Top Banner
Nama : Nadia Mega Aryani NPM : 230110070007 Kelas : Perikanan A UTS MMT KERUSAKAN HASIL PERIKANAN Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan, baik secara fisik, kimiawi dan biologis. Luka atau memar yang dialami ikan selama pemanenan atau penangkapan merupakan kerusakan fisik yang sering dialami ikan. Pencemaran bahan kimia dan reaksi biokimia yang berlangsung setelah ikan dipanen atau ditangkap merupakan kerusakan kimiawi yang banyak dialami ikan. Peningkatan jumlah mikroba merupakan kerusakan biologis yang selalu dialami ikan setelah kematiannya. Selama proses perombakan kimiawi, akan terbentuk senyawa histamin, putresin, kadaverin, trimetil amin, amnonia, H 2 S, alkohol dan senyawa keton. Sedangkan populasi mikroba akan mencapai fase eksponensial (lag phase). Kerusakan ini dapat menyebabkan ikan tidak aman untuk dikonsumsi karena mempengaruhi penerimaan konsumen atau menyebabkan penyakit . Kerusakan hasil perikanan akan berakibat buruk apabila ikan dibiarkan dalam lingkungan yang bersuhu tinggi.
34

UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

Jun 18, 2015

Download

Documents

gacurangpenpem
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

Nama : Nadia Mega Aryani

NPM : 230110070007

Kelas : Perikanan A

UTS MMT

KERUSAKAN HASIL PERIKANAN

Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan, baik

secara fisik, kimiawi dan biologis. Luka atau memar yang dialami ikan selama

pemanenan atau penangkapan merupakan kerusakan fisik yang sering dialami

ikan. Pencemaran bahan kimia dan reaksi biokimia yang berlangsung setelah ikan

dipanen atau ditangkap merupakan kerusakan kimiawi yang banyak dialami ikan.

Peningkatan jumlah mikroba merupakan kerusakan biologis yang selalu dialami

ikan setelah kematiannya.

Selama proses perombakan kimiawi, akan terbentuk senyawa histamin, putresin,

kadaverin, trimetil amin, amnonia, H2S, alkohol dan senyawa keton.

Sedangkan populasi mikroba akan mencapai fase eksponensial (lag phase).

Kerusakan ini dapat menyebabkan ikan tidak aman untuk dikonsumsi karena

mempengaruhi penerimaan konsumen atau menyebabkan penyakit .

Kerusakan hasil perikanan akan berakibat buruk apabila ikan dibiarkan dalam

lingkungan yang bersuhu tinggi. Pada lingkungan demikian, proses perombakan

secara kimiawi berlangsung lebih cepat dan populasi mikroba pembusuk

berkembang pesat. Dengan demikian, ikan akan menjadi bahan pangan yang

tidak aman karena telah memasuki tahap pembusukan. (eafrianto.wordpress.com).

Jawab:

1. Histamin merupakan senyawa turunan dari asam amino histidin yang

banyak terdapat pada ikan. Asam amino ini merupakan salah satu dari

sepuluh asam amino esensial yang dibutuhkan oleh anak-anak dan bayi

tetapi bukan asam amino esensial bagi orang dewasa. Di dalam tubuh kita,

histamin memiliki efek psikoaktif dan vasoaktif. Efek psikoaktif

menyerang sistem syaraf transmiter manusia, sedangkan efek vasoaktifnya

menyerang sistem vaskular. Pada orang-orang yang peka, histamin dapat

Page 2: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

menyebabkan migrain dan meningkatkan tekanan darah. Histamin tidak

membahayakan jika dikonsumsi dalam jumlah yang rendah, yaitu

8mg/100gr ikan. Keracunan ini biasanya akan timbul karena tingginya

kadar histamin yang terdapat pada ikan yang kita konsumsi. Keracunan ini

dapat muncul apabila mengkonsumsi ikan dengan kandungan histamin

yang berlebih, yaitu dalam jumlah diatas 70-1000mg. Akibatnya akan

timbul muntah-muntah, rasa terbakar pada tenggorokan, bibir bengkak,

sakit kepala, kejang, mual, muka dan leher kemerah-merahan, gatal-gatal

dan badan lemas.

2. Putresin dan kadaverin merupakan amino biogenik, amino biogenik adalah

komponen biologis aktif yang dihasilkan oleh proses dekarboksilat asam

amino bebas yang terdapat beberapa bahan pangan ikan, pengolahan ikan,

anggur, keju dan lain-lain.

3. TMA merupakan hasil pembusukan spesifik terhadap produk ikan laut

yang mengandung senyawa trimetilamin oksida (TMAO) dan senyawa

non protein nitrogen. Trimetil amin oksida (TMAO), yang terdapat dalam

semua ikan laut, biasanya tidak ada didalam ikan air tawar. Pemecahan

TMAO menjadi trimetil amin (TMA) merupakan reaksi penting dari

kerusakan ikan secara enzimatis. Kandungan TMAO biasanya digunakan

sebagai indikator dari kesegaran ikan. Selain itu, penentuan kandungan

amoniak (hasil pemecahan urea) pada beberapa ikan, seperti hiu, juga

penting untuk menentukan kesegaran ikan. Proses kemunduran mutu

dapat diamati dengan adanya perubahan komposisi kimiawi ikan.

Perubahan komposisi kimiawi ikan dapat dilihat dengan melakukan

analisa terhadap perubahan kadar TMA, TVB, NH3, dan perubahan pH.

Ikan mengandung trimetilamin (TMA) yang menyebabkan ikan dapat

menyebabkan amis (fishy). Ketika ikan masih hidup di dalam air, ikan

hampir tidak memiliki citarasa amis. Setelah ikan mati, bakteri dan

mikroorganisme lain menjadi aktif menyerang daging ikan. TMA

(Trimetil amin) dihasilkan oleh senyawa lipoprotein yang diuraikan

terlebih dahulu menjadi kolin, kemudian diuraikan lebih lanjut menjadi

Page 3: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

trimetil amin oksida (TMAO). TMAO akan diubah oleh enzim-enzim

yang berada pada proses kimiawi yang menyebabkan bau menjadi amis.

Ikan air tawar memiliki kandungan TMA yang rendah, sedangkan ikan air

laut memiliki kandungan TMA yang tinggi, dan jumlahnya bervariasi

tergantung dari masing-masing ikan. Kandungan TMA pada ikan segar

rata-rata adalah 0,1-2,0 mg/kg. Bahan volatil lain yang ada pada ikan

adalah Total Volatile Bases (TVB). Parameter TVB biasa digunakan

sebagai parameter tingkat kerusakan ikan pada tahap akhir penyimpanan,

artinya bila TVB sudah terbentuk dalam jumlah yang nyata, maka produk

sudah mengalami perubahan mutu yang mengarah pada pembusukan.

Peningkatan kandungan TVB disebabkan oleh peningkatan aktivitas

mikrobia menguraikan protein yang menghasilkan basa menguap selama

proses pembusukan. Proses penguraian protein dan derivatnya oleh

mikrobia selama penyimpanan akan menghasilkan basa-basa menguap

seperti amonia dan TMA. Batas maksimum kesegaran ikan untuk

parameter TVB yang masih dapat diterima ialah sebesar 30 mgN% dan

untuk nilai TMA ialah sebesar 15 mg N%. Pada umumnya ikan segar

memiliki pH yang lebih rendah daripada ikan yang sudah tidak segar.

Perubahan derajat keasaman (pH) ikan disebabkan oleh adanya

peningkatan jumlah senyawa-senyawa tertentu pada daging ikan sebagai

hasil dari aktivitas penguraian bakteri dan enzim.

4. Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus N H 3. Biasanya senyawa ini

didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia).

Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di

bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak

kesehatan. Amonia umumnya bersifat basa (pKb=4.75), namun dapat juga

bertindak sebagai asam yang amat lemah (pKa=9.25), Amoniak diproduksi

dengan mereaksikan gas Hydrogen (H2) dan Nitrogen (N2) dengan rasio

H2/N2 = 3 : 1 . Disamping dua komponen tersebut campuran juga berisi

inlet dan gas-gas yang dibatasi kandungannya, seperti Argon (Ar) dan

Methan (CH4). Amonia (NH4+) pada suatu perairan berasal dari urin dan

Page 4: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

feses yang dihasilkan oleh ikan. Kandungan amonia ada dalam jumlah

yang relatif kecil jika dalam perairan kandungan oksigen terlarut tinggi.

Sehingga kandungan amonia dalam perairan bertambah seiring dengan

bertambahnya kedalaman. Pada dasar perairan kemungkinan terdapat

amonia dalam jumlah yang lebih banyak dibanding perairan di bagian

atasnya karena oksigen terlarut pada bagian dasar relatif lebih kecil

(Welch, 1952 dalam Setiawan, 2006). Menurut Jenie dan Rahayu (1993)

dalam Marlina (2004), konsentrasi amonia yang tinggi pada permukaan air

akan menyebabkan kematian ikan yang terdapat pada perairan tersebut.

Toksisitas amonia dipengaruhi oleh pH yang ditunjukkan dengan kondisi

pH rendah akan bersifat racun jika jumlah amonia banyak, sedangkan

dengan kondisi pH tinggi hanya dengan jumlah amonia yang sedikit akan

bersifat racun. Selain itu, pada saat kandungan oksigen terlarut tinggi,

amonia yang ada dalam jumlah yang relatif kecil sehingga amonia

bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman (Welch, 1952 dalam

Setiawan, 2006). Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari

0,1 mg/liter. Kadar amonia bebas yang tidak terionisasi pada perairan

tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,2 mg/liter. Jika kadar amonia bebas

lebih dari 0,2 mg/liter, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan.

Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran

bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan

(run-off) pupuk pertanian. Kadar amonia yang tinggi juga dapat ditemukan

pada dasar danau yang mengalami kondisi tanpa oksigen atau anoxic

(Effendi, 2003). Amonia dapat meningkatkan kebutuhan oksigen pada

insang dan jaringan tubuh yang mengalami kerusakan, dan menurunkan

kemampuan darah dalam membawa oksigen. Dalam kondisi kronik,

peningkatan amonia dapat menyebabkan timbulnya penyakit dan

penurunan pertumbuhan. Pescod (1973) menyarankan agar kandungan

amonia dalam suatu perairan tidak lebih dari 1 mg/l, yaitu agar kehidupan

ikan menjadi normal.

Page 5: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

5. Hydrogen Sulfida (H2S), adalah gas beracun yang sangat berbahaya.

Dalam waktu singkat gas ini dapat melumpuhkan sistem pernafasan dan

dapat mematikan seseorang yang menghirupnya. Pada konsentrasi rendah,

H2S memiliki bau seperti telur busuk, namun pada konsentrasi tinggi, bau

telur busuk tidak tercium lagi, karena secara cepat gas H2S melumpuhkan

sistem syaraf dan mematikan indera penciuman. Gas H2S bersifat ekstrim

racun yang menempati kedudukan kedua setelah hydrogen sianida (HCN),

dan sekitar lima kali lebih beracun dari karbon monoksida (CO). Gas H2S

sangat berbahaya jika terhirup masuk ke saluran pernafasan. Jika jumlah

gas H2S yang terserap ke dalam sistem peredaran darah melampaui

kemampuan oksidasi dalam darah, akan menimbulkan keracunan terhadap

sistem syaraf. Setelah itu secara singkat segera diikuti terjadinya sesak

nafas dan kelumpuhan (paralysis) pernafasan, pada konsentrasi tinggi. Jika

penderita tidak segera dipindahkan ke ruangan berudara segar dan

diberikan bantuan pernafasan maka akan segera terjadi kematian akibat

kelemasan (asphyxiation). Pengaruh gas H2S pada konsentrasi rendah

mengakibatkan terjadinya gejala pusing, mual, rasa melayang, batuk-

batuk, gelisah, mengantuk, rasa kering, serta nyeri di hidung, tenggorokan,

dan dada. Gas H2S pada konsentrasi rendah (0,025-25 ppm) akan tercium

seperti bau telur busuk yang memberikan peringatan kepada seseorang

yang berada di lingkungan tersebut untuk segera lari menginggalkan

tempat tersebut dan segera menggunakan alat bantu pernafasan.

Penginderaan merupakan sistem peringatan diri yang penting dan sangat

membantu untuk menyelamatkan diri. Karena jika konsentrasi gas H2S

terus meningkat di atas 25 ppm akan dapat mematikan indera penciuman

dan korban mulai tidak sadarkan diri. Asam sulfida yang merupakan salah

satu asam belerang, terdapat di tambak pembesaran bandeng sebagai hasil

proses dekomposisi bahan organik dan air laut yang banyak mengandung

sulfat. Asam sulfida ini dapat dideteksi dengan jelas pada saat melakukan

pengeringan dasar tambak. Dasar tambak yang mengandung banyak

sulfida akan bewarna hitam dan tercium bau belerang. Kadar asam sulfida

Page 6: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

ditambak pembesaran sebaiknya di bawah 0,1 mg/l. Kandungan H2S di air

tambak dapat diukur secara kolorimetri, yakni membandingkan warna air

contoh dengan warna larutan standar setelah diberi pereaksi tertentu.

6. Alkohol merupakan senyawa organik apapun yang memiliki gugus

hidroksil yang terikat pada atom karbon. Senyawa alkohol atau alkanol

dapat dikatakan senyawa alkana yang satu atom H–nya diganti dengan

gugus –OH (hidroksil). Sehingga seperti terlihat pada tabel 4.1 rumus

umum senyawa alkohol adalah R–OH dimana R adalah gugus alkil. Untuk

itu rumus umum golongan senyawa alkohol juga dapat ditulis CnH2n+1 –

OH. Beberapa penggunaan senyawa alkohol dalam kehidupan sehari-hari

antara lain :1) Pada umumnya alkohol digunakan sebagai pelarut.

Misal : lak dan vernis

2) Etanol dengan kadar 76% digunakan sebagai zat antiseptik.

3) Etanol juga banyak sebagai bahan pembuat plastik, bahan peledak,

kosmestik.4) Campuran etanol dengan metanol digunakan sebagai bahan

bakar yang biasa dikenal dengan nama Spirtus.

5) Etanol banyak digunakan sebagai bahan dasar pembuatan minuman

keras.

7. Keton bisa berarti gugus fungsi yang dikarakterisasikan oleh sebuah gugus

karbonil (O=C) yang terhubung dengan dua atom karbon ataupun senyawa

kimia yang mengandung gugus karbonil. Keton memiliki rumus umum:

R1(C O )R2. Senyawa karbonil yang berikatan dengan dua karbon

membedakan keton dari asam karboksilat, aldehida, ester, amida, dan

senyawa-senyawa beroksigen lainnya. Ikatan ganda gugus karbonil

membedakan keton dari alkohol dan eter. Keton yang paling sederhana

adalah aseton (secara sistematis dinamakan 2-propanon). Atom karbon

yang berada di samping gugus karbonil dinamakan karbon-α. Hidrogen

yang melekat pada karbon ini dinamakan hidrogen-α. Dengan keberadaan

asam katalis, keton mengalami tautomerisme keto-enol. Reaksi dengan

basa kuat menghasilkan enolat.

8. Fase eksponensial ditandai dengan terjadinya periode pertumbuhan yang

Page 7: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

cepat. Setiap sel dalam populasi membelah menjadi dua sel. Variasi derajat

pertumbuhan bakteri pada fase eksponensial ini sangat dipengaruhi oleh

sifat genetik yang diturunkannya. Selain itu, derajat pertumbuhan juga

dipengaruhi oleh kadar nutrien dalam media, suhu inkubasi, kondisi pH

dan aerasi. Ketika derajat pertumbuhan bakteri telah menghasilkan

populasi yang maksimum, maka akan terjadi keseimbangan antara jumlah

sel yang mati dan jumlah sel yang hidup.

PENENTUAN TINGKAT KESEGARAN

Kesegaran ikan akan mengalami penurunan sejalan dengan lamanya kematian

atau penyimpanan hasil perikanan tersebut. Disini telah dijelaskan bahwa

kerusakan hasil perikanan dapat disebabkan oleh faktor fisik, kimiawi dan

biologis. Tingkat kesegaran hasil perikanan dapat ditentukan berdasarkan

pengukuran sifat fisik, kimiawi, biologis dan organoleptik. Kekerasan dan

elastisitas daging merupakan sifat fisik ikan yang dapat digunakan untuk

menggambarkan tingkat kesegaran hasil perikanan. Susut bobot dan kadar air

merupakan parameter kimiawi yang memiliki kaitan erat dengan kesegaran ikan.

Adapun karakter biologis yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat

kesegaran hasil perikanan adalah populasi mikroba pembusuk. Kenampakan,

aroma, tekstur, dan cita rasa merupakan karakter organoleptik yang dapat

digunakan untuk menentukan tingkat kesegaran hasil perikanan.

Dengan membandingkan informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran sifat

fisik, kimiwai, biologis dan organoleptik pada standar yang ada, maka dapat

diketahui tingkat kesegaran hasil perikanan. Standar dimaksud dapat berupa

Standar nasional Indonesia (SNI), pola perubahan kekerasan, elastisitas, susut

bobot, kadar air dan mikroba pembusuk atau lembar penilaian organoleptik.

(eafrianto.wordpress.com).

Jawab :

1. Kekerasan pada proses produk perikanan karena otot ikan hidup bersifat

Page 8: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

elastis dan kendur. Segera setelah tubuh ikan mulai kaku akibat kematian,

seluruh badan ikan menjadi tidak elastis dan keras. Dimulainya proses

tersebut bergantung pada suhu ikan, khususnya perbedaan antara suhu air

dan suhu ruang penyimpanan. Semakin besar perbedaan suhu air dan

tempat penyimpanan, semakin cepat ikan menjadi kaku, begitu pula

sebaliknya. Pernafasan aerob berhenti dan oksidasi anaerob menyebabkan

akumulasi asam laktat yang menyebabkan turunnya pH otot dari sekitar

6,8 menjadi 6,5 . Kadar pH akhir bergantung pada spesies dan komposisi

hewan. Pada saat otot ikan menjadi kaku, hilangnya adenosine

triphosphate (ATP) akibat pembusukan otolisis menyebabkan otot menjadi

kaku sebagai akibat penggabungan searah (irreversible association)

molekul-molekul myosin dan actin .

2. Kekakuan otot terjadi setelah ikan mati. Pada kondisi pre rigor mortis,

ikan belum kaku. Pada kondisi rigor mortis, ikan sudah mulai kaku. Pada

kondisi post rigor mortis, ikan kembali lemas namun berbeda dengan

kondisi pre rigor mortis.

3. Kadar air pada ikan adalah 66 – 84 %. Kadar air mempunyai hubungan

yang berlawanan dengan kadar lemak. Makin tinggi kadar air, makin

rendah kadar lemaknya. Air terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan

plasma (Suzuki, 1981). Air yang ditemukan dalam jaringan otot terdiri dari

tiga tipe yaitu : air konstitusional merupakan air yang terletak dalam

molekul protein (1%), air yang terikat kuat (0,3 g air/100 g protein) dan air

permukaan yang terletak pada permukaan multi layer protein dan dalam

celah-celah kecil. Sekitar 10 % dari air tersebut ditemukan dalam ruang

ekstraseluler yang bisa bertukar dengan air sel pada kondisi tertentu

sehingga mengakibatkan perubahan protein miofibril.

4. Ikan bisa mengalami stress selama pengangkutan.  Penyebab stressnya

macam-macam misal karena suhu lingkungan, kepadatan ikan dalam

wadah pengangkutan, feses dan urin yang dihasilkan, jalannya kurang

mulus, lamanya waktu pengangkutan, bunyi klakson mobil atau lainnya

dan banyak faktor lain yang dapat meningkatkan stress ikan. Faktor inilah

Page 9: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

yang dapat mengurangi kesegaran ikan. Ikan memiliki cadangan energi

berupa karbohidrat, lemak, dan protein. Cadangan energi ini dapat hilang

bila digunakan oleh ikan pada saat stress. Cadangan energi ini digantikan

oleh air menurut sebuah penelitian. Berat molekul cadangan energi lebih

besar dibanding air yang hanya 18. Walaupun terjadi susut bobot, ukuran

tubuh ikan tidak berubah menjadi kecil.

5. Populasi mikroba pembusuk. Mikroba pembusuk sangat mempengaruhi

kesegara ikan. Mikroba pembusuk cepat tumbuh pada bagian yang

memiliki bahan organik yang sangat tinggi. Mikroba dapat tumbuh pada

luka ikan, dalam perut ikan, insang ikan, dan lain-lain dimana bagian ikan

berhubungan langsung dengan udara.

6. Kenampakan ikan yang masih segar jelas berbeda dengan ikan yang sudah

tidak segar. Ikan yang masih segar memiliki warna tubuh yang cemerlang,

sisik utuh, dan matanya cemerlang sedangkan ikan yang sudah tidak segar

memiliki warna tubuh yang kusam, sisik tidak utuh, dan matanya juga

kusam (kemerah-merahan atau keabu-abuan).

7. Aroma ikan yang masih segar adalah segar seperti bau ikan pada

umumnya sedangkan aroma ikan yang sudah tidak segar berbau busuk

bahkan berbau ammonia.

8. Tekstur pada ikan pre rigor mortis apabila bagian perutnya ditekan maka

akan kembali seperti semula, ikan pada kondisi rigor mortis apabila

ditekan perutnya akan kembali seperti semula namun agak lama,

sedangkan tekstur ikan post rigor apabila perutnya ditekan tidak akan

kembali/lembek.

9. Cita rasa pada produk yang terbuat dari ikan yang segar akan terasa lezat

namun bila satu produk terbuat dari ikan yang sudah tidak segar maka

produk tersebut akan terasa tidak lezat.

Page 10: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

Tugas MMT

Nadia Mega Aryani (230110070007)

1. Titik Kritis pada Bakso Ikan

a. Pemilihan bahan baku.

Resiko yang mungkin timbul dari tahapan ini adalah bahan baku ikan

yang digunakan berasal dari perairan yang tercemar. Selain itu, bahan

baku ikan dapat mengalami kerusakan fisik seperti terdapat memar

dan luka. Pengendalian yang dapat dilakukan antara lain memastikan

bahwa bahan baku ikan berasal dari perairan yang masih bersih

(belum tercemar) dan berhati-hati pada saat proses penanganan ikan

baik pada saat di kapal maupun saat pengangkutan dari kapal.

b. Pencucian

Resiko yang dapat timbul dari tahapan ini adalah masih terdapatnya

benda-benda asing (rambut dan serpihan kayu) dan mikroba

pembusuk. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dalam proses

pencucian menggunakan air bersih yang mengalir.

c. Penyiangan

Resiko yang dapat timbul adalah masih terdapatnya kotoran dan

benda-benda asing lainnya. Selain itu, masih terdapat bahan-bahan

berbahaya dalam ikan. Pengendalian kritisnya yaitu dengan

memastikan kembali tidak ada kotoran yang masih terbawa dan selalu

menggunakan air yang bersih dan mengalir.

d. Pencucian

Resiko yang dapat timbul adalah masih terdapatnya mikroba

pembusuk dan benda-benda asing seperti kotoran dan pasir.

Pengendalian kritisnya adalah memastikan selalu menggunakan air

yang bersih dan mengalir.

e. Pemfiletan

Page 11: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

Resiko yang dapat timbul dari pemfiletan adalah masih terdapatnya

benda-benda asing yang terbawa seperti duri, kulit ikan, dan lain-

lain. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah memastikan daging

filet bebas benda-benda asing.

f. Pelumatan Daging Ikan

Resiko yang dapat terjadi dalam proses pelumatan adalah daging

ikan yang digunakan masih mengandung benda-benda asing (duri,

kuit ikan, dan lain-lain) dan alat pelumatan masih mengandung

bahan-bahan berbahaya. Pengendalian yang dapar digunakan adalah

memastikan tidak ada bahan-bahan berbahaya dalam daging ikan dan

alat-alat yang akan digunakan dalam kondisi steril.

g. Penambahan Bumbu

Resiko yang dapat terjadi adalah terdapat bahan-bahan asing yang

terbawa masuk seperti rambut, pasir, dan lain-lain. Ketidaktelitian

penggunaan bumbu-bumbu yang sudah kadaluarsa dapat terjadi.

Pengendalian kritisnya adalah dengan cara memastikan selalu bumbu

yang digunakan bebas bahan-bahan asing dan diawasi selalu masa

kadaluarsa bumbu.

h. Pencetakan Bakso

Resiko yang dapat terjadi pada proses ini adalah masih terdapat

benda-benda asing dalam adonan. Selain itu, adonan dapat

terkontaminasi akibat alat dan pekerja yang tidak steril. Pengendalian

kritisnya adalah dengan memastikan tidak ada benda-benda asing

dalam adonan bakso ikan dan selalu menjaga kesterilan alat yang

digunakan serta pekerja yang akan membuat adonan dengan selalu

memakai penutup kepala, masker, dan sarung tangan.

i. Perebusan Bakso

Resiko yang dapat terjadi dalam perebusan adalah masih mengandung

bahan-bahan berbahaya karena air yang digunakan tidak bersih.

Selain itu, masih mengandung bakteri pembusuk akibat suhu

perebusan yang tidak sempurna. Pengendalian kritisnya adalah

Page 12: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

memastikan selalu air yang digunakan adalah air yang bersih dan

suhu perebusan yang digunakan sempurna.

j. Penirisan

Resiko yang dapat terjadi adalah alat yang digunakan dalam penirisan

tidak steril, masih terdapat benda-benda berbahaya seperti rambut,

pasir, dan serpihan kayu. Selain itu, pada proses penirisan, bakso

dibiarkan dalam suhu yang tidak terkontrol sehingga memungkinkan

untuk mikroba pembsuk berkembang biak. Pengendalian kritisnya

adalah dengan cara membersihkan dan mensterilkan terlebih dahulu

alat-alat yang akan digunakan dan bakso harus selalu dalam suhu

yang terjaga.

k. Pengemasan

Resiko yang mungkin terjadi adalah bahan yang digunakan untuk

mengemas masih mengandung bahan-bahan berbahaya dan tidak

steril. Pengendalian kritisnya adalah dengan memastikan selalu bahan

pengemas bebas bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi produk dan

selalu dalam keadaan steril sehingga tidak ada mikroba pembusuk.

2. Alur Proses Bakso Ikan

Pemilihan Bahan baku

Pencucian

Page 13: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

Pemfiletan

Pelumatan Daging Ikan

Penambahan Bumbu

Pencetakan Bakso

Penyiangan

Pencucian

Page 14: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

3. Decision tree

Bukan CCP

CCP

Bukan CCP

Perebusan

Penirisan

Pengemasan

Apakah tahap ini ada ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahan sampai batas aman

Ya Tidak

Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi di produk ikan?

Tidak Ya

Apakah pada tahap ini proses selanjutnya akan dapat

menghilangkan sampai batas aman?

Apakah bahan mentah mengandung bahan bahaya?

Ya Tidak

Apakah tahap ini ada ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi

bahan sampai batas aman?

Page 15: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

CCP

Bukan CCP

4. Tabel 1.  Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahannya

Nama Produk : Bakso Ikan Tenggiri

Deskripsi Produk : Bakso ikan yang terbentuk dari lumatan daging ikan tenggiri yang dibentuk bulat-bulat kemudian direbus. Ikan yang digunkan adalah ikan yang memiliki daging yang berwarna putih. Adonannya terdiri dari lumatan daging ikan, tepung tapioka, penyedap rasa, dan rempah-rempahan.

1. Pemilihan Bahan Baku 1.Bahaya Fisik

- Terdapat luka dan memar pada ikan.

2.Bahaya Kimiawi

- Ikan mengandung bahan-bahan berbahaya.

3.Bahaya Biologis

- Terdapat bakteri patogen yang terbawa pada saat penanganan.

- Berhati-hati dalam penanganan ikan.

- Bahan baku harus berasal dari perairan yang tidak tercemar.

- Ikan harus selalu dalam suhu yang terjaga.

Apakah pengamanan atau pengolahan dapat

menghilangkan sampai batas aman?

Tidak Ya

Tidak Ya

Page 16: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

2. Pencucian 1.Bahaya Fisik

- Terdapat benda-benda asing (kotoran, serpihan kayu, kaca, dan lain-lain)

2.Bahaya Kimiawi

- Air yang digunakan tidak bersih.

3.Bahaya Biologis

- Masih terdapat mikroba pembusuk.

- Harus selalu memperhatikan kebersihan bahan baku.

- Air yang digunakan harus bersih.

- Air yang digunakan harus bersih dan mengalir.

3. Penyiangan 1.Bahaya Fisik

- Masih terdapat bahan-bahan berbahaya (duri, rambut, pasir, kotoran)

2.Bahaya Kimiawi

- Ikan mengandung bahan-bahan berbahaya.

3.Bahaya Biologis

- Alat-alat yang digunakan terkontaminasi mikroba

- Selalu teliti dalam membersihkan agar tidak ada bahan berbahaya yang terbawa.

- Bahan baku harus berasal dari perairan yang tidak tercemar.

- Alat-alat yang digunakan harus dalam kondisi steril.

4. Pencucian 1.Bahaya Fisik

- Masih terdapat bahan berbahaya (duri, kulit, isi perut)

2.Bahaya Kimiawi

- Air yang digunakan

- Teliti dalam pencucian agar tidak ada bahan berbahaya.

- Air harus bebas

Page 17: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

mengandung bahan berbahaya

3.Bahaya Biologis

- Terdapat bakteri patogen yang terbawa.

bahan berbahaya.

- Ikan dicuci dengan air bersih dan mengalir.

5. Pemfiletan 1.Bahaya Fisik

- Terdapat benda-benda asing (duri, kulit, serpihan kayu, pasir)

2.Bahaya Kimiawi

- Alat yang digunakan mengandung bahan berbahaya

3.Bahaya Biologis

- Alat yang digunakan terkontaminasi mikroba

- Harus selalu memperhatikan kebersihan bahan baku.

- Alat yang digunakan harus aman, yang tidak gampang mengelupas.

- Alat yang digunakan harus disterilkan terlebih dahulu.

6. Pelumatan Daging Ikan

1.Bahaya Fisik

- Masih terdapat bahan-bahan berbahaya (duri, rambut, pasir, kotoran)

2.Bahaya Kimiawi

- Alat yang digunakan mengandung bahan berbahaya

- Selalu teliti dalam membersihkan agar tidak ada bahan berbahaya yang terbawa.

- Alat yang digunakan harus aman.

Page 18: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

3.Bahaya Biologis

- Alat-alat yang digunakan terkontaminasi mikroba

- Alat-alat yang digunakan harus dalam kondisi steril.

7. Penambahan Bumbu 1.Bahaya Fisik

- Terdapat benda berbahaya (pasir,rambut) yang ikut terbawa dalam bumbu.

2.Bahaya Kimiawi

- Bumbu yang digunakan sudah kadaluarsa.

3.Bahaya Biologis

- Terdapat jamur dalam bumbu.

- Selalu menyimpan dan membungkus bumbu agar bahan berbahaya tidak dapat masuk.

- Selalu mengawasi kapan masa kadaluarsa bumbu.

- Bumbu yang digunakan harus selalu dalam kondisi yang baik.

8. Pencetakan Bakso 1.Bahaya Fisik

- Terdapat benda-benda asing (kotoran, serpihan kayu, kaca, dan lain-lain)

2.Bahaya Kimiawi

- Terdapat bahan-bahan berbahaya dalam adonan.

3.Bahaya Biologis

- Alat dan pekerja

- Harus selalu mengawasi setiap proses agar benda asing tidak terbawa.

- Adonan harus bebas bahan berbahaya.

- Alat dan pekerja harus selalu dalam kondisi steril.

Page 19: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

mengkontaminasi adonan.

9. Perebusan 1.Bahaya Fisik

- Masih terdapat bahan-bahan berbahaya (duri, kulit ikan, pasir)

2.Bahaya Kimiawi

- Air yang digunakan untuk perebusan tidak bersih.

3.Bahaya Biologis

- Masih terdapat mikroba pembusuk.

- Selalu teliti dalam setiap proses agar tidak ada bahan berbahaya yang terbawa.

- Air yang digunakan untuk perebusan adalah air bersih.

- Suhu dan lama perebusan harus sempurna

10. Penirisan 1.Bahaya Fisik

- Masih terdapat bahan berbahaya (duri, kulit, isi perut)

2.Bahaya Kimiawi

- Media penirisan yang digunakan mengandung bahan berbahaya.

3.Bahaya Biologis

- Terdapat mikroba pembusuk.

- Teliti dalam setiap proses agar tidak ada bahan berbahaya.

- Media penirisan yang digunakan harus yang aman digunakan.

- Suhu penirisan tidak sempurna.

11. Pengemasan 1.Bahaya Fisik

- Terdapat benda-benda asing (duri, kulit, serpihan kayu, pasir) pada bahan pengemas.

- Harus selalu memperhatikan kebersihan bahan

Page 20: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

2.Bahaya Kimiawi

- Bahan pengemas mengandung bahan berbahaya.

3.Bahaya Biologis

- Masih terdapat mikroba pembusuk.

pengemas.

- Bahan pengemas harus bahan yang aman digunakan.

- Bahan pengemas yang digunakan harus disterilkan terlebih dahulu.

Tabel 2.  Analisa Resiko Bahaya

Nama Produk                    : Bakso Ikan Tenggiri

Bahan Baku                       : Ikan Tenggiri

Konsumen                         : Tingkat Menengah dan Ibu-ibu rumah tangga

Cara Penyimpanan          : Disimpan dalam freezer

Cara Distribusi                  : dengan mobil box yang dilengkapi mesin pendingin

Cara Mengkonsumsi       : Direbus terlebih dahulu kemudian bisa dimakan langsung atau dicampur dengan tumis, sup, mie, dan lain-lain sesuai selera.

Proses Pengolahan         :  

Tahap 1 : Memilih bahan baku ikan tenggiri yang berasal dari perairan yang tidak tercemar.

Tahap 2 : Ikan yang sudah disortir kemudian dicuci dengan air bersih dan mengalir.

Page 21: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

Tahap 3 : Ikan yang sudah dicuci kemudian disiangi yaitu dibuang isi perutnya dan insangnya.

Tahap 4 : Ikan dibersihkan kembali dengan air bersih dan mengalir agar semua kotoran terbuang.

Tahap 5 : Setelah bersih, ikan difilet dan dipisahkan dari duri dan kulitnya.

Tahap 6 : Ikan dilumatkan sampai halus.

Tahap 7 : Adonan ikan dicampur dengan tepung tapioka, garam secukupnya, bumbu penyedap, dan rempah-rempahan.

Tahap 8 : Adonan siap dicetak.

Tahap 9 : Adonan direbus dalam air mendidih selama kurang lebih 20 menit.

Tahap 10 : Bakso ditiriskan sampai dingin.

Tahap 11 : Bakso dikemas dalam plastik polietilen, kemudian divakum.

No. Bahan/IngredienKelompok Bahaya Kategori Resiko

0/I/II/III/IV/V/VIA B C D E F

1. Daging Ikan Tenggiri √ √ √ III

2. Tepung Tapioka √ √ II

Keterangan :

1.  Kelompok Bahaya

A = Makanan untuk konsumen beresiko tinggi (a.l. pasien & gol. Resti)

B = Mengandung bahan yang sensitif thd bahaya biologis/kimia/fisik

C = Tidak ada tahap untuk mencegah/menghilangkan bahaya

D = Kemungkinan mengalami kontaminasi kembali setelah pengolahan

Page 22: UTS MMT (Nadia Mega Aryani 230110070007)

E = Kemungkinan penanganan yang salah selama distribusi /konsumsi

F = Tidak ada cara mencegah/menghilangkan bahaya oleh konsumen

2.  Kategori Bahaya

Kategori Resiko Karakteristik Bahaya Keterangan

0 0 (Tidak Ada Bahaya) Tidak mengandung bahaya A s/d F

I (+) Mengandung satu bahaya B s/d F

II (++) Mengandung dua bahaya B s/d F

III (+++) Mengandung tiga bahaya B s/d F

IV (++++) Mengandung empat bahaya B s/d F

V (+++++) Mengandung lima bahaya B s/d F

VI A+ (kategori Khusus) Kategori resiko paling tinggi (semua makanan yang mengandung bahaya A, baik dengan atau tanpa bahaya B s/d F