Page 1
56
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Persepsi Rumah Tangga terhadap KRPL KEMPLING
Penilaian masyarakat terhadap kondisi potensi desa khususnya pekarangan
setelah pelaksanaan KRPL merupakan hal yang penting. Hal yang menjadi sangat
penting untuk keberlangsungan KRPL dengan salah satunya dilihat dari dampak
yang ditimbulkan terhadap beberapa kriteria. Persepsi yang diberikan masyarakat
terhadap pelaksanaan KRPL merupakan suatu pandangan yang dapat menjadi
evaluasi baik untuk wilayah setempat ataupun di wilayah lainnya. Persepsi
masyarakat tersebut merupakan suatu gambaran dari kondisi yang dirasakan oleh
rumah tangga sebagai dampak dari KRPL.
Beberapa kriteria penilaian yang digunakan untuk mengidentifikasi respon
masyarakat dari KRPL adalah kondisi pekarangan, manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat dari pengembangan KRPL, dan kendala dalam pelaksanaan KRPL.
Penentuan kriteria penilaian ini berdasarkan kondisi lingkungan sekitar yang
dirasakan oleh masyarakat setempat. Indikator-indakator tersebut diperoleh
berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua PPL Desa Banjarsari, Ketua dan
Pengurus KRPL KEMPLING di Desa Banjarsari.
6.1.1 Penilaian Rumah Tangga terhadap Kondisi Pekarangan
Pelaksanaan KRPL yang dilaksanakan di Desa Banjarsari memberikan
perubahan aktivitas di pekarangan. Responden merasakan perubahan aktivitas dari
yang sebelum dan sesudah adanya KRPL khususnya dalam hal pemanfaatan
pekarangan. Kondisi pemanfaatan pekarangan sebelum adanya KRPL dapat
dilihat pada Tabel 16.
Page 2
57
Tabel 16. Pemanfaatan Pekarangan Sebelum adanya KRPL KEMPLING
Pemanfaatan
Pekarangan
Strata 1 Strata 2 Strata 3
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Ya 18 60,00 20 80,00 19 76,00
Tidak 12 40,00 5 20,00 6 24,00
Total 30 100,00 25 100,00 25 100,00
Sumber: Data Primer (diolah), 2012
Berdasarkan Tabel 16 menunjukkan bahwa sebesar 60,00%, 80,00%,
76,00% responden baik pada strata 1, strata 2, dan strata 3 sudah memanfaatkan
pekarangan sebelum adanya KRPL dan sebesar 40,00%, 20,00%, 24,00%
responden sebelum adanya KRPL pekarangan belum dimanfaatkan. Hal ini
menunjukkan bahwa kegiatan bercocok tanam, beternak di pekarangan sudah
menjadi hal biasa di daerah pedesaan.
Tabel 17. Tanaman di Pekarangan Sebelum adanya KRPL KEMPLING
Tanaman
Buah-buahan Mangga, Nangka, Pepaya, Srikaya, Pisang, Jeruk,
Rambutan, Belimbing
Tanaman Hias Bunga
TOGA Kunyit, Kencur, Laos, Jahe
Tamaman Pangan Ganyong, Ketela,Ubi, Kacang Panjang
Sumber : Data primer, diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa pada strata 1, strata 2, dan strata 3
masyarakat menanam beraneka ragam tanaman yaitu buah-buahan, tanaman hias,
TOGA, dan tanaman pangan yang ditanam di pekarangan sebelum adanya KRPL.
Tanaman yang ditanam setelah dilaksanakannya KRPL yaitu dengan adanya
tambahan tanaman sayuran. Optimalisasi pekarangan dilaksanakan untuk
mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dengan melakukan intensifikasi
Page 3
58
pekarangan secara intensif. Penilaian masyarakat Desa Banjarsari menunjukkan
bahwa terdapat perubahan baik aktivitas maupun produksi yang dihasilkan.
Meskipun terdapat perubahan setelah melaksanakan KRPL, masyarakat tidak
merasa terganggu terhadap aktivitas pertanian lain di wilayah tersebut.
6.1.2 Penilaian Rumah Tangga terhadap Manfaat KRPL KEMPLING
Pengembangan KRPL yang dilaksanakan di Desa Banjarsari dapat
memberikan manfaat untuk perbaikan potensi desa dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Responden pada umumnya menyadari adanya manfaat KRPL yang
terjadi di Desa Banjarsari, Kabupaten Pacitan. Kesadaran rumah tangga terhadap
manfaat KRPL ditunjukkan oleh Tabel 18.
Tabel 18. Kesadaran Rumah Tangga terhadap Manfaat KRPL
Manfaat
Strata 1 Strata 2 Strata 3
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Ya 30 100,00 25 100,00 25 100,00
Tidak 0 0 0 0 0 0
Total 30 100,00 25 100,00 25 100,00
Sumber: Data Primer, diolah(2012)
Berdasarkan Tabel 18 menunjukkan bahwa 100,00% responden merasakan
manfaat dari adanya KRPL. Pemanfaatan pekarangan selain sebagai penyedia
bahan makanan yang beraneka ragam, tetapi dapat berfungsi sebagai tambahan
penghasilan keluarga atau tabungan keluarga. Pelaksanaan KRPL memberikan
dampak positif bagi masyarakat Desa Banjarsari. Dampak positif yang dirasakan
oleh masyarakat desa akibat pengembangan KRPL KEMPLING dapat dijelaskan
pada Tabel 19.
Page 4
59
Tabel 19. Manfaat yang dirasakan oleh Rumah Tangga dengan adanya
KRPL KEMPLING
Manfaat
Strata 1 Strata 2 Strata 3
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1. Menghemat
pengeluaran 26 86,70 21 84,00 22 88,00
2. Menambah
penghasilan 4 13,30 4 16,00 3 12,00
Total 30 100,00 25 100,00 25 100,00
Sumber: Data Primer (diolah), 2012
Berdasarkan Tabel 19 menunjukkan bahwa perbedaan manfaat yang
dirasakan tidak terlalu signifikan. Manfaat yang paling besar dirasakan pada strata
1, strata 2, dan strata 3 adalah KRPL KEMPLING mampu menghemat
pengeluaran keluarga.
Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat bersifat tangible dan intangible.
Manfaat tangible adalah manfaat yang terukur dan dapat dinilai secara moneter.
Adapun manfaat intangible merupakan manfaat yang tidak terukur. Manfaat
tangible dan manfaat intangble dari pelaksanaan KRPL dapat ditunjukkan pada
Tabel 20. Inisiatif ketua KRPL untuk memperbaiki kondisi potensi desa melalui
KRPL yang dimulai dari satu RT, satu dusun, dan kemudian berkembang menjadi
satu desa merupakan salah satu upaya untuk membantu rumah tangga dalam
memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.
Tabel 20. Manfaat Tangible dan Intangible KRPL KEMPLING
Manfaat Tangible Manfaat Intangible
- Meningkatkan produksi - Mampu menyediakan lumbung
hidup, warung hidup, apotek
hidup, dan kulkas hidup
- Membuat rumah ASRI dan
memberikan stimulun bagi
desa di sekitarnya Sumber: Data Primer, diolah (2012)
Page 5
60
Berdasarkan Tabel 20 menyatakan bahwa dalam pengembangan KRPL
mampu meningkatkan produksi bagi masyarakat di Desa Banjarsari. Peningkatan
produksi dapat dibagi menjadi dua yaitu peningkatan produksi dalam memenuhi
kebutuhan rumah tangga dan peningkatan produksi dalam meningkatkan
pendapatan keluarga.
Manfaat dari KRPL yaitu lumbung hidup dimana masyarakat
sewaktu-waktu butuh pangan pokok seperti umbi-umbian sudah tersedia di
pekarangan. Pemenuhan warung hidup yaitu tersedianya sayuran di pekarangan
untuk memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga. Pekarangan mampu membuat
apotek hidup yaitu tersedianya tanaman obat-obatan secara tradisional.
Pengembangan pekarangan terdapat kulkas hidup yaitu tersedianya kebutuhan
pangan di pekarangan baik tanaman pangan, sayur-sayuran, obat-obatan, dan
buah-buahan dalam keadaan segar.
6.1.3 Penilaian Rumah Tangga terhadap Kendala KRPL KEMPLING
Penilaian masyarakat terhadap kendala yang dirasakan selama pelaksanaan
KRPL menjadi hal yang penting. Persepsi rumah tangga terhadap kendala KRPL
menunjukkan bahwa responden dari strata 1, strata 2, dan strata 3 menyatakan
telah merasakan kendala dari adanya KRPL. Kendala yang dirasakan oleh
masyarakat dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Kendala dalam Pelaksanaan KRPL KEMPLING
Kendala Strata 1 Strata 2 Strata 3
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%) Hama 5 16,70 9 36,00 6 24,00
Iklim 25 83,30 16 64,00 19 76,00
Total 30 100,00 25 100,00 25 100,00
Sumber: Data Primer, diolah(2012)
Page 6
61
Berdasarkan Tabel 21 menunjukkan bahwa strata 1 sebesar 83,30%,
64,00% pada strata 2, dan 76,00% pada strata 3 menyatakan iklim menjadi
kendala pelaksanaan KRPL. Sisanya masing-masing setiap strata 1, starata 2, dan
strata 3 adalah sebesar 16,70%, 36,00%, dan 24,00% menyatakan kendala dalam
pelaksanaan KRPL adalah hama. Penyerangan hama akan berpengaruh pada hasil
panen yang ditanam di pekarangan. Ketika musim kemarau, mata air dan sumur
gali ini mengalirkan debit air yang menurun sehingga pengairannya cukup
terganggu. Hal ini sesuai dengan wawancara dengan Ketua PPL Desa Banjarsari
bahwa kendala yang dirasakan selama membimbing dan memberikan penyuluhan
adalah iklim, cuaca, dan teknis.
6.2 Manfaat Fisik dari adanya KRPL KEMPLING dalam Mendukung
Pemenuhan Kebutuhan Pangan Rumah Tangga
Manfaat fisik merupakan manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh
masyarakat Desa Banjarsari dalam pelaksanaan KRPL. Manfaat fisik dari adanya
KRPL dapat ditunjukkan dari salah satu tujuan utama pengembangan KRPL
KEMPLING yaitu memenuhi ketersediaan pokok keluarga dengan dilihat dari
hasil produksi yang dihasilkan. Manfaat fisik KRPL dapat ditunjukkan dengan
hasil produksi selama umur tanaman. Umur tanaman adalah umur hingga tanaman
tersebut mati sehingga harus diganti dengan tanaman yang baru.
Pada umur 12 bulan tanaman tersebut harus diganti dengan tanaman yang
baru. Umur ayam buras, Ikan Nila, dan Ikan Lele tidak digunakan sebagai patokan
karena umur mati ketiga komoditas tersebut tergantung dari beberapa faktor baik
alam dan lingkungan misalnya: dimangsa hewan lain khususnya Ikan Lele,
keracunan, dan disembelih ketika akan dijual. Umur dari komoditas yang
Page 7
62
dikembangkan pada KRPL baik umur tanaman dan umur panen dapat dilihat dari
Tabel 22.
Tabel 22. Umur Tanaman KRPL KEMPLING
No Keterangan Umur Tanaman Periode Panen
1 Cabe rawit 12 bulan 3 bulan
2 Tomat 12 bulan 3 bulan
3 Terong 12 bulan 4 bulan
4 Kangkung 12 bulan 2 bulan
5 Bayam 12 bulan 2 bulan
6 Sawi 12 bulan 2 bulan
Sumber : Data Primer, diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 22 menunjukkan bahwa umur tanaman di Desa
Banjarsari selama 12 bulan. Pengurus Ketua Seksi Pembibitan KRPL
KEMPLING juga menyatakan bahwa umur tanaman yang di Desa Banjarsari
adalah 12 bulan. Periode panen untuk ayam buras, Ikan Nila, dan Ikan Lele
berbeda yaitu 1 bulan, 4 bulan, dan 3 bulan.
Hasil dari KRPL KEMPLING diklasifikasikan menurut kegunaannya
yaitu: (1) hasil yang dijual; (2) dikonsumsi; (3) berfungsi sosial. Distribusi hasil
yang berorientasi dijual yaitu penggunaan hasil dari KRPL mampu menambah
pendapatan dengan menjualnya di pasar atau warung. Distribusi hasil yang
berorientasi konsumsi yaitu penggunaan hasil dari KRPL digunakan untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga. Distribusi hasil yang berorientasi sosial yaitu
penggunaan hasil dari KRPL diberikan kepada tetangga atau saudara (orang lain).
6.2.1 Manfaat Fisik dari adanya KRPL KEMPLING dalam Mendukung
Pemenuhan Kebutuhan Pangan Rumah Tangga Strata 1
Setiap tanaman sayuran menghasilkan produksi yang berbeda dalam
jangka waktu dua minggu. Rata-rata produksi sayuran yang dipanen responden
selama dua minggu di Desa Banjarsari dapat dilihat pada Tabel 23.
Page 8
63
Tabel 23. Rata-Rata Produksi Sayuran Selama Dua Minggu
No Tanaman Total
Produksi Satuan
Jumlah
tanaman
Rata-rata
Produksi
1 Cabe rawit 4,50 kg 15 0,30
2 Tomat 2,32 kg 8 0,29
3 Terong 33,00 buah 11 3,00
4 Kangkung 10,00 ikat 10 1,00
5 Sawi 11,00 ikat 11 1,00
6 Bayam 10,00 ikat 10 1,00 Sumber: Data Primer, diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 23 diatas menunjukkan bahwa rata-rata produksi
tanaman yang dipanen responden paling banyak adalah cabe rawit dan kemudian
tomat sebesar 0,30 kg karena memberikan penerimaan sebesar Rp 972.000 dalam
setahun. Hal ini dapat dipahami bahwa responden dalam memenuhi kebutuhan
pangan membutuhkan cabe rawit untuk masak-memasak. Distribusi hasil
pekarangan yang dijual, dikonsumsi, dan sosial pada strata 1 dapat dilihat pada
Tabel 24.
Tabel 24. Penggunaan Sayuran Selama Dua Minggu
No Tanaman Dijual (%) Konsumsi (%) Sosial (%) Total (%)
1 Cabe rawit 8,90 72,80 18,30 100,00
2 Tomat 9,80 68,40 21,80 100,00
3 Terong 10,00 50,00 40,00 100,00
4 Kangkung 13,33 66,67 20,00 100,00
5 Sawi 8,33 55,00 36,67 100,00
6 Bayam 10,00 63,33 26,67 100,00
Rata-rata penggunaan 10,06 62,70 27,24 100,00
Sumber: Data Primer (diolah), 2012
Berdasarkan pada Tabel 24 menyatakan bahwa pada pengembangan
KRPL, rata-rata penggunaan hasiltanaman sayuran di strata 1 berorientasi untuk
untuk memenuhi kebutuhan keluarga sebesar 62,70%, sosial sebesar 27,24% dan
dijual sebesar 10,06%. Hasil pekarangan yang berorientasi pada pasar adalah
tanaman kangkung yaitu sebesar 13,30% dan sisanya adalah terong, bayam,
tomat, cabe rawit, serta sawi. Hal ini dapat dipahami bahwa kangkung merupakan
Page 9
64
tanaman yang cepat panen sehingga responden memiliki peluang besar untuk
menjualnya.
Hasil pekarangan dari KRPL di Desa Banjarsari yang berorientasi pada
konsumsi adalah cabe rawit dan tomat. Hal ini dapat dipahami bahwa cabe rawit
dan tomat merupakan salah satu bahan utama dalam memasak. Hasil dari KRPL
yang berfungsi untuk sosial adalah terong karena terong merupakan tanaman
tahan lama baik pada musim kemarau maupun penghujan sehingga responden
sewaktu-waktu dapat memberikannya kepada tetangga atau saudara.
6.2.2 Manfaat Fisik dari adanya KRPL KEMPLING dalam Mendukung
Pemenuhan Kebutuhan Pangan Rumah Tangga Strata 2
Komoditas yang dikembangkan dalam strata 2 adalah tanaman sayuran
dan ayam buras. Rata-rata produksi yang dipanen responden selama dua minggu
di Desa Banjarsari dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Rata-Rata Produksi Sayuran Selama Dua Minggu
No Tanaman Total
Produksi Satuan
Jumlah
tanaman
Rata-rata
Produksi
1 Cabe rawit 3,48 Kg 12 0,29
2 Tomat 2,90 Kg 10 0,29
3 Terong 27,00 Buah 9 3,00
4 Kangkung 8,00 Ikat 8 1,00
5 Sawi 8,00 Ikat 8 1,00
6 Bayam 8,00 Ikat 8 1,00 Sumber: Data Primer, diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 25 menunjukkan bahwa rata-rata produksi tanaman
yang dipanen responden paling banyak adalah cabe rawit sebesar 0,29 kg karena
memberikan penerimaan sebesar Rp 751.680 dalam setahun. Hal ini dapat
dipahami bahwa responden dalam memenuhi kebutuhan pangan membutuhkan
cabe rawit sebagai salah satu bahan utama dalam memasak. Penerimaan yang
diperoleh responden paling sedikit yaitu tanaman kangkung dan bayam sebesar
Rp 80.000.
Page 10
65
Ayam buras atau ayam kampung adalah ayam lokal yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia yang berasal dari ayam hitam merah Gallus gallus
yang telah jinak sebagai contoh ayam sayur, ayam kedu, dan ayam pelung. Ayam
buras dapat menghasilkan daging dan telur namun produk utama dari ayam buras
adalah telur.
Tabel 26. Rata-Rata Produksi Telur Ayam Buras Selama Satu Bulan
No Keterangan Jumlah
1 Produksi telur selama 1bulan (butir) 30
2 Produksi telur selama 1 tahun (butir) 360
Sumber: Data Primer (diolah), 2012
Berdasarkan Tabel 26 menyatakan bahwa rata-rata produksi telur yang
dihasilkan sebanyak 30 butir telur per bulan dengan rata-rata jumlah ayam dewasa
sebanyak 10 ekor. Harga jual ayam kampung pedaging dan telur ayam kampung
relatif lebih stabil dibandingkan dengan harga daging dan telur ayam ras. Hal ini
disebabkan karena belum banyak yang membudidayakannya secara intensif.
Hasil pekarangan pada strata 2 perlu adanya klasifikasi menurut
kegunaannya dari hasil KRPL menjadi hasil yang dijual, dikonsumsi, dan
berfungsi sosial. Distribusi hasil sayuran yang dijual, dikonsumsi, dan berfungsi
sosial pada strata 2 dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Penggunaan Sayuran Selama Dua Minggu
No Tanaman Dijual (%) Konsumsi (%) Sosial (%) Total (%)
1 Cabe rawit 13,10 70,34 16,56 100,00
2 Tomat 10,34 77,24 12,42 100,00
3 Terong 21,30 32,00 46,70 100,00
4 Kangkung 16,00 58,00 26,00 100,00
5 Sawi - 56,00 44,00 100,00
6 Bayam 20,00 56,00 24,00 100,00
Rata-rata penggunaan 13,46 58,26 28,28 100,00
Sumber: Data Primer (diolah), 2012
Page 11
66
Berdasarkan pada Tabel 27 menyatakan bahwa pada pengembangan
KRPL, rata-rata penggunaan hasil pekarangan tanaman sayuran di strata 2
berorientasi konsumsi keluarga sebesar 58,26%, sosial sebesar 28,28%, dan pasar
sebesar 13,46%. Penggunaan sayuran pada strata 2 memiliki nilai sosial yang
lebih tinggi dibandingkan strata 1 dan strata 3. Hal ini menunjukkan bahwa sifat
kekerabatan pada strata 2 lebih besar.
Hasil pekarangan dari KRPL di Desa Banjarsari yang berorientasi pada
konsumsi adalah tomat sebesar 77,24% dan yang kedua adalah cabe rawit sebesar
70,34%. Hal ini dapat dipahami bahwa tomat dan cabe rawit merupakan salah satu
bahan utama dalam memasak. Tanaman yang berorientasi pada pasar dan sosial
adalah tanaman terong yaitu sebesar 21,30% dan 46,70%. Hal ini dapat dipahami
bahwa terong merupakan salah satu tanaman yang tahan lama dan adanya rasa
bosan dalam memasak sayur terong sehingga responden lebih banyak
mempertimbangkan untuk sosial.
Distribusi hasil ayam buras yang dijual, dikonsumsi, dan berfungsi sosial
pada strata 2 di Desa Banjarsari dapat dilihat pada Tabel 28. Kegiatan memelihara
ayam buras merupakan usaha sampingan untuk menambah pendapatan atau hanya
untuk menyalurkan hobi. Pemeliharaan ayam buras yang bersifat sampingan,
maka penanganannya masih tradisional.
Tabel 28. Penggunaan Telur Ayam Buras Selama Satu Bulan
No Keterangan Hasil Produksi (butir) Persentase (%)
1 Pasar 20 27,00
2 Konsumsi 43 57,00
3 Sosial 12 16,00
Total 75 100,00
Sumber: Data Primer, diolah(2012)
Page 12
67
Berdasarkan pada Tabel 28 menyatakan bahwa pada pengembangan
KRPL, distribusi hasil telur ayam buras berorientasi pada konsumsi sebesar
57,00%, kemudian berorientasi pada pasar sebesar 27,00%, dan terakhir
berorientasi sosial sebesar 16,00%.
6.2.3 Manfaat Fisik dari adanya KRPL KEMPLING dalam Mendukung
Pemenuhan Kebutuhan Pangan Rumah Tangga Strata 3
Produksi dari pekarangan KRPL di Desa Banjarsari pada strata 3 adalah
tanaman sayuran, ayam buras, dan ikan. Responden di Desa Banjarsari ada yang
memelihara hanya Ikan Lele dan Ikan Nila. Setiap tanaman menghasilkan
produksi yang berbeda dalam jangka waktu dua minggu. Rata-rata produksi yang
dipanen responden selama dua minggu dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Rata-Rata Produksi Sayuran Selama Dua Minggu
No Tanaman Total
Produksi Satuan
Jumlah
tanaman
Rata-rata
Produksi
1 Cabe rawit 5,27 Kg 17 0,31
2 Tomat 4,06 Kg 14 0,29
3 Terong 52,00 Buah 13 4,00
4 Kangkung 10,00 Ikat 10 1,00
5 Sawi 13,00 Ikat 13 1,00
6 Bayam 11,00 Ikat 11 1,00 Sumber: Data Primer, diolah(2012)
Berdasarkan Tabel 29 menunjukkan bahwa rata-rata produksi tanaman
yang dipanen responden paling banyak adalah cabe rawit sebesar 0,31 kg dengan
memiliki penerimaan terbesar yaitu Rp 1.138.320. Hal ini dapat dipahami bahwa
responden dalam memenuhi kebutuhan pangan membutuhkan cabe rawit.
Penerimaan yang terkecil yang diterima dalam pelaksanaan KRPL terdapat pada
tanaman kangkung sebesar Rp 100.000.
Page 13
68
Tabel 30. Rata-Rata Produksi Telur Ayam Buras Selama Satu Bulan
No Keterangan Jumlah
1 Produksi telur selama satu bulan (butir) 33
2 Produksi telur selama satu tahun (butir) 396 Sumber: Data Primer (diolah), 2012
Berdasarkan Tabel 30 menyatakan bahwa rata-rata produksi telur yang
dihasilkan sebanyak 33 butir telur per bulan dengan rata-rata jumlah ayam dewasa
sebanyak 11 ekor. Beternak ayam kampung cocok diusahakan dalam skala rumah
tangga. Hal ini disebabkan oleh jumlah minimum populasi yang dibutuhkan untuk
mencapai skala ekonomi tidak besar dan modal yang dibutuhkan untuk memulai
beternak ayam kampung relatif dapat dijangkau oleh masyarakat.
Pada pengembangan KRPL di Desa Banjarsari memelihara Ikan Lele dan
Ikan Nila memiliki kelebihan dan kekuranganya. Kelebihan Ikan Lele yaitu
mudah perawatannya dan mampu bertahan pada kondisi yang buruk. Ikan Nila
memiliki beberapa kelebihan yaitu pertumbuhan yang cepat, rakus terhadap
makanan sisa (limbah), dan tahan terhadap penyakit. Rata-rata produksi ikan
sekali panen dalam KRPL KEMPLING dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Rata-Rata Produksi Ikan Sekali Panen
No Keterangan Sekali Panen
1 Ikan Lele (kg) 60
2 Ikan Nila (kg) 79
Sumber : Data Primer, diolah(2012)
Berdasarkan Tabel 31 menyatakan bahwa rata-rata produksi Ikan Lele
untuk satu kolam adalah 60 kg. Produksi Ikan Nila sebesar 79 kg untuk satu
kolam. Ikan Nila di Desa Banjarsari merupakan ikan yang mudah mati
dibandingkan Ikan Lele karena air merupakan persoalan yang kerap dihadapi
masyarakat apabila memasuki musim kemarau. Kendala lain yang mnyebabkan
Ikan Nila mudah mati yaitu pembibitan dan pakan karena masih mendatangkan
Page 14
69
dari luar kota. Hal yang harus dipahami dalam memelihara Ikan Nila yaitu
perawatannya yang intensif. Ikan Nila akan lebih cepat tumbuhnya jika dipelihara
di kolam yang dangkal airnya karena di kolam dangkal pertumbuhan tanaman dan
ganggang lebih cepat dibandingkan di kolam yang dalam.
Klasifikasi menurut kegunaannya dari hasil KRPL KEMPLING yaitu
menjadi hasil yang dijual, dikonsumsi, dan berfungsi sosial. Distribusi hasil
pekarangan yang dijual, dikonsumsi, dan berfungsi sosial pada strata 3 dapat
dilihat pada Tabel 32.
Tabel 32. Penggunaan Sayuran Selama Dua Minggu
No Tanaman Dijual (%) Konsumsi (%) Sosial (%) Total (%)
1 Cabe rawit 12,90 70,32 16,78 100,00
2 Tomat 6,90 83,44 9,66 100,00
3 Terong - 51,00 49,00 100,00
4 Kangkung - 72,00 28,00 100,00
5 Sawi - 80,00 20,00 100,00
6 Bayam - 72,00 28,00 100,00
Rata-rata penggunaan 3,30 71,46 25,24 100,00
Sumber: Data Primer, diolah(2012)
Berdasarkan pada Tabel 32 menyatakan bahwa pada pengembangan
KRPL, rata-rata penggunaan tanaman sayuran pada strata 3 berorientasi pada
konsumsi keluarga sebesar 71,46%. Hasil pekarangan yang berorientasi pada
pasar adalah cabe rawit. Hasil pekarangan dari KRPL di Desa Banjarsari yang
berorientasi pada konsumsi adalah tomat. Hal ini dapat dipahami bahwa tomat
merupakan salah satu bahan utama dalam memasak. Hasil dari KRPL yang
berfungsi untuk sosial adalah terong karena terong merupakan tanaman tahan
lama baik pada musim kemarau maupun penghujan sehingga responden
sewaktu-waktu dapat memberikannya kepada tetangga atau saudara. Distribusi
hasil ayam buras yang dijual, dikonsumsi, dan berfungsi sosial pada strata 3 dapat
dilihat pada Tabel 33.
Page 15
70
Tabel 33. Penggunaan Telur Ayam Buras Selama Satu Bulan
No Keterangan Hasil Produksi (butir) Persentase (%)
1 Pasar 9 12,00
2 Konsumsi 49 65,00
3 Sosial 17 23,00
Total 75 100,00
Sumber: Data Primer (diolah), 2012
Berdasarkan Tabel 33 menyatakan bahwa pada pengembangan KRPL,
distribusi produk ayam buras berorientasi pada konsumsi sebesar 65,00%,
kemudian berorientasi pada pasar sebesar 12,00%, dan terakhir berorientasi ada
sosial sebesar 23,00%. Distribusi hasil yang dijual, dikonsumsi, dan berfungsi
sosial pada strata 3 dapat dilihat pada Tabel 34.
Tabel 34. Penggunaan Hasil Ikan Sekali Panen
No Ikan Dijual (%) Konsumsi (%) Sosial (%) Total (%)
1 Ikan Lele 54,00 26,00 20,00 100,00
2 Ikan Nila 56,00 23,00 21,00 100,00
Rata-rata penggunaan 55,00 24,50 20,50 100,00
Sumber: Data Primer, diolah(2012)
Berdasarkan pada Tabel 34 menyatakan bahwa pada pengembangan
KRPL, rata-rata penggunaan ikan berorientasi untuk dijual sebesar 55,00%.
Distribusi Ikan Lele dan Ikan Nila berorientasi pada pasar sebesar 54,00% dan
56,00%. Total penggunaan ikan pada strata 3 berorientasi pada pasar, konsumsi,
dan terakhir pada sosial. Pada strata 3, perikanan yang memberikan pendapatan
lebih banyak bagi respondennya.
6.3 Biaya dan Manfaat KRPL KEMPLING
Estimasi biaya dan manfaat dari suatu kegiatan bertujuan untuk layak atau
tidaknya kegiatan tersebut dalam pengembangannya. Biaya dan manfaat dari
pelaksanaan KRPL KEMPLING dilihat dari analisis pendapatan yang
dikembangkan setiap strata. Pendapatan KRPL KEMPLING diperoleh dari
pengurangan antara penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan yaitu rata-rata nilai
Page 16
71
produksi yang diperoleh dikalikan dengan harga jual di pasar. Responden menjual
hasil usahanya yaitu dengan tiga cara: (1) menjual ke pasar atau warung-warung;
(2) menjual kepada pembeli yang datang; (3) menjual dengan cara barter kepada
penjual sayuran keliling (rengkek). Responden mayoritas menjual hasil KRPL
melalui cara barter kepada sayuran keliling.
Harga sayuran yang berlaku di pasar berbeda-beda tergantung dari
komoditasnya. Harga cabe rawit sebesar Rp 12.000/kg, harga tomat sebesar Rp
4.500/kg, harga kangkung sebesar Rp 500/ikat, harga bayam sebesar Rp 500/ikat,
harga sawi sebesar Rp 1.000/ikat, dan harga terong sebesar Rp 1.000/buah. Harga
telur ayam buras sebesar Rp 1.000/butir. Harga ayam buras sebesar Rp 25.000.
Harga Ikan Lele sebesar Rp 10.000/kg dan Ikan Nila sebesar Rp 13.000/kg.
Pembeli membeli hasil ikan langsung datang ke rumah penjual (responden).
Pembeli berasal dari penjual ikan di Pasar Arjowinangun, teman dari penjual, atau
tetangga dari desa sebelah.
Biaya dalam pengembangan KRPL di Desa Banjarsari merupakan suatu
hal yang harus diperhatikan dalam menjalankan kegiatan. Biaya adalah sejumlah
uang yang dikeluarkan selama proses produksi. Biaya KRPL KEMPLING
dibedakan menjadi dua komponen yaitu biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan.
Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan oleh responden secara
tunai untuk melakukan kegiatan KRPL KEMPLING. Biaya yang diperhitungkan
merupakan biaya yang tidak termasuk ke dalam biaya tunai tetapi diperhitungkan
dalam pengembangan KRPL. Biaya yang diperhitungkan pada KRPL
KEMPLING merupakan biaya yang dalam pengembangannya dilakukan secara
Page 17
72
swadaya baik melalui iuran RT atau iuran Gapoktan pada awal didirikan KRPL,
biaya mengambil benih/bibit secara gratis di KBD, maupun biaya yang
dikeluarkan oleh responden namun responden tidak memperhitungkannya. Pada
penelitian ini, biaya yang diperhitungkan merupakan ketika masyarakat
mengambil benih/bibit secara gratis dari KBD dan pembuatan jagrak/rak secara
swadaya.
Pendapatan dari hasil KRPL di Desa Banjarsari dapat disebut dengan
keuntungan atau laba dari suatu kegiatan produksi. Pendapatan dibagi dua
komponen dalam KRPL KEMPLING yaitu pendapatan atas biaya tunai dan
pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai menunjukkan bahwa
pendapatan yang diperoleh rumah tangga dengan membayar seluruh biaya tunai.
Pendapatan atas biaya total menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh
rumah tangga dengan membayar seluruh biaya total baik biaya tunai maupun
biaya diperhitungkan.
Kontribusi pengembangan KRPL di Desa Banjarsari terhadap pendapatan
keluarga dilihat dari pendapatan rumah tangga berasal dari dua sumber, yaitu dari
pendapatan usaha KRPL dan dari pendapatan luar KRPL. Pendapatan luar KRPL
berasal dari pendapatan anggota keluarga seperti suami dan anak. Jenis pekerjaan
dari luar KRPL yang menjadi sumber pendapatan diperoleh dari petani, buruh,
pensiunan, PNS, wiraswasta, swasta, dan kombinasi dari pekerjaan tersebut.
6.3.1 Biaya dan Manfaat KRPL KEMPLING Strata 1
Biaya tunai pada strata 1 meliputi jagrak/rak, bibit/benih, dan polibag.
Apabila responden kurang benih/bibit, jagrak/rak, dan polibag maka mereka boleh
menambah dengan mengusahakannya sendiri. Biaya yang diperhitungkan pada
Page 18
73
strata 1 adalah jagrak/rak, benih/bibit, ajir/lanjaran, polibag, pupuk kandang,
tenaga kerja dalam keluarga, dan biaya penyusutan. Awal pengembangan KRPL,
biaya rak maupun bibit dilakukan dari iuran RT atau Gapoktan yang dilakukan
secara terpusat yaitu di KBD Desa Banjarsari. Umur rak buatan rumah tangga
sendiri lebih lama daripada umur rak yang dilakukan secara gotong royong yaitu
dua tahun. Hal ini disebabkan oleh kayu digunakan dalam rak buatan sendiri lebih
baik. Rata-rata rak yang dimiliki oleh responden sebanyak satu hingga dua rak
dengan ukuran 1 m x 1,5 m x 1 m yang disusun secara bertingkat.
Rumah tangga di Desa Banjarsari membuat ajir/lanjaran yang bahannya
diambil dari hutan atau kebun atau meminta ke tetangga. Ajir/lanjaran ini dibuat
dari bambu dengan setengah gelondong (batang) bambu mampu menghasilkan
sekitar 20-30 buah. Pupuk yang digunakan pada pengembangan KRPL adalah
pupuk kandang dan sisa-sisa sampah rumah tangga. Ketersediaan pupuk kandang
dengan cara responden meminta dari kelompok tani atau meminta dari tetangga
yang memiliki ternak yaitu responden strata 2 dan strata 3.
Alat-alat yang umum digunakan dalam pelaksanaan KRPL di Desa
Banjarsari yaitu cangkul, ganco, parang, arit, ember, dan gayung dimiliki sendiri
oleh responden. Biaya penyusutan merupakan biaya yang dikeluarkan akibat
terjadinya pengurangan nilai barang sebagai akibat penggunaannya dalam proses
produksi. Nilai penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus
dengan asumsi tiap sarana produksi tidak dapat digunakan kembali (rusak). Pada
strata 1 jumlah biaya penyusutan adalah Rp 265.183/tahun.
Biaya terbesar pada pengembangan KRPL strata 1 adalah pengeluaran
biaya yang diperhitungkan. Tenaga kerja yang terlibat dalam KRPL KEMPLING
Page 19
74
adalah tenaga kerja dalam keluarga. Aktivitas tenaga kerja dalam keluarga dalam
bercocok tanaman sayuran dimulai dari persiapan lahan (pengolahan tanah,
pemupukan awal, penanaman), pemeliharaan (penyiangan, pemupukan,
penyiraman, pemasangan ajir), dan pemanenan. Biaya kerja tenaga dalam
keluarga pada strata 1 mencapai Rp 613.000.
Tenaga kerja dalam keluarga yang terlibat dalam aktivitas KRPL
seharusnya diperhitungkan dalam mengambil keputusan secara sosial namun
dalam kenyataannya responden tidak memperhitungkannya. Jumlah tenaga kerja
setiap rumah rata-rata 1-2 orang yang terdiri dari pekerja pria dan wanita. Waktu
kerja dalam satu hari adalah 7 jam di tempat penelitian. Pengembangan KRPL
KEMPLING merupakan optimalisasi pemanfaatan pekarangan maka hanya
beberapa menit atau beberapa jam dalam melakukan pelaksanaannya. Perhitungan
untuk tenaga kerja disesuaikan dengan keadaan di lokasi penelitian. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui realisasi curahan waktu untuk melakukan kegiatan
KRPL. Rata-rata curahan waktu dan curahan kerja dalam satu tahun dapat dilihat
dalam Lampiran 5.
Berdasarkan analisis pendapatan atas biaya tunai pada strata 1 diperoleh
sebesar Rp 1.949.410. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga dalam KRPL
bisa membayar seluruh biaya tunai. Pendapatan total dari strata 1 per rumah
tangga di Desa Banjarsari dalam satu tahun adalah Rp 889.100. Hal ini menun-
jukkan bahwa rumah tangga dalam KRPL bisa membayar seluruh biaya total.
Pendapatan atas biaya total menjadi keuntungan bersih yang didapat dari
responden.
Page 20
75
Nilai R/C rasio pada strata 1 dapat digolongkan layak, karena nilainya
lebih dari satu. Rata-rata pendapatan dari KRPL KEMPLING per rumah tangga
dalam satu tahun di Desa Banjarsari, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur dapat dilihat
pada Tabel 35.
Tabel 35. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Rumah Tangga
Strata 1 dalam Satu Tahun
No Keterangan Nilai (Rp)
1 Penerimaan Tunai 199.226
Penerimaan Non Tunai 1.908.694
Total Penerimaan 2.107.920
2 Total Biaya 1.218.320
- Biaya Tunai 158.010
- Biaya yang Diperhitungkan 1.060.310
3 Pendapatan atas Biaya Tunai 1.949.410
4 Pendapatan atas Biaya Total 889.100
5 R/C rasio Biaya Tunai 13,30
6 R/C rasio Biaya Total 1,73
Sumber: Data Primer (diolah), 2012
Berdasarkan pada Tabel 35 menunjukkan bahwa kegiatan KRPL di Desa
Banjarsari menguntungkan karena nilai R/C lebih dari satu. Perhitungan R/C atas
biaya tunai dilakukan melalui pembagian penerimaan total dengan penjumlahan
biaya tunai. Nilai R/C rasio pendapatan atas biaya total pada strata 1 adalah sebe-
sar 1,73 yang berarti untuk setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan akan
memberikan penerimaan total sebesar Rp 1,73. Nilai R/C rasio pendapatan atas
biaya tunai ada strata 1 adalah sebesar 13,30 yang berarti untuk setiap satu rupiah
biaya tunai yang dikeluarkan dalam pelaksanaan KRPL akan memberikan pen-
erimaan sebesar Rp 13,30.
Nilai R/C biaya tunai memiliki nilai yang cukup besar. Hal ini karena
penerimaan yang diperoleh besar dan biaya yang diperoleh relatif kecil sehingga
perbandingannya relatif besar. Hal ini disebabkan oleh komponen biaya tunai
strata 1 lebih sedikit dibandingkan dengan biaya yang diperhitungkan seperti
Page 21
76
pupuk kandang, tenaga kerja dalam keluarga, dan lain-lain. Komponen biaya dan
rata-rata pendapatan strata 1 dapat dilihat pada Lampiran 1. Rumah tangga strata 1
hanya fokus pada tanaman sayuran tidak ada biaya ternak dan ikan.
6.3.2 Biaya dan Manfaat KRPL KEMPLING Strata 2
Total penerimaan pada strata 2 sebesar Rp 5.046.080 yang terdiri dari
penerimaan dari sayuran sebesar Rp 1.738.580, produksi telur ayam sebesar
Rp 360.000, pembelian ternak sebesar Rp. 52.500 dan nilai produksi ayam buras
sebesar Rp 3.000.000. Pembelian ternak merupakan salah satu komponen
penerimaan namun sebagai komponen yang bersifat mengurangi penerimaan
karena menurut Soekartawi et al. (1986), pembelian ternak dianggap sebagai
produk usaha ternak yang belum selesai. Pembelian ternak merupakan biaya yang
dikeluarkan ketika responden memutuskan untuk beternak ayam buras. Rata-rata
responden membeli ternak ayam buras sebanyak dua ekor ayam. Produksi ayam
buras tersebut diasumsikan apabila responden menjual semua ayam maka
penjualan ayam menjadi salah satu penerimaan responden yang tidak tunai.
Biaya tunai pada strata 2 meliputi jagrak/rak, benih/bibit, dan polibag.
Apabila responden kurang benih/bibit, jagrak/rak, dan polibag maka mereka boleh
menambah dengan mengusahakannya sendiri. Rata-rata rak yang dimiliki oleh
responden sebanyak satu hingga dua rak dengan ukuran 1 m x 1,5 m x 1 m yang
disusun secara bertingkat.
Biaya tunai meliputi pengeluaran untuk ternak dengan perlengkapan
(tempat makan dan minum) yang biasanya responden menggunakan baskom,
ember, atau tempat makanan bekas. Pakan ayam buras di Desa Banjarsari berupa
bekatul dan menir dengan rata-rata perbandingan pemberian pakan 1 : 0,4 dalam
Page 22
77
kg/hari. Kadang-kadang responden juga memberikan pakan berupa dedak dan
menir dengan perbandingan 1 : 0,4 dalam kg/hari. Biaya tunai juga berupa
kesehatan dengan memberikan kapsul dengan harga sebesar Rp 5.000/kapsul dan
perbaikan kandang.
Biaya yang diperhitungkan pada strata 2 untuk sayuran adalah jagrak/rak,
benih/bibit, ajir/lanjaran, polibag, pupuk kandang, tenaga kerja dalam keluarga,
dan biaya penyusutan. Pupuk kandang diperoleh dari kotoran ternak yang dikelola
oleh rumah tangga strata 2. Alat-alat yang umum digunakan dalam pelaksanaan
KRPL di Desa Banjarsari yaitu cangkul, ganco, parang, arit, ember, dan gayung
dimiliki sendiri oleh responden. Biaya yang diperhitungkan untuk ternak adalah
biaya penyusutan kandang, dan tenaga kerja dalam keluarga. Biaya penyusutan
merupakan biaya yang dikeluarkan akibat terjadinya penggurangan nilai barang
sebagai akibat penggunaannya dalam proses produksi. Nilai penyusutan dihitung
dengan menggunakan metode garis lurus dengan asumsi tiap sarana produksi
tidak dapat digunakan kembali (rusak). Total biaya penyusutan untuk peralatan
sayuran sebesar Rp 263.627. Rata-rata biaya penyusutan kandang di Desa
Banjarsari senilai Rp 161.667 dengan umur teknis kandang adalah 4 tahun, maka
penyusutan kandang tiap tahunnya adalah Rp 40.417/tahun.
Biaya terbesar pada pengembangan KRPL strata 2 adalah pengeluaran
biaya yang diperhitungkan. Tenaga kerja yang terlibat dalam KRPL KEMPLING
adalah tenaga kerja dalam keluarga. Aktivitas tenaga kerja dalam keluarga dalam
bercocok tanaman sayuran dimulai dari persiapan lahan (pengolahan tanah,
pemupukan awal, penanaman), pemeliharaan (penyiangan, pemupukan,
penyiraman, pemasangan ajir), dan pemanenan. Pada aktivitas beternak, tenaga
Page 23
78
kerja melakukan kegiatan memberi makan, membersihkan kandang, dan
memasukkan atau mengeluarkan ternak. Tenaga kerja dalam keluarga
membersihkan kandang dalam frekuensi seminggu tiga kali. Aktivitas
memasukkan atau mengeluarkan ayam di Desa Banjarsari dilakukan dengan cara
ayam dikandangkan pada malam hari dan diumbar pada siang hari. Biaya kerja
tenaga dalam keluarga pada strata 2 mencapai Rp 954.600. Pengembangan KRPL
KEMPLING dilaksanakan hanya beberapa menit atau beberapa jam, maka
perhitungan untuk tenaga kerja disesuaikan dengan keadaan di lokasi penelitian.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui realisasi curahan waktu untuk melakukan
kegiatan KRPL. Rata-rata curahan waktu dan curahan kerja dalam satu tahun
dapat dilihat dalam Lampiran 5.
Berdasarkan analisis pendapatan atas biaya tunai pada strata 2 diperoleh
sebesar Rp 3.734.165. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga dalam KRPL
bisa membayar seluruh biaya tunai. Pendapatan atas biaya total pada strata 2 di-
peroleh sebesar Rp 2.387.944. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga dalam
KRPL bisa membayar seluruh biaya total.
Nilai R/C rasio pada strata 2 dapat digolongkan layak, karena nilainya
lebih dari satu. Rata-rata pendapatan dari KRPL KEMPLING per rumah tangga
dalam satu tahun di Desa Banjarsari, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur dapat dilihat
pada Tabel 35. Penerimaan itik, kambing, dan ayam tidak dimasukkan dalam pen-
erimaan karena diasumsikan ketiga ternak ini merupakan ternak yang pen-
erimaannya tidak rutin karena penerimaannya yang diterima pada saat hari-
hari besar keagamaan dan apabila rumah tangga membutuhkan uang yang
Page 24
79
mendesak. Selain dari penerimaan tidak rutin, umur itik, kambing, dan sapi yang
dimiliki oleh responden juga sudah terlalu lama.
Tabel 36. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Rumah Tangga
Strata 2 dalam Satu Tahun
No Keterangan Nilai (Rp)
1 Penerimaan Tunai
- Produksi sayuran 243.756
- Produksi telur ayam 96.000
- Pembelian ternak (52.500)
Penerimaan Non Tunai
- Produksi sayuran 1.494.824
- Produksi telur ayam 264.000
- Produksi ayam 3.000.000
- Produksi itik* -
- Produksi kambing* -
- Produksi sapi* -
Total Penerimaan 5.046.080
2 Total Biaya 2.658.136
- Biaya Tunai 1.311.915
- Biaya yang Diperhitungkan 1.346.221
3 Pendapatan atas Biaya Tunai 3.734.165
4 Pendapatan atas Biaya Total 2.387.944
5 R/C rasio Biaya Tunai 3,93
6 R/C rasio Biaya Total 1,94
Sumber : Data Primer (diolah), 2012
*) : Tidak masuk dalam penerimaan
( ) : penerimaannya bersifat mengurangi
Berdasarkan pada Tabel 36 menunjukkan bahwa kegiatan KRPL di Desa
Banjarsari menguntungkan karena nilai R/C lebih dari satu. Perhitungan R/C atas
biaya tunai dilakukan melalui pembagian penerimaan total dengan penjumlahan
biaya tunai. Pada strata 2, nilai R/C rasio pendapatan atas biaya total adalah sebe-
sar 1,94 yang berarti untuk setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan akan
memberikan penerimaan total sebesar Rp 1,94. Nilai R/C rasio pendapatan atas
biaya tunai adalah sebesar 3,93 yang berarti untuk setiap satu rupiah biaya tunai
yang dikeluarkan dalam pelaksanaan KRPL strata 2 akan memberikan penerimaan
sebesar Rp 3,93.
Page 25
80
6.3.3 Biaya dan Manfaat KRPL KEMPLING Strata 3
Total penerimaan pada strata 3 sebesar Rp 16.293.680 yang terdiri dari
penerimaan dari sayuran sebesar Rp 2.769.180, produksi telur ayam buras sebesar
Rp 396.000, pembelian ternak ayam buras sebesar Rp. 52.500 dan nilai produksi
ayam buras sebesar Rp 3.300.000. Total penerimaan ikan pada strata 3 sebesar Rp
4.800.000 untuk Ikan Lele dan sebesar Rp 3.081.000 untuk Ikan Nila. Rata-rata
hasil Ikan Lele berisi 8 ekor /kg dan Ikan Nila per berisi 7 ekor /kg.
Desa Banjarsari khusus strata 3 mendapatkan Bantuan dari pemerintah
berupa pembuatan kolam, benih Nila BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia),
terpal, batu bata, ember, dinamo dan serokan. Bantuan pemerintah ini berasal dari
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk Masyarakat (IPTEKMAS) yang
merupakan anggaran dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan
Perikanan. Bantuan pemerintah ini bersifat hibah yang akhirnya dapat menjadi
insentif bagi masyarakat Desa Banjarsari agar dapat meningkatkan
penganekaragaman sumberdaya pangan serta menunjang kebutuhan keluarga.
Biaya tunai pada strata 3 meliputi jagrak/rak, benih/bibit, dan polibag.
Apabila responden kurang benih/bibit, jagrak/rak, dan polibag maka mereka boleh
menambah dengan mengusahakannya sendiri. Rata-rata rak yang dimiliki oleh
responden sebanyak satu hingga dua rak dengan ukuran 1 m x 1,5 m x 1 m yang
disusun secara bertingkat.
Biaya tunai untuk ternak meliputi perlengkapan (tempat makan dan
minum) yang biasanya responden menggunakan baskom, ember, atau tempat
makanan bekas, pakan berupa bekatul dan menir dengan rata-rata perbandingan
Page 26
81
pemberian pakan 1,1 : 0,3 kg/hari, kesehatan dengan memberikan kapsul dengan
harga sebesar Rp 5.000/kapsul, dan perbaikan kandang.
Pada perikanan, biaya tunai yang dikeluarkan meliputi pakan, kesehatan,
serta benih ikan. Biaya pada perikanan yang paling besar dikeluarkan oleh
responden adalah biaya pakan ikan. Hal ini disebabkan akses untuk membeli
pakan jauh dari desa. Pemberian pakan untuk Ikan Lele dan Ikan Nila rata-rata 3,3
kg dalam sehari. Ikan Nila merupakan ikan yang membutuhkan pakan lebih
banyak dan membutuhkan air yang deras atau mengalir. Responden
kadang-kadang memberikan daun tela ke kolam ikan. Daun tela dapat menjadi
vitamin buat Ikan Lele dan Ikan Nila. Kolam Ikan Lele rata-rata berukuran 4 m x
2 m x 0,5 m dan kolam untuk Ikan Nila rata-rata berukuran 3 m x 2 m x 0,3 m.
Responden di Desa Banjarsari lebih banyak memiliki kolam Ikan Lele
dibandingkan Ikan Nila yaitu dua kolam.
Biaya yang diperhitungkan pada strata 3 untuk sayuran adalah jagrak/rak,
benih/bibit, ajir/lanjaran, polibag, pupuk kandang, tenaga kerja dalam keluarga,
dan biaya penyusutan. Alat-alat yang umum digunakan dalam pelaksanaan KRPL
di Desa Banjarsari yaitu cangkul, ganco, parang, arit, ember, dan gayung dimiliki
sendiri oleh responden. Biaya yang diperhitungkan untuk ternak adalah biaya
penyusutan kandang dan tenaga kerja dalam keluarga. Biaya yang diperhitungkan
untuk perikanan meliputi penyusutan kolam, peralatan, dan tenaga kerja dalam
keluarga. Biaya penyusutan merupakan biaya yang dikeluarkan akibat terjadinya
pengurangan nilai barang sebagai akibat penggunaannya dalam proses produksi.
Nilai penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus dengan
asumsi tiap sarana produksi tidak dapat digunakan kembali (rusak). Total biaya
Page 27
82
penyusutan untuk peralatan sayuran sebesar Rp 301.767/tahun. Rata-rata biaya
penyusutan kandang di Desa Banjarsari senilai Rp 30.956/tahun dengan umur
teknis kandang adalah 4 tahun. Rata-rata biaya penyusutan kolam Ikan Lele dan
Ikan Nila di Desa Banjarsari senilai Rp 759.524 dan Rp 516.667 dengan umur
teknis kolam adalah 10 tahun, maka jumlah penyusutan kolam Ikan Lele dan Ikan
Nila tiap tahunnya adalah Rp 127.619/tahun. Serokan, pompa, dan pipa paralon
mengalami penyusutan dalam pengembangan KRPL.
Aktivitas tenaga kerja dalam keluarga dalam bercocok tanaman sayuran
dimulai dari persiapan lahan (pengolahan tanah, pemupukan awal, penanaman),
pemeliharaan (penyiangan, pemupukan, penyiraman, pemasangan ajir), dan
pemanenan. Pada aktivitas beternak, tenaga kerja melakukan kegiatan memberi
makan, membersihkan kandang, dan memasukkan atau mengeluarkan ternak.
Tenaga kerja dalam keluarga membersihkan kandang dalam frekuensi seminggu 3
kali. Aktivitas memasukkan atau mengeluarkan ayam di Desa Banjarsari
dilakukan dengan cara ayam dikandangkan pada malam hari dan diumbar pada
siang hari. Pada perikanan, tenaga kerja juga melakukan kegiatan memberi makan
ke ikan pada siang hari dan sore hari serta membersihkan kolam. Waktu kerja di
Desa Banjarsari dalam satu hari adalah 7 jam di tempat penelitian. Pengembangan
KRPL KEMPLING dilaksanakan hanya beberapa menit atau beberapa jam, maka
perhitungan untuk tenaga kerja disesuaikan dengan keadaan di lokasi penelitian.
Hal ini bertujuan agar mengetahui realisasi curahan waktu untuk melakukan
kegiatan KRPL. Biaya tenaga kerja dalam keluarga pada strata 3 mencapai
Rp 2.094.900. Rata-rata curahan waktu dan curahan kerja dalam satu tahun dapat
dilihat dalam Lampiran 5.
Page 28
83
Berdasarkan analisis pendapatan atas biaya tunai pada strata 3 diperoleh
sebesar Rp 10.856.560. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga dalam KRPL
bisa membayar seluruh biaya tunai. Pendapatan atas biaya total KRPL di Desa
Banjarsari pada strata 3 adalah Rp 7.927.236. Hal ini menunjukkan bahwa rumah
tangga dalam KRPL bisa membayar seluruh biaya total.
Nilai R/C rasio pada strata 3 dapat digolongkan layak, karena nilainya
lebih dari satu. Rata-rata Pendapatan dari KRPL KEMPLING per rumah tangga
dalam satu tahun di Desa Banjarsari, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur dapat dilihat
pada Tabel 37.
Tabel 37. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Rumah Tangga
Strata 3 dalam Satu Tahun
No Keterangan Nilai (Rp)
1 Penerimaan Tunai
- Produksi sayuran 169.560
- Produksi telur ayam 47.520
- Pembelian ternak (52.500)
- Produksi Ikan Lele 2.592.000
- Produksi Ikan Nila 1.690.000
Penerimaan Non Tunai
- Produksi sayuran 2.599.620
- Produksi telur ayam 348.480
- Produksi ayam 3.300.000
- Produksi Ikan Lele 2.208.000
- Produksi Ikan Nila 1.391.000
- Bantuan 2.000.000
- Produksi itik* -
- Produksi kambing* -
- Produksi sapi* -
Total Penerimaan 16.293.680
2 Total Biaya 8.366.444
- Biaya Tunai 5.437.120
- Biaya yang Diperhitungkan 2.929.324
3 Pendapatan atas Biaya Tunai 10.856.560
4 Pendapatan atas Biaya Total 7.927.236
5 R/C rasio Biaya Tunai 3,00
6 R/C rasio Biaya Total 1,95
Sumber : Data Primer (diolah), 2012
*) : Tidak masuk dalam penerimaan
( ) : penerimaannya bersifat mengurangi
Page 29
84
Berdasarkan Tabel 37 menunjukkan bahwa kegiatan KRPL di Desa Ban-
jarsari menguntungkan karena nilai R/C lebih dari satu. Perhitungan R/C atas
biaya tunai dilakukan melalui pembagian penerimaan total dengan penjumlahan
biaya tunai. Nilai R/C rasio pendapatan atas biaya total pada strata 3 adalah
sebesar 1,95 yang berarti untuk setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan
akan memberikan penerimaan total sebesar Rp 1,95. Nilai R/C rasio pendapatan
atas biaya tunai adalah sebesar 3,00 yang berarti untuk setiap satu rupiah biaya
tunai yang dikeluarkan dalam pelaksanaan KRPL akan memberikan penerimaan
sebesar Rp 3,00. Penerimaan itik, kambing, dan ayam tidak dimasukkan dalam
penerimaan karena diasumsikan ketiga ternak ini merupakan ternak yang pen-
erimaannya tidak rutin karena penerimaannya yang diterima pada saat hari-
hari besar keagamaan dan apabila rumah tangga membutuhkan uang yang
mendesak. Selain dari penerimaan tidak rutin, umur itik, kambing, dan sapi yang
dimiliki oleh responden juga sudah terlalu lama.
6.3.4 Pendapatan KRPL KEMPLING per Luasan Lahan
Status penguasaan lahan yang berbeda akan menentukan tingkat
keragaman usaha tani, yang dalam hal ini meliputi tingkat produktivitas lahan dan
distribusi pendapatan yang berlainan pula. Pendapatan per luasan lahan pada
setiap strata KRPL KEMPLING berbeda karena penguasaan lahan yang berbeda
dan paket komoditas setiap strata yang berbeda. Penguasaan lahan setiap strata per
rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 13-15. Pengunaan lahan dalam
pengembangan KRPL KEMPLING yang semakin luas, namun penggunaan untuk
potensi tenaga kerja rata-rata hanya sebesar dua orang. Hal ini dikarenakan KRPL
merupakan kegiatan yang sasarannya adalah ibu rumah tangga. Kepala rumah
Page 30
85
tangga (bapak) dan anggota keluarga lainnya sifatnya hanya membantu kegiatan
KRPL. Rata-rata pendapatan KRPL KEMPLING per m2 per rumah tangga
disajikan pada Tabel 38.
Tabel 38. Rata-Rata Pendapatan KRPL KEMPLING per Luasan Lahan
No Klasifikasi Rata-rata Pendapatan (Rp/m2/rumah tangga)
1 Strata 1 30.659 2 Strata 2 15.920 3 Strata 3 25.991
Sumber : Data Primer, diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 38 menunjukkan bahwa pendapatan per luas lahan
yang paling besar pada strata 1 yaitu sebesar Rp 30.659 dan pendapatan per luas
lahan yang paling kecil pada strata 2 sebesar Rp 15.920. Rata-rata pendapatan per
m2 per rumah tangga strata 2 memiliki nilai yang paling kecil dibandingkan strata
1 dan strata 3. Hal ini dikarenakan (1) penggunaan input sayuran diperoleh paling
kecil; (2) rendahnya kesadaran rumah tangga dalam mengusahakan sendiri
benih/bibit sayuran akibatnya mereka bergantung dari pemberian KBD.
Rumah tangga strata 1 memiliki lahan yang tergolong sempit, namun
mereka mengusahakan secara optimal untuk mendapatkan sebesar-besarnya
dengan mengusahakan sendiri benih/bibit dan yang diperoleh dari KBD.
Penanaman sayuran di lahan sempit ini dengan meletakkan pada depan dan
samping rumah serta di jagrak/rak. Sayuran yang diletakkan di jagrak/rak
dipandang agar lebih rapi. Rumah tangga strata 1 memiliki distribusi pendapatan
dari luar KRPL paling kecil sehingga mereka sadar akan pentingnya menanam
tanaman pangan khususnya sayuran di pekarangan.
Rumah tangga strata 2 memiliki lahan yang merupakan kategori sedang.
Penanaman sayuran dilakukan di depan rumah dengan jagrak/rak dan kandang
yang berada di samping rumah. Keliling halaman rumah juga terdapat tanaman
Page 31
86
yang sudah turun temurun seperti pohon mangga, pohon pisang, dan lain-lain.
Rumah tangga strata 3 merupakan rumah tangga yang memiliki lahan luas.
Penanaman sayuran dilakukan di depan dan samping rumah serta di jagrak/rak.
Beternak ayam dilaksanakan di samping rumah. Penggunaan lahan kolam ikan
cukup luas untuk tingkat rumah tangga dan dilaksanakan di belakang rumah.
Keliling halaman rumah juga terdapat tanaman yang sudah turun temurun.
6.3.5 Kontribusi KRPL KEMPLING terhadap Pendapatan Keluarga
Pendapatan luar usaha KRPL berasal dari pendapatan anggota keluarga
seperti suami atau istri dan anak. Jenis pekerjaan dari luar usaha KRPL yang
menjadi sumber pendapatan diperoleh dari beraneka ragam pekerjaan. Distribusi
pekerjaan luar usaha KRPL dari keluarga strata 1, strata 2, dan strata 3 dapat
dilihat pada Tabel 39-42.
Tabel 39. Distrbusi Pekerjaan Luar Usaha KRPL dari Keluarga Strata 1
No Jenis Pekerjaan
Jumlah
Respondn
(orang)
Rata-rata Pendapatan
(Rp/Bulan)
1 Petani 1 400.000
2 PNS 5 2.070.000
3 Buruh 2 575.000
4 Wiraswasta 9 1.416.667
5 Pensiun+buruh 2 1.500.000
6 Petani+buruh 2 1.101.667
7 Wiraswasta+buruh 9 1.550.000
Rata-rata pendapatan (Rp/Bulan) 30
1.230.476
Rata-rata pendapatan (Rp/Tahun) 14.765.714 Sumber : Data Primer, diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 39 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan yang
paling besar pada sektor PNS yaitu rata-rata Rp 2.070.000 dan pendapatan yang
paling kecil pada sektor petani yaitu rata-rata Rp 400.000. Sebagian rumah tangga
strata 1 bekerja di sektor wiraswasta, kombinasi wiraswasta dan buruh dengan
rata-rata pendapatan sebesar Rp 1.416.667 dan Rp 1.550.000.
Page 32
87
Sebagian rumah tangga strata 2 bekerja di sektor wiraswasta dengan
rata-rata pendapatan sebesar Rp 1.821.429. Distribusi pekerjaan luar usaha KRPL
strata 2 dapat dilihat pada Tabel 40.
Tabel 40. Distrbusi Pekerjaan Luar Usaha KRPL dari Keluarga Strata 2
No Jenis Pekerjaan Jumlah Responden
(orang)
Rata-rata Pendapatan
(Rp/Bulan)
1 Swasta 4 2.150.000
2 Wiraswata 7 1.821.429
3 PNS 3 3.275.000
4 Petani+buruh 4 939.208
5 Wirawswata+buruh 2 1.825.000
6 Petani+wirawasata 3 1.917.444
7 Petani+PNS 2 1.497.833
Rata-rata pendapatan
(Rp/Bulan) 25
1.917.988
Rata-rata pendapatan
(Rp/Tahun) 23.015.854 Sumber : Data Primer, diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 40 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan yang
paling besar berada pada sektor PNS sebesar Rp 3.275.000. Rata-rata pendapatan
yang paling kecil berada pada sektor kombinasi petani dan buruh sebesar
Rp 939.208.
Tabel 41. Distrbusi Pekerjaan Luar Usaha KRPL dari Keluarga Strata 3
No Jenis Pekerjaan Jumlah Responden
(orang)
Rata-rata Pendapatan
(Rp/Bulan)
1 PNS 6 3.666.667
2 Wiraswasta 3 3.437.500
3 Wiraswasta+Buruh 5 2.314.000
4 Petani+Buruh 1 1.600.000
5 Petani+Wiraswasta 6 2.316.667
6 PNS+Wiraswasta 2 3.025.000
7 Pensiunan+Wiraswasta 1 2.000.000
8 PNS+Swasta 1 2.300.000
Rata-rata pendapatan (Rp/Bulan) 25
2.582.479
Rata-rata pendapatan (Rp/Tahun) 30.989.750
Sumber : Data Primer, diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 41 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan yang
paling besar pada sektor PNS yaitu rata-rata Rp 3.666.667. Pendapatan yang
Page 33
88
paling kecil pada sektor kombinasi petani dan buruh yaitu rata-rata Rp 1.600.000.
Sebagian rumah tangga strata 3 bekerja di sektor PNS dan kombinasi
petani+wiraswasta dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp 3.666.667 dan
Rp 2.316.667. Rata-rata kontribusi KRPL terhadap pendapatan rumah tangga
disajikan pada Tabel 42.
Tabel 42. Rata-Rata Kontribusi KRPL KEMPLING terhadap Pendapatan
Rumah Tangga Setiap Strata per Tahun
Strata Rata-rata Pendapatan (Rp/Tahun) Rata-rata Kontribusi
KRPL (%) Pendapatan KRPL Pendapatan Luar
Usaha KRPL 1 889.100 14.765.714 5,70 2 2.387.944 23.015.854 9,90
3 7.927.236 30.989.750 20,37 Sumber : Data Primer, diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 42 menunjukkan bahwa rata-rata kontribusi KRPL
terhadap pendapatan rumah tangga pada strata 1, strata 2, dan strata 3 masing-
masing sebesar 5,70%, 9,90%, dan 20,37%. Pengembangan KRPL di Desa
Banjarsari yang dijalankan oleh rumah tangga merupakan usaha sampingan.
Kontribusi KRPL KEMPLING yang paling besar berada di strata 3 dengan
ditunjukkan dari pendapatan KRPL dan pendapatan diluar KRPL yang meningkat.
Hal ini disebabkan oleh (1) luasan lahan pada strata 3 lebih besar dengan rata-rata
luas pekarangan 305 m2 ; (2) Komoditas strata 3 lebih beragam; (3) Pendapatan
luar KRPL lebih tinggi yaitu dominan di PNS dan wiraswasta; (4) Penggabungan
pekerjaan strata 3 lebih banyak yaitu 6 pengelompokan dibandingakan strata 1
dan strata 2; (5) Penggabungan pekerjaan yang pendapatannya paling kecil yaitu
petani+buruh disebabkan luas lahan kepemilikan sawah di strata 3 lebih luas. Oleh
karena itu, KRPL KEMPLING merupakan usaha sampingan bagi rumah tangga di
Desa Banjarsari.
Page 34
89
6.4 Keberlanjutan KRPL KEMPLING
Pengembangan KRPL dirancang melalui optimalisasi pekarangan sebagai
suatu unit usaha secara terpadu untuk mendukung penyediaan pangan secara
keberlanjutan. Peran serta masyarakat merupakan kunci utama yang diharapkan
dapat mewujudkan penyediaan secara keberlanjutan. Evaluasi terhadap KRPL
dapat dilakukan dengan mengetahui sejauhmana pencapaian tujuan utama ini
selama implementasinya di lapangan. Tujuan utama berupa pemanfaatan
pekarangan dan masyarakat sejahtera dapat dilihat dari tiga aspek yang lebih
spesifik yaitu aspek lingkungan, aspek ekonomi dan aspek sosial.
Aspek lingkungan berarti menilai keberhasilan KRPL melalui
kemampuannya dalam menjaga kelestarian sumberdaya alam khususnya
pekarangan. Salah satu variabel penilaian kualitas kelestarian pekarangan adalah
dengan melihat bagaimana KRPL mampu meningkatkan kegiatan tanam
menanam sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Sejak
diimplementasikan di Desa Banjarsari, KRPL telah mampu meningkatkan
kesadaran masyarakat khususnya yang tergabung dalam KRPL untuk turut
menjaga sumberdaya alam di wilayahnya.
Pada pelaksanaan KRPL KEMPLING dengan melihat dari aspek
lingkungan telah berhasil melaksanakan kegiatan lingkungan secara dini yang
diberikan kepada siswa siswi SD dengan nama Fun School Garden (FSG).
Kegiatan tersebut dilaksanakan selama satu bulan dan yang bekerja sebagai
pengajar dari Tim PPL Banjarsari. Tim PPL Desa Banjarsari mengajarkan
mengenai budidaya tanaman sayuran dari penyiapan lahan hingga panen.
Page 35
90
Pengembangan KRPL KEMPLING secara ekologis telah membantu
meningkatkan kualitas tanaman di pekarangan. Selama melakukan kegiatan tanam
menanam, sebagian besar rumah tangga memberikan pemupukan dengan pupuk
kandang maupun sampah sisa-sisa rumah tangga. Pelaksanaan kegiatan KRPL
KEMPLING dapat membuat kondisi Desa Banjarsari menjadi ramah lingkungan.
Pelaksanaan KRPL KEMPLING mampu menambah keindahan setiap rumah
sehingga membuat rumah menjadi lebih ASRI. Desa Banjarsari juga memberikan
stimulun bagi desa sebelah agar mengembangkan KRPL.
Dilihat dari aspek sosial, pengembangan KRPL di Desa Banjarsari akan
terus didukung masyarakat karena mampu menambah ilmu pengetahuan dan
meningkatkan gotong royong antar rumah tangga. Masyarakat dapat menjadikan
KRPL sebagai sarana aktualisasi dan pengembangan diri bagi Desa Banjarsari.
Pelaksanaaan KRPL ini mampu menambah komunikasi dengan Dinas-Dinas
terkait di Kabupaten Pacitan seperti Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan,
Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Ketahanan Pangan, Dinas
Perikanan, Dinas Perkebunan dan Kehutanan. Pihak-pihak yang terkait tersebut
memberikan sosialisasi dalam bentuk penyuluhan sehingga masyarakat dapat
meningkatkan skill untuk mengoptimalisasi pekarangan.
Implementasi KRPL di lapangan dari aspek ekonomi hingga tahun 2012
memang belum menunjukkan sumbangan yang berarti. Hal ini karena pelaksanaan
KRPL di Desa Banjarsari sendiri yang hampir berjalan dua tahun. Keberlanjutan
KRPL ditinjau dari mampu menekan pengeluaran rumah tangga dan keberadaan
KBD sebagai penyedia atau menjual hasil dari komoditas KRPL di Desa Banjar-
sari. Pelaksanaan KRPL mampu menekan pengeluaran rumah tangga yang
Page 36
91
ditunjukkan dengan pada strata 1, strata 2, dan strata 3 berorientasi untuk
memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Penghematan pengeluaran rumah tangga
untuk konsumsi pangan disajikan pada Tabel 43.
Tabel 43. Penghematan Pengeluaran Rumah Tangga KRPL KEMPLING
Klasifikasi Persentase (%) Persentase (%) Penghematan
Pengeluaran rumah
tangga (Rp/bulan)
Strata 1 Sayuran 62,70 49.508
Strata 2 Sayuran 58,26
55.089 Telur ayam buras 57,00
Strata 3
Sayuran 71,46 130.751 Telur ayam buras 65,00
Perikanan 24,50
Sumber : Data Primer, diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 42 menunjukkan bahwa strata yang paling besar
menekan pengeluaran rumah tangga dalam konsumsi pangan yaitu strata 3 sebesar
Rp 130.751/bulan. Penghematan pengeluaran pada strata 1 dan 2 hanya terpaut
sedikit yaitu sebesar Rp 5.581. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan sayuran
strata 2 memiliki nilai penghematan pengeluaran paling kecil dibandingkan
dengan strata 1 dan strata 3 karena penggunaan sayuran strata 2 lebih berorientasi
untuk sosial.
Tahun proyek menggunakan bangunan dari KBD dengan umur teknis 5
tahun. Umur teknis ini didasarkan oleh Fitriyani (2006) yang menyatakan bahwa
umur kandang ayam memiliki masa pakai 2-5 tahun yang terbuat dari bambu dan
kayu. Bahan pembuatan KBD terdiri dari bambu dan kayu. Atap KBD terbuat dari
plastik yang berlantaikan tanah.
Analisis ini menggunakan tingkat discount factor sebesar 12% yang didis-
kontokan dengan nilai manfaat bersih (net benefit) yang diperoleh dari perhi-
tungan arus kas (cash flow). Tingkat suku bunga (discount factor) sebesar 12%
Page 37
92
yang digunakan dalam pengembangan KBD merupakan tingkat suku bunga
pinjaman di salah satu bank di Indonesia, dimana bank tersebut yang mudah
diakses oleh masyarakat Desa Banjarsari. Pelaksanaan KBD di Desa Banjarsari
dilakukan secara komunal.
Penerimaan yang diperoleh KBD sebesar Rp 14.000.000 setiap tahun
dengan menggalikan harga, jumlah voker, dan jumlah bibit setiap voker. KBD
dalam satu tahun melakukan tanam-menanam sebanyak empat kali. Penerimaan
tersebut terdiri dari: (1) Penerimaan tunai sebesar Rp 275.000 dari penjualan
voker setiap tanam; (2) Penerimaan non tunai sebesar Rp 3.225.000 dalam sekali
tanam. Penerimaan non tunai di KBD merupakan penerimaan dimana
ketersediaan benih/bibit dikonsumsi oleh rumah tangga Desa Banjarsari untuk
mencukupi kebutuhan di pekarangan. Jumlah penerimaan yang diterima KBD
selama umur proyek yaitu 5 tahun diasumsikan tetap. Penerimaan yang diperoleh
KBD, nantinya dipergunakan dari dan untuk masyarakat Desa Banjarsari.
Biaya di KBD dibagi menjadi dua yaitu: (1) Biaya tunai; dan (2) Biaya
non tunai. Biaya tunai terdiri dari pembelian benih selama sekali tanam dan biaya
non tunai terdiri dari daun pisang, pupuk kandang, tenaga kerja, dan lain-lain.
Biaya tunai yang dikeluarkan KBD sebesar Rp 271.250 sekali tanam. Biaya non
tunai yang dikeluarkan KBD sebesar Rp 2.492.500 sekali tanam.
Pada pengembangan KBD terdapat dua kondisi yaitu (1) kondisi adanya
bantuan dari Kecamatan Pacitan yang digunakan merenovasi KBD dan membeli
bibit/benih untuk KBD; (2) kondisi tanpa ada bantuan dari pemerintah. Kondisi
tanpa adanya bantuan diperoleh dari pemutaran uang yang didapat dari KBD.
Biaya investasi pembangunan KBD untuk kondisi tanpa ada banatuan
Page 38
93
diasumsikan dengan sebesar Rp 2.500.000 sama dengan bantuan dari Kecamatan
Pacitan. Hal ini dikarenakan keterbatasan responden untuk mengingat harga dan
jumlah alat serta bahan yang digunakan dalam pembangunan KBD. Gambaran
dua kondisi pendapatan KBD dapat dilihat pada Tabel 44 dan Tabel 45.
Tabel 44. Gambaran Pendapatan KBD di Desa Banjarsari dengan adanya
Bantuan
Tahun Benefit (Rp) Cost (Rp) Pendapatan (Rp)
1 16.500.000 11.055.000 5.445.000 2 14.000.000 11.252.500 2.747.500 3 14.000.000 11.055.000 2.945.000 4 14.000.000 11.252.500 2.747.500 5 14.000.000 11.055.000 2.945.000
NPV 12.565.248
Gross B/C 1,29 Sumber : Data Primer, diolah (2012)
Asumsi :
i. Harga bibit per voker di KBD Rp. 500
ii. KBD memiliki wadah 35 papan voker
iii. Satu voker berisi 200 bibit
iv. Bibit tidak ada yang rusak/mati
v. Ukuran voker 45 cm x 60 cm
Berdasarkan Tabel 44 menunjukkan hasil perhitungan bahwa gambaran
pendapatan KBD di Desa Banjarsari dan tingkat suku bunga 12% memenuhi
semua kriteria kelayakan. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diperoleh hasil
bahwa:
1) Nilai NPV yang diperoleh lebih dari nol (NPV>0) yaitu sebesar
Rp 12.565.248. Artinya, jumlah manfaat bersih dari usaha KBD ini selama
umur proyek yaitu 5 tahun dengan tingkat suku bunga 12% sebesar
Rp 12.565.248 sehingga usaha tersebut layak untuk dijalankan.
2) Pada kriteria investasi yang kedua yaitu nilai gross B/C yang diperoleh lebih
dari satu (gross B/C>1) yaitu sebesar 1,29. Artinya, setiap Rp 1,00 biaya
dikeluarkan oleh KBD selama umur usaha yaitu 5 tahun mampu menghasilkan
Page 39
94
manfaat kotor sebesar Rp 1,29 sehingga usaha tersebut dikatakan layak untuk
dijalankan.
Tabel 45. Gambaran Pendapatan KBD di Desa Banjarsari Tanpa Bantuan
Tahun Benefit (Rp) Cost (Rp) Pendapatan (Rp)
1 14.000.000 13.555.000 445.000 2 14.000.000 11.252.500 2.747.500 3 14.000.000 11.055.000 2.945.000 4 14.000.000 11.252.500 2.747.500
5 14.000.000 11.055.000 2.945.000
NPV 8.100.962
Gross B/C 1,21 Sumber : Data Primer, diolah (2012)
Asumsi :
i. Harga bibit per voker di KBD Rp. 500
ii. KBD memiliki wadah 35 papan voker
iii. Satu voker berisi 200 bibit
iv. Bibit tidak ada yang rusak/mati
v. Ukuran voker 45 cm x 60 cm
Berdasarkan Tabel 45 menunjukkan hasil perhitungan bahwa gambaran
pendapatan KBD di Desa Banjarsari dan tingkat suku bunga 12% memenuhi
semua kriteria kelayakan. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diperoleh hasil
bahwa:
1) Nilai NPV yang diperoleh lebih dari nol (NPV>0) yaitu sebesar Rp 8.100.962.
Artinya, jumlah manfaat bersih dari usaha KBD ini selama umur proyek yaitu
5 tahun dengan tingkat suku bunga 12% sebesar Rp 8.100.962 sehingga usaha
tersebut layak untuk dijalankan.
2) Pada kriteria investasi yang kedua yaitu nilai gross B/C yang diperoleh lebih
dari satu (gross B/C>1) yaitu sebesar 1,21. Artinya, setiap Rp 1,00 biaya
dikeluarkan oleh KBD selama umur usaha yaitu 5 tahun mampu menghasilkan
manfaat kotor sebesar Rp 1,21 sehingga usaha tersebut dikatakan layak untuk
dijalankan.
Berbagai perspektif dari ketiga sudut pandang yaitu aspek lingkungan,
aspek sosial, dan aspek ekonomi tersebut mengindikasikan bahwa KRPL memang
Page 40
95
layak untuk terus dikembangkan dan didukung oleh semua pihak yang terlibat.
Dinas-dinas yang terkait sebagai stakeholder mendapatkan keuntungan dari
terjaganya pekarangan dan penyediaan pangan secara berkelanjutan. Masyarakat
yang terlibat langsung dapat merasakan manfaat ekonomi dan sosial dari
berjalannya KRPL KEMPLING. Walaupun masih terdapat berbagai masalah
dalam pelaksanaan KRPL di Desa Banjarsari, masalah tersebut masih dapat
diatasi mengingat ini baru berjalan efektif hampir berjalan dua tahun. Kuncinya
adalah tekad dari setiap pihak yang terlibat untuk saling bekerjasama mengatasi
berbagai masalah yang masih terjadi, demi tercapainya tujuan utama KRPL yaitu
optimalisasi pekarangan untuk mendukung penyediaan pangan secara
keberlanjutan.