Date post: | 11-Dec-2014 |
Category: |
Documents |
Author: | aryo-handoko-sitorus |
View: | 212 times |
Download: | 17 times |
Ventilasi Paru-Paru
dr. Simon Marpaung, M.Kes Departemen Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia1
Mekanisme PernafasanDalam rongga toraks terdapat : Dua buah paru perubahan volume paru ditimbulkan oleh perubahan dimensi toraks. Jantung dan pembuluh darah terkait. Esofagus. Timus. Beberapa saraf.2
Terdapat kantong pleura yang memisahkan paru dari dinding dada. Kantong pleura dibentuk oleh 2 lapisan, yaitu pleura-visceral dan pleura-parietal. Di antara keduanya ada cairan sebagai pelicin.
3
Hubungan timbal balik antara tekanan atmosfer, tekanan intra-alveolus, dan tekanan intra-pleura penting dalam mekanika pernafasan. Akibat aktivitas siklik otot-otot pernafasan penurunan gradien tekanan yang berubah antara alveolus dan atmosfer udara masuk dan keluar paru.
4
Ada 3 tekanan berbeda pada ventilasi, yaitu : 1. Tekanan atmosfer (barometrik). 2. Tekanan intra-alveolus = tekanan intrapulmonalis. Setiap perbedaan antara tekanan intra-alveolus dengan tekanan atmosfer udara mengalir tercapai kesetimbangan (equilibrium). 3. Tekanan intra-pleura = tekanan intratoraks, adalah tekanan di luar paru di dalam rongga toraks.
5
Tekanan intra-pleura lebih kecil daripada tekanan atmosfer, rata-rata 756 mmHg saat istirahat. Tekanan yang penting pada ventilasi. Tekanan intra-pleura = 756 mmHg tekanan intra-alveolus (intra-toraks) = 760 mmHg tekanan atmosfer (barometriks) = 760 mmHg
6
Kohesivitas cairan intra-pleura dan gradien tekanan transmural menjaga dinding toraks dan paru berhadapan erat walaupun paru berukuran lebih kecil daripada toraks. Ketika toraks mengembang, paru juga mengembang. Adanya gradien tekanan transmural. Mendorong paru ke arah luar, meregangkan atau mengembangkan paru mengisi rongga toraks.
7
Dinding dada cenderung menciut atau terkompressi. Adanya gradien tekanan transmural dan kohesivitas cairan intrapleura mencegah paru dan dinding toraks tersebut saling menjauhi.
8
Proses InspirasiAktif akibat kontraksi otot-otot inspirasi. Pada inspirasi tenang, pembesaran rongga dada disebabkan oleh kontraksi : Diafragma (otot inspirasi utama). M.interkostalis ekstenus. Pada pernafasan kuat, misalnya waktu olahraga atau sesak nafas otot inspirasi tambahan turut kontraksi.9
m.levator kostarum. m.skelanus. m.seratus postukus superior. Selama inspirasi : diafragma turun mendatar sejauh 1,5 cm 7 cm, mengakibatkan pembesaran dimensi vertikal rongga dada sekitar 75%.
10
Dikenal 2 jenis pernafasan, yaitu : 1. Pernafasan dada (umumnya pada wanita). 2. Pernafasan perut (terutama pada pria), disebabkan oleh kontraksi diafragma.
11
Proses Ekspirasi Pada pernafasan (euproe), ekspirasi merupakan proses aktif akibat relaksasi otot inspirasi paru teregang pada inspirasi kontraksi otot inspirasi berhenti ada daya rekoil paru dan dinding relaksasi otot inspirasi awal ekspirasi. Pada pernafasan kuat kontraksi otot inspirasi lebih diperlambat peralihan inspirasi ekspirasi berjalan lancar (smooth).12
Pada ekspirasi kuat kontraksi otot-otot ekspirasi, yaitu : m.rektus abdominalis m.transversus abdominis Keduanya untuk meningkatkan tekanan intraabdominal mendorong diafragma
13
Otot ekspirasi mulai berkontraksi menjelang akhir proses ekspirasi. Pada ekspirasi paksa (force expiration) kontraksi otot ekspirasi sejak awal ekspirasi. Otot ekspirasi tambahan adalah m.interkostalis internus. Kontraksi otot ini memperkecil dimensi transversal rongga dada.
14
Fungsi Saluran PernafasanSistem pernafasan tidak berpartisipasi dalam semua langkah respirasi. Fungsi utama pernafasan adalah untuk memperoleh O2, digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel. Dalam fisiologi, ada 2 jenis respirasi, yaitu : 1. Respirasi internal atau seluler. 2. Respirasi eksternal.15
Respirasi InternalRespirasi internal atau seluler adalah proses metabolisme intrasel di dalam mitokondria, menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 + energi (nutrisi). Kuosien pernafasan (respiratory quotient, RQ), yaitu perbandingan (rasio) CO2 yang dihasilkan terhadap O2 yang dikonsumsi, bervariasi bergantung jenis makanan. Jika karbohidrat RQ = 1 setiap molekul O2 yang dikonsumsi, dihasilkan 1 mol CO216
Jika karbohidrat RQ = 1 setiap molekul O2 yang dikonsumsi, dihasilkan 1 mol CO2 C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6 H2O + ATP Lemak RQ = 0,7 Protein RQ = 0,8 Di Amerika Serikat makanan campuran O2 yang dikonsumsi = 250 ml/menit CO2 yang dihasilkan = 200 ml/menit RQ rata-rata = CO2 yang dihasilkan O2 yang dikonsumsi = 200 ml/menit = 0,817
Respirasi EksternalPertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan Esternal dan sel tubuh meliputi 4 langkah, yaitu : 1. Udara masuk-keluar paru pertukaran antara atmosfer (lingkungan eksternal) dan kantong udara (alveolus) paru oleh kerja mekanis pernafasan atau ventilasi sesuai dengan kebutuhan tubuh.18
2. O2 dan CO2 dipertukarkan antara dialveolus dengan darah melalui proses difusi. 3. O2 dan CO2 diangkut oleh darah antara paru dan jaringan. 4. Pertukaran O2 dan CO2 antara jaringan dan darah melalui proses difusi.
19
Udara (atmosfer)
O2 dan CO2 difusi darah paru O2 dan CO2 jaringan O2 dan CO2 difusi darah
alveolus
20
Alveolus tempat pertukaran gas adalah suatu kantong udara kecil, berdinding tipis, dan dapat mengembang yang dikelilingi oleh kapiler paru. Di paru : 300 juta alveolus, garis tengah sekitar 300 m ( mm) luas permukaan total = 1/100 m2
21
Alveolus terdiri dari : Satu lapisan sel alveolus tipe I yang gepeng, tipis, untuk mempermudah pertukaran gas. Sel epitel lain adalah sel alveolus tipe II yang mengeluarkan surfaktan paru (kompleks fosfolipoprotein) mempermudah pengembangan (ekspansi) paru. Dinding alveolus ada pori-pori kohn memungkinkan aliran udara antar alveolus ventilasi kolateral.22
Volume dan Kapasitas ParuVolume dan kapasitas paru dipengaruhi oleh : Bentuk/anatomi tubuh. Usia. Tinggi badan. Posisi tubuh. Daya regang paru. Ada tidaknya penyakit paru.23
Berbagai volume dan kapasitas paru adalah : 1. Tidal Volume (TV). 2. Volume Cadangan Inspirasi (VCI). 3. Kapasitas Inspirasi (KI). 4. Volume Cadangan Ekspirasi (VCE). 5. Volume Residual (VR). 6. Kapasitas Residual Fungsional (KRF). 7. Kapasitas Vital (KV). 8. Kapasitas Paru Total (KPT). 9. Volume Ekspirasi Paksa Dalam Satu Detik (Forced Expiratory Volume, FEV).24
Kapasitas Paru Total (KPT). Volume udara maksimum yang dapat ditampung oleh paru (KPT = KV + VR). Nilai rata-ratanya = 5700 ml. Volume ekspirasi paksa dalam satu detik (Forced Expiratory Volume, FEV).
25
Manfaat pengukuran volume dan kapasitas paru adalah : 1. Pengetahuan akademik. 2. Petunjuk berbagai penyakit saluran pernafasan. Ada 2 kategori, yaitu : 1. Obstruktif. 2. Restriktif.
26
Penyakit lain : 1. Penyakit gangguan difusi O2 dan CO2 menembus membran paru. 2. Penurunan ventilasi akibat : a. Kegagalan mekanis akibat penyakit neuronumkulus otot-otot pernafasan. b.Penekanan pusat kontrol pernafasan oleh alkohol, obat, atau zat kimia lain. 3. Gangguan aliran paru. 4. Kelainan ventilasi/perfusi udara tidak cocok dengan darah.27
Pertukaran GasGas berpindah mengikuti penurunan gradien tekanan. Udara atmosfer normal yang kering adalah 79% N2. 21% O2, CO2, uap H2O, gas lain diabaikan. Secara bersama gas-gas ini tekanan atmosfer total = 760 mmHg (tekanan parsial). 79%N2 PN2 = 79% x 760mmHg = 600mmHg 21%O2 PO2 = 21% x 760mmHg = 160mmHg PCO2 = 0,3 mmHg dapat diabaikan28
Oksigen masuk dan CO2 keluar dari darah di paru secara pasif mengikuti penurunan gradien tekanan parsial. Pertukaran O2 dan CO2 menembus kapiler paru dan sistemik yang disebabkan oleh gradien tekanan parsial. PO2 dan PCO2 arteri sistemik biasanya relatif konstan setelah melakukan keseimbangan dengan tekanan parsial alveolus.29
PO2 dan PCO2 vena sistemik berubah-ubah, bergantung pada tingkat aktivitas metabolisme. Melintasi kapiler paru : Gradien tekanan parsial O2 dari alveolus ke darah = 60 mmHg (100 40) Gradien tekanan parsial CO2 dari darah ke alveolus = 6 mmHg (46 40)
30
Melintasi kapiler sistemik : Gradien tekanan parsial O2 dari darah ke sel jaringan = 60 mmHg (100 40) Gradien tekanan parsial CO2 dari sel jaringan ke darah = 6 mmHg (46 40)
31
Fisiologi Pernafasan Transport Gas Darah dan Imbangan Asam-BasaPengangkutan Oksigen Kemampuan Hb dalam fungsinya sebagai sarana transport O2 berhubungan dengan 2 sifat penting, yaitu : a. Kemampuan Hb berubah menjadi bentuk oxygenated sewaktu mengikat O2. Proses ini disebut oksigenasi, dan hasil akhirnya terbentuk oksihemoglobin : Hb + O2 HbO2 b. Kemampuan Hb untuk melepas kembali O2 di kapiler jaringan menjadi bentuk deoxygenated (deoksihemoglobin) : HbO2 Hb + O2 32
Faktor terpenting dalam menentukan % saturasi HbO2 adalah PO2 darah. Pada reaksi reversibel antara Hb dan O2 (Hb + O2 HbO2), maka peningkatan PO2 darah (misalnya di kapiler paru) akan mendorong reaksi ke arah kanan, sehingga pembentukan HbO2 ditingkatkan (% saturasi HbO2 meningkat). Sebaliknya, penurunan PO2 darah (misalnya di kapiler sistemik) menyebabkan reaksi bergeser ke kiri. O2 akan dilepaskan dari Hb, sehingga dapat diambil oleh jaringan.33
Kurva Disosiasi (Saturasi) Oksigen Hemoglobin (O2-Hb) Hubungan antara kedua variabel tersebut digambarkan oleh kurva berbentuk huruf S dengan bagian mendatar terletak antara PO2 60 mmHg dan 100 mm Hg dan bagian curam antara PO2 0 mmHg dan 60 mmHg
34
Kurva disosiasi HbO2 standar yang lazim digunakan berlaku pada suhu dan pH tubuh normal suhu 37 oC dan pH 7,4). Afinitas Hb terhadap O2 dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menyebabkan pergeseran kurva disosiasi adalah : a. pH dan PCO2 Penurunan pH/peningkatan PCO2 darah menyebabkan pergeseran kurva disosiasi HbO2 ke kanan.35
Artinya, pada PO2 yang sama, lebih banyak O2 yang dibebaskan. Keadaan ini berlangsung di kapiler pembuluh sistemik. b. Suhu Efek peningkatan suhu terhadap kurva disosiasi HbO2 serupa dengan efek peningkatan keasaman, kurva bergeser ke kanan. c. 2-3-difosfogliserat (2.3-DPG) 2.3-DPG terdapat di dalam sel darah merah. Peningkatan 2.3-DPG akan menggeser kurva disosiasi HbO2 ke kanan.36
Kurva Disosiasi HbO2 Pada Janin Afinitas Hb fetus terhadap O2 lebih besar dibandingkan pada orang dewasa (kurva disosiasi HbO2 fetus lebih curam/bergeser ke kiri).
37
Afinitas Hb Terhadap COKarbon monoksida (CO) berkompetisi dengan O2 dalam mengikat Hb. Adanya sejumlah kecil CO dalam darah sedah sukup untuk mengurangi tersedianya Hb untuk transport O2. HbCO akan menyebabkan pergeseran kurva disosiasi HbO2 ke kiri. Keracunan CO dapat terjadi tanpa disadari oleh korban. Keracunan CO tidak mengalami sensasi sesak nafas (breathlessness).38
Pengangkutan CO2Diangkut dalam 3 bentuk, yaitu terlarut, terikat dengan Hb/protein plasma, dan sebagai ion bikarbonat. a. CO2 terlarut Daya larut CO2 dalam darah jauh lebih besar dibandingkan O2. Pada PCO2 normal, hanya 10% dari total CO2 dalam darah ditransport dalam bentuk terlarut.39
b. Ikatan dengan Hb dan protein plasma. Sekitar 30% CO2 berikatan dengan bagian globin dari Hb, membentuk HbCO2 (karbaminohemoglobin). Sejumlah kecil CO2 juga berikatan dengan protein plasma (ikatan karbamino). Baik HbCO2 maupun ikatan karbamino merupakan reaksi longgar dan reversibel. c. Ion HCO3 Ion HCO3 terbentuk dalam sel darah merah melalui reaksi : CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO340
Kurva Disosiasi CO2Kandungan CO2 total dalam darah bergantung pada besar PCO2. Hubungan antara konsentrasi CO2 dan PCO2 dinyatakan sebagai kurva disosiasi CO2. Kurva disosiasi CO2 juga dipengaruhi oleh pH darah. Kurva ini pada darah arteri (darah teroksigenasi) lebih ke kanan dibandingkan dalam darah vena (darah terdeoksigenasi).41
Efek Peningkatan PCO2, H+, suhu 2,3Difosfogliserat dan Karbon Monoksida Pada Kurva O2-HbPeningkatan PCO2, asam, suhu, dan 2,3difosfogliserat menggeser kurva O2-Hb ke kanan. Lebih banyak O2 dibebaskan dari Hb untuk digunakan oleh jaringan. Keracunan karbon monoksida, menggeser kurva O2-Hb ke kiri. Lebih sedikit O2 yang dibebaskan dari Hb pada PO2 tertentu di tingkat jaringan.42
Gradien Difusi Netto untuk O2 dan CO2 antara Paru dan JaringanGradien netto untuk difusi O2 mula-mula dari alveolus ke darah dan kemudian dari darah ke jaringan. Dalam arah yang berlawanan terbentuk gradien netto untuk difusi CO2 mula-mula dari sel jaringan ke darah dan kemudian dari darah ke alveolus.
43
Transportasi Karbon Dioksida Di Dalam DarahKarbon dioksida (CO2) yang diserap di tingkat jaringan diangkut dalam darah ke dengan 3 cara, yaitu : 1. Secara fisik terlarut. 2. Terikat ke hemoglobin (Hb). 3. Sebagai ion bikarbonat (HCO3-).
paru
44
Bikarbonat berpindah mengikuti penurunan gradien konsentrasinya ke luar sel darah merah masuk ke dalam plasma dan klorida (Cl-) berpindah melalui pembawa pasif yang sama ke dalam sel darah merah mengikuti gradien listrik yang tercipta oleh difusi ke luar HCO3-.
45
Pengaturan Imbangan Asam-Basa DarahpH darah arteri normal berkisar antara 7,37 7,43 (rata-rata 7,4). Faktor-faktor yang berperan dalam mempertahankan pH darah yang konstan adalah buffer dalam darah, pertukaran gas dalam paru dan mekanisme ekskresi oleh ginjal.
46
Sifat-Sifat Buffer Dalam Daraha. Ion bikarbonat. Kemampuan sistem respirasi untuk mengatur besar PCO2 darah menjamin tersedianya konsentrasi buffer bikarbonat yang tinggi di dalam darah. b. Fosfat. Efek buffernya kecil.
47
c. Proteinat. Merupakan buffer darah yang cukup penting terutama karena dapat mengubah keasamannya melalui reaksi oksigenasi dan deoksigenasi.
48
Pengaturan PernafasanOtot pernafasan yang secara ritmik harus mengisi dan mengeluarkan udara dalam paru. Otot-otot pernafasan (yang merupakan otot skelet) melalui persarafan dapat berkontraksi. Spontan berirama oleh lepas muatan teratur (rhytmic discharge) dari pusat pernafasan di batang otak. Di samping itu, dapat dimodifikasi dan diatur secara volunter (di bawah kemauan).49
Pusat PernafasanPusat mekanisme pengaturan pernafasan ada 2, yaitu pusat pengaturan pernafasan volunter (di bawah kemauan) dan pusat pengaturan pernafasan otomatis (spontan). Pusat pernafasan volunter terletak di korteks serebri dan impulsnya disalurkan melalui traktus kortikospinalis menuju motor neuron sarafsaraf pernafasan.50
Di batang otak bertanggung jawab dalam membentuk pola pernafasan ritmik. Terdiri dari 3 bagian, yaitu pusat respirasi (inspirasiekspirasi), pusat apneustik, dan pusat pneumotaksik. a. Pusat respirasi. Terletak di formasio retikularis medula oblongata, menyebabkan terjadinya pernafasan spontan. Secara anatomis, pusat respirasi dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok dorsal (dorsal respiratory group = DRG) dan kelompok ventral51
(ventral respiratory group = VRG). Kelompok dorsal terutama terdiri dari neuron I. Kelompok ventral terdiri dari neuron I dan neuron E. Apabila kebutuhan ventilasi meningkat, neuron I pada kelompok ventral diaktifkan melalui rangsang dari kelompok dorsal. Neuron E akan dirangsang untuk mengeluarkan impuls yang akan menyebabkan kontraksi otot-otot ekspirasi, sehingga terjadi ekspirasi aktif. Terdapat pula suatu mekanisme feed-back negatif antara neuron I kelompok dorsal dan neuron E kelompok ventral.52
b. Impuls dari neuron I-DRG, selain merangsang motor neuron otot inspirasi, juga akan merangsang neuron E-VRG. Neuron E-VRG sebaliknya akan mengeluarkan impuls yang menghambat neuron I-DRG. Dengan demikian, neuron IDRG akan menghentikan aktivitasnya sendiri melalui pelepasan rangsang inhibisi. c. Pusat apneustik. Pusat ini terletak di formasio retikularis pons bagian bawah, mempunyai pengaruh tonik terhadap pusat respirasi. Pusat ini dihambat oleh impuls aferen melalui n.vagus.53
d. Pusat pneumotaksik. Pusat ini terletak di pons bagian atas, menghambat aktivitas neuron I, sehingga rangsang inspirasi dihentikan. Kedua pusat tersebut menyebabkan impuls spontan dan berirama pada pusat respirasi menjadi lebih halus dan teratur, sehingga proses inspirasi dan ekspirasi berjalan dengan mulus (smooth).
54
Pengaturan Pusat Pernafasan1. Rangsang kimia. PO2 dan PCO2 darah yang meninggalkan paru dipertahankan konstan. Dilakukan melalui variasi irama dan amplitudo pernafasan. Rangsang yang akan meningkatkan ventilasi adalah penurunan PO2, peningkatan PCO2, respirasi melalui perangsangan reseptor kimia (kemoreseptor) di perifer dan di pusat.55
Kemoreseptor perifer. Glomus karotikum yang terletak pada percabangan a.karotis komunis, dan glomus aortikum pada arkus aorta adalah reseptor kimia perifer yang peka terhadap peningkatan PCO2 dan penurun PO2/pH darah. Rangsang pada glomus karotikum diteruskan ke pusat respirasi melalui cabang n.glossofaringeus, sedangkan rangsang dari glomus aortikum disalurkan melalui cabang asendens n.vagus. Akibat perangsangan reseptor kimia ini, ventilasi akan meningkat. Penurunan PCO2 dan peningkatan PO2/pH darah menyebabkan kemoreseptor kurang terangsang, sehingga56
mmHg. Penurunan PO2 arteri (hipoksia) akan merangsang kemoreseptor perifer dan meningkatkan impuls ke pusat respirasi. Respons peningkatan ventilasi baru akan tampak jelas apabila PO2 arteri turun lebih rendah dari 60 mmHg. Respons ventilasi akan tampak lebih nyata apabila kekurangan O2 terjadi bersama-sama dengan peningkatan PCO2 arteri. Respons ventilasi terhadap peningkatan PCO2 arteri Pada keadaan istirahat, PCO2 arteri memegang peranan penting sebagai57
pemberi informasi ke pusat respirasi dalam mengatur besar ventilasi. Peningkatan metabolisme jaringan menyebabkan peningkatan PCO2 arteri, menimbulkan refleks perangsangan ke pusat respirasi, dengan akibat meningkatnya ventilasi, akan berhenti. Sebaliknya, penurunan PCO2 arteri menurunkan refleks perangsangan ke pusat respirasi, sehingga ventilasi menurun. c. Sistem limbik dan hipotalamus diduga menyalurkan impuls aferen menuju pusat pernafasan, karena rangsang nyeri dan emosi mempengaruhi pola pernafasan.58
d. Proprioseptor di otot, tendo, dan sendi mengirimkan impuls melalui serat aferen menuju ke medula oblongata untuk menggiatkan pernafasan sewaktu melakukan olahraga. e. Baroreseptor di sinus karotikus, arkus aorta, atrium, ventrikel, dan pembuluh darah besar, selain menyalurkan impulsnya melalui serat aferen menuju ke pusat respirasi, menimbulkan inhibisi ke pusat respirasi. Apabila terjadi peningkatan tekanan darah, secara refleks terjadi penurunan frekuensi denyut jantung, penurunan ventilasi, dan vasodilatasi pembuluh darah.59
f. Peningkatan suhu tubuh akan menggiatkan pernafasan, ventilasi meningkat. g. Hormon epinefrin akan merangsang pusat respirasi, sehingga ventilasi meningkat. h. Berbagai iritasi pada mukosa, menimbulkan refleks bersin, batuk, menelan, muntah, menguap, tampak perubahan pola pernafasan. i. Refleks Hering-Breuer, yaitu refleks hambatan inspirasi-ekspirasi. Pada saat inspirasi mencapai batas tertentu, reseptor regang yang terdapat pada parenkim paru, serta otot polos saluran pernafasan akan60
terangsang, disalurkan melalui serat aferen n.vagus menuju DRG di medula oblongata, dan menghambat aktivitas neuron I (inflation reflex). Demikian pula pada saat ekspirasi mencapai batas tertentu, terjadi perangsangan reseptor kompresi yang terletak pada septum alveol. Impuls dari reseptor kompresi akan menghambat terjadinya ekspirasi lebih lanjut (deflation reflex).
61
Tahan NafasPusat pengaturan pernafasan volunter memungkinkan seseorang dengan sengaja menahan nafas sampai batas tertentu. Saat di mana nafas tidak dapat ditahan lagi disebut sebagai titik lepas (breaking point). Hilangnya kemampuan menahan nafas disebabkan oleh peningkatan PCO2 dan penurunan PO2 darah arteri.62
Faal Pernafasan Sewaktu OlahragaPada waktu melakukan kerja fisik berat, ventilasi alveolar dapat meningkat sampai 20x lebih besar dibandingkan keadaan istirahat, untuk memenuhi kebutuhan O2 jaringan yang meningkat, serta pengeluaran CO2 yang berlebih dari dalam tubuh.63
Peningkatan ventilasi pada awal gerak badan terjadi secara mendadak, diikuti kenaikan yang bertahap. Peningkatan ventilasi mendadak pada awal kerja fisik mungkin disebabkan oleh : 1. Sebagian impuls dari korteks serebri menuju otot skelet ke formasio retilularis batang otak dan merangsang pusat respirasi. 2. Gerakan otot rangka, melalui proprioseptor di otot, tendo, dan sendi akan merangsang pusat respirasi.64
3. Peningkatan rangsang simpatis akan meningkatkan kadar hormon epinefrin. Peningkatan ventilasi selanjutnya (bertahap) mungkin disebabkan oleh faktor humoral (CO2, O2, pH), serta peningkatan suhu tubuh. Penurunan ventilasi yang tiba-tiba pada akhir kerja fisik disebabkan oleh hilangnya rangsang korteks serebri dan proprioseptor. Rangsang ventilasi pada akhir kerja fisik oleh kadar ion H darah arteri yang masih tinggi akibat lactic acidemia.65
Perubahan di paru-paru sewaktu olahraga : Aliran darah yang masuk ke dalam paru akan meningkat. PO2 darah vena sistemik yang masuk ke dalam paru turun dari 40 mmHg sampai 25 mmHg. Peningkatan jumlah aliran paru dan beda PO2 alveol-kapiler. Peningkatan ambilan O2 darah sebanding dengan berat kerja yang dilakukan. Jumlah CO2 yang dikeluarkan paru meningkat. Perbedaan perfusi antara bagian apeks dan basis paru akibat pengaruh gravitasi akan66
hilang waktu gerak badan. Volume pernafasan semenit meningkat dari 6 L/menit waktu istirahat menjadi 100 150 L/menit (mencapai 200 L/menit) saat gerak badan. Perubahan di jaringan sewaktu olahraga : Penggunaan O2 oleh otot yang melakukan kerja akan meningkat. Pembuluh kapiler otot bervasodilatasi dan jumlah kapiler yang aktif juga meningkat. Pada PO2 darah di bawah 60 mmHg, kemampuan Hb mengikat O2 makin lemah.67
Peningkatan CO2 darah (penurunan pH) dan kenaikan temperatur tubuh juga menyebabkan kemampuan Hb mengikat O2 melemah, sehingga lebih banyak lagi O2 yang dibebaskan untuk dikonsumsi oleh jaringan.
68
Fisiologi Pernafasan Faal Pernafasan Pada Sakit dan Sehat PendahuluanTerpenuhinya kebutuhan jaringan akan O2 bergantung pada kerja sama erat antara sistem pernafasan, jantung, pembuluh darah, serta kondisi jaringan lokal.
69
HipoksiaHipoksia adalah kekurangan O2 di tingkat seluler. Hipoksia dibagi atas 4 golongan, yaitu: a. Hipoksia hipoksik, yaitu hipoksia akibat kekurangan O2 di dalam darah, ditandai dengan rendahnya PO2 darah disertai saturasi HbO2 yang tidak adekuat. Penyebabnya adalah :
70
b.
Penyebabnya adalah : Gangguan pada pertukaran gas di paru. Terpapar pada high altitude, lingkungan dengan kadar oksigen rendah atau akibat hipoventilasi. Hipoksia anemik, yaitu kurangnya O2 di jaringan akibat menurunnya kapasitas transport O2 oleh darah. Hal ini dapat disebabkan oleh : Kurangnya jumlah sel darah merah (anemia). Kurangnya jumlah Hb dalam sel darah merah (eritrosit abnormal).71
Terdapatnya Hb abnormal yang kurang efektif mengikat O2 (methemoglobin). Keracunan CO. c. Hipoksia sirkulatorik, yaitu hipoksia karena menurunnya jumlah darah teroksigenasi yang sampai di jaringan. Hipoksia sirkulatorik dapat terjadi setempat akibat spasme pembuluh darah lokal atau sumbatan lokal. Secara umum sebagai akibat gagal jantung kongestif atau syok sistemik.72
d. Hipoksia histotoksik, yaitu hipoksia yang terjadi akibat ketidakmampuan jaringan untuk mengambil atau menggunakan oksigen. Pada beberapa jenis hipoksia (tidak semua), terjadinya kekurangan O2 disertai pula dengan hiperkapnia, yaitu meningkatnya jumlah CO2 dalam darah.
73
Urutan kepekaan berbagai jaringan terhadap hipoksia adalah sebagai berikut : Susunan saraf pusat. Otot jantung. Hati, ginjal, dan saluran pencernaan. Otot rangka. Kulit.
74
Hipoksia ringan ditandai dengan menurunnya kemampuan melihat malam. Pada keadaan lebih berat terjadi rasa mengantuk, lemah, mual, sakit kepala, kadang-kadang eforia. Pada keadaan lebih berat lagi, terjadi penurunan kemampuan menilai (judgement) dan daya ingat, diikuti muscle twitch, kejangkejang, koma, dan akhirnya kematian.
75
Terapi OksigenPengobatan dengan O2 dimaksudkan untuk memperbaiki hipoksia jaringan. Beberapa keadaan yang membutuhkan pemberian oksigen adalah : Kegagalan pernafasan. Kehilangan darah. Serangan jantung dan gagal ginjal. Penyakit paru atau trauma. Sumbatan jalan nafas.76
Stroke : jaringan otak memerlukan suplai O2 terus menerus. Syok : kegagalan sistem kardiovaskuler untuk menyediakan cukup darah ke jaringan vital. Trauma kepala berat : sumbatan jalan nafas dan trauma sistem kardiovaskuler dapat menurunkan suplai O2 ke otak.
77
Bahaya Terapi OksigenPemberian oksigen berlebih menimbulkan keadaan membahayakan hidup. Kecepatan aliran harus diatur sedemikian rupa, sehingga konsentrasi O2 yang diberikan pada penderita sesuai dengan tujuan terapi. Hasil pengobatan O2 terbaik didapatkan pada terapi hipoksia hipoksik. Sedangkan pada hipoksia hostotoksik, terapi O2 tidak akan memberikan perbaikan apa-apa.78
A. Bahaya terapi oksigen non medis adalah : 1. Kerusakan pada dinding tabung atau katup akan menyebabkan tabung meledak. 2. Oksigen memperbesar penyebaran kebakaran. 3. Oksigen di bawah tekanan tidak dapat bercampur dengan minyak. Kontak antara keduanya akan menimbulkan ledakan.
79
B. Bahaya medis pemberian oksigen adalah : 1. Keracunan oksigen : pemberian O2 konsentrasi tinggi untuk jangka waktu lama akan menyebabkan kerusakan jaringan paru, dengan gejala hidung tersumbat, sakit tenggorokan, batuk, dan rasa tidak nyaman di bawah sternum. 2. Kolaps alveol : kadar O2 rendah akan menyebabkan alveol mengembang, kadar yang tinggi akan menyebabkan alveol berkerut. Pemberian O2 konsentrasi tinggi untuk waktu lama dapat menyebabkan kolaps alveol yang irreversibel (atelektasis).80
3. Retrolental fibroplasia : pembentukan jaringan parut di belakang lensa pada bayi akibat pemberian O2 kadar tinggi. 4. Henti nafas : terutama pada penderita COPD (chronic obstructive pulmonary disease), termasuk emfisema, bronkitis kronis, dan black lung. Pemberian O2 di atas 28% dapat menimbulkan henti nafas. 5. Depresi pernafasan : dijumpai pada sebagian penderita penyakit paru kronik pada keadaan asidosis respiratorik, diikuti penurunan kesadaran.81
6. Bronchopulmonary dysplacia : terbentuknya kista dan pemadatan jaringan parenkim paru. Sindroma ini merupakan manifestasi keracunan oksigen dan sering timbul pada bayi dengan respiratory distress syndrome yang diobati dengan O2.
82
Pengaruh Perubahan Tekanan Atmosfer Pada Pernafasana. Penurunan tekanan atmosfer. Makin tinggi dari permukaan laut, tekanan atmosfer makin rendah, namun komposisi (kadar) berbagai gas di udara tetap sama. Makin tinggi dari permukaan laut, makin kuat pula rangsang hiperventilasi, sehingga timbul alkalosis respiratorik. b. Peningkatan tekanan atmosfer. Menyelam sedalam 10 m di air laut atau 10,4 m di air tawar, akan meningkatkan tekanan pada tubuh sebesar 1 atmosfer.83
Seorang penyelam harus bernafas dengan udara bertekanan sama besar dengan lingkungannya. Dengan sendirinya, tekanan dan jumlah gas yang larut dalam cairan tubuh meningkat sesuai dengan peningkatan tekanan udara tersebut. c. Penyakit dekompresi. Apabila seorang penyelam yang telah cukup lama berada di kedalaman 20 m, menggunakan udara yang mengandung 78% N2, mendadak naik ke permukaan laut, atau seorang penerbang pesawat (tanpa penambahan tekanan dalam kabin) mendadak naik ke ketinggian 8.550 m (tekanan udara atm), timbul gangguan84
yang disebut penyakit dekompresi, menyebabkan nitrogen yang larut dalam darah dan jaringan berubah bentuk menjadi gelembung udara. Gelembung udara di jaringan menyebabkan rasa nyeri, terutama di sekitar sendi, serta gejala gangguan saraf, seperti rasa kesemutan (parestesia), dan gatal. Gelembung udara di dalam darah dapat menyebabkan penyumbatan arteri di otak, paru, dan lain-lain (emboli udara) dengan gejala yang lebih berat.
85
d. Emboli udara. Emboli udara dapat pula terjadi apabila penyelam naik mendadak ke permukaan sambil menahan nafas (terutama pada akhir inspirasi) sehingga alveol dan pembuluh paru pecah, dan udara masuk ke dalam aliran darah.
86