Top Banner
Kerjasama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Dengan Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung (FH UBB) Desember 2019 LAPORAN AKHIR KAJIAN DAN EVALUASI PANCASILA SEBAGAI KAIDAH PENUNTUN UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH TIM PENYUSUN KETUA : DR. DERITA PRAPTI RAHAYU, S.H., M.H. ANGGOTA : YOKOTANI, S.H., M.H. DARWANCE, S.H., M.H.
39

UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

1

Kerjasama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Dengan Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung (FH UBB) Desember 2019

LAPORAN AKHIR

KAJIAN DAN EVALUASI

PANCASILA SEBAGAI KAIDAH PENUNTUN

UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014

TENTANG PEMERINTAH DAERAH

TIM PENYUSUN KETUA : DR. DERITA PRAPTI RAHAYU, S.H., M.H. ANGGOTA : YOKOTANI, S.H., M.H.

DARWANCE, S.H., M.H.

Page 2: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

2

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pada Pembukaan UUD 1945 terdapat Pancasila (negara berketuhanan),

prinsip- prinsip dasar hak asasi manusia, keadilan (negara hukum), kedaulatan

rakyat (negara demokrasi), juga tugas dan kewajiban negara serta pemerintah

(semua lembaga-lembaga negara) untuk mewujudkan negara kesejahteraan yang

meliputi perlindungan tumpah darah Indonesia, menyejahterakan rakyat,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Pada

hakikatnya, nilai- nilai Pancasila sebagaimana pernah dinyatakan di dalam

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Sementara (MPRS) No. XX/MPRS/1966

adalah pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum serta cita-cita moral luhur

yang meliputi suasana kejiwaan, serta watak bangsa Indonesia. Dilihat dari

kedudukannya, Pancasila merupakan sumber hukum yang paling tinggi yang

menjadikan Pancasila sebagai ukuran dalam menilai hukum kita. Aturan-aturan

hukum yang diterapkan dalam masyarakat harus mencerminkan kesadaran dan

rasa keadilan sesuai dengan kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia.1

Pada Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 (UUD1945) dinyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan

yang berbentukrepublik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan adalah

dibentuknyaPemerintah Negara Indonesia sebagai pemerintah nasional untuk

pertama kalinya,kemudian pemerintah tersebut membentuk daerah sesuai

ketentuan peraturanperundang-undangan. Selanjutnya, pada Pasal 18 ayat (2) dan

ayat (5) UUD 1945dinyatakan bahwa pemerintahan daerah berwenang untuk

mengatur danmengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan

tugaspembantuan, serta diberikan otonomi yang seluas-luasnya. Pemberian

otonomiyang seluas-luasnya kepada daerah diarahkan untuk mempercepat

terwujudnyakesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,

pemberdayaan, danperan serta masyarakat.2

1 Asep Warlan Yusuf, Hukum dan Keadilan, PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum Volume 2 Nomor 1 Tahun

2015 [ISSN 2460-1543] [e-ISSN 2442-9325], hlm. 4

2 Derita Prapti Rahayu, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum Volume 2 Nomor 3 Tahun 2015 [ISSN

2460-1543] [e-ISSN 2442-9325], hlm. 444

Page 3: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

3

Mahfud MD menegaskan bahwa larangan bagi munculnya hukum yang

bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, merupakan rambu-rambu yang

diperkuat dengan adanya empat kaidah penuntun yaitu: (1) hukum nasional harus

dapat menjaga integrasi (keutuhan) baik ideologis maupun wilayah teritorial; (2)

hukum nasional harus dibangun secara demokratis dan nomokratis dalam arti

harus mengundang partisipasi dan menyerap aspirasi masyarakat luas melalui-

prosedur-prosedur dan mekanisme yang fair, transparan, dan accountable; (3)

hukum nasional harus mampu menciptakan keadilan sosial dalam arti harus

mampu memberikan proteksi khusus terhadap golongan yang lemah dalam

berhadapan dengan golongan yang kuat baik dari luar maupun dari dalam negeri

sendiri; (4) hukum harus menjamin kebebasan beragama dengan penuh toleransi

yang berkeadaban di antara pemeluk-pemeluknya.3

Dalam konteks kelembagaan, menurut Kirdi Dipoyudo, yang termasuk

hukum di Negara kita tidak terlepas dari Pancasila sebagai dasar negara yang

mengandung nilai-nilai dasar dari kearifan lokal keIndonesiaan yang dijabarkan

ke dalam kelima sila. Oleh karena itu, setiap sila Pancasila mengandung nilai

sekaligus tujuan yang ingin dicapai bangsa ini kedepan. Kirdi Dipoyudo

menyatakan bahwa pembangunan sebagai pengamalan Pancasila4.

Pancasila harus menjadi kaidah penuntun bagi peraturan perundang-

undangan di Negara kita, yaitu dalam konteks Undang-Undang No. 23 Tahun

2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Selanjutnya menggunakan istilah UU

Pemda).

3 Mahfud Md, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Rajawali Pers,

Jakarta, 2010, Hlm, 8, Periksa Juga Sukirno, Rekonstruksi Politik Hukum Pengakuan Negara Terhadap Hak Ulayat (Studi Pengakuan Dan Perlindungan Eksistensi Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Baduy Dari Hegemoni Negara, Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum, Undip, Semarang, 2013, hlm. 124

4 Kirdi Dipoyudo, Pembangunan Sebagai Pengamalan Pancasila, Jurnal Analisa CSIS, tahun XV,

No. 8 Agustus 1996

Page 4: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

4

1.2. Permasalahan

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dirumuskan permasalahan apakah

substsansi dari UU Pemda sudah menerapkan Pancasila sebagai kaidah penuntun?

1.3. Maksud dan Tujuan

a. Untuk mengetahui dan menganalisis substsansi dari UU Pemda sudah

menerapkan Pancasila sebagai kaidah penuntun dalam setiap pasalnya

b. Mengkaji kesesuaian Undang-Undang UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dengan Pancasila

1.4. Metodologi

Metode Regulatory Impact Analysis (RIA) sebagai Proses Sebagai sebuah proses,

Metode RIA mencakup beberapa langkah sebagai berikut:5

1. Identifikasi dan analisis masalah terkait kebijakan.

Masalah yang akan dipecahkan adalah masalah analisis Undang-Undang

No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah apakah sudah berdasarkan

Pancasila sebagai kaidah penuntun dalam nilai-nilai yang terkandung dalam UU

tersebut.

2. Penetapan tujuan.

Tujuan dibentuk UU ini adalah efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan

pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek

hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan antardaerah, potensi dan

keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam

kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.

3. Pengembangan berbagai pilihan/alternatif kebijakan untuk mencapai tujuan.

5 Biro Hukum Kementerian PPN/Bappenas, Pengembangan Dan Implementasi Metode Regulatory

Impact Analysis(Ria) Untuk Menilai Kebijakan(Peraturan Dan Non Peraturan)Di Kementerian Ppn/Bappenas, Juli, 2011, hlm. 3-4

Page 5: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

5

seluas-luasnya tentang opsi/pilihan apa saja yang tersedia.

4. Penilaian terhadap pilihan alternatif kebijakan, baik dari sisi legalitas maupun

biaya (cost) dan manfaat (benefit)-nya.

Setelah berbagai opsi/pilihan untuk memecahkan masalah teridentifikasi,

langkah berikutnya adalah melakukan seleksi terhadap berbagai pilihan tersebut.

Proses seleksi diawali dengan penilaian dari aspek legalitas, karena

setiap opsi/pilihan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan

yang berlaku. Untuk pilihan-pilihan yang tidak bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dilakukan analisis

terhadap biaya (cost) dan manfaat (benefit) pada masing-masing pilihan.

Secara sederhana, “biaya” adalah hal-hal negatif atau merugikan suatu

pihak jika pilihan tersebut diambil, sedangkan “manfaat” adalah hal-hal

positif atau menguntungkan suatu pihak. Biaya atau manfaat dalam hal

ini tidak selalu diartikan “uang”. Oleh karena itu, dalam konteks identifikasi biaya

dan manfaat sebuah kebijakan, perlu dilakukan identifikasi tentang siapa saja yang

terkena dampak dan siapa saja yang mendapatkan manfaat akibat adanya suatu

pilihan kebijakan (termasuk kalau kebijakan yang diambil adalah tidak melakukan

apa-apa atau do nothing).

5. Pemilihan kebijakan terbaik.

Analisis Biaya-Manfaat kemudian dijadikan dasar untuk mengambil

keputusan tentang opsi/pilihan apa yang akan diambil. Opsi/pilihan yang diambil

adalah yang mempunyai manfaat bersih (net benefit), yaitu jumlah semua manfaat

dikurangi dengan jumlah semua biaya, terbesar.

6. Penyusunan strategi implementasi.

Langkah ini diambil berdasarkan kesadaran bahwa sebuah kebijakan tidak

bisa berjalan secara otomatis setelah kebijakan tersebut ditetapkan atau diambil.

Dengan demikian, pemerintah dan pihak lain yang terkait tidak hanya tahu

mengenai apa yang akan dilakukan, tetapi juga bagaimana akan melakukannya.

7. Partisipasi masyarakat di semua proses.

Semua tahapan tersebut di atas harus dilakukan dengan melibatkan

berbagai komponen yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung,

Page 6: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

6

dengan kebijakan yang disusun. Komponen masyarakat yang mutlak harus

didengar suaranya adalah mereka yang akan menerima dampak adanya kebijakan

tersebut (key stakeholder). Dalam hal ini dengan melibatkan para dosen di

beberapa universitas di Indonesia dalam hal menyusun evaluasi UU Pemda.

BAB II. Tinjauan Pustaka

Sebagaimana diamanatkan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat menjadi UUD NRI 1945),

wilayah kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi dan daerah

provinsi dibagi lagi atas daerah kabupaten dan kota,1 yang masing-masing sebagai

daerah otonomi. Sejarah tentang pemerintahan daerah di Indonesia sudah ada

sejak tahun 1948, hingga kini dalam perkembangannya di uraikan dalam UU

No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan otonomi

daerah. Sebagai daerah otonomi, daerah provinsi, kabupaten/kota memiliki

pemerintahan daerah yang melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan daerah,

yakni Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya

disingkat dengan DPRD). Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintahan Daerah

baik didaerah provinsi, maupun kabupaten/kota yang merupakan lembaga

eksekutif di daerah, sedangkan DPRD, merupakan lembaga legislatif di daerah

baik di provinsi, maupun kabupaten/kota.6

Pancasila dikualifikasikan sebagai kaidah penuntun dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara, hal tersebut dikarenakan dalam sila- sila Pancasila

dengan tegas menyebut tujuan hukum tidak bisa dilepaskan dari tujuan akhir dari

hidup bermasyarakat yang didasarkan dari nilai-nilai dan falsafah hidup Pancasila,

yang menjadi dasar hidup masyarakat yang akhirnya bermuara pada keadilan.

Selain itu agar dapat membuktikan bahwa Pancasila sebagai landasan dalam

budaya hukum Nasional, maka sila-sila Pancasila harus dipandang sebagai suatu

sistem nilai, sehingga pada hakikatnya Pancasila merupakan satu kesatuan.

Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila adalah sebagai berikut :7

6 Yuri Sulistyo, Antikowati, & Rosita Indrayati, Pengawasan Pemerintah Terhadap Produk Hukum

Daerah (Peraturan Daerah) Melalui Mekanisme Pembatalan Peraturan Daerah Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, e-Journal Lentera Hukum, April 2014, I (1), hlm. 1

7 Kaelan, Op.Cit. hlm. 79-84

Page 7: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

7

a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung nilai bahwa segala hal yang

berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara bahkan moral

negara, moral penyelenggara negara, politik negara, pemerintahan negara,

hukum dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan dan hak asasi

warga negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.

b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah perwujudan nilai

kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya, bermoral dan beragama, serta

adil dalam hubungan diri sendiri, sesama dan lingkungannya.

c. Sila Persatuan dan Kesatuan mengandung nilai bahwa negara Indonesia

merupakan persekutuan diantara keberagaman yang dilukiskan dalam

Bhinneka Tunggal Ika. Nilai-nilai nasionalisme harus tercermin dalam segala

aspek penyelenggaraan negara.

d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/Perwakilan mengandung nilai bahwa negara adalah dari,

oleh dan untuk rakyat. Nilai demokrasi mutlak diterapkan dalam kehidupan

bernegara, baik menyangkut aspek moralitas kenegaraan, aspek politik,

maupun aspek hukum dan perundang-undangan.

e. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengandung nilai yang

merupakan tujuan negara sebagai tujuan bersama. Nilai keadilan harus

terwujud dalam kehidupan bersama (keadilan sosial) yang bertujuan untuk

kesejahteraan seluruh warga negara.

Notonagoro mengistilahkan Pancasila sebagai sebuah karya agung pendiri

bangsa melalui The Founding Father yang merupakan hasil pemikiran elektis

inkorporsi. 8 Liek Wilardjo juga secara bernas menyatakan bahwa Pancasila

merupakan ciri khas bangsa Indonesia dan mempengaruhi kehidupan berbangsa

dan bernegara rakyat Indonesia yang bertujuan menciptakan masyarakat adil dan

makmur serta membentuk pranata sosial politis.9

Dhakidae menyatakan Pancasila menjadi sumber hukum, sumber

kebijakan politik, kebijakan sosial, kebijakan ekonomi dan sebagainya 10

8 Ibid, hlm. 291

9 Liek Wilardjo, Realita dan Desiderata , Duta Wacana University Press, Yogyakarta, 1990, hlm. 131.

10 Ibrahim, Sengkarut Timah Dan Gagapnya Ideologi Pancasila, Imperium, Yogyakarta, 2913, hlm.

108

Page 8: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

8

(termasuk wujud budaya hukum dalam penegakan hukum). Salah satu alasan

Pancasila sebagai landasan budaya hukum bangsa Indonesia yaitu Pancasila

menerima hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat (law as a tool of social

enginering) sekaligus hukum sebagai cermim ras keadilan yang hidup dalam

masyarakat (living law).11

Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan, Pancasila adalah segalanya bagi

bangsa Indonesia terutama dalam hal ini budaya hukum Pancasila, oleh karena itu

harus menjadikan nilai-nilai Pancasila dalam penegakan hukum yang melibatkan

budaya hukum bangsa.12

Dalam konteks UU Pemda, Pancasila juga harus menjadi kaidah penuntun,

karena UU Pemda merupakan representasi salah satu dampak positif

berkembangnya ide otonomi daerah. Penerapan sistem otonomi yang diamanatkan

UUD NRI 1945 berimplikasi pada terbaginya kekuasaan pemerintah pusat pada

pemerintah daerah, hal tersebut didasarkan pada asas desentralisasi, dekonsentrasi

dan tugas pembantuan.

BAB III. Analisis

1. Analisis Filosofis, Sosiologis dan Yuridis

Landasan filosofis, sosiologi dan yuridis terdapat dalam konsideran pada

Peraturan Perundang-undangan. Terkait UU Pemda bisa dijelaskan sebagai

berikut;

Menimbang:

a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan

daerah diatur dalam Undang-Undang;

b. bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat

terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,

pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah

11 Kholis Roisah, Prismatika hukum sebagai dasar pembangunan hukum Indonesia berdasarkan

Pancasila (kajian terhadap hukum kekayaan intelektual), Jurnal masalah-masalah hukum, Jilid 41 no. 4, Oktober, 2012, hlm. 623

12 Derita Prapti Rahayu, Budaya Hukum Pancasila, Tafha Media, Yogyakarta, 2014, hlm. 51

Page 9: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

9

dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan

suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu

ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara

Pemerintah Pusat dengan daerah dan antardaerah, potensi dan keanekaragaman

daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem

penyelenggaraan pemerintahan negara;

d. bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan

penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga perlu diganti;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf

b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Pemerintahan

Daerah.

Menurut Lampiran I UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan, analisis filosofis, Sosiologis dan Yuridis bisa dijelaskan

sebagai berikut :

a. Analisis Filosofis

Analisis filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahawa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan

pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana

kebatinan, kaidah penuntun serta falsafah bangsa Indonesia yang

bersumber pada Pancasila dan Pembukaan UUDNRI 1945.

b. Analisis Sosiologis

Analisis Sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang

merupakan pertimbangan yang menggambarkan bahwa peraturan yang

dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai

aspek, menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah

dan kebutuhan masyarakat dan negara.

c. Analisis Yuridis

Analisis Yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi

Page 10: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

10

permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan dengan

mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah atau yang

akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan

masyarakat.

Pasca di undangkannya UU 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah

pada tanggal 2 Oktober 2014 dalam perspektif urusan, banyak mengamanahkan

kepada kabupaten untuk menyiapkan langkah-langkah untuk revisi peraturan

daerah tentang urusan. mengingat apa yang dilakukan akan menjadi pintu

masuknya program dan kegiatan di dalam SKPD yang selama ini diwadahi dalam

istilah yang lazim di pendengaran kita apa yang dinamakan APBD. Hal ini

didukung karena dalam lampiran UU 23 sudah mengatur detil urusan mana yang

dilakukan oleh pusat, propinsi dan kabupaten/kota. Meskipun dipasalnya tidak di

perintahkan secara nyata daerah untuk menuangkan dalam regulasi tetapi banyak

keperluan yang mendorong sperti kepentingan penganggaran, perencanaan

maupun kegiatan -kegiatan yang berkaitan dengan aspek manajemen

pemerintahan lainnya.13

Pertimbangan yang menguatkan untuk segera cepat melangkah adalah

sesuai amanah UU 23 tahun 2014 yang diatur dalam pasal 21 adalah bahwa akan

segera di bentuk peraturan pemerintah yang mengatur substansi cara

melaksanakan urusan, tata cara penetapan Perda secara umum, daerah otonom

khusus, berciri kepulauan, Perangkat Daerah (berkaitan dengan pemetaan),

Personil, Perencanaan, Pendanaann, Monev, Pengalihan urusan pemerintahan,

Urusan pemerintahan sisa, sehingga tidak lagi merubah pembagian pada masing -

masing tingkatan baik di level pusat, propinsi dan kabupaten/kota.

Pemberian otonomi yang seluas-seluasnya kepada Daerah dilaksanakan

berdasarkan prinsip negara kesatuan. Dalam negara kesatuan kedaulatan hanya

ada pada pemerintahan negara atau pemerintahan nasional dan tidak ada

kedaulatan pada Daerah. Oleh karena itu, seluas apa pun otonomi yang diberikan

kepada Daerah, tanggung jawab akhir penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

akan tetap ada ditangan Pemerintah Pusat. Untuk itu Pemerintahan Daerah pada

negara kesatuan merupakan satu kesatuan dengan Pemerintahan Nasional. Sejalan

13 Hening Nurcahya, Ap.Mm,Bagian Pemerintahan, Melangkah Untuk Uu 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Perpektif Membagi Urusan), Hlm.5

Page 11: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

11

dengan itu, kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh Daerah merupakan

bagian integral dari kebijakan nasional. Pembedanya adalah terletak pada

bagaimana memanfaatkan kearifan, potensi, inovasi, daya saing, dan kreativitas

Daerah untuk mencapai tujuan nasional tersebut di tingkat lokal yang pada

gilirannya akan mendukung pencapaian tujuan nasional secara keseluruhan.14

Salah satu upaya mewujudkan tujuan negara adalah dengan merubah pola

pembangunan yang awalnya sentralistik ke desentralistik atau dikenal dengan era

otonomi daerah.15

Era otonomi daerah pada hakekatnya merupakan tatanan baru

bagi bangsa Indonesia saat ini untuk bisa menciptakan kesejahteraan masyarakat

setempat, 16

termasuk penyerahan beberapa kewenangan pusat kepada daerah

dalam bidang peraturan/regulasi daerah.17

Dari sisi historis, sebenarnya otonomi daerah Indonesia bukanlah hal yang

baru, bahkan mengalami perjalanan yang panjang. Ketika kerajaan-kerajaan di

nusantara masih Berjaya, raja merupakan pusat kekuasaan. Dalam era

pemerintahan monarki seperti ini tidak dikenal konsep desentralisasi sebagai

menjawantahan otonomi daerah. Konsep desentralisasi baru dikenal ketika

pemerintahan hindia belanda menginjakkan dan menancapkan kuku kolonialisme

di bumi Indonesia.18

Berbicara tentang otonomi daerah, tidak dapat dipidahkan dengan

perjalanan peraturan undang-undang yang pernah diterpkan di Indonesia peraturan

14 Ibid

15 Otonomi daerah menurut ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah otonom menurut ketentuan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang No. 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

16 Arief Hidayat&Adji Samekto, Kajian Kritis Penegakan Hukum Lingkungan di Era Otonomi

Daerah, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007, hlm.107

17

https://books.google.co.id/books/about/Dampak_otonomi_daerah_di_Indonesia.html?id=6sVVnQ EACAAJ&redir_esc=y

18 Ahmad yani, hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah di Indonesia, cetakan kelima, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013, hlm. 19

Page 12: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

12

atau undang-undang yang pernah diterapkan sejak Indonesia era pemerintahan

kolonial belanda sampai Indonesia merdeka sekarang ini.19

Pada tanggal 23 juli 1903 undang-undang mengenal desentralisasi

pemerintah di hindia belanda, bernama de wet houdende decentralisatie van het

bestuur in nederlands indie, berhasil diterima dan di undang dalam staatsblad van

het koninkrijk der nenderlanden tahun 1903 nomor 219’’. Undang-undang tesebut

kemudian di undangkan di hindia belanda lewat indische staatsblad nomor 329,

yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan decentralisatie wet 1903.

Berdasarkan undang-undang desentralisasi (decentralisatie wet) pemerintah

hindia belanda dimungkinkan membentuk daerah otonom berikut dewan

perwakilan rakyat di daerah otonom tersebut, yaitu di luar otonom yang sudah ada

sebelumnya yaitu swapraja dan desa yang berdasarkan hukum adat.20

Indonesia dalam kurun sejarahnya telah lama mengalami politik yang

tersentralisalasi. Ini merupakan warisan dari struktur sentralisasi pemerintah dari

zaman penjajahan Belanda dan telah ada upaya berbagai waktu untuk

mendesentralisasi stukturnya, dimulai sejak disahlkannya Undang-Undang

Desentralisasi 1903 di Hindia Belanda. Undang-Undang ini bertujuan ganda yang

dampaknya saling bertentangan yaitu untuk mendesentralisasi pemerintahan di

daerah-daerah yang jauh dan sangat beragam sifatnya dan untuk mengembangkan

kontrol pemerintah atas wilayah-wilayah tersebut.21

Sementara Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan di Daerah tidak menganut pandangan yang dikotomis seperti itu.

Desentralisasi dan dekonsentrasi dipandang sama pentingnya dalam

penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Tentunya detail dari kebijaksanaan yang

non dikotomis itu masih dapat disempurnakan lebih lanjut, sehingga aneka

19 Iswan, kaputra dan kk, dampak otonomi daerah di Indonesia, merangkai sejarah politik dan

pemerintahan Indonesia, cetakan pertama, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013, hlm.

102 20

Marbun, otonomi daerah 1945-2010, proses dan realita perkembangan otoda, sejak jaman colonial sampai saat ini, cetakan kedua, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010, hlm. 30

21 Internasinal IDEA, Penilaian Demokratisasi di Indonesia, Stockholm, Sweden: Internasinal IDEA, 2000, hlm. 69

Page 13: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

13

kontroversi yang dapat menghambat pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan

bertanggungjawab dapat dihilangkan.22

Ditetapkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi

Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan

antara Pusat dan Daerah sebagai tonggak pemberian wewenang kepada daerah

untuk mengelola pemerintahan dan sumber daya alamnya, yang kemudian

disempurnakan dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah

Daerah yang memberikan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.23

Undang-undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang pemerintah Daerah, dalam pasal 239 dengan tegas

menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan

mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara provinsi

dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan

wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi

terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap

kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala

daerah dan DPRD semakin dipertegas dan diperjelas.

Saat ini telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah yang lebih memprioritaskan peningkatan efisiensi dan

efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan lebih memperhatikan

aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan antardaerah,

potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan

global dalam kesatuan Negara Republik Indonesia.

Substansi UU Pemda saat ini adalah pengaturan tentang distribusi

kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dapat dilihat pada gambar di

bawah ini ;

22 Soewargono Prawirohardjo, Prinsip-Prinsip Pemerintah Umum Dalam Pelaksanaan Pemerintahan di

Daerah, Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta: Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), 2009, hlm. 211

23 Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Page 14: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

14

Gambar 324

Pembagian Urusan Pemerintahan Berdasar Undang-Undang Pemda

Gambar 425

Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren

Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara menurut Undang-Undang

ini, Pemerintah daerah merupakan kepala daerah sebagai unsur penyelenggara

24 Bagir Manan, Bahan Presentasi, Simposium Nasional Politik Hukum Pemerintahan Daerah

Menurut UU No. 23 Tahun 2014 Desentralisasi atau Re-sentralisasi, Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung, 08 Juni 2015, hlm. 2

25Ibid, hlm. 3

Page 15: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

15

Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan daerah otonom (Pasal 1 angka 3). Sedangkan Pemerintahan

Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 1 angka 2).

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa penyerahan dan pelimpahan

kewenangan kepada Daerah dari waktu ke waktu selalu mengalami dinamika yang

secara langsung mempengaruhi hubungan pusat dan daerah, terkadang daerah

diposisikan sebagai wakil pemerintah pusat bukan institusi otonom sebagai

penyalur aspirasi masyarakat di daerah.

Kewenangan daerah tidak terlepas dari kesatuan kewenangan pemerintah

di pusat yang diatur secara tegas dalam hukum mengenai pendelegasian antara

pemerintahan pusat kepada pemerintahan daerah dalam melaksanakan

pemerintahan. Implikasi penyerahan dan pelimpahan kewenangan tersebut tidak

melepaskan campur tangan secara intensif pemerintah pusat dalam mengawasi

pelaksanaan pemerintahan di daerah sebagai prinsip negara kesatuan. 26

Pengawasan terhadap segala tindakan Pemerintah Daerah oleh Pemerintah

Pusat termasuk juga keputusan-keputusan Kepala Daerah dan Peraturan Daerah

sejak Otonomi Daerah diberlakukan pertama kali (UU No. 1 tahun 1945) sampai

saat ini (UU No. 23 tahun 2014). Dalam UU 23 ada dua kategori pengawasan

yaitu Pasal 377 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pengawasan umum” adalah

pengawasan terhadap pembagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Daerah provinsi, kelembagaan Daerah provinsi, kepegawaian pada Perangkat

Daerah provinsi, keuangan Daerah provinsi, pembangunan Daerah provinsi,

pelayanan

publik di Daerah provinsi, kerja sama Daerah provinsi, kebijakan Daerah provinsi,

Gubernur dan DPRD provinsi, dan bentuk pembinaan lain sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2)

26 Sheldon S. Steinberg; David T. Austern. Government Ethics, and Managers; Penyelewengan Aparat

Pemerintah (terjemahan Suroso), Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999, hlm. 18

Page 16: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

16

Yang dimaksud dengan “pengawasan teknis” adalah pengawasan terhadap teknis

pelaksanaan substansi Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah

provinsi sesuai dengan kewenangan kementerian/lembaga pemerintah

nonkementerian masing-masing.

Pasal 378 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pengawasan umum” adalah pengawasan terhadap

pembagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah

kabupaten/kota, kelembagaan Daerah kabupaten/kota, kepegawaian pada

Perangkat Daerah kabupaten/kota, keuangan Daerah kabupaten/kota,

pembangunan Daerah kabupaten/kota, pelayanan publik di Daerah kabupaten/kota,

kerja sama Daerah kabupaten/kota, kebijakan Daerah kabupaten/kota,

bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota, dan bentuk pembinaan lain sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan

“pengawasan teknis” adalah pengawasan terhadap teknis pelaksanaan substansi

Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah kabupaten/kota.

Pasal 379

Ayat (2) Khusus untuk pengawasan yang terkait keuangan Daerah meliputi

kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan bimbingan teknis dalam

pengelolaan APBD provinsi yaitu sejak tahap perencanaan, pelaksanaan,

pemantuan dan evaluasi atas pelaksanaan APBD (termasuk penyerapan APBD),

sampai dengan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD provinsi yang dilakukan

oleh inspektorat provinsi dapat bekerja sama dengan inspektorat jenderal

Kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang pengawasan.

Pasal 380

Ayat (2) Khusus untuk pengawasan yang terkait keuangan Daerah meliputi

kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan bimbingan teknis dalam

pengelolaan APBD kabupaten/kota yaitu sejak tahap perencanaan, pelaksanaan,

pemantuan dan evaluasi atas pelaksanaan APBD (termasuk penyerapan APBD),

sampai dengan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kabupaten/kota yang

dilakukan inspektorat kabupaten/kota dapat bekerja sama dengan Inspektorat

Page 17: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

17

Jenderal Kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang pengawasan

Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah maka pengawasan

harus disertai pembatasan-pembatasan.27

Makin ketat pengawasan makin kecil

otonomi daerah, sebaliknya makin longgar pengawasan makin besar otonomi

daerah. Bagaimanapun juga dalam sistem unitary, pemerintah daerah bukanlah

negara bagian yang mempunyai kedaulatan sendiri sebagaimana dalam sistem

federal, namun pemerintah daerah adalah subsistem pemerintahan pusat

(nasional). Oleh karena itu, bersifat dependent dan subordinate karenanya

pemerintah pusat mempunyai kewenangan melakukan pembinaan dan

pengawasan terhadap pemerintah daerah agar pemerintah daerah tidak

menyimpang dari sistem pemerintahan nasional, tidak melakukan tindakan yang

bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat, dan tidak membuat kebijakan

yang meluncur pada pemisahan diri. Dengan adanya pembinaan dan pengawasan

oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dapat menyelenggarakan

pemerintahannya sendiri sesuai dengan koridor konstitusi dan undang-undang

dalam sistem pemerintahan nasional dan dapat mencapai tujuan negara pada

tingkat daerah secara efektif dan efisien.

Pembatasan dalam pengawasan kewenangan daerah akan mencakup

pembatasan macam atau bentuk pengawasan. Dikatakan kontrol a-priori bilamana

pengawasan itu dilakukan sebelum mengeluarkan suatu keputusan atau ketetapan

pemerintah maupun. Disini tampak jelas unsur preventif kontrol tersebut tujuan

utamanya adalah mencegah atau menghindari terjadinya kekeliruan.28

Pada sisi lain terdapat pendapat yang mengatakan sistem pengawasan

terhadap pemerintah dalam konteks pengertian umun pengawasan masih tetap

relevan, alasannya;

Pertama, pada umumnya sasaran pengawasan terhadap pemerintah adalah

pemelliharaan dan penjagaan agar negara hukum kesejahteraan dapat berjalan

dengan baik dan dapat pula membawa kekuasaan pemerintah sebagai

27 Ni’matul Huda, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah Dalam Penyelenggaraan Daerah, UII Press,

2007, dalam King Faisal Sulaiman, Dialektika Pengujian Peraturan Daerah Pasca Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014, hlm. 46

28 Ibid

Page 18: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

18

penyelenggara kesejahteraan masyarakat kepada pelaksanaan yang baik pula dan

tetap dalam batas kekuasaannya.

Kedua, tolak ukurnya adalah hukum yang mengatur dan membatasi kekuasaan

dan tindakan pemerintah dalam bentuk hukum meteriil maupun hukum formil

serta manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat

Ketiga, adanya pencocokan antara perbuatan dan tolak ukur yang telah ditetapkan

Keempat, jika terdapat tanda-tanda akan terjadi penyimpangan terhadap tolak

ukur tersebut dilakukan tindakan pencegahan

Kelima, apabila dalam pencocokan menunjukkan telah terjadi penyimpangan dari

tolak ukur. Kemudian koreksi melalui tindakan pembatalan, pemulihan terhadap

akibat yang ditimbulkan dan mendisiplinkan pelaku kekeliruan.29

Perubahan sistem pengawasan dari Undang-Undang No. 23 tahun 2004 ke

Undang-Undang No. 32 tahun 2014, akan ditelurusi berdasarkan model

pengawasan terhadap produk hukum daerah yaitu :30

1. Executive preview, yaitu terhadap rancangan Peraturan Daerah yang

mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBN dan RUTR sebelum

disahkan oleh Kepala Daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh menteri

dalam negeri untuk raperda provinsi dan oleh Gubenur terhadap Raperda

Kabupaten/Kota

2. Executive review, yaitu apabila hasil evaluasi raperda tentang APBD dan

Rancangan Peraturan Gubenur/Peraturan Bupati/Walokota tentang

penjabaran APBD dinyatakan bertentangan dengan kepentingan umum

dan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi tidak ditindaklanjuti

oleh Gubenur/Bupati/Walikota bersama DPRD dan

Gubenur/Bupati/Walikota tetap menetapkan Raperda tersebut menjadi

perda dan Peraturan Gubenur/Bupati/Walikota, Menteri Dalam Negeri

untuk Provinsi dan oleh Gubenur untuk Kabupaten/kota membatalkan

Perda dan Peraturan Gubenur/Bupati/Walikota tersebut.

29 Ibid, hlm. 47

30 Ni’matul Huda, Hubungan Pengawasan Produk Hukum Daerah antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jurnal Hukum No Edisi Khusus Vol. 16 Oktober 2009\

Page 19: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

19

3. Pengawasan Preventif yaitu terhadap rancangan Peraturan Kepala Daerah

tentang APBD baru dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan

dari Menteri Dalam Negeri bagi Provinsi dan Gubenur bagi

Kabupaten/kota.

NO Undang-Undang No. 32 Undang-Undang Nomor 23

tahun 2004 Tentang Tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah Pemerintahan Daerah.

1. Executive Pasal 185 ayat 1, Pasal 245 ayat 1,

preview Rancangan Perda provinsi Rancangan Perda Provinsi

tentang APBD yang telah yang mengatur tentang

disetujui bersama dan RPJPD, RPJMD, APBD,

rancangan Peraturan perubahan APBD,

Gubernur tentang pertanggungjawaban

penjabaran pelaksanaan APBD, pajak

APBD sebelum ditetapkan daerah, retribusi daerah dan

oleh Gubernur paling tata ruang daerah harus

lambat 3 (tiga) hari mendapat evaluasi Menteri

disampaikan kepada sebelum ditetapkan oleh

Menteri Dalam Negeri gubernur

untuk dievaluasi

Pasal 245 ayat 3,

Pasal 186 (1) Rancangan Perda

Rancangan Perda kabupaten/kota yang

kabupaten/kota tentang mengatur tentang RPJPD,

APBD yang telah disetujui RPJMD, APBD, perubahan

bersama dan rancangan APBD,

Peraturan Bupati/Walikota pertanggungjawaban

tentang Penjabaran APBD pelaksanaan APBD, pajak

sebelum ditetapkan oleh daerah, retribusi daerah, dan

Bupati/Walikota paling tata ruang daerah harus

lama 3 (tiga) hari mendapat evaluasi gubernur

Page 20: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

20

disampaikan kepada sebagai wakil Pemerintah

Gubernur untuk dievaluasi. Pusat sebelum ditetapkan

oleh bupati/wali kota.

2. Executive Pasal 185 ayat 5, Pasal 268 ayat 4,

review Apabila hasil evaluasi Apabila hasil evaluasi tidak

tidak ditindaklanjuti oleh ditindaklanjuti oleh gubernur

Gubernur dan DPRD, dan dan DPRD serta gubernur

Gubernur tetap menetapkan

menetapkan rancangan rancangan Perda Provinsi

Perda tentang APBD dan tentang RPJPD menjadi

rancangan Peraturan Perda, Menteri membatalkan

Gubernur tentang Perda dimaksud.

penjabaran APBD menjadi

Perda dan Peraturan Pasal 269 ayat 4,

Gubernur, Menteri Dalam Dalam hal hasil evaluasi tidak

Negeri rnembatalkan Perda ditindaklanjuti oleh gubernur

dan Peraturan Gubernur dan DPRD dan gubernur

dimaksud sekaligus menetapkan rancangan Perda

menyatakan berlakunya Provinsi tentang RPJMD

pagu APBD tahun menjadi Perda, Menteri

sebelumnya. membatalkan Perda dimaksud

Pasal 186 ayat 5, Pasal 270 ayat 4,

Apabila hasil evaluasi Dalam hal hasil evaluasi tidak

tidak ditindaklanjuti oleh ditindaklanjuti oleh

Bupati/Walikota dan bupati/wali kota dan DPRD

DPRD, dan kabupaten/kota, dan

Bupati/Walikota tetap bupati/wali kota menetapkan

menetapkan rancangan rancangan Perda

Perda tentang APBD dan Kabupaten/Kota tentang

rancangan Peraturan RPJPD menjadi Perda,

Bupati/Walikota tentang gubernur sebagai wakil

Page 21: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

21

penjabaran APBD menjadi Pemerintah Pusat

Perda dan Peraturan membatalkan Perda

Bupati/Walikota, Gubernur dimaksud.

membatalkan Perda dan

Peraturan Bupati/Walikota Pasal 271 ayat 4,

dimaksud sekaligus Dalam hal hasil evaluasi tidak

menyatakan berlakunya ditindaklanjuti oleh

pagu APBD tahun bupati/wali kota dan DPRD

sebelumnya. kabupaten/kota dan

bupati/wali kota menetapkan

rancangan Perda

Kabupaten/Kota tentang

RPJMD kabupaten/kota

menjadi

Perda, gubernur sebagai

wakil Pemerintah Pusat

membatalkan Perda

dimaksud.

3. Pengawasan Pasal 185 ayat 5, Pasal 245 ayat 5,

Preventif Apabila Menteri Dalam Hasil evaluasi rancangan

Negeri menyatakan hasil Perda Provinsi dan rancangan

evaluasi rancangan Perda Perda Kabupaten/Kota

tentang APBD dan sebagaimana dimaksud pada

rancangan Peraturan ayat (1) dan ayat (3) jika

Gubernur tentang disetujui diikuti dengan

penjabaran APBD sudah pemberian nomor register.

sesuai dengan kepantingan.

Umum dan peraturan Pasal 243

Perundang-undangan yang (1) Rancangan Perda yang

lebih tinggi, Gubernur belum mendapatkan nomor

menetapkan rancangan register sebagaimana

dimaksud menjadi Perda dimaksud dalam Pasal 242

Page 22: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

22

dan Peraturan Gubernur. ayat (5) belum dapat

ditetapkan kepala Daerah dan

Pasal 186 ayat 3, belum dapat diundangkan

Apabila Gubernur dalam lembaran daerah.

menyatakan hasil evaluasi

rancangan Perda tentang

APBD dan rancangan

Peraturan Bupati/Walikota

tentang Penjabaran APBD

sudah sesuai dengan

kepentingan umum dan

peraturan perundang-

undangan yang lebih

tinggi, Bupati/Walikota

menetapkan rancangan

dimaksud menjadi Perda

dan Peraturan

Bupati/Walikota

Dari berbagai ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal tersebut dapat

dipahami bahwasannya pengawasan preventif yang diterapkan oleh Undang-

Undang 32 tahun 2004 dapat dirumuskan, Pengawasan preventif Khusus

dilakukan untuk Peraturan Daerah yang menyangkut pajak daerah, retribusi dan

tata ruang (RUTR). Berbeda dengan Undang-Undang 23 tahun 2014, jika ditinjau

dari model pengawasan preventif terhadap produk hukum daerah, tidak ada

perbedaan yang signifikan, hanya istilah saja yang berbeda yaitu penambahan

istilah pemberian nomer registrasi pada rancangan Perda Provinsi dan rancangan

Perda Kabupaten/Kota menurut Undang-Undang 23 tahun 2014.

Sedangkan hal tersebut menjadi sangat diketahui telah terjadi perubahan

yang signifikan dan cenderung bahkan sangat terindikasi kearah resentralisasi

pada hubungan kewenangan antrara Pemerintah Pusat dan Daerah, karena

Page 23: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

23

bagaimanapun aplikasi dari hubungan tersebut adalah melalui produk hukum

daerah yaitu Peraturan Daerah.

Peraturan Daerah atau Perda merupakan produk hukum yang dibentuk

oleh Pemerintahan Daerah yakni untuk Pemerintah Daerah Provinsi dibentuk oleh

Gubernur bersama-sama dengan DPRD Provinsi dan untuk Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota dibentuk oleh Bupati/Walikota bersama-sama dengan DPRD

Kabupaten/Kota. Perda sebagai produk hukum daerah merupakan bentuk hukum

yang tertulis yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat mengikat secara umum.

Substansi dari perda tersebut haruslah merupakan penjabaran dari peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya dengan memperhatikan

kekhususan masing-masing daerah dan tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi serta kepentingan umum. Dalam

masyarakat daerah, peraturan daerah dibentuk dengan tujuan mengatur

masyarakat daerah secara umum, agar dapat berperilaku sesuai dengan apa yang

diharapkan agar dapat mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan. Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda yang dibentuk

sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan desentralisasi.31

KEWENANGAN PUSAT DAN DAERAH (PASAL 16, 17, 18 UU 23

Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah)

PEMERINTAH PUSAT DAERAH

31 Derita Prapti Rahayu, Pengawasan Preventif Sebagai Kontrol Pusat Terhadap Daerah Di Era Reformasi, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum Volume 2 Nomor 3 Tahun 2015 [Issn 2460-1543] [E-Issn 2442-9325], Hlm. 448

Page 24: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

24

1. menetapkan NSPK, paling lama 2

(dua) tahun terhitung sejak peraturan

pemerintah mengenai pelaksanaan

urusan pemerintahan konkuren

diundangkan serta melaksanakan

pembinaan dan pengawasan;

2.membatalkan kebijakan Daerah

yang tidak berpedoman pada NSPK;

3.menetapkan Standar Pelayanan

Masyarakat.

1. menetapkan kebijakan Daerah

untuk menyelenggarakan Urusan

Pemerintahan yang menjadi

kewenangan Daerah berpedoman

pada NSPK; 2. dalam jangka waktu 2 (dua) tahun,

Pusat belum menetapkan NSPK,

Pemda melaksanakan Urusan

Pemerintahan yang menjadi

kewenangan Daerah; 3. memprioritaskan pelaksanaan

Urusan Pemerintahan Wajib yang

berkaitan dengan Pelayanan Dasar

berpedoman pada Standar Pelayanan

Masyarakat.

Beberapa pengaturan mengenai hubungan kewenangan antara Pusat dan

Daerah antara lain indikasinya dipertegas pada beberapa Pasal berikut ini ;

1. Pada Undang-Undang No. 23 tahun 2014 ini Pasal 9 (4) menentukan Urusan

pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar

pelaksanaan Otonomi Daerah. Pasal 9 (3) Urusan pemerintahan konkuren

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang

dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah

kabupaten/kota.

2. Pasal 16 (1) Pada Undang-Undang No. 23 tahun 2014, Pemerintah Pusat

dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) berwenang untuk:

a. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka

penyelenggaraan Urusan Pemerintahan; dan

b. melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan

Urusan Pemerintahan

Page 25: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

25

yang menjadi kewenangan Daerah. (2) Norma, standar, prosedur, dan

kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa ketentuan

peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat

sebagai pedoman dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren

yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan yang menjadi kewenangan

Daerah.

3. Pasal 17 (2) Pada Undang-Undang No. 23 tahun 2014, Daerah dalam

menetapkan kebijakan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib

berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan

oleh Pemerintah Pusat. Dalam hal kebijakan Daerah yang dibuat dalam

rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Daerah tidak mempedomani norma, standar, prosedur, dan kriteria

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat membatalkan

kebijakan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

4. Dalam Penjelasan Pasal 17 Pada Undang-Undang No. 23 tahun 2014, Yang

dimaksud dengan “kebijakan Daerah” adalah Perda, Perkada, dan keputusan

kepala daerah.

Sistem pengawasan juga menentukan kemandirian satuan otonomi. Untuk

menghindari agar pengawasan tidak melemahkan otonomi, maka sistem

pengawasan ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata cara

pelaksanaannya. Karena itu hal-hal seperti memberlakukan prinsip “pengawasan

umum” pada satuan otonomi dapat mempengaruhi dan membatasi kemandirian

daerah. Makin banyak dan intensif pengawasan makin sempit kemandirian makin

terbatas otonomi.

Sebaliknya,tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali meniadakan

pengawasan. Kebebasan berotonomi dan pengawasan merupakan dua sisi dari

satu lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan bandul antara

kecenderungan desentralisasi dan sentralisasi yang dapat berlaku berlebihan.32

Untuk itu, pengawasan harus disertai pembatasan-pembatasan.

Pembatasan-pembatasan tersebut akan mencakup pembatasan macam atau bentuk

pengawasan, yang sekaligus mengandung pembatasan tata cara

32 Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah , Yogyakarta: Pusat Studi hukum Fakultas Hukum UII,2004, hlm. 39

Page 26: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

26

menyelenggarakan pengawasan, dan pejabat atau badan yang berwenang

melakukan pengawasan. Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa pengawasan

terhadap segala kegiatan Pemerintah Daerah termasuk Perda dan Keputusan

Kepala Daerah merupakan suatu akibat mutlak dari adanya negara kesatuan. Di

dalam negara kesatuan kita tidak mengenal bagian yang lepas dari atau sejajar

dengan negara, tidak pula mungkin ada negara di dalam negara.33

UU Pemda 2014 yang memberikan nomenklatur urusan pemerintahan

dengan definisi: “Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.”¹⁴

Pendefinisian tersebut tentu menjadi peneguhan bahwa pelaksana urusan

pemerintahan adalah kementerian negara dan penyelenggara pemerintahan daerah.

Hal ini juga sejalan dengan UUDNRI 1945 yang memang hanya menyematkan

urusan pemerintahan pada dua lembaga tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka

konsekuensi yang seharusnya terjadi adalah tidak boleh ada pengaturan lain di

bawah konstusi yang mampu menyematkan urusanpemerintahan kepada lembaga

lain selain kementerian negara dan penyelenggara pemerintahan daerah.34

UU Pemda 2014 secara konsisten mendefinisikan desentralisasi,

dekonsentrasi, dan tugas pembantuan dengan menggunakan frasa 'urusan

pemerintahan', yang berarti pembentuk undangundang menyadari betul bahwa

objek hubungan pusat dan daerah adalah urusan pemerintahan.

Definisi dekonsentrasi pada UU Pemda 2014 menjelaskan asal urusan

pemerintahan dan memperluas lingkup penerima pelimpahan urusan

pemerintahan. Definisi dekonsentrasi pada UU Pemda 2014 terlihat jelas asal

urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh daerah merupakan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Bila merujuk pada UU

33 Ni’Matul Huda, Hubungan Pengawasan Produk Hukum Daerah Antara Pemerintah Dengan

Pemerintah Daerah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jurnal Hukum No. Edisi Khusus Vol. 16 Oktober 2009, hlm. 5

34 Baca Juga Dian Agung Wicaksono, Transformasi Pengaturan Distribusi Urusan Pemerintahan dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintahan Daerah, PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum Volume 2 Nomor 3 Tahun 2015 [ISSN 2460-1543] [e-ISSN 2442-9325], hlm. 468

Page 27: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

27

Pemda 2014, maka urusan yang dimaksud adalah urusan pemerintahan absolut,¹⁷ urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Pemerintah pusat dengan ketiga urusan pemerintahan tersebut dapat melimpahkan sebagian kepada daerah, dimana sebagian urusan yang lain harus tetap diatur dan diurus oleh pemerintah pusat.

Selain itu, pendefinisian di atas juga memperluas pihak penerima limpahan

urusan pemerintahan, yaitu: (a) gubernur sebagai wakil pemerintah pusat; (b)

instansi vertikal di wilayah tertentu; dan/atau (c) gubernur dan bupati/wali kota

sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum. Hal ini tentu lebih luas

dari yang semula hanya: (a) gubernur sebagai wakil pemerintah; dan/atau (b)

instansi vertikal di wilayah tertentu. Dalam definisi baru ini berarti kabupaten/kota

saat ini dapat dilimpahi dekonsentrasi, walaupun dalam koridor urusan

pemerintahan umum.

Beberapa pengaturan mengenai hubungan kewenangan antara Pusat dan

Daerah antara lain indikasinya dipertegas pada beberapa Pasal berikut ini ;

1. Pada Undang-Undang No. 23 tahun 2014 ini Pasal 9 (4) menentukan Urusan

pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar

pelaksanaan Otonomi Daerah. Pasal 9 (3) Urusan pemerintahan konkuren

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang

dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah

kabupaten/kota.

2. Pasal 16 (1) pada Undang-Undang No. 23 tahun 2014, Pemerintah Pusat

dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) berwenang untuk:

a. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka

penyelenggaraan Urusan Pemerintahan; dan

b. melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan

Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. (2) Norma,

standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

berupa ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh

Pemerintah Pusat sebagai pedoman dalam penyelenggaraan urusan

Page 28: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

28

pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan

yang menjadi kewenangan Daerah.

3. Pasal 17 (2) Pada Undang-Undang No. 23 tahun 2014, Daerah dalam

menetapkan kebijakan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib

berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan

oleh Pemerintah Pusat. Dalam hal kebijakan Daerah yang dibuat dalam

rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Daerah tidak mempedomani norma, standar, prosedur, dan kriteria

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat membatalkan

kebijakan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

4. Dalam Penjelasan Pasal 17 Undang-Undang No. 23 tahun 2014, Yang

dimaksud dengan “kebijakan Daerah” adalah Perda, Perkada, dan keputusan

kepala daerah.

Pada Penjelasan Umum UU Pemda 2014 disebutkan bahwa: Kemudian

Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) UUD 1945 dinyatakan bahwa pemerintahan daerah

berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

asas otonomi dan tugas pembantuan dan diberikan otonomi yang seluas-luasnya.

Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah diarahkan untuk

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu, melalui

otonomi luas, dalam lingkungan strategis globalisasi, daerah diharapkan mampu

meningkatkan daya saing dengan memperhaƟkan prinsip demokrasi, pemerataan,

keadilan, keisƟmewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak dapat dihindarkan

sekalipun urusan pemerintahan antara pemerintah provinsi dengan kabupaten dan

kota tidak bersifat hierarkis, namun dalam perannya sebagai wakil pemerintah

pusat hubungan gubernur dengan pemerintah daerah kabupaten/kota bersifat

hierarkis.35

35

Otong Rosadi, Konsttusionalitas Pengaturan Pemerintahan Daerah di Indonesia: Suatu Eksperimen yang Tidak Kunjung Selesai, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum Volume 2 Nomor 3 Tahun 2015 [Issn 2460-1543] [E-Issn 2442-9325], hlm. 558

Page 29: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

29

Terkait DPRD sebagaimana yang diatur di dalam pasal 106 ayat (1) dan

pasal 159 ayat (1) Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah, juga tidak merinci secara jelas hak mana yang terlebih dahulu harus

digunakan, baik di dalam norma pasal maupun di dalam penjelasannya.

Pasal 91 bahwa Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat mempunyai tugas:

a. Mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas

pembantuan di daerah kabupaten/kota;

b. Melakukan monitoring, evaluasi, dan supervisi terhadap penyelenggaraan

pemerintahan daerah kabupaten/kota yang ada di wilayahnya;

c. Memberdayakan dan memfasilitasi daerah kabupaten/kota di

wilayahnya; d. Melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda

Kabupaten/Kota tentang RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan

APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, tata ruang

daerah, pajak daerah, dan retribusi daerah;

e. Melakukan pengawasan terhadap perda kabupaten/kota; dan

f.Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan

peraturanperundangundangan.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, gubernur

sebagai wakil pemerintah pusat mempunyai wewenang:

a. Membatalkan perda kabupaten/kota dan peraturan bupati/wali kota;

b. Memberikan penghargaan atau sanksi kepada bupaƟ/walikota terkait

dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah;

c. Menyelesaikan perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi

pemerintahan

antardaerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) daerah provinsi; Pasal lebih

lanjut mengatur betapa kuatnya wewenang gubernur sebagai wakil pemerintahan

pusat. Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat mempunyai peran dalam

pemberhentian antar waktu, penggantian antar waktu, dan pemberhentian

sementara (Pasal 193 - Pasal 200). Pasal 212 ayat (2) UU Pemda 2014 tentang

Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah berlaku setelah mendapat

persetujuan dari menteri bagi perangkat daerah provinsi dan dari gubernur sebagai

wakil pemerintah pusat bagi perangkat daerah kabupaten/kota. Pada Pasal 214

ayat (1) disebutkan: “Apabila sekretaris daerah provinsi

Page 30: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

30

berhalangan melaksanakan tugasnya, tugas sekretaris daerah provinsi

dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk oleh gubernur sebagai wakil pemerintah

pusat atas persetujuan menteri.” Pada Ayat (2) berbunyi: “Apabila sekretaris

daerah kabupaten/kota berhalangan melaksanakan tugasnya, tugas sekretaris

daerah kabupaten/kota dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk oleh

bupati/walikota atas persetujuan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.

Berdasarkan Pasal 245 ayat (3), rancangan perda kabupaten/kota yang

mengatur tentang RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD,

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi daerah, dan tata

ruang daerah harus mendapat evaluasi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat

sebelum ditetapkan oleh bupati/wali kota. Berdasarkan Pasal 245 ayat (4)

gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dalam melakukan evaluasi Rancangan

Perda Kabupaten/Kota tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berkonsultasi

dengan menteri.

BAB IV. Kesimpulan dan Rekomendasi

1. Kesimpulan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

yang lebih memprioritaskan peningkatan efisiensi dan efektivitas

penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan lebih memperhatikan

aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan

antardaerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan

tantangan persaingan global dalam kesatuan Negara Republik Indonesia.

2. Rekomendasi

Pelaksanaan UUPemda dengan peraturan-peraturan di bawahnya

ditetapkan harus tetap berpedoman pada Pancasila sebagai penuntun agar

terpenuhi tujuan negara terutama pada kondisi-kondisi khusus di daerah.

Page 31: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

31

DAFTAR PUSTAKA

Mahfud Md, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, Hlm, 8, Periksa Juga Sukirno, Rekonstruksi

Politik Hukum

Pengakuan Negara Terhadap Hak Ulayat (Studi Pengakuan Dan

Perlindungan Eksistensi

Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Baduy Dari Hegemoni Negara,

Disertasi Program

Doktor Ilmu Hukum, Undip, Semarang, 2013, hlm. 124

Biro Hukum Kementerian PPN/Bappenas, Pengembangan Dan Implementasi Metode Regulatory Impact Analysis(Ria) Untuk Menilai Kebijakan(Peraturan Dan Non Peraturan)Di Kementerian Ppn/Bappenas, Juli, 2011, hlm. 3-4

Liek Wilardjo, Realita dan Desiderata , Duta Wacana University Press, Yogyakarta, 1990

Ibrahim, Sengkarut Timah Dan Gagapnya Ideologi Pancasila, Imperium,

Yogyakarta, 2913

Derita Prapti Rahayu, Budaya Hukum Pancasila, Tafha Media, Yogyakarta, 2014

Hening Nurcahya, Ap.Mm,Bagian Pemerintahan, Melangkah Untuk Uu 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Perpektif Membagi Urusan

Arief Hidayat&Adji Samekto, Kajian Kritis Penegakan Hukum Lingkungan di Era Otonomi Daerah, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007,

Ahmad yani, hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah di Indonesia, cetakan kelima, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013

Iswan, kaputra dan kk, dampak otonomi daerah di Indonesia, merangkai sejarah politik dan pemerintahan Indonesia, cetakan pertama, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013, hlm. 102

Marbun, otonomi daerah 1945-2010, proses dan realita perkembangan otoda, sejak jaman colonial sampai saat ini, cetakan kedua, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010

Internasinal IDEA, Penilaian Demokratisasi di Indonesia, Stockholm, Sweden:

Internasinal IDEA, 2000

Page 32: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

32

Soewargono Prawirohardjo, Prinsip-Prinsip Pemerintah Umum Dalam Pelaksanaan Pemerintahan di Daerah, Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta: Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), 2009

Bagir Manan, Bahan Presentasi, Simposium Nasional Politik Hukum

Pemerintahan Daerah Menurut UU No. 23 Tahun 2014 Desentralisasi

atau Re-sentralisasi, Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung, 08

Juni 2015

Sheldon S. Steinberg; David T. Austern. Government Ethics, and Managers; Penyelewengan Aparat Pemerintah (terjemahan Suroso), Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999

Ni’matul Huda, Pengawasan Pusat Terhadap Daerah Dalam Penyelenggaraan Daerah, UII Press, 2007, dalam King Faisal Sulaiman, Dialektika Pengujian Peraturan Daerah Pasca Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014

1 Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah , Yogyakarta: Pusat Studi

hukum Fakultas Hukum UII,2004, hlm. 39

https://books.google.co.id/books/about/Dampak_otonomi_daerah_di_Indonesia.ht ml?id=6sVVnQEACAAJ&redir_esc=y

Jurnal

PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum Volume 2 Nomor 1 Tahun 2015 [ISSN 2460-1543] [e-ISSN 2442-9325]

Jurnal Hukum No. Edisi Khusus Vol. 16 Oktober 2009

Jurnal masalah-masalah hukum, Jilid 41 no. 4, Oktober, 2012

e-Journal Lentera Hukum, April 2014, I (1),

Jurnal Analisa CSIS, tahun XV, No. 8 Agustus 1996

Page 33: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

33

BAGIAN II

No Materi UU Hasil Analisis dan Evaluasi Dikaitkan dengan

Indikator Nilai-Nilai Pancasila

1 BAB I Ketentuan Sebagai ketentuan umum sudah cukup mewakili

Umum, Pasal 1 butir pemahaman terkait hal-hal yang akan dibahas dalam

ke 1 sampai 50 UU ini.

2 BAB II Pembagian Diksi “dibagi atas” dalam Pasal ini secara konsep

Wilayah Negara , negara kesatuan, sudah sesuai dengan konsep negara

Pasal 2 ayat (1) dan kesatuan, yang membagi wilayah dari provinsi hingga

ayat (2) kelurahan dan/atau desa.

3 Pasal 3 ayat (1) dan Daerah-daerah yang merupakan bagian dari Negara

ayat (2) Kesatuan, memiliki Pemerintahan Daerah sendiri

( unsur penyelenggara pemerintahan daerah yaitu

Pemerintah Daerah dan DPRD, sesuai dengan Pasal 1

butir ke 3 dan 4).

4 Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (1) menempatkan Provinsi sebagai wakil

ayat (2) pemerintah pusat (kepanjangan tangan pemerintah

pusat) sehingga tindak tanduk PemProv harus sejalan

dengan Pemerintah Pusat. Secara prinsip, apabila

Daerah Provinsi adalah daerah kepanjangan dari

Pemerintah Pusat, namun yang perlus dicermati adalah

pengisian jabatan atas Gubernur. Gubernur sebagai

kepala daerah, pengisian jabatannya menggunakan

sistem pemilihan kepala daerah secara umum, padahal

konsep kerjanya hanya kepanjangan dari Pemerintah

Pusat. Sehingga terasa ambigu saja terkait dengan

konsep pengisian jabatan tersebut.

Pasal 4 ayat (2) menempatkan Bupati sebagai kepala

daerah di wilayah kabupaten/kota. Hal ini sudah sesuai

dengan konsep kedaerahan.

Page 34: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

34

5 BAB II Kekuasaan Pasal 5 ayat (1) memposisikan Presiden sebagai kepala

Pemerintahan Pasal 5 pemerintahan yang sesuai dengan UUD NRI 1945.

ayat (1), (2), (3) dan Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) menjelaskan

ayat (4) tentang urusan pemerintahan dilakukan oleh Presiden

yang dibantu oleh menteri dalam urusan pemerintahan

tertentu. Untuk didaerah, urusan pemerintahan

dilakukan mendasakan pada asas dekonsentrasi,

desentralisasi, dan tugas pembantuan.

6 Pasal 6 Pasal 6 ini hanya penetapan kebijakan urusan

pemerintahan, hal ini sesuai dengan konsep

pemerintahan yang baik.

7 Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) menunjukan bahwa Pemerintah Pusat

ayat (2) memiliki wewenang unutk melakukan pembinaan dan

pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan

pemerintah oleh daerah. Secara tidak langsung,

Pemerintah Pusat, memiliki kendali yang cukup besar

untuk mengawasi dan membina daerah yang tidak

“patuh” terhadap kebijakan pemerintah pusat. Hal ini

secara prinsip bisa mengurangi kreativitas daerah

dalam mengembangkan potensinya.

Pasal 7 ayat (2) Presiden sebagai penanggungjawab

terakhir atas penyelenggaraan urusan pemerintahan

sudah sesuai dengan konsep negara demokrasi.

8 Pasal 8 ayat (1), (2), Pembinaan dan Pengawasan oleh Pemerintah Pusat

dan (3) terhadap provinsi, Provinsi terhadap Kabupaten/Kota

yang dikoordinasikan oleh menteri, secara kasat mata

sudah sesuai dengan konsep pengawasan walaupun

dengan catatan bahwa pengawasan tersebut tidak boleh

membuat daerah menjadi tidak berkembang.

9 BAB IV Urusan Pasal 9 ini sudah memenuhi klasifikasi konsep asas-

Pemerintahan Pasal 9 asas umum pemerintahan yang baik dalam hal

ayat 1), (2), (3) (4) pembagian urusan pemerintahan yang dibagi menjadi

Page 35: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

35

dan ayat (5) urusan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan

urusan pemerintahan umum.

10 Pasal 10 sampai Merupakan pembagian tugas atas urusa pemerintahan

dengan Pasal 25 absolut, konkuren, dan pemerintahan umum, sudah

secara gamblang dijelaskan. Menurut hemat penulis,

hal ini sudah termasuk dalam urusan daerah yang

memilki kewenangan masing-masing sehingga sudah

sesuai dengan pembagian kewenangan pusat dan

daerah.

11 Pasl 26 ayat (1), (2), Forkomida merupakan forum koordinasi pimpinan dari

(3) (4), (5) dan ayat pusat kedaerah untuk saling menunjang kelancaran

(6) pelaksanaan urusan pemerintahan umum. Hal ini sudah

sesuai dengan konsep pembagian urusan.

12 BAB V Kewenangan Dalam pasal 27 ayat (2) huruf a, menyatakan baha

Daerah Provinsi Pemerintah Provinsi berhak menglola SDA di laut

Dilaut Dan Daerah dengan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan

Provinsi Yang Berciri pengelolaan kekayaan laur di luar mnyak dan gas

Kepulauan, dari Pasal bumi, secara tekstual hal ini bisa berakibat terkait

27 ayat (1), (2), (3) eksploitasi tambang di wilayah laut, walaupun secara

(4), dan (5) perizinan masih dipegang oleh pemerintah pusat, hal

ini bisa terjadi sengketa kewenangan antara

pemerintah daerah provinsi dengan daerah

kabupten/kota atas potensi ekplorasi dan eksploitasi.

13 Pasal 28 sampai menurut hemat penulis, diperlukan pemantapan atas

dengan Pasal 30 pembagian kewenangan daerah wilayah provinsi

dengan wilayah daerah kabupaten/kota agar tidak

saling klaim ataupun saling “saling berwenang” atas

suatu wilayah laut tersebut melalui atau dituangkan

dalam suatu peraturan pemerintah.

14 BAB VI Penataan Pelaksanaan asas desentralisasi terkait dengan

Daerah, Pasal 31 pemekaran dan penggabungan. Secara prinisip,

sampai dengan Pasal penggabungan ataupun pemekaran, merupakan hak

Page 36: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

36

48 dari wilayah atau daerah tersebut untuk

mengembangan diri, khusus terhadap pemekaran

wilayah, terkadang proses pemekaran tersebut tidak

diimbangi dengan proses tata kelola wilayah,

pemerintahan dan SDA, SDM, demografi dan unsur

lain sehingga pemekaran tersebut hanya digunakan

untuk ajang untuk ”meraup pundi” oleh para elite

politik yang tidak bertanggungjawab. Menurut hemat

penulis, pemekaran daerah seharusnya tetap

di”moratorium” sampai keadaan ataupun situasi di

Indonesia lebih baik dalam segala bidanf dan apabila

daerah otonomi baru bisa bersaing dengan baik apabila

terjadi pemekaran wilayah, sehingga tidak membebani

wilayah induknya.

15 Pasal 49 tentang Pembentukan dan penataan daerah, secara umum di

Pembentukan Daerah Indonesia semustinya masih dihentikan dahulu,

ssampai Pasal 56 walaupun secara prinisp dalam pasal 49 diperbolehkan,

namun terkadang persiapan daerah untuk menjadi

daerah bentukan baru, tidak cukup memadai, oleh

karenanya lebih cocok untuk masa sekarang dengan

adanya moratorium terhadap pembentukan daerah

baru.

16 BAB VII Secara tertulis bahwa penyelenggara pemerintahan

Penyelenggara (provinsi dan kabupaten/kota) adalah pemerintah

Pemerintahan Daerah, daerah (kepala daerah) dan DPRD dibantu perangkat

Pasal 57 dan Pasal 58 daerah. Hal ini menunjukan bahwa pelaksanaan

pemerintahan daerah tidak bisa dibebankan kepada

pemerintah daerah saja, DPRD selaku perwakilan dari

masyarakat melalui pemilihan legislatif, musti ikut

bertanggungjawab atas pelaksanaan pemerintahan

daerah.

17 Pasal 59 sampai Pasal 59 sampai dengan Pasal 93 terkait dengan

Page 37: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

37

dengan Pasal 93 Kepala Daerah, mulai dari tugas pokok dan fungsi,

terkait Kepala Daerah pemilihan kepala daerah, laporan pertanggungjawaban,

tindakan penyidikan terhadap kepala daerah, dan

pemberhentian kepala daerah. Dalam hal-hal yang

berkaitan dengan kepala daerah ini, terdapat hal yang

menarik yang dapat dievaluasi lebih lanjut, hal ini

terkait dengan Pasal 90 ayat (1) yang menyebutkan

bahwa tindakan penyidikan bagi gubernur/wakil

gubernur memerlukan persetujuan tertulis dari

Presiden, kemudian untuk kepala daerah/wakil kepala

daerah memerlukan perstujuan dari menteri. Walaupun

dalam PAsal 90 ayat (2) tidak diberikan persetujuan

tertulis oleh presiden atau menteri tekait kepala daerah

yang melakukan kejahatan bisa lanjut penyidikan dan

penahanan. Hal ini menurut saya menjadi sumir,

karena apabila harus menunggu persetujuan tertulis

dari presiden atau menteri selama 30 hari, hal ini

menjadi sangat lama karena tindakan penyidikan harus

dilakukan terhadap pelaku karena perbuatannya

tersebut bukan pada jabatan tersebut. menurut hemat

saya, untuk tindakan yang dilakukan oleh penyidik,

seharusnya surat persetujuan tersebut paling lama 7 x

24 jam sejak kepala daerah/wakil kepala daerah

terindikasi melakukan kejahatan tersebut.

18 DPRD Provinsi dan Dalam mengenai DPRD Provinsi dan DPRD

DPRD Daerah, dari Kabupaten/Kota, secara umum sama bahkan diatur

Pasal 94 sampai lebih lannjut dalam UU MD3 Nomor 13 Tahun 2019

dengan Pasal 207 tentang Perubahan Ketiga atas UU 17 tahun 2014

tentang MD3. Hal yang menarik adalah, terdapat

berbagai aturan yang berkaitan dengan DPRD sebagai

unsur dari pemerintahan daerah. Secara umum, DPRD

Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota adalah masuk

Page 38: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

38

dalam ranah eksekutif, namun menjadi bias pada saat

DPRD ini masuk dalam peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan lembaga legislatif

(DPR RI, DPD RI dan MPR RI). Secara khusus,

DPRD seharusnya tidak masuk dalam UU MD3 ini,

karena secara kelembagaan, DPRD ini merupakan

lembaga eksekutif yang bertanggungjawab atas

penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Oleh sebab

itu, apabila DPRD masih masuk dalam ranah legislatif,

maka secara kasat mata, DPRD memiliki “dua kaki”,

yaitu secara kelembagaan adalah unsur penyelenggara

pemerintahan daerah (diakui melalui UU Pemda

tersebut) namun secara fungsi adalah sebagai lembaga

legislatif (diakui melalui UU MD3 tersebut). Hal ini

yang menjadi kajian lebih lanjut dalam memposiskan

DPRD dalam sistem pemerintahan daerah.

19 Pasal 401 s.d Pasal Mengatur tentang ketentuan peralihan, tidak ada 402 persoalan dengan nilai-nilai Pancasila.

20 Pasal 403 s.d Pasal Bagian ini mengatur tentang ketentuan penutup. 411 Sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan, pada umumnya ketentuan

penutup memuat ketentuan mengenai penunjukan

organ atau alat kelengkapan yang melaksanakan

peraturan perundang-undangan, nama singkat

peraturan perundang-undangan, status peraturan

perundang-undangan yang sudah ada, dan saat mulai

berlaku peraturan perundang-undangan. Khusus pada

bagian status peraturan perundang-undangan yang

sudah ada, dari ketentuan pada bagian ini dapat

disimpulkan sebetulnya undang-undang ini terlalu

banyak menyinggung bahkan menghapus ketentuan

yang ada di peraturan perundang-undangan yang lain.

Hal ini baik demi terciptanya kepastian hukum, tidak

ada dua pengaturan berbeda mengatur hal yang sama.

Di lain sisi, hal ini akan menjadikan peraturan

perundang-undangan menjadi terkesan tambal sulam

dan akan cenderung membingungkan masyarakat,

sementara masyarakat dikenakan asas fictie hukum

Page 39: UNTUK UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG …

39

(dianggap mengetahui hukum). Padahal, salah satu nila ke-5 Pancasila adalah kegiatan perekonomian yang efektif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan untuk mencipakan kemandirian bangsa dan kesejahteraan rakyat. Akan tetapi, khusus pengaturan yang berkaitan dengan kegiatan perekonomian yang seringkalai ditambal sulam termasuk oleh undang-undang ini, tujuan itu rasanya akan sulit dapat dicapai secara efektif dan efisien.