Top Banner

of 18

Upacara Adat Bima - Hanta Ua Pua

Mar 08, 2016

Download

Documents

RZRasyda

Upacara Adat Bima - Hanta Ua Pua
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • MAKALAH ISBD

    (UPACARA ADAT HANTA UA PUA)

    OLEH:

    RIEZKA ZUHRIATIKA RASYDA

    JIA012111

    PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI

    UNIVERSITAS MATARAM

    MATARAM

    2013

  • i

    KATA PENGANTAR

    Lantunan puji dan syukur senantiasa saya panjatkan bagi Allah SWT, atas

    segala kenikmatan, kasih sayang dan pertolongan yang di berikan-Nya sehingga

    saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Makalah yang berjudul

    UPACARA ADAT HANTA UA PUA ini saya buat sebagai salah satu bentuk

    tanggungjawab sebagai mahasiswa terhadap mata kuliah ISBD.

    Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak

    kekurangan dan kekeliruan, namun saya berharap semoga makalah ini dapat

    bermanfaat bagi saya pribadi dan mahasiswa lainnya. Pada kesempatan ini, tidak

    lupa pula saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen yang telah

    membagi ilmunya kepada saya melalui proses pembelajaran di dalam kelas dan

    teman-teman yang turut membantu hingga terselesaikannya penulisan makalah

    ini. Semoga makalah ini dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

    Mataram, 30 Mei 2013

    Penulis

  • ii

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar ...................................................................................................... i

    Daftar Isi .............................................................................................................. ii

    Bab I. Pendahuluan .............................................................................................. 1

    A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

    B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

    C. Metode Penelitian ........................................................................................ 2

    Bab II. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 3

    Bab III. Pembahasan ............................................................................................ 5

    A. Sejarah Upacara Hanta Ua Pua .................................................................... 5

    B. Rangkaian Upacara Hanta Ua Pua ................................................................ 7

    C. Perlengkapan dan Atraksi dalam Upacara Hanta Ua Pua .............................. 8

    Bab IV. Penutup ................................................................................................ 14

    A. Kesimpulan ............................................................................................... 14

    B. Saran ......................................................................................................... 14

    Daftar Pustaka ................................................................................................... 15

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Upacara Adat Hanta Ua Pua merupakan warisan turun-temurun budaya

    Islam selama berabad-abad. Dalam perkembangan sejarah Bima, Upacara Adat

    Hanta Ua Pua dilaksanakan pertama kali pada masa pemerintahan Sultan Abdul

    Khair Sirajuddin, Sultan Bima kedua (1640-1682 M). Sejak saat itu, Upacara Adat

    Hanta Ua Pua ditetapkan sebagai salah satu perayaan rutin kesultanan Bima yang

    dikenal dengan Rawi Nae Ma Tolu Kali Sambaa (Upacara Besar yang

    Dilaksanakan dalam Tiga Kali Setahun). Perayaan tersebut yaitu Ndiha Aru Raja

    Nae (Perajaan Idul Adha), Ndiha Aru Raja Toi (Perayaan Idul Fitri), dan Ndiha

    Ua Pua (Perayaan Hanta Ua Pua).

    A. LATAR BELAKANG

    Pelaksanaan Upacara Adat Hanta Ua Pua diisi dengan beragam kegiatan

    seni budaya dan agama. Berbagai atraksi kesenian tradisional dan kegiatan

    keagamaan dilaksanakan selama sepekan, sehingga Upacara Adat Hanta Ua Pua

    betul-betul melekat dalam jiwa masyarakat Bima. Suksesnya Upacara Adat Hanta

    Ua Pua di masa lalu tidaklah terlepas dari perhatian Sultan dan semangat gotong

    royong masyarakat dalam mempersiapkan perayaan Hanta Ua Pua.

    Namun, saat ini perayaan Upacara Adat Hanta Ua Pua itu belum betul-

    betul bergaung dan banyak masyarakat yang belum tahu kalau pada hari-hari itu

    ada kegiatan Upacara Adat Hanta Ua Pua. Selain itu, banyak juga generasi muda

    yang tidak mengetahui tentang Upacara Adat Hanta Ua Pua, baik generasi muda

    Bima pada khususnya maupun generasi muda Indonesia pada umumnya, baik

    sejarahnya maupun rangkaian acaranya.

    Untuk itulah, penulis mencoba memaparkan mengenai Upacara Adat

    Hanta Ua Pua, sejarah Upacara Adat Hanta Ua Pua, rangkaian Upacara Adat

    Hanta Ua Pua, dan perlengkapan Upacara Adat HantaUa Pua.

    B. RUMUSAN MASALAH

    1. Bagaimana sejarah dimulainya Upacara Adat Hanta Ua Pua di Bima?

    2. Bagaimana rangkaian Upacara Adat Hanta Ua Pua?

  • 2

    3. Apa saja perlengkapan Upacara Adat Hanta Ua Pua?

    C. METODE PENELITIAN

    Metode yang dilakukan dengan cara studi literatur, yaitu mempelajari dan

    mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan permasalahan yang

    diangkat, baik berupa buku maupun informasi dari internet.

  • 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Ua Pua yang dalam bahasa Melayu disebut Sirih Puan adalah satu

    rumpun tangkai bunga telur berwarna-warni yang dimasukkan dalam satu wadah

    segi empat berjumlah 99. Jumlah bunga telur tersebut berjumlah 99 tangkai yang

    sesuai dengan nama Asmaul Husna. Kemudian ditengah-tengahnya ada sebuah

    Kitab Suci Al-Quran. Ua Pua ditempatkan di tengah-tengah sebuah rumah

    mahligai (Uma Lige) yang berbentuk segi empat berukuran 4x4 meter persegi.

    Bentuk Uma Lige ini terbuka dari keempat sisinya. Atapnya bersusun dua,

    sehingga para penari Lenggo Mbojo yang terdiri dari empat orang gadis, dan

    penari Lenggo Melayu yang terdiri dari empat perjaka, beserta para Penghulu

    Melayu dan pengikutnya yang berada di atas dapat dilihat oleh seluruh masyarakat

    sepanjang jalan (Malingi, Upacara Adat Hanta Ua Pua, 2010).

    Uma Lige diangkat oleh 44 orang perwakilan 44 Dari di Bima

    melambangkan bahwa ajaran yang dibawa oleh para mubalig kelana didukung

    oleh masyarakat Bima. Dari adalah klan atau kelompok masyarakat zaman dulu

    yang dipimpin oleh Anangguru Dari. Di masyarakat Bima ada banyak Dari.

    Dalam Majelis Hadat Lengkap, mereka diwakili oleh Rato Bumi Nae Nggeko

    yang tergolong dalam keanggotaan Majelis Sara Tua. Dalam struktur

    pemerintahan kesultanan, Majelis Sara Tua adalah majelis legislatif dan

    konsultatif. Struktur kemasyarakatan dengan sistem Dari ini tidak ada lagi sekitar

    tahun 1930.

    Uma Lige diberangkatkan dari rumah Penghulu Melayu di Kampung

    Melayu, mengingatkan kita bahwa dari orang-orang Melayulah Islam diterima

    oleh orang Bima (Hamzah, 2004).

    Kampung Melayu di tengah-tengah Kota Bima sekarang, dulunya

    merupakan tempat khusus sebagai hadiah pemberian raja kepada para Datuk dan

    rombongan orang-orang Melayu yang mengantar Islam masuk ke Bima. Kini,

    keturunan orang Melayu asli yang mendiami tempat tersebut tidak lagi banyak,

    hanya sekitar 50 KK. Orang-orang Melayu tersebut dipimpin oleh seorang

    Penghulu Melayu. Sistem kepemimpinan ini terus berjalan secara turun temurun.

  • 4

    Setiap peringatan Upacara Adat Hanta Ua Pua, dari kampung sederhana itulah

    Uma Lige (mahligai) yang merupakan icon utama dalam tradisi ini menjadi pusat

    perhatian khalayak yang sengaja memenuhi ruas-ruas jalan dari kampung Melayu

    menuju Istana Kesultanan Bima, untuk mengantarkan Ua Pua kepada raja muda di

    Istana Tua Kesultanan Bima atau yang dikenal juga dengan ASI Mbojo (Taufan,

    2012).

  • 5

    BAB III

    PEMBAHASAN

    A. SEJARAH UPACARA HANTA UA PUA

    Di Bima peringatan maulud Nabi Muhammad saw. dirangkaikan dengan

    Upacara Adat Hanta Ua Pua yang mulai dilaksanakan pada masa pemerintahan

    Sultan Abdul Khair Sirajuddin, Sultan Bima II yang memerintah dari tahun 1640-

    1682. Pada awalnya pelaksanaan upacara Ua Pua dirintis serta dilaksanakan Datuk

    Raja Lelo, Datuk Selangkota, Datuk Lela, dan Datuk Panjang. Kelima ulama

    tersebut berasal dari Pagaruyung (Minangkabau) Sumatera barat, anak cucu dari

    Abdurrahman (Datuk Di Banda) dan Abdurrahim (Datuk Di Tiro), keduanya

    adalah guru dari Sultan Abdul Kahir I (Sultan Bima I). Datuk Raja Lelo dan

    kawan-kawan datang ke Bima untuk meneruskan kegiatan dakwah yang telah

    dirintis oleh Datuk di Banda dan Datuk di Tiro, karena ulama tersebut telah

    kembali ke Gowa guna melanjutkan dakwah Islam di Sulawesi Selatan dan

    sekitarnya.

    Beberapa saat setelah Datuk Di Banda dan Datuk Di Tiro meninggalkan

    Bima, Sultan Abdul Kahir Sirajuddin menghadap Yang Maha Kuasa yaitu pada

    tanggal 8 Ramadhan 1050 H. Tampuk pemerintahan kesultanan diserahkan

    kepada putranya, Sultan Abdul Khair Sirajuddin yang masih muda (13 tahun),

    usia yang sangat muda dan masih memerlukan bimbingan para ulama yang

    berpengalaman, namun dalam kenyataannya Datuk Raja Lelo dan kawan-kawan

    yang diharapkan menjadi guru dan pembimbing Sultan Muda terlambat sampai di

    Bima. Hal inilah yang menyebabkan pada awal pemerintahannya, Sultan Abdul

    Khair Sirajuddin kurang memahami agama Islam. Sultan Abdul Khair Sirajuddin

    lebih mencintai seni budaya, bahkan sering melakukan perbuatan yang tidak

    sesuai dengan tuntunan agama. Sangat berbeda dengan penampilan sang ayah

    (Sultan Abdul Kahir I) yang terkenal taat pada agamanya.

    Meskipun terlambat, akhirnya Datuk Raja Lelo dan kawan-kawan tiba

    juga di Bima guna melaksanakan tugas mulia membimbing Sultan dan rakyatnya

    ke jalan yang benar. Langkah awal yang dilakukan ialah menyadarkan Sultan atas

    kelemahannya di bidang agama. Dengan modal keikhlasan, kesabaran dan kasih

  • 6

    sayang, akhirnya mereka berhasil menemukan pendekatan yang dapat diterima

    oleh Sultan, Datuk Raja Lelo bersama empat temannya melaksanakan upacara

    kelahiran junjungan Nabi Muhammad saw. bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul

    Awwal di permukiman para ulama di Ule. Upacara Maulud Nabi yang pertama

    kali diadakan di Bima, berkenan dihadiri oleh Sultan, maka oleh kelima ulama

    tersebut dirancang berbagai jenis kegiatan yang dapat memikat hati Sultan yang

    berdarah seni itu, sehingga selain melakukan kegiatan dakwah (tadarus Al-Quran,

    tabligh dan ceramah), maka diadakan pula atraksi kesenian yang Islami.

    Usaha mulia yang dirintis oleh para ulama itu tidak sia-sia. Sultan bersama

    anggota majelis adat berkenan hadir di Ule, guna mengikuti upacara yang baru

    pertama kali disaksikannya. Nasihat para ulama yang disampaikan melalui

    ceramahnya melahirkan tekad untuk memperbaiki segala kekhilafannya. Akhirnya

    di hadapan para ulama Sultan Muda berjanji untuk menjadi muslim sejati sesuai

    dengan wasiat sang ayah yang tertuang dalam sumpah Oi Ule.

    Menyadari besarnya pengaruh Upacara Hanta Ua Pua bagi kehidupan

    budaya dan beragama, maka Sultan Abdul Khair Sirajuddin pada tahun 1070 H (

    tahun 1660 M) menetapkan upacara bernuansa Islam itu sebagai upacara adat

    resmi kesultanan. Biaya penyelenggaraan ditanggung oleh pemerintah Kesultanan

    Bima yang bersumber dari hasil tanah seluas 200 Ha yang telah ditetapkan

    sebagai tanah maulud (Dana Molu) yang hasilnya bukan hanya untuk kepentingan

    Ua Pua, tetapi juga untuk kepetingan dakwah dan pendidikan Islam serta

    pengembangan seni budaya.

    Sebagai tanda penghormatan dan terima kasih kepada gurunya, Sultan

    meminta kesediaan mereka agar berkenan pindah ke lokasi baru yang tidak jauh

    dari istana, yaitu Kampo Malayu sekarang. Di samping itu, Sultan menghadiahkan

    sejumlah lahan pertanian (sawah) yang berada di sebelah timur pemukiman baru

    (Kampo Malayu). Namun, tanpa mengurangi penghargaan yang diberikan Sultan,

    Datuk Raja Lelo dan kawan-kawannya terpaksa menolak hadiah tersebut dengan

    alasan bahwa mereka tidak memiliki kemampuan dan bakat untuk bercocok

    tanam. Areal persawahan yang dikembalikan oleh para ulama Melayu itu terkenal

    dengan nama tolo bali (sawah yang dikembalikan), bukan tolo bali (sawah

    orang Bali) seperti dugaan sementara orang.

  • 7

    B. RANGKAIAN UPACARA HANTA UA PUA

    Dalam perayaan Hanta Ua Pua, terdapat rangkaian acara yang

    dilaksanakan selama sepekan, diawali dengan pagelaran berbagai atraksi kesenian

    di lapangan Sera Suba serta kegiatan upacara inti yaitu Jiki Molu yang

    dilaksanakan pada malam hari sebelum perayaan Hanta Ua Pua dan prosesi inti

    perayaan Hanta Ua Pua itu sendiri.

    1. Jiki Molu

    Jiki Molu dilangsungkan pada malam hari sebelum perayaan Hanta

    Ua Pua. Hadir pada upacara tersebut majelis Hadat Kesultanan Bima yang

    terdiri dari majelis Sara Tua, majelis Sara-Sara, dan majelis Sara Hukum

    dalam rangka memperingati Maulud Nabi Muhammad saw. dengan

    membacakan Barzanzi.

    Dalam acara itu juga berlangsung acara adat Weha Tau Apa, yaitu

    perjamuan kue apem yang dimakan dengan opor serta minum sorbet. Setiap

    pejabat mempunyai satu perangkat hidangan yang ditata di atas talam dan

    ditutup dengan Tonggo Apa. Penataan kue apem diatur menurut peringkat

    kepangkatan masing-masing pejabat dalam persidangan. Perangkat hidangan

    ini kemudian dibawa ke rumah masing-masing. Penutupan acara ini ditandai

    dengan membagikan bunga rampai kepada hadirin.

    2. Rangkaian Acara pada Upacara Inti

    Jam 07.00, utusan Sultan yang terdiri dari tokoh-tokoh adat, anggota

    laskar kesultanan, beserta penari Lenggo Mbojo menjemput Penghulu

    Melayu di kediamannya di kampung Melayu.

    Jam 08.00, Penghulu Melayu bersama rombongan berangkat di

    kampung Melayu menuju istana Bima yang ditandai dengan bunyi meriam.

    Adapun tata urutan rombongan adalah sebagai berikut: pasukan Jara Wera

    datang sebagai pasukan pengawal pembuka jalan lalu disusul oleh pasukan

    Jara Sarau. Kemudian disusul dibelakangnya oleh anggota Laskar Suba

    Nae dan penari Sere. Setelah itu adalah rombongan pengusung Uma Lige

    (mahligai). Baru di belakangnya adalah rombongan pemuka adat Melayu

    dan pemuka adat Mbojo.

  • 8

    Jam 09.00 rombongan Penghulu Melayu tiba di istana Bima yang

    disambut dengan Tari Kanja, Tari Sere, dan Mihu. Kemudian Penghulu

    menyerahkan Ua Pua kepada Sultan sebagai simbol kesepakatan Penghulu

    (Ulama) dengan Sultan bersama seluruh rakyat Dana Mbojo untuk

    mempelajari dan memahami serta mengamlkan isi Al-Quran dalam

    kehidupan berbangasa dan bernegara demi terwujudnya kehidupan

    masyarakat Mbojo yang Islami. Sultan bersama Penghulu Melayu duduk

    berdampingan di tempat yang telah disediakan sebagai lambing

    keharmonisan hubungan Ulama dan Umara. Setelah upacara usai, Bunga

    Dolu berjumlah 99 tangkai, symbol Asmaul Husna (99 sifat Allah) dibagi-

    bagikan kepada hadirin.

    C. PERLENGKAPAN DAN ATRAKSI DALAM HANTA UA PUA

    1. Uma Lige

    Uma Lige berbentuk segi empat berukuran 4x4 meter persegi.

    Bentuk Uma Lige ini terbuka dari keempat sisinya. Atapnya bersusun dua,

    sehingga para penari Lenggo Mbojo yang terdiri dari empat orang gadis, dan

    penari Lenggo Melayu yang terdiri dari empat orang perjaka, beserta para

    Penghulu Melayu dan pengikutnya yang berada di atas dapat dilihat oleh

    seluruh masyarakat sepanjang jalan.

    Uma Lige diusung oleh 44 orang pria sebagai simbol keberadaan 44

    Dari Mbojo yang terbagi menurut 44 jenis keahlian dan keterampilan yang

    dimilikinya sebagai bagian dari struktur pemerintahan Kesultanan Bima.

    Ketika Uma Lige sudah berada di depan istana maka akan diputar-

    putar kemudian diturunkan, Penghulu Melayu serta petugas pemayungnya

    turun. Mereka pun menaiki tangga istana diikuti para penari dan Anangguru

    Mpaa, serta Ua Pua yang ikut diusung dalam Uma Lige, Ua Pua diturunkan

    dari usungan lalu diangkat ke ruang istana untuk diserahkan kepada sultan

    oleh Penghulu.

  • 9

    UMA LIGE

    PEMBAGIAN BUNGA DOLU

    2. Bunga Dolu

    Bunga Dolu terbuat dari telur ayam yang dibungkus dengan kertas

    minyak beraneka warna. Tangkainya terbuat dari kayu atau bambu

    sepanjang 30 cm dan ditancapkan pada wadah segi empat panjang bersama

    sirih pinang dan kitab suci Al-Quran di tengah-tengahnya. Bunga Dolu

    yang berjumlah 99 itu melambangkan Asmaul Husna dan Al-Quran

    sebagai kitabullah. Benda inilah yang dikelilingi oleh para penari.

  • 10

    Pasukan Jara Wera dan Jara Sarau

    3. Pasukan Jara Wera dan Pasukan Jara Sarau

    Pasukan Jara Wera dalam sejarahnya adalah pasukan yang memang

    sebagian besar berasal dari Kecamatan Wera yang setia membela agama

    Islam. Pasukan ini dibentuk sejak masa pemerintahan Sultan Abdul Kahir,

    Sultan Bima pertama. Seluruh pasukan berseragam putih-putih sebagai

    lambang kesucian dan keikhlasan dalam membela agama, rakyat, dan negeri.

    Para penunggangnya adalah para pendekar yang menunjukkan jalan serta

    mengantar para datuk yang datang dari Makassar menuju Bima lewat Teluk

    Bima ketika pertama kali membawa ajaran Islam di Kerajaan Bima. Itulah

    sebabnya Jara Wera berada di posisi paling depan.

    Di belakang pasukan Jara Wera diikuti oleh pasukan Jara Sarau,

    yaitu pasukan elit berkuda Kesultanan Bima sebagai pengawal kehormatan.

    Pasukan Jara Sarau yaitu pasukan berkuda yang terampil menunggang serta

    mengatur irama serta gerak langkah kuda. Pasukan ini memiliki keahlian

    dalam memainkan pedang, tombak, dan keris di atas kuda. Dalam Upacara

    Hanta Ua Pua mereka menampilkan atraksi dengan cara mengatur hentakan

    kaki kuda yang seirama dengan alunan gendang dan serunai serta gerakan

    para penari Lenggo.

  • 11

    LASKAR SUBA NAE

    4. Laskar Suba Nae

    Laskar Suba Nae adalah pasukan prajurit Kesultanan Bima. Pasukan

    perang ini membawa peralatan perang berupa tombak dan tameng sebagai

    simbol kesiapsiagaan pasukan kerajaan mengamankan negeri. Di belakang

    pasukan Laskar Suba Nae berjalan Uma Lige yang diiringi oleh keluarga

    besar Kampung Melayu, mereka adalah tamu kehormatan dalam upacara

    adat ini. Setelah Uma Lige sampai di tangga istana diturunkan lalu turunlah

    Penghulu Melayu untuk mengantarkan rumpun Bunga Dolu dengan Al-

    Quran yang diserahkan kepada Sultan Bima.

    5. Tari Lenggo

    Tari Lenggo ada dua jenis yaitu Tari Lenggo Melayu dan Lenggo

    Mbojo. Lenggo Melayu diciptakan oleh salah seorang mubalig dari

    Pagaruyung, Sumatera Barat, yang bernama Datuk Raja Lelo pada tahun

    1070 H. Tarian ini memang khusus diciptakan untuk Upacara Adat Hanta

    Ua Pua dan dipertunjukkan pertama kali di Oi Ule dalam rangka

    memperingati Maulid Nabi Muhammad saw. Lenggo Melayu juga dalam

    bahasa Bima disebut Lenggo Mone karena dibawakan oleh empat orang

    remaja pria.

    Terinspirasi dari gerakan Lenggo Melayu, setahun kemudian Sultan

    Abdul Khair Sirajuddin menciptakan Lenggo Mbojo yang diperankan oleh

    empat orang penari perempuan. Lenggo Mbojo disebut juga Lenggo Siwe.

  • 12

    Tari Lenggo Mbojo dan Lenggo Melayu

    PENYERAHAN AL-QURAN DARI

    PENGHULU MELAYU KEPADA SULTAN

    Pada perkembangan selanjutnya, perpaduan antara Lenggo Melayu dan

    Lenggo Mbojo akhirnya dikenal dengan Lenggo Ua Pua.

    6. Tari Kanja dan Mihu

    Tari Kanja yakni tari perang yang dimainkan oleh seorang perwira

    tinggi kesultanan sebagai pernyataan kesiapan menjaga keamanan dan

    ketertiban jalannya upacara, sedangkan Mihu merupakan pernyataan

    kesiapan sultan untuk menerima sekaligus memulai upacara penyerahan Ua

    Pua yang berisi kitab suci Al-Quran.

  • 13

    TARI SERE

    7. Tari Sere

    Iring-iringan Uma Lige disambut Tari Sere yang mengantar Uma

    Lige sampai ke tangga istana. Tari Sere adalah sejenis tari perang dimainkan

    oleh enam orang penari bersama bintara Kesultanan Bima yang disebut

    Bumi Sumpi sebagai tanda terjaminnya keamanan dan ketertiban jalannya

    Upacara Hanta Ua Pua. Sambil memegang tombak, para penari Sere

    mengacungkan tombak dan melangkah menuju tangga istana yang diiringi

    musik tambur dan silu.

  • 14

    BAB IV

    PENUTUP

    A. KESIMPULAN

    Upacara Adat Hanta Ua Pua merupakan media dakwah untuk

    meningkatkan keimanan dan ketakwaan umat serta menjadikan Al-Quran dan

    Sunnah Rasul sebagai pedoman hidup. Selain itu, Upacara Adat Hanta Ua Pua

    bisa melahirkan sikap menghargai sejarah. Upacara Adat Hanta Ua Pua juga

    merupakan media yang paling efektif bagi seni budaya Mbojo yang Islami, sebab

    mampu memotivasi seniman dan budayawan untuk menciptakan karya seni yang

    bermutu yang layak untuk ditampilkan dalam Upaca Adat Hanta Ua Pua.

    B. SARAN

    Meskipun Upacara Adat Hanta Ua Pua terus dilaksanakan setiap tahun,

    namun perlu ada pembenahan-pembenahan baik dari segi pendanaan, kepanitiaan

    dan partisipasi masyarakat untuk mempertajam promosi wisata budaya daerah.

    Selain itu, pelibatan seniman dan budayawan juga harus lebih dioptimalkan agar

    kegiatan Upacara Adat Hanta Ua Pua ini semakin semarak dengan kreasi seni dan

    budaya, sehingga gaung kegiatan ini diketahui oleh masyarakat luas, sebab selama

    ini perayaan itu belum betul-betul bergaung dan banyak masyarakat yang belum

    tahu kalau pada hari-hari itu ada kegiatan Upacara Adat Hanta Ua Pua.

  • 15

    DAFTAR PUSTAKA

    Hamzah, M. (2004). Ensiklopedia Bima. Bima: Pemkab Bima.

    Majelis Adat Dana Mbojo. (2012). Upacara Adat Spektakuler Hanta Ua Pua.

    Bima: Pemkab Bima.

    Malingi, A. (2011, Juni 9). Mengenal Pakaian Adat Harian Pria Bima. Diakses

    pada 28 Mei 2013, dari Romantika: http://alanmalingi.files.wordpress.com

    Malingi, A. (2011, Mei 18). Mengenal Tari Sere. Diakses pada 28 Mei 2013, dari

    Romantika: http://alanmalingi.files.wordpress.com

    Malingi, A. (2010). Upacara Adat Hanta Ua Pua. Mataram: Maharani Persada.

    Sarangge. (2012, Februari 21). Uma Lige Ua Pua. Diakses pada 28 Mei 2013, dari

    Sarangge Mbojo: http://sarangge.files.wordpress.com

    Taufan, N. I. (2012). Warna-Warni Tradisi Sasak Samawa Mbojo. Bima: Museum

    Kebudayaan Samparaja Bima.