Joint Working Group Meeting 1 Juni 2009 Volume 2 “Upaya Membangun Jalinan Kerjasama Pusat – Daerah” Untuk pertama kalinya kelompok-kelompok kerja yang terlibat dalam pengembangan progam karbon hutan Berau bertemu dalam satu forum diskusi bersama yang digagas oleh The Nature Conservancy bekerjasama dengan Dirjen PHKA Departemen Kehu- tanan RI. Pertemuan ini dilaksanakan pada tanggal 23 – 24 Juli 2009 di Hotel Tiga Mustika Balikpapan. Pada awalnya ada sedikit keraguan akan kehadiran peserta dalam pertemuan ini karena pelaksanaan yang dekat dengan pesta demokrasi di Indonesia yaitu Pilpres 2009. Namun ternyata hal ini ternyata tidak jadi penghalang bagi semua stakeholder terkait untuk dapat hadir dan berperan dalam program ini. Pertemuan ini dihadiri oleh berbagai pihak yang terlibat secara langsung dalam pro- gram karbon hutan Berau mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabu- paten. Dari Pemerintah pusat terdapat perwakilan dari Departe- men Kehutanan, Kementrian Lingkungan Hidup, Bappenas, De- partemen Keuangan, sedangkan dari Pemprov Kaltim, hadir per- wakilan dari Universitas Mulawarman, Dinas Kehutanan Pro- pinsi, IHSA, GTZ dan APHI. Perwakilan dari Pemkab Berau hadir pula Dinas Kehutanan Kabupaten, BKSDA, BLH, Dinas Pertam- bangan, Bappeda, Yayasan Bestari, PT Inhutani I yang didamp- ingi pula oleh Sekertariat Pokja REDD Berau. Joint Working Group (JWG) merupakan forum kerjasama dan koordinasi para pihak kunci dari kabupaten, propinsi dan na- sional yang diperlukan untuk membangun program ujicoba di Berau di masa mendatang. Beberapa aktor penting bagi kelom- pok ini telah terlibat dalam program Berau, namun formalisasi kelompok akan sangat penting untuk me- mastikan koordinasi yang efektif. JWG dengan keang- gotaan dari Kabupaten dan Pemerintah Pusat, TNC serta para pihak lainnya akan memberikan penguatan peran POKJA REDD dalam pengembangan program, dan memberikan keleluasan bagi pengembangan Panitia Pengarah Pemerintah Pusat untuk menga- rahkan dan berpartisipasi secara penuh dan utuh dalam proses perancangan program. (bersambung ke halaman 4) Inside this issue: JWG Meeting 1: Upaya Mem- bangun Jalinan Kerjasama Pusat—Daerah 1 Hutan Perawan lebih efektif menghadapi Pemanasan Global 2 Kajian Kelembagaan Mitigasi dan Adaptasi Perubahan 3 Agenda ke depan 4
Update Kelompok Kerja REDD Berau - Volume 2 - Juni 2009
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Joint Working Group Meeting 1
Juni 2009 Volume 2
“Upaya Membangun Jalinan Kerjasama Pusat – Daerah”
Untuk pertama kalinya kelompok-kelompok kerja yang terlibat dalam pengembangan
progam karbon hutan Berau bertemu dalam satu forum diskusi bersama yang digagas
oleh The Nature Conservancy bekerjasama dengan Dirjen PHKA Departemen Kehu-
tanan RI. Pertemuan ini dilaksanakan pada tanggal 23 – 24 Juli 2009 di Hotel Tiga
Mustika Balikpapan.
Pada awalnya ada sedikit keraguan akan kehadiran peserta dalam pertemuan ini
karena pelaksanaan yang dekat dengan pesta demokrasi di Indonesia yaitu Pilpres
2009. Namun ternyata hal ini ternyata tidak jadi penghalang bagi semua stakeholder
terkait untuk dapat hadir dan berperan dalam program ini.
Pertemuan ini dihadiri oleh berbagai pihak yang terlibat secara langsung dalam pro-
gram karbon hutan Berau mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabu-
paten. Dari Pemerintah pusat terdapat perwakilan dari Departe-
men Kehutanan, Kementrian Lingkungan Hidup, Bappenas, De-
partemen Keuangan, sedangkan dari Pemprov Kaltim, hadir per-
wakilan dari Universitas Mulawarman, Dinas Kehutanan Pro-
pinsi, IHSA, GTZ dan APHI. Perwakilan dari Pemkab Berau hadir
pula Dinas Kehutanan Kabupaten, BKSDA, BLH, Dinas Pertam-
bangan, Bappeda, Yayasan Bestari, PT Inhutani I yang didamp-
ingi pula oleh Sekertariat Pokja REDD Berau.
Joint Working Group (JWG) merupakan forum kerjasama dan
koordinasi para pihak kunci dari kabupaten, propinsi dan na-
sional yang diperlukan untuk membangun program ujicoba di
Berau di masa mendatang. Beberapa aktor penting bagi kelom-
pok ini telah terlibat dalam program Berau, namun
formalisasi kelompok akan sangat penting untuk me-
mastikan koordinasi yang efektif. JWG dengan keang-
gotaan dari Kabupaten dan Pemerintah Pusat, TNC
serta para pihak lainnya akan memberikan penguatan
peran POKJA REDD dalam pengembangan program,
dan memberikan keleluasan bagi pengembangan
Panitia Pengarah Pemerintah Pusat untuk menga-
rahkan dan berpartisipasi secara penuh dan utuh
dalam proses perancangan program.
(bersambung ke halaman 4)
Inside this issue:
JWG Meeting 1: Upaya Mem-
bangun Jalinan Kerjasama
Pusat—Daerah
1
Hutan Perawan lebih efektif
menghadapi Pemanasan
Global
2
Kajian Kelembagaan Mitigasi
dan Adaptasi Perubahan
3
Agenda ke depan 4
Daya Serap Karbon Tiga kali Lipat
Meski sama-sama hutan, antara rimba yang masih perawan dengan hutan budi daya manusia ternyata memiliki
“kekuatan” berbeda dalam menangkal efek global warming. Hutan perawan diyakini sebagai penangkal terbaik
dampak pemanasan global. Sebab, temperatur alami yang masih terjaga di hutan yang belum terjamah tangan
manusia itu memungkinkan tingginya kandun-
gan karbondioksida hijau.
“Hutan perawan menyimpan karbondioksida
hijau tiga kali lipat lebih banyak daripada yang
dilaporkan oleh Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC),” tulis Australian Na-
tional University (ANU) dalam laporan riset
mereka kemarin.
Perbedaan temuan tersebut berpangkal pada
definisi hutan yang tidak sama. IPCC
mendefinisikan hutan sebagai kumpulan po-
hon yang tingginya lebih dari 2 meter dengan
luas lingkup kanopi minimal 10 persen. Tapi, di
Australia, hutan didefinisikan sebagai kawasan
hijau dengan tinggi pohon lebih dari 10 meter
dan luas kanopi 30 persen. “Karena itu, hutan perawan di kawasan tenggara Australia berpotensi menyimpan
640 ton karbon hijau per hektare, bukan 217 ton per hektare seperti laporan IPCC,” lanjut ANU.
Kandungan karbon hijau hutan perawan juga sekitar 60 persen lebih banyak daripada simpanan karbondioksida
hutan industri. Dengan demikian, potensi hutan perawan dalam menangkal dampak pemanasan global juga le-
bih tinggi daripada estimasi sebelumnya. “Artinya, kita harus lebih sungguh-sungguh menjaga kelestarian hutan
perawan. Jangan sampai hutan-hutan tersebut menjadi rusak akibat jamahan tangan manusia,” papar Brendan
Mackey, ketua tim riset ANU dari Canberra.
Dalam risetnya, Mackey menggunakan sampel pohon eucalyptus yang tumbuh di hutan seluas 14,5 juta hektare.
Hasilnya, kandungan karbon hijau hutan perawan tersebut tiga kali lipat lebih banyak daripada temuan IPCC.
Kandungan itu setara dengan simpanan 25 miliar ton karbondioksida. “Sayang, selama ini, baik di Australia mau-
pun negara lain, potensi karbon hijau sering tidak dipedulikan. Akibatnya, kerap terjadi kesalahan estimasi nilai
ekonomi dan pilihan kebijakan politik,” tambahnya.
Mackey menyatakan, temuan IPCC itu tidak sepenuhnya salah. “Mungkin karena sampel tidak sama dan penger-
tian yang berbeda, hasil temuan jadi tidak akurat. Asal tidak jadi kesimpulan atau patokan, saya rasa riset IPCC
tetap bisa dipakai sebagai acuan,” ujar David Bowman, dosen ekologi kehutanan di University of Tasmania,
Hobart. Selanjutnya, temuan IPCC tentang kandungan karbon hijau di sepanjang pantai Pasifik Amerika Serikat
(AS) juga perlu ditinjau ulang.
Yang terpenting dalam temuan IPCC dan ANU adalah kesimpulan tentang perusakan hutan. Sekitar 17,5 persen
dampak rumah kaca diyakini muncul akibat perusakan dan penggundulan hutan.
Sumber : http://ikiopo.wordpress.com/2008/08/06/hutan-perawan-lebih-ampuh-atasi-pemanasan-global/
Halaman 2 Volume 2
Hutan Perawan lebih ampuh hadapi Pemanasan Global
Pendekatan mitigasi gas rumah kaca (GRK) yang berbasis kebijakan dapat dilakukan melalui REDD. REDD me-
rupakan bentuk pengurangan deforestasi dan degradasi yang bertujuan agar semua negara tropis yang mem-
punyai kawasan hutan yang cukup signifikan bisa melakukan pencegahan terhadap deforestasi dan degradasi
lahan melalui pemberian insentif ekonomi yang dimaksudkan untuk mendorong negara-negara tropis
melindungi cadangan karbon di hutannya. Efektifitas dan keberlanjutan pelaksanaan REDD harus didukung
oleh struktur kelembagaan baik di tingkat nasional maupun internasional yang dapat memisahkan antara
peran pemerintah sebagai regulator, perantara, pembeli kredit karbon lokal dan supplier kredit ke pasar in-
ternasional. Sistem kelembagaan tersebut harus mampu
mengakomodir semua pihak dari daerah yang memiliki
komitmen melaksanakan REDD.
Terkait dengan hal tersebut, Balai Besar Dipterocarpa Kal-
tim melakukan penelitian untuk mengkaji kebijakan dan
kelembagaan REDD yang berfokus pada 2 (dua) bidang kajian; (1) Mengkaji semua level kebijakan baik na-
sional, sektoral maupun lokal, (2) Mengkaji kelembagaan yang ada di tingkat pusat dan daerah yang mendu-
kung pelaksanaan REDD, dan bagaimana kelembagaan tersebut dapat menjadi cikal bakal kelembagaan di
tingkat nasional dan mampu mengakomodir semua pihak dari daerah yang berkomitmen melaksanakan
REDD.
Keluaran (output) dari penelitian ini berupa paket skema
kebijakan dan kelembagaan dalam bentuk rekomendasi ke-
bijakan sebagai penyempurnaan kebijakan dan kelemba-
gaan yang ada, maupun kebijakan dan kelembagaan yang
perlu diadakan untuk mengoptimalkan dan mendukung
upaya keberhasilan REDD.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka,
observasi dan wawancara dengan pakar dari beberapa lem-
baga penelitian dan universitas serta para pengambil kebija-
kan baik di pusat maupun daerah khususnya di Kalimantan
Timur (Kabupaten Malinau dan Kabupaten Berau) yang merupakan wilayah demonstration activities pelak-
sanaan REDD. Sedang untuk mengetahui peluang keberhasilan REDD dilakukan dengan metode SWOT, untuk
mengetahui peran sumberdaya dan kelembagaan dilakukan melalui analisis stakeholder serta untuk menyi-
kapi kebijakan RTRWP dan RTRWK yang berpengaruh dalam pelaksanaan keberhasilan REDD analisisnya dila-
kukan secara deskriptif kualitatif.
Pada kunjungan awal, tim peneliti yang terdiri dari dua
orang (Karmilasanti dan Rahmat Setiyono) melakukan
wawancara dengan anggota Kelompok Kerja REDD Kabu-
paten Berau yang masing-masing merupakan perwakilan
dari dinas dan instansi terkait seperti dinas kehutanan, di-
nas perkebunan, Bappeda, BLH. Pengumpulan data awal ini
berlangsung selama satu minggu. Berbagai informasi terkait
dengan REDD menjadi beragam dari masing-masing anggota
Pokja REDD. Hal ini akan menjadi tantang tersendiri bagi
implementasi REDD di Kabupaten Berau.
Kajian Kelembagaan Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Kehutanan