V. GAMBARAN UMUM 5.1. Taman Nasional Gunung-Halimun Salak (TNGHS) Kawasan Gunung Halimun sebelum menjadi taman nasional merupakan kawasan hutan lindung dibawah Pemerintahan Belanda pada tahun 1924. Kemudian pada tahun 1935 kawasan Gunung Halimun ditetapkan sebagai kawasan cagar alam oleh Djawatan Kehutanan Republik Indonesia dan pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintahan Belanda beserta Republik Indonesia. Selama menjadi cagar alam, pengelolaan kawasan Halimun mengalami beberapa pergantian pengelolaan. Pada tahun 1961 kawasan cagar alam Gunung Halimun dikelola dibawah Perum Perhutani Jawa Barat, tahun 1979 dikelola Balai Konservasi Sumberdaya Alam III dibawah Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat dan kemudian dikelola oleh Taman Nasional Gunung Gede- Pangrango pada tahun 1990 (Hartono et al, 2007). Awal sejarah penunjukkan kawasan Gunung Halimun sebagai kawasan taman nasional adalah berawal dari Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 282/Kpts-II/1992 pada tanggal 28 Februari 1992 dengan luas 40.000 hektar sebagai Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH). Atas dasar kondisi sumberdaya alam hutan di Gunung Salak yang semakin terancam rusak dan adanya desakan para pihak yang peduli konservasi alam menjadi alasan kawasan Halimun dan Salak ditetapkan sebagai kawasan taman nasional (Hartono et al 2007). Alasan selanjutnya adalah kawasan hutan yang berada di Gunung Halimun dan Gunung Salak juga merupakan kesatuan hamparan hutan yang memilik tipe yang sama, yaitu hutan dataran rendah dan hutan pegunungan. Kedua kawasan ini mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi dan juga memiliki hasil jasa
16
Embed
V. GAMBARAN UMUM 5.1. Taman Nasional Gunung-Halimun … · Alam Jawa Barat dan kemudian dikelola oleh Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango pada tahun 1990 (Hartono et al, 2007 ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
V. GAMBARAN UMUM
5.1. Taman Nasional Gunung-Halimun Salak (TNGHS)
Kawasan Gunung Halimun sebelum menjadi taman nasional merupakan
kawasan hutan lindung dibawah Pemerintahan Belanda pada tahun 1924.
Kemudian pada tahun 1935 kawasan Gunung Halimun ditetapkan sebagai
kawasan cagar alam oleh Djawatan Kehutanan Republik Indonesia dan
pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintahan Belanda beserta Republik
Indonesia. Selama menjadi cagar alam, pengelolaan kawasan Halimun mengalami
beberapa pergantian pengelolaan. Pada tahun 1961 kawasan cagar alam Gunung
Halimun dikelola dibawah Perum Perhutani Jawa Barat, tahun 1979 dikelola Balai
Konservasi Sumberdaya Alam III dibawah Sub Balai Konservasi Sumberdaya
Alam Jawa Barat dan kemudian dikelola oleh Taman Nasional Gunung Gede-
Pangrango pada tahun 1990 (Hartono et al, 2007).
Awal sejarah penunjukkan kawasan Gunung Halimun sebagai kawasan
taman nasional adalah berawal dari Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.
282/Kpts-II/1992 pada tanggal 28 Februari 1992 dengan luas 40.000 hektar
sebagai Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH). Atas dasar kondisi
sumberdaya alam hutan di Gunung Salak yang semakin terancam rusak dan
adanya desakan para pihak yang peduli konservasi alam menjadi alasan kawasan
Halimun dan Salak ditetapkan sebagai kawasan taman nasional (Hartono et al
2007). Alasan selanjutnya adalah kawasan hutan yang berada di Gunung Halimun
dan Gunung Salak juga merupakan kesatuan hamparan hutan yang memilik tipe
yang sama, yaitu hutan dataran rendah dan hutan pegunungan. Kedua kawasan ini
mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi dan juga memiliki hasil jasa
42
lingkungan yang penting yaitu berupa sumber mata air yang sangat berguna bagi
kehidupan masyarakat sekitar hutan Gunung Halimun dan Salak (Dephut 2003).
Alasan-alasan tersebut yang kemudian membuat kawasan TNGH ditambah
dengan kawasan hutan Gunung Salak, Gunung Endut serta kawasan di sekitarnya
yang status sebelumnya merupakan hutan produksi terbatas dan hutan lindung
yang dikelola Perum Perhutani diubah fungsinya menjadi hutan konservasi dalam
satu kesatuan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak
(TNGHS) melalui SK Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003 dengan luas total
113.357 hektar (Hartono et al, 2007).
Hartono et al (2007) juga menyebutkan alasan lain yang mendasari
penunjukkan kawasan Gunung Halimun sebagai taman nasional adalah kawasan
ini memiliki karakteristik kawasan pegunungan yang masih memiliki ekosistem
hutan hujan tropis di Pulau Jawa terutama Jawa Barat. Alasan selanjutnya adalah
kawasan Gunung Halimun juga berfungsi sebagai kawasan tangkapan air dan juga
merupakan habitat satwa unik yang ada di Gunung Halimun seperti Owa Jawa,
Elang Jawa dan Macan Tutul. Pengelolaan TNGHS berada di bawah Balai Taman
Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS). Sejarah TNGHS dijabarkan pada
Tabel 6 berikut :
Tabel 6. Sejarah Perkembangan Kawasan TNGHS
Tahun Status Kawasan Gunung Halimun
1924-1934 Status sebagai hutan lindung dibawah pemerintahan Belanda dengan luas
mencakup 39,941 hektar
1935-1961 Status cagar alam dibawah pengelolaan pemerintahan Belanda dan
Republik Indonesia/ Djawatan Kehutanan Republik Indonesia
1961-1978 Status cagar alam dibawah pengelolaan Perum Perhutani Jawa Barat
1979-1990 Status cagar alam dibawah pengelolaan Balai Konservasi Sumberdaya
Alam III, yaitu Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat
1990-1992 Status cagar alam dikelola oleh Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango
1992-1997 Status taman nasional dibawah pengelolaan Taman Nasional Gunung
Gede-Pangrango
43
Tabel 6. (lanjutan)
Tahun Status Kawasan Gunung Halimun
1997-2003 Status taman nasional dibawah pengelolaan Balai Taman Nasional
Gunung Halimun setingkat Eselon III
2003 Status penunjukkan kawasan menjadi Taman Nasional Gunung