencana di Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias. Proyek ini berhasil merehabilitasi jalan sepanjang 155 km, memelihara 229 km, memberikan bantuan teknis dalam bentuk rehabilitasi jalan sepanjang 30 km yang didanai pemerintah kabupaten di Nias dan Aceh, serta merekonstruksi empat jembatan gantung.

Kegiatan peningkatan kapasitas mencakup pelatihan langsung kepada 178 staf Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten di Nias dan Aceh dan pelatihan 341 staf dari 134 kontraktor yang mendapatkan kontrak di bawah Proyek tersebut. Secara keseluruhan sekitar 34.200 hari pelatihan telah dilakukan. Dalam rehabilitasi dan pemeliharaan jalan, total 410.345 hari kerja dari peluang kerja jangka pendek diciptakan untuk penduduk lokal dengan 28 persen hari kerja bagi perempuan.

Tingkatkan Perekonomian Lokalmelalui Akses Jalan yang Lebih Baik di Aceh

Proyek UNDP/ILO “Menciptakan Pekerjaan: Pembangunan Kapasitas untuk Pekerjaan Jalan Berbasis Sumber Daya Lokal di Kabupaten Terpilih di Aceh dan Nias” dibentuk sebagai respons terhadap tsunami Desember 2004 dan gempa bumi Maret 2005 – yang terakhir khususnya melanda Kepulauan Nias. Didanai Multi-donor Fund for Aceh and North-Sumatra (MDFANS), proyek tersebut dimulai pada Maret 2006 dan akan berakhir pada Juni 2011.

S

22

ketenagakerjaan

Laporan Utama................................. 1

Sepatah Kata............................... 3

Hak dalam Bekerja............................ 5

Ketenagakerjaan............................... 10

Hubungan Industrial......................... 9

Pekerja Anak................................ 16

Dialog Sosial...................................... 14

Perlindungan Sosial..................... 20

Cuplikan........................................ 4

1

daftar isi...

Balai Latihan Kerja Industri di Banda AcehILO Mendukung

Melalui program ini kami memfokuskan diri pada proses sertifi kasi sebagai bagian dari program

pengenalan pelatihan berbasis kompetensi. Diharapkan program ini bisa berlaku secara nasional dan sejalan dengan kebutuhan industri.

Wanda Moennig,Ahli Pelatihan Kerja dari Proyek ILO-EAST

Atas keberhasilan ini, Direktur BLKI Banda Aceh pun diundang menghadiri konferensi nasional tentang pengembangan keterampilan di Semarang, Jawa Tengah. Dalam acara yang diselenggarakan Kamar Dagang dan Industri Indonesia dan Jerman (Program Kerjasama Kadin Jerman) Direktur BLKI Banda Aceh diminta untuk mempresentasikan pendekatan berbasis kompetensi di Banda Aceh.

23

ketenagakerjaan

LO, melalui proyek Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan Kerja bagi Kaum Muda (EAST), mendukung peningkatan dan revitalisasi Balai Latihan Kerja Industri

(BLKI) Banda Aceh. Dukungan itu, di antaranya, diberikan kepada Tempat Uji Kompetensi (TUK) BLKI untuk sertifi kasi menjahit, menyulam serta keterampilan perbaikan sistem pendingin ruangan pada 24 Juni 2010 silam. Ada sejumlah langkah konkret yang telah dilakukan dalam mengembangkan program tersebut, di antaranya:

• Peningkatan keterampilan teknis dan metodologis bagi para instruktur dengan industri-industri terkait sehingga memungkinkan mereka untuk melaksanakan pelatihan dan uji coba berorientasi pasar.

• Pengadaan peralatan yang dibutuhkan di daerah percontohan.

• Pemberian lisensi kepada para instruktur dan peningkatan kapasitas manajemen mutu oleh Badan Nasional Sertifi kasi Profesi (BNSP).

• Verifi kasi pra dan akhir oleh Lembaga Sertifi kasi Profesi (LSP).

TUK Banda Aceh juga telah menyelenggarakan penilaian berbasis kompetensi pertama untuk kedua daerah percontohan di bawah pengawasan seorang instruktur senior dari Lembaga Sertifi kasi Profesi Garmen, LSP-LMI untuk sistem pendingin. Lebih dari 80 persen siswa dinyatakan lulus uji penilaian dan mendapatkan sertifi kasi berbasis kompetensi pertama di Aceh.

Sebuah lokakarya informasi juga diselenggarakan bagi perwakilan pelaku bisnis dan asosiasi profesi di Aceh untuk membahas program-program berbasis kompetensi dan sertifi kat berbasis kompetensi. Dalam forum ini, para peserta mengutarakan minatnya dan berharap ada langkah lanjutan untuk pelatihan di tempat kerja dan penempatan peserta pelatihan bersertifi kat.

I

Sertifi kasi berperan penting untuk mengubah metode pelatihan dan mengimplementasikan sistem jaminan mutu. Sertifi kasi juga memungkinkan untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan dunia industri. “Tantangan ke depan adalah mewujudkan sertifi kasi ISO 9001:2008 dan meningkatkan kapasitas untuk menjalankan program-program yang bersifat komersial secara mandiri. Prosesnya sedang berjalan dan hasilnya diharapkan terlihat pada akhir tahun,” kata Wanda.

Page 12: Warta ILO Jakarta, November 2010  pdf

idukung Dana untuk Aksi Infl uenza (Central Fund for Infl uenza Action/CFIA), ILO telah mengembangkan proyek baru mengenai Rencana Keberlangsungan Usaha saat Pandemik (Business Continuity Planning

in time of Pandemic/BCP Project). Proyek ini merupakan kelanjutan dari proyek ILO sebelumnya mengenai Avian Flu dan Tempat Kerja. Berbeda dengan proyek sebelumnya, Proyek baru ini terfokus pada upaya mempromosikan rencana keberlangsungan usaha dengan pendekatan manajemen risiko.

Strategi-strategi utama proyek ini akan dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama akan terfokus pada memberikan

D paket pelatihan rencana keberlangsungan usaha terhadap perusahaan yang berminat. Tahap kedua adalah mendampingi perusahaan-perusahaan yang sudah mengikuti pelatihan untuk memberikan paket pelatihan serupa bagi rantai pemasok dan distribusi mereka.

“Melalui pendekatan ini, ILO berharap upaya mempromosikan rencana keberlangsungan usaha dapat tersebarluas, termasuk kepada usaha kecil menengah (UKM). Pendekatan ini pun akan membantu pengusaha dan pekerja dalam menanggapi dan mempersiapkan diri tidak hanya terhadap dampak pandemi infl uenza tapi juga kegiatan atau ancaman tidak terduga lainnya yang dapat merugikan keberlanjutan usaha.

onstituen ILO mulai mengembangkan Pakta Lapangan Kerja Indonesia (IJP) untuk

mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional dan menciptakan pekerjaan yang layak untuk memulihkan dampak krisis, sebagaimana telah disepakati dalam pertemuan tripartit pada Februari 2010 di Jakarta.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan Februari itu, tujuh ahli ILO berkunjung ke Jakarta pada 16-18 Agustus 2010. Mereka memaparkan temuan-temuan utama analisis dampak krisis terhadap pasar kerja Indonesia, termasuk rekomendasi kebijakannya. Pemimpin misi, William Salter, Direktur Tim Kerja Layak di Bangkok, mencatat komitmen yang kuat dari para konstituen dan menekankan pentingnya aksi tripartit di tingkat nasional maupun lokal.

Sedangkan Gyorgy Sziraczki, ekonom senior ILO, menyoroti krisis yang sedang berlangsung di pasar kerja sejak krisis keuangan Asia. “Meskipun Indonesia mampu bertahan melewati krisis keuangan global, namun pertumbuhan lapangan kerja sejak krisis fi nansial Asia [tahun 1998] kian melemah. Indonesia membutuhkan kebijakan-kebijakan yang memandang masa depan untuk memastikan pemulihan yang menciptakan lapangan kerja,” katanya.

Karena itu, Komite Pengarah untuk IJP sedang berupaya menyelesaikan rancangan Pakta tersebut. Dr Bambang Widianto, Deputi Bidang Kesejahteraan Sosial Kantor Wakil Presiden, menyatakan pemerintah sangat mendukung lahirnya sebuah Pakta Lapangan Kerja Nasional. Ia berharap perjanjian

ini akan semakin meningkatkan dialog antara pekerja dan pengusaha. Pekerja dan Pengusaha membahas rancangan pertama IJP dan menyepakati isi Pakta tersebut.

Sementara untuk mengatasi dampak sosial dan pekerjaan dari krisis keuangan dan ekonomi, perwakilan pemerintah, pekerja dan pengusaha telah mengadopsi Pakta Lapangan Kerja Global dengan suara bulat di Konferensi Perburuhan Internasional di Jenewa, 2009 silam. Setelah pengadopsian Pakta Global itu, pemerintah Indonesia meminta ILO untuk membantu mengembangkannya agar bisa diterapkan secara nasional, sebagai langkah nyata untuk menanggulangi krisis dan meretas jalan menuju pemulihan dan penciptaan lapangan kerja.

Menuju Pakta Lapangan Kerja Nasional

cuplikan

24

K

ILO Fokus pada PendekatanManajemen Risiko untuk Pertahankan Usaha

Sekilas Berita

25

untuk Antisipasi Dampak Liberalisasi Perdagangan Pelatihan ETEibukanya perusahaan-perusahaan baru, meningkatnya investasi di bidang produksi, dan lowongan pekerjaan di beberapa bidang ekonomi merupakan

beberapa dampak dari liberalisasi perdagangan. Di sisi lain, restrukturisasi aktivitas ekonomi seperti itu diperkirakan juga akan mempercepat penutupan perusahaan dan hilangnya

mampu melindungi orang-orang yang akan terdampak oleh liberalisasi perdagangan.

Karenanya, kebijakan perdagangan dan ketenagakerjaan harus berjalan selaras agar manfaat maksimal dari perjanjian perdagangan bebas bisa dicapai, selain itu pekerjaan layak bagi semua pun bisa didapatkan. Untuk tujuan ini, ILO bersama Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyelenggarakan Lokakarya Berbagi Pengetahuan, 12-16 Juli lalu di Jakarta, sebagai bagian dari proyek “Mengkaji dan Menanggulangi Dampak Perdagangan terhadap Ketenagakerjaan (ETE)” yang didanai oleh Komisi Eropa.

Lokakarya yang dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman pejabat pemerintah, serikat buruh dan pengusaha terhadap isu-isu yang terkait dengan perdagangan dan pekerjaan, ini dibuka oleh Peter van Rooij, penanggung jawab ILO di Jakarta. Perwakilan serikat pekerja, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Komisi Eropa, dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, juga ikut memberikan sambutan dan harapan atas diselenggarakannya lokakarya ini.

Lokakarya yang diikuit 37 peserta ini juga diikuti oleh perwakilan sejumlah kementerian seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Badan Pusat Statistik (BPS). Para peserta pun menegaskan keinginannya untuk bisa melanjutkan kajian tersebut dengan membentuk sebuah kelompok diskusi tripartit dengan dukungan dari ILO.

D

lapangan kerja di segmen ekonomi lainnya. Dengan demikian, liberalisasi perdagangan dapat dipandang sebagai terciptanya penciptaan lapangan kerja namun di sisi lain juga bisa menghilangkan lapangan kerja lainnya. Untuk memastikan meratanya redistribusi manfaat dari perdagangan tentu dibutuhkan kebijakan ketenagakerjaan dan sosial yang

cuplikan

engadilan Hubungan Industrial (PHI), beserta mekanisme penyelesaian

sengketa perburuhan lainnya mulai dijalankan awal 2006, menggantikan sistem Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan baik di tingkat kabupaten maupun pusat (P4D/P). Salah satu perubahan besar pada sistem penyelesaian perselisihan industrial ini adalah yurisdiksi atas perselisihan hubungan industrial telah bergeser dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi ke Mahkamah Agung (MA).

Untuk memperkuat program pendidikan reguler hakim, MA pun meminta dukungan teknis dari ILO untuk mengembangkan program pelatihan bagi para hakim di PHI. Melalui kerja sama ini dua program pendidikan pusat akan dikembangkan dan diintegrasikan. Yang pertama adalah penyusunan kurikulum pelatihan berbasis kompetensi untuk semua hakim ad-hoc dan karier yang bertugas di PHI; dan kedua adalah membuat modul pelatihan lanjutan bagi hakim PHI.

ILO Perkuat Hakim Pengadilan Hubungan Industrial

P Kurikulum ini akan mencakup modul-modul khusus yang mampu digunakan untuk menganalisis dan merefl eksikan penerapan standar ketenagakerjaan internasional, termasuk perbandingan hukum ketenagakerjaan ketika menyelesaikan perselisihan. “ILO sedang melakukan penilaian untuk menentukan pendidikan yang dibutuhkan para hakim di PHI sehingga mereka bisa menganalisis tantangan-tantangan yang secara terus-menerus dihadapi oleh para pemangku

kepentingan dan peradilan dalam menyesuaikan diri dengan sistem baru ini,” jelas Staf Program/Peneliti ILO, Miranda Fajerman.

Serangkaian konsultasi dan diskusi dengan para hakim, serikat pekerja/buruh, pengusaha dan penyedia layanan hukum juga diselenggarakan di berbagai provinsi seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Kepulauan Riau. Sebuah pelatihan rintisan dua hari dengan para hakim PHI juga dilakukan pada 24-25 November 2010.

Page 13: Warta ILO Jakarta, November 2010  pdf

26

ketenagakerjaan

untuk Analisis KebijakanPelatihan Matriks Akuntansi Sosial

ementerian Koordinator Bidang Perekonomian bekerja sama dengan Program Investasi Intensif Lapangan Kerja ILO melakukan pelatihan selama

enam minggu melalui proyek SAMASAMA. Program pelatihan ini meliputi lokakarya setengah hari, empat minggu studi mandiri dipadu dengan turorial mingguan, dan satu minggu pelatihan intensif. Tambahan satu minggu pelatihan intensif diberikan untuk melatih para pelatih yang akan terlibat mengembangkan proyek tersebut.

Program ini melatih 20 peserta dari tujuh lembaga: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik dan Universitas Indonesia.

Para peserta diajarkan mengenai unsur-unsur sebuah matriks akuntansi sosial dan cara menyusun simulasi untuk menganalisis kebijakan. Dengan mengikuti pelatihan ini, menurut para peserta, mereka mampu meningkatkan pengetahuan mengenai matriks akuntansi sosial termasuk melakukan simulasi secara efektif. Mereka pun akan menggunakan keterampilannya untuk menganalisis kebijakan dan akan menyebarkan pengetahuan itu kepada rekan kerja.

“Metode ini sangat membantu saya dalam memahami berbagai sektor ekonomi yang berbeda namun saling berinteraksi satu sama lain termasuk bagaimana investasi berdampak pada lapangan kerja,” kata salah satu peserta dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Seorang peserta lain dari Kementerian Pekerjaan Umum juga merasa

K

2626

Edit

oria

l Pimpinan Redaksi: Peter van Rooij

Editor Eksekutif: Gita Lingga

Koordinator Editorial: Gita Lingga

Sirkulasi: Budi Setiawati

Kontributor: Abdul Hakim, Arum Ratnawati, Bas Athmer, Diah Widarti, Dyah Larasati, Early D. Nuriana, Emma Allen, Felicia Moursalien, Gita Lingga, Kazutoshi Chatani, Lotte Kejser, Lusiani Julia, M. Bey Sonata, Miranda Fajerman, Muce Muchtar, Muhamad Nour, Patrick Daru, Regional EAST Team, Regional IPEC Team, Risya A. Kori, Riska Efriyanti, Tauvik Muhamad, Tendy Gunawan, Teuku Rahmatsyah, Vanda Day, Wanda Moennig

Desain & Produksi: Balegraph

Warta ILO Jakarta Gedung Menara ThamrinJl. M. H. Thamrin Kav 3, Jakarta 10250, IndonesiaTelp. (62-21) 391-3112, Faks (62-21) 310-0766Email: [email protected], Website: www.ilo.org/jakarta

Warta ILO Jakarta merupakan terbitan ILO dalam dua bahasa yang bertujuan memberitakan kegiatan-kegiatan pokok ILO Jakarta di Indonesia. Warta ini akan dipublikasikan tiga kali dalam setahun serta dapat diakses secara online. Opini-opini yang tercantum di dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan dari ILO.

puas dengan pelatihan tersebut. “Saya akan mengembangkan materi ini di kantor saya, terutama untuk mengembangkan sektor konstruksi,” ujarnya.

Sebagai mitra utama ILO, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menilai baik capaian pelatihan tersebut. “Saya merasa senang dengan hasil lokakarya pelatihan ini. Model ini bisa diadopsi oleh para mitra proyek untuk menganalisis kebijakan dan mengembangan kebijakan di masa depan”, kata Wahyu Utomo, Asisten Deputi Perumahan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Ada sejumlah isu utama yang akan dikembangkan para peserta melalui matriks akuntansi sosial di masa depan, di antaranya lapangan kerja, perubahan iklim, sektor keuangan, penurunan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, infrastruktur, investasi, perdagangan, transportasi, energi dan pengembangan kawasan.

Proyek juga berencana untuk menyelenggarakan lokakarya lain sebelum akhir tahun ini untuk berbagi model ekonomi dengan para peneliti, pembuat kebijakan, pemangku kepentingan pembangunan, dan konstituen ILO. Lokakarya

tersebut akan membahas bagaimana matriks akuntansi sosial dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis kebijakan berbasis bukti pada isu-isu tadi. Simulasi yang menganalisa Paket Stimulus Fiskal Indonesia tahun 2009 juga akan dipresentasikan.

Proyek SAMASAMA diimplementasikan dalam kemitraan dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan diagnostik dan analitis para pembuat kebijakan di Indonesia melalui pengembangan alat dan pemberian pelatihan teknis untuk analisis dampak serta efektivitas investasi (publik).

Alat utama yang dikembangkan adalah “Matriks Akuntansi Sosial Dinamis” (DySAM), yang mampu memetakan semua arus kegiatan sosial-ekonomi dalam perekonomian Indonesia. DySAM mencakup informasi dari waktu ke waktu dan informasi mengenai lapangan kerja, sehingga memungkinkan para pembuat kebijakan untuk memahami bagaimana perekonomian berkembang, bagaimana penciptaan lapangan kerja terjadi, termasuk kelompok-kelompok sasaran yang berkaitan dengan investasi.

ketenagakerjaan

Terus Berkembang setelah 30 TahunSekolah Tinggi Pariwisata Bali

ebih dari 30 tahun yang lalu ILO, didukung oleh UNDP, membantu Pemerintah

Indonesia mendirikan Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) di Nusa Dua, Bali, Indonesia. Didirikan pada 1978, STP Nusa Dua Bali telah memperluas reputasinya sebagai sumber daya manusia berkualitas untuk sektor pariwisata di negeri ini. Lembaga ini juga merupakan sekolah tinggi pariwisata terbesar di bawah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, yang dilengkapi dengan fasilitas belajar modern.

Diawali hanya dengan 12 staf instruktur, STP Nusa Bali kini memiliki lebih dari 120 staf pengajar dan lebih dari 130 staf akademik. Sebagai pusat keunggulan, lembaga ini berafi liasi dengan sejumlah lembaga nasional dan internasional serta diakui oleh badan akreditasi nasional dan internasional, seperti TedQual-UN-WTO.

Direktur STP Nusa Dua Bali, Dr. I Nyoman Madiun, M. Sc, mengatakan bahwa STP Nusa Dua Bali telah memperluas program-programnya, yang menawarkan program sarjana dan juga diploma, serta menerapkan kurikulum berbasis kompetensi yang cocok dengan kebutuhan industri pariwisata. Saat ini, STP dapat menampung lebih dari 1.500 mahasiswa.

Dr. I Nyoman dengan hangat menyambut delegasi ILO Jakarta saat mengunjungi lembaga tersebut pada 16 Oktober 2010. Peter van Rooij, Direktur ILO Jakarta, terkesan dengan kemajuan yang dicapai STP. “ILO bisa belajar dari pengalaman STP tentang apa yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan dan memperbaiki sektor pariwisata di Indonesia,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa apa yang telah dicapai dan dilakukan oleh STP harus disebarluaskan, khususnya di daerah-daerah pariwisata lainnya maupun secara internasional.

Industri pariwisata telah menjadi salah satu aset utama bagi perkembangan ekonomi Bali di mana pertanian, peternakan, perikanan dan kerajinan tangan merupakan sumber penghasilan utama masyarakat. Pada awal 1970-an,

Pemerintah Indonesia telah aktif mendukung pengembangan pariwisata di Bali dan mengesahkan rekomendasi utama untuk mengembangkan Rencana Induk Pariwisata untuk Bali.

Kegiatan proyek tersebut dimulai pada Januari 1975, didukung oleh UNDP dan dilaksanakan oleh ILO, yang bertujuan untuk meningkatkan program-program pelatihan STP dan kemampuan untuk memasukkan mata kuliah penyelia dan manajerial; meningkatkan dan melatih instruktur; menetapkan kurikulum dan mengembangkan silabus untuk program tingkat dasar dan menengah; mengembangkan program diploma tiga tahun di bidang manajemen dan administrasi perhotelan; mengembangkan program pelatihan perencanaan pariwisata dan pemasaran pariwisata bagi personil manajerial dan penyelia; dan melatih pegawai negeri sipil di sektor pariwisata.

Pembangunan STP dimulai pada Oktober 1976 dan selesai pada 1978. STP dirancang sesuai dengan spesifi kasi ILO, dilengkapi dengan, antara lain, ruang kelas umum, ruang kelas khusus untuk makanan dan minuman, laboratorium, ruang cuci, dapur, ruang praktik restoran dan pemeliharaan untuk mahasiswa. STP pun dapat menampung sekitar 450 mahasiswa pada saat itu.

Untuk menjamin kualitas instruktur, proyek mengirimkan mereka ke Akademi Pariwisata NHI Bandung (yang sebelumnya dikenal sebagai Akademi Hotel Nasional) untuk kuliah tingkat menengah selama satu tahun. Mereka juga diikutsertakan dalam sebuah kursus yang diselenggarakan oleh Pusat Pelatihan Teknik dan Kerja (International Centre for Advanced Technical and Vocational Training) ILO di Turin, Italia. Penekanan diletakkan pada penataan program pelatihan dengan menggunakan perkembangan terbaru dalam teknik metodologi pelatihan ILO.

L

27

Lembaga kami juga dilengkapi dengan pusat penelitian dan program pelayanan dan pengembangan

karier serta program magang. Kami memberikan dukungan kepada para mahasiswa kami dalam mencari peluang karier ketika lulus dari sini.Dr. I Nyoman Madiun, M. Sc,Direktur STP Nusa Dua Bali

Page 14: Warta ILO Jakarta, November 2010  pdf

28

Mempromosikan Pariwisata Berbasis

ada Juli 2010, ILO melakukan penilaian pengembangan pariwisata di Jayawijaya, kabupaten terbesar di Dataran Tinggi Papua sebelum dipecah

menjadi lima kabupaten pada 2008, untuk menggali potensi kegiatan pembangunan kapasitas dan pengembangan LED di kawasan tersebut. Untuk itu, sebuah lokakarya LED dua hari digelar untuk meningkatkan kesadaran para

pemangku kepentingan mengenai potensi ekonomi Papua dan memfasilitasi pembentukan forum LED, termasuk pengembangan visi, tujuan dan rencana aksi LED.

“Lokakarya ini menemukan bahwa pariwisata dan pertanian merupakan dua sektor yang bisa menggerakkan ekonomi lokal. Di sektor pariwisata, misalnya, Jayawijaya memiliki festival tahunan yang disebut Festival Budaya Baliem yang dapat digunakan untuk menarik lebih banyak wisatawan dan sebagai tujuan wisata. Di sektor pertanian, potensinya meliputi produk-produk organik seperti madu, buah merah, kopi, sayuran segar dan buah-buahan lokal,” kata Tauvik Muhamad, Staf ILO.

Lokakarya ini berhasil memfasilitasi pembentukan forum LED, yang dikelola Justinus Daby, Ketua Asosiasi Pemandu Wisata. Forum ini telah sepakat untuk melakukan pertemuan rutin guna mengoordinasikan aksi dan pelatihan yang difasilitasi oleh ILO mengenai manajemen pariwisata, inkubasi bisnis dan pengembangan peta budaya Dataran Tinggi Papua. “Dibantu oleh ILO, Kabupaten Jayawijaya saat ini sedang dalam proses mengembangkan situs sebagai pusat informasi wisata,” tambah Tauvik.

P

Smart Workers adalah bincang-bincang radio interaktif, kerja sama ILO dengan radio SmartFM yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran mengenai hak-hak mendasar di tempat kerja. Bagi Anda yang tertarik mempelajari lebih lanjut tentang isu ketenagakerjaan, simak terus 95,9 FM!

Kontak: (021) 398 33 888SMS: 0812 1112 959

Indigenous community in Papua.

ketenagakerjaan

Masyarakat di Jayawijaya

Masyarakat, kota dan pemerintah di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, semakin banyak yang menggunakan strategi pengembangan ekonomi lokal (Local Economic Development/LED) untuk menghadapi berbagai tantangan globalisasi dan dorongan untuk melakukan desentralisasi. Melalui Program Bersama PBB, yang didanai UNDP, ILO melalui Proyek Pengembangan Keterampilan Kewirausahaan menggelar pelatihan pengembangan keterampilan kewirausahaan masyarakat.

Dobrak Hambatan Tradisi Pengusaha Perempuan Pribumi

eperti banyak perempuan lain yang hidup di dalam sebuah masyarakat patriarki, perempuan dari masyarakat adat di Papua tidak memiliki banyak

peluang untuk menjadi bagian dari proses pembangunan. Namun, dibandingkan dengan kaum perempuan lainnya, kehidupan perempuan asli Papua jauh lebih keras dan menantang. Perempuan asli Papua paling terkena imbas dari kondisi-kondisi ini dan menghadapi banyak tantangan dalam mencari mata pencaharian dan penghasilan.

Untuk mengurangi kemiskinan di Papua, ILO bekerjasama dengan UNDP melalui Program Pengembangan Sentra Masyarakat (Community Centre Development Programme/CcDP) mengembangkan program Pengembangan Keterampilan Kewirausahaan (Entrepreneurship Skills Development/ESD) dengan perhatian khusus pada perempuan di tiga kabupaten Jayawijaya, Lani Jaya dan Yahukimo di Pegunungan Papua, salah satu daerah termiskin di Papua. Proyek ini bertujuan untuk memfasilitasi berbagai kegiatan pengembangan keterampilan kewirausahaan masyarakat, khususnya perempuan asli Papua.

Dimulai pada Januari 2009, proyek ini baru saja berakhir pada September 2010 dengan 625 wirausahawan terlatih di bidang keterampilan kewirausahaan dasar dengan menggunakan prinsip-prinsip paket pelatihan ILO—Gender dan Kewirausahaan (Gender and Entrepreneurship Together/GET Ahead). Modul GET Ahead tidak hanya difokuskan pada administrasi, keuangan dan pemasaran, tapi juga peluang bagi perempuan untuk menyampaikan pendapat sehingga memberikan mereka ruang untuk bersuara.

Kemajuan terlihat jelas. Di Jayawijaya, misalnya, semakin banyak perempuan terlibat dalam kegiatan usaha berupah. Mereka berhasil mendobrak kungkungan hambatan tradisi. Perubahan-perubahan ini, seperti dijelaskan Wempi Wetipo, Bupati Jayawijaya, berawal sejak masyarakat menyadari bahwa mereka harus mengubah pola pikir untuk menggapai kehidupan yang lebih baik.

Dan, bagi Serlina Wenda, pengusaha penggilingan kopi, hidup dan usahanya jauh berubah. Materi pelatihan diakui memperkaya dan menyegarkan pikirannya. Pelatihan tersebut juga sesuai dengan kebutuhannya untuk memperkuat administrasi dan mendapatkan akses ke lembaga keuangan.

Yulia Waliho, pengusaha lebah madu di Lani Jaya, kini menjadi orang berbeda. Dia jauh lebih percaya diri pada kemampuannya untuk mengelola usaha ketika dia mendapatkan keterampilan manajemen dan keuangan yang diperlukan untuk memajukan bisnisnya. Ini ia mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Dia bahkan bisa menabung bukan hanya untuk pendidikan anak-anaknya,

tapi juga pendidikan sendiri. “Saya kembali ke kampus, melanjutkan studi saya mengenai keuangan. Saya baru saja lulus,” ceritanya dengan mata berseri-seri.

Proyek juga telah membuat pencapaian-pencapaian penting dalam mengatasi tantangan dan ketidaksetaraan gender yang terjadi di Pegunungan Tengah. Jumlah penerima manfaat pun melebihi rencana semula, 250 pelaku wirausaha. Pelatihan ini berhasil memenuhi target khusus gender karena 70 persen peserta (437 orang) adalah perempuan dan 137 orang berhasil dilatih menjadi pelatih.

“Agar bisa dilaksanakan secara berkelanjutan, proyek ini memberikan pelatihan kewirausahaan praktis dengan penekanan pada pemasaran dan pendampingan, baik bagi

pelaku wirausaha baru maupun lembaga swadaya masyarakat terkait seperti Yasumat dan Ekonomus yang berperan sebagai pemberi layanan pengembangan usaha,” jelas Tauvik, seraya menambahkan bahwa evaluator independen menemukan bahwa proyek ini relevan dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat serta sesuai dengan prioritas kerja pemerintah.

S

Program ini tidak hanya memberikan saya pengetahuan, tapi juga kesempatan untuk mengembangkan

usaha dengan memfasilitasi perolehan pinjaman dan akses ke jasa keuangan.Serlina Wenda,pengusaha kopi giling

29

ketenagakerjaan

Page 15: Warta ILO Jakarta, November 2010  pdf

Pertemuan Global Kedua Serikat Pekerja ILO di Jenewa

erikat Pekerja ILO menggelar Pertemuan Global Kedua di Jenewa dari 18 – 22 Oktober 2010, yang dihadiri para perwakilan dari kantor-kantor ILO di wilayah Arab,

Eropa, Afrika, Amerika dan Asia Pasifi k. Pertemuan global ini membahas beragam permasalahan, seperti perundingan bersama dan kebebasan berserikat, rekrutmen dan seleksi, penyelesaian konfl ik, serta keselamatan dan keamanan.

Selama pertemuan, pelatihan-pelatihan pun diberikan bagi para perwakilan serikat untuk mendorong resolusi yang disepakati dan memperkuat kapasitas para anggota. “Pertemuan juga mengadopsi resolusi yang menyerukan perlindungan terhadap dialog social, khususnya terhadap kebebasan berserikat, perundingan bersama dan kebebasan berekspresi, di dalam ILO,” ujar Tauvik Muhamad, Perwakilan Serikat Pekerja ILO.

S

pojok karyawan

Publikasi

Naskah Rekomendasitentang HIV dan AIDS dan Dunia Kerja, 2010 (No. 200)

ISBN: 978-92-2-823819-8 (print); 978-92-2-823820-4 (web pdf )

Peta Jalan untuk Mencapai Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA) pada tahun 2016

Biaya dan manfaat komparatifpendekatan berbasis sumber daya lokal terhadap pembangunan jalan pedesaan. Ikhtisar temuan dari Aceh

ISBN: 978-92-2-022904-0 (print); 978-92-2-122905-6 (web pdf)

Prinsip-prinsip KetenagakerjaanGlobal Compact – Perserikatan Bangsa Bangsa, Panduan untuk Dunia Usaha(bahasa only)

ISBN 978-92-2- 821823-7 (print); 978-92-2- 821824-4 (web pdf)

Hak-hak Masyarakat Adat yang Berlaku; Pedoman untuk Konvensi ILO 169

ISBN 978-92-2-822378-1 (print);979-92-2-822379-8 (web pdf)

Manajemen Jalan PedesaanDi Indonesia MenggunakanModel PartisipatifPetunjuk TeknisUntuk Pengawas

ISBN: 978-92-2-123528-6 (print);978-92-2-123529-3 (web pdf)

Implikasi Krisis Ekonomi Globalterhadap Lapangan Kerja bidang Pariwisata:STUDI KASUS BAGI INDONESIA

ISBN: 978-92-2-123215-5 (print); 978-92-2-123216-2 (web pdf)

Kondisi Tenaga Kerja di Sektor Kehutanan

ISBN: 978-92-2-123390-9 (print);978-92-2-123391-6 (web pdf)

ndonesia harus lebih meningkatkan infrastruktur, tata kelola, dan pendidikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, inklusif,

dan berkelanjutan. Pernyataan tersebut ditekankan Bank Pembangunan Asia (ADB), ILO, dan Islamic Development Bank (IDB), dalam sebuah laporan bersama pada 11

Agustus 2010 lalu.

Ketiga lembaga ini melakukan sebuah penelitian berjudul Indonesia: Critical Development Constraints, menggunakan pendekatan diagnostik untuk mengkaji berbagai kendala yang dihadapi Indonesia dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, inklusif secara sosial, dan berkelanjutan secara lingkungan, dalam jangka menengah. Selain memberikan saran-saran kebijakan untuk mengatasinya, laporan tersebut juga menekankan bahwa akses terhadap peluang kerja yang layak menjadi kunci untuk memastikan dan meningkatkan pertumbuhan yang ingin dicapai.

“Laporan ini bisa menjadi masukan bagi para pembuat kebijakan untuk mencapai visi Indonesia yang lebih maju, adil dan makmur, dalam jangka menengah,” komentar Lukita Dinarsyah Tuwo, Wakil Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Sejak krisis keuangan Asia tahun 1997, pemerintah Indonesia memang telah melakukan reformasi untuk mengatasi berbagai kelemahan struktural dalam perekonomian agar bisa lebih berdaya saing. Dari tahun 2001 hingga 2008, produk domestik bruto (PDB) tumbuh rata-rata 5,2 persen per tahun, dan pada tahun 2009, di puncak krisis ekonomi global, PDB justru meningkat sebesar 4,5 persen--yang tertinggi di Asia Tenggara.

Laporan Bersama ADB-IDB-ILO:

Infrastruktur, Tata Kelola dan Pendidikan, Kunci Pertumbuhan di Indonesia

IdaditILOda

30