Top Banner
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) 1 AbstrakTelah dilakukan studi awal fabrikasi dan karakterisasi dye sensitized solar cell (DSSC) menggunakan kulit manggis (Garcinia mangostana) sebagai dye sensitizer dengan metode spin coating dalam pelapisan TiO2. Variasi kecepatan dan lama pemutaran daripada spin coating dilakukan untuk mengetahui pengaruh terhadap nilai arus dan tegangan yang di hasilkan oleh DSSC. Metode penelitian dilakukan dengan cara pembuatan prototype DSSC yang kemudian di sinari dengan lampu halogen sebagai sumber cahaya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di dapatkan bahwa semakin besar kecepatan putarnya akan semakin besar nilai arusnya. Sedangkan, untuk lama pemutaran hanya berpengaruh terhadap kehomogenan lapisan TiO2. Kata KunciDye Sensitized Solar Cell (DSSC), Spin Coating. I. PENDAHULUAN NERGI mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan,serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional .Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan, akses keenergi yang andal dan terjangkau merupakan pra-syarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat. Saat ini total kebutuhan energy di seluruh dunia mencapai 10 Terra Watt (setara dengan 3 x 10 20 Joule/ tahun) dan diprediksi jumlah ini akan terus meningkat hingga mencapai 30 Terra Watt padatahun 2030. Kebutuhan yang meningkat terhadap energi juga pada kenyataanya bertabrakan dengan kebutuhan umat manusia untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan bebas dari polusi. Berbagai konsideran ini menuntut perlunya dikembangkan sumber energy alternatif yang dapat menjawab tantangan di atas tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat tersebut, dikembangkan berbagai energy ialternatif, di antaranya energy terbarukan. Potensi energy terbarukan, seperti: bio massa, panas bumi, energy surya, energi air, energy angin dan energi samudera, sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan, padahal potensi energi terbarukan di Indonesia sangatlah besar. Solar cell merupakan pembangkit listrik yang mampu mengkonversi sinar matahari menjadi arus listrik. Energi matahari sesungguhnya merupakan sumber energi yang paling menjanjikan mengingat sifatnya yang berkelanjutan (sustainable) serta jumlahnya yang sangat besar. Matahari merupakan sumber energi yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan kebutuhan energy masa depan setelah berbagai sumber energy konvensional berkurang jumlahnya serta tidak ramah terhadap lingkungan. Total kebutuhan energi yang berjumlah 10 TW tersebut setara dengan 3 x 10 20 J setiap tahunnya. Sementara total energi matahari yang sampai di permukaan bumiadalah 2,6 x 10 24 Joule setiap tahunnya. Sebagai perbandingan, energi yang dikonversi melalui proses fotosintesis di seluruh permukaan bumi mencapai 2,8 x 10 21 J setiap tahunnya. Jika kita lihat jumlah energi yang dibutuhkan dan dibandingkan dengan energi matahari yang tiba di permukaan bumi, maka sebenarnya dengan menutup 0,05% luas permukaan bumi (total luas permukaan bumi adalah 5,1 x 108 km2) dengan solar cell yang memiliki efisiensi 20%, seluruh kebutuhan energi yang ada di bumi sudah dapat terpenuhi. II. DASAR TEORI A. Energi Surya Energi surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energy panas surya (matahari) melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain. Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air, uap, angin, biogas, batu bara, dan minyak bumi. Teknik pemanfaatan energi surya mulai muncul pada tahun 1839, ditemukan oleh A.C. Becquerel. Ia menggunakan kristal silikon untuk mengkonversi radiasi Matahari, Namun sampai tahun 1955 metode itu belum banyak dikembangkan, Sumber energi yang banyak digunakan adalah minyak bumi dan batu bara [1]. Energi surya merupakan salah satu energi yang sedang giat dikembangkan saat ini oleh Pemerintah Indonesia karena sebagai Negara tropis, Indonesia mempunyai potensi energy surya yang cukup besar. Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan berturut-turut sebagai berikut: untuk kawasan barat dan timur Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 10%; dan di KawasanTimur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian, Variasi Kecepatan dan Waktu Pemutaran Spin Coating dalam Pelapisan TiO2 untuk Pembuatan dan Karakterisasi Prototipe DSSC dengan Ekstraksi Kulit Manggis ( Garcinia Mangostana) sebagai Dye Sensitizer Romli Purwanto, Gontjang Prajitno Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013 E-mail : [email protected] E-mail : [email protected] E
7

Variasi kecepatan putar dan waktu pemutaran spin coating ... · dan di KawasanTimur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian, Variasi

Mar 06, 2019

Download

Documents

vuongdan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Variasi kecepatan putar dan waktu pemutaran spin coating ... · dan di KawasanTimur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian, Variasi

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)

1

Abstrak—Telah dilakukan studi awal fabrikasi dan

karakterisasi dye sensitized solar cell (DSSC) menggunakan kulit

manggis (Garcinia mangostana) sebagai dye sensitizer dengan

metode spin coating dalam pelapisan TiO2. Variasi kecepatan dan

lama pemutaran daripada spin coating dilakukan untuk

mengetahui pengaruh terhadap nilai arus dan tegangan yang di

hasilkan oleh DSSC. Metode penelitian dilakukan dengan cara

pembuatan prototype DSSC yang kemudian di sinari dengan

lampu halogen sebagai sumber cahaya. Berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan di dapatkan bahwa semakin besar kecepatan

putarnya akan semakin besar nilai arusnya. Sedangkan, untuk

lama pemutaran hanya berpengaruh terhadap kehomogenan

lapisan TiO2.

Kata Kunci— Dye Sensitized Solar Cell (DSSC), Spin Coating.

I. PENDAHULUAN

NERGI mempunyai peranan penting dalam pencapaian

tujuan sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk

pembangunan berkelanjutan,serta merupakan pendukung

bagi kegiatan ekonomi nasional .Penggunaan energi di

Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan

ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan, akses

keenergi yang andal dan terjangkau merupakan pra-syarat

utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat. Saat ini

total kebutuhan energy di seluruh dunia mencapai 10 Terra

Watt (setara dengan 3 x 1020

Joule/ tahun) dan diprediksi

jumlah ini akan terus meningkat hingga mencapai 30 Terra

Watt padatahun 2030.

Kebutuhan yang meningkat terhadap energi juga pada

kenyataanya bertabrakan dengan kebutuhan umat manusia

untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan bebas dari

polusi. Berbagai konsideran ini menuntut perlunya

dikembangkan sumber energy alternatif yang dapat menjawab

tantangan di atas tersebut.

Untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat

tersebut, dikembangkan berbagai energy ialternatif, di

antaranya energy terbarukan. Potensi energy terbarukan,

seperti: bio massa, panas bumi, energy surya, energi air,

energy angin dan energi samudera, sampai saat ini belum

banyak dimanfaatkan, padahal potensi energi terbarukan di

Indonesia sangatlah besar.

Solar cell merupakan pembangkit listrik yang mampu

mengkonversi sinar matahari menjadi arus listrik. Energi

matahari sesungguhnya merupakan sumber energi yang paling

menjanjikan mengingat sifatnya yang berkelanjutan

(sustainable) serta jumlahnya yang sangat besar. Matahari

merupakan sumber energi yang diharapkan dapat mengatasi

permasalahan kebutuhan energy masa depan setelah berbagai

sumber energy konvensional berkurang jumlahnya serta tidak

ramah terhadap lingkungan. Total kebutuhan energi yang

berjumlah 10 TW tersebut setara dengan 3 x 1020

J setiap

tahunnya. Sementara total energi matahari yang sampai di

permukaan bumiadalah 2,6 x 1024

Joule setiap tahunnya.

Sebagai perbandingan, energi yang dikonversi melalui proses

fotosintesis di seluruh permukaan bumi mencapai 2,8 x 1021

J

setiap tahunnya. Jika kita lihat jumlah energi yang dibutuhkan

dan dibandingkan dengan energi matahari yang tiba di

permukaan bumi, maka sebenarnya dengan menutup 0,05%

luas permukaan bumi (total luas permukaan bumi adalah 5,1 x

108 km2) dengan solar cell yang memiliki efisiensi 20%,

seluruh kebutuhan energi yang ada di bumi sudah dapat

terpenuhi.

II. DASAR TEORI

A. Energi Surya

Energi surya adalah energi yang didapat dengan

mengubah energy panas surya (matahari) melalui peralatan

tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain. Energi surya

menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain air, uap,

angin, biogas, batu bara, dan minyak bumi. Teknik

pemanfaatan energi surya mulai muncul pada tahun 1839,

ditemukan oleh A.C. Becquerel. Ia menggunakan kristal

silikon untuk mengkonversi radiasi Matahari, Namun sampai

tahun 1955 metode itu belum banyak dikembangkan, Sumber

energi yang banyak digunakan adalah minyak bumi dan batu

bara [1].

Energi surya merupakan salah satu energi yang

sedang giat dikembangkan saat ini oleh Pemerintah Indonesia

karena sebagai Negara tropis, Indonesia mempunyai potensi

energy surya yang cukup besar. Berdasarkan data penyinaran

matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi

surya di Indonesia dapat diklasifikasikan berturut-turut sebagai

berikut: untuk kawasan barat dan timur Indonesia dengan

distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI)

sekitar 4,5 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 10%;

dan di KawasanTimur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m 2

/hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian,

Variasi Kecepatan dan Waktu Pemutaran Spin Coating dalam Pelapisan

TiO2 untuk Pembuatan dan Karakterisasi Prototipe DSSC dengan

Ekstraksi Kulit Manggis ( Garcinia Mangostana) sebagai Dye Sensitizer

Romli Purwanto, Gontjang Prajitno

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya 2013

E-mail : [email protected]

E-mail : [email protected]

E

Page 2: Variasi kecepatan putar dan waktu pemutaran spin coating ... · dan di KawasanTimur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian, Variasi

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)

2

potensi angin rata-rata Indonesia sekitar 4,8 kWh/m 2 /hari

dengan variasi bulanan sekitar 9%.[2]

B. Sel Surya Pewarna Tersensitisasi (SSPT)

Perkembangan sistem konversi energi surya menjadi energi

listrik berlangsung melalui sistem yang disebut sebagai sel

fotovoltaik.Sel surya merupakan suatu mekanisme yang

bekerja berdasarkan efek fotovoltaik dimana foton dari radiasi

diserap kemudian dikonversikan (diubah) menjadi energi

listrik.Efek voltaik sendiri adalah suatu peristiwa terciptanya

muatan listrik didalam bahan sebagai akibat penyerapan

(absorbsi) cahaya dari bahan tersebut.Sistem fotovoltaik

nonkonvensional yang telah diteliti dan paling terkenal adalah

sistem fotovoltaik generasi ketiga yang dikembangkan oleh

Michael Grätzel pada 1991dimana sistem ini dinamakan sel

surya pewarna tersensitisasi (dye sensitised solar cell) [3]

Sel surya TiO2 tersensitisasi dye terdiri dari lapisan

nanokristal TiO2 berpori sebagai fotoanoda, dye sebagai

fotosensitizer, elektrolit redoks dan elektroda lawan (katoda)

yang diberi lapisan katalis [4]. Sel surya tersensitisasi dye

berbentuk struktur sandwich, dimana dua elektroda yaitu

elektroda TiO2 tersensitisasi dye dan elektroda lawan

terkatalisasi mengapit elektrolit membentuk sistem sel

fotoelektrokimia. Berbeda dengan sel surya p-n silikon, pada

sel surya tersensitisasi dye cahaya foton diserap oleh dye yang

melekat (attached) pada permukaan partikel TiO2 yang

bertindak sebagai donor elektron dan berperan sebagai pompa

fotoelektrokimia. Elektron-elektron dari level HOMO (Highest

Occupied Molecular Orbital) dieksitasi ke tingkat energi yang

lebih tinggi, LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbital)

ketika molekul dye menyerap foton dengan energi yang sesuai,

mirip dengan fungsi klorofil pada proses fotosintesis

tumbuhan. Sedangkan lapisan TiO2 bertindak sebagai akseptor

atau kolektor elektron yang ditransfer dari dye yang

teroksidasi. Elektrolit redoks, biasanya berupa pasangan iodide

dan triodide (I-/I3-) yang bertindak sebagai mediator redoks

sehingga dapat menghasilkan proses siklus di dalam sel .[5]

Prinsip kerja sel surya TiO2 tersensitisasi dye

ditunjukkan secara skematik pada Gambar 2.2, sedangkan

urutan proses yang terjadi di dalam sel surya dirangkum pada

persamaan (1-5). Dye (D) menyerap sebuah foton

mengakibatkan elektron tereksitasi dari level HOMO ke

LUMO pada molekul dye.

Gambar 2.1 Skema Kerja Sel Surya Pewarna Tersensitisasi

Dye tereksitasi (D*) menginjeksi sebuah elektron ke dalam

pita konduksi (CB) semikonduktor (TiO2) yang berada sedikit

lebih tinggi daripada level konduksi TiO2. Elektron tersebut

melintas melewati partikel-partikel TiO2 menuju kontak

belakang berupa lapisan konduktif transparan ITO (Indium Tin

Oxide), selanjutnya ditransfer melewati rangkaian luar menuju

elektroda lawan. Elektron masuk kembali ke dalam sel dan

mereduksi sebuah donor teroksidasi (I-) yang ada di dalam

elektrolit. Dye teroksidasi (D+) akhirnya menerima sebuah

elektron dari donor tereduksi (I3-) dan tergenerasi kembali

menjadi molekul awal (D). Rangkaian reaksi kimia di dalam

sel adalah sebagai berikut :

D + cahaya → D* (1)

D* + TiO2 → e-(TiO2) + D+ (2)

D* → D (3)

D+ + e-(TiO2) → D + TiO2 (4)

2D+ + 3I- →2D + I3- (5)

Tegangan yang dihasilkan oleh sel surya nanokristal

tersensitisasi dye berasal dari perbedaan tingkat energi

konduksi elektroda semikonduktor TiO2 dengan potensial

elektrokimia pasangan elektrolit redoks (I-/I3-). Sedangkan

arus yang dihasilkan dari sel surya ini terkait langsung dengan

jumlah foton yang terlibat dalam proses konversi dan

bergantung pada intensitas penyinaran serta kinerja dye yang

digunakan [4].

C. Perfoma Sel Surya

Daya listrik yang dihasilkan sel surya ketika mendapat

cahaya diperolah dari kemampuan perangkat sel surya tersebut

untuk memproduksi tegangan ketika diberi beban dan arus

melalui beban pada waktu yang sama. Kemampuan ini

dipresentasikan dalam kurva arus-tegangan (I-V) yang

ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2.Karakteristik Kurva I-V pada Sel Surya

Ketika sel dalam kondisi short circuit, arus maksimum

atau arus short circuit (Isc) dihasilkan, sedangkan pada kondisi

open circuit tidak ada arus yang dapat mengalir sehingga

tegangannya maksimum, disebut tegangan open circuit

Page 3: Variasi kecepatan putar dan waktu pemutaran spin coating ... · dan di KawasanTimur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian, Variasi

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)

3

(Voc).Titik pada kurva I-V yang menghasilkan arus dan

tegangan maksimum disebut titik daya maksimum (MPP).

Karakteristik penting lainnya dari sel surya yaitu fill factor

(FF), dengan persamaan,

() (2.1) FF = Vmp.Imp (6)

Voc.Isc

Dengan menggunakan fill factor maka maksimum daya

dari sel surya didapat dari persamaan,

Pmax = Voc.Isc.FF (7)

Sehingga efisiensi sel surya yang didefinisikan sebagai

daya yang dihasilkan dari sel (PMAX) dibagi dengan daya dari

cahaya yang datang (Pcahaya) :

(8)

Nilai efisiensi ini yang menjadi ukuran global dalam

menentukan kualitas performasi suatu sel surya.

D. Bahan Semikonduktor Celah Lebar

Sel surya fotoelektrokomia membutuhkan substrat

konduktif untuk lapisan tipis bahan semikonduktor celeh

lebar.Sampai saat ini, kaca transparan berkonduktivitas seperti

ITO (tin-doped indium oxide) dan FTO (fluorine-doped tin

oxide) dengan ketebalan sekitar 2 mm merupakan substrat

paling ideal yang menberikan efisiensi sel surya relatif konstan

dan realibel.

Bahan semikonduktor celah lebar yang biasa digunakan

adalah TiO2. Beberapa penelitian telah mengkaji penggunaan

semikonduktor lain seperti SnO2, ZnO2 dan Nb2O5, sebagai

semikonduktor alternatif dalam SSPT menggantikan TiO2,

tetapi belum dapat menghasilkan efisiensi yang lebih baik

dibandingkan dengan menggunakan semikonduktor TiO2.

Di alam umumnya TiO2 mempunyai tiga fasa yaitu

rutile, anatase, dan brookite. Fasa rutile dari TiO2 adalah fasa

yang umum dan merupakan fasa disintesis dari mineral

ilmenite melalui proses Becher. Pada proses Becher, oksida

besi yang terkandung dalam ilmenite dipisahkan dengan

temperatur tinggi dan juga dengan bantuan gas sulfat atau klor

sehingga menghasilkan TiO2 rutile dengan kemurian 91-93%.

Titania pada fase anatase umumnya stabil pada ukuran

partikel kurang dari 11nm, fasa brookite stabil pada ukuran 11-

35 nm, dan fasa rutile stabil pada ukuran diatas 35 nm

E. Sensitizer

Sinar matahari menghasilkan 5 % spektra di daerah

ultraviolet dan 45 % di daerah cahaya tampak.TiO2 hanya

menyerap sinar ultraviolet (350 – 380 nm). Untuk

meningkatkan serapan spektra TiO2 di daerah cahaya tampak,

dibutuhkan lapisan zat warna yang akan menyerap cahaya

tampak. Zat warna tersebut berfungsi sebagai sensitizer.

Sensiteser yang digunakan dalam SSPT dapat merupakan

kompleks anorganik maupun zat warna organik. Beberapa sifat

yang diharapkan terdapat pada molekul zat warna sebagai

sensitizer meliputi :[3][6]

1. pankromatis, yaitu mampu menyerap seluruh warna cahaya

tampak

2. memiliki gugus fungsi yang memungkinkannya untuk terikat

pada material semikonduktor celah lebar (TiO2).

3. mempunyai tingkat energi tereksitasi yang bersesuaian

dengan pita konduksi material celah lebar, tidak terlalu

jauh sehingga meminimalkan kehilangan energi melalui

mekanisme transisi radiasi transfer elektron.

4. mempunyai potensial redoks tingkat energi dasar dan

tingkat energi tereksitasi yang sesuai.

5. mempunyai potensial redoks yang cukup besar (positif)

sehingga dapat diregenerasi melalui donasi elektron dan

elektrolit redoks atau material konduktor hole.

6. mempunyai stabilitas kimia dan fisika (khususnya kestabilan

terhadap panas).

F. Sistem Elektrolit Redoks

Larutan elektrolit yang biasa dipakai adalah pasangan

redoks I-/I3-.Elektrolit pasangan redoks dalam sistem SSPT

dibuat dengan melarutkan I2 dalam pelarut bersama dengan

garam Iodin seperti KI, LiI, alkil metal imidazolium iodine dan

metal-heksilimidazolium iodine. [7] melaporkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara kation dalam garam

iodin dengan kinerja sel surya. Arus yang dihasilkan

meningkat secara linier dengan adanya diameter kation, kation

paling kecil Li+ dan K+ menunjukkan hasil terbaik. Hasil

penelitian ini juga menunjukkan bahwa konsentrasi relatif

antara I3- dengan I- dalam larutan elektrolit merupakan faktor

penentu kinerja sel surya.

Pelarut elektrolit yang digunakan secara umum dalam

SSPT adalah asetonitril. Akan tetapi pelarut tersebut memiliki

kelemahan yaitu bersifat lebih mudah menguap dengan titik

didih 82 oC yang merupakan temperatur yang dapat dicapai sel

surya pada kondisi terkena radiasi sinar matahari secara penuh.

Selain itu asetonitril bersifat toksik dan karsinogenik sehingga

tidak dapat digunakan dalam SSPT komersial. Beberapa

penelitian mencoba mengganti elektrolit cair dengan

menggunakan elektrolit berupa gel atau padat.[8]

G. Elektroda Lawan

Counter elektroda dibutuhkan untuk merpercepat kinetika

reaksi proses reduksi triiodide pada TCO. Platina adalah

material yang umum digunakan sebagai counter elektroda

pada berbagai aplikasi, juga sangat efisien dalam aplikasinya

pada SSPT. Platina dideposisikan pada TCO dengan berbagai

metode yaitu elektrokimia, sputtering, spin coating, atau

pyrolysis. Walapun mempunyai kemampuan sifat katalitik

yang tinggi, platina merupakan material yang mahal. Sebagai

alternatif, [9] mengembangkan desain SSPT dengan

menggunakan counter elektroda karbon sebagai lapisan

katalis. Elektroda karbon tersebut terbuat dari campuran

karbon hitam, grafit bubuk dan nanokristalin partikel TiO2.

Elektroda tersebut memiliki konduktivitas tinggi (resistensi 5

ohm /persegi untuk tebal setiap lapisan 50 ohm.m) diperoleh

karena karbon hitam antar partikel grafit dihubungkan

cahayaP

Pmax

Page 4: Variasi kecepatan putar dan waktu pemutaran spin coating ... · dan di KawasanTimur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian, Variasi

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)

4

sesamanya, dengan TiO2 yang digunakan sebagai pengikat.

Elektroda ini aktif untuk reduksi triiodida seperti elektroda

konvensional platina. Karena luas permukaanya yang tinggi,

counter elektroda karbon mempunyai keaktifan reduksi

triiodida yang menyerupai elektroda platina [10].

H. Spin Coating

Spin coating merupakan suatu metode untuk

mendeposisikan lapisan tipis dengan cara menyebarkan larutan

ke atas substrat terlebih dahulu kemudian substrat diputar

dengan kecepatan konstan tertentu agar dapat diperoleh

endapan lapisan tipis di atas substrat. Atau metode percepatan

larutan pada subtrat yang diputar.

a. prinsip kerja

Pembuatan lapisan tipis dengan metode spin

coating adalah larutan dituangkan di atas gelas substrat

yang diletakkan di atas alat spin coater. Proses spin

coating dilakukan dengan memutar alat coater dengan

kecepatan tinggi (rpm) dalam waktu tertentu. Semakin

cepat putaran, akan diperoleh lapisan tipis yang semakin

homogen dan tipis. Dengan spin coating dimungkinkan

dapat diperoleh kualitas lapisan tipis yang semakin

sempurna. Metode spin coating ini memuat tahapan dasar

:

- Tahap penetesan cairan (dispense)

Pada bagian ini cairan dideposisikan di atas

permukaan substrat, kemudian diputar dengan kecepatan

tinggi. Kemudian lapisan yang telah dibuat akan

dikeringkan sampai pelarut pada lapisan tersebut benar-

benar sudah menguap. Proses ini dibagi menjadi dua

macam, yaitu: Static dispense: proses disposisi sederhana

yang dilakukan pada larutan di atas pusat substrat dan

Dynamic dispense: proses deposisi dengan kecepatan

putar yang kecil kira-kira 500 rpm.

- Tahap percepatan spin coating

Setelah tahap penetesan cairan, larutan dipercepat

dengan kecepatan yang relatif tinggi. Kecepatan yang

digunakan pada substrat ini akan mengakibatkan adanya

gaya sentrifugal dan turbulensi cairan. Kecepatan yang

digunakan antara 1500-6000 rpm dan tergantung pada

sifat cairan terhadap substrat yang digunakan. Waktu yang

digunakan kira-kira 10 menit.

- Tahap pengeringan

Pada tahap ini terbentuk lapisan tipis murni dengan

suatu ketebalan tetentu. Tingkat ketebalan lapisan yang

terbentuk bergantung pada tingkat kelembaban dasar

substrat. Adanya kelembaban yang kecil menyebabkan

ketebalan lapisan murni yang terbentuk akan menjadi

semakin besar.[11]

I. Spektrofotometri UV-Vis

Spektroskopi adalah studi mengenai interaksi

cahaya dengan atom dan molekul. Radiasi cahaya atau

elektromagnet dapat dianggap menyerupai gelombang. Dasar

spektroskopi UV-Vis adalah serapan cahaya.Bila cahaya jatuh

pada senyawa, maka sebagian dari cahaya diserap oleh

molekul-molekul sesuai dengan struktur dari molekul senyawa

tersebut.Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum

UV-Vis tergantung pada struktur elektronik dari

molekul.Spektra UV-Vis dari senyawa-senyawa organik

berkaitan erat dengan transisi-transisi diantara tingkatan-

tingkatan tenaga elektronik. Oleh sebab itu, serapan radiasi

UV-Vis sering dikenal sebagai spektroskopi elektronik.

Keuntungan dari serapan ultraviolet yaitu gugus-gugus

karakteristik dapat dikenal dalam molekul-molekul yang

sangat kompleks [12].

Panjang gelombang cahaya UV-Vis jauh lebih

pendek daripada panjang gelombang radiasi inframerah.

Spektrum sinar tampak terentang dari sekitar 400 nm (ungu)

sampai 700 nm (merah), sedangkan spektrum ultraviolet

terentang dari 100 nm sampai 400 nm [13].

Ketika cahaya polikromatis mengenai suatu zat, maka

cahaya dengan panjang gelombang tertentu saja yang akan

diserap. Di dalam suatu molekul yang memegang peranan

penting adalah elektron valensi dari setiap atom yang ada

hingga terbentuk suatu materi.Elektron-elektron yang dimiliki

oleh suatu molekul dapat berpindah, Berputar (rotasi) dan

bergetar (vibrasi) jika dikenai suatu energi.

Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV maka akan

terjadi perpindahan elektron dari keadaan dasar menuju ke

keadaan tereksitasi. Perpindahan elektron ini disebut transisi

elektronik. Apabila cahaya yang diserap adalah cahaya

inframerah maka elektron yang ada dalam atom atau elektron

ikatan pada suatu molekul dapat hanya akan bergetar (vibrasi).

Sedangkan gerakan berputar elektron terjadi pada energi yang

lebih rendah lagi misalnya pada gelombang radio.

Atas dasar inilah spektrofotometri dirancang untuk

mengukur konsentrasi suatu suatu yang ada dalam suatu

sampel. Dimana zat yang ada dalam sel sampel disinari dengan

cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Ketika

cahaya mengenai sampel sebagian akan diserap, sebagian akan

dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan [14].

Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda dengan

cahaya yang ditangkap oleh mata manusia.Cahaya yang

tampak atau cahaya yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari

disebut warna komplementer. Misalnya suatu zat akan

berwarna orange bila menyerap warna biru dari spektrum sinar

tampak dan suatu zat akan berwarna hitam bila menyerap

semua warna yang terdapat pada spektrum sinar tampak.

Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut [15]:

Tabel 1. Skala spektrum cahaya tampak Panjang gelombang

(nm)

Skala spektrum

cahaya tampak

Panjang gelombang

(nm)

Warna warna

yang diserap

Warna

komplementer

(warna yang

terlihat)

400 – 435 Ungu Hijau

kekuningan

435 – 480 Biru Kuning

480 – 490 Biru kehijauan Jingga

490 – 500 Hijau kebiruan Merah

500 – 560 Hijau Ungu kemerahan

560 – 580 Hijau

kekuningan

Ungu

580 – 595 Kuning Biru

595 – 610 Jingga Biru kehijauan

Page 5: Variasi kecepatan putar dan waktu pemutaran spin coating ... · dan di KawasanTimur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian, Variasi

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)

5

610 – 800 Merah Hijau kebiruan

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Alat dan Bahan

a. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

furnace, spin coating, kaca preparat, mortar dan alu,

neraca ohaus, cawan petri, pipet tetes, gelas kimia, gelas

ukur, penjepit, pensil grafit, pengaduk magnetik, klip

binder dan multimeter.

b. Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah strawberi, bubuk TiO2, KI, alkohol, asam asetat,

dan aquades.

B. Prosedur Kerja

a. Persiapan

Tahap persiapan ini meliputi persiapan dan

pembersihan alat-alat untuk ekstraksi dan pembuatan pasta

TiO2.Proses persiapan untuk ekstraksi dilakukan dengan

pembersihan alat berupa mortar dan gelas kimia. Selain

proses persiapan untuk ekstraksi dan pembuatan pasta TiO2,

dilakukan pula pembersihan kaca ITO dengan ultrasonic

cleaner. Pembersihan kaca substrat agar kaca terbebas dari

material-material yang tidak mampu dibersihkan dengan air

saja. Bersih tidaknya kaca ITO mempengaruhi hasil

pengujiandari sampel yang akan dilapiskan pad kaca

substrat.

b. Pembuatan pasta TiO2(Titanium Dioxide)

Pasta TiO2 dibuat dari 4 gram serbuk TiO2 berfase

98,5% anatase dan 1,5% rutile yang dihaluskan terlebih

dahulu dalam mortar, kemudian ditambahkan 15 ml larutan

asam asetat diaduk selama 30 menit dan ditambahkan 10

tetes triton X-100 sambil diaduk selama 60 menit. Pasta

TiO2 yang sudah terbentuk dimasukkan ke dalam botol

kemudian ditutup. Sebelum pasta TiO2 akan digunakan,

pasta TiO2 tersebut dikocok terlebih dahulu.

c. Deposisi TiO2 pada kaca ITO

Pasta TiO2 dideposisikan diatas kaca konduktif ITO

dengan metode Spin Coating. Sebelum dilakukan

pendeposisian, dilakukan terlebih dahulu uji resistansi sisi

konduktif kaca ITO dengan menggunakan multimeter,

selanjutnya kaca ITO yang telah disiapkan diletakkan diatas

alat Spin Coating dengan bagian sisi konduktif berada di

bagian atas. Selanjutnya pasta TiO2 yang sudah dibuat

sebelumnya di kocok terlebih dahulu dan diteteskan diatas

permukaan sisi konduktif kaca ITO hingga seluruh

permukaan tertutupi. Spin Coating di kondisikan pada

kecepatanputar yang kitainginkandenganwaktupemutaran

yang telah di tentukan. Lapisan yang sudah dibuat

selanjutnya dipanaskan menggunakan furnish pada

termperatur 400oC selama 20 menit pemanasan.

d. Pembuatan elektroda karbon

Sebuah pensil berjenis 6B digosokkan secara merata pada

kaca yang dipakai sebagai substrat. Kemudian dibakar

dengan menggunakan api dari lilin sehingga didapatkan

lapisan karbon.

Gambar 3.1 hasil pembuatan elektroda karbon

e. Pembuatan ekstrak dye kulit Manggis (Garcinia

mangostana)

Kulit Manggis (Garcinia mangostana) yang telah dicuci

dipotong kecil-kecil. Kulit Manggis (Garcinia mangostana)

yang telah kering dihancurkan menggunakan mortar & alu

sehingga menjadi serbuk. Serbuk kulit Manggis (Garcinia

mangostana) yang masih kasar disaring sampai didapatkan

serbuk halus. Serbuk halus yang akan digunakan ditimbang

terlebih dahulu kemudian 50gr serbuk kulit manggis

ditambahkan 105 ml. Diaduk rata selama 10 menit sehingga

menghasilkan sebuah larutan yang digunakan sebagai dye.

f. Pembuatan lapisan dye dengan metode Spin Coating

Setelah Lapisan selesai dibuat dan ekstraksi dye dari kulit

Manggis (Garcinia mangostana) terbentuk, maka

selanjutnya adalah membuat keduanya menjadi lapisan tipis

dengan menggunakan metode spin coating. Larutan hasil

ekstraksi dye diteteskan pada permukaan spin coating

sebanyak 1 tetes. Kemudian diatur kecepan putar dari spin

coating. Kecepatan putar dapat mempengaruhi tebal tipisnya

lapisan.

Gambar 3.2 Pembuatan lapisan dye dengan spin coating

g. Penyusunan lapisan sandwich DSSC

Lapisan DSSC dibuat dengan menyusun lapisan –

lapisan yang sudah terbentuk seperti lapisan kaca dengan

TiO2 dan lapisan elektroda karbon dengan larutan dye hasil

ekstraksi. Susunan tersebut berupa kaca sebagai substrat

yang sudah dilapisi dengan pasta TiO2 , kemudian pelapisan

dyehasil ekstraksi dengan menggunakan metode spin coating

pada lapisan kaca dan TiO2kemudian ditutup dengan kaca

yang sudah dilapisi karbon. Kemudian susunan lapisan

sandwich DSSC tersebut dijepit dengan sebuah penjepit di

Page 6: Variasi kecepatan putar dan waktu pemutaran spin coating ... · dan di KawasanTimur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian, Variasi

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)

6

dua sisi kanan dan kiri. Setelah itu elektrolit (KI) disisipkan

pada tengah – tengah susunan DSSC tersebut.

Gambar 3.3 Susunan lapisan sandwich DSSC

h. Uji Karakteristik lapisan sandwich DSSC

a. Karakterisasi I-V pada lapisan sandwich DSSC

Lapisan sandwich DSSC yang terbentuk

dikarakterisasi arus dan tegangannya dengan

menggunakan multimeter arus (amperemeter) dan

multimeter tegangan (voltmeter) serta potensiometer

untuk mengatur arus. Hal tersebut dilakukan agar

mengetahui berapakah arus yang timbul dan juga

tegangannya. Sehingga dapat diketahui berapakah energi

yang dihasilkan dari DSSC berupa dye alami.

Gambar 3.4 Set alat Karakterisasi I-V pada lapisan sandwich DSSC

b. Karakterisasi Dye dengan UV-Vis

Dye yang terbentuk dikarakterisasi absorbansinya

dengan menggunakan UV-Vis. Hal tersebut dilakukan

agar mengetahui berapakah panjang gelombang pada

DSSC berbahan dye dari ekstraksi kulit Manggis

(Garcinia mangostana). Sehingga dapat diketahui

efisiensi dari DSSC berupa dye alami.

ANALISA DATA dan PEMBAHASAAN

A. Analisa Data

Berdasarkan penelitian yang telah di lakukan maka di

dapatkan Grafik hubungan antara Arus dan Tegangan

terhadap waktu untuk setiap Variasi pemutaran dan lama

waktu pemutaran spin coating.

Berikut merupakan Grafik perbandingan antara Arus

dan Tegangan yang di hasilkan dari pengukuran Dye

Sensitized Solar Cell untuk semua Variasi pemutaran dan

lama pemutaran spin coating. Sampel A-C ialah variasi

pemutaran spin coating dengan kecepatan 500 rpm, 1000

rpm dan 2000 rpm. Dengan lama waktu pemutarannya

bertururt-turut ialah :

- 40 s, 100 s dan 100 s

- 1 menit, 2 menit dan 3 menit

- 3 menit, 4 menit dan 5 menit

Sampel D-F ialah variasi pemutaran dengan kecepatan

600 rpm, 1000 rpm dan 2000 rpm. Dengan lama waktu

pemutarannya berturut-turut ialah :

- 40 s, 100 s dan 100 s

- 1 menit, 2 menit dan 3 menit

- 3 menit, 4 menit dan 5 menit

Grafik 1. Hubungan antara Arus Terhadap waktu untuk setiap Variasi

pemutaran dan lama pemutaran dari spin coating.

Dan berikut merupakan Grafik perbandingan antara

Tegangan untuk setiap variasi kecepatan dan lama waktu

pemutaran.

Graf ik 2. Hubungan antara Tegangan Terhadap waktu untuk setiap Variasi

pemutaran dan lama pemutaran dari spin coating.

Berdasarkan data yang di hasilkan dapat di cari nilai

effisiensinya berdasarkan persamaan 6 – 8.

Page 7: Variasi kecepatan putar dan waktu pemutaran spin coating ... · dan di KawasanTimur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian, Variasi

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)

7

Berikut merupakan Grafik Perbandingan karakteristik I-V

DSSC.

Grafik 3. Perbandingan antara karakteristik I-V DSSC untuk setiap Variasi

pemutaran dan lama pemutaran spin coating.

IV. KESIMPULAN/RINGKASAN

Berdasarkan data hasil penelitian dapat di simpulkan

bahwa :

- Kecepatan putar spin coating mempengaruhi terhadap

seberapa banyak dye yang dapat di serap TiO2.

semakin banyak dye yang di serap akan semakin besar

arus yang di hasilkan Sedangkan lama pemutaran spin

coating berpengaruh terhadap kehomogenan lapisan

yang di buat.

- Dye Sensitized solar cell dengan kulit manggis sebagai

sansitizer mampu mengkonversi energi surya menjadi

energi listrik. Dengan daya absorbansinya yaitu pada

rentang panjang gelombang 267,17 nm hingga 1097,17

nm.

DAFTAR PUSTAKA

[1] http://dunia-listrik.blogspot.com/2008/11/energi-surya-dan-

prospek.html

[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Energi_surya

[3] Halme, 2002, Dye-sensitized nanostructured and organik

photovoltaic cells : technical review and preliminary tests,

Master’s tehsis, Departemen of Engineering Physics and

Matehmatics, Helsinki University of Technology, Espoo

[4] Li L., Wang, P. Wang, 2006, Sol. Energy Mater, Sol. Cells 90, 546

[5] Smestad dan Gratzel, 1998, Demonstrating Electron Transfer and

Nanotechnology : A natural Dye-sensitized Nanocrystalline

Energy Converter, J. Chem. Educ, 75, 752-756

[6] Gratzel, 2004, Conversion of sunlight to electric power by

nanocrystalline dye-sensitized solar cells, J. Photochem.

Photobiol. A: Chem, 164, 3-14

[7] Wolfbauer, Bond, Eklund, 2001, A channel flow cell sistem

specifically designed to test teh efficiency of redox shuttles in dye

sensitized solar cells, Sol. Enengy Mater. Sol. Cells, 70, 85-101

[8] Chmiel, Gehring, Uhlendorf, 1998, Dye sensitized solar cells

(SSPT) : Progress toward application, 2nd World Conference and

Exhibition on Photovoltaic Solar Energy Conversion, 6 July

Vienna Austria

[9] Kay dan Gratzel, 1996, Low cost photovoltaic modules based on

dye sensitized nanocrystalline titanium dioxide and carbon

powder, Sol. Energy Mater. Sol. Cells, 44, 99-177

[10] Maddu, Zuhri, 2007, Penggunaan Ekstrak Antosianin Kol Merah

sebagai Fotosinsitizer Sel Surya TiO2 Nanokristal tersensitisasi

Dye, Makara, Teknologi, Vol 11, 2, 78-84

[11] (http://id.wikipedia.org/wiki/Antosianin)

[12] http://www.deherba.com/kandungan-kulit-buah-manggis.html

[13] Hardjono Sastrohamidjojo, 1991, ―Spektroskopi”, Liberty:

Yogyakarta.

[14] Giancoli, C.Douglas, 2001, ―Fisika Edisi Kelima‖. Jakarta:

Erlangga, hal 227.

[15] https://wanibesak.wordpress.com/2011/07/0 4/spektrofotometri-

sinar-tampak-visible/