BAB I
PENDAHULUANAudiologi adalah ilmu pendengaran yang meliputi
evaluasi pendengaran dan rehabilitasi individu dengan masalah
komunikasi sehubungan dengan gangguan pendengaran. Ada dua alasan
untuk melakukan evaluasi yaitu pertama, untuk mendiagnosis lokasi
dan jenis penyakit dan kedua, untuk menilai dampak gangguan
pendengaran terhadap proses belajar, interaksi sosial dan
pekerjaan.1Pemeriksaan pendengaran dapat meningkatkan presisi dalam
mendiagnosis lokus patologis dan penyakit-penyakit spesifik.
Pasien-pasien dengan penyakit berbeda pada daerah yang sama
(misalnya ketulian dan sindrom Meniere keduanya melibatkan
koklearis) melaporkan pengalaman pendengaran yang berbeda dan akan
memberikan temuan audiometri yang berbeda pula. Demikian juga
dengan kualitas gangguan pendengaran akan mengakibatkan
keterbatasan dalam keahlian yang memerlukan perhatian, perkembangan
berbahasa, presisi bicara dan efektivitas komunikasi umum sesuai
dengan derajat dan jenis gangguan. Rencana- rencana untuk
mengadakan pendidikan khusus dan rehabilitasi harus dipengaruhi dan
dituntun oleh hasil pemeriksaan pendengaran bersamaan dengan
variable penting lainnya seperti intelegensi, motivasi dan dukungan
keluarga. Dokter terpaksa harus memeriksa keutuhan telinga tengah
secara tidak langsung dan sama sekali tidak dapat memeriksa
koklearis dan sistem saraf akustikus kecuali dengan mempelajari
cara-cara keduanya berfungsi sebagai jawaban terhadap bunyi.
1Kemampuan pasien untuk mendengar dapat ditentukan dengan berbagai
cara mulai dari prosedur informal hingga pengukuran tepat
berstandar tinggi yang memerlukan peralatan khusus. Dengan semakin
sering atau menjadi rutinnya pemeriksaan pendengaran dilakukan di
ruang praktek, maka semakin besar keahlian yang dapat dikembangkan
pemeriksa dalam aplikasi praktis dan pengunaannya. Terdapat
pelbagai metode uji pendengaran yaitu uji penala, audiometri nada
murni, audiometri bicara, uji-uji khusus dan audiometri pediatrik.
Ini adalah sangat penting untuk mengetahui fungsi pendengaran dan
mengetahui penyakit-penyakit gangguan pendengaran.1 BAB
IIPEMBAHASAN2.1 ANATOMI PENDENGARAN
Gambar 1. Anatomi telinga 2
Anatomi telinga terbagi menjadi tiga bagian, yaitu : telinga
luar, telinga tengah dan telinga dalam.i) Telinga Luar Telinga luar
terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang
telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada
sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 -3 cm. Pada sepertiga
bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
(modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada
dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen.2,3,4ii) Telinga TengahTelinga tengah berbentuk kubus
dengan :
Batas luar : membran timpani Batas depan : tuba eustachius Batas
bawah : vena jugularis (bulbus jugularis) Batas belakang : aditus
ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis. Batas atas : tegmen
timpani (meningen/otak) Batas dalam : berturut-turut dari atas ke
bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap
lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan
promontorium. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila
dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu
liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran
Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria).
Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar luar ialah
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh
sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa
mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri
dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara
radial dibagian luar dan sirkuler di bagian dalam.2,3,4iii) Telinga
Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa
dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah
kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak
lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan
melintang koklea tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani
di sebelah bawah dan skala media (duktus kokleans) di antaranya.
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala
limfa berisi endomedia. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa
berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar
skala vestibule disebut sebagai membran vestibuli (Reissners
Membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada
membran ini terdapat organ corti.Pada skala media terdapat bagian
yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada
membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar, dan kanalis corti, yang membentuk organ
corti.2,3,42.2 FISIOLOGI PENDENGARAN
Gambar 2: Fisiologi Pendengaran5Proses mendengar diawali dengan
ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang
yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi
getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian
perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.2
Oleh karena luas permukaan membran timpani 22 kali lebih besar
dari luas tingkap oval, maka terjadi penguatan tekanan gelombang
suara 15-22 kali pada tingkap oval. Selain karena luas permukaan
membran timpani yang jauh lebih besar, efek dari pengungkit
tulang-tulang pendengaran juga turut berkontribusi dalam
peningkatan tekanan gelombang suara.3,4 Energi getar yang telah
diamplifikasikan ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan
tingkap lonjong. Sehingga cairan perilimfa pada skala vestibuli
bergerak. Getaran ini diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan
rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia
sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan
ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan
proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.2,5
2.3 GANGGUAN PENDENGARAN
Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli
konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli saraf,
yang terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea. Sumbatan tuba
eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan akan terdapat
tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa aneurisma akan
menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung. Antara
inkus dan maleus berjalan cabang n. fasialis yang disebut korda
timpani. Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma mungkin
korda timpani terjepit, sehingga timbul gangguan pengecap. Di dalam
telinga dalam terdapat alat keseimbangan dan alat pendengaran,
obat-obat dapat merusak stria vaskularis, sehingga saraf
pendengaran rusak, dan terjadi tuli saraf. Setelah pemakaian obat
ototoksik seperti streptomisin, akan terdapat gejala gangguan
pendengaran berupa tuli saraf dan gangguan keseimbangan.2,5Ada tiga
jenis gangguan pendengaran yang dapat dikenali dengan uji
pendengaran yaitu tuli konduktif, tuli saraf (sensorineural
deafness) serta tuli campur (mixed deafness). Pada tuli konduktif
terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh kelainan atau
penyakit di telinga luar atau di telinga tengah. Pada tuli saraf
(perseptif, sensorineural) kelainan terdapat pada koklea (telinga
dalam), nervus VIII atau di pusat pendengaran, sedangkan tuli
campur, disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli saraf.
Tuli campur dapat merupakan satu penyakit, misalnya radang telinga
tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua
penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf)
dengan radang telinga tengah (tuli konduktif). Jadi jenis ketulian
sesuai dengan letak kelainan.2
Suara yang didengar dapat dibagi dalam bunyi, nada murni dan
bising. Bunyi (frekuensi 20Hz-18.000Hz) merupakan frekuensi nada
murni yang dapat didengar oleh telinga normal. Nada murni (pure
tone), hanya satu frekuensi, misalnya dari garpu tala, piano.
Bising (noise) dibedakan antara NB (narrow band), terdiri atas
beberapa frekuensi, spektrumnya terbatas dan WN (white noise), yang
terdiri dari banyak frekuensi.2 2.4 AUDIOMETRI NADA MURNI
2.4.1 DEFINISI Audiometri berasal dari kata audire dan metrios
yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri
tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran,
tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi
kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran Nada murni
berarti bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan dalam
jumlah getaran per detik. Audiometri nada murni/ pure tune
audiometry (PTA) adalah salah satu jenis uji pendengaran untuk
menilai fungsi pendengaran.2,62.4.2 MANFAAT AUDIOMETRI1. Untuk
mengukur batas pendengaran pada konduksi udara dan tulang serta
derajat atau tipe ketulian.2. Merekam hasil dapat disimpan dan
dapat dugunakan untuk rujukan masa akan datang.3. Audiogram berguna
sebagai ukuran untuk pengunaan alat bantu dengar.4. Membantu untuk
mencari derajat kecacatan untuk tujuan medikolegal. 62.4.3 TUJUAN
AUDIOMETRI Ada empat tujuan audiometri, yaitu:61. Kegunaan
diagnostik penyakit telinga
2. Mengukur kemampuan pendengaran dalam menangkap percakapan
sehari-hari. Atau validitas sosial pendengaran seperti untuk tugas
dan pekerjaan, apakah butuh alat bantu dengar, ganti rugi seperti
dalam bidang kedokteran kehakiman dan asuransi.
3. Skrining pada anak balita dan sekolah dasar
4. Monitor pekerja yang bekerja di tempat bising.
2.4.4 ISTILAH DALAM AUDIOMETRI NADA MURNI 1. Nada murni (pure
tone): merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi,
dinyatakan dalam jumlah getaran per detik.2,72. Bising: merupakan
bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari spectrum
terbatas (Narrow band), spektrum luas (White noise).2,73. Frekuensi
: merupakan nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda
yang sifatnya harmonis sederhana (simple harmonic motion). Dengan
satuannya dalam jumlah getaran per detik dinyatakan dalam Hertz
(Hz).2,74. Intensitas bunyi: dinyatakan dalam desibel (dB). Dikenal
dB HL (hearing level), dB SL (sensation level), dB SPL (sound
pressure level). dB HL dan dB SL dasarnya adalah subjektif, dan
inilah yang biasanya digunakan pada audiometer, sedangkan dB SPL
digunakan apabila ingin mengetahui intensitas bunyi yang
sesungguhnya secara fisika (ilmu alam).2,75. Ambang dengar:
merupakan bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu
yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang
dengar menurut konduksi udara (AC) dan menurut konduksi tulang
(BC). Bila ambang dengar ini dihubung-hubungkan dengan garis, baik
AC maupun BC, maka akan didapatkan audiogram. Dari audiogram dapat
diketahui jenis dan derajat ketulian.2,76. Nilai nol audiometrik
(audiometric zone) dalam dB HL dan dB SL, yaitu intensitas nada
murni yang terkecil pada suatu fekuensi tertentu yang masih dapat
didengar oleh telinga rata-rata dewasa muda yang normal (18-30
tahun). Pada tiap frekuensi intensitas nol audiometrik tidak sama.
Pada audiogram angka-angka intensitas dalam dB bukan menyatakan
kenaikan linier, tetapi merupakan kenaikan logaritmik secara
perbandingan. Terdapat dua standar yang dipakai adalah ISO
(International Standard Organization) dan ASA (American standard
Association). Dengan nilai berupa:0dB ISO = -10 dB ASA atau 10dB
ISO = 0 dB ASA.2,77. Notasi pada audiogram. Untuk pemeriksaan
audiogram dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus penuh
(intensitas yang diperiksa antara 125 8000 Hz) dan grafik BC yaitu
dibuat dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa: 250
4000 Hz). Untuk telinga kiri dipakai warna biru sedangkan untuk
telinga kanan, warna merah.2,7
Gambar 3: Simbol-simbol notasi pada audiogram 62.4.5 MEKANISME
KERJA AUDIOMETRI Audiometer nada murni merupakan uji sensitivitas
prosedur masing masing telinga dengan menggunakan alat listrik yang
dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari frekuensi bunyi yang
berbeda beda, yaitu 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz dan
dapat diatur intensitasnya dalam satuan desibel (dB). Bunyi
dihasilkan dari dua sumber yaitu sumber pertama adalah dari
earphone yang ditempelkan pada telinga, manakala sumber kedua
adalah suatu osilator atau vibrator hantaran tulang yang
ditempelkan pada mastoid (atau dahi) melalui satu head band.
Vibrator menyebabkan osilasi tulang tengkorak dan menggetarkan
cairan dalam koklear. Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui ear
phone atau melalui bone conductor ke telinga orang yang diperiksa
pendengarannya.Hasil pemeriksaan digambar sebagai audiogram dan
akan diperiksa secara terpisah, untuk bunyi yang disalurkan melalui
ear phone mengukur ketajaman pendengaran melalui hantaran udara,
sedangkan melalui bone conductor telinga mengukur hantaran tulang
pada tingkat intensitas nilai ambang. Dengan membaca audiogram yang
dihasilkan kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang
pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang
yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 18-30 tahun
merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada murni.1,2Tujuan
pemeriksaan adalah menentukan tingkat intensitas terendah dalam dB
dari tiap frekuensi yang masih dapat terdengar pada telinga
seseorang, dengan kata lain ambang pendengaran seseorang terhadap
bunyi.22.4.6 SYARAT PEMERIKSAAN AUDIOMETRI NADA MURNI
i) Alat Audiometer 7Audiometer yang tersedia di pasaran terdiri
dari enam komponen utama yaitu;
a. Oksilator yang menghasilkan berbagai nada murni,
b. Amplifier untuk menaikkan internsitas nada murni hingga dapat
terdengar,
c. Pemutus (interrupter) yang memungkinkan pemeriksa menekan dan
mematikan tombol nada murni secara halus tanpa tedengar bunyi
lain,
d. Attenuator agar pemeriksa dapat menaikkan dan menurunkan
intensitas ke tingkat yang dikehendaki,
e. Earphone yang mengubah gelombang listrik menjadi bunyi yang
dapat didengar,
f. Sumber suara pengganggu (masking) yang sering diperlukan
untuk meniadakan bunyi ke telinga yang tidak diperiksa. Narrow band
masking noise atau garis selubung suara sempit merupakan suara
putih atau white noise (sejenis suara mirip aliran uap atau deru
angin) yang sudah disaring dari energi suara yang tidak dibutuhkan
uantuk menyelubungi bunyi tertentu yang sedang digarap. Ini adalah
bunyi masking yang paling efektif untuk audiometri nada murni.
Gambar 4. Alat-alat audiometer 7Pada audiometri terdapat pilihan
nada dari oktaf yaitu 125, 250, 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz
yang memungkinkan intensitas lebih dari 110 dB. Standar alat yang
digunakan berdasarkan BS EN 60645-1(IEC 60645-1).2,6,7Alat
audiometer harusnya selalu dapat dikalibrasi dengan exhaustive
electroacoustic calibrations oleh badan pengkalibrasian nasional.
Pemeriksaan termasuk pemeriksaan cara pakai, dan penyesuaian
bioakustik seharusnya dilakukan tiap hari sebelum digunakan, sesuai
standar BS EN ISO 389 series.6,7
ii) Lingkungan Pemeriksaan yang Baik
Orang yang diperiksa seharusnya dapat dilihat sepenuhnya oleh
pemeriksa. Orang tersebut tidak boleh melihat atau mendengar
pemeriksa dan audiometernya. Pemeriksaan dilakukan di dalalam
ruangan dengan tingkat kebisingan terendah sehingga kepekaan
pendengaran pasien tidak terganggu. Suara tambahan tidak boleh
lebih dari 38 dB. Pemeriksaan ini sesuai standard BS EN ISO
8253-1.6,7iii) Kontrol InfeksiAlat yang telah terkena kontak dengan
pasien harus dilakukan prosedur kontrol infeksi. Alat yang dipakai
harus dibersihkan dan disinfeksi setiap kali pemakaian. Pemakaian
disposable ear phone sangat direkomendasikan. Pemeriksa harus cuci
tangan dengan sabun ataupun alkohol sebelum menyentuh pasien.6
2.4.7 PROSEDUR PEMERIKSAANSebelum dilakukan pemeriksaan,
anamnesis mengenai riwayat penyakit harus telah didapatkan dan
pemeriksaan otoskopi telah dilakukan. Tanyakan apakah menderita
tinnitus atau apakah tidak tahan suara keras. Tanyakan pula telinga
yang mendengar lebih jelas. Usahakan pasien lebih kooperatif. 2,6i)
Pemeriksaan liang telinga
Hanya untuk memastikan kanal tidak tersumbat. Telinga harus
bebas dari serumen. Alat bantu dengar harus dilepas setelah
instruksi pemeriksa sudah dijalankan.8ii) Pemberian instruksi
Berikan perintah yang sederhana dan jelas. Jelaskan bahwa akan
terdengar serangkaian bunyi yang akan terdengar pada sebelah
telinga. Pasien harus memberikan tanda dengan mengangkat tangannya,
menekan tombol atau mengatakan ya setiap terdengar bunyi
bagaimanapun lemahnya.1iii) Pemasangan earphone atau bone conductor
Lepaskan dahulu kacamata atau giwang, regangkan headband, pasangkan
di kepalanya dengan benar, earphone kanan ditelinga kanan kemudian
kencangkan sehingga terasa nyaman. Perhatikan membran earphone
tepat di depan liang telinga di kedua sisi.1,2iv) Seleksi
telingaMulailah dengan telinga yang sehat dahulu. 5v) Urutan
frekuensi
Prosedur dasar pemeriksaan ini adalah, a) dimulai dengan signal
nada yang sering didengar (familiarization), b) pengukuran ambang
pendengaran. Dua cara menentukan nada familiarization: 1,6
1. Dengan memulai dari 1000 Hz, dimana pendengaran paling
stabil, lalu secara bertahap meningkatkan oktaf lebih tinggi hingga
terdengar.
2. Pemberian nada 1000 Hz pada 30 dB. Jika terdengar, lakukan
pemeriksaan ambang pendengaran. Jika tidak terdengar nada awal di
tinggkatkan intensitas bunyi hingga 50 dB, dengan menaikkan tiap 10
dB hingga tedengar.
Familiarization tidak selalu dilakukan pada setiap kasus.
Terutama pada kasus forensik atau pasien dengan riwayat
ketulian.6vi) Masking
Pada pemeriksaan audiometri, kadang-kadang perlu diberi masking.
Suara masking, diberikanberupa suara seperti angin (bising), pada
headphone telinga yang tidak diperiksa supaya telinga yang tidak
diperiksa tidak dapat mendengar bunyi yang diberikan pada telinga
yang diperiksa.Pemeriksaan dengan masking dilakukan apabila telinga
yang diperiksa mempunyai pendengaran yang mencolok bedanya dari
telinga yang satu lagi. Oleh karena AC pada 45 dB atau lebih
dapatditeruskan melalui tengkorak ke telinga kontralateral, maka
pada telinga kontralateral (yang tidak diperiksa) diberi bising
supaya tidak mendengar bunyi yang diberikan pada telinga yang
diperiksa.2,7,8
Narrow bandnoise (NB) = masking audiometri nada murni
White noise (WN) = masking audiometri tutur (speech) 2.4.8
INTERPRETASI AUDIOGRAMTerdapat ambang dengar menurut konduksi udara
(AC) dan menurut konduksi tulang (BC). Apabila ambang dengar ini
dihubungkan dengan garis, baik AC maupun BC, maka akan didapatkan
di dalam audiogram.7,8,9,101. Audiogram NormalSecara teoritis, bila
pendengaran normal, ambang dengar untuk hantaran udara maupun
hantaran tulang tercatat sebesar 0 dB. Pada anakpun keadaan ideal
seperti ini sulit tercapai terutama pada frekuensi rendah bila
terdapat bunyi lingkungan (ambient noise). Pada keadaan tes yang
baik, audiogram dengan ambang dengar 10 dB pada 250, 500 Hz 0 dB
pada 1000, 2000,4000, 10000 Hz pada 8000 Hz dapat dianggap normal.
7
Gambar 5. Gambar audiogram pada orang normal 72. Tuli
KonduktifDiagnosis gangguan dengar konduktif ditegakkan berdasarkan
prinsip bahwa gangguan konduktif (telinga tengah) menyebabkan
gangguan hantaran udara yang lebih besar daripada hantaran tulang.
Pada keadaan tuli konduktif murni, keadaan koklea yang baik (intak)
menyebabkan hantaran tulang normal, yaitu 0 dB pada
audiogram.2,6,7
Pengecualian adalah pada tuli konduktif karena fiksasi tulang
stapes (misalnya pada otosklerosis). Disini terdapat ambang
hantaran tulang turun menjadi 15 dB pada 2000Hz. Diperkirakan
keadaan ini bukan karena ketulian sensorineural, tapi belum
diketahui sebabnya. Penyebab ketulian koduktif seperti penyumbatan
liang telinga, contohnya serumen, terjadinya OMA, OMSK, dan
penyumbatan tuba eustachius. Setiap keadaan yang menyebabkan
gangguan pendengaran seperti fiksasi kongenital fiksasi karena
trauma, dislokasi rantai tulang pendengaran, juga akan menyebabkan
peninggian ambang hantaran udara dengan hantaran tulang normal. Gap
antara hantran tulang dengan hantaran udara menunjukkan beratnya
ketulian konduktif. 2,7
Derajat ketulian yang disebabkan otitis media sering
berfluktuasi. Eksarsebasi dan remisi sering terjadi pada penyakit
telinga tengah terutama otitis media serosa. Pada orang tua sering
mengeluhkan pendengaran anaknya bertambah bila sedang pilek,
sesudah berenang atau sedang tumbuh gigi. dapat juga saat perubahan
pada musim tertentu karena alergi.2,7Penurunan pendengaran akan
menetap sekitar 55-60 dB pada pasien otitis media. Selama koklea
normal, gangguan pendengaran maksimum tidak melebihi 60 dB.
Konfigurasi audiogram pada tuli konduktif biasanya menunjukkan
pendengaran lebih pada frekuensi rendah. Dapat pula berbentuk
audiogram yang datar.2,7
Gambar 6. Audiogram tuli konduktif 73. Tuli Sensorineural
(SNHL)Tuli sensorineural terjadi bila didapatkan ambang pendengaran
hantaran tulang dan udara lebih dari 25 dB. Tuli sensorineural ini
terjadi bila terdapat gangguan koklea, sampai ke pusat pendengaran
termasuk kelainan yang terdapat didalam batang otak.2 Kelainan pada
pusat pendengaran saja (gangguan pendengaran sentral) biasanya
tidak menyebabkan gangguan dengar untuk nada murni, namun tetap
terdapat gangguan pendengaran tertentu. Gangguan pada koklea
terjadi karena dua cara, pertama sel rambut didalam koklea rusak,
kedua karena stereosilia dapat hancur. Proses ini dapat terjadi
karena infeksi virus, obat ototoxic, dan biasa terpapar bising yang
lama, dapat pula terjadi kongenital. Istilah retrokoklea digunakan
untuk sistem pendengaran sesudah koklea, tetapi tidak termasuk
korteks serebri (pusat pendengaran), maka yang termasuk adalah
N.VIII dan batang otak. 7
Berdasarkan hasil audiometrik saja tidak dapat membedakan jenis
tuli koklea atau retrokoklea. Maka perlu dilakukan pemeriksaan
khusus. Pada ketulian sindrom Meniere, pendengaran terutama
berkurang pada frekuensi tinggi. Tuli sensorineural karena
presbiskusis dan tuli suara keras biasanya terjadi pada nada dengan
frekuensi tinggi.Apabila tingkat konduksi udara normal, hantaran
tulang harusnya normal pula. Bila konduksi udara dan konduksi
tulang kedua-duanya abnormal dan pada level yang sama, maka masalah
terletak pada koklea atau N. VIII, sedangkan telinga tengah
normal.7
Gambar 7. Audiogram tuli sensorineural 7
4. Tuli CampuranKemungkinan terjadinya kerusakan koklea disertai
sumbatan serumen yang padat dapat terjadi. Level konduksi tulang
menunjukkan gangguan fungsi koklea ditambah dengan penurunan
pendengaran karena sumbatan konduksi udara mengambarkan tingkat
ketulian yang disebabkan oleh komponen konduktif.2
Perbedaan anatara level hantaran udara dan tulang dikenal
sebagai jarak udara-tulang atau air-bone gap. Jarak udara-tulang
merupakan suatu ukuran dari komponen konduktif dari suatu gangguan
pendengaran. Level hantaran udara menunjukkan tingkat patologi
koklea, kadang disebut sebagai cochlear reserve atau cabang
koklea.7
Gambar 8. Audiogram tuli campuran72.4.9 DERAJAT KETULIAN Dari
audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal (N) atau tuli,
jenis ketulian yaitu tuli konduktif, tuli sensorineural atau tuli
campur. Ambang pendengaranInterpretasi
0-25 dBNormal
26-40 dBTuli ringan
41-54 dBTuli sedang
55-70 dBTuli sedang - berat
71-90 dBTuli berat
> 90 dBTuli total
Gambar 9.Derajat ketulian berdasarkan ISO 1964: 8,10,11,12Nilai
ambang dengar dapat diukur dengan menggunakan perhitungan seperti
yang berikut: Menambahkan ambang dengar 500Hz, 1000Hz, 200Hz,
4000Hz lalu dibagi 4.2,10,11Misal, ambang dengar (AD) = AD 500Hz+
AD 1000Hz+AD 2000 Hz+ AD 4000Hz
42.5 PEMERIKSAAN AUDIOLOGI KHUSUS
Tuli sensorineural terbagi atas tuli sensorineural koklea dan
retrokoklea. Tuli sensorineural koklea disebabkan aplasia,
labirintitis, intoksikasi obat ototoksik atau alkohol. Dapat juga
disebabkan tuli mendadak, trauma kapitis, trauma akustik, dan
pemaparan bising.13Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan
neuroma akustik, tumor sudut pons-serebelum, mieloma multipel,
cedera otak, perdarahan otak, atau kelainan otak lainnya.13Untuk
membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan pemeriksaan
audiologi khusus yang terdiri dari audiometri khusus (seperti tes
Tone decay, tes Short Increment Sensitivity Index {SISI}, tes
Alternate Binaural Loudness Balance {ABLB}, audiometri tutur,
audiometri Bekessy), audiometri objektif (audiometri impedans,
elektrokokleografi, Brain Evoked Reponse Audiometry {BERA},
pemeriksaan tuli anorganik (tes Stenger, audiometri nada murni
secara berulang, impedans) dan pemeriksaan audiometri
anak.13,14,152.6 AUDIOMETRI KHUSUS Untuk mempelajari audiometri
khusus diperlukan pemahaman istilah rekrutmen (recruitment) dan
kelelahan (decay/fatigue). Rekrutmen adalah suatu fenomena, terjadi
peningkatan sensitivitas pendengaran yang berlebihan di atas ambang
dengar. Keadaan ini khas pada tuli koklea. Pada tuli koklea pasien
dapat membedakan bunyi 1 dB , sedangkan orang normal dapat
membedakan bunyi 5 dB. Misalnya pada orang yang tuli 30 dB,ia dapat
membedakan bunyi 31 dB. Pada orang tua bila mendengar suara
perlahan, ia tidak dapat mendengar, sedangkan bila mendengar suara
keras dirasakan nyeri di telinga.14Kelelahan (decay/fatigue)
merupakan adaptasi abnormal, merupakan tanda khas dari tuli
retrokoklea. Saraf pendengaran cepat lelah bila dirangsang terus
menerus. Bila diberi istirahat maka akan pulih kembali. Fenomena
tersebut dapat dilacak pada pasien tuli saraf dengan melakukan
pemeriksaan khusus, yaitu :14 Tes SISI (Short Increment Sensitivity
Index) Tes ABLB (Alternate Binaural Loudness Balans Test) Tes
kelelahan ( Tone Decay) Audiometri tutur (Speech Audiometry)
Audiometri Bekessy2.6.1 TES SISITes ini khas untuk mengetahui
adanya kelainan koklea, dengan memakai fenomena rekrutmen, yaitu
keadaan koklea yang dapat mengadaptasi secara berlebihan peninggian
intensitas yang kecil, sehingga pasien dapat membedakan selisih
intensitas yang kecil itu (sampai 1 dB).15Cara pemeriksaan itu
ialah dengan menentukan ambang dengar pasien terlebih dahulu,
misalnya 30 dB. Kemudian diberikan rangsangan 20 dB diatas ambang
rangsang,menjadi 50 dB. Setelah itu ditambahkan rangsangan 5 dB,
lalu diturunkan 4 dB, lalu 3, dB, 2 dB, dan terakhir 1 dB. Bila
pasien dapat membedakan berarti tes SISI positif.15Cara lain ialah
tiap 5 detik dinaikkan 1 dB sampai 20 kali. Kemudian dihitung
berapa kali pasien dapat membedakan perbedaan itu. Bila 20 kali
benar, berarti 100 %. Bila yang benar sebanyak 10 kali, 50 % benar.
Dikatakan rekrutmen positif, bila skor 70-100 %. Bila terdapat skor
antara 0-70 %, berarti tidak khas(pendengaran normal atau tuli
perseptif lain).152.6.2 TES ABLBPada tes ABLB diberikan intensitas
bunyi tertentu pada frekuensi yang sama pada kedua telinga, sampai
kedua telinga mencapai persepsi yang sama, yang disebut balans
negatif. Bila balans tercapai terdapat rekrutmen positif. Catatan:
pada rekrutmen fungsi koklea lebih sensitif.14,15Interpretasi :
Grafik berupa laddergram, rekrutmen (+) menujukkan tuli
koklea
Gambar 10.Grafik ABLB A : rekrutmen (+) B : rekrutmen (-)142.6.3
TES KELELAHAN (TONE DECAY) Terjadinya kelelahan saraf oleh karena
perangsangan terus menerus. Jadi, kalau telinga yang dirangsang
terus menerus, maka terjadi kelelahan. Tandanya ialah pasien tidak
dapat mendengar pada telinga yang diperiksa itu. Ada 2 cara :15
Threshold Tone Decay (TTD) Supra Threshold Adaptation Test (STAT)a.
Threshold Tone Decay (TTD)Pemeriksaan ini ditemukan oleh Garhart
dan Rosenberg memodifikasinya. Cara Garhart ialah dengan melakukan
rangsangan terus menerus pada telinga yang diperiksa dengan
intensitas yang sesuai dengan ambang dengar, misalnya 40 dB. Bila
setelah 60 detik masih dapat mendengar, berarti tidak terdapat
kelelahan (decay), jadi hasil tes negatif. Sebaliknya, bila setelah
60 detik tidak mendengar, berarti terdapat kelelahan, hasilnya
positif.
Kemudian intensitas bunyi ditambah 5 dB (jadi 45 dB), maka
pasien dapat mendengar lagi. Rangsangan dapat diteruskan dengan 45
dB dan seterusnya, dalam 60 detik dihitung berapa penambahan
intensitasnya.15Penambahan 0-5 dB : normal, 10-15 dB : ringan
(tidak khas), 20-25 dB : sedang (tidak khas), > 30 dB : berat
(khas terdapat kelelahan).15Pada Rosenberg : bila penambahan kurang
dari 15 dB dinyatakan normal, sedangkan lebih dari 30 dB :
sedang.15b. Supra Treshold Adaptation Test (STAT)Prinsipnya ialah
pemeriksaan pada 3 frekuensi : 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz pada 110 dB
SPL. SPL adalah intensitas yang ada secara fisika sesungguhya. 110
dB SPL = 100 dB SL (pada frekuensi 500 dan 2000 Hz).15 Artinya nada
murni pada frekuensi 500, 1000, 2000 Hz pada 110 dB SPL, diberikan
terus menerus selama 60 detik dan dapat mendengar, berarti tidak
terdapat kelelahan. Bila kurang dari 60 detik maka terdapat
kelelahan (decay).152.6.4 AUDIOMETRI TUTUR (SPEECH AUDIOMETRY)
Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus
(suku kata). Monosilabus = satu suku kata, bisilabus = dua suku
kata. Kata-kata ini disusun dalam daftar yang disebut :
phonetically balance word LBT (PB, LIST).14,15Pasien diminta untuk
mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder.
Pada tuli perseptif koklea, pasien sulit membedakan bunyi S,R,N,C,
dan H sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi.14,15
Misalnya pada tuli perseptif koklea, kata kadar didengarnya kasar,
sedangkan kata pasar didengarnya padar.
Apabila kata yang betul : Speech Discrimination Score:14,15
90-100 % : pendengaran normal
75-90 % : tuli ringan
60-75 % : tuli sedang
50-60 % : kesukaran mengikuti pembicaraan sehari-hari
< 50 % : tuli berat
Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan pasien dalam
pembicaraan sehari-hari, dan untuk menilai pemberian alat bantu
dengar (hearing aid)15Istilah :
SRT : (Speech Reception Test) : Kemampuan untuk mengulangi
kata-kata yang benar sebanyak 50 %, biasanya 20-30 dB diatas ambang
pendengaran14,15 SDS (Speech Discrimination Score) :Skor tertinggi
yang dapat dicapai oleh seseorang pada intensitas
tertentu.14,152.6.5 AUDIOMETRI BEKESSY Audiometri Bekessy secara
otomatis dapat menilai ambang pendengaran seseorang. Prinsip
pemeriksaan ini ialah dengan nada yang terputus (interrupted sound)
dan nada yang terus menerus (continuous sound). Bila ada suara
masuk, maka pasien memencet tombol. Akan didapatkan grafik seperti
gigi gergaji, garis yang menarik adalah periode suara yang dapat
didengar, sedangkan garis yang turun ialah suara yang tidak
didengar. Pada telinga normal , amplitudo 10 dB. Pada rekrutmen
amplitudo lebih kecil. 13,14,15
Gambar 11. Grafik Audiometri Bekessy15Tipe I : Normal/tuli
konduktif. Tipe II : tuli koklea.Tipe III : gangguan N VIII. Tipe
IV : gangguan N VIII/tuli koklea.2.7 AUDIOMETRI OBJEKTIFPada
pemeriksaan ini pasien tidak harus bereaksi. Terdapat 4 cara
pemeriksaan, yaitu Audiometri Impedans, Elektrokokleografi
(E.Coch), Evoked Response Audiometry dan Otoaccoustic Emmision
(emisi otoakustik).162.7.1 AUDIOMETRI IMPEDANS
Pada pemeriksaan ini diperiksa kelenturan membran timpani dengan
tekanan tertentu pada meatus akustikus eksterna.14,15,16Didapatkan
istilah :
Timpanometri.Untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani.
Misalnya, ada cairan, gangguan rangkaian tulang pendengaran
(ossicular chain), kekakuan membran timpani dan membran timpani
yang sangat lentur
Fungsi tuba Eustachius.Untuk mengetahui tuba Eustachius terbuka
atau tertutup
Refleks stapedius.Pada telinga normal, refleks stapedius muncul
pada rangsangan 70-80 dB diatas ambang dengar.
Pada lesi di koklea, ambang rangsang refleks stapedius menurun,
sedangkan pada lesi retrokoklea, ambang meningkat.14,15,162.7.2
ELEKTROKOKLEAGRAFI
Pemeriksaan ini digunakan untuk merekam gelombang-gelombang yang
khas dari Evoke Electropotential Cochlea. Caranya ialah dengan
elektroda jarum, membran timpani ditusuk sampai promontorium,
kemudian dilihat grafiknya. Pemeriksaan ini cukup invasif sehingga
saat ini sudah jarang dilakukan. Pengembangan pemeriksaan ini yang
lebih lanjut dengan elektrode permukaan (surface electrode),
disebut BERA (Brain Evoked Response Audiometry).162.7.3 EVOKED
RESPONSE AUDIOMETRY (ERA)Dikenal juga sebagai Brainstem Evoked
Response Audiometry (BERA), Evoked Response Audiometry (ERA) atau
Auditory Brainstem Response (ABR) yaitu suatu pemeriksaan untuk
menilai fungsi pendengaran dan fungsi N. VIII. Caranya dengan
merekam potensial listrik yang dikeluarkan sel koklea selama
menempuh perjalanan mulai telinga dalam hingga inti-inti tertentu
di batang otak. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan elektroda
permukaan yang dilekatkan pada kulit kepala atau dahi dan prosessus
mastoideus atau lobulus telinga. Cara pemeriksaan ini mudah, tidak
invasif dan bersifat objektif.16Prinsip pemeriksaan BERA adalah
menilai perubahan potensial listrik di otak setelah pemberian
rangsangan sensoris berupa bunyi. Rangsang bunyi yang diberikan
melalui head phone akan menempuh perjalanan melalui saraf VIII di
koklea (gelombang I), nukleus koklearis (gelombang II), nukleus
olfarius superior (gelombang III), lemnikus lateralis (gelombang
IV), kolikulus inferior (gelombang V), kemudian menuju ke korteks
auditorius di lobulus temporal otak. Perubahan potensial listrik di
otak akan di terima oleh ketiga elektroda di kulit kepala, dari
gelombang yang timbul di setiap nukleus saraf sepanjang jalur saraf
pendengaran tersebut dapat dinilai bentuk gelombang dan waktu yang
diperlukan dari saat pemberian rangsang suara sampai mencapai
nukleus-nukleus saraf tersebut. Dengan demikian setiap
keterlambatan waktu untuk mencapai masing-masing nukleus saraf
dapat memberi arti klinis keadaan saraf pendengaran, maupun
jaringan otak sekitarnya. BERA dapat memberikan informasi mengenai
keadaan neurofisiologi, neuroanatomi dan saraf-saraf tersebut
hingga pusat-pusat yang lebih tinggi dengan menilai gelombang yang
timbul lebih akhir atau latensi yang memanjang.16Pemeriksaan BERA
sangat bermanfaat terutama pada keadaan tidak memungkinkan
dilakukan pemeriksaan pendengaran biasa, misalnya pada bayi, anak
dengan gangguan sifat dan tingkah laku, intelegensia rendah, cacat
ganda, serta kesadaran menurun.Pada orang dewasa dapat untuk
memeriksa orang yang berpura-pura tuli (malingering) atau ada
kecurigaan tuli saraf retrokoklea.16Cara melakukan pemeriksaan
BERA, menggunakan 3 buah elektroda yang diletakkan di verteks atau
dahi dan dibelakang kedua telinga (pada prosessus mastoideus), atau
pada kedua lobulus preaurikuler yang dihubungkan dengan
pre-amplifier. Untuk menilai fungsi batang otak umumnya digunakan
bunyi rangsang click, karena dapat mengurangi artefak. Rangsang ini
diberikan melalui head phone secara unilateral dan rekaman
dilakukan pada masing-masing telinga. Reaksi yang timbul akibat
rangsang suara sepanjang jalur saraf pendengaran dapat dibedakan
menjadi beberapa bagian. Pembagian ini berdasarkan waktu yang
diperlukan mulai dari saat pemberian rangsang suara sampai
menimbulkan reaksi berbentuk gelombang, yaitu : Early response
timbul dalam waktu kurang dari 10 mili detik, merupakan reaksi dari
batang otak. Middle response antara 10-50 mili detik, merupakan
reaksu dari talamus dan korteks auditorius primer, Late response
antara 50-500 mili detik, merupakan reaksi dari area auditorius
primer dan sekitarnya. Penilaian BERA :16 Masa laten absolut
gelombang I,II,V
Beda masing-masing masa laten absolut (interwave latency I-V,
I-III, III-V)
Beda masa laten absolut telinga kanan dan kiri (interaural
latency)
Beda masa laten pada penurunan intensitas bunyi (latency
intensity function)
Rasio amplitudo gelombang V/I, yaitu rasio antara nilai puncak
gelombang V ke puncak gelombang I, yang akan meningkat dengan
menurunnya intensitas.
2.7.4 OTOACOUSTIC EMISSION (OAE)Emisi otoakustik merupakan
respons koklea yang dihasilkan oleh sel-sel rambut luar yang
dipancarkan dalam bentuk energi akustik. Sel-sel rambut luar
dipersarafi oleh serabut saraf eferen dan memiliki
elektromotilitas. Sehingg pergerakan rambut akan menginduksi
depolarisasi sel. Pergerakan mekanik yang kecil diinduksi menjadi
besar, akibatnya suara yang kecil diubah menjadi lebih besar. Hal
inilah yang menunjukan bahwa emisi otoakustik adalah gerakan sel
rambut luar dan merefleksikan fungsi koklea. Dedangkan sel rambut
dalam dipersarafi serabut aferen yang berfungsi mengubah suara
menjadi bangkitan listrik dan tidak ada gerakan dari sel rambut
sendiri.16Pemeriksaan OAE dilakukan dengan cara memasukkan sumbat
telinga (probe) ke dalam liang telinga luar. Dalam probe tersebut
terdapat mikrofon dan pengeras suara (loudspeaker) yang berfungsi
memberikan stimulus suara. Mikrofon berfungsi menangkap suara yang
dihasilkan koklea setelah pemberian stimulus. Sumbat telinga
dihubungkan dengan komputer untuk mencatat respon yang timbul dari
koklea. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan di ruangan yang sunyi atau
kedap suara, hal ini untuk mengurangi bising lingkungan.16Emisi
otoakustik terbagi menjadi dua kelompok, yaitu : Spontaneus
Otoaccoustic Emmision (SOAE) dan Evoked Otoaccoustic Emmision
(EOAE). SOAE merupakan emisi otoakustik yang dihasilkan koklea
tanpa stimulus dari luar, didapatkan 60 % pada telinga sehat,
bernada rendah dan mempunyai nilai klinis yang rendah. EOAE
merupakan respon koklea yang timbul dengan adanya stimulus suara.
Terdapat 3 jenis EOAE yang dikenal, yaitu :161. Stimulus Frequency
Otoaccoustic Emmision (SFOAE), adalah respon yang dibangkitkan oleh
nada murni yang terus menerus, jenis ini tidak mempunyai arti
klinis dan jarang digunakan.2. Transiently Evoked Otoaccoustic
Emmision (TEOAE), merupakan respon stimulus klik dengan waktu cepat
yang timbul 2-2,5 ms setelah pemberian stimulus, TEOAE tidak dapat
dideteksi pada telinga dengan ambang dengar lebih dari 40 dB.3.
Distortion Product Otoaccoustic Emmision (DPOAE). Terjadi karena
stimulus dua nada murni (F1, F2) dengan frekuensi tertentu. Nada
murni yang diberikan akan merangsang daerah koklea secara terus
menerus.2.8 PEMERIKSAAN TULI ANORGANIK
Pemeriksaan ini diperlukan untuk memeriksa seseorang yang
pura-pura tuli, misalnya untuk mengklaim asuransi, terdapat
beberapa cara pemeriksaan antara lain :13,14,15 Cara Stenger :
memberikan 2 nada suara yang bersamaan pada kedua telinga, kemudian
pada sisi yang sehat nada dijauhkan. Dengan audiometri nada murni
secara berulang dalam satu minggu, hasil audiogramnya berbeda.
Dengan Audiometri Impedans
Dengan BERA
2.9 AUDIOLOGI ANAK
Untuk memeriksa ambang dengar anak dilakukan di dalam ruangan
khusus (free field). Cara memeriksa ialah dengan beberapa cara
:15,16 Free field test : Menilai kemampuan anak dalam memberikan
respon terhadap rangsang bunyi yang diberikan. Anak diberi rangsang
bunyi sambil bermain, kemudian dievaluasi reaksi pendengarannya.
Alat yang digunakan dapat berupa Neometer atau Viena tone. Play
audiometry : Pemeriksaan audiometri nada murni pada anak yang
dilakukan sambil bermain. Dapat dimulai pada usia 3-4 tahun bila
anak cukup kooperatif
BERA : Menilai fungsi pendengaran secara objektif, dapat
dilakukan pada anak yang tidak kooperatif yang sulit diperiksa
dengan konvensional. EOA : Menilai fungsi koklea secara objektif
dan dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Sangat
bermanfaat untuk program skrining pendengaran pada bayi dan
anak.BAB III
KESIMPULAN
Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli
konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli
sensorineural, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea.
Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan
akan terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugularis berupa
aneurisma akan menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut
jantung.
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural
(sensorineural deafness) serta tuli campur (mixed deafness). Pada
tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh
kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga tengah. Pada
tuli sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea
(telinga dalam), nervus VIII atau di pusat pendengaran, sedangkan
tuli campur disebabkan kombinasi tuli konduktif dan tuli
sensorineural.Tuli sensorineural terbagi atas tuli sensorineural
koklea dan retrokoklea. Tuli sensorineural koklea disebabkan
aplasia, labirintitis, intoksikasi obat ototoksik atau alkohol.
Dapat juga disebabkan tuli mendadak, trauma kapitis, trauma
akustik, dan pemaparan bising.Tuli sensorineural retrokoklea
disebabkan neuroma akustik, tumor sudut pons-serebelum, mieloma
multipel, cedera otak, perdarahan otak, atau kelainan otak
lainnya.Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea
diperlukan pemeriksaan audiologi khusus yang terdiri dari
audiometri khusus (seperti tes Tone decay, tes Short Increment
Sensitivity Index {SISI}, tes Alternate Binaural Loudness Balance
{ABLB}, audiometri tutur, audiometri Bekessy), audiometri objektif
(audiometri impedans, elektrokokleografi, Brain Evoked Reponse
Audiometry {BERA}, pemeriksaan tuli anorganik (tes Stenger,
audiometri nada murni secara berulang, impedans) dan pemeriksaan
audiometri anak.DAFTAR PUSTAKA1. Levine S. Audiologi. Dalam : BOIES
Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC;1997;
46-74.
2. Soepardi, Efiaty Arsyad et al. Gangguan Pendengaran dan
Kelainan Telinga. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorokan, Kepala Leher. Jakarta. Balai Penerbit FKUI; 2008;
10-22.
3. Sherwood, Lauralee. Human Physiology. 6thed. USA: The Thomson
Corporation. 2007
4. Guyton A.C. Physiology of The Human Body. 11th ed.
Philadelphia: W.B. Saunders Company. 2003.
5. Prihardini D, dkk. Sensori dan Persepsi Auditif. Bandung:
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
2010.
6. Dhingra PL: Assessment of hearing, Disease of ENT, 4 th
edition: Elsevier: 2007
7. Kutz, Joe Walter ; Meyers, Arlend ; Bauer, Carol A, et al.
Audiology Pure-Tone Testing. Available
at.http://www.emedicine.medscape.com/article/1822962-overviewAccessed
on March 26th 2013.
8. Hopkins, Johns. Pure Tone Audiometry. Available at.
http://www.johnshopkinsmedicine.org/puretoneaudiometry.html
Accessed on March 28th 2013.9. Carol J.Y. How To Read An Audiogram.
Available at.
http://www.wou.edu/education/sped/wrocc/HT%20Read%20Audiogram%20web.pdf
Accessed on March 27th 2013.10. Timothy C.H. Audiometry. Pure Tone
Audiometry. Available at.
http://www.dizziness-andbalance.com/testing/hearing/audiogram.html
Accessed on March 27th 2013.11. General Practice Notebook.
Audiogram Pure Tone. Available at.
http://www.gpnotebook.co.uk/simplepage.cfm?ID=845873165 Accessed on
March 28th 2013.12. American Speech-Language-Hearing Association
2005. Guidelines for Manual Pure-Tone Threshold Audiometry.
Available at.
http://www.asha.org/docs/pdf/GL2005-00014.pdf Accessed on March
26th 2013.13. Canalis.F Rinaldo. The Ear Comprehensive Otology.
Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia. 2000;559-570.
14. Katz, J. The Acoustic Reflex. Handbook of Clinical
Audiology. Fifth edition.
Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2000; 205-
232.
15. Cummings,W Charles. Auditory Function Test. Otolaryngology
Head and Neck Surgery. Second edition. Mosby Year Book. St Louis.
1993;2698-2715
16. Lee.KJ. Audiology. Essential Otolaryngology. Eight edition.
Mc Graw Hill
Companies. United States. 2003;24-64
24