Top Banner
GAMBARAN SISTEM PELAPORAN NEAR MISS, UNSAFE ACT DAN UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA (MRTJ) TOKYU-WIKA JOINT OPERATION TAHUN 2016 SKRIPSI OLEH : NURANI FITRI NIM : 1111101000055 PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M
268

UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Oct 28, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

GAMBARAN SISTEM PELAPORAN NEAR MISS, UNSAFE ACT DAN

UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

(MRTJ) TOKYU-WIKA JOINT OPERATION TAHUN 2016

SKRIPSI

OLEH :

NURANI FITRI

NIM : 1111101000055

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2016 M

Page 2: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar strata satu (S1) di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juni 2016

Nurani Fitri

Page 3: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Skripsi, Agustus 2015 – Juni 2016

Nurani Fitri, NIM : 1111101000055

Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek

Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation Tahun 2016

xvii + 186 halaman, 5 tabel, 7 bagan, 20 gambar, 14 lampiran

ABSTRAK

Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO) merupakan perusahaan kerjasama antara Tokyu

Construction Co., Ltd dengan DSU I WIKA yang bergerak di bidang konstruksi Mass Rapid

Transit Jakarta (MRTJ) Surface Section CP 101 & CP 102. Kasus kecelakaan kerja yang terjadi di

sektor konstruksi meliputi semua jenis pekerjaan proyek dan menimbulkan kerugian serius bagi

perusahaan. Melaporkan semua kejadian yang tidak diinginkan seperti near miss merupakan aspek

yang paling penting dari setiap program keselamatan. Semakin banyak near miss yang dilaporkan

maka semakin banyak kesempatan untuk menyelidiki, mengidentifikasi dan memperbaiki akar

penyebab sebelum kerugian serius terjadi. Sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition di TWJO belum memenuhi secara keseluruhan sistem pelaporan near miss (NEMIR

System).

Penelitian ini dimulai sejak bulan Agustus 2015 sampai dengan Juni 2016 untuk

mengetahui gambaran sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di Proyek

MRTJ TWJO Tahun 2016. Pendekatan sistem (input, proses, output) dan teori NEMIR system

digunakan untuk mengetahui sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition

perusahaan yang terdiri dari material, SDM, metode, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi

pelaksanaan pelaporan dan kemudian memperoleh laporan. Penelitian ini merupakan penelitian

kualitatif dengan mengumpulkan data primer melalui wawancara kepada informan, observasi dan

mengumpulkan data sekunder melalui telaah dokumen. Validasi data menggunakan triangulasi

sumber dan triangulasi metode.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition di Proyek MRTJ TWJO belum terlaksana dengan baik sesuai dengan NEMIR system.

Terdapat beberapa kekurangan pada masing-masing tahapan sistem input-proses-output

(komponen standar belum maksimal, belum terdapat amnesti dan laporannya belum tercatat dan

terdokumentasi dengan lengkap).

Rekomendasi diberikan kepada pihak Divisi SHE dan Top Manajemen perusahaan yaitu

membuat SOP terkait pelaporan dan form pelaporan unsafe act pada standar, memberlakukan

punishment dan reward berkaitan dengan aktivitas pelaporan. Sedangkan untuk konsultan

perusahaan rekomendasinya yaitu meningkatkan pemantauan dan pengawasan, memeriksa serta

mengevaluasi kembali laporan-laporan SHE perusahaan.

Daftar Bacaan : 59 (1990-2016)

Kata Kunci : Near Miss, Sistem Pelaporan, TWJO, Unsafe act, Unsafe Condition

Page 4: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

iii

STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

Undergraduate Thesis, June 2016

Nurani Fitri, NIM : 1111101000055

A Descriptive of Near miss, Unsafe Act and Unsafe Condition Reporting System in

Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Project TOKYU-WIKA Joint Operation 2016

xvi + 183 pages, 5 tables, 7 charts, 20 pictures, 14 attachments

ABSTRACT

Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO) is a collaboration between Tokyu Construction Co.,

Ltd and DSU I WIKA company works in construction Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Project

Surface Section CP 101 and CP102. Cases of occupational accidents that occurred in construction

sector covering all types of project work and cause serious harm to the company. Reporting all

undesired incidents such as near miss is the most important aspect of any safety programs. The

more near miss are reported, the more opportunities to investigating, identifying and correcting

the root causes before serious loss occur. Near miss, unsafe act and unsafe condition reporting

system in TWJO wasn’t filled to the overall near miss reporting system (NEMIR System).

This research was began in August 2015 until June 2016 to find out a description of near

miss, unsafe act and unsafe condition reporting system in TWJO MRTJ Project 2016. The system

approach (input, process, output) and NEMIR System theory were used to determined near miss,

unsafe act and unsafe condition reporting system in the company consisting of material, human

resources, method, implementation, monitoring, evaluation and then to get a report. This research

is a qualitative research by collecting primary data through the interview with informants,

observation and then collecting secondary data through review of documents. Data validation was

using triangulation sources and methods.

The result showed that near miss, unsafe act and unsafe condition reporting system in

TWJO MRTJ Project 2016 hasn’t done well in implementation with NEMIR System. There are

some lack on each stage of the input-process-output system (standard document is not

maximized,there hasn’t been amnesty and the reports haven’t been recorded and full documented.

The recommendations are given to SHE Division and Top Management of company to make

SOP related to reporting and unsafe act reporting form on the standard, applying the punishment

and reward related to reporting activities. And recommendation for consulting firm is to improve

monitoring and observation, checking and re-evaluting SHE company reports.

References : 59 (1990-2016)

Keyword : Near Miss, Reporting System, TWJO, Unsafe act, Unsafe Condition

Page 5: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA
Page 6: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA
Page 7: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI

Nama : Nurani Fitri

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Maret 1994

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Maluku Blok C72 No 19 RT 02/RW 08

Perumahan Sarua Permai Benda Baru Pamulang,

Tangerang Selatan.

Telp : 085693253949

Email : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

1998 - 1999 : TK Islam Al-Hilal, Ambon

1999 - 2000 : SD Negeri Bawakaraeng 03, Makassar

2000 - 2005 : SD Negeri Sarua 06

2005 - 2008 : SMP Negeri 1 Pamulang

2008 - 2011 : SMA Negeri 1Ciputat (1 Kota Tangerang Selatan)

2011 - Sekarang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

PENGALAMAN ORGANISASI

Anggota KIR SMP Negeri 1 Pamulang : 2005 - 2007

Bendahara Mading SMA Negeri 1 Ciputat : 2009 - 2011

Anggota Paduan Suara FKIK (PASIFIK) UIN Jakarta : 2011 – Sekarang

Staff Public Relation, Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2012 – 2014

PELATIHAN

Peserta Orientasi Akademik dan Kebangsaan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2011

Peserta Workshop Paduan Suara FKIK (PASIFIK) UIN Jakarta “Satukan

Hati PASIFIK dengan Harmonisasi Musik” tahun 2011

Peserta Seminar “Lokakarya Nasional Rancangan UU Tenaga Kesehatan

2013” tahun 2012

Peserta Talkshow Nasional “Peringatan Hari AIDS se-Dunia 2012 Say Hi

to AIDS!” tahun 2012

Peserta Seminar Profesi Kesehatan Lingkungan “Eco Driving : Smart

Sollution to Reduce Poluttion” tahun 2012

Page 8: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

vii

Peserta Seminar Profesi Gizi “Body Image : Bongkar Kebiasaan Lama

Ganti dengan Diet yang Tepat” tahun 2012

Peserta Seminar Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

“Gambaran Budaya K3 di Rumah Sakit tahun 2013” tahun 2013

Peserta Basic Fire Fighting FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun

2013

Peserta Workshop “Ergonomi di Tempat Kerja” tahun 2014

Peserta Workshop “Investigasi dan Pencegahan Kecelakaan Kerja” tahun

2014

Peserta Workshop “Manajemen Kebakaran dan Ledakan” tahun 2014

Peserta Workshop “Manajemen Risiko dan Pengendalian Kerugian” tahun

2014

Peserta Training “SMK3 Based on OHSAS 18001 dan PP No. 50 tahun

2012” tahun 2014

KEPANITIAAN

Penanggung Jawab Divisi Acara Bakti Sosial Pengobatan Gratis UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012

Ketua Divisi Publikasi Dekorasi dan Dokumentasi Workshop PASIFIK

UIN Jakarta ”Satu Melodi, Satu Irama Jiwa dalam Harmonisasi Suara”

tahun 2012

Panitia Ketok 1000 Pintu ”Aksi Tanggap Darurat Peduli Kesehatan

Keluarga” tahun 2012

Panitia Workshop PASIFIK UIN Jakarta Interpidezza tahun 2013

Panitia Seminar Profesi K3 “Optimalisasi Pemenuhan Regulasi Prasarana

Perlintasan Kereta Api Demi Stabilitas Transportasi Nasional” tahun 2014

Page 9: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Alhamdulillah, karena

atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act

dan Unsafe Condition di Proyek Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-

WIKA Joint Operation Tahun 2016”. Shalawat beserta salam yang teriring doa

semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang senantiasa atas

izin Allah SWT mengajarkan umatnya untuk terus memperoleh ilmu pengetahuan

yang kelak bermanfaat bagi sesamanya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas akhir mahasiswa/i peminatan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun di dalam proses

penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh banyak dukungan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua saya yang tercinta Papa dan Mama (H. Rahim Laema dan

Hj. Hajerah Rahim), Kak Ari (Nurharij Apriani R. Laema) dan Fitrah (M.

Fitrah Habibullah) karena atas doa dan dukungan yang tak henti-hentinya

sehingga saya mampu menyelesaikan, memperoleh dan menjalani

pendidikan hingga saat ini S1 di jenjang universitas;

2. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta;

3. Ibu Fajar Ariyanti, M. Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat dan Para Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta;

4. Bapak Dr. M. Farid Hamzens, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu

Minsarnawati, S.KM, M.Kes selaku pembimbing II yang telah memberikan

Page 10: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

ix

berbagai arahan dan motivasi kepada penulis agar berupaya dengan

maksimal dalam melaksanakan dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik;

5. Ibu Dr. Iting Shofwati, S.T, M.KKK selaku Dosen Peminatan Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (K3) terima kasih atas motivasinya, ilmunya,

pengetahuan dan pengalaman yang telah diberikan kepada penulis;

6. Tokyu-WIKA Joint Operation (SHE Division dan semua yang terlibat) dan

PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (QSHE Departemen Power Plant dan

Energi) yang telah memberikan kesempatan untuk memperoleh izin terkait

penelitian, memperoleh banyak informasi, dukungan, ilmu, pengalaman

maupun arahan selama proses penyusunan skripsi ini;

7. Semua Dosen Penguji, terima kasih atas kritik, saran dan kesediaan

waktunya telah menjadi penguji dalam skripsi ini;

8. Sahabat-sahabat tersayang (Nauval, Rika, Obin dan Urukucup; Ridwan,

Mumu, Aji, Ega, Farah, Bremi, Raya, Flo) yang selalu memberikan

dukungan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini dan atas keseruan

kalian hingga saat ini;

9. Kawan Sholihah, K3 2011 dan Kesehatan Masyarakat 2011 UIN Jakarta,

dsb yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, dengan doa dan harapan

bahwa segala kebaikan yang mereka berikan dapat bermanfaat bagi penulis.

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih terdapat berbagai

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

kritik dan saran yang membangun agar kelak dapat menjadi lebih baik lagi,

Aamiin.Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, Juni 2016

Nurani Fitri

(Penulis)

Page 11: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................................... i

ABSTRAK ............................................................................................................................... ii

ABSTRACT ............................................................................................................................. iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................................................................ iv

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. vi

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. x

DAFTAR TABEL ................................................................................................................ xiv

DAFTAR BAGAN .................................................................................................................. xv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xvi

DAFTAR ISTILAH ............................................................................................................ xvii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 7

C. Pertanyaan Penelitian ............................................................................................... 8

D. Tujuan ...................................................................................................................... 9

1. Tujuan Umum ...................................................................................................... 9

2. Tujuan Khusus ...................................................................................................... 9

E. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 10

1. Bagi Peneliti ....................................................................................................... 10

2. Bagi Institusi Pendidikan ................................................................................... 10

3. Bagi Perusahaan Tokyu-WIKA Joint Operation ................................................ 11

F. Ruang Lingkup ....................................................................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 13

A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan Pekerjaan Konstruksi ...................... 13

B. Program K3 ............................................................................................................ 14

C. Perilaku dan Kondisi Tempat Kerja ....................................................................... 20

1. Perilaku Aman .................................................................................................... 21

Page 12: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

xi

2. Perilaku Tidak Aman ......................................................................................... 22

3. Kondisi Tempat Kerja ........................................................................................ 23

D. Near Miss ............................................................................................................... 24

E. Accident .................................................................................................................. 25

1. Teori Kecelakaan Kerja ...................................................................................... 25

F. Accident or Near Miss Incident Ratio .................................................................... 29

G. Definisi Sistem, Pendekatan Sistem dan Pelaporan ............................................... 30

1. Sistem ................................................................................................................. 30

2. Pendekatan Sistem .............................................................................................. 31

3. Pelaporan ............................................................................................................ 35

H. Definisi Near Miss Incident Report (NEMIR) System ........................................... 35

I. Kerangka Teori....................................................................................................... 40

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ........................................ 43

A. Kerangka Berpikir .................................................................................................. 43

B. Definisi Istilah ........................................................................................................ 48

BAB IV METODE PENELITIAN........................................................................................ 51

A. Jenis Penelitian ....................................................................................................... 51

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................................. 51

C. Informan Penelitian ................................................................................................ 51

D. Instrumen Penelitian............................................................................................... 53

E. Metode Pengumpulan Data .................................................................................... 54

F. Validasi Data .......................................................................................................... 56

1. Triangulasi Sumber ............................................................................................ 56

2. Pendekatan Metode ............................................................................................ 57

G. Pengolahan dan Analisa Data................................................................................. 59

H. Penyajian Data ....................................................................................................... 61

BAB V HASIL ........................................................................................................................ 62

A. Gambaran Umum Perusahaan ................................................................................ 62

1. Lokasi dan Rute MRT Jakarta ........................................................................... 62

2. Jenis Kegiatan .................................................................................................... 63

3. Ruang Lingkup Pekerjaan .................................................................................. 64

4. Struktur Organisasi Perusahaan ......................................................................... 68

Page 13: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

xii

B. Hasil Gambaran Tahap Input dalam Sistem Pelaporan Near Miss,

Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016 ............................... 69

1. Material .............................................................................................................. 69

2. Sumber Daya Manusia (SDM) ........................................................................... 97

3. Metode .............................................................................................................. 109

C. Hasil Gambaran Tahap Proses dalam Sistem Pelaporan Near Miss,

Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016 ............................. 111

1. Pelaksanaan Pelaporan ..................................................................................... 112

2. Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan ................................................................. 131

3. Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan ...................................................................... 135

D. Hasil Gambaran Tahap Output dalam Sistem Pelaporan Near Miss,

Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016 ............................. 142

1. Laporan Near Miss ........................................................................................... 142

2. Laporan Unsafe Act .......................................................................................... 145

3. Laporan Unsafe Condition ............................................................................... 147

BAB VI PEMBAHASAN ..................................................................................................... 154

A. Keterbatasan Penelitian ........................................................................................ 154

B. Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe

Condition MRTJ TWJO Tahun 2016 ................................................................... 154

C. Gambaran Tahap Input dalam Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act

dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016 ............................................... 156

1. Material ............................................................................................................ 157

2. Sumber Daya Manusia (SDM) ......................................................................... 163

3. Metode .............................................................................................................. 164

D. Gambaran Tahap Proses dalam Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe

Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016 ......................................... 166

1. Pelaksanaan Pelaporan ..................................................................................... 166

2. Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan ................................................................. 170

3. Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan ...................................................................... 171

E. Gambaran Output dalam Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan

Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016 ...................................................... 171

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 177

A. Simpulan .............................................................................................................. 177

B. Saran ..................................................................................................................... 178

Page 14: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

xiii

1. Saran untuk Divisi SHE Perusahaan ................................................................ 179

2. Saran untuk Top Manajemen Perusahaan ........................................................ 180

3. Saran untuk Konsultan Perusahaan .................................................................. 180

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 182

LAMPIRAN ................................................................................................................................

Page 15: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Istilah .......................................................................................... 48

Tabel 4.1 Informan Penelitian .................................................................................. 53

Tabel 4.2 Matriks Triangulasi Sumber..................................................................... 57

Tabel 4.3 Matriks Triangulasi Metode ..................................................................... 58

Tabel 4.4 Daftar Dokumen ....................................................................................... 59

Page 16: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

xv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Accident/Near Miss Ratio Study .............................................................. 30

Bagan 2.2 Diagram Alir Sederhana Elemen Sistem ................................................. 31

Bagan 2.3 Diagram Alir Elemen Sistem dengan Feedback ...................................... 33

Bagan 2.4 Kerangka Teori ........................................................................................ 42

Bagan 3.1 Kerangka Berpikir .................................................................................... 47

Bagan 5.1 Struktur Organisasi Tokyu-WIKA Joint Operation ................................. 68

Bagan 5.2 Struktur Organisasi Divisi SHE .............................................................. 104

Page 17: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Teori Loss Causation Model ............................................................... 28

Gambar 2.2 Near Miss Reporting Form .................................................................. 37

Gambar 2.3 Teori Loss Causation Model ................................................................ 46

Gambar 5.1 Lokasi dan Rute MRT Jakarta .............................................................. 63

Gambar 5.2 Lokasi Proyek CP 101 dan CP 102 ...................................................... 65

Gambar 5.3 Daily Safety Patrol Form ..................................................................... 75

Gambar 5.4 Near Miss Form ................................................................................... 76

Gambar 5.5 Kebijakan K3 TWJO ............................................................................ 85

Gambar 5.6 Dokumentasi Kebijakan K3 TWJO ..................................................... 86

Gambar 5.7 Lampiran Standar Operasional Prosedur pada Dokumen Site

Safety Plan ............................................................................................. 89

Gambar 5.8 Unsafe Act pada Pekerjaan Fabrikasi Besi dan Pengelasan

(Penggunaan APD)............................................................................... 96

Gambar 5.9 Unsafe Condition (Penempatan Material Scaffolding dan

Kebersihan Lokasi Kerja ...................................................................... 97

Gambar 5.10 Statistic Safety record........................................................................ 102

Gambar 5.11 Monthly HSE Performance Report .................................................... 102

Gambar 5.12 Kebijakan Terhadap Pelanggaran Disiplin Pemakaian Alat

Pelindung Diri.................................................................................... 129

Gambar 5.13 Foto Site Inspection dari JMCMC ...................................................... 134

Gambar 5.14 Weekly Meeting SHE with Construction and Subcontractor ............. 139

Gambar 5.15 Tabel Kejadian Near Miss pada HSE Monthly Report

January-April 2016 ........................................................................... 144

Gambar 5.16 Record Kejadian Near Miss pada HSE Monthly Report .................... 145

Gambar 5.17 Daily Safety Patrol Record pada HSE Monthly Report ..................... 149

Page 18: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

xvii

DAFTAR ISTILAH

APD

CP

DSM

DSU I

EPC

ILO

JMCMC

K3

K3L

LTI

MTI

MRTJ

NEMIR

NSC

OHSAS

OSHA

PAK

PM

QA

QSHE

SDM

SHE

SMK3

SO

TWJO

WIKA

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

Alat Pelindung Diri

Contract Package

Deputy Safety Manager

Departemen Sipil Umum I

Engineering, Procurement and Construction

International Labour Organization

Jakarta Mass Rapid Transit Construction Management Consultant

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan

Lost Time Injury

Media Treatment Injury

Mass Rapid Transit Jakarta

Near Miss Reporting

National Safety Council

Occupational Health and Safety Advisory Services

Occupational Safety and Health Administration

Penyakit Akibat Kerja

Project Manager

Quality Assurance

Quality, Safety, Health and Environment

Sumber Daya Manusia

Safety, Health and Environment

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Safety Officer

Tokyu-WIKA Joint Operation

Wijaya Karya

Page 19: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia perindustrian saat ini bergerak di berbagai bidang atau

sektor, sektor industri jasa konstruksi merupakan salah satunya. Pada

umumnya semua jenis pekerjaan melibatkan sejumlah pekerja dalam

melakukan proses pekerjaan, begitu pula dengan pekerjaan konstruksi.

Kejadian yang banyak terjadi adalah kecelakaan kerja akibat belum

dilakukan penanganan terhadap pengawasan keselamatan dan kesehatan

kerja di tempat kerja secara mantap dan menyeluruh pada setiap

pekerjaan konstruksi bangunan.

Menurut International Labour Organization secara global

diperkirakan 337 juta kecelakaan kerja terjadi dan 2,3 juta kematian

akibat kerja terjadi setiap tahunnya (ILO, 2014). Di dunia, hampir setiap

tahunnya pada tempat kerja terdapat 250 juta pekerja yang mengalami

cidera, 150 juta pekerja yang terkena penyakit akibat kerja dan lebih dari

1,1 juta pekerja yang meninggal dunia (Titas, 2013).

Berdasarkan hasil perhitungan U.S BLS (United State Bureau of

Labour Statistics) yang dilaporkan menyebutkan bahwa kecelakaan kerja

fatal di konstruksi tahun 2011 yaitu sebanyak 4.383 kasus, naik sebesar

5% menjadi 4.628 kasus di tahun 2012 (BLS, 2014). Kecelakaan kerja

tersebut diantaranya adalah cidera fatal pada pekerja penuh kontraktor

Page 20: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

2

yang menyebabkan 715 kematian (15,45%) dan pekerja kontrak

menyumbang sebanyak 15% (BLS, 2014). Sedangkan di tahun 2013

kecelakaan kerja mengalami penurunan menjadi 4.585 kasus dan

kemudian mengalami peningkatan kembali di tahun 2014 menjadi 4.679

kasus (BLS, 2015).

Angka kecelakaan kerja di Indonesia termasuk yang paling tinggi

di kawasan Asia Tenggara. Di tahun 2010, hampir 32% kasus

kecelakaan kerja yang ada terjadi di sektor konstruksi yang meliputi

semua jenis pekerjaan proyek gedung, jalan, jembatan, terowongan,

irigasi bendungan dan sejenisnya (Jamsostek, 2010). PT Jaminan Sosial

Tenaga Kerja (Persero) mencatat sepanjang tahun klaim terhadap

program jaminan kecelakaan kerja (JKK).

Klaim terhadap program jaminan kecelakaan kerja (JKK) di

tahun 2013 sebesar 563 miliar rupiah yaitu sebanyak 103.285 kasus yang

diantaranya berupa cacat fungsi, cacat sebagian, cacat total tetap,

sembuh dan meninggal dunia. Sedangkan di tahun 2014 kasus

kecelakaan yang terjadi sebanyak 105.383 kasus dan program JKK yaitu

sebesar 652 miliar rupiah (BPJS Ketenagakerjaan, 2015). Klaim

terhadap program JKK mengalami peningkatan dari tahun 2013 ke tahun

2014.

National Safety Council (2013) menyatakan bahwa insiden yang

terjadi setiap hari di tempat kerja dapat mengakibatkan cidera atau

kerusakan serius. Pelaporan near miss dapat membantu mencegah

Page 21: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

3

insiden terjadi di kemudian hari dan perusahaan perlu membuat proses

pelaporan near miss semudah mungkin dapat dipahami.

Beberapa perusahaan mungkin tidak memiliki budaya pelaporan

dimana para pekerjanya didorong untuk melaporkan kejadian near miss.

Namun sejarah memperlihatkan bahwa setiap kerugian atau kecelakaan

kerja berulang kali terjadi dipicu oleh kejadian near miss. Maka dengan

mengenali dan melaporkan setiap kejadian near miss secara signifikan

dapat meningkatkan keselamatan pekerja dan meningkatkan budaya

keselamatan (NSC, 2013).

Menurut Bird dan Germain (1990), unsafe act, unsafe condition

dan near miss merupakan hal yang patut dipelajari dan dicegah agar

tidak terjadi kecelakaan kerja yang mampu mengakibatkan sejumlah

kerugian. McKinnon (2012) menyatakan bahwa banyak peristiwa yang

tampaknya tidak penting memiliki potensi untuk cidera dan kerugian

lainnya. Namun jika diakui, dilaporkan dan diperbaiki akar penyebab

kejadian near miss dapat mengeliminasi terjadinya cidera dan

kecelakaan kerja.

Di dalam penelitian Annishia (2011) pada pekerja konstruksi di

PT PP (Persero) menyatakan bahwa perilaku tidak aman (unsafe act)

memegang pengaruh yang besar terhadap terjadinya kecelakaan kerja

dibandingkan dengan kondisi tidak aman (unsafe condition). Hasil

penelitian lainnya menyatakan bahwa terdapat 52% pekerja yang

berperilaku tidak aman dibandingkan dengan pekerja yang berperilaku

aman di tempat kerja (Putri dkk., 2013). Selain itu, setiap perusahaan

Page 22: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

4

harus memastikan bahwa setiap unsafe act dan unsafe condition

dilaporkan agar kemudian dapat ditindaklanjuti (Bird and Germain,

1990).

Terdapat dua alasan utama pekerja berperilaku tidak aman di

tempat kerja yaitu karena ketidaktahuan atau kurangnya informasi

tentang keselamatan dan ketidakpedulian akan pentingnya keselamatan

(Titas, 2013). Peraturan yang terdapat di proyek dan ketersediaan APD

sangat memungkinkan pekerja konstruksi berperilaku dalam bekerja.

Adanya pengawasan dari pengawas dan SHE Officer juga memberikan

pengaruh terhadap perilaku pekerja konstruksi dalam bekerja, karena

pekerja selalu merasa diawasi saat bekerja (Annishia, 2011).

Kecelakaan yang terjadi di site konstruksi umumnya dapat

dikatakan sebagai kelemahan Sistem Manajemen K3 perusahaan yang

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor teknis, teknologi

(peralatan) dan organisasi (Titas, 2013). Organisasi atau manajemen

perusahaan melaksanakan program K3 disamping untuk memberikan

perlindungan terhadap kecelakaan kerja, juga untuk mencegah kerugian

yang besar bagi perusahaan (Riantiwi, 2012).

PT Wijaya Karya (Persero) Tbk merupakan Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) Indonesia yang bergerak di bidang Engineering,

Procurement & Construction (EPC) serta Investasi. Terdapat sejumlah

departemen yang bergerak di berbagai bidang konstruksi. Tokyu-WIKA

Joint Operation (TWJO) merupakan perusahaan kerjasama antara

Perusahaan Jepang (Tokyu Construction Co., Ltd) dengan Departemen

Page 23: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

5

Sipil Umum I WIKA yang bergerak di bidang konstruksi Mass Rapid

Transit Jakarta (MRTJ). Bertanggung jawab pada pelaksanaan proyek

MRTJ Surface Section area CP101 dan CP102.

WIKA memiliki kebijakan K3 yang berkomitmen untuk

mencegah kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan pencemaran

lingkungan, dengan sasaran tercapainya zero accident, efisiensi

penggunaan sumber daya dan pencegahan environmental incident.

Sedangkan TWJO memiliki kebijakan K3 yang berkomitmen untuk

mendorong praktik kerja yang aman pada Proyek Konstruksi MRT

Jakarta sesuai dengan undang-undang K3 serta aturan dan peraturan

Pemerintah Indonesia dan otoritas terkait yang memiliki kewenangan

hukum.

Menurut Data Statistik Kinerja Keselamatan PT Wijaya Karya

(Persero) Tbk selama kurun waktu 3 tahun terakhir, terdapat sejumlah

kecelakaan kerja. Di tahun 2012 terdapat kecelakaan kerja No Loses

Time Injury (NLTI) sebanyak 83 kasus. Meskipun di tahun 2013

mengalami penurunan menjadi 50 kasus, namun di tahun 2014

mengalami kenaikan menjadi 189 kasus (WIKA, 2015)

Sedangkan kejadian kecelakaan kerja yang membutuhkan

perawatan medis atau Medical Treatment Injury (MTI) di tahun 2012

sebanyak 12 kasus. Di tahun 2013 dan 2014 mengalami peningkatan

yaitu sebanyak 20 dan 38 kasus. Sejauh ini di perusahaan tidak terdapat

kecelakaan yang berakibat Loses Time Injury (LTI) maupun Fatality

atau Kematian (WIKA, 2015).

Page 24: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

6

Berdasarkan Laporan Kecelakaan Kerja, Near miss dan Penyakit

Akibat Kerja (PAK) bulan Januari hingga Desember 2015 pada Proyek

MRTJ TWJO diperoleh bahwa terdapat sejumlah kecelakaan kerja yaitu

sebanyak 7 kasus, 4 kasus diantaranya merupakan kategori ringan dan 3

kasus lainnya merupakan kategori berat yang menyebabkan LTI dan

MTI. Selain itu, sepanjang tahun 2015 untuk pelaporan terkait Near miss

hanya terdapat satu kejadian yang dilaporkan, dan untuk pelaporan

terkait kondisi mekanik fisik berbahaya (unsafe condition) dan tindakan

berbahaya (unsafe act) yang terjadi diperusahaan tidak terdapat

rekapitulasi data pelaporannya (TWJO, 2015).

Pada laporan bulanan proyek TWJO dan fakta yang diuraikan

sebelumnya menjelaskan bahwa masih terdapat sejumlah kasus

kecelakaan kerja pada site konstruksi MRTJ. Selain itu, masih terdapat

pekerja konstruksi yang berperilaku tidak aman (unsafe act) diantaranya

adalah memuat dan menempatkan secara tidak aman, menggunakan

peralatan yang tidak aman atau tanpa peralatan, mengambil posisi atau

sikap tubuh yang tidak ergonomi, tidak menggunakan APD, melakukan

pekerjaan tanpa wewenang serta tindakan berbahaya lainnya yaitu

merokok di area kerja.

Terdapat pula kondisi tidak aman (unsafe condition) berupa

penyimpanan dan peletakkan yang tidak aman, kondisi yang tidak

semestinya (licin, tajam, kasar, retak, dll), pengamanan yang tidak

sempurna, peralatan atau bahan yang tidak seharusnya dan kondisi

berbahaya lainnya. Hal-hal tersebut masih ditemukan saat dilakukan

Page 25: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

7

inspeksi pada site konstruksi namun data pelaporan terkait unsafe act

belum dilaporkan dan minimnya data pelaporan terkait near miss dan

unsafe condition.

Perilaku, kondisi tidak aman dan kejadian near miss yang terjadi

dapat memberikan peluang kecelakaan kerja dapat terulang. TWJO

memiliki form pelaporan yang berkaitan dengan perilaku pekerja,

kondisi tidak aman dan kejadian near miss yang mengacu pada dokumen

Site Safety Plan (TWJO-PLN-0003-revD). Namun Divisi SHE belum

melakukan pencatatan dan pelaporan terkait unsafe act, minimnya data

unsafe condition dan data pelaporan near miss. Hal ini yang membuat

penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait “Gambaran Sistem

Pelaporan Near miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek Mass

Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO)

Tahun 2016”.

B. Rumusan Masalah

WIKA merupakan industri yang bergerak di bidang engineering,

procurement dan construction. Setiap departemen yang terdapat di

WIKA memiliki bahaya dan tingkat risiko yang berbeda-beda.

Komitmen WIKA untuk mencegah kecelakaan kerja, PAK dan

pencemaran lingkungan, dengan sasaran tercapainya zero accident,

efisiensi penggunaan sumber daya dan pencegahan environmental

incident masih belum optimal.

TWJO merupakan perusahaan kerjasama antara pihak jepang

(Tokyu) dengan Departemen Sipil Umum I WIKA yang bergerak di

Page 26: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

8

bidang konstruksi Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ). Bertanggung

jawab pada pelaksanaan proyek MRTJ CP101 dan CP102. Berdasarkan

Laporan Kecelakaan Kerja, Near miss dan Penyakit Akibat Kerja (PAK)

bulan Januari hingga Desember 2015 pada Proyek MRTJ TWJO

diperoleh bahwa terdapat sejumlah kecelakaan kerja yaitu sebanyak 7

kasus, 4 kasus diantaranya merupakan kategori ringan dan 3 kasus

lainnya merupakan kategori berat yang menyebabkan LTI dan MTI.

Sepanjang tahun 2015 untuk pelaporan near miss hanya terdapat satu

kejadian yang dilaporkan. Sedangkan untuk pelaporan terkait kondisi

mekanik fisik berbahaya (unsafe condition) dan tindakan berbahaya

(unsafe act) yang terjadi diperusahaan tidak terdapat rekapitulasi data

pelaporannya (TWJO, 2015).

Minimnya pelaporan near miss dan belum maksimalnya data

pelaporan terkait perilaku tidak aman dan kondisi tidak aman pada

proyek serta adanya komitmen perusahaan demi mencegah terjadinya

kecelakaan kerja terulang, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe

Act dan Unsafe Condition di Proyek Mass Rapid Transit Jakarta

(MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO) Tahun 2016”.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran input sistem pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition di proyek Mass Rapid Transit Jakarta

(MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO) Tahun 2016?

Page 27: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

9

2. Bagaimana gambaran proses sistem pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition di proyek Mass Rapid Transit Jakarta

(MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO) Tahun 2016?

3. Bagaimana hasil atau output dari sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition di proyek Mass Rapid Transit

Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO) Tahun

2016?

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition di proyek Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-

WIKA Joint Operation (TWJO) Tahun 2016.

2. Tujuan Khusus

a. Diperolehnya gambaran input sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition di proyek Mass Rapid

Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation

(TWJO) Tahun 2016.

b. Diperolehnya gambaran proses sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition di proyek Mass Rapid

Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation

(TWJO) Tahun 2016.

c. Diperolehnya hasil atau output dari sistem pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe condition di proyek Mass Rapid

Page 28: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

10

Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation

(TWJO) Tahun 2016.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

a. Memperoleh pengetahuan, menambah wawasan dan

mengetahui bagaimana sistem pelaporan near miss,

pelaporan unsafe act dan unsafe condition dalam langkah

mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja, mengamati

perilaku pekerja konstruksi dan kondisi di tempat kerja

serta membantu pelaksanaan SMK3 di proyek Mass Rapid

Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation

(TWJO).

b. Menerapkan ilmu K3 yang diperoleh pada bangku

perkuliahan ke dalam dunia pekerjaan atau tempat kerja.

c. Berkontribusi secara nyata pada perusahaan dan

memperoleh pengalaman di lapangan sebagai bentuk

kesiapan dalam menghadapi dunia kerja.

2. Bagi Institusi Pendidikan

a. Menjalin kerjasama yang baik antara pihak instansi

perusahaan dengan pihak institusi pendidikan.

b. Membuka peluang baru sebagai rekomendasi tempat

magang atau penelitian skripsi bagi para mahasiswa

kesehatan masyarakat khususnya K3.

Page 29: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

11

c. Memperoleh referensi baru dari penelitian skripsi yang

dilakukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya

dan dapat dijadikan sebagai masukan atau saran dalam

meningkatkan kurikulum yang telah diterapkan.

3. Bagi Perusahaan Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO)

a. Memperoleh masukan dan rekomendasi yang positif

dalam mengevaluasi berbagai kekurangan terkait

pelaksanaan K3 yang ada di perusahaan dan yang

berkaitan dengan pencatatan dan pelaporan.

b. Menjalin kerjasama yang baik dengan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi

Kesehatan Masyarakat Peminatan K3 Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dalam menerapkan

kemampuan dan meningkatkan kualitas SDM yang baik.

c. Penelitian atau skripsi dapat dijadikan sebagai bahan

referensi dalam mengevaluasi kebijakan dan prosedur

yang berkaitan dengan K3 di perusahaan sebagai upaya

peningkatan berkelanjutan.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode pendekatan

kualitatif deskriptif dalam memperoleh data-data dan menggali informasi

terkait sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di

proyek Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint

Operation (TWJO). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2015

Page 30: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

12

sampai dengan bulan Mei 2016. Pengambilan data yang diperlukan

untuk penelitian ini adalah memperoleh data primer dengan melakukan

wawancara (in-depth interview) kepada informan utama, kunci dan

pendukung, melakukan observasi dan memperoleh data sekunder dengan

melakukan telaah dokumen pada perusahaan terkait penelitian.

Page 31: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan Pekerjaan

Konstruksi

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah segala kegiatan

untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja

melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja

(PP RI No. 50, 2012). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (SMK3) harus dimulai dari membuat suatu kebijakan yang dapat

dilaksanakan dan ditindaklanjuti oleh manajemen. Kebijakan

keselamatan dan kesehatan kerja adalah komitmen bahwa tim

manajemen dan karyawan setuju dalam menciptakan keselamatan

(McKinnon, 2012).

Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian

kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang

mencakup bangunan gedung, bangunan sipil, instalasi mekanikal dan

elektrikal serta jasa pelaksanaan lainnya untuk mewujudkan suatu

bangunan atau bentuk fisik lain dalam jangka waktu tertentu (PERMEN

PU No. 5, 2014).

Menurut Occupational Safety and Health Administration

(OSHA, 2016) konstruksi adalah industri dengan bahaya tinggi yang

terdiri dari berbagai kegiatan yang melibatkan pembangunan, perubahan,

Page 32: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

14

dan atau perbaikan. Contoh pekerjaan konstruksi adalah pembangunan

perumahan, pembuatan jembatan dan jalan, penggalian, dll.

Tenaga kerja merupakan aset perusahaan yang harus diberikan

perlindungan terhadap aspek K3 mengingat ancaman bahaya potensial

yang berhubungan dengan pekerjaan (PP RI No. 50, 2012). Pekerja

konstruksi terlibat dalam banyak kegiatan dengan bahaya yang serius

seperti jatuh dari ketinggian, mesin yang terjaga tanpa pelindung,

tersambar alat berat, bahaya listrik, paparan debu, dsb (OSHA, 2016)

Pada pekerjaan konstruksi sebagian besar bahaya-bahayanya

adalah nyata dan dapat ditemukan hampir setiap hari. Penyebab dari

kecelakaan-kecelakaan dapat diketahui dengan baik dan seringkali

terulang kembali. Maka tindakan yang dilakukan adalah dengan

mengontrol risiko-risiko yang timbul dalam setiap proses pekerjaan

(Rijanto, 2010).

Pekerjaan konstruksi di dalam pelaksanaannya terdapat kontrol

terhadap para pekerjanya. Standar peraturan yang dibuat oleh perusahaan

tidak memberikan jaminan bahwa pekerja akan bekerja dengan cara

yang aman. Namun kebiasaan bekerja dengan aman merupakan hasil

dari upaya pelatihan terhadap pekerja dan supervisi yang efektif dalam

melakukan pengawasan (Rijanto, 2010).

B. Program K3

Perusahaan konstruksi yang sadar akan keselamatan, melakukan

pekerjaannya dengan merancang suatu program K3L yang baik sebelum

memulai pekerjaannya. Tingkat kegiatan program K3L ditentukan oleh

Page 33: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

15

berbagai situasi yang berkaitan dengan bahaya dan tingkat risiko pada

situasi tersebut. Semakin besar risiko maka akan semakin banyak

diperlukannya kontrol terhadap pekerjaan yang dilakukan (Rijanto,

2010).

Pekerjaan untuk mengidentifikasi bahaya terhadap K3 di tempat

kerja harus dilakukan secara terencana, menyeluruh dan dengan teknik

yang akurat. Metode yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan

inspeksi, pengamatan terhadap pekerjaan, survei dan penilaian teknis,

serta pengawasan. Perusahaan semakin mencari cara dalam

meningkatkan keterlibatan karyawan terhadap keselamatan dengan

melakukan pengembangan program yang inovatif untuk keselamatan

(Suryatno dkk., 2015).

Program pencegahan cidera dan penyakit merupakan alat yang

efektif dalam mengurangi cidera, penyakit dan kematian akibat

pekerjaan. Program pencegahan cidera dan penyakit harus termasuk

sistematika identifikasi, evaluasi dan pencegahan atau pengendalian pada

bahaya-bahaya yang umum di tempat kerja dan bahaya-bahaya dari

tugas dan pekerjaan yang khusus (OSHA, 2013).

Elemen-elemen kunci dari semua program-program pencegahan

cidera dan penyakit adalah kepemimpinan manajemen, partisipasi

pekerja, identifikasi dan penilaian bahaya, pencegahan dan pengendalian

bahaya, pendidikan dan pelatihan, serta program evaluasi dan

peningkatan (OSHA, 2012). Program efektif yang termasuk didalam

elemen-elemen utama tersebut diantaranya (OSHA, 2013) :

Page 34: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

16

1. Kepemimpinan Manajemen (Management Leadership)

a. Menetapkan tujuan keselamatan dan kesehatan yang jelas

untuk program dan menentukan tindakan yang diperlukan

untuk mencapai tujuan tersebut

b. Menunjuk satu atau lebih individu dengan tanggung jawab

secara keseluruhan untuk menerapkan dan memelihara

program

c. Menyediakan sumber daya yang cukup untuk menjamin

pelaksanaan program yang efektif

Manajemen K3 di tempat kerja bertanggung jawab secara

penuh dalam mengatur dan mengontrol seluruh manajemen

organisasi. Dengan kata lain Near Miss Reporting (NEMIR)

System dapat mencapai kesuksesan jika dipimpin, didukung dan

berdasarkan inisiatif dari manajemen (McKinnon, 2012).

2. Partisipasi Pekerja (Worker Participation)

a. Berkonsultasi dengan pekerja dalam mengembangkan dan

melaksanakan program serta melibatkan mereka dalam

memperbarui dan mengevaluasi program

b. Mengikutsertakan pekerja untuk inspeksi dan investigasi

insiden di tempat kerja

c. Mendorong para pekerja untuk melaporkan kekhawatiran

seperti bahaya, cidera, penyakit dan near misses

d. Melindungi hak-hak pekerja yang berpartisipasi dalam

program ini

Page 35: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

17

3. Identifikasi dan Penilaian Bahaya (Hazard Identification and

Assessment)

a. Mengidentifikasi, menilai dan mendokumentasikan bahaya di

tempat kerja, memeriksa tempat kerja dan meninjau informasi

yang tersedia terkait bahaya yang ada di tempat kerja

b. Menyelidiki cidera dan penyakit untuk mengidentifikasi

bahaya yang mungkin dapat menyebabkan hal tersebut

c. Menginformasikan kepada pekerja terkait bahaya di tempat

kerja

4. Pencegahan dan Pengendalian Bahaya (Hazard Prevention and

Control)

a. Menetapkan dan melaksanakan rencana untuk

memprioritaskan dan mengendalikan bahaya yang

teridentifikasi di tempat kerja

b. Memberikan kontrol sementara untuk melindungi pekerja

dari bahaya yang tidak dapat dikontrol secara langsung

c. Memverifikasi bahwa semua tindakan pengendalian bahaya

dilaksanakan dan efektif

d. Membahas rencana pengendalian bahaya dengan pekerja

yang terkena dampak

5. Pendidikan dan Pelatihan (Education and Training)

a. Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada pekerja dengan

bahasa yang dapat mereka pahami untuk memastikan bahwa

mereka tahu bagaimana prosedur untuk melaporkan cidera,

Page 36: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

18

penyakit dan masalah yang berkaitan dengan keselamatan

dan kesehatan, bagaimana mengenali bahaya, cara untuk

menghilangkan, mengurangi atau mengontrol bahaya,

elemen-elemen program dan bagaimana berpartisipasi dalam

program

b. Melakukan pendidikan dan pelatihan program secara berkala

6. Program Evaluasi dan Peningkatan (Program Evaluation and

Improvement)

a. Melakukan penelaahan berkala terhadap program untuk

menentukan apakah program sudah diimplementasikan sesuai

rancangan dan membuat kemajuan dalam mencapai tujuan

b. Modifikasi program jika diperlukan untuk memperbaiki

kekurangan

c. Terus mencari cara untuk meningkatkan program

Pada umumnya, elemen-elemen tersebut yang mendasari dan

terdapat di dalam program manajemen keselamatan dan kesehatan.

Setiap elemen yang ada itu penting dalam mencapai keberhasilan dari

keseluruhan program yang dijalankan karena elemen-elemen tersebut

saling bergantung dan saling berhubungan.

Berkaitan dengan elemen identifikasi dan penilaian bahaya

dimana hasil dari identifikasi bahaya-bahaya dengan program yang

ditetapkan oleh perusahaan melalui program pengamatan yang kemudian

harus dilaporkan. Setiap proyek harus mengimplementasikan sistem

Page 37: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

19

pelaporan dan pencatatan dengan menggunakan beberapa form dan

format yang telah dibentuk oleh perusahaan (OSHA, 2013).

Sistem penyimpanan catatan dan proses pelaporan menyediakan

data dan informasi yang diperlukan untuk mengukur peningkatan dan

keefektifan program K3L. Bentuk pelaporan yang mencakup diantaranya

adalah :

1) Laporan bulanan (K3L)

2) Laporan inspeksi

3) Pemberitahuan berkala (K3L)

4) Laporan tindakan (K3L) berkala

5) Pelaporan kejadian bahaya yang terjadi (near miss)

6) Laporan kecelakaan awal

7) Laporan investigasi kecelakaan

8) Laporan pertolongan pertama/medis

9) Laporan mengenai kerusakan/kerugian

10) Laporan pelanggaran

Pada dasarnya bentuk upaya perusahaan dalam melakukan

pengelolaan terhadap keselamatan kerja adalah dengan membuat

program keselamatan kerja. Sejalan dengan hal tersebut, program

observasi atau pengamatan memiliki tujuan untuk mencegah dan

mengurangi kecelakaan serta mengenali near miss, perilaku dan kondisi

berisiko ditempat kerja.

Program K3 memiliki pencapaian terhadap targetnya. Outcome

dari implementasi program K3 adalah dapat menurunkan angka

Page 38: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

20

kecelakaan atau kejadian, nearmiss dan kerusakan properti,

meningkatkan perilaku keselamatan, memperbaiki sistem, melihat

efisiensi dari sistem keselamatan dalam mengidentifikasi unsafe

condition, unsafe act, dan kesalahan sistem manajemen, meningkatkan

pelaporan, meningkatkan kemampuan seseorang dalam berperilaku

aman (Byrd, 2007).

C. Perilaku dan Kondisi Tempat Kerja

Perilaku dapat diartikan sebagai cara seseorang memperlakukan

dirinya, sikap yang dimiliki individu dan tindakan yang dapat diamati

oleh seseorang. Perilaku manusia dipengaruhi oleh sikap, kepribadian,

motivasi dan memori serta karakteristik fisik dan mental yang

membentuk seseorang serta lingkungannya (Stranks, 2007). Menurut

Stranks, setiap orang berperilaku dengan cara yang berbeda dalam

berbagai situasi. Lebih jelasnya setiap individu memiliki cara dan pola

perilaku sendiri berdasarkan situasi tertentu.

Aspek-aspek dari perilaku yang berkaitan dengan berbagai faktor

psikologis berkontribusi terhadap cara orang berperilaku dan didalamnya

terdapat elemen-elemen seperti sikap, motivasi, ingatan, memori,

kepribadian seseorang dan persepsi. Terdapat faktor-faktor lain yang

juga berpengaruh seperti pola asuh, pengalaman di masa lalu,

lingkungan, tingkat pengetahuan dan pemahaman serta emosi terhadap

cara seseorang berperilaku (Stranks, 2007).

Page 39: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

21

Berdasarkan teori Lawrence Green, Green (1980) menyatakan

bahwa terdapat tiga faktor yang membentuk perilaku seseorang

diantaranya yairu predisposing factors (faktor pendorong), enabling

factors (faktor pemungkin) dan reinforcing factors (faktor penguat).

Dimana faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah

terjadinya perilaku, misalnya pengetahuan, persepsi, sikap dsb. Faktor

pemungkin adalah faktor-faktor yang memfasilitasi perilaku seseorang

yang ditandai dengan tersedianya sarana dan prasarana. Sedangkan

faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendukung terjadinya perilaku

pekerja, terwujud dalam sebuah pengawasan (Green and Kreuter, 2005).

1. Perilaku Aman

Perilaku aman adalah tindakan yang tidak menyebabkan

terjadinya kecelakaan atau insiden (near miss). Seperti yang kita

ketahui bahwa berperilaku aman tidak akan menyebabkan

terjadinya kerugian. Dibawah ini terdapat jenis-jenis perilaku

aman berdasarkan Teori Loss Causation Model yaitu (Bird and

Germain, 1990) :

a. Melakukan pekerjaan sesuai dengan wewenang yang

diberikan

b. Berhasil memberikan peringatan terhadap adanya bahaya

c. Berhasil mengamankan area kerja dan orang-orang

disekitarnya

d. Bekerja sesuai dengan kecepatan yang telah ditentukan

e. Menjaga alat pengaman agar tetap berfungsi

Page 40: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

22

f. Tidak menghilangkan alat pengaman keselamatan

g. Menggunakan peralatan yang seharusnya

h. Menggunakan peralatan yang sesuai

i. Menggunakan APD dengan benar

j. Pengisian alat atau mesin yang sesuai dengan aturan yang

berlaku

k. Penempatan material atau alat-alat sesuai dengan

tempatnya dan caranya

l. Mengangkat dengan benar

m. Memperbaiki peralatan dalam kondisi alat yang telah

dimatikan

n. Tidak bersenda gurau atau bercanda ketika bekerja

2. Perilaku Tidak Aman

Meskipun sulit untuk mengontrol perilaku, hampir 80%

hingga 95% dari semua kecelakaan pencetusnya adalah perilaku

tidak aman. Perilaku tidak aman adalah tindakan yang dapat

menyebabkan terjadinya kecelakaan atau insiden (near miss).

Konsekuensinya dapat membuat perusahaan mengeluarkan biaya

yang besar jika hal tersebut terjadi (Cooper, 2001). Perilaku tidak

aman menurut Bird dan Germain (1990) antara lain mencakup :

a. Bekerja atau mengoperasikan peralatan tanpa

kewenangan

b. Gagal dalam memperingatkan

c. Gagal dalam mengamankan

Page 41: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

23

d. Beroperasi dengan kecepatan yang salah atau tidak tepat

e. Membuat alat pengaman tidak berfungsi

f. Menggunakan peralatan yang tidak dapat digunakan atau

cacat

g. Menggunakan APD secara tidak benar

h. Mengangkat dengan tidak tepat

i. Salah menempatkan

j. Mengangkut dengan tidak tepat

k. Posisi yang salah dalam bekerja

l. Bersenda gurau

m. Dibawah pengaruh obat-obatan atau alkohol

3. Kondisi Tempat Kerja

Unsafe Condition merupakan suatu kondisi tidak aman

atau berbahaya yang dapat menimbulkan accident atau nearmiss

sedangkan pengertian kondisi yang aman adalah sebaliknya.

Unsafe Condition (kondisi tidak aman) adalah desain kondisi

tempat kerja yang buruk dimana terdapat bahaya mekanik dan

fisik (Rausand dkk., 2011).

Menurut Bird dan Germain (1990), kategori kondisi tidak

aman diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Barrier atau pengaman yang tidak memadai

b. Alat Pelindung Diri (APD) yang tidak memadai atau

tidak layak

c. Peralatan atau material yang cacat

Page 42: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

24

d. Proses yang tersendat

e. Sistem peringatan yang tidak memadai

f. Terdapat bahaya api dan ledakan

g. Housekeeping atau tata ruang yang buruk, tempat kerja

yang berantakan

h. Kondisi lingkungan yang berbahaya (terdapat debu, gas,

asap, uap)

i. Paparan kebisingan

j. Paparan radiasi

k. Paparan suhu tinggi atau rendah

l. Pencahayaan yang kurang atau lebih

m. Ventilasi yang tidak memadai

D. Near miss

Near miss merupakan kejadian yang dapat mengakibatkan

berbagai bentuk kerugian karena adanya aliran atau perubahan energi

dari sumber yang melebihi atau kurang dari ambang batas normal yang

aman. Near miss juga dikenal dengan sebutan incident, close calls,

warnings, near collision atau near hit (McKinnon, 2012).

McKinnon (2012) di dalam bukunya mendefinisikan Near miss

yaitu sebagai berikut :

a) Sebuah kejadian yang tidak diinginkan dalam keadaan yang

sedikit berbeda, dapat mengakibatkan kerugian bagi manusia,

atau kerusakan properti atau gangguan bisnis atau kombinasi.

b) Kecelakaan tanpa cidera atau kerusakan.

Page 43: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

25

c) Sebuah peristiwa yang hampir menyebabkan cidera atau

kerusakan.

Sedangkan menurut National Safety Council (2013), Near miss

adalah kejadian yang tidak direncanakan, tidak mengakibatkan cidera,

sakit atau kerusakan tetapi memiliki potensi untuk mengakibatkan hal-

hal tersebut.

E. Accident (Kecelakaan)

Semua kecelakaan dapat dicegah merupakan prinsip dasar ilmu

K3. Karena semua kecelakaan ada penyebabnya maka penyebab tersebut

dapat dihilangkan sehingga kecelakaan tidak terjadi. Tujuan utama

penerapan sistem manajemen K3 adalah untuk mengurangi atau

mencegah kecelakaan yang mengakibatkan cidera atau kerugian materi.

Kecelakaan kerja merupakan kejadian yang dapat menimbulkan

berbagai kerugian. Kecelakaan dapat diklasifikasikan dalam beragam

konteks dan juga dapat dikaitkan dengan berbagai kejadian (Rausand

dkk., 2011). Terdapat beberapa model atau teori-teori yang berkaitan

dengan kecelakaan kerja, antara lain :

1. Teori kecelakaan kerja

a. Teori Domino Heinrich

Teori yang dikemukakan oleh Heinrich (1980) ini

merupakan salah satu teori pertama yang menjelaskan terjadinya

kecelakaan yang mengidentifikasi lima faktor penyebab dan

kejadian-kejadian yang berhubungan dengan terjadinya

kecelakaan, diantaranya adalah (Rausand dkk., 2011) :

Page 44: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

26

1) Social Environmental and Ancestry, yakni dengan

pengaruh lingkungan, bagaimana seseorang sebelumnya

dididik berdasarkan pendidikan yang diberikan dan sifat

yang dimiliki karena faktor keturunan dapat

menyebabkan seorang pekerja banyak melakukan

kesalahan dalam bekerja.

2) Fault of person or carelessness, yakni terbentuk dari

rangkaian faktor sebelumnya yaitu keturunan dan

lingkungan sosial yang mengarah kepada suatu tindakan

yang salah dalam melakukan pekerjaan.

3) Unsafe act or Unsafe Condition. Unsafe act merupakan

suatu tindakan yang berbahaya atau tidak aman yang

dilakukan seseorang. Sedangkan Unsafe Condition

merupakan desain kondisi tempat kerja yang buruk atau

terdapat bahaya mekanik dan fisik memudahkan

terjadinya faktor ini.

4) Accident, merupakan peristiwa yang disebabkan karena

faktor Unsafe Act or Unsafe Condition di tempat kerja.

Hal tersebut pada umumnya disertai dengan kerugian.

5) Injury merupakan cidera ringan atau berat, kecacatan dan

bahkan kematian yang diperoleh rangkaian sebelumnya

yaitu kecelakaan.

Kelima faktor diatas tersusun dengan teratur layaknya

sebuah kartu domino. Jika salah satu kartu terjatuh, maka kartu

Page 45: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

27

tersebut akan menimpa kartu lain. Ilustrasi ini mirip dengan efek

domino yang kita kenal, jika satu bangunan roboh kejadian ini

akan memicu peristiwa beruntun yang menyebabkan robohnya

bangunan lain. Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah

kecelakaan adalah dengan menghilangkan faktor ketiga yaitu

tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman dari kelima faktor

yang ada agar tidak mengakibatkan sebuah kecelakaan.

b. Teori Loss Causation Model

Model ini berisi tentang petunjuk yang memudahkan

penggunanya dalam memahami bagaimana menemukan faktor

penting dalam rangka mengendalikan kecelakaan dan kerugian

agar tidak meluas termasuk persoalan manajemen. Bird dan

Germain (1990) menjelaskan bahwa suatu kerugian (loss)

disebabkan oleh serangkaian faktor-faktor yang terdiri dari :

1) Lack of Management Control (kurangnya kendali

manajemen). Pengendalian merupakan salah satu faktor

penting di dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

Penyebab dari lack of management control yaitu berupa

Inadequate programme, dikarenakan program yang tidak

menunjang yang berhubungan dengan ruang lingkup

perusahaan. Lalu Inadequate programme standards,

dikarenakan tidak spesifiknya standar, standar tidak jelas

atau standar yang ada tidak sesuai. Selain itu juga

Inadequate compliance-with standards yaitu kurangnya

Page 46: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

28

pemenuhan terhadap standar, hal ini merupakan penyebab

yang sering terjadi.

2) Basic Causes (Penyebab Dasar). Pada teori ini penyebab

dasar terbagi atas Personal Factors (faktor personal) dan

Job Factors (faktor pekerjaan) yang dimiliki seseorang.

3) Immediate Causes (Penyebab Langsung), biasanya dapat

dilihat atau dirasakan. Penyebab langsung terbagi atas

substandars acts and conditions. Pada umumnya

dikatakan sebagai perilaku seseorang dan kondisi yang

ada ditempat kerja. Faktor ini merupakan faktor yang

menjadi penyebab terjadinya insiden bila terjadi.

4) Incident, yaitu peristiwa kontak dengan energi atau

substansi tertentu yang dapat membahayakan atau

mengakibatkan kerusakan.

5) Loss (Kerugian), kerugian dapat berupa kerusakan pada

properti, kerusakan lingkungan, menurunnya kualitas,

cacat atau bahkan kematian seseorang.

Gambar 2.1

Teori Loss Causation Model (Bird and Germain, 1990)

Page 47: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

29

Berdasarkan teori-teori yang dijelaskan sebelumnya,

mencegah terjadinya kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan

fokus dalam mengurangi unsafe act dan unsafe condition serta

mengidentifikasi near miss (Suryatno dkk., 2015).

F. Accident or Near Miss Incident Ratio

Para profesional safety mendeskripsikan accident ratio dengan

gambar segitiga keselamatan (safety triangle) atau iceberg theory. Di

dalam accident/near miss incident ratio, high risk unsafe condition atau

unsafe act atau kombinasi dari keduanya yang dapat menyebabkan

terjadinya kerugian (McKinnon, 2012).

Menurut Bird dan Germain (1990), studinya mendeskripsikan

bahwa dalam membantu seseorang untuk memahami mengapa sebuah

kecelakaan menimbulkan kerusakan properti yaitu seharusnya dengan

diberikan perhatian yang khusus. Beberapa studi mengatakan, mengingat

bahwa setiap kecelakaan kerja yang dilaporkan, setiap cidera yang

tercatat atau kerugian yang terjadi terdapat banyak kejadian near miss

yang tidak tercatat (McKinnon, 2012).

Pada setiap cidera serius dari kecelakaan kerja terdapat beberapa

cidera ringan, banyaknya kejadian kerusakan properti dan banyaknya

kejadian near miss dengan rasio 1:10:30:600. Terdapat sebanyak 600

near miss di permukaan, 30 kerusakan properti dan 10 cidera ringan

untuk setiap satu cidera serius, lihat bagan 2.1 (Bird and Germain, 1990).

Page 48: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

30

Bagan 2.1 Accident/Near Miss Ratio Study

Bird and Germain (1990) menyatakan bahwa You can’t be

accident free until you are near miss incident free – Kamu tidak dapat

terbebas dari kecelakaan sampai kamu terbebas dari kejadian near miss.

Karena pada kenyataannya, kecelakaan kerja dan near miss yang

dilaporkan bukanlah jumlah kejadian yang terjadi sebenarnya.

G. Definisi Sistem, Pendekatan Sistem dan Pelaporan

1. Sistem

Sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan dari unsur,

komponen atau variabel-variabel yang terorganisasi, terpadu,

saling berinteraksi dan bergantung satu sama lain. Sebuah sistem

dibuat untuk menangani suatu yang berulang kali atau secara

rutin terjadi. Suatu sistem dapat dirumuskan sebagai kumpulan

komponen atau subsistem yang dirancang dalam mencapai suatu

tujuan (Kelly, 2007).

Keberhasilan komponen-komponen yang dipertimbangkan

secara bersama sebagai suatu sistem mungkin jauh lebih besar

daripada komponen-komponen yang dipertimbangkan secara

1

10

30

600 Near Miss

Accident

Property Damage

Minor Injury

Serious or Major Injury

Without Injury or Property

Damage

Page 49: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

31

terpisah. Tujuan sistem merupakan tujuan yang dibuat dari sistem

tersebut yang dapat berupa tujuan organisasi, kebutuhan

organisasi, permasalahan yang ada dalam suatu organisasi

maupun urutan prosedur untuk mencapai tujuan organisasi

(Kelly, 2007).

2. Pendekatan Sistem

Pencapaian sebuah manajemen dapat terlihat melalui

pendekatan sistem, bagaimana elemen-elemen didalamnya

terhubung dengan organisasi perusahaannya. Sistem yang paling

mendasar dikategorikan dengan tiga elemen, yaitu input

(masukan), process (proses) dan output (keluaran). Dimana

ketiga elemen ini digambarkan melalui diagram sederhana

sebagai berikut (Kelly, 2007) :

Input(s) Process Output(s)

Bagan 2.2 Diagram Alir Sederhana Elemen Sistem (Kelly, 2007)

Berikut adalah definisi dari komponen dan elemen-

elemen sistem (Kelly, 2007) :

a. Input

Input yaitu sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan

suatu kegiatan yang bertujuan untuk mencapai tujuan sistem.

b. Proses

Proses merupakan elemen dari sistem yang bekerja

membentuk suatu aliran kegiatan dan cara kegiatan yang

dikoordinasikan dan saling terkait. Misalnya sistem produksi

Page 50: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

32

akan mengolah bahan baku yang berupa bahan mentah

menjadi bahan jadi yang siap untuk digunakan.

c. Output

Output yaitu hasil dari input yang telah diproses oleh bagian

pengolah dan merupakan tujuan akhir sistem, output

merupakan barang dan jasa yang dihasilkan. Outcome yang

diperoleh berkaitan dengan output yang dihasilkan untuk

perkembangan dari waktu ke waktu secara berkelanjutan.

d. Umpan Balik (Feedback)

Umpan Balik merupakan elemen dalam sistem yang bertugas

mengevaluasi bagian dari output yang dikeluarkan, dimana

elemen ini sangat penting demi kemajuan sebuah sistem.

Umpan balik dapat diperoleh pada setiap tahap pelaksanaan

program yang dapat berupa perbaikan sistem, pemeliharaan

sistem, dan sebagainya.

Efektivitas dari suatu sistem harus merefleksikan

keseluruhan siklus input-proses-output. Dalam organisasi

pelayanan kesehatan, contoh input adalah pasien, petugas

kesehatan, perlengkapan, peralatan, fasilitas, dan modal. Contoh

proses adalah proses diagnosa, perawatan klinis, operasional

kegiatan, dan fungsi manajemen bisnis. Contoh output adalah

status kesehatan pasien dan kinerja bisnis organisasi. Pengelolaan

elemen dari sistem merupakan upaya yang dilakukan. Sebagai

contoh hal diatas, cara untuk mengontrol kualitas petugas

Page 51: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

33

kesehatan (input) mencakup persyaratan lisensi, pendidikan

berkelanjutan, dan penilaian kinerja. Sedangkan untuk

mengontrol kualitas teknologi (input) seperti terapi obat termasuk

uji klinis dan administrasi oleh lembaga kesehatan. Cara untuk

mengontrol kualitas proses mencakup pedoman klinis dan

perbaikan proses. Mengontrol kualitas input dan proses ini

dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas output, seperti status

klinis pasien, kepuasan layanan, efektivitas biaya, perilaku

petugas kesehatan, dan budaya organisasi (Kelly, 2007).

Feedback

Bagan 2.3 Diagram Alir Elemen Sistem dengan Feedback (Kelly, 2007)

Berdasarkan bagan diatas (bagan 2.3), menambahkan

umpan balik sebagai upaya meningkatkan kualitas perubahan

sistem dasar untuk lebih dinamis. Tujuan, batasan dan kontrol

sistem akan berpengaruh pada input, proses dan output. Input

yang masuk dalam sistem akan diproses dan diolah sehingga

menghasilkan output. Output tersebut akan di analisa dan akan

menjadi umpan balik bagi si penerima dan dari umpan balik ini

akan muncul segala macam pertimbangan untuk input

selanjutnya, dan siklus ini akan berlanjut dan berkembang sesuai

dengan permasalahan yang ada. Dari Output yang dihasilkan

memberikan umpan balik sebagai upaya untuk meningkatkan

Input(s) Processes Output(s)

Page 52: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

34

kualitas input dan proses. Umpan balik terus menerus melakukan

perbaikan secara berkelanjutan (Kelly, 2007).

Manajemen memiliki beberapa unsur atau sarana di

dalamnya yang dikenal dengan istilah 5M yaitu Man, Money,

Machine, Method dan Material. Kelima unsur-unsur tersebut

adalah sebagai berikut (Purnastuti and Mustikawati, 2007) :

a. Manusia (Man)

Manajemen melibatkan sumber daya manusia. Peran sumber

daya manusia sangat penting dalam upaya mencapai tujuan

organisasi. Sumber daya manusia mencakup keseluruhan

manusia yang ada di dalam organisasi perusahaan yaitu

mereka yang secara keseluruhan terlibat dalam operasional

perusahaan.

b. Uang (Money)

Input yang digunakan untuk diproses menjadi barang atau

jasa pada organisasi meliputi bahan baku, bahan pembantu,

tenaga kerja atau sumber daya manusia, dana atau modal,

sistem atau metode serta kewirausahaan. Uang atau dana

merupakan bagian dari input dalam proses menghasilkan

barang atau jasa.

c. Mesin (Machine)

Mesin merupakan salah satu alat bantu yang sangat vital

yang dibutuhkan dalam berbagai aktivitas produksi.

Page 53: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

35

d. Metode (Method)

Metode merupakan salah satu unsur manajemen yang

berperan penting dalam kelangsungan organisasi. Unsur

yang satu ini berkaitan dengan metode apa yang akan

diterapkan guna menjalankan organisasi agar dapat berjalan

dengan efektif dan efisien.

e. Material

Material merupakan unsur manajemen yang perlu dikelola

dengan benar agar dapat berjalan secara efisien.

3. Pelaporan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015) kata

melaporkan berarti memberitahukan, laporan adalah segala

sesuatu yang dilaporkan; berita. Laporan berkala merupakan

laporan rutin yang diberikan secara berkala. Sedangkan

pelaporan adalah proses, cara, perrbuatan melaporkan. Maka

pelaporan merupakan proses atau cara memberitahukan untuk

memperoleh laporan.

H. Definisi Near Miss Incident Reporting (NEMIR) System

Kegiatan keselamatan banyak yang bersifat reaktif dan tidak

proaktif, beberapa organisasi menunggu kerugian terjadi sebelum

mengambil langkah-langkah pencegahan. Kejadian near miss sering

menjadi pemicu untuk menimbulkan kerugian namun seringkali pula

diabaikan karena tidak terdapat cidera ataupun kerusakan yang terjadi.

Padahal sebagian besar kerugian serius berulangkali terjadi didahului

Page 54: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

36

oleh kejadian near miss (NSC, 2013). Mengenali dan melaporkan near

miss dapat meningkatkan keselamatan pekerja dan meningkatkan budaya

keselamatan organisasi (NSC, 2013).

Melaporkan semua kejadian yang tidak diinginkan seperti near

miss merupakan aspek yang paling penting dari setiap program

keselamatan. Semakin banyak near miss yang dilaporkan maka semakin

banyak kesempatan untuk menyelidiki, mengidentifikasi dan

memperbaiki akar penyebab sebelum kerugian serius terjadi.

Berdasarkan perspektif safety management, tujuan spesifik di dalam

mengumpulkan dan menganalisis data near miss yaitu untuk

mengidentifikasi faktor kemungkinan atau elemen sistem yang dapat

menimbulkan kejadian near miss maupun sebagai prekursor kecelakaan

kerja di masa mendatang (McKinnon, 2012).

Metode di dalam mengumpulkan data near miss yaitu dengan

reporting-based methods dan observation-based methods. Reporting-

based methods merupakan metode yang melibatkan pegawai untuk

melaporkan kejadian near miss sebagai bagian dari pekerjaannya dalam

mencegah terjadinya kecelakaan di masa mendatang atau untuk melatih

dirinya (McKinnon, 2012).

Sedangkan observation-based methods merupakan metode yang

melibatkan pegawai yang tidak hanya melaporkan namun melakukan

pengamatan terlebih dahulu untuk menyadari dan memahami tindakan

dan kondisi apa saja yang ada dalam mengurangi kecelakaan di tempat

kerja (McKinnon, 2012).

Page 55: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

37

Informasi tentang sistem pelaporan near miss harus dibuat dan

diketahui oleh setiap orang. Sistem komunikasi internal dapat dilakukan

sesuai dengan metode yang diterapkan perusahaan. Selain itu, tersedia

form untuk melakukan pelaporan sehingga feedback dari sistem yang

diimplementasikan berjalan dengan baik (McKinnon, 2012).

Form pelaporan dan pencatatan sebaiknya sederhana atau simple,

mudah dibawa dan selalu tersedia. Lembar pelaporan dalam jumlah yang

banyak akan menyulitkan pelapor dalam mengisi form. Selain itu,

perusahaan perlu memberikan edukasi atau training kepada pekerjanya

yang terlibat dalam pelaporan near miss. Berikut ini adalah contoh form

pelaporan near miss pada gambar 2.2 (McKinnon, 2012) :

Gambar 2.2 Near Miss Reporting Form (McKinnon, 2012)

Page 56: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

38

Terdapat kesempatan nyata untuk meningkatkan

keselamatan dengan fokus terhadap critical level kejadian near

miss. Baik manajer maupun pekerja di perusahaan perlu untuk

mengembangkan sistem yang komprehensif yang mampu untuk

dapat mendokumentasikan, menganalisis dan memperbaiki

kejadian near miss agar dapat mencegah kecelakaan kerja

dikemudian hari (McKinnon, 2012).

Di dalam mengimplementasikan sistem pelaporan near

miss terdapat beberapa hal sebagai berikut (McKinnon, 2012) :

1) Kebijakan (Policy) merupakan pernyataan resmi organisasi

atau perusahaan yang merefleksikan tekad dan komitmen

yang dijadikan sebagai landasan utama dan acuan organisasi

dalam rangka pencapaian visi dan misi organisasi. Kebijakan

yang dibuat berisi tentang bagaimana komitmen perusahaan

yang berkaitan untuk melakukan pelaporan.

2) Standar (Standard), terdapat dokumen-dokumen yang

mengacu pada standar sistem pelaporan near miss, dimana

mendeskripsikan tentang komitmen perusahaan untuk

melaporkan dan melakukan investigasi serta tanggung jawab

apa saja yang ada. Di dalam menentukan standar terdapat

beberapa penjelasan sebagai berikut :

a. Objektif (Objective) adalah menjelaskan metodologi

untuk melaporkan dan menginvestigasi non injury

(loss-producing) accident dan near misses, sehingga

Page 57: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

39

penyebab langsung dan penyebab dasar dari kejadian

teridentifikasi serta merekomendasikan pencegahan.

b. Referensi (References) dapat berupa kebijakan

organisasi, mengacu pada local safety legislation

(peraturan perundangan tentang keselamatan) dan

referensi terkait elemen-elemen safety program yang

ada.

c. Definisi (Definitions), mendefinisikan atau

menjelaskan istilah-istilah yang terdapat di dalam

standar agar mudah dipahami.

d. Peran dan tanggung jawab, setiap pegawai yang

diberikan tanggung jawab atau terlibat di dalam

pelaporan seharusnya segera memberitahukan

supervisor dan menyiapkan temuan bukti atau

dokumentasi di lapangan.

e. Isi dan alur prosedur yang berupa urutan langkah

pelaksanaan aktivitas.

3) Amnesti (Amnesty), jika manajemen menginginkan sistem

pelaporan dapat berjalan dan berkontribusi dengan baik

maka mekanisme pelaporan sebaiknya diberlakukan

punishment apabila tidak melaporkan kejadian near miss dan

begitu pula sebaliknya akan diberikan reward bila kejadian

near miss dilaporkan dengan baik.

Page 58: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

40

4) Kredibilitas (Credibility), perusahaan membangun dan

mengkomunikasikan dengan jelas tujuan dari program K3

dengan meningkatkan keterlibatan top management didalam

implementasi program. Sistem yang kredibel dan diterima

oleh semua pegawai atau pekerja harus mendapatkan

dukungan dari pemimpin perusahaan, dimana terdapat

partisipasi dari manajemen untuk memperbaiki proses.

Sehingga terdapat feedback dan follow up action dalam

laporan bahaya yang ditemukan.

I. Kerangka Teori

Setiap perusahaan memiliki kebijakan K3 yang mendukung

setiap pelaksanaan kegiatan kerjanya. Tenaga kerja merupakan aset

perusahaan yang harus diberikan perlindungan terhadap aspek K3

mengingat ancaman bahaya potensial yang berhubungan dengan

pekerjaan. Upaya perusahaan dalam melakukan manajemen terhadap

keselamatan kerja salah satunya dengan menerapkan program K3.

Tujuan dari program K3 adalah mengurangi cidera, penyakit dan

kematian akibat pekerjaan.

Elemen-elemen yang terdapat didalam program yang efektif

adalah kepemimpinan manajemen, partisipasi pekerja, identifikasi dan

penilaian bahaya, pencegahan dan pengendalian bahaya, pendidikan dan

pelatihan, serta program evaluasi dan peningkatan (OSHA, 2013).

Melaporkan semua kejadian yang tidak diinginkan seperti unsafe act,

unsafe condition dan near miss merupakan aspek yang paling penting

Page 59: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

41

dari setiap program keselamatan. Semakin banyak kejadian yang

dilaporkan maka semakin banyak kesempatan untuk menyelidiki,

mengidentifikasi dan memperbaiki akar penyebab sebelum kerugian

serius terjadi (McKinnon, 2012).

Berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan berupa

gambaran sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di

perusahaan maka peneliti menggunakan pendekatan sistem dan NEMIR

System. Near Miss Incident Reporting (NEMIR) System merupakan

bagian dari program K3 untuk mencegah terjadinya kerugian yang besar

atau terjadinya accident. Di dalam mengimplementasikannya diperlukan

beberapa hal berikut yaitu kebijakan, standar, amnesti dan kredibilitas

(McKinnon, 2012). Sedangkan pendekatan sistem merupakan suatu

filsafat atau persepsi tentang struktur yang mengkoordinasikan kegiatan-

kegiatan dalam suatu organisasi dengan cara yang efisien dan yang

paling baik (Kelly, 2007).

Pencapaian sebuah manajemen dapat terlihat melalui pendekatan

sistem, bagaimana elemen-elemen didalamnya terhubung dengan

organisasi perusahaannya. Sistem yang paling mendasar dikategorikan

dengan tiga elemen yaitu input (masukan), process (proses) dan output

(keluaran) dimana ketiga elemen ini digambarkan melalui diagram

sederhana (Bagan 2.4). Pada tahap awal peneliti menentukan komponen-

komponen tahap input, selanjutnya terdapat tahap proses dan

memperoleh output yang berupa laporan. Berikut ini adalah bagan

kerangka teori penilitian (Kelly, 2007) :

Page 60: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

42

Bagan 2.4 Kerangka Teori

(Kelly, 2007, McKinnon, 2012)

Proses

1) Pelaksanaan Pelaporan

2) Pemantauan Pelaksanaan

3) Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan

Input

1) Material (Kebijakan K3, Standar,

Form Pelaporan Near Miss, Unsafe

Act dan Unsafe Condition)

2) Sumber Daya Manusia/Man (Pekerja

Proyek, Pihak Manajemen

diantaranya Manajer dan Staff Divisi

SHE TWJO)

3) Metode (Metode Pelaporan)

Output

Laporan Near Miss,

Unsafe Act dan

Unsafe Condition

Page 61: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

43

BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

A. Kerangka Berpikir

Perlindungan terhadap tenaga kerja berdasarkan aspek K3 harus

dilakukan mengingat bahwa terdapat ancaman bahaya potensial yang

berhubungan dengan pekerjaan. Upaya perusahaan dalam melakukan

manajemen terhadap keselamatan kerja salah satunya dengan

menerapkan program K3. Dimana tujuan dari program K3 adalah

mengurangi cidera, penyakit dan kematian akibat pekerjaan.

Di dalam program keselamatan salah satu aspek yang paling

penting adalah melaporkan semua kejadian yang tidak diinginkan seperti

unsafe act, unsafe condition dan near miss. Semakin banyak kejadian

yang dilaporkan maka semakin banyak kesempatan untuk

mengidentifikasi, menyelidiki dan memperbaiki akar penyebab sebelum

kerugian serius terjadi.

Sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai

bagaimana gambaran sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition yang terdapat di perusahaan untuk menghindari kecelakaan

kerja (accident) yang terjadi dapat terulang di perusahaan yaitu peneliti

menggunakan NEMIR System dan pendekatan sistem. NEMIR System

merupakan bagian dari program K3 untuk mencegah terjadinya kerugian

yang besar atau accident. Di dalam mengimplementasikannya diperlukan

Page 62: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

44

beberapa hal berikut yaitu kebijakan, standar, amnesti dan kredibitas dan

sistem yang paling mendasar dikategorikan dengan tiga elemen, yaitu

input (masukan), process (proses) dan output (keluaran)

Pada tahap awal peneliti menentukan komponen-komponen input

berupa sumber daya apa saja yang diperlukan dalam penelitian

diantaranya yaitu material, SDM dan metode. Material yang digunakan

dalam pelaporan adalah kebijakan K3, standar dan form pelaporan.

Metode yang digunakan perusahaan dapat berupa reporting-based methods

dan observation-based methods. Sedangkan SDM yaitu pekerja dan pihak

manajemen, baik manajer maupun pekerja di perusahaan perlu untuk

terlibat di dalam mengembangkan sistem yang komprehensif yang

mampu untuk dapat mendokumentasikan, menganalisis dan

memperbaiki kejadian near miss.

Selanjutnya terdapat tahapan proses berupa pelaksanaan,

pemantauan dan evaluasi dari pelaporan. Dalam tahapan proses untuk

mengimplementasikan sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition terdapat beberapa hal sebagai berikut :

1) Kebijakan (Policy) yang dibuat berisi tentang bagaimana komitmen

perusahaan yang berkaitan untuk melakukan pelaporan.

2) Standar (Standard), terdapat dokumen-dokumen yang mengacu

pada standar sistem pelaporan near miss, dimana mendeskripsikan

tentang komitmen perusahaan untuk melaporkan dan melakukan

investigasi serta tanggung jawab apa saja yang ada. Di dalam

menentukan standar terdapat beberapa penjelasan sebagai berikut :

Page 63: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

45

a. Objektif (Objective) adalah menjelaskan metodologi untuk

melaporkan dan menginvestigasi non injury (loss-producing)

accident dan near misses, sehingga penyebab langsung dan

penyebab dasar dari kejadian teridentifikasi serta

merekomendasikan pencegahan.

b. Referensi (References) dapat berupa kebijakan organisasi,

mengacu pada local safety legislation (peraturan perundangan

tentang keselamatan) dan referensi terkait elemen-elemen

safety program yang ada.

c. Definisi (Definitions), mendefinisikan atau menjelaskan istilah-

istilah yang terdapat di dalam standar agar mudah dipahami.

d. Peran dan tanggung jawab, setiap pegawai yang diberikan

tanggung jawab atau terlibat di dalam pelaporan seharusnya

segera memberitahukan supervisor dan menyiapkan temuan

bukti atau dokumentasi di lapangan.

e. Isi dan alur prosedur yang berupa urutan langkah pelaksanaan

aktivitas.

3) Amnesti (Amnesty), jika manajemen menginginkan sistem

pelaporan dapat berjalan dan berkontribusi dengan baik maka

mekanisme pelaporan sebaiknya diberlakukan punishment apabila

tidak melaporkan kejadian near miss dan begitu pula sebaliknya

akan diberikan reward bila kejadian near miss dilaporkan dengan

baik.

Page 64: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

46

4) Kredibilitas (Credibility), perusahaan membangun dan

mengkomunikasikan dengan jelas tujuan dari program K3 dengan

meningkatkan keterlibatan top management didalam implementasi

program. Sistem yang kredibel dan diterima oleh semua pegawai

atau pekerja harus mendapatkan dukungan dari pemimpin

perusahaan, dimana terdapat partisipasi dari manajemen untuk

memperbaiki proses. Sehingga terdapat feedback dan follow up

action dalam laporan bahaya yang ditemukan.

Setelah tahapan proses kemudian peneliti akan memperoleh

output yang berupa laporan near miss, unsafe act dan unsafe condition.

Berikut ini adalah bagan kerangka berpikir penelitian (Bagan 3.1) :

Page 65: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

47

Bagan 3.1 Kerangka Berpikir

Proses

1) Pelaksanaan Pelaporan

2) Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan

3) Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan

Input

1) Material (Form Pelaporan Near

Miss, Unsafe Act dan Unsafe

Condition, Kebijakan K3, Standar)

2) Sumber Daya Manusia (Pekerja

Proyek, Pihak Manajemen

diantaranya Manajer dan Staff Divisi

SHE TWJO)

3) Metode (Metode Pelaporan)

Output

Laporan Near Miss,

Unsafe Act dan

Unsafe Condition

Page 66: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

48

B. Definisi Istilah

Tabel 3.1

Definisi Istilah

No Substansi Definisi Metode Instrumen Hasil

1. Input Sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mencapai tujuan sistem. Input

dalam penelitian ini pada penelitian yaitu material, SDM dan metode

a. Material

Ketersediaan material sangat

vital dalam suatu proses.

Material terdiri dari bahan

setengah jadi dan bahan jadi.

Tanpa material tidak akan

tercapai hasil yang diinginkan

Wawancara dan telaah

dokumen

Pedoman wawancara dan

dokumen perusahaan

Diperolehnya informasi terkait

material berupa form

pelaporan, kebijakan K3 dan

standar perusahaan

b.

Sumber

Daya

Manusia

Peran SDM sangat penting

dalam upaya mencapai tujuan

organisasi. Manajemen

melibatkan sumber daya

mencakup keseluruhan

manusia yang ada di dalam

perusahaan yaitu mereka yang

secara keseluruhan terlibat

dalam operasional perusahaan

Wawancara dan telaah

dokumen

Pedoman wawancara dan

dokumen perusahaan

Diperolehnya informasi terkait

pekerja proyek, pihak

manajemen diantaranya

manajer dan staff divisi SHE

TWJO, tugas dan tanggung

jawab, jumlah sumber daya

manusia yang diperlukan

Page 67: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

49

No Substansi Definisi Metode Instrumen Hasil

c. Metode

Cara untuk melaksanakan suatu

pekerjaan dalam rangka mencapai

tujuan yang telah ditetapkan dan

amat menentukan kelancaran

jalannya manajemen

Wawancara dan telaah

dokumen

Pedoman wawancara

dan dokumen

perusahaan

Diperolehnya informasi

terkait metode yang

digunakan untuk melakukan

tahapan proses dari sistem

pelaporan

2. Proses Elemen dari sistem yang bekerja membentuk suatu aliran kegiatan dan cara kegiatan yang dikoordinasikan dan saling

terkait. Proses pada penelitian ini yaitu pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi

a. Pelaksanaan

Aktivitas atau usaha-usaha yang

dilaksanakan untuk melaksanakan

semua rencana yang telah

ditetapkan dengan dilengkapi

kebutuhan dan alat-alat yang

diperlukan, siapa yang

melaksanakannya, dimana

pelaksanaannya dan bagaimana cara

melaksanakannya

Wawancara, observasi

dan telaah dokumen

Pedoman wawancara,

pedoman observasi dan

dokumen perusahaan

Diperolehnya informasi

terkait bagaimana proses

pelaksanaan pelaporan di

perusahaan

b. Pemantauan Aktivitas untuk menemukan,

mengoreksi penyimpangan-

Wawancara, observasi

dan

Pedoman wawancara,

pedoman observasi,

Diperolehnya informasi

terkait bagaimana proses

Page 68: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

50

No Substansi Definisi Metode Instrumen Hasil

penyimpangan penting dalam

hasil yang dicapai dari aktivitas-

aktivitas yang direncanakan

telaah dokumen dan dokumen perusahaan pemantauan pelaksanaan

pelaporan di perusahaan

c. Evaluasi

Salah satu tahap penting dalam

manajemen yang berguna untuk

memberikan feed-back atas

pelaksanaan suatu kegiatan

yang telah direncanakan agar

pelaksanaan tersebut tetap

berada pada jalur yang telah

ditetapkan

Wawancara, observasi

dan telaah dokumen

Pedoman wawancara,

pedoman observasi dan

dokumen perusahaan

Diperolehnya informasi

terkait evaluasi pelaksanaan

pelaporan di perusahaan

3. Output Hasil dari input yang telah diproses oleh bagian pengolah dan merupakan tujuan akhir sistem, output merupakan barang

dan jasa yang dihasilkan. Output pada penelitian ini yaitu laporan

a.. Laporan Segala sesuatu yang dilaporkan;

berita

Wawancara dan telaah

dokumen

Pedoman wawancara dan

dokumen perusahaan

Diperolehnya laporan near

miss, unsafe act dan unsafe

condition

Page 69: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

51

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan

pendekatan kualitatif. Dimana penelitian kualitatif bermaksud untuk

memahami fenomena yang dialami subjek penelitian misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan, dll secara holistik dengan cara deskripsi

(kata-kata dan bahasa) pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan

berbagai metode alamiah. Pendekatan kualitatif ini dipilih dengan

maksud untuk memperoleh data dan menggali informasi yang

dibutuhkan oleh peneliti terkait penelitian yang dilakukan yaitu tentang

gambaran sistem pelaporan nearmiss, unsafe act dan unsafe condition

di Proyek MRT Jakarta.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Tokyu-WIKA Joint Operation

(TWJO) Proyek Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Lebak Bulus-

Fatmawati-Cipete Raya, Jakarta Selatan. Pada area konstruksi Surface

Section Contract Package CP 101 dan CP 102. Waktu pelaksanaan

penelitian di mulai dari bulan Agustus 2015 hingga Mei 2016.

C. Informan Penelitian

Informan adalah orang yang memberikan informasi tentang

situasi dan kondisi tempat penelitian (Moleong, 2007). Pemilihan

Page 70: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

52

informan pada penelitian ini ditetapkan secara langsung dengan metode

purposive yang bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang melatar

belakangi dan menggali data serta informasi terkait sistem pelaporan

yang dilaksanakan oleh proyek. Pemilihan informan didasarkan pada

suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri

berdasarkan tujuan dan masalah penelitian. Selain itu dalam

menentukan jumlah informan penelitian dilakukan pembatasan hingga

peneliti menilai data yang dikumpulkan telah memenuhi syarat

kecukupan dan kesesuaian serta tidak terdapat hal baru yang dapat

dikembangkan. Berikut merupakan informan dalam penelitian :

1) Informan Utama

Informan utama pada penelitian ini merupakan seseorang yang

paling mengetahui informasi dan terlibat langsung dalam

interaksi sosial komponen objek yang diteliti di proyek MRTJ

TWJO. Informan tersebut diantaranya adalah, SHE Manager,

Deputy Safety Manager CP 101 & CP 102, SHE Engineer (Safety

and Environmental Engineer) dan Safety Officer.

2) Informan Kunci

Informan kunci pada penelitian ini merupakan seseorang

profesional yang memiliki pengetahuan secara mendalam tentang

penelitian ini namun tidak terlibat secara langsung dengan objek

penelitian. Informan kuncinya adalah Konsultan Proyek MRTJ

TWJO yaitu Jakarta Mass Rapid Transit Construction

Management Consultant (JMCMC).

Page 71: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

53

3) Informan Pendukung

Informan pendukung pada penelitian ini merupakan seseorang

yang dapat memberikan informasi walaupun tidak terlibat secara

langsung dalam interaksi sosial komponen objek yang diteliti di

proyek MRTJ TWJO. Informan tersebut diantaranya adalah

Quality Assurance dan Risk Engineer.

Tabel 4.1 Informan Penelitian

No. Kategori

Informan (Kode) Jabatan

Jumlah

Informan

1. Informan Utama (IU)

SHE Manager 1

Deputy Safety Manager 2

SHE Engineer 2

Safety Officer 3

2. Informan Kunci (IK) Konsultan Proyek

MRTJ (JMCMC) 1

3. Informan Pendukung

(IP)

Quality Assurance 1

Risk Engineer 1

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

melakukan pengumpulan data. Instrumen di dalam melakukan

penelitian kualitatif ini adalah peneliti sendiri karena ia menjadi

segalanya dari keseluruhan proses penelitian yang dilakukan. Dalam

memperoleh dan mengumpulkan data-data terkait penelitian kualitatif

peneliti menggunakan pedoman wawancara, pedoman observasi,

pedoman telaah dokumen, alat perekam suara berupa smartphone, alat

tulis, kamera dan laptop.

Page 72: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

54

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data sebagai salah satu bagian yang

penting dalam suatu penelitian. Di dalam penelitian ini, pengumpulan

data yaitu dilakukan dengan menggunakan data Primer dan data

sekunder. Kedua data tersebut kemudian dikumpulkan dengan

menggunakan beberapa teknik atau metode, sebagai berikut :

1. Data primer

Data primer diperoleh melalui kegiatan yang secara

langsung dilakukan oleh peneliti pada tempat penelitian untuk

mencari dan memperoleh data yang lengkap terkait penelitian.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode, diantaranya yaitu dengan :

a. Wawancara

Wawancara adalah suatu metode yang digunakan

untuk mengumpulkan data, dimana peneliti memperoleh

informasi secara lisan dari seseorang yang merupakan

sasaran penelitian (informan). Wawancara ini dilakukan

secara langsung oleh peneliti yang mengacu pada pedoman

wawancara yang telah disusun terlebih dahulu sebelumnya

untuk memperoleh informasi yang sebenarnya, aktual dan

akurat.

Pedoman wawancara yang telah disusun sifatnya

tidak kaku, maksudnya bahwa pedoman tersebut dapat

dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan situasi dan

Page 73: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

55

informasi yang diperoleh oleh peneliti saat melakukan

wawancara. Alat bantu lain yang digunakan yaitu alat

perekam suara berupa smartphone untuk merekam isi

wawancara agar tidak ada informasi yang terlewatkan.

Wawancara ini dilakukan terhadap semua

komponen yang terlibat dalam sistem pelaporan di

departemen SHE TWJO maupun diluar departemen SHE

TWJO. Wawancara mendalam (in-depth Interview) pun

akan dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih

mendalam terkait penelitian.

b. Observasi

Observasi adalah suatu kegiatan berencana yang

meliputi melihat, mendengar dan mencatat sejumlah

aktivitas atau situasi tertentu yang berhubungan dengan

masalah penelitian sebagaimana kejadian yang terjadi

sebenarnya (Hidayat, 2010). Di dalam penelitian ini,

observasi yang dilakukan yaitu dengan mengamati secara

langsung dan mencatat aktivitas pekerjaan tertentu yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti saat berada di

proyek. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar

observasi/lembar checklist dengan bantuan alat tulis dan

kamera.

Page 74: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

56

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen. Dalam

pengumpulan data sekunder digunakan dokumen berupa data-

data yang terdapat di perusahaan yaitu berupa data terkait

program-program K3, kebijakan perusahaan khususnya kebijakan

K3, prosedur-prosedur yang berkaitan dengan sistem pelaporan

near miss, unsafe act dan unsafe condition dan laporan mengenai

kejadian near miss, unsafe act dan unsafe condition serta laporan

kecelakaan kerja yang terjadi di proyek yang diperoleh melalui

divisi SHE TWJO MRT Jakarta.

F. Validasi Data

Peneliti akan melakukan validasi terhadap data yang diperoleh

untuk menjaga keabsahan dan keakuratan data dari penelitian yang

telah dilakukan. Di dalam penelitian kualitatif, validasi data dilakukan

dengan melakukan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding data. Triangulasi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan triangulasi metode.

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber berarti membandingkan dan melakukan

pengecekan kembali informasi dan fakta yang diperoleh melalui

sumber lainnya untuk menggali hal yang sama. Misalnya,

membandingkan data hasil observasi atau pengamatan dengan data

hasil wawancara, membandingkan hasil wawancara dengan isi

Page 75: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

57

dokumen yang berkaitan. Triangulasi sumber yang akan dilakukan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2

Matriks Triangulasi Sumber

No Informan Data

1 2 3

1 SHE Manager -

2 Deputy Safety Manager -

3 SHE Engineer

4 Safety Officer

5 Konsultan Proyek MRTJ (JMCMC) -

6 Quality Assurance -

7 Risk Engineer -

Keterangan :

1 = Input (SDM, material dan metode)

2 = Proses (Pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pelaporan)

3 = Output (Laporan)

2. Triangulasi Metode

Triangulasi metode dilakukan dengan melakukan pengecekan

pada hasil penelitian dengan beberapa metode pengumpulan data

lainnya dan pengecekan pada beberapa sumber data dengan metode

yang sama. Triangulasi metode yang akan dilakukan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Page 76: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

58

Tabel 4.3

Matriks Triangulasi Metode

No Data

Metode Pengumpulan Data

Wawancara Observasi

Telaah

Dokumen

1

Input

Material -

Sumber Daya Manusia -

Metode -

2

Proses

Pelaksanaan

Pemantauan

Evaluasi

3

Output

Laporan -

Page 77: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

59

Tabel 4.4

Daftar Dokumen

No. Dokumen yang Dibutuhkan Nama Dokumen

1. Kebijakan Perusahaan Kebijakan K3, Kebijakan

Lingkungan dan Kebijakan

Mutu

2. Program-program SHE TWJO SHE Program 2016

3. Prosedur-prosedur SHE yang

berkaitan dengan sistem pelaporan Site Safety Plan

4. Laporan unsafe act proyek HSE Monthly Report January-

April 2016

5. Laporan unsafe condition proyek HSE Monthly Report January-

April 2016

6. Laporan near miss HSE Monthly Report January-

April 2016

7. Laporan kecelakaan kerja proyek HSE Monthly Report January-

April 2016

8. Aktivitas Pekerjaan Proyek Method Statement

9. Dokumen-dokumen lainnya Company profile, V3

Employer’s Requirement,

Reward & Punishment Policy

G. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan dengan melakukan pencatatan,

membuat transkrip dan selanjutnya melakukan kajian isi (content

analysis) yaitu :

1) Melakukan sorting data yaitu dengan mencatat kembali dan

memilah-milah data yang diperoleh secara sistematis,

memperjelas catatan yang tidak jelas dan menuliskan kembali

kekurangannya dari seluruh informan melalui wawancara,

observasi dan telaah dokumen.

Page 78: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

60

2) Memberikan catatan tambahan atau komentar terhadap data

untuk meningkatkan mutu data berikutnya. Komentar yang

berupa catatan substansi, metode dan analitik.

3) Menyusun transkrip verbatim dari data yang diperoleh dan

melakukan coding secara urut dan kontinyu pada garis-garis

transkrip atau catatan lapangan.

4) Kemudian membuat data narasi menjadi dan membandingkan

dengan teori yang ada atau relevan.

Analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan cara

menyusun data, memilah-milah data, mensintesiskannya, menemukan

pola dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari

(Moleong, 2007). Analisa data terfokus pada jawaban informan utama,

kunci dan pendukung dari berbagai metode pengumpulan data yang

dilakukan saat penelitian. Kajian isi (content analysis) merupakan

suatu teknik yang digunakan dalam menarik kesimpulan melalui usaha

untuk menemukan karateristik pesan yang dilakukan secara obyektif

dan sistematis. Berikut ini adalah tahapan yang dilakukan dalam proses

analisa data :

1. Mempelajari dan menelaah seluruh data yang tersedia dari

sumber informasi, yaitu dari hasil wawancara, observasi dan

telaah dokumen. Kemudian informasi yang diperoleh dapat

dibuat perbandingannya.

2. Mereduksi data dengan membuat rangkuman sesuai dengan

data yang akan diteliti. Rangkuman diolah secara manual dan

Page 79: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

61

disajikan dalam bentuk matriks data kualitatif untuk

memudahkan klasifikasi data yang diperlukan.

3. Membuat klasifikasi data agar data dapat terlihat dengan jelas

dan terperinci.

4. Menganalisa data secara content analysis agar dapat membuat

kesimpulan dengan cara menemukan karateristik pesan yang

dilakukan secara obyektif dan sistematis.

H. Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk

narasi atau uraian dengan teks sebagai upaya untuk memperoleh arti dan

makna yang lebih mendalam dan meluas terhadap hasil penelitian yang

dilakukan. Pembahasan hasil penelitian pun dilakukan dengan meninjau

hasil secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi yang

diperoleh dari lapangan secara akurat.

Page 80: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

62

BAB V

HASIL

A. Gambaran Umum Perusahaan

Tokyu Construction Co., Ltd merupakan Perusahaan Jepang yang

bergerak di bidang General Contractor seperti pembangunan

infrastruktur, transportasi dan pariwisata yang berpusat di Shibuya,

Shibuya-ku Tokyo, Japan. Sedangkan WIKA merupakan Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) Indonesia yang bergerak di bidang Engineering,

Procurement & Construction (EPC) serta Investasi. Terdapat sejumlah

departemen didalamnya yang bergerak di berbagai bidang konstruksi.

Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO) merupakan suatu bentuk

kerjasama antara dua perusahaan yaitu perusahaan Jepang (Tokyu

Construction Co., Ltd) dengan Indonesia, PT Wijaya Karya (Persero)

Tbk yaitu Departemen Sipil Umum I (DSU I) yang bergerak di bidang

konstruksi Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) tahap pertama.

Bertanggung jawab pada pelaksanaan proyek MRTJ Surface Section area

CP 101 dan CP 102.

1. Lokasi dan Rute MRT Jakarta

Rencana pembangunan MRTJ Lebak Bulus-Bundaran HI

(gambar 5.1) sepanjang 15,74 km merupakan tahap pertama dari MRT

Jakarta Lebak Bulus-Kota. Rute ini terletak dalam wilayah kota Jakarta

Selatan dan Jakarta Pusat, melalui koridor jalan yang telah ada dimulai

Page 81: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

63

dari Jl. Pasar Jum’at sampai dengan Bundaran HI. Rute ini melintasi

daerah perumahan, perkantoran, perdagangan, perhotelan dan pusat

perbelanjaan.

Gambar 5.1 Lokasi dan Rute MRT Jakarta

2. Jenis Kegiatan

Jenis kegiatan MRTJ ini meliputi 3 (tiga) segmen yaitu

Pembangunan Area Depo, Pembangunan Segmen Elevated (Layang)

dan Pembangunan Segmen Underground (Bawah Tanah).

a. Pembangunan Area Depo berlokasi di Terminal Lebak Bulus

dengan areal seluas 9,44 ha.

b. Pembangunan Segmen Elevated (Layang), pembangunan jalur rel

layang dimulai dari Stasiun Lebak Bulus sampai ke Stasiun

Sisingamangaraja sepanjang 9,954 km termasuk 7 stasiun layang

Page 82: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

64

dan jalur transisi (transition section) antara Stasiun

Sisingamangaraja dan Stasiun Senayan sepanjang 0,990 km.

c. Pembangunan Segmen Underground (Bawah Tanah),

pembangunan jalur rel bawah tanah dimulai dari jalur transisi,

Stasiun Senayan dan berakhir di Stasiun Bundaran HI sepanjang

4,796 km termasuk 6 stasiun bawah tanah.

3. Ruang Lingkup Pekerjaan

TWJO bertanggung jawab pada pekerjaan konstruksi Surface

Section area Contract Package CP 101 dan CP 102 yaitu pembangunan

area depo sampai dengan pembangunan segmen elevated (layang).

Lokasi proyek MRTJ TWJO CP 101 dan CP 102 yaitu terletak di Lebak

Bulus-Fatmawati-Cipete Raya, Jakarta Selatan. Terdapat tiga aktivitas

pekerjaan yang utama yaitu Viaduct (PC box girder, general span),

pembangunan depo (Lebak Bulus) dan tiga stasiun layang (Lebak

Bulus, Cipete dan Fatmawati). Berikut ini adalah gambar lokasi proyek

CP 101 dan CP 102 (Gambar 5.2) :

Page 83: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

65

Gambar 5.2 Lokasi Proyek CP 101 dan CP 102

Pembangunan depo MRTJ di lokasi Lebak Bulus (CP 101)

terhubung dengan jalur utama MRTJ melalui jalur di dalam “shop” dan

memiliki tempat penyimpanan untuk 90 “Advanced Electric Rail Cars”

(= 16 set kereta). Depo ini nantinya akan berfungsi untuk inspeksi

harian, inspeksi bulanan, pemeriksaan, pemeliharaan dan pencucian

lokomotif dan kereta api yang dilengkapi dengan fungsi pemeliharaan

infrastruktur, pusat pengendalian operasi dan operator pengemudi

sebagai sistem depo sintetik dari MRTJ. Pekerjaan yang dilakukan oleh

TWJO di area depo meliputi penebangan pohon, pemasangan pagar

sepanjang batas proyek, menghancurkan dan atau merelokasi fasilitas

utilitas umum, survei tes pit.

Pembangunan Segmen Elevated (Layang) di lokasi Lebak Bulus

Jl. Pasar Jum’at-Fatmawati (CP 101 dan CP 102). Pekerjaan yang

Page 84: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

66

dilakukan TWJO pada pembangunan jalur rel layang meliputi

penebangan pohon, pemasangan pagar sepanjang batas proyek,

menghancurkan dan atau merelokasi fasilitas utilitas umum, survei tes

pit, pekerjaan struktur viaduct yaitu bored piling for permanent

structure, pile cap and pier work permanent (pier coloumn dan pier

head) dan PC box girder erection using VG4 gantry.

Pembangunan struktur layang terutama berupa box type PC

girder dengan pier tunggal. Selama pembangunan bagian layang,

diperkirakan akan menghasilkan tanah galian (pekerjaan excavation)

untuk konstruksi pile dan pondasi untuk struktur. Berikut adalah ruang

lingkup (scope) pekerjaan divisi SHE TWJO, diantaranya yaitu :

a. Desain dan konstruksi + 6,2 km struktur viaduct.

b. Desain dan konstruksi 3 stasiun layang termasuk pekerjaan

mekanikal dan elektrikal.

c. Desain dan konstruksi 1 depot termasuk pengembangan tanah,

pekerjaan struktur dan instalasi alat-alat depot.

d. Pekerjaan sementara (temporary works) yang berhubungan

dengan konstruksi.

e. Perencanaan dan implementasi pengalihan lalu lintas yang

berhubungan dengan konstruksi.

f. Pengalihan dan dukungan terhadap utilitas selama konstruksi

berlangsung.

Page 85: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

67

g. Desain, suplai dan instalasi semua pemeliharaan bangunan stasiun

termasuk AC, proteksi kebakaran atau api, drainase, memompa

dan membongkar pipa-pipa pekerjaan.

h. Suplai, instalasi dan mengawasi signage dan grafik alat-alat yang

digunakan.

i. Memeriksa dan mengawasi pekerjaan pemeliharaan bangunan dan

alat-alat depo.

j. Mengadakan pelatihan atau training.

Page 86: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

68

4. Struktur Organisasi Perusahaan

Bagan 5.1 Struktur Organisasi Tokyu-WIKA Joint Operation

PROJECT MANAGEMENT

QUALITY ASSURANCE

(QA) DIVISION

QUALITY CONTROL

(QC) DIVISION

SHE (SAFETY, HEALTH &

ENVIRONMENT) DIVISION

CONSTRUCTION

DIVISION CP 102

CONSTRUCTION

DIVISION CP 101

PROJECT CONTROL

DIVISION

ENGINEERING

DIVISION

COMMERCIAL

DIVISION

ADMINISTRATION

DIVISION

CONTRACT

DEPARTMENT

QS DEPARTMENT MC DEPARTMENT

Page 87: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

69

B. Hasil Gambaran Tahap Input dalam Sistem Pelaporan Near miss,

Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016

Hasil ini merupakan gambaran tahap input di dalam penelitian

untuk mengetahui gambaran sistem pelaporan near miss, unsafe act dan

unsafe condition di perusahaan. Informasi yang diperoleh berdasarkan

hasil observasi peneliti dengan melihat secara langsung kegiatan-

kegiatan yang berkaitan dengan penelitian, wawancara kepada informan

dengan mengajukan sejumlah pertanyaan dan telaah dokumen.

Pada tahap input ini, informasi yang diperoleh melalui

wawancara kepada sebelas informan dan telaah dokumen. Saat

melakukan telaah dokumen beberapa data dan informasi diperoleh dari

dokumen-dokumen dan rekaman-rekaman yang ada di perusahaan.

Komponen input penelitian ini terdiri dari sumber daya yang berupa

material, sumber daya manusia (SDM) dan metode pelaporannya.

1. Material

Material didalam penelitian ini terdiri dari Form Pelaporan,

Kebijakan K3 Perusahaan dan Standar Perusahaan.

a. Form Pelaporan

Berdasarkan hasil wawancara, proses penyusunan form

pelaporan yang digunakan tersebut dalam melakukan pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe condition diketahui bahwa proses

penyusunan form-form pelaporan tersebut sudah ada standarnya yang

diadopsi dari perusahaan. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari

pihak manajemen K3 yaitu SHE manager (informan utama 1) yang

menyatakan bahwa :

Page 88: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

70

“Jadi kalau form itu kita kan sudah ada formatnya ya, sudah ada

standar bakunya dari kita inikan 2 perusahaan besar, TOKYU dan

WIKA nah masing-masing punya standar baku sendiri-sendiri. Di

TWJO ini format itu intinya disatukan standar bakunya WIKA sama

TOKYU terbentuk jadilah format khusus untuk form” – (IU1)

Pernyataan dari informan utama 1 bahwa proses penyusunan

form-form pelaporan tersebut sudah ada standar bakunya masing-

masing yang diadopsi dari kedua perusahaan TOKYU dan WIKA.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Deputy Safety Manager (DSM)

CP 101 (informan utama 2) menyatakan bahwa :

“Proses penyusunan form menggunakan form yang dari awal sudah

ada dan digunakan oleh WIKA. Hal ini dikarenakan saya sebagai

deputy safety officer berasal dari WIKA maka saya menggunakan

form yang dibuat oleh WIKA. Karena proyek ini bersifat joint

operation antara WIKA dengan TOKYU akan tetapi dua perusahaan

ini belum mengeluarkan satu kebijakan form yang akan disubmit ke

konsultan, jadi proyek ini menggunakan pengadopsian form dari

WIKA” – (IU2)

Pernyataan wawancara informan utama diatas menyatakan bahwa

proses penyusunan form dari awal sudah ada dan digunakan oleh

perusahaan WIKA jadi menggunakan form yang dibuat perusahaan

WIKA. Karena kedua perusahaan yaitu TOKYU dan WIKA belum

mengeluarkan satu kebijakan form yang di submit ke konsultan. Hal

ini tidak sejalan dengan pernyataan dari informan utama 1 yang

menyatakan bahwa standar baku masing-masing perusahaan

disatukan dan terbentuklah form khusus.

Berdasarkan hasil wawancara dengan deputy safety manager

(DSM) CP 102 (informan utama 3) dan SHE engineer (informan

utama 4) menyatakan bahwa :

Page 89: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

71

“Ya tim yang menyusun menentukan tanggal, kapan

pelaksanaannya, lokasi, pelapor dan deskripsinya setelah itu baru di

submit ke konsultan” – (IU3)

“Kalo sebelumnya hmm… bikin form itukan dapetnya dari atasan

saya, saya dikirimin trus dikasih tau abis itu saya baru jabarin ke

SO-SO gitu nanti untuk pelaporannya dan masuknya ke laporan

bulanan. Kalo dasar-dasarnya sih soal apa namanya form-form kaya

gitu sih saya ngga ngerti”– (IU4)

Pernyataan wawancara dari informan utama 3 tersebut

menyatakan bahwa proses penyusunan form pelaporan disusun oleh

tim yang menyusun tidak disebutkan dari perusahaan WIKA atau

TOKYU. Hal ini sejalan dengan pernyataan wawancara informan

utama 4 dimana form pelaporannya diperoleh dari atasannya yaitu

SHE manager dan DSM. Hasil wawancara informan-informan diatas

diperjelas dengan pernyataan dari konsultan JMCMC (informan

kunci) bahwa dia menyerahkan tanggung jawab proses pembuatan

dan penyusunan form kepada pihak perusahaan TWJO apabila keluar

dari sasaran yang diharapkan oleh konsultan maka akan diarahkan

kembali secara lebih umum atau general sesuai dengan pernyataan

wawancara berikut :

“Jadi masing-masing kontraktor termasuk TWJO karena ini dalam

bentuk kontrak yaitu desain DNC design and construction. Itu

diselesaikan sama kontraktor semua saya serahkan pada mereka,

karena banyak yang lari dari dari sasaran pelan-pelan saya arahkan

jadi generalik” – (IK)

Berdasarkan hasil wawancara dengan SHE engineer (informan

utama 5), tahapan penyusunan form tersebut yaitu pembuatan,

penomoran, pengajuan ke konsultan, persetujuan dari konsultan

Page 90: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

72

formnya. Setelah penyusunan form selesai baru dapat didistribusikan

dan diterapkan sesuai dengan pernyataan berikut:

“…dibuat koordinasi dengan QA untuk penomoran dan formatnya

trus biasanya juga kita submit dulu ke konsultan kalo form ini

disetujui baru bisa kita terapkan. Kalo udah diterapkan distribusiin

ke SO baru form itu bisa diisi dan setelah diisi biasanya dikumpulin

terus setiap akhir bulan itu kan kita bikin laporan direkap” – (IU5)

Pernyataan diatas sejalan dengan hasil wawancara kepada quality

assurance (informan pendukung 1) dan risk engineer (informan

pendukung 2) yang menyatakan bahwa :

“Ya menurut saya sih divisi kami yang menyusun dan harus

dilibatkan dengan divisi yang berwenang pada proses penyusunan

tersebut karna dari situ kita tau nantinya masukan baru nanti kita

bisa bongkar lagi. Tahapannya mulai dari penomoran form kalau

sudah sesuai akan kita submit ke konsultan setelah di setujui baru

dapat didistribusikan oleh pihak yang berwenang” – (IP1)

Kalau misalnya untuk penyusunan form, dokumentasi gitu yang

mengerjakan itu disini quality assurance ya. Disini salah satu aspek

quality adalah dokumentasi” – (IP2)

Bentuk form pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition yang digunakan sesuai dengan dokumen yang ada di

perusahaan. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara SHE manager

(informan utama 1) dan DSM 101 (informan utama 2) yang

menyatakan bahwa :

“Rani bisa lihat sendiri di dokumen kita” – (IU1)

“Bentuk form yang digunakan sama dengan yang dibuat dan

digunakan oleh WIKA kamu bisa liat sendiri formnya di admin

saya” – (IU2)

Bentuk form secara umum yang digunakan perusahaan didalam

melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition

diketahui terdiri dari tanggal pelaksanaan, lokasi, kategori, pelapor

Page 91: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

73

dan deskripsinya. Hal ini sejalan dengan pernyataan atau kutipan

wawancara dari informan utama DSM CP 102 (informan utama 3),

SHE engineer (informan utama 4 dan 5) dan konsultan JMCMC

(informan kunci) dibawah ini :

“Ya dalam sistem pelaporan itu jelas. Kapan, tanggal, kapan

pelaksanaannya, lokasinya, trus kategori. Berikutnya pelapornya

siapa, deskripsinya seperti apa. Kenapa perlu tanggal? kita harus

spesifik terhadap tanggal dan lokasi, karena apa? itu untuk

menunjang akurasi data kita.” – (IU3)

“Ya. Yang ada di kita, seperti tanggal ya kan, lokasi, deskripsinya

kan.” – (IU4)

“Terdiri dari tanggal, lokasi dan deskiripsi kejadiannya” – (IU5)

“Bentuknya ya jelas nomor, tanggal, lokasi kejadian, sumber

penyebab, dll” – (IK)

Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan informan

pendukung yaitu QA (informan pendukung 1) dan risk engineer

(informan pendukung 2) menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui

dan memperhatikan detail dari bentuk form pelaporan yang ada. Hal

ini sejalan dengan pernyataan wawancara berikut :

“Kalau untuk detail formnya saya kurang memperhatikan” – (IP1)

“Kalau bentuk formnya saya kurang tau detailnya karena divisi

safety yang sehari-hari terlibat untuk pelaporannya” – (IP2)

Berdasarkan pernyataan sebelumnya tiga informan utama (3, 4

dan 5) mengkategorikan secara umum bentuk form pelaporan namun

dua informan pendukung tidak mengetahui dan memperhatikan

bentuk form pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition.

Page 92: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

74

Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan safety officer

(informan utama 7 dan 8), mereka menyatakan bahwa :

“Misalnya suatu kejadian seperti kejadiannya jam berapa, waktunya

apa dibuat ya kan kalau near miss. Kalau unsafe condition

pelaporannya bisa di daily patrol” – (IU7)

“Saya ngga hafal yang jelas disitu ada lokasi, deskripsi dan kejadian

kalau untuk near miss. Kalau unsafe act ngga ada formnya cuma

kita biasanya langsung lapor. Unsafe condition seperti yang anda

tau itu form daily safety patrol” – (IU8)

Pernyataan safety officer (informan utama 8) sebelumnya bahwa

untuk form pelaporan near miss terdiri dari lokasi, deskripsi dan

waktu kejadiannya secara umum sejalan dengan pernyataan dari

informan utama 3, 4 dan 5. Menurutnya form pelaporan unsafe

condition berupa form daily safety patrol sedangkan form pelaporan

untuk unsafe act tidak ada. Pernyataan wawancara safety officer

(informan utama 8) sebelumnya terkait form pelaporan unsafe act

yang tidak ada, tidak sejalan dengan pernyataan dari informan utama

3, 4 dan 5. Namun pernyataan safety officer (informan utama 8)

didukung dengan pernyataan wawancara safety officer (informan

utama 6) yang juga menyatakan bahwa untuk form pelaporan unsafe

act adalah bahwa formnya tidak ada. Hal ini sejalan dengan kutipan

berikut :

“Bentuk formnya near miss ada tapi belum baca saya, tapi untuk

perilaku pekerja ngga ada formnya. Untuk kondisi tidak aman itu

ada formnya daily safety patrol” – (IU6)

Berdasarkan pernyataan diatas juga safety officer (informan

utama 6) sejauh ini belum membaca form pelaporan near miss yang

Page 93: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

75

dimiliki perusahaan berbeda dengan kedua safety officer (informan

utama 7 dan 8).

Form pelaporan unsafe act yang dijelaskan sebelumnya tidak

didukung dengan hasil telaah dokumen perusahaan. Berdasarkan hasil

telaah dokumen, form pelaporan yang dimiliki perusahaan berupa

daily safety patrol form dan near miss form. Daily safety patrol form

biasa digunakan oleh divisi SHE yaitu tim safety officer (SO) di

dalam melakukan pencatatan dari hasil patroli mereka setiap hari

dilapangan yang berkaitan dengan pelaporan untuk unsafe condition.

Form daily safety patrol terdiri dari judul, tanggal/waktu, nomor,

lokasi, checklist angka, keterangan dari angka 1-17 terkait kondisi alat

maupun lingkungan kerja, PIC nya siapa, dan diperiksa oleh siapa.

Berikut ini adalah bentuk formnya (Gambar 5.3) :

Gambar 5.3 Daily Safety Patrol Form

Page 94: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

76

Sedangkan near miss form digunakan SO untuk melaporkan

kejadian near miss. Form pelaporannya terdiri dari judul,

waktu/tanggal kejadian, nama korban, sumber near miss, faktor

penyebab (sumber, tipe, kategori unsafe act atau unsafe condition),

kronologis kejadian, tindak lanjut dan status. Berikut ini adalah

bentuk formnya (Gambar 5.4) :

Gambar 5.4 Near Miss Form

Di dalam menentukan kesesuaian form yang digunakan

perusahaan untuk melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan

unsafe condition itu divisi SHE akan melibatkan divisi quality

assurance (QA). Hal ini sejalan dengan hasil wawancara SHE

manager (informan utama 1 yang menyatakan bahwa :

“Ya nanti disitu dipilah-pilah sama QA jadi laporan apa dan nanti

muncul kategorinya apa gitu tetep kerjasama sama SHE. Karena

saya disini juga proyek sudah berjalan satu tahun ya jadi kalo form-

form gitu yang bikin orang QA ya quality assurance sama project

control” – (IU1)

Page 95: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

77

Pernyataan informan utama 1 yaitu SHE manager sejalan dengan

hasil wawancara DSM CP 101 (informan utama 2) dan SHE engineer

(informan utama 4) yang menyatakan bahwa :

“Pada dasarnya kesesuaian form digunakan secara global atau

keseluruhan dan bekerja sama dengan divisi QA. Adanya QA yang

akan mensortir atau review laporansebelum dikirim ke konsultan” –

(IU2)

“Kalau kesesuaian dasar-dasar formnya saya ngga ngerti, sesuai

dengan orang-orang QC eh QA sorry ya maksudnya QA. Orang QA

yang dilibatkan dalam arti kan kita tetep kerja sama, yang penting

kan kita meeting-in gimana nih kekurangan atau masukannya” –

(IU4)

Selain itu, kesesuaian form mengacu kepada dokumen kontrol

yang ada di perusahaan. Semua form diatur dengan terdapatnya

nomer register, tahun pembuatan dan divisi yang menggunakan form

tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan informan

utama yaitu DSM CP 102 (informan utama 3) yang menyatakan

bahwa :

“Kesesuaian form itu seharusnya mengacu kepada dokumen kontrol

yang ada di perusahaan. Jadi didalam perusahaan itu mengatur

bagaimana semua form diatur, nomer registernya, tahun

pembuatannya serta divisi yg memakai form tersebut.” – (IU3)

Kemudian kesesuaian dan kelayakan form tersebut harus

disetujui oleh pihak konsultan agar dapat diterapkan di perusahaan.

Hal ini sejalan dengan pernyataan wawancara dari SHE engineer

(informan utama 5) yang menyatakan bahwa :

“Konsultasi dulu ke QA baru submit ke konsultan kalo konsultan ok

ini bisa dipake. Contohnya kalo form ceklis, ceklis safety juga seperti

itu jadi kita bikin trus koordinasi ke QA dilihat, dikasih nomer itu

baru kita submit persetujuan dari konsultan setelah itu baru kita

terapkan dan sampai saat ini udah berjalan.” – (IU5)

Page 96: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

78

Semua form yang dibuat seperti yang dijelaskan sebelumnya

melibatkan divisi QA dalam menentukan kesesuaiannya.

Pendokumentasian yang rapih, terstruktur dan dokumennya akan di

audit internal oleh QA. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara risk

engineer (informan pendukung 2) yang menyatakan bahwa :

“Pendokumentasian yang rapih terstruktur itu karna ada

standarnya. Kalau ngga salah standar ISO, makanya yang meng-

handle itu adalah orang quality. Karena orang quality assurance

juga yang akan mengaudit internal project ini, salah satu yang di

audit itu adalah dokumennya” – (IP2)

Berdasarkan hasil wawancara dengan QA (informan pendukung

1), form pelaporan yang sudah sesuai dengan dokumen QA

selanjutnya akan diajukan ke pihak konsultan. Hal ini sejalan dengan

pernyataan wawancara bahwa :

“Jika form nya sudah sesuai dengan dokumen kami penyusunannya

maka sudah boleh di submit ke konsultan nantinya” – (IP1)

Hasil wawancara dengan informan pendukung diatas sejalan

dengan pernyataan wawancara konsultan JMCMC (informan kunci)

yang menyatakan bahwa :

“Biasanya kami yang akan meng-accept form yang dibuat dari

perusahaan” – (IK)

Jadi, komponen input material berupa form pelaporan pada

perusahaan didalam proses penyusunannya dan kesesuaian isinya

melibatkan divisi yang berwenang yaitu divisi SHE dan divisi QA Di

mulai dari tahapan penomoran, pengajuan ke konsultan persetujuan

dari konsultan terkait form pelaporannya. Form tersebut dapat

didistribusikan dan diterapkan apabila telah mendapatkan persetujuan

Page 97: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

79

dari pihak konsultan. Untuk form pelaporan unsafe act perusahaan

tidak memiliki form tersendiri untuk melakukan record. Adapun form

yang dimiliki perusahaan saat ini untuk pelaporan unsafe condition

yaitu berupa form daily safety patrol (Gambar 5.3) dan untuk

pelaporan near miss yaitu berupa form near miss (Gambar 5.4) sesuai

dengan dokumen form atau bentuk format yang dimiliki.

b. Kebijakan K3 Perusahaan

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi

SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan

utama 1-3) menyatakan bahwa :

“Kalau kebijakan K3 yang jelas tujuan utamanya adalah zero

accident karena manajemen kami komit dari mulai PM sampe ke

konstruksi cuma kalo di kontruksi ini kan K3 baru mulai kan tahun

2006, mulai di galakkan dan mewajibkan” – (IU1)

“Kebijakan K3 ya secara umum mencegah terjadinya kecelakaan.

Sistem pelaporan baru berjalan 30% “– (IU2)

“Oh ya jadi TWJO sudah berkomitmen terhadap keselamatan

artinya artinya apapun yang kita laporkan itu adalah membawa

nama baik dari K3 di perusahaan. Setiap pelaporan, setiap ada

kejadian wajib dilaporkan baik besar dan kecil, hanya tergantung

klasifikasinya saja apakah itu recordable atau just reportable” –

(IU3)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas

menyatakan bahwa kebijakan K3 perusahaan adalah top manajemen

berkomitmen terhadap K3 dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan SHE engineer

(informan utama 4 dan 5) yang mengumpulkan, mengolah dan

membuat laporan yang menyatakan bahwa :

Page 98: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

80

“Saya sih belum baca kebijakan K3 kita disini, hmmm.. sama sekali

belum baca jadi belum bisa dijabarkan” – (IU4)

“Kalau kebijakan K3 nya ngga lebih ke safety secara umum ya.

Kalau untuk unsafe act sama near miss-nya kan ngga tercantum di

kebijakan yang tertulis gitu. Jadi kebijakannya lebih bersifat safety

secara umum tapi keterkaitan cuman ngga tertulis secara detail

harus pelaporan ini, atau dilaporkan dan sekarang konsultan juga

cukup ketat lagi sekarang udah ada surat yang keluar unsafe act

unsafe condition ya harus dilaporkan” – (IU5)

Pernyataan wawancara dari salah satu SHE engineer (informan

utama 5) kebijakan K3 perusahaan adalah lebih ke K3 secara umum

sejalan dengan pernyataan wawancara dari informan utama

sebelumnya. Namun pernyataan wawancara dari SHE engineer

(informan utama 4) adalah belum mengetahui isi kebijakan K3 di

perusahaan. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara kepada informan

pendukung yang menyatakan bahwa :

“Wah kalau kebijakan K3 saya ngga taulah, kebijakan disini kalau

spesifik diperusahaan ini saya jujur ngga tau…” – (IP2)

Pernyataan wawancara dari informan pendukung bahwa dia tidak

mengetahui kebijakan K3 di perusahaan. Berdasarkan hasil

wawancara kepada safety officer yang menyatakan bahwa :

“Dari kebijakannya, perusahaanya kurang terlalu fokus mengenai

K3. Ada dalam arti kurang untuk pelatihan ada tapi tidak mengerti

tentang K3” – (IU6)

“Kalo kebijakannya setau saya kalau diperusahaan ya sesuai

dengan UU yang berlaku ya misalnya ketenagakerjaan ada

keselamatan juga ya kalau kita contohkan ada di UU no.1 tahun

1970 tentang keselamatan” – (IU7)

“Kebijakan yang dibuat TWJO tetep ya kita istilahnya menerapkan

seperti basic-basic aja sih sebenarnya. Kaya APD gitu emang itu

wajib ya tapi istilahnya sih kebijakan yang basic-basic. Ya kalau

kebijakan untuk kita ya namanya safety itu udah ngga bisa tawar

Page 99: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

81

menawar gitu ya jadi sekarang kita menggunakan punishment” –

(IU8)

Pernyataan wawancara dari dua safety officer menyatakan bahwa

kebijakan K3 perusahaan itu berkaitan dengan K3 yang dasar dan

sesuai dengan UU no tahun 1970 yang sejalan dengan pernyataan

wawancara keempat informan utama sebelumnya. Sedangkan satu

safety officer menyatakan bahwa kebijakannya kurang fokus terhadap

K3 hal ini tidak sejalan dengan pernyataan informan-informan

sebelumnya. Namun sejalan dengan hasil wawancara kepada

informan pendukung 2 yang menyatakan bahwa :

“Jadi kebijakan yang kita terapkan itu di lapangan masih belum

memenuhilah masih minim untuk di lapangan. Tapi kebijakan itu

menurut saya sudah baik tapi personal yang dilapangan ini yang

masih susah– (IP1)

Pernyataan wawancara dari informan pendukung 2 sejalan

dengan safety officer (informan utama 6) yang menyatakan bahwa

kebijakan K3 perusahaan itu masih belum memenuhi dan masih

minim untuk di lapangan. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara

kepada informan kunci yang menyatakan bahwa :

“Ya masih accept lah, masih bisa diterima karena sudah mengarah

ke sasaran yang diinginkan dari SMK3 itu sendiri sekalipun mereka

masih abu-abu. Di dalam SMK3 perusahaannya karna mengartikan

bahwasanya itu konkret. Ya intinya SMK3 kalau ngeliat kebijakan

udah accept lah form nya masih diterima” – (IK)

Pernyataan wawancara dari informan kunci hampir sejalan

dengan pernyataan wawancara dari informan pendukung 2 dan safety

officer (informan utama 6) yang menyatakan bahwa kebijakan K3

masih abu-abu namun masih bisa diterima. Pernyataan-pernyataan

Page 100: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

82

wawancara dari beberapa informan yang menyatakan bahwa top

manajemen berkomitmen terhadap kebijakan K3 dan mencegah

kecelakaan kerja sejalan dan didukung dengan dokumen kebijakan

perusahaan.

Berdasarkan hasil telaah dokumen perusahaan, kebijakan

perusahaan (Company Policy) TWJO terdiri atas Kebijakan K3

(Gambar 5.5), Kebijakan Lingkungan dan Kebijakan Mutu. Kebijakan

K3 tertulis TWJO yaitu berisi tentang TWJO memiliki komitmen

yang kuat untuk mendorong praktek kerja yang aman pada Proyek

Konstruksi Jakarta Mass Rapid Transit CP 101 dan CP 102 sesuai

dengan Undang-Undang keselamatan dan kesehatan kerja serta aturan

dan Peraturan Pemerintah Indonesia dan otoritas terkait yang

memiliki kewenangan hukum.

Keselamatan dan kesehatan diperlakukan sebagai bagian integral

dari manajemen konstruksi yang akan menyatu dengan produksi dan

kualitas yang merupakan kebijakan TWJO untuk mencapai standar

tertinggi dalam K3 konstruksi dan secara efektif mengontrol

kecelakaan dan kualitas dengan cara yaitu :

a. Membuat kesehatan dan keselamatan menjadi tanggung jawab

manajemen;

b. Termasuk semua orang yang peduli dengan proyek khususnya

pada program keselamatan kontraktor;

c. “Keselamatan adalah tanggung jawab semua orang “;

Page 101: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

83

d. Termasuk keselamatan dan kesehatan dalam tahap perencanaan

untuk semua aktivitas kerja;

e. Melakukan penilaian risiko untuk semua operasi kerja, dan

f. Menyediakan promosi keselamatan tingkat tinggi dan

melaksanakan pelatihan keselamatan dan kesehatan yang sesuai

sebagai bagian dari program pelatihan kontraktor.

TWJO bermaksud untuk memenuhi komitmen tersebut dengan

memastikan praktek dan prosedur kerja yang aman yang diadopsi

memenuhi semua persyaratan UU keselamatan dan kesehatan industri

dari Pemerintah Indonesia. Pengaturan umum dan spesifik untuk

mencapai tujuan tersebut tercantum dalam rencana keselamatan.

Semua pegawai TWJO diwajibkan untuk melakukan perlindungan

terhadap K3 diri sendiri dan pegawai lainnya. TWJO akan

mendukung manajer dan supervisor yang bertindak untuk kepentingan

K3.

Page 102: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

84

Gambar 5.5 Kebijakan K3 TWJO

Page 103: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

85

Gambar 5.6 Dokumentasi Kebijakan K3 TWJO

Jadi, komponen input material berupa kebijakan K3 perusahaan

yang berkaitan dengan sistem pelaporan near miss, unsafe act dan

unsafe condition diketahui bahwa perusahaan memiliki kebijakan K3

yang sesuai dimana berkomitmen untuk mencapai standar tertinggi

dalam K3 konstruksi dan secara efektif mengontrol kecelakaan kerja

dan kualitas sejalan dengan sebagian besar pernyataan wawancara

dari informan. Karena di dalam suatu kebijakan harus terdapat visi,

tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan,

kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan

yang menyeluruh.

Page 104: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

86

c. Standar Perusahaan

Standar yang dimiliki oleh perusahaan berdasarkan hasil

wawancara dengan pihak manajemen divisi SHE TWJO yaitu SHE

manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan utama 1-3)

menyatakan bahwa :

“Hmm.. yang berkaitan dengan SOP near miss ya? Mereka tidak

spesifik kesitu, intinya zero accident ya. Standar SOP disini ada tapi

lebih spesifik ke alat-alat saja kalau untuk safety kita ada dokumen

site safety plan yang sudah di submit dari konsultan” – (IU1)

“Masih berstandar pada standar WIKA. Memakai standar

internasional akan tetapi implementasinya banyak yang belum

memenuhi atau mengena pada standar-standar internasional

tersebut” – (IU2)

“Kalau standar kita mengacu pada apa yang menjadi kesepakatan

yang kita submit ke MRT. Jadi sistem pelaporan near miss kita itu

hanya selembar pelaporan near miss saja yang paling sebenarnya

dan yang paling penting adalah hasil observasi setiap SO itu

melaporkan unsafe condition sama unsafe position setiap harinya

karena near miss itu adalah berawal dari unsafe condition dan

unsafe position” – (IU3)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas

menyatakan bahwa standar sistem pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition perusahaan adalah menggunakan standar WIKA

dan mengacu pada kesepakatan dengan MRT dan konsultan yaitu

dokumen site safety plan namun tidak spesifik. Hal ini sejalan dengan

hasil wawancara dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5)

yang mengumpulkan, mengolah dan membuat laporan yang

menyatakan bahwa :

“Oh, pelaporan standarnya kita ngikutin konsultan. Dokumen

standarnya itu aduh kalo untuk standarnya sih saya ngga tau kalo

konsultan pake apa, tak paham” – (IU4)

Page 105: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

87

“Kalau disini kita masih pake form punya WIKA karena manajemen

101-103 sampe ke MRT pun ngga mengarah harus pake standar apa.

Jadi dengan komitmen kita kalau di TOKYU ngga ada, di WIKA ada

ya kita pake punya WIKA. Kita koordinasi dengan TOKYU jadi

yaudah kita gunakan” – (IU5)

Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa standar sistem

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition perusahaan

adalah menggunakan mengacu pada standar WIKA dan kesepakatan

dengan konsultan. Hal ini belum sejalan dengan hasil wawancara

kepada safety officer (informan utama 6-8) yang menyatakan bahwa :

“Standarnya ya harus ada prosedur. Selama ini prosedurnya masih

agak susah dalam arti pihak yang ada diperusahaan dan dilapangan

kurang. SOP nya belum ada” – (IU6)

“Kalo standarnya yang digunakan saya liat disini kalau form itu

udah sesuai dengan standar mengacu kepada UU kemudian bisa

dikatakan sudah keputusan daripada kita disini kita mengacunya ke

MK3LH ya kan itu bisa dikatakan itu mutu, keselamatan kesehatan

kerja, lingkungan hidup kaya gitu sistemnya” – (IU7)

“Belum ada, misalnya standar alat yang kita gunakan itu harusnya

kan sesuai terhadap safety” – (IU8)

Pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 7)

bahwa standar sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition perusahaan adalah mengacu pada undang-undang.

Sedangkan pernyataan wawancara dari dua safety officer lainnya

bahwa standar atau prosedur yang digunakan belum ada. Berdasarkan

hasil wawancara kepada informan kunci dan informan pendukung

yang menyatakan bahwa :

“Mendekatin, belum tapi udah mendekatinlah ke K3” – (IK)

“Masih kuranglah ya soalnya disini kebanyakan masih ngga tau

apasih standarnya itu, misalnya standar APD aja ngga tau” – (IP1)

Page 106: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

88

“Standar ISO, OHSAS biasanya yang mengetahui detail orang SHE

yang pasti dan bisa juga QA” – (IP2)

Pernyataan wawancara dari informan kunci dan informan

pendukung 1 tersebut bahwa standar sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition perusahaan adalah belum dan masih

kurang terhadap K3, belum sejalan dengan pernyataan wawancara

dari informan pendukung 2 yang menyatakan bahwa standarnya

mengacu pada ISO dan OHSAS. Jadi, pernyataan wawancara dari

informan utama 1-5 sudah sejalan yang menyatakan bahwa standar

yang digunakan mengacu pada standar WIKA, MRT dan konsultan

namun belum sejalan dengan pernyataan wawancara dari informan

utama 6-7, informan kunci dan informan pendukung.

Perusahaan memiliki standar K3 yang mengacu pada dokumen

site safety plan. Dokumen perencanaan ini menghubungkan

perencanaan dan prosedur-prosedur lain proyek untuk membentuk

keseluruhan sistem manajemen proyek. Dokumen tersebut disusun

untuk memenuhi unsur-unsur yang berlaku pada OHSAS 18001:2007

yang mencakup perencanaan, organisasi dan manajemen kemudian

dikembangkan untuk memberikan pedoman yang memadai kepada

tim proyek dalam melaksanakan tugasnya dan memenuhi persyaratan

kontrak. Dokumen ini mengelola, memantau dan merekam kegiatan

K3 yang didukung dengan standar-standar operasional prosedur dan

form-form yang dimiliki perusahaan.

Berdasarkan hasil telaah dokumen site safety plan bahwa standar

operasional prosedur yang terdapat di perusahaan dan terlampir hanya

Page 107: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

89

spesifik pada standar operasional prosedur penggunaan alat dan jenis-

jenis pekerjaan dalam melaksanakan pekerjaan belum spesifik

terhadap standar pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition

di konstruksi yaitu sebagai berikut (Gambar 5.7):

Gambar 5.7 Lampiran Standar Operasional Prosedur pada Dokumen Site Safety

Plan

Page 108: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

90

Berdasarkan hasil telaah dokumen site safety plan bahwa standar

yang terlampir hanya spesifik pada standar operasional prosedur

penggunaan alat dan jenis-jenis pekerjaan belum spesifik terhadap

standar pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di

konstruksi sejalan dengan pernyataan wawancara dari informan utama

1, 6 dan 8 yaitu safety manager dan safety officer yang menyatakan

bahwa standar yang digunakan tidak ada atau belum spesifik terhadap

standar pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition.

Di dalam memastikan tingkat konsistensi komitmen perusahaan,

kinerja operasional harus dipertahankan sepanjang durasi proyek dan

di semua lokasi kerja. Standar operasional prosedur telah

dikembangkan dan memberikan standar minimum yang harus

diterapkan. SOP yang dimiliki perusahaan ini berfungsi untuk

memastikan panduan yang jelas diberikan kepada semua personil

proyek sesuai dengan apa yang diharapkan perusahaan dalam

mengendalikan risiko kesehatan dan keselamatan di proyek. Perlu

adanya pemahaman informan terhadap near miss, unsafe act dan

unsafe condition pada standar. Berdasarkan hasil wawancara dengan

pihak manajemen divisi SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP

101 dan CP 102 (informan utama 1-3) menyatakan bahwa :

“Near miss itu sebenernya kondisi hampir celaka, celakanya

belum tapi hampir celaka” – (IU1)

“Kejadian yang nyaris akan tetapi jika sering terjadi near miss

akan berpotensi menjadi kejadian yang lebih parah” – (IU2)

“Oh kalau menurut saya near miss itu sama dengan persepsi

semua safety di dunia ini near miss itu adalah kejadian yang

Page 109: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

91

hampir celaka, hampir celaka maksudnya hampir celaka mengenai

orang, mengenai peralatan dan juga dampak terhadap

lingkungan” – (IU3)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas

menyatakan bahwa near miss adalah suatu kejadian yang hampir

celaka, berpotensi menjadi kejadian yang lebih parah dan berdampak

pada orang, peralatan serta lingkungan. Hal ini sejalan dengan hasil

wawancara dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang

mengumpulkan, mengolah dan membuat laporan yang menyatakan

bahwa :

“Near miss itu ya kita udah tau ya hampir celaka dalam arti kita

bekerja tapi kita hampir kecelakaan, seperti itu. Itukan juga ngga

langsung kitanya dalam arti kan bisa benda atau apa gitu kan, apa

bisa kitanya yang lalai itu termasuk near miss, yang lalai” – (IU4)

“Near miss itu suatu kejadian hampir celaka jadi apabila ada

perubahan sedikit saja bisa jadi celaka gitu” – (IU5)

Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa near miss

adalah suatu kejadian yang hampir celaka yang dapat berasal dari

benda, manusia, atau apabila terjadi perubahan yang dapat

menimbulkan kecelakaan. Hal ini juga sejalan dengan hasil

wawancara kepada safety officer (informan utama 6-8) yang

menyatakan bahwa :

“Jadi kita tahu bahayanya kaya apa ya itu hampir celaka.

Misalnya kelalaian pekerja” – (IU6)

“Definisi near miss itu artinya sesuatu yang hampir mendekati

kecelakaan tapi belum terjadi” – (IU8)

”Near miss ini pengertiannya menurut saya ya dilapangan

misalnya ada orang yang luka ini ada tahapannya ada ringan ada

sedang ada berat” – (IU7)

Page 110: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

92

Pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 7)

bahwa near miss berkaitan dengan orang luka dan ada tahapannya,

pernyataan tersebut belum sejalan dengan pernyataan wawancara dari

safety officer (informan utama 6 dan 8) bahwa near miss adalah suatu

kejadian yang hampir celaka. Sedangkan berdasarkan hasil

wawancara kepada informan kunci dan informan pendukung yang

menyatakan bahwa :

“Dari definisinya dulu near miss itu kan yang nyaris ya, nyaris

celaka apa sih yang nyaris celaka itu apa baru fungsinya

bagaimana tindaklanjutnya oleh eksekutornya ataupun kontraktor

gimana jangan ditemukan misalnya tidak pake sarung tangan itu

bisa kita kategorikan bisa ke near miss, ya tapi tindak lanjutnya apa

kita cari dulu kenapa dia ngga pake sarung tangan? Pengadaan

mgga ada atau emang habitnya. Tapi umumnya yang demikian kalau

saya perhatikan itu habit”

“Ya, near miss itu hampir celaka, kecelakaan kerja yang belum

terjadi. Akan berdampak kecelakaan kalau belum kita perbaiki”

“Near miss itu definisinya belum kejadian kan cuma bisa terjadi.

Near miss sendiri itu sebenernya suatu pelanggaran batas. Batas itu

batas K3 tapi belum kejadian, nyaris aja kejadian itu”

Pernyataan wawancara dari informan kunci dan informan

pendukung tersebut bahwa near miss adalah suatu kejadian yang

belum, nyaris atau hampir celaka yang melanggar suatu batas dapat

disebabkan karena habit manusia. Jadi, pernyataan-pernyataan

wawancara dari ketujuh informan utama, informan kunci dan 2

informan pendukung sudah sejalan yang menyatakan bahwa near

miss adalah suatu kejadian yang belum, nyaris atau hampir celaka.

Namun pernyataan tersebut belum sejalan dengan pernyataan

Page 111: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

93

wawancara dari satu informan utama yang menyatakan bahwa near

miss berkaitan dengan orang luka dan ada tahapannya.

Pernyataan informan terkait unsafe act dan unsafe condition

berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi SHE

TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan

utama 1-3) menyatakan bahwa :

“Unsafe action tindakan- tindakan tidak selamat. Misalnya kita

bekerja di ketinggian tidak pakai harness. Unsafe condition sendiri

kondisi tidak aman, berarti kita tidak mempersiapkan hal-hal

sebelum kerja. Istilahnya tidak mempersiapkan lokasi kerja aman,

platform kerja, tangga. Yang sering disini dua-duanya, unsafe

condition yang utamanya” – (IU1)

“Unsafe act itu perilaku tidak aman misalnya tidak menggunakan

APD, tidak sesuai prosedur. Kalau unsafe condition itu kondisi yang

tidak aman misalnya material tidak pada tempatnya, tidak ada

handrail dan sebagainya” – (IU2)

“Unsafe act itu adalah inner behavior seseorang yang secara

explosure atau secara terbuka memaparkan bahwa dia tidak selamat

atau melaksanakan kegiatan yang dapat merugikan dirinya sendiri,

orang lain dan juga lingkungan. Unsafe condition adalah berawal

dari mekanisme atau birokrasi di perusahaan yang mungkin agak

lama dan agak lamban didalam proses perbaikan atau maintenance

dan juga lamanya proses pada saat permintaan barang-barang

mengakibatkan barang-barang yang sudah korosi masih tetap layak

dipake, sementara dalam pandangan K3 itu tidak layak untuk dipake

lagi dan harus di reject”– (IU3)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas

menyatakan bahwa unsafe act adalah suatu perilaku seseorang atau

tindakan-tindakan yang tidak selamat yang dapat merugikan dirinya

sendiri, orang lain dan lingkungan misalnya tidak sesuai prosedur dan

tidak menggunakan APD. Sedangkan bahwa unsafe condition adalah

kondisi yang tidak aman misalnya lokasi kerja belum siap untuk

melaksanakan pekerjaan dan kondisi alat yang tidak layak. Hal ini

Page 112: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

94

sejalan dengan hasil wawancara dengan SHE engineer (informan

utama 4 dan 5) yang menyatakan bahwa :

“Unsafe action berarti kita udah tau ya kan misalkan kita bekerja

kaya gerinda ngga ada covernya dia tau tapi masih dilakukan. Ngga

harus alat juga apapun kerja dia, udah tau ngga aman ya dia tetep

kerja. Kondisi ya dalam arti kondisinya kita cukup liat dari kondisi

kerja kita seperti becek ya kan, udah tau becek masih kerja kondisi

lingkungan kerja gitu, seperti itu” – (IU4)

“Unsafe act atau perilaku tidak aman itu lebih kepada pekerja nya

sendiri… Keadaan tidak aman itu lokasi kerja, ya lokasi kerja itu

kurang memperhatikan housekeeping-nya segala macem ya

kaitannya dengan lingkungan” – (IU5)

Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa near miss

adalah suatu kejadian yang hampir celaka yang dapat berasal dari

benda, manusia, atau apabila terjadi perubahan yang dapat

menimbulkan kecelakaan. Hal ini juga sejalan dengan hasil

wawancara kepada safety officer (informan utama 6-8) yang

menyatakan bahwa :

“Perilaku tidak aman itu dia mengabaikan keselamatan tidak

mengikuti prosedur tidak memenuhi progres. Kalau kondisi tidak

aman itu kondisi yang kurang bagus ya” – (IU6)

“Kalo unsafe action itu tindakan-tindakan yang kalau saya liat disini

dari masalah APD. APD ya penggunaannya… Ya kondisi unsafe

condition dimana biasanya berhubungan dengan kontruksi, pier

yang masih keadaannya belum diisi tanah ditimbun dengan tanah

misalnya kan diratakan kan pada saat itu ditimbun namanya unsafe

condition tidak ada proteksi disitu kondisinya berarti ada lubang

bahaya bagi orang melintas pada saat mau melakukan aktivitas di

dalam proyek maupun area luar” – (IU7)

“Unsafe act itu artinya tindakan yang tidak aman berupa begini ya

dia terlalu memaksakan.Unsafe condition itu kondisi yang tidak

aman, lingkungan kerja kita yang tidak aman. Contohnya seperti

ibaratnya kita bekerja di ketinggian melihat lokasi kita sempit disitu

material berserakan” – (IU8)

Page 113: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

95

Pernyataan wawancara dari ketiga informan safety officer diatas

menyatakan bahwa unsafe act adalah suatu perilaku yang

mengabaikan keselamatan, tidak mengikuti prosedur dan

memaksakan misalnya pada alat dan penggunaan APD. Sedangkan

bahwa unsafe condition adalah kondisi yang tidak aman, kurang

bagus misalnya lokasi kerja tidak terdapat proteksi yang layak dan

material yang berserakan. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara

kepada informan kunci dan informan pendukung yang menyatakan

bahwa :

“Unsafe act artinya orang yang selalu melakukan dengan cara

shortcut atau jalan pintas contohnya ya ada gedung tinggi ada

tangga tapi dia ngga menggunakan tangga itu tapi akses lain.

Confined space unsafe condition semua botol bejana bertekanan itu

tidak boleh masuk kedalam confined space karena hanya ada satu

access ada galian bisa aja dia jalan dari pinggir slot galian kan” –

(IK)

“Perilaku tidak aman itu kan dari kita diri sendiri gitu. Definisinya

itu ya kita amankan dulu diri kita, kita merasa nyaman bekerja

disini…Ya perilaku yang tidak aman orang yang akan naik ke

scaffolding memaksakan naik ke scaffolding yang belum diceklis dan

belum ada tagnya misalnya padahal itu kondisi tidak aman” – (IP1)

“Definisi dari unsafe action pribadi ya definisi dari unsafe action itu

tindakan yang tidak terukur dan tidak tau batas karna yang namanya

K3 itu kalau K3 itu prinsipnya kan tau batas, know your limit

gitu…Jadi yang namanya unsafe action itu melanggar batas, batas

apapun. Unsafe condition adalah tidak memberikan batas itu” –

(IP2)

Pernyataan wawancara dari informan kunci dan informan

pendukung tersebut bahwa unsafe act adalah suatu tindakan yang

mengambil jalan pintas, tindakan yang memaksa, tindakan yang tidak

terukur dan tidak tahu batas. Sedangkan bahwa unsafe condition

adalah kondisi yang dipaksakan, tidak aman dan melanggar batas

Page 114: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

96

apapun misalnya peralatan yang belum siap digunakan atau akses

kerja terhalang.

Pernyataan-pernyataan wawancara dari kesebelas yaitu informan

utama, informan kunci dan informan pendukung sudah sejalan yang

menyatakan bahwa unsafe act adalah suatu perilaku seseorang atau

tindakan-tindakan yang tidak selamat, memaksakan, diluar batas yang

dapat merugikan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan misalnya

tidak sesuai prosedur dan tidak menggunakan APD. Sedangkan

unsafe condition adalah kondisi yang dipaksakan, tidak aman dan

melanggar batasan misalnya kondisi peralatan yang tidak sesuai,

akses kerja terhalang, dsb. Berikut ini adalah beberapa dokumentasi

hasil observasi yang diperoleh di lokasi kerja konstruksi MRTJ TWJO

mengenai temuan unsafe act dan unsafe condition :

(A)

(B)

Page 115: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

97

Gambar 5.8 Unsafe Act pada Pekerjaan Fabrikasi Besi dan Pengelasan (Penggunaan

APD)

Gambar 5.9 Unsafe Condition (Penempatan Material Scaffolding dan Kebersihan Lokasi Kerja)

Jadi, pada komponen input material berupa standar K3

perusahaan yang berkaitan dengan sistem pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition diketahui bahwa perusahaan memiliki

standar K3 telah diatur dalam dokumen site safety plan dan

pernyataan-pernyataan wawancara dari sebagian besar informan

wawancara terkait definisi near miss sudah sejalan namun hanya satu

informan wawancara yang belum sejalan. Terkait definisi unsafe act

dan unsafe condition semua pernyataan wawancara informan sudah

memiliki pemahaman yang sejalan.

2. Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber daya manusia pada penelitian ini diperoleh berdasarkan

hasil wawancara dan telaah dokumen perusahaan. Berdasarkan hasil

wawancara dengan SHE manager (informan utama 1), DSM CP 101

(informan utama 2) dan SHE engineer (informan utama 5)

menyatakan bahwa :

“Yang terlibat disini yang jelas ada departemen K3 disini divisi K3,

general affair sama QA, quality assurance. General affair itu bagian

umumnya” – (IU1)

Page 116: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

98

“Chief, supervisor safety, manajer safety yang pasti SHE” – (IU2)

“Tim safety yang pasti SO, pelaksana, divisi lain dan pekerja di

lapangan” – (IU5)

Pernyataan dari ketiga informan utama tersebut terkait sumber

daya manusia yang terlibat dapat disimpulkan bahwa dalam

melakukan sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition diantaranya yang pasti melibatkan divisi SHE dan divisi-

divisi lainya. Divisi-divisi yang terlibat di mulai dari pimpinan

tertinggi hingga yang terendah. Hal ini sejalan dengan pernyataan

wawancara dari DSM CP 102 (informan utama 3) yang menyatakan

bahwa :

“mulai dari pucuk pimpinan tertinggi kita disini adalah project

manager kita, berikutnya adalah daily worker. Jadi kalau untuk

sumber daya disini bisa kita kategorikan ada tiga ya. Kategori

workforce atau daily worker kita dilokasi, yang kedua adalah bagian

dari hmm.. middle supervisi, atau site engineer, pelaksana. Yang

ketiga adalah manajerial level dimana semua itu adalah manajer

atau deputi-deputi atau manajer divisi, kalau untuk sumber daya

seperti itu, gitu” – (IU3)

Penyataan dari informan utama 3 mengenai SDM yang terlibat

yaitu dimulai dari pucuk pimpinan tertinggi PM hingga yang terendah

yaitu daily worker. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan

ketiga safety officer (informan utama 6,7 dan 8) yang menyatakan

bahwa :

“Semua man power disini terlibat” – (IU6)

“Semuanya, dari manajemen atas sampe para pekerja harian atau

daily worker” – (IU7)

“Semuanya, itu beberapa diantaranya meliputi safety, supervisor,

engineer, mandor dan pekerja” – (IU8)

Page 117: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

99

Pernyataan wawancara dari ketiga safety officer juga sejalan

dengan hasil wawancara konsultan JMCMC (informan kunci), QA

(informan pendukung 1) dan risk engineer (informan pendukung 2)

yang menyatakan bahwa :

“Semua, harusnya semua pihak terlibat” – (IK)

“Ya kalau sistem pelaporannya itu semuanya sih kayanya, kita juga

terlibat seharusnya ya” – (IP1)

“Semua. Harusnya yang aware pertama itu adalah selain divisi HSE

ya pelaksana, construction dulu baru divisi-divisi lainnya” – (IP2)

Pernyataan-pernyataan wawancara yang telah dijelaskan

sebelumnya secara lebih detail tingkatannya dapat dilihat berdasarkan

telaah dokumen perusahaan yang memiliki struktur organisasi

(Gambar 5.2) yang menjelaskan bahwa terdapat beberapa divisi dalam

proyek pembangunan MRTJ. Divisi-divisi tersebut diantaranya, yaitu

project management, QA division, QC division, SHE division, project

control division, contruction division CP 101, contruction division CP

102, engineering division, commercial division, administration

division (contract department, QS department, MC department).

Jadi, semua pernyataan dari informan baik informan utama, kunci

dan informan pendukung menyatakan bahwa semua bagian terlibat di

dalam melakukan sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition namun untuk lebih spesifik dalam melakukan pelaporan

yang berperan penting adalah divisi SHE.

Jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition dapat diketahui

Page 118: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

100

jumlahnya berdasarkan hasil laporan setiap bulan TWJO kepada

konsultan. Berdasarkan hasil wawancara dengan SHE manager, DSM

CP 101 dan CP 102 menyatakan bahwa :

“SDM disini banyak ada dan bisa dilihat di laporan bulan HSE

kita” – (IU1)

“Banyak pokoknya bisa diliat di laporan” – (IU2)

“Bisa juga kamu cek datanya di laporan bulanan kita” – (IU3)

Ketiga informan utama diatas menyatakan bahwa jumlah sumber

daya manusia yang terlibat didalam sistem pelaporan dapat dilihat

lengkapnya pada laporan bulanan divisi SHE. Hal ini sejalan dengan

pernyataan wawancara dari kedua informan utama yaitu SHE

engineer yang mengumpulkan data dan membuatkan laporan bulanan,

berikut adalah pernyataan wawancaranya :

“Kalau dihitung-hitung disini sebenernya sih banyak, banyak dalam

arti kita ngga bisa nilai itu dari totalnya berapa ya kan ada di

laporan bulanan yang saya buat” – (IU4)

“Jumlahnya banyak bisa dilihat dilaporan bulanan SHE kami yang

saya buat” – (IU5)

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci dan

informan pendukung yaitu konsultan JMCMC, QA dan risk engineer

mereka juga sejalan dengan pernyataan sebelumnya. Dimana

konsultan disini juga yang menyetujui, memeriksa dan memantau

laporan bulanan SHE. Pernyataan wawancaranya adalah sebagai

berikut :

“Jumlahnya ada di monthly report HSE yang biasanya di submit ke

kami dulu” – (IK)

Page 119: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

101

“Banyak yang pastinya bisa dilihat di laporan-laporan SHE juga

setau saya ya” – (IP1)

“Banyak saya ngga tau persisnya berapa” – (IP2)

Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama

lainnya yang berada di lapangan yaitu safety officer ada menyatakan

bahwa jumlah SDM dapat diperoleh melalui SHE engineer dan ada

juga yang menyebutkan jumlahnya, penyataan wawancaranya adalah

sebagai berikut :

“Kurang lebih Jumlahnya ada 1000 pekerja” – (IU6)

“Saya kurang hafal itu berapa jumlahnya, admin biasanya tau

karena mereka yang membuat”– (IU7)

“Ya man powernya yang terlibat nya ya seperti di suatu area ya

kurang lebih untuk area 101 sekitar 800 an lah” – (IU8)

Pernyataan-pernyataan diatas didukung dan dapat diperoleh lebih

tepatnya pada HSE monthly report yang terbaru yaitu HSE monthly

report 2016. Dimana sumber daya manusia (SDM) pada perusahaan

disebut man power. Total akumulasi man power setiap bulannya dari

awal proses pekerjaan proyek hingga saat ini baik yang masih terlibat

di dalam proyek maupun yang telah selesai mencapai 13.743 orang

dapat diperoleh melalui tabel statistic safety record (Gambar 5.10).

Untuk total non staff TWJO pada saat ini berdasarkan data yang

diperoleh adalah sebanyak 759 orang , sedangkan total total staff

TWJO adalah sebanyak 294 orang. data tersebut dapat diperoleh pada

tabel monthly HSE performance report (Gambar 5.11).

Page 120: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

102

Gambar 5.10 Statistic Safety Record

Gambar 5.11 Monthly HSE Performance Report

Safety officer (SO) berperan untuk melakukan pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe condition serta bekerja sama dengan

orang-orang divisi lain yang berada di lokasi pekerjaan. SO memiliki

tugas dan tanggung jawab di dalam melaksanakan pekerjaannya.

Tugas dan tanggung jawab seorang SO adalah berdasarkan hasil

wawancara dengan SO (informan utama 6,7 dan 8) sebagai berikut :

“Tugasnya kita ngasih pengarahan untuk perilaku pekerja. Untuk

near miss tugas SO mengurangi atau mencegah bahaya dari pekerja.

Untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan. Tanggung jawabnya

tetep mengikuti prosedur pekerjaan” – (IU6)

“Tugas dan tanggung jawabnya yang pertama dia buat kronologis

pelaporan near miss-nya kemudian mencatat dan nanti melaporkan”

– (IU7)

“Ya tugas saya melaporkannya jika terjadi unsafe act ya berarti ya

harus bisa memproteksi dimana istilahnya sebelum terjadi kita

proteksi dululah mana yang menjadi tugas kita dan menjadi

tanggungjawab kita” – (IU8)

Ketiga SO tersebut menyatakan bahwa saat di lokasi tugas dan

tanggung jawabnya yaitu mencegah, memproteksi, melaporkan

Page 121: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

103

apabila menemukan unsafe act, unsafe condition dan near miss. Hal

ini sejalan berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama SHE

manager, DSM CP 101, DSM CP 102, dan SHE engineer yang

menyatakan bahwa:

“Mmm tugas dan tanggung jawab SO ini membikin semacam

pemberitahuan singkat biasanya dari SO misalnya pesan singkat.

Pak kami disini trus nanti dari safety enginering akan bikin primary

report karna laporan awal ini akal dikirim kan ke konsultan sama

owner kami itu yang harus dilakukan”

“Peran safety officer ya melihat, memberitahu dan menindaklanjuti.

Dari pembuat record tanggung jawabnya sampai administrasi dan

yang melakukan safety patrol”

“Tugas dan melaksanakan near miss adalah suatu tanggung jawab

semua pekerja dilokasi dimana tempat kita bernaung”

“…tugas-tugas yang beginikan orang SO ya kan orang-orang

dilapangan sendiri. Mereka melihat kondisi yang tidak aman nanti

mereka sendiri yang evaluasi mereka sendiri yg dalam arti men-cut

nya atau kasih solusinya. Artinya orang-orang lapangan ngga

sekedar SO juga tapi pelaksana juga harus bisa, gitu loh

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci dan

informan pendukung juga menyatakan bahwa tugas dan tanggung

jawab seorang SO harus memenuhi dan mentaati peraturan,

mengingatkan pekerja lainnya dan melaporkan temuan K3. Hal ini

sejalan dengan pernyataan wawancara berikut :

“Tugasnya harus melaporkan namun meningkatkan kesadaran itu

yang masih sulit” – (IK)

“Ya tugas dan tanggung jawab ya memenuhi dan mentaati apa

peraturan yang ada di TWJO ini, sistemnya gimana, pelaporannya

gimana SO mengikuti alurnya” – (IP1)

“SO itu mengingatkan dan juga advice dan harus ada stop authority

jadi kalau misalnya mereka ngeliat something not fit atau sesuatu

yang ngga sesuai dari aspek K3 nya mereka punya kuasa untuk stop

atau memberhentikan untuk memperbaiki keadaan site dulu itu

tercantum di dalam kontrak dan ada dikontrak kita. Semua staf HSE

Page 122: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

104

kita itu punya authority untuk memperbaiki keadaan lapangan

sampai aman, nyaman” – (IP2)

Pernyataan-pernyataan wawancara dari semua informan diatas

semuanya sejalan bahwa divisi SHE khususnya SO saat di lokasi

kerja harus mengingatkan, melaporkan dan menindaklanjuti temuan

yang ada baik itu near miss, unsafe act dan unsafe condition.

Berdasarkan hasil telaah dokumen peran dan tanggung jawab divisi

SHE TWJO adalah secara efektif mengimplementasikan kebijakan

K3, memberikan arahan dan kepemimpinan yang tepat. Struktur

organisasi divisi SHE TWJO terdiri dari SHE manager, deputy safety

manager (DSM) CP 101, deputy safety manager (DSM) CP 102,

chief environmental, safety engineer, environmental engineer, safety

officer, paramedic, ,flagman, 5R. Struktur organisasi divisi SHE

TWJO adalah sebagai berikut (Bagan 5.2) :

Bagan 5.2 Struktur Organisasi Divisi SHE

SHE MANAGER

DEPUTY SAFETY

MANAGER CP 101

PARAMEDIC CHIEF

ENVIRONMENTAL

DEPUTY SAFETY

MANAGER CP 102

ENVIRONMENTAL

ENGINEER

SAFETY ENGINEER

SAFETY OFFICER

5R

FLAGMAN

Page 123: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

105

Masing-masing jabatan yang terdapat di divisi SHE TWJO

memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap keselamatan, kesehatan

dan lingkungan kerja baik di site, site office maupun main office.

Safety, health and environmental manager memiliki tugas dan

tanggung jawab sebagai berikut :

a. Memimpin, merencanakan dan memberikan motivasi di dalam

pelaksanaan keselamatan, kesehatan dan pengendalian

kerugian.

b. Membantu di dalam mengembangkan dengan meninjau

prosedur-prosedur dan merancang sistem untuk memfalisitasi

pekerjaan yang aman.

c. Konsultasi dengan manajemen proyek untuk meninjau

prosedur-prosedur kerja yang aman, secara langsung

mengkomunikasikan dan melaporkan kepada project

management dan semua member TWJO serta bertindak sebagai

penghubung dengan pengawas regulator.

d. Mengatur dan menyusun aktifitas-aktifitas pekerjaan secara

umum dan mengarahkan seluruh jabatan di divisi SHE,

memberikan program-program pelatihan keselamatan dan

memantau keselamatan, kesehatan dari lingkungan kerja.

e. Menginstruksikan atau mengambil tindakan yang tepat didalam

memberhentikan aktifitas pekerjaan di site yang dapat

menyebabkan cidera atau luka, memastikan bahwa semua

pelaporan kecelakaan-kecelakaan dan insiden-insiden serius

Page 124: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

106

dilaporkan kepada project management, employer‟s

representative dan engineer.

f. Menyiapkan laporan-laporan bulanan yang diperlukan oleh

project manager mengenai keseluruhan project safety

performance dan menjaga safety diary record, semua yang

berkaitan dengan kejadian-kejadian dan aktifitas pekerjaan

sehari-hari.

Deputy safety manager (DSM) baik di CP 101 maupun CP 102

memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

a. Membantu di dalam mengembangkan dengan meninjau

prosedur-prosedur dan sistem kerja termasuk pihak

subkontraktor serta memastikan bahwa prosedur-prosedur

keselamatan dan kesehatan kerja diusulkan oleh para

subkontraktor kepada semua tingkatan yang akan meninjau

dan memahami contractor‟s site safety plan.

b. Memantau semua kegiatan kerja perusahaan dan

subkontraktor, melakukan inspeksi rutin di lapangan serta

menghadiri semua site safety meeting.

c. Mengkonsultasikan secara rutin dengan site management

terkait SMK3 perusahaan.

d. Mengumpulkan dan mengajukan informasi statistik

keselamatan kepada SHE manager setiap bulan.

Page 125: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

107

e. Menginstruksikan safety officer untuk memastikan setiap area

memahami safety plan dan memastikan semua record terkait

first aid, cidera atau luka.

f. Menyelidiki pelaporan kecelakaan dan menyiapkan laporan-

laporan yang telah disepakati oleh SHE manager serta

memperbaiki, menginstruksikan atau mengambil tindakan

yang tepat didalam memberhentikan aktifitas pekerjaan di area

kerja yang dapat menyebabkan cidera atau luka,

Chief environmental memiliki tugas dan tanggung jawab didalam

memantau, meginstruksikan environmental engineer dan tim 5R

(resik, rawat, ringkas, rajin, rapih) dalam menjaga lingkungan di area

kerja agar terbebas dari dampak-dampak pencemaran yang

ditimbulkan oleh aktifitas pekerjaan proyek. Environmental engineer

memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pengukuran di

area kerja proyek yang berupa pengukuran kebisingan, getaran, dll.

Selain itu berkaitan dengan administrasi di dalam membuat pelaporan

harian, mingguan maupun bulanan tentang aktifitas kerja atau

performa lingkungan proyek. Sama halnya dengan environmental

engineer, safety engineer bertugas dan bertanggung jawab terhadap

administrasi dalam membuat pelaporan harian, mingguan maupun

bulanan tentang keselamatan dari aktifitas kerja proyek.

Safety officer (SO) baik di CP 101 maupun CP 102 memiliki

tugas dan tanggung jawab yaitu untuk memantau semua kegiatan

kerja yang berkaitan dengan keselamatan termasuk subkontraktor,

Page 126: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

108

menghadiri semua site safety meeting, memantau secara langsung

aktifitas pekerjaan dari tim konstruksi (site engineer, supervisor,

foreman, daily worker) di lapangan, memberhentikan aktifitas

pekerjaan di area kerja yang dapat menyebabkan cidera atau luka,

mencatat dan melaporkan hasil temuan di lapangan kepada safety

engineer dan DSM. Hal ini tentunya sejalan dengan pernyataan

wawancara yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Tim flagman CP 101 dan CP 102 bertugas dan bertanggung

jawab untuk mengatur aktifitas-aktifitas pekerjaan di jalan atau

fasilitas umum, mengatur lalu lintas kendaraan proyek dan mengawasi

keluar masuknya kendaraan proyek. Sedangkan untuk tim 5R CP 101

dan CP 102 bertugas dan bertanggung jawab untuk memindahkan,

mengangkut material yang sudah tidak terpakai dan membersihkan

lingkungan di area kerja dari sampah atau limbah-limbah proyek yang

dapat menyebabkan pencemaran lingkungan kemudian

melaporkannya kepada environmental engineer serta chief

environmental. Paramedic bertugas dan bertanggung jawab untuk

mengobati para pekerja apabila dalam keadaan sakit dan kecelakaan

kerja, mengurus jaminan kesehatan dan membantu tugas SHE di

lokasi kerja untuk mencari temuan.

Jadi, komponen input berupa sumber daya manusia yang terdapat

di perusahaan semuanya terlibat di dalam melaksanakan sistem

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition hanya saja yang

Page 127: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

109

banyak berperan adalah divisi SHE dengan tugas dan tanggung jawab

yang dimiliki masing-masing jabatan.

3. Metode

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi

SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan

utama 1-3) menyatakan bahwa :

“Lebih banyak di observasi ya jadi kalau metode yang digunakan

petugas yang ada di lapangan yaitu investigasi ke lapangan, jadi

dari investigasi itu nanti muncul penyebab utamanya apa sih, ini

yang dicari kan akar masalahnya” – (IU1)

“Metode pelaporan yang digunakan yakni reporting tapi

pelaporannya sesempatnya dikirim dan masih banyak kekurangan

dalam sisi reporting sehingga banyak revisi atas pelaporan

tersebut” – (IU2)

“Kalau metode yang kita laporkan dan yang kita gunakan adalah

apabila anda melihat anda laporkan. Berdasarkan observasi atau

juga patrol yg dilakukan. Karena kalau kita observasi berarti kan

keinginan kita atau tekad kita sedang mengawasi orang bekerja.

Sedangkan patrol adalah pada saat kita melakukan perlintasan atau

keliling untuk mengamati lingkungan kerja kita secara tidak

langsung kita mengamati ada sesuatu yg membahayakan dan near

miss. Itu bisa kita jadikan kategori yang lain. Karena observasi

adalah kita meniatkan diri, kita mengawasi orang lain. Kalau patroli

adalah pada saat kita patroli ternyata didalam patrol itu ada yg kita

ketemukan. Nah itu ada dua metode ya, satu metode observasi kedua

adalah metode patrol” – (IU3)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas

menyatakan bahwa metode yang digunakan dalam sistem pelaporan

adalah berupa observasi di lapangan, reporting dan juga patroli. Hal

ini sejalan dengan hasil wawancara dengan SHE engineer (informan

utama 4 dan 5) yang mengumpulkan, mengolah dan membuat laporan

yang menyatakan bahwa :

Page 128: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

110

“Metodenya sih yang saya alami selama 11 bulan disini komunikasi

ya. Nanti yang bikin datanya saya sendiri, kaya kecelakaan-

kecelakan diarea misalnya 101 gitu ya kan saya sendiri yang laporin

nanti, saya yang buat. Saya bikin investigasinya, saya bikin

rektifikasinya baru nanti kita laporlah ke SHE manager dan

masuklah nanti ke laporan bulanan, seperti itu” – (IU4)

“Melihat temuan di lapangan di foto trus di share dan dicatet. Untuk

laporannya saya yang buat, intinya sih melihat kemudian mencatat

dan melaporkan”– (IU5)

Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa metode yang

digunakan dalam sistem pelaporan adalah dengan melihat temuan,

melaporkan atau mengkomunikasikan. Hal ini sejalan dengan hasil

wawancara kepada safety officer (informan utama 6-8) yang

melaksanakan pekerjaan di lapangan yang menyatakan bahwa :

“Yang pertama melihat ya memantau berkomunikasi dengan

supervisor atau pekerja trus kita catetin dan kita laporin”– (IU6)

“Kalo disini metode pelaporannya ya disini ada form. Sebenernya

prinsipnya sama antara di jalan ataupun di gedung contohnya dia

ditulis tanggal pokonya waktu tanggal kejadiannya, itu dimana

posisinya”– (IU7)

“Metodenya ya saya melihat di lapangan, saya foto untuk bukti lalu

saya melaporkan”– (IU8)

Pernyataan wawancara dari safety officer bahwa metode yang

digunakan dalam sistem pelaporan adalah dengan cara melihat,

memantau, mengkomunikasikan dan melaporkan. Hal ini sejalan

dengan hasil wawancara kepada informan kunci yang menyatakan

bahwa :

“Metode yang dilakukan adalah dengan observasi dan kemudian

membuat report yang akan di submit ke kami pihak konsultan” –

(IK)

Page 129: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

111

Pernyataan wawancara dari konsultan tersebut (informan kunci)

bahwa metode yang digunakan dalam sistem pelaporan adalah dengan

cara observasi dan kemudian membuat report atau laporan. Hal ini

juga sejalan dengan hasil wawancara kepada informan pendukung

yang menyatakan bahwa :

“Ya caranya mungkin diberitahu dulu ke safety nanti safety

memberitahukan yang di lapangan itu kaya gimana baru pelaporan

ke atasannya safety dari safety ke bagian lainnya disosialisasikan” –

(IP1)

“Melihat atau observasi, mencatat kemudian memberikan solusi

dengan mengambil tindakan yang tepat di lapangan” – (IP2)

Jadi, komponen input berupa metode pelaporan yang dimiliki

perusahaan berdasarkan pernyataan wawancara dari semua informan

utama, informan pendukung dan informan kunci bahwa bentuk

metode yang digunakan dalam sistem pelaporan near miss, unsafe act,

dan unsafe condition adalah dengan cara melihat atau observasi,

memantau, mengkomunikasikan lalu membuat laporan.

C. Hasil Gambaran Tahap Proses dalam Sistem Pelaporan Near

Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016

Hasil ini merupakan gambaran pada tahap proses di dalam

penelitian untuk mengetahui sistem pelaporan near miss, unsafe act dan

unsafe condition. Informasi yang diperoleh untuk mengetahui gambaran

proses berdasarkan wawancara dengan sebelas informan yaitu dengan

mengajukan sejumlah pertanyaan, melakukan observasi dan telaah

dokumen. Telaah dokumen yang dilakukan terhadap beberapa data dan

informasi diperoleh dari hasil laporan yang ada di perusahaan.

Page 130: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

112

Komponen proses penelitian ini terdiri dari pelaksanaan pelaporan,

pemantauan pelaksanaan pelaporan dan evaluasi pelaksanaan pelaporan.

1. Pelaksanaan Pelaporan

Proses pelaksanaan ini terdiri dari sistem pelaporan perusahaan,

alur atau sistematika pelaporan, komitmen perusahaan atau top

manajemen terhadap sistem pelaporan, partisipasi petugas, amnesti

(reward & punishment), sumber dan penyebab kejadian near miss,

unsafe act dan unsafe condition.

a. Sistem Pelaporan Perusahaan

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi

SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan

utama 1-3) menyatakan bahwa :

“Sistem sudah baik namun orang-orangnya yang terkadang belum

sepenuhnya melaporkan” – (IU1)

“Form atau sistem ini sudah disosialisasikan akan tetapi masih

terdapat kekurangpahaman diantara officer dalam proses penulisan

dan penjabaran kejadian dan masih belum bisa mengkategorikan

kejadian ke dalam near miss, unsafe act, atau unsafe condition. Hal

ini juga mengakibatkan laporan jarang dibuat padahal

kenyataannya di proyek tidak mungkin tidak terjadi kejadian-

kejadian tersebut” – (IU2)

“Kalau diperusahaan ini bagus, pelaporan disini sudah bagus hanya

satu kekurangannya orang-orang yang terlibat mencari near miss itu

minim, satu. Kedua, harus disuruh-suruh. Ya near miss itu ga perlu

di training bisa dibaca baca diinternet segala macam” – (IU3)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas

menyatakan bahwa sistem pelaporan perusahaan terkait near miss,

unsafe act dan unsafe condition sudah baik dan bagus namun

kekurangannya hanya pada orang-orang yang terlibat dan

Page 131: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

113

ketidakpahaman akan pelaporan tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil

wawancara dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang

menyatakan bahwa :

“Kalau sistem pelaporan yang kita lakuin sih terkait near miss dan

lain-lain itu udah jalan dan tapi kadang ya SO ngga ngelaporin”–

(IU5)

“Belum sama sekali berjalan dengan baik, kalau dari kemaren-

kemaren itu dalam arti udah ada, sistemnya sih udah ada cuman ya

gitu orang-orang kita ini ya kan reaktif harus dikasih tau gitu loh

baru bekerja”– (IU4)

Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa sistem

pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe act dan unsafe

condition sudah ada dan sudah dilakukan hanya saja belum berjalan

dengan baik dan petugasnya masih reaktif dan tidak melapor. Hal ini

belum sejalan dengan hasil wawancara kepada safety officer

(informan utama 6-8) yang menyatakan bahwa :

“Sudah berjalan adapun safety yang sering melanggar”– (IU8)

“Sistem pelaporannya saya bilang tadi sudah berjalan sesuai

dengan form cuma yg amat saya sayangkan, saya juga pribadi

sendiri apa ya perlu disosialisasikan kembali lebih di detailkan lagi

kepada SO-SO nya agar pengertian near miss-nya aja dulu dasarnya

kan baru nanti dia kalau sudah mengerti apa itu near miss baru bisa

melaporkan gitu”– (IU7)

“Masih simpang siur masih belum jelas dan belum ada ketegasan

dari perusahaan baru-baru ini”– (IU6)

Pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 6)

bahwa sistem pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe act dan

unsafe condition masih belum jelas pernyataannya tidak sejalan

dengan pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 7

dan 8) bahwa sistem pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe

Page 132: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

114

act dan unsafe condition sudah berjalan hanya saja SO kurang

memahami dan yang sering melanggar. Hal ini sejalan dengan hasil

wawancara kepada informan pendukung yang menyatakan bahwa :

“Sistem sudah ada lumayanlah ya cuma masih banyak yang perlu

diperbaiki mungkin dari sumber daya manusianya”– (IP2)

“Ya kalau untuk sistem pelaporannya sudah baik tapi masih ada

yang kita kurang ketahui. Contohnya ada yang near miss kaya gini

jadi mereka yang tau itu near miss belum menerapkan. Sama teman-

temannya belum dikasih tau kadang mungkin atau lupa atau gimana

belum dan dianggap itu ah sepele, ah biarin ajalah kaya gitu”–

(IP1)

Pernyataan wawancara dari informan pendukung bahwa sistem

pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe act dan unsafe

conditions sudah baik namun dari sumber daya manusianya yang

belum mengetahui. Hal ini belum sejalan dengan hasil wawancara

kepada informan kunci yang menyatakan bahwa :

“Belum baik. Mulai meeting kemaren saya marah-marahin itu

selama ini saya bikin bebas mereka ya setelah evaluasi 1 tahun

ternyata ya salah satu perangkat untuk mencabut sumber bahaya itu

kita harus menemukan sendiri bahaya itu dan membuangnya”– (IK)

Pernyataan wawancara dari informan kunci bahwa sistem

pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe act dan unsafe

conditions belum baik setelah di evaluasi selama 1 tahun. Jadi

berdasarkan pernyataan-pernyataan wawancara dari kesebelas

informan tersebut yang sudah sejalan yaitu ada sembilan informan

diantaranya tujuh informan utama dan dua informan pendukung yang

menyatakan bahwa sistem pelaporan perusahaan terkait near miss,

unsafe act dan unsafe condition sudah baik namun sumber daya

manusianya yang belum mengetahui, sering melanggar dan tidak

Page 133: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

115

melaporkan. Sedangkan yang belum sejalan yaitu dua informan yaitu

informan utama 6 dan informan kunci yang menyatakan bahwa sistem

pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe act dan unsafe

condition masih belum baik dan belum jelas.

b. Alur atau Sistematika Pelaporan

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi

SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan

utama 1-3) menyatakan bahwa :

“Alur dari pelapor yang melihat kejadian, data awal diambil dia

langsung ke deputi dari deputi ke manajer dengan berikan laporan

primary jadi ya SO buat catatan trus dikumpulkan di admin lapor ke

deputi dan saya setelah itu saya komunikasikan ke manajemen”–

(IU1)

“Alurnya dari SO yang di lapangan mencatat trus mengumpulkan ke

admin saya ya SHE engineer lalu ke saya dan nanti ke manajer saya

baru ke top manajemen”– (IU2)

“Segala apa yang kita lakukan yang berkaitan dengan near miss

serta pelaporan di kumpulkan di dalam suatu ploting safety admin

kita, setelah itu diproses abis diproses di input datanya, diverifikasi

ulang kepada pelapornya. Kedua, kepada deputinya sendiri dan juga

manajernya sebelum itu dilaporkan setiap bulannya pada saat kita

monthly HSE meeting di konsultan”– (IU3)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas

menyatakan bahwa alur atau sistematika pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition yaitu dari pelapor atau SO yang melihat

kejadian lalu deputi manajer setelah itu buat laporan ke admin di input

datanya diverfikasi ulang lalu diserahkan kembali kepada deputi

selanjutnnya diserahkan ke manajer lalu dikomunikasikan ke top

manajemen dan konsultan. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara

Page 134: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

116

dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang menyatakan

bahwa :

“Jadi, alurnya ke SO terus admin atau SHE engineer ke DSM. Yang

penting ke DSM”– (IU4)

“Sistem pelaporan kalau di dalam sistemnya pastinya yang mencatat

dan ke lapangan SO itu juga kerjasama sama pelaksana dan pekerja

di lapangan. Trus manajer dari safety nya sendiri trus biasanya

koordinator sampe ke project manager-nya juga melapor atau

minimal ke manager-manager setiap divisi apa yang ada di

lapangan orang yang di kantor juga tau”– (IU5)

Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa alur atau

sistematika pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition

yaitu dari SO bekerjasama dengan pelaksana dan pekerja di lokasi

kerja lalu ke admin setelah itu ke DSM ke manajer, dari manajer nanti

dilaporkan kepada PM atau minimal manajer divisi. Hal ini sejalan

dengan hasil wawancara kepada safety officer (informan utama 6-8)

yang menyatakan bahwa :

“Laporannya dari safety ke lapangan kita supervisor atau engineer

trus dari mandoran yang kita ketahui terus kita lakuin semua selesai

trus kita laporin ke admin HSE trus ke deputi”– (IU6)

“Alurnya apabila menemukan sesuatu yang near miss unsafe act,

unsafe condition yang pertama sudah pasti SO dibekali yang

namanya form dia mengisi kemudian sesudah itu yang terkait

misalkan ada hubungan dengan leader misalkan mandor, ada

hubungannya misalnya dengan pelaksana ada hubungannya yang

terkait ya kita ada hubungannya gitu. “Kemudian setelah form itu

kita buat hari ini segera laporkan ke engineriing bahwa tadi ada

kejadian near miss, beritahu ke pelaksana, setelah itu langsung ke

pihak HSE departemen. Disini ada safety engineering sama deputi

nanti dari pihak engineering sama deputi di tindak lanjuti”– (IU7)

“Ya jadi kita melaporkannya dari pihak seumpamannya pasti yang

mengetahuinya pertama kali supervisor ya karena dia yang standby

disitu mengawasi pekerjaannya jadi dia yang lapor ke safety. Dari

safety ya kita menginfokan ke atasan kita ya ke deputy manager”–

(IU8)

Page 135: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

117

Pernyataan wawancara dari ketiga safety officer (informan utama

6,7 dan 8) bahwa alur atau sistematika pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition yaitu dari SO menemukan kejadian

bekerjasama dengan pelaksana kemudian membuat catatan laporkan

ke admin dan deputi kemudian dikomunikasikan kembali pada orang

di lapangan untuk ditindaklanjuti temuannya. Hal ini sejalan dengan

hasil wawancara kepada informan pendukung 1 yang menyatakan

bahwa :

“Alurnya ya dari safety juga ya yang melakukan pelaporan. Kalau

menurut saya itu di lapangan ya pelaksana, pelaksananya itu lapor

ke safety dari safety lalu misalnya ke konstruksi atau ke safety baru

ke bagian-bagian lainnya”– (IP1)

Pernyataan wawancara dari informan pendukung bahwa alur atau

sistematika pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition

yaitu dari divisi safety bekerjasama dengan pelaksana yang melapor

kemudian kepada manajemen SHE dan ke bagian lainnya. Sedangkan

berdasarkan hasil wawancara kepada informan kunci dan informan

pendukung 2 menyatakan bahwa :

“Alur dan sistematikanya ini harus ada instruksi keras ya. Karena

saya bilang alurnya itu udah oke hanya mari mengajak semuanya

tim construction, karena yang melihat pekerjaan langsung itu tim

konstruksi bukan orang safety lalu mereka menganggapnya itu

tanggung jawab safety. Alur atau pelaksananya lah, konstruksilah

yang terlibat. Karena filosofinya orang safety kan hanya punya 4A

assist, analyses, audit, advise ya membantu memeriksa dan

menyelesaikan”– (IK)

“Hmm.. laporan ya? Gini kalau misalnya masalah pelaporan-

pelaporan itu saya bisa paparkan kalau orang Indonesia itu ya

paling alergi sama paperwork sama paperwork. Jadi mereka itu mau

apa-apa cepet jadi kalau dokumentasi itu ya alur dokumen itu entah

Page 136: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

118

ngga aware, ngga tau apa pura-pura ngga tau. Dokumen pun ga

akan tercatat ngga akan rapih”– (IP2)

Pernyataan wawancara dari informan kunci bahwa alur atau

sistematika pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition

yaitu harus ada instruksi yang keras bahwa alurnya itu dari pelaksana

pihak konstruksi dulu yang terlibat, SHE hanya membantu memeriksa

dan menyelesaikan. Sedangkan pernyataan wawancara dari informan

pendukung 2 bahwa alur atau sistematika pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition yaitu bahwa petugas tidak peduli, tidak

mengetahui dan tidak akan mencatat dokumen apapun.

Jadi berdasarkan pernyataan-pernyataan wawancara dari

kesebelas informan tersebut yang sudah sejalan yaitu ada sembilan

informan diantaranya delapan informan utama dan satu informan

pendukung yang menyatakan alur atau sistematika pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe condition yaitu alurnya dari petugas yang

melihat bekerjasama dengan pelaksana konstruksi lalu di kumpulkan

ke admin untuk di input datanya setelah itu ke deputi dari deputi ke

manajer SHE lalu ke manajemen lainnya dan kembali ke divisi

konstruksi untuk ditindaklanjuti temuannya. Sedangkan yang belum

sejalan yaitu dua informan yaitu informan kunci dan informan

pendukung pernyataannya yaitu sesuai dengan penjelasan sebelumnya

terkait pernyataan informan kunci dan informan pendukung 2.

Page 137: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

119

c. Komitmen Perusahaan atau Top Manajemen

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi

SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan

utama 1-3) menyatakan bahwa :

“Komitmen dari top manajemen sangat mendukung divisi kita

selama ini. TWJO tingkat kepeduliannya lumayan tinggi, komit. Tapi

saya melihat lebih kepada ketakutan saja terkadang”– (IU1)

“Komitmen perusahaan sudah mendukung namun mungkin

komunikasinya yang masih kurang lancar”– (IU2)

“Semua pihak TWJO sudah berkomitmen terhadap keselamatan.

Karena suatu komitmen kebijakan tentang K3 itu dipicu oleh atau

dimulai dari pimpinannya sendiri berikut kepada para pekerja

dilokasi. Karena konsern kita cuma satu bagaimana mencapai hari-

hari kerja kita tanpa kecelakaan atau tanpa tetes darah dilokasi”–

(IU3)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas

menyatakan bahwa komitmen perusahaan terhadap sistem pelaporan

sudah sangat mendukung, tingkat kepeduliannya lumayan tinggi,

berkomitmen terhadap keselamatan hanya komunikasinya yang masih

terhambat. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan SHE

engineer (informan utama 4 dan 5) yang menyatakan bahwa :

“Komitmen ya seperti itu sebenernya dukungan ada dukungan

dalam arti hanya omongan ya saya bisa bilang begitu…..sejauh ini

pelaporan gitu-gitu sih bagus didukung sama manajemen cuman

pelaksanaannya masih proses dalam arti tidak langsung di action”–

(IU4)

“Kalau manajemen komitmennya cukup bagus karena dari

punishment mereka dukung, apapun program kita di dukung. Kalau

misalnya safety management menemukan hal-hal yang tidak aman

paling engga ngelapor atau share di grup. Jadi bener-bener

manajemen itu komitmen sama apa program safety yang udah kita

lakuin”– (IU5)

Page 138: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

120

Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa komitmen

perusahaan terhadap sistem pelaporan sudah ada dukungan yang

bagus untuk pelaporan, sudah berkomitmen terhadap program-

program SHE yang sudah berjalan. Hal ini juga sejalan dengan hasil

wawancara kepada safety officer (informan utama 6-8) yang

menyatakan bahwa :

“Kalau dari atas itu sih kalau buat saya ibarat kata belum terlalu

profesional lah dalam arti masih antara iya dan tidak” – (IU6)

“Komitmennya yang pasti ceritanya K3 dijunjung tinggi itu udah

pasti” – (IU7)

“Oh setau saja disini manajemen selalu mengutamakan K3 ya tidak

pernah bertentangan…..Ya mendukung full sekali kalo disini” –

(IU8)

Pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 6)

bahwa komitmen perusahaan terhadap sistem pelaporan masih belum

terlalu profesional tidak sejalan dengan pernyataan wawancara dari

safety officer (informan utama 7 dan 8) bahwa komitmen perusahaan

terhadap sistem pelaporan sudah dijunjung tinggi, mengutamakan dan

mendukung secara penuh K3. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara

kepada informan pendukung 1 yang menyatakan bahwa :

“Komitmennya baik, perusahaan sangat mendukung K3 disini. Dari

atasan sampe ke lapangan itu komitmennya sama” – (IP1)

Pernyataan wawancara informan pendukung 1 sejalan dengan

pernyataan wawancara safety officer (informan utama 7 dan 8) bahwa

komitmen perusahaan terhadap sistem pelaporan itu baik dan sangat

mendukung K3. Hal ini belum sejalan dengan pernyataan wawancara

Page 139: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

121

dari informan kunci dan informan pendukung 2 yang menyatakan

bahwa :

“Mereka takut mereka nganggap bahwasanya itu menjadi leading

indicator atau key performance indeksnya sementara kalau leading

indicator untuk menentukan key performance itu semakin banyak

near miss itu semakin menentukan” – (IK)

“Sebatas ditegor, kalau ngga ditegor ya engga” – (IP2)

Pernyataan wawancara dari informan kunci dan informan

pendukung 2 belum sejalan dengan pernyataan-pernyataan

wawancara sebelumnya bahwa komitmen perusahaan terhadap sistem

pelaporan sebatas peneguran dan top manajemen masih takut karena

mengganggap pelaporan near miss sebagai leading indicator. Jadi

berdasarkan pernyataan-pernyataan wawancara dari kesebelas

informan tersebut yang sudah sejalan yaitu ada delapan informan

diantaranya tujuh informan dan satu informan pendukung yang

menyatakan bahwa komitmen sudah sangat baik dan mendukung

penuh divisi SHE. Sedangkan tiga informan diantaranya belum

sejalan yang menyatakan bahwa masih ada ketakutan manajemen

terhadap pelaporan dan masih sebatas teguran saja.

d. Partisipasi Petugas

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi

SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan

utama 1-3) menyatakan bahwa :

“Kalau near miss laporan dasar aja yang dilakukan tapi ya gitu SO

ada yang lapor ada juga yang engga jadi partisipasi masih reaktif

sifatnya”– (IU1)

Page 140: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

122

“SO itu masih perlu diarahkan, diingatkan dan dikasih tau karena

mereka kadang ngga inisiatif sama pekerjaannya. Kadang juga tetep

aja begitu udah dikasih tau dan sering diingatkan masih suka lupa

tapi sedikit-dikit mereka akan ngerti kok sama yang mereka

kerjain”– (IU2)

“Iya sebagai tolak ukur saja, SO itu belum tentu tau apa itu near

miss. Seorang manajer divisi belum tentu tau apa near miss, Karena

mereka tidak pada jurusan yang mereka kembangkan gituloh,

mereka pikir itu adalah hanya urusan K3. Terus terang kalau disini

sifatnya masih reaktif”– (IU3)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas

menyatakan bahwa partisipasi dari petugas yang terlibat dalam

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition yaitu ada yang

tidak dan ada yang melakukan pelaporan, tidak inisiatif, perlu

diarahkan, diberi tahu dan diingatkan. Hal ini sejalan dengan hasil

wawancara dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang

menyatakan bahwa :

“Partisipasinya kalau yang di lapangan mereka sih konstribusinya

cukup bagus ya cuman itu pokonya kalau udah di lapangan tuh

yaudah gitu kalo untuk pencatatan itu biasanya pada males.Cuman

kayanya kalau untuk pelaporan ya gitu kita udah kasih formnya

kadang ga dikumpulin. Ada yang ngelaporin tapi banyaknya

engga”– (IU5)

“Reaktif, kalau ngga dikasih tau yaudah cuma liat-liat gitu, ngga

ada solusinya apa yang buat disini banyak jadi temuan yang unsafe

condition, unsafe action dan near miss di lapangan gitu. Harus

dikasih tau ini loh ini ada temuan ya, gitu. Harus dikasih tau baru

mereka kerjakan. Ya itu berarti yang harus perlu skill dalam arti

pelatihan-pelatihan”– (IU4)

Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa partisipasi dari

petugas yang terlibat dalam pelaporan near miss, unsafe act dan

unsafe condition yaitu kontribusinya cukup bagus ada yang

melaporkan namun banyak yang tidak melaporkan, malas dan reaktif.

Page 141: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

123

Hal ini sejalan dengan hasil wawancara kepada safety officer

(informan utama 6-8) yang menyatakan bahwa :

“Kalau untuk mengumpulkan data partisipasi mereka kurang

tanggap, ngga proaktif dikasih tau baru dilaksanain”– (IU6)

”Partisipasinya ya mungkin rani bisa liat sendiri individualismenya

ya kan sebetulnya itu bisa diwujudkan dengan komunikasi.

Partisipasinya itu ya saya bilang tadi dengan komunikasi ya kan

udah pasti komunikasi”– (IU7)

“Untuk sejauh ini partisipasi dari SO ya itu sangat care sangat

perduli untuk mengenai near miss, unsafe act, unsafe conditon ya

untuk pelaporan data memang kita melaporkan data ya tiap hari

juga laporan harian, trus laporan bulanan, karena kita audit ya 3

bulan sekali”– (IU8)

Pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 6, dan

7) bahwa partisipasi dari petugas yang terlibat dalam pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe condition yaitu kurang tanggap dan tidak

proaktif dan kurang komunikasi namun hal ini belum sejalan dengan

pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 8) bahwa

partisipasi dari petugas yang terlibat dalam pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition yaitu sangat peduli dan setiap hari

melaporkan data. Berdasarkan hasil wawancara kepada informan

pendukung dan informan kunci menyatakan bahwa :

“Belum maksimal, belum. Karena menimbulkan kesadaran orang

tuh susah, karena pelaksana atau enjiner maupun kontruktor. Kalau

mereka sih oke, kalau orang safety nya ya instruksi saya diikutin”–

(IK)

“Kalau partisipasi SO ya SO tetap melaksanakan tugasnya

dilapangan Cuma terkadang SO masih sulit untuk bertindak

sendiri”– (IP1)

“SO itu kalau menurut saya masih banyak yang perlu di perbaiki.

SO itu bukan cuma mencatat tapi juga mencegah di lapangan”–

(IP2)

Page 142: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

124

Pernyataan wawancara dari informan kunci dan informan

pendukung bahwa partisipasi dari petugas yang terlibat dalam

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition yaitu belum

maksimal, sulit untuk bertindak sendiri dan banyak yang perlu

diperbaiki. Jadi berdasarkan pernyataan-pernyataan wawancara dari

kesebelas informan tersebut yang sudah sejalan yaitu ada sepuluh

informan diantaranya tujuh informan utama, satu informan kunci dan

dua informan pendukung yang menyatakan bahwa partisipasi dari

petugas yang terlibat dalam pelaporan near miss, unsafe act dan

unsafe condition yaitu belum maksimal dalam pelaporan banyak yang

tidak melaporkan, reaktif, perlu diarahkan, diberi tahu dan diingatkan.

Sedangkan yang belum sejalan yaitu informan utama 8 yang

menyatakan bahwa partisipasi yang terlibat dalam pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe condition sangatlah peduli dalam

melaporkan data setiap hari.

e. Amnesti (Reward and Punishment)

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi

SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan

utama 1-3) menyatakan bahwa :

“….punishment and reward ini sebenernya adalah wujud dari bukan

kejengkelan maaf tapi dari tanggung jawab kami kepada temen-

temen untuk keselamatan mereka…Dendanya beda-beda, tapi cukup

membuat jera, nanti bulan depan ada pemotongan” – (IU1)

“Jadi seperti sekarang ini kan lagi di dengung-dengungkan masalah

reward dan punishment. Dulunya memang ini tidak ada tanggal 15

april kemaren kita launching masalah reward dan

punishment….Untuk itu, untuk menertibkannya maka dibuatlah

Page 143: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

125

reward & punishment, punishment berupa denda, denda yang di

terapkan apabila seseorang atau pekerja yang berada di TWJO baik

TWJO sendiri, subkontraktornya, daily worker-nya yang tidak

memakai APD akan ditindak tegas dan pemberian denda sesuai

dengan item pelanggaran yang dia dilakukan” – (IU3)

“Sanksi administrasi berupa teguran ran awalnya kemudian kalau

untuk sekarang ini sudah mulai berlaku denda sesuai jabatan

pekerjaannya yang nanti akan dipotong gaji pada saat gajian. Kalau

reward dari perusahaan sih ngga ada tapi biasanya saya inisiatif

dengan ngasih pin K3 gitu” – (IU2)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas

menyatakan bahwa kebijakan reward and punishment baru saat ini

diberlakukan oleh perusahaan, punishment yang berupa sanksi

teguran, denda-denda berupa pemotongan gaji sesuai dengan

tingkatan pekerjaan. Sedangkan pernyataan wawancara informan

utama 2 menyatakan reward nya belum ada atau biasanya ada karena

inisiatif dari divisi SHE sendiri. Hal ini sejalan dengan hasil

wawancara dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang

mengumpulkan, mengolah dan membuat laporan yang menyatakan

bahwa :

“Belum ada sama sekali…. Dalam arti ini kan baru sebulan

punishment ini, bentuk punishment itu kan pelanggaran. Kalau

reward kan kita belum, dalam artikan 10 bulan ini kan belum ada

baru akhir-akhir ini juga punishment diberlakukan” – (IU4)

“Reward ngga ada. Kalau punishment baru mulai berjalan bulan

ini. Kalau sistem udah berjalan jadi siapa aja yang melihat keadaan

tidak aman ataupun lebih ke APD, bisa difoto, dicatet namanya dan

dilaporkan ke tim safety nanti tim safety yang melapor ke

manajemen bahwa pelanggaran tersebut ada dendanya. Dari

mandor-mandornya ya nanti ada pemotongan gaji dari punishment

mereka” – (IU5)

Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa kebijakan

reward and punishment baru sebulan ini atau akhir-akhir ini

Page 144: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

126

diberlakukan oleh perusahaan, punishment yang pemotongan gaji

sesuai dengan tingkatan pekerjaan sedangkan untuk reward nya

belum ada. Hal ini juga sejalan dengan hasil wawancara kepada safety

officer (informan utama 6-8) yang menyatakan bahwa :

“Kalau untuk sanksi kita berbentuk administrasi ya. Cuma sanksi

administrasi ya. Kalau reward belum ada” – (IU6)

“Kita kalau untuk punishment yaitu memberikan dimana ada pekerja

melanggar otomatis kita memberikan sanksi pelanggaran ya

hukuman dimana kita sudah terapkan bahwa setiap orang kita

jumpai tidak memakai APD untuk data kita foto dan diakhir gajinya

kita potong opname dengan kata per itemnya ya misalnya helm 50

ribu, dua item ya 100 ribu, tiga item ya 150 ribu dan itupun sesuai

dari jabatannya.” – (IU8)

“Oh sanksi apabila kaitannya tentang tidak membuat laporan ya kan

saya baru ya disini kalau saya liat ya jadi saya belum tau” – (IU7)

Pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 7)

bahwa dia belum mengetahui kebijakan reward and punishment

dikarenakan baru bekerja di TWJO. Sedangkan pernyataan

wawancara dari safety officer (informan utama 6 dan 8) bahwa

kebijakan reward and punishment yang diberlakukan oleh

perusahaan, punishment yang berupa sanksi administrasi, sanksi

pelanggaran pemotongan gaji sesuai dengan tingkatan pekerjaan

apabila tidak menggunakan APD sedangkan untuk reward nya belum

ada dari perusahaan tapi secara pribadi dari SO. Sedangkan

berdasarkan hasil wawancara kepada informan kunci dan informan

pendukung yang menyatakan bahwa :

“Setau saya baru-baru ini diterapkan kebijakan, punishment yang

berupa denda pada setiap level pekerjaan di TWJO. Kalau reward

sih disini belum ada”– (IP1)

Page 145: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

127

“Reward dan punishment sampe sekarang kita belum ada terima,

karena kemarin kita minta supaya bikin program yang harus di

submit dan di tanda tangani orang yang paling tinggi artinya PM,

safety manager untuk bisa di implementasi. Kalau saat ini yang saya

tagih adalah reward dan punishment, safety bisa berjalan kalau

begini”– (IK)

”Hmmm…kalau misalnya hasil diskusi aku juga ya hasil diskusi

misalnya reward dan punishment ke personil itu gampang diakalin.

Misalnya nanti si pengawas, eh lu peringatan pertama, peringatan

pertama, peringatan pertama lagi jadi peringatan pertama itu bisa

50 kali… Jadi sanksi teguran, cuma sanksi tegurannya itu ya gitu-

gitu aja. Disini masih berupa sanksi teguran individu. Apalagi

reward, gaji disini aja suka telat”– (IP2)

Pernyataan wawancara dari informan kunci dan informan

pendukung sejalan dengan pernyataan-pernyataan wawancara

sebelumnya bahwa kebijakan reward and punishment yang

diberlakukan oleh perusahaan baru ditandatangi kebijakannya oleh

PM perusahaan dan baru-baru ini diterapkan. Punishment yang berupa

sanksi teguran dan denda pada setiap level pekerjaan sedangkan untuk

reward di perusahaan belum ada.

Pernyataan-pernyataan wawancara dari kesebelas informan

tersebut sudah sejalan yang menyatakan bahwa kebijakan reward and

punishment yang diberlakukan oleh perusahaan baru diterapkan

berupa sanksi teguran, administrasi dan denda berupa pemotongan

gaji pada setiap level pekerjaan. Namun kebijakan reward and

punishment yang diberlakukan oleh perusahaan hanya berfokus untuk

mendisiplinkan para pekerja dalam pengunaan APD bukan untuk

kegiatan pelaporan. Berikut ini adalah dokumen perusahaan mengenai

kebijakan reward and punishment yaitu dokumen kebijakan terhadap

pelanggaran disiplin pemakaian alat pelindung diri (Gambar 5.12) :

Page 146: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

128

Gambar 5.12 Kebijakan Terhadap Pelanggaran Disiplin Pemakaian Alat Pelindung

Diri

Jadi, komponen proses berupa amnesti perusahaan yang

berkaitan dengan sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition diketahui bahwa perusahaan tidak memiliki amnesti berupa

reward and punishment untuk sistem pelaporan. Perusahaan hanya

memiliki punishment terhadap pelanggaran kedisiplinan pemakaian

APD untuk para pekerja berupa sanksi teguran dan pemotongan gaji

serta perusahaan tidak memiliki reward. Hal ini sejalan pernyataan-

pernyataan wawancara dari informan.

Page 147: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

129

f. Sumber dan Penyebab Kejadian Near Miss

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi

SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan

utama 1-3) menyatakan bahwa :

“Kalau saya lebih banyak kepada perilaku orang itu sendiri dia

tidak memahami cara kerja yang benar karena tau sendirilah SDM

kita seperti ini rendah…”– (IU1)

“Kebanyakan ya unsafe act. Ya itu perilaku manusianya sendiri,

perilaku manusia ya pekerja seperti penggunaan APD ran”– (IU1)

“Sejauh ini adalah human behavior dimana human awareness atau

tingkat kepedulian orang tidak ada, kurang, trus tadi saya bilang itu

manusia. Semua kejadian ini berasal dari manusia ada manusia

yang suka lupa, ada manusia yang suka lalai, ada manusia yang

sangat pintar”– (IU3)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas

menyatakan bahwa sumber dan kejadian near miss yaitu berasal dari

perilaku manusianya dimana tingkat kepeduliannya kurang atau tidak

ada. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan SHE engineer

(informan utama 4 dan 5) yang menyatakan bahwa :

“Orangnya sendiri dalam arti pekerjanya sendiri. Ya human error

bukan human orror ya tapi error”– (IU4)

“Habit. Unsafe act, perilaku dari si pekerjanya sendiri banyak

banget misalnya contoh APD, house keeping nya terus tata tertib

yang ngga dilakuin ya paling banyak itu APD”– (IU5)

Pernyataan wawancara dari SHE engineer sumber dan kejadian

near miss yaitu berasal dari kesalahan manusia dan perilaku

manusianya misalnya dalam permasalahan penggunaan APD dan

yang kedua adalah housekeeping. Hal ini sejalan dengan hasil

Page 148: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

130

wawancara kepada safety officer (informan utama 6-8) yang

menyatakan bahwa :

“Sumbernya pertama dari prosedur, kedua kelalaian, ketiga

mengabaikan dari prosedur perusahaan”– (IU6)

“Paling banyak yang perilaku kalau menurut saya”– (IU7)

“Pertama ya itu unsafe act dan kedua unsafe condition. Ya human

error atau kesalahan manusianya itu sendiri berupa kadang dia”–

(IU8)

Pernyataan wawancara dari ketiga safety officer sumber dan

kejadian near miss yaitu berasal dari perilaku, kesalahan, kelalaian

manusianya dan yang kedua adalah kondisi tidak aman. Hal ini

sejalan dengan hasil wawancara informan kunci dan informan

pendukung yang menyatakan bahwa :

“Kelalaian. kelalaian manusia itu penyebab yg paling banyak”–

(IK)

„Menurut saya sih perilaku pekerjanya kedua yang lingkungan

kerjanya ”– (IP1)

“Paling banyak behavior setau saya yang kaya misalnya pekerja

ngga pake body harness dan segala macem itu”– (IP2)

Pernyataan wawancara dari informan kunci dan informan

pendukung sumber dan kejadian near miss yaitu berasal dari kelalaian

dan perilaku pekerja kedua lingkungan kerjanya. Jadi, pernyataan-

pernyataan wawancara dari kesebelas informan sudah sejalan bahwa

sumber dan kejadian near miss yaitu berasal dari kelalaian, kesalahan

dan perilaku manusia atau pekerjanya, serta yang kedua yaitu kondisi

tidak aman di lingkungan kerjanya.

Page 149: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

131

Jadi di dalam tahap proses, pelaksanaan pelaporan berdasarkan

pernyataan wawancara yaitu terdapat sistem pelaporan yang baik

namun petugas yang terlibat dalam pelaporan belum maksimal,

banyak yang tidak melaporkan, reaktif, perlu diarahkan, diberi tahu

dan diingatkan. Dimana alur dari sistem pelaporan itu dimulai dari

petugas yang melihat bekerjasama dengan pelaksana konstruksi lalu

di kumpulkan ke admin untuk di input datanya setelah itu ke deputi

dari deputi ke manajer SHE lalu ke manajemen lainnya dan kembali

ke divisi konstruksi untuk ditindaklanjuti temuannya.

Temuan sumber dan kejadian near miss dalam pelaksanaannya

berasal dari kelalaian, kesalahan dan perilaku manusia atau

pekerjanya, serta yang kedua yaitu kondisi tidak aman di lingkungan

kerjanya. Sedangkan komitmen dari manajemen perusahaan

mendukung penuh divisi SHE namun terkadang masih juga terdapat

ketakutan manajemen dan untuk kebijakan reward and punishment

yang diberlakukan oleh perusahaan baru diterapkan berupa sanksi

teguran, administrasi dan denda berupa pemotongan gaji pada setiap

level pekerjaan.

2. Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan

Berikut ini adalah proses pemantauan pelaksanaan terhadap

sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi SHE

TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan

utama 1-3) menyatakan bahwa :

Page 150: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

132

“Bentuk pemantauan setiap kejadian seperti apapun, PM memonitor

langsung Tanya kejadian ke saya. PM, konstruksi manajer dan saya

koordinasi membuat laporan dasar serta memantau laporan itu” –

(IU1)

“Kalau saya dipantau oleh SHE manager. Pemantauan dokumen

dan dilapangan juga dari konsultan sama owner kita MRT. Kalau

dari top manajemen kita ya PM” – (IU2)

“Ok. kalau pelaksanaannya, itu selalu dikontrol maka ya gunanya

ada divisi K3 itu gunanya mengontrol. Karena disini sifatnya masih

reaktif, pemantauan itu harus dilaksanakan setelah ada temuan dari

konsultan ataupun dari MRT dari inspeksi yang mereka lakukan.

Jadi tidak ada yang sifatnya proaktif. Karena untuk penanggulangan

near miss dituntut manajemen yang proaktif. Baik melapor juga

sistem pelaporannya” – (IU3)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas

menyatakan bahwa pemantauan yang dilakukan yaitu berupa inspeksi

yang dilakukan oleh konsultan, MRT dan top manajemen yaitu PM

dan oleh divisi SHE. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan

SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang mengumpulkan,

mengolah dan membuat laporan yang menyatakan bahwa :

“Pemantauan pelaporan-pelaporannya itu gimana ya, contohnya ya

gitu sih pelaporannya langsung manajemen tapi tetep lapor. Mereka

ngeliat dalam arti mantaunya ngga terlalu fokus gitu sebenernya sih

karna kita pake konsultan, konsultan yang mantau jadi nanti mereka

yang di calling kaya top management-nya. Kok bisa ada

kecelakaan? kok bisa sih ada ini dan ini, gitu. Pokoknya top

management-nya yang langsung memantau gitu” – (IU4)

“Pemantauan dari manajemen paling ya dengan koordinasi kalau

meeting-meeting kecil biasanya sih kumpul-kumpul manajemen.

Kalau kaya konstruksi biasa minimal supervisor itu pasti ikut

toolbox mereka menjelaskan kegiatan mereka. Tim safety juga

menjelaskan pengawasan dan tindakan pencegahan kecelakaannya,

minimal ya tim safety dan konstruksi di lapangan karena kan yang

menjalankan di lapangan konstruksi” – (IU5)

Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa pemantauan

dilakukan oleh langsung oleh top manajemen, konsultan dan tim SHE.

Page 151: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

133

Hal ini sejalan dengan hasil wawancara kepada safety officer

(informan utama 6-8) yang melaksanakan pekerjaan di lapangan yang

menyatakan bahwa :

“Menurut saya mereka kurang pro aktif ya dalam memantau.

Mereka mantaunya jarang-jarang sih selama ini dan semua terlibat

dalam memantau ya safety bisa pelaksana, engineer, medis sama

admin” – (IU6)

“Pemantauan ya biasanya kami dipantau langsung oleh atasan-

atasan atau manajemen baik yang di lapangan maupun kantor” –

(IU7)

“Pemantauannya secara langsung dari pihak konstruksi kita itu

kadang menegur langsung ke piimpinan kita, safety nya yang kurang

proaktif. Yang memantau ke kita itu manajer konstruksi langsung

baik di 101 maupun 102. Site manajer istilahnya dari supervisor

engineering konstruksi. Konsultan dari owner itu melihat nilainya

kan contohnya mereka melihat kalau kebersihan kita itu kurang

bagus jadi K3 nya yang menjadi sorotan utama. Materialnya

berserakan pasti yang disorot K3 nya. Kondisi yg tidak aman juga

gitu” – (IU8)

Pernyataan wawancara dari safety officer bahwa pemantauan

yang dilakukan oleh semua yang terlibat dalam pekerjaan, top

manajemen dan divisi konstruksi yang berada di lokasi kerja. Hal ini

sejalan dengan hasil wawancara kepada informan pendukung yang

menyatakan bahwa:

“Yang memantau itu kan orang tertinggi dikantorlah datang turun

ke lapangan melihat sejauh mana yang dilakukan oleh orang-orang

disini. Bagian-bagian manajer konstruksi memantau sejauh mana

sih yang dilakukan orang-orang ini, dilakukan ngga. Yang saya lihat

sih dilakukan biarpun kaya gini masih banyak yang kurangnya” –

(IP1)

Teguran dari JMCMC. Konsultan negor nih, tau-tau PM dapet email

dari pak konsultan dan pihak Jepang lainnya juga dapet email. Tau-

tau dari atas grasak grusuk ke SHE manager certify this, please

certify this certify that semuanya” – (IP2)

Page 152: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

134

Pernyataan wawancara dari informan pendukung diatas bahwa

pemantauan yang dilakukan oleh manajemen tertinggi dan oleh

konsultan JMCMC. Hal ini belum sejalan dengan hasil wawancara

kepada informan kunci yang menyatakan bahwa :

“Ya itu dari level yang dari bawah kalau pelaporan. Karena level

dari bawah itu yang ininya dengan monitoring sistem dari top

maupun dari orang safety nya sendiri rasa care nya itu harus tinggi.

Kalau di TWJO belum, bentuk pemantauannya masih abu-abu belum

jelas” – (IK)

Pernyataan wawancara dari konsultan tersebut (informan kunci)

bahwa pemantauan yang dilakukan masih abu-abu belum jelas. Jadi,

berdasarkan pernyataan wawancara semua informan utama sudah

sejalan dengan pernyataan wawancara dari informan pendukung

bahwa bentuk pemantauan yang dilakukan adalah dengan melakukan

inspeksi saat turun ke lapangan oleh top manajemen, konsultan dan

owner. Namun belum sejalan dengan pernyataan wawancara dari

informan kunci yaitu konsultan JMCMC yang menyatakan bahwa

bentuk pemantauan perusahaan masih belum jelas.

Jadi di dalam tahap proses, bentuk pemantauan pelaksanaan

pelaporan berdasarkan pernyataan wawancara berupa inspeksi yang

dilakukan oleh top manajemen, konsultan dan owner. Hal ini

didukung berdasarkan hasil telaah dokumen sejalan bahwa

pemantauan dilakukan dengan melakukan inspeksi untuk mencari

temuan di lapangan. Setelah selesai melakukan site inspection,

konsultan akan mengirimkan hasil temuannya dalam berupa gambar

sebagai berikut (Gambar 5.13) :

Page 153: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

135

Gambar 5.13 Foto Site Inspection dari JMCMC

3. Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan

Berikut ini adalah tahap proses berupa evaluasi pelaksanaan

terhadap sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi SHE

TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan

utama 1-3) menyatakan bahwa :

“Jadi top manajemen kita membahasnya di rapat mingguan disitu

setiap hari selasa yang dibahas selain K3 juga kadang masalah

kecelakaan kerja apa sih penyebabnya, biasanya saya presentasi

dulu. Karena nanti saya harus menjelaskan di rapat bersama owner

TWJO kenapa bisa gitu”– (IU1)

“Evaluasi kita ya dari meeting kita yang seringkali membahas

temuan. Di meeting mingguan, bulanan di perusahaan maupun di

konsultan JMCMC”– (IU2)

Page 154: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

136

“Evaluasi dilakukan pada divisi safety tidak ada dalam manajemen.

Evaluasi K3, di evaluasi di-review berdasarkan laporan bulanan”–

(IU3)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas

menyatakan bahwa evaluasi yang dilakukan adalah mengadakan rapat

mingguan atau weekly meeting, rapat bulanan bersama owner maupun

konsultan JMCMC yang biasanya membahas temuan dan mereview

laporan bulanan divisi SHE. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara

dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang mengumpulkan,

mengolah dan membuat laporan yang menyatakan bahwa :

“Evaluasinya ya? Ya susah sih di bilang buat evaluasi, disini kan

yang saya liat ya ada yang mikir dia punya istri ah kasian di

evaluasi. Orang-orangnya sering gitu, ya kan tapi di satu sisi kita di

kejar progres di satu sisi lagi kita dikejar atasan ya kan jadi ya

evaluasi kita step by step aja. Ya evaluasinya sih paling di audit ya

jadi kita harus di audit semuanya”– (IU4)

“Evaluasi yang dilakuin itu dari rapat bulanan ke konsultan. Kita

juga rapat mingguan dan kalau ada masalah yang urgent atau apa

biasanya kan internal atau eksternal meeting misalnya dengan

pekerjaannya subkon”– (IU5)

Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa evaluasi yang

dilakukan dirapat mingguan dan bulanan dengan baik dengan internal

perusahaan atau dengan konsultan serta diaudit. Hal ini sejalan

dengan hasil wawancara kepada safety officer (informan utama 6-8)

yang melaksanakan pekerjaan di lapangan yang menyatakan bahwa :

“Ya jadi untuk evaluasinya berbentuk weekly meeting atau meeting-

meeting nya SHE. Terkait tentang temuan untuk K3 dan sistem

pekerja dan ada solusi dari temuan” – (IU6)

“Biasanya kita ada weekly meeting yang membahas temuan-temuan

di lapangan” – (IU7)

Page 155: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

137

“Evaluasi dari manajer safety itu memang seminggu sekali itu kita

evaluasi ya dari pak manajer, deputi 101 dan 102 dimana dari lokasi

kita yang istilahnya sangat riskan sangat kritikal mereka istilahnya

selalu mengkomplain dari kebersihan keselamatan dan mereka

selalu menyampaikan ke kita agar lebih memperbaiki. Kalaupun itu

memang istilahnya sangat kuranglah itu biasanya di lapangan

langsung ataupun juga kita dengan weekly meeting setiap jumat” –

(IU8)

Pernyataan wawancara dari safety officer bahwa evaluasi yang

dilakukan adalah membahas temuan di weekly meeting atau meeting

lainnya atau biasanya evaluasi bisa dilakukan saat dilapangan. Hal ini

juga sejalan dengan hasil wawancara kepada informan pendukung

yang menyatakan bahwa :

“Ya ada bukti pelaporan baru bisa di evaluasi. Jadi harus kita tulis

di record gitu. Jadi tuh setiap bulannya harus dilaporin ke kantor ya

atau dibahas di meeting mingguan dan bulanan” – (IP1)

“Bukan berat sih pertanyaannya sebenernya miris sih jawabannya.

Sebenernya gampang sih cuma bikin geleng-geleng kepala. Gimana

ya evaluasinya di meeting. Kita rapat dengan konsultaan itu pasti

ada dan rutin. Ada HSE monthly meeting, weekly meeting, HSE

meeting, HSE itu akan dibahas terus disitu cuman ya itu masalahnya

temuannya akan itu-itu lagi. Temuan itu bisa ditemukan 10 kali

dalam sebulan, misal pager. Pager itu lagi itu lagi yang dibahas” –

(IP2)

Pernyataan wawancara dari kedua informan pendukung bahwa

evaluasi dapat dilakukan pada meeting mingguan atau meeting

monthly meeting, HSE meeting,lainnya membahas temuan-temuan

dan biasanya temuan yang sama akan dibahas. Hal ini belum sejalan

dengan hasil wawancara dengan konsultan (informan kunci) yang

biasanya memantau dan mengevaluasi hasil temuan perusahaan yang

menyatakan bahwa :

“Evaluasinya sementara ini masih belum ada yang saya evaluasi

hanya sementara ini jelas mereka cenderung di cambuk dulu baru

Page 156: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

138

jalan, masih manajemen paku harus di martil dulu baru jalan,

sementara manajemen safety itukan dari bawah keatas kalau dari

atas kebawah udah berbeda itu pengawasan. Sementara

pelaksanaan itu dari bawah ke atas kalau pengawasan dari atas ke

bawah” – (IK)

Pernyataan wawancara dari informan kunci diatas bahwa

evaluasi sementara masih belum ada namun saat ini upaya yang

dilakukan konsultan untuk evaluasi adalah harus menegur dulu

manajemen baru melaksanakan evaluasi. Jadi, untuk evaluasi

pernyataan wawancara dari informan utama dan informan pendukung

sudah sejalan mengenai evaluasi yang biasanya dilakukan adalah pada

rapat mingguan, rapat bulanan, rapat lain SHE dengan membahas

temuan-temuan dan didukung dengan hasil observasi yang dilakukan

hanya saja yang belum sejalan adalah pernyataan dari konsultan

bahwa sementara belum ada evaluasi namun upaya konsultan adalah

menegur kepada manajemen perusahaan untuk dievaluasi.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan bahwa evaluasi yang

sudah dilakukan oleh informan utama dan pendukung diperusahaan

saat ini adalah berupa rapat mingguan SHE dan rapat lainnya dengan

divisi konstruksi dan subkontraktor (Gambar 5.14) yaitu sebagai

berikut :

Page 157: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

139

Gambar 5.14 Weekly meeting SHE with Construction and Subcontractor

Adapun terdapat hambatan di dalam sistem pelaporan,

berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi SHE

TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan

utama 1-3) menyatakan bahwa :

“Hambatan ya kadang komunikasi dan kompetensi dari personil kita

yang masih kurang itu aja sehingga komunikasi ngga lancar atau

terhambat” – (IU1)

“Hambatan paling dari SO yang kompetensinya masih kurang dan

terkadang ngga mencatat atau melaporkan near miss, unsafe act dan

unsafe condition” – (IU2)

“Hambatan-hambatan kita adalah datang dari diri kita sendiri.

Maksudnya, hambatan itu terjadi karena tidak adanya pengertian

satu dengan yang lain terhadap visi dan misi K3 awal, tak ada. Jadi

kita bertindak sendiri, K3 lapor, K3 meeting dengan pak konsultan,

yaudah sampai disitu” – (IU3)

Pernyataan wawancara dari pihak manajemen divisi SHE diatas

yang bertugas mengawasi dan memantau berjalannya sistem di

perusahaan mengenai hambatan yang dirasakan dalam sistem

Page 158: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

140

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition yaitu berkaitan

dengan individunya, komunikasi dan kompetensi K3 nya dari petugas

yang melaksanakan sistem pelaporan. Hal ini sejalan dengan

pernyataan dari pihak konsultan (informan kunci) dan divisi lain yaitu

QA (informan pendukung 1) yang menyatakan bahwa :

“Kurangnya pengetahuan jadi susah untuk menerapkan, itu dari

eksekutor” – (IK)

“Kesulitannya ya karena kita kesibukannya masing-masing jadi kaya

gini kadang ngga ketemu antara satu orang dengan yang lain

sehingga komunikasi tidak lancar” – (IP1)

Selain itu hambatan yang dirasakan pihak manajemen divisi SHE

yang berkaitan dengan administrasi pelaporan yaitu SHE engineer

(informan utama 4 dan 5) yang menyatakan bahwa :

“Hambatannya banyak banget kita kan disitu ada pelaporan seperti

yang performance kita, seperti SMT, induction semua itu udah

tertera ya 20 item. Itu semua bolong dalam arti angot-angotan.

Mereka dikasih tanggung jawab tapi tidak dilaksanakan. Kan kita

udah sering kasih tau ini gimana sih TBM ngga ada, kita juga udah

kasih solusi dalam arti gini mempermudah” – (IU4)

“Ya paling hambatannya dari SO nya di lapangan tuh kadang ada

yang melapor kadang engga masih perlu sosialisasi dan penegasan

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition” – (IU5)

Pernyataan wawancara dari SHE engineer menyatakan bahwa

hambatannya adalah dari SO yang tidak melakukan pelaporan

sehingga pencatatannya menjadi tidak lengkap. Sedangkan

berdasarkan hasil wawancara dengan yang melaksanakan pelaporan di

lokasi kerja yaitu SO menyatakan bahwa hambatan yang dirasakan

yaitu sebagai berikut :

“Ya hambatan dari SO yang masih reakti ngga pro aktif”– (IU6)

Page 159: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

141

“Bukan saya sok tahu dan gimana intinya hambatan yang pertama

bekal untuk SO dia mengerti akan job-nya dia dan dia mencintai

pekerjaannya. Kalau dia udah cinta sama pekerjaannya, prakteknya

dilapangan itu langsung bisa ditindak lanjuti sama dia” – (IU7)

“Hambatan yang sering kita rasakan ya itu kadang istilahnya kita

bertentangan dengan orang konstruksi dimana mereka punya

progres dimana saya sebagai orang safety tugasnya melarang ya.

Kita sering berargumentasi di lapangan sama pihak konstruksi” –

(IU8)

Pernyataan wawancara dari SO tersebut mengenai hambatan

yang mereka rasakan saat melaksanakan pelaporan di lokasi kerja ada

rekan kerja yang masih reaktif, tindak lanjutnya kurang, dan

pertentangan dengan divisi konstruksi yang melaksanakan pekerjaan.

Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan informan pendukung

lainnya yaitu risk engineer bahwa hambatan yang dirasakan adalah

ketidakterbukaannya petugas yang melaksanakan pelaporan untuk di

evaluasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan wawancara berikut :

“Hambatannya adalah untuk mendapatkan lesson learned itu

harus ada keterbukaan harus ada kemauan untuk di evaluasi, gitu.

Kalau misalnya kemauan untuk evaluasi itu ngga ada yang

namanya near miss itu ngga akan dilaporin ya dari personalnya”

– (IP2)

Jadi dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya hambatan yang

dirasakan oleh semua informan diantaranya adalah karena komunikasi

yang tidak lancar, kompetensi K3 yang kurang, ketidakdisiplinan dan

ketidakterbukaan petugas yang melaksanakan, rekan kerja yang masih

reaktif dan tindak lanjutnya kurang, serta pertentangan dengan divisi

yang melaksanakan pekerjaan.

Jadi di dalam tahap proses, evaluasi pelaksanaan pelaporan yang

dilakukan oleh perusahaan berdasarkan pernyataan wawancara adalah

Page 160: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

142

dengan melakukan rapat mingguan, rapat bulanan, rapat lain SHE

untuk membahas temuan-temuan dan terdapat hambatan dari pihak

petugas dalam melaksanakan pelaporan yang dirasakan sejauh ini

oleh manajemen.

D. Hasil Gambaran Tahap Output dalam Sistem Pelaporan Nearmiss,

Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016

Hasil ini merupakan gambaran tahap output di dalam penelitian

untuk mengetahui sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition. Informasi yang diperoleh untuk mendapatkan komponen

output berdasarkan wawancara dengan enam informan yaitu lima

informan utama dan informan kunci dengan mengajukan sejumlah

pertanyaan dan telaah dokumen. Saat melakukan telaah dokumen

beberapa data dan informasi diperoleh dari hasil laporan yang ada di

perusahaan. Komponen output penelitian ini terdiri dari laporan near

miss, laporan unsafe act dan laporan unsafe condition.

1. Laporan Near miss

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi

SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan

utama 1-3) menyatakan bahwa :

“Near miss sejauh ini masih belum terlalu berjalan atau di laporkan

jadi masih banyak yang kurang datanya ngga lengkap”– (IU1)

“Masih belum berjalan padahal disini near miss banyak ditemukan”

– (IU2)

“Untuk laporan near miss masih sangat minim yang melaporkan,

baru bulan februari kemarin dimulai dan disosialisasikan kembali

pada semua SO. Laporan near miss belum ada sama sekali

pengkategoriaan cuman dalam scope leading indicator dan untuk

persentase belum” – (IU3)

Page 161: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

143

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas

menyatakan bahwa laporan near miss sejauh ini belum berjalan, data

yang dilaporkan masih kurang lengkap dan sangat minim. Hal ini

sejalan dengan hasil wawancara dengan SHE engineer (informan

utama 4 dan 5) yang mengumpulkan, mengolah dan membuat laporan

near miss yang menyatakan bahwa :

“Laporannya sih bagus mungkin masih banyak yang harus revisi

agar bentuk pelaporan kita lebih detail, gitu. Ya dalam arti gini kita

kan belum tau nih kita pake apasih standar dokumennya gitu loh

bagaimana sih dokumennya. Tau sendiri data disini masih kurang”

– (IU4)

“Untuk bulan ini pencatatannya masih ya bolong-bolong lah kalo di

bilang masih belum semua SO bisa ngisi form itu, jadi seadanya saja

yang di laporin” – (IU5)

Pernyataan wawancara dari SHE engineer menyatakan bahwa

format dari laporan yang dimiliki perusahaan sudah baik namun

masih perlu revisi agar lebih detail tapi untuk data near miss nya

masih kurang karena data yang dilaporkan seadanya. Hal ini sejalan

dengan hasil wawancara kepada konsultan JMCMC (informan kunci)

yang menyatakan bahwa :

“Near miss belum rutin dilaporkan, near miss kebanyakan penyebab

utamanya gimana ya manusianya, manusia yang knowledge

pengetahuannya masih rendah sama nearmiss mereka filosofinya

belum sampe sana. Ada yg sudah tau tapi mereka menggangap itu

menambah pekerjaan bukan menambah nilai uang sebenrya mereka

menambah nilai uang” – (IK)

Pernyataan wawancara dari konsultan JMCMC mengenai laporan

near miss yaitu bahwa near miss masih belum rutin untuk dilaporkan

dan kebanyakan penyebab utamanya adalah perilaku manusianya

Page 162: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

144

(unsafe act). Hal ini didukung dengan hasil laporan near miss TWJO

tahun 2016 pada dokumen HSE Monthly Report January-April 2016

(Gambar 5.15).

Gambar 5.15 Tabel Kejadian Near Miss pada HSE Monthly Report January-April

2016

Berdasarkan informasi diatas, data kejadian near miss yang

terdapat pada kategori Non-Lost Time Injuries pada dokumen HSE

Monthly Report January-April hanya tercatat sebanyak 1 kejadian

selama 4 bulan di tahun 2016. Near miss yang terjadi di TWJO faktor

penyebabnya adalah unsafe act. Berdasarkan record pelaporan SO

yang dikumpulkan, terdapat 8 kejadian near miss yang tercatat. Hal

ini membuktikan bahwa data near miss yang direkapitulasikan pada

laporan bulanan masih sangat minim. Berikut ini adalah bukti

lampiran data near miss yang dilaporkan SO (Gambar 5.16).

Page 163: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

145

Gambar 5.16 Record Kejadian Near Miss pada HSE Monthly Report

Hasil output laporan near miss yang dilaporkan kepada

konsultan selama berjalan 4 bulan di tahun 2016 ini masih sangatlah

minim untuk rekapitulasinya tidak sesuai dengan record data near

miss yang terdapat di lapangan dan faktor penyebab dari kejadian

near miss yang dilaporkan pada perusahaan adalah diakibatkan oleh

unsafe act.

2. Laporan Unsafe Act

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi

SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan

utama 1-3) untuk hasil laporan unsafe act menyatakan bahwa :

“Penggunaan APD kalau unsafe act di pekerja” – (IU1)

“Unsafe act yang sering dijumpai di lapangan ya itu seperti

tindakan yang ini tuh kadang pekerja mencuri-curi dimana dia naik

ketinggian dia ngga pake body harness. Yang paling banyak ya

APD. Yang paling sangat riskan itu kalau kita sampe jatuh dari

ketinggian. Ya mereka kadang suka ini ya gitu, oh iya merokok

dilokasi kerja yang ibaratnya di bahan mudah terbakar memang

banyak itu” – (IU2)

“Untuk laporan unsafe act belum memiliki persentase sudah sering

ditemukan hanya berupa laporan langsung dan ditindak lanjut saat

itu juga namun tidak di record secara detail dan belum memiliki

Page 164: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

146

form khusus untuk melakukan pencatatannya. Unsafe act yang

paling banyak terjadi adalah masalah penggunaan APD” – (IU3)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas

menyatakan bahwa laporan unsafe act sejauh ini belum memiliki

persentase atau rekapitulasi data selama ini datanya dilaporkan dan

ditindaklanjuti secara langsung, unsafe act yang terjadi di lokasi kerja

paling banyak adalah masalah penggunaan APD. Hal ini sejalan

dengan hasil wawancara dengan SHE engineer (informan utama 4 dan

5) yang mengumpulkan, mengolah dan membuat laporan unsafe act

yang menyatakan bahwa :

“Belum ada sama sekali. Safety patrol itu kan patrol doang, ada sih

itu tapi kan dalam arti kegiatan itu bukan unsafe act tapi unsafe

condition ya kan…..Sejauh yang saya temukan di lapangan memang

paling banyak APD untuk unsafe act-nya” – (IU4)

“Paling banyak permasalahan ngga pake APD. Hampir sebagian

besar itu pelanggarannya APD” – (IU5)

SHE engineer menyatakan bahwa unsafe act yang mereka

temukan di lapangan adalah mengenai permasalahan tidak

menggunakan dan pelanggaran terhadap APD, data yang dilaporkan

juga tidak dicatat karena form pelaporan untuk unsafe act belum ada,

hal ini sejalan dengan penjelasan sebelumnya mengenai komponen

tahap input yaitu material yang berupa bentuk form pelaporan yang

digunakan pada saat pelaporan.

Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan konsultan

JMCMC (informan kunci), unsafe act yang paling banyak terjadi

adalah tidak menggunakan APD dan tidak mengikuti peraturan

perusahaan. Hal ini sejalan dengan pernyataan wawancara berikut :

Page 165: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

147

“Unsafe act yang paling banyak itu tidak menggunakan dan tidak

ngikutin aturan yang ada. Kita udah jelas-jelas melekatkan banner

gunakan PPE tapi pasti ada yang ngga pake PPE ada yang bilang

itu ngga bebas ngalangin sementara itu kan menyelamatkan dia” –

(IK)

Jadi, berdasarkan hasil wawancara dengan keenam informan

yang terlibat untuk hasil laporan unsafe act tidak dapat diketahui

berapa jumlah atau persentasenya dikarenakan tidak terdapat form

pelaporan yang detail atau spesifik sehingga data, informasi dan

dokumentasi mengenai unsafe act tidak terdapat pada laporan bulanan

HSE hanya dilaporkan dan ditindaklanjuti secara langsung saat di

lapangan. Sedangkan unsafe act yang ditemukan terjadi diakibatkan

karena banyaknya pekerja yang tidak menggunakan APD dan tidak

megikuti aturan yang ada di perusahaan.

3. Laporan Unsafe Condition

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi

SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan

utama 1-3) untuk hasil laporan unsafe condition menyatakan bahwa :

“Unsafe condition paling banyak adalah akses kerja, misalnya akses

kerja terhalang. Housekeeping itu bisa dijabarin macem-macem loh

licin, banjir. Paling banyak pokoknya housekeeping”– (IU1)

“Kondisi yang tidak aman diarea kerja pertama pipa scaffolding

ditaro diatas ketinggian, material tidak pada tempatnya” – (IU2)

“Sama halnya dengan laporan unsafe act, laporan unsafe condition

juga belum memiliki persentase hanya lampiran daily safety patrol

form dilampirkan pada laporan bulanan SHE. Unsafe condition

yang banyak terjadi adalah house keeping”– (IU3)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas

menyatakan bahwa laporan unsafe condition sejauh ini belum

Page 166: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

148

memiliki persentase atau rekapitulasi data selama ini hanya berupa

lampiran daily safety patrol record yang disi (Gambar 5.16). Unsafe

condition yang terjadi di lokasi kerja diantaranya adalah masalah

penempatan material tidak pada tempatnya, akses kerja terhalang dan

housekeeping yang kurang baik. Hal ini sejalan dengan hasil

wawancara dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang

mengumpulkan, mengolah dan membuat laporan unsafe condition

yang menyatakan bahwa :

“Selama ini sih ada SO yang lapor ada juga yang ngga ya

keseringan bolong-bolong. Tapi sejauh ini untuk unsafe condition

yang dilaporin kebanyakan permasalahan housekeeping kaitannya

sama tim 5R orang enviro” – (IU4)

“Kalau untuk unsafe condition itu paling banyak masalah

housekeeping di lingkungan kerja. Jadi penempatan material,

penempatan alat berat, akses kerja” – (IU5)

Pernyataan wawancara informan utama diatas menyatakan bahwa

permasalahan unsafe condition yang terjadi di lokasi kerja adalah

akses kerja, housekeeping, penempatan material dan alat berat. Hal ini

juga sejalan dengan pernyataan wawancara informan kunci yang

menyatakan bahwa :

“Unsafe condition itu yang belum selesai yang belum certified

yang belum komplit digunakannya alat misalnya scaffolding itu

belum green tag udah dikerjakan, nah kemudian working inside

excavation terjadi dalam galian itu akses nya ngga proper karena

tanah. Tanah kan bisa dibentuk pake kaki kan jadi dia jalan aja

tanpa memikirkan kalau terjadi sesuatu, evakuasinya gimana kalau

terjadi longsor gimana” – (IK)

Pernyataan-pernyataan wawancara menurut keenam informan

diatas didukung dengan hasil telaah laporan divisi SHE yaitu HSE

monthly report mengenai unsafe condition. Bukti pelaporan yang

Page 167: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

149

terdapat di dalam laporan hanya berupa lampiran daily safety patrol

record (Gambar 5.17).

Gambar 5.17 Daily Safety Patrol Record pada HSE Monthly Report

Hasil output laporan unsafe condition menurut keenam informan,

unsafe condition yang terjadi yaitu berupa akses kerja, housekeeping,

penempatan material dan alat berat. Selain itu untuk jumlah atau

persentasenya pada laporan bulanan belum ada hanya berupa

lampiran sehingga data, informasi dan dokumentasi mengenai unsafe

condition tidak terdapat pada laporan bulanan HSE begitu pula

dengan persentase dan rekapitulasinya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tahap output sistem pelaporan

near miss, unsafe act dan unsafe condition perusahaan selama 4 bulan

yang dilaporkan kepada konsultan diantaranya adalah sebagai berikut:

Page 168: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

150

1. Diketahui bahwa sumber dan kejadian near miss berasal dari

kelalaian, kesalahan dan perilaku manusia atau pekerjanya. Yang

kedua yaitu kondisi tidak aman di lingkungan kerjanya.

2. Hasil laporan near miss masih sangatlah minim dan faktor

penyebab dari kejadian near miss yang dilaporkan pada

perusahaan adalah diakibatkan oleh unsafe act.

3. Hasil laporan unsafe act tidak dapat diketahui berapa jumlah atau

persentasenya, hanya dilaporkan dan ditindaklanjuti secara

langsung saat di lapangan tanpa adanya bukti temuan yang di

record

4. Hasil laporan unsafe condition jumlah atau persentasenya pada

laporan bulanan juga belum ada hanya berupa lampiran.

Page 169: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

151

Tabel 5.2 Input, Proses dan Output Sistem Pelaporan Near miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition

No. Unsur-unsur Sistem Deskripsi Input

1. Material a. Terdapat form pelaporan near miss dan unsafe condition namun belum

memiliki form pelaporan unsafe act

b. Kebijakan K3 perusahaan berisi tentang komitmen perusahaan terhadap

keselamatan dan kesehatan kerja pada pelaksanaan pekerjaan untuk

mencapai standar tertinggi dalam K3 konstruksi dan secara efektif

mengontrol kecelakaan kerja dan kualitas

c. Standar K3 perusahaan mengacu pada dokumen site safety plan yang

didukung dengan standar operasional prosedur dan form-form. Namun

belum memiliki standar operasional prosedur untuk pelaksanaan

pelaporan

d. Pemahaman petugas yang terlibat terkait definisi unsafe act dan unsafe

condition sudah sejalan. Namun pemahaman petugas yang terlibat terkait

definisi near miss belum sejalan.

e. Belum terdapat amnesti berupa reward dan punishment yang mengatur

pelaksanaan pelaporan

2. Sumber Daya Manusia a. Melibatkan semua manajemen mulai dari pucuk pimpinan tertinggi (top

manajemen) sampai terendah. Dalam pelaksanaan pelaporan yang banyak

berperan adalah divisi SHE sesuai tugas dan tanggung jawab masing-

masing jabatan

b. Komitmen top manajemen mendukung penuh divisi SHE dalam

pelaksanaan program-programnya

c. Partisipasi dari divisi SHE khususnya SO dalam pelaksanaan pelaporan.

Partisipasi SO belum maksimal dalam pelaporan

3. Metode Metode yang digunakan dalam melaksanakan pelaporan dengan cara

observasi dan kemudian membuat laporan

Page 170: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

152

No. Unsur-unsur Sistem Deskripsi Proses

1. Pelaksanaan Pelaporan a. Direalisasikan melalui penerapan program-program K3

b. Alur pelaksanaan di lapangan yaitu dari petugas mengumpulkan ke

admin untuk di input dan kemudian di tindak lanjuti oleh manajemen-

manajemen puncak

2. Pemantauan Pelaporan Terdapat pemantauan di lapangan berupa inspeksi yang dilakukan oleh

pihak manajemen perusahaan, konsultan dan owner

3. Evaluasi Pelaporan Terdapat evaluasi yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan,

konsultan dan owner dengan membahas temuan-temuan dan hambatan

dari pelaksanaan pelaporan pada rapat-rapat perusahaan

No. Unsur-unsur Sistem Deskripsi Output

1. Laporan a. Sumber dan kejadian near miss berasal dari kelalaian manusia,

kesalahan dan perilaku pekerja

b. Record kejadian near miss yang dilaporkan selama tahun 2016

yaitu sebanyak 8 kejadian near miss yang tercatat di lapangan

namun hanya 1 kejadian near miss yang tercatat pada laporan

bulanan

c. Record mengenai unsafe act selama tahun 2016 tidak dapat

diketahui

d. Record mengenai unsafe condtion selama tahun 2016 tidak dapat

diketahui hanya terlampir

Page 171: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

153

Bagan 5.3 Gambaran Sistem Pelaporan Near miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016

Tahap Input

Material

1. Terdapat kebijakan K3

perusahaan yang sesuai

2. Belum terdapat SOP yang

mengatur sistem pelaporan

dan form pelaporan unsafe

act

3. Belum terdapat reward dan

punishment pada kegiatan

pelaporan

Sumber Daya Manusia

1. Semua manajemen terlibat

sesuai dengan tugas dan

tanggung jawabnya dalam

mengkomunikasikan

2. Partisipasi SO belum

maksimal dalam pelaporan

Metode

Metode reporting and

observation based-methods

Tahap Proses Tahap Output

Laporan Near miss

Kejadian near miss yang

dilaporkan yaitu sebanyak 8

kejadian namun hanya 1

kejadian near miss

direkapitulasikan pada laporan

bulanan

Laporan Unsafe Act

Pelaporan tidak tercatat dan

tidak terdokumentasikan hanya

ditindaklanjuti secara langsung

bila ada temuan

Laporan Unsafe Condition

Kondisi tempat kerja yang

tercatat hanya dilampirkan

Pelaksanaan Pelaporan

Direalisasikan melalui penerapan

program-program K3

Alur pelaksanaan sudah berjalan

di lapangan namun pemahaman

petugas yang terlibat belum

sejalan

Pemantauan Pelaporan

Pemantauan di lapangan berupa

inspeksi yang dilakukan oleh

pihak manajemen perusahaan,

konsultan dan owner

Evaluasi Pelaporan

Evaluasi yang dilakukan oleh

pihak manajemen perusahaan,

konsultan dan owner dengan

membahas temuan-temuan dan

hambatan dari pelaksanaan

pelaporan pada rapat-rapat

perusahaan

Page 172: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

154

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan di dalam melakukan penelitian mengenai gambaran

sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition yaitu pada

saat melakukan wawancara. Salah satu informan utama tidak dapat

menyelesaikan wawancara karena pekerjaan yang dilakukannya sehingga

mengakibatkan keterbatasan waktu saat di lapangan. Beberapa pertanyaan

yang diajukan oleh peneliti tidak dapat terjawab dengan baik sehingga

mempengaruhi data wawancara atau hasil penelitian yang diperoleh

mengenai sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition

MRTJ TWJO tahun 2016.

B. Gambaran Sistem Pelaporan Near miss, Unsafe Act dan Unsafe

Condition MRTJ TWJO Tahun 2016 Secara Umum

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dengan menggunakan

pendekatan sistem mengenai sistem pelaporan near miss, unsafe act dan

unsafe condition diperoleh bahwa pada tahap input terdapat komponen-

komponen yaitu berupa material, SDM dan metode. Berkaitan dengan

material yaitu kebijakan K3 perusahaan dan standar. Untuk komponen

tahap input berupa kebijakan sudah ada. Pada tahap proses yaitu

merupakan bagaimana pelaksanaan dari keempat komponen input tersebut

dan hasil akhirnya pada tahap output yaitu memperoleh laporan. Menurut

Kelly (2007) pencapaian sebuah manajemen dapat terlihat melalui

Page 173: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

155

pendekatan sistem, bagaimana elemen-elemen didalamnya terhubung

dengan organisasi perusahaannya. Karena sistem dapat diartikan sebagai

suatu kumpulan dari unsur, komponen atau variabel-variabel yang

terorganisasi, terpadu, saling berinteraksi dan bergantung satu sama lain.

Sebuah sistem dibuat untuk menangani suatu yang berulang kali

atau secara rutin terjadi. Efektivitas dari suatu sistem harus merefleksikan

keseluruhan siklus input-proses-output. Input yang masuk dalam sistem

akan diproses dan diolah sehingga menghasilkan output (Kelly, 2007).

Terdapat kekurangan pada komponen tahap input sistem pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe condition TWJO yaitu standar. Dimana

perusahaan belum memiliki standar operasional prosedur untuk

pelaksanaan pelaporan dan form pelaporan pada komponen standar.

Komponen input tersebut kemudian diproses dan diolah dimana

mempengaruhi pelaksanaannya. Pada pelaksanaan standar, pemahaman

petugas yang terlibat terkait definisi near miss belum sejalan dan alur

pelaksanaan pelaporan sesuai dengan apa yang ada dilapangan saja belum

berdasarkan alur pelaporan pada SOP yang dibuat. Belum terdapat amnesti

berupa reward dan punishment yang mengatur pelaksanaan pelaporan.

Pada pelaksanaan amnesti pun belum dapat terlaksana. Selain itu

SO yang melaksanakan pelaporan belum maksimal. Semua tahap proses

diatas kemudian mempengaruhi output yang dihasilkan. Pada tahap output,

output yang dihasilkan yaitu bahwa record kejadian near miss yang

dilaporkan selama tahun 2016 yaitu hanya 1 kejadian near miss yang

tercatat pada laporan bulanan, record unsafe act selama tahun 2016 tidak

Page 174: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

156

dapat diketahui dan record unsafe condtion selama tahun 2016 tidak dapat

diketahui hanya terlampir saja. Output yang diperoleh tersebut melalui

input yang diproses akan di analisa dan akan menjadi umpan balik bagi si

penerima dan dari umpan balik ini akan muncul segala macam

pertimbangan untuk input selanjutnya, dan siklus ini akan berlanjut dan

berkembang sesuai dengan permasalahan yang ada. Dari Output yang

dihasilkan memberikan umpan balik sebagai upaya untuk meningkatkan

kualitas input dan proses (Kelly, 2007). Berikut ini adalah pembahasan

mengenai masing-masing tahap input, proses dan output yang diperoleh

dalam sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition MRTJ

TWJO tahun 2016.

C. Gambaran Tahap Input dalam Sistem Pelaporan Near miss,

Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016

Berdasarkan hasil penelitian komponen tahap input di dalam sistem

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition TWJO berupa

material, SDM dan metode. Dimana input merupakan sumber daya yang

diperlukan untuk pelaksanaan suatu kegiatan yang bertujuan dalam

mencapai tujuan sistem (Kelly, 2007). Didalam mengimplementasikan

sistem pelaporan near miss (NEMIR System) melaporkan semua kejadian

yang tidak diinginkan merupakan aspek yang paling penting dari setiap

program keselamatan. Semakin banyak near miss yang dilaporkan maka

semakin banyak kesempatan untuk menyelidiki, mengidentifikasi dan

memperbaiki akar penyebab sebelum kerugian serius terjadi. Dimana

informasi tentang sistem pelaporan near miss harus dibuat dan diketahui

oleh setiap orang (McKinnon, 2012). Untuk mencatat, melaporkan semua

Page 175: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

157

kejadian yang tidak diinginkan dan memperoleh informasi, maka

dibutuhkan material didalam sistem pelaporan tersebut.

1. Material

Ketersediaan material sangat vital dalam suatu proses. Material

terdiri dari bahan setengah jadi dan bahan jadi. Material dan manusia

tidak dapat dipisahkan, tanpa material tidak akan tercapai hasil yang

diinginkan (Satrianegara, 2009). Oleh karena itu dalam proses

pelaksanaan kegiatan material dianggap sebagai salah satu sarana

manajemen untuk mencapai tujuan. Material perlu dikelola dengan benar

agar organisasi di perusahaan dapat berjalan dengan efisien (Purnastuti

and Mustikawati, 2007). Di dalam melakukan pelaporan TWJO

memiliki material berupa form pelaporan, kebijakan K3 dan standar

yang dimiliki perusahaan.

a. Form Pelaporan

Berdasarkan hasil telaah dokumen yang dilakukan, form

pelaporan yang dimiliki perusahaan berupa daily safety patrol form

dan near miss form. Daily safety patrol form biasa digunakan oleh

divisi SHE yaitu safety officer (SO) di dalam melakukan pencatatan

dari hasil patroli mereka setiap hari di lapangan yang berkaitan dengan

pelaporan unsafe condition. Form daily safety patrol terdiri dari judul,

tanggal/waktu, nomor, lokasi, checklist angka, keterangan dari angka

1-17 terkait kondisi alat maupun lingkungan kerja, PIC nya siapa, dan

diperiksa oleh siapa.

Page 176: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

158

Near miss form digunakan untuk melaporkan kejadian near

miss, form pelaporannya terdiri dari judul, waktu/tanggal kejadian,

nama korban, sumber near miss, faktor penyebab (sumber, tipe,

kategori unsafe act atau unsafe condition), kronologis kejadian, tindak

lanjut dan status. Sedangkan untuk form pelaporan unsafe act

perusahaan tidak memiliki form tersendiri untuk melakukan record.

Rekaman atau catatan adalah bukti bahwa sistem tata kerja yang

tertuang dalam pedoman, prosedur dan instruksi kerja telah

dilaksanakan yang dapat berupa formulir yang telah diisi atau lembar

kerja yang ditandatangani (Tathagati, 2015).

Setiap proyek harus mengimplementasikan sistem pelaporan

dan pencatatan dengan menggunakan beberapa form dan format yang

telah dibentuk oleh perusahaan (OSHA, 2013). Dengan tujuan sebagai

bukti atau alat telusur berbagai tindakan yang dilakukan dalam

melaksanakan suatu sistem (Tathagati, 2015). Oleh karena itu

diperlukan form dan format pelaporan yang dibuat perusahaan untuk

melaksanakan pelaporan terhadap kejadian unsafe act. Karena menurut

Annishia (2011) perilaku tidak aman (unsafe act) memegang pengaruh

yang besar terhadap terjadinya kecelakaan kerja dibandingkan dengan

kondisi tidak aman (unsafe condition).

Sejauh ini form pelaporan near miss maupun unsafe condition

yang dimiliki TWJO di dalam proses penyusunannya dan kesesuaian

isinya melibatkan divisi yang berwenang yaitu divisi SHE dan divisi

QA. Dimulai dari tahapan penomoran, pengajuan ke konsultan dan

Page 177: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

159

persetujuan dari konsultan terkait form pelaporannya. Dimana form

tersebut dapat didistribusikan dan diterapkan apabila telah

mendapatkan persetujuan dari pihak konsultan. Form pencacatan dan

pelaporan yang dimiliki terdiri dari selembar form dan sudah mendapat

persetujuan dari konsultan untuk digunakan. Karena lembar pelaporan

dalam jumlah yang banyak akan menyulitkan pelapor dalam mengisi form.

Form pelaporan dan pencatatan sebaiknya sederhana atau simple, mudah

dibawa dan selalu tersedia (McKinnon, 2012).

b. Kebijakan K3

Komponen material lain berdasarkan hasil penelitian berupa

kebijakan perusahaan salah satunya yaitu kebijakan K3. Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) harus dimulai

dari membuat suatu kebijakan yang dapat dilaksanakan dan

ditindaklanjuti oleh manajemen (McKinnon, 2012). Kebijakan K3

TWJO yaitu memiliki komitmen yang kuat untuk mendorong praktek

kerja yang aman pada Proyek Konstruksi Jakarta Mass Rapid Transit

CP 101 dan CP 102 sesuai dengan Undang-Undang keselamatan dan

kesehatan kerja serta aturan dan Peraturan Pemerintah Indonesia dan

otoritas terkait yang memiliki kewenangan hukum.

Dimana kebijakan (policy) merupakan pernyataan resmi

organisasi atau perusahaan yang merefleksikan tekad dan komitmen

yang dijadikan sebagai landasan utama dan acuan organisasi dalam

rangka pencapaian visi dan misi organisasi. Kebijakan yang dibuat

berisi tentang bagaimana komitmen perusahaan yang berkaitan untuk

melakukan pelaporan (McKinnon, 2012). Isi dari kebijakan juga

Page 178: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

160

menyatakan tujuan organisasi dan mengapa organisasi melakukan hal

tersebut (Tathagati, 2015).

Di dalam kebijakan K3 TWJO menjelaskan bahwa perusahaan

bermaksud untuk memenuhi komitmen tersebut dengan memastikan

praktek dan prosedur kerja yang aman. Semua pegawai TWJO

diwajibkan untuk melakukan perlindungan terhadap K3 diri sendiri

dan pegawai lainnya. TWJO akan mendukung manajer dan supervisor

yang bertindak untuk kepentingan K3. Menurut McKinnon (2012)

kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah komitmen bahwa

tim manajemen dan karyawan setuju dalam menciptakan keselamatan.

c. Standar Perusahaan

Komponen material lainnya berdasarkan hasil penelitian berupa

standar perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara dan telaah

dokumen penelitian, standar yang dimiliki TWJO mengacu pada

dokumen site safety plan, standar yang terlampir hanya spesifik pada

standar operasional prosedur penggunaan alat dan jenis-jenis

pekerjaan belum spesifik terhadap standar pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition di konstruksi. Menurut McKinnon

(2012) di dalam NEMIR System terdapat dokumen-dokumen yang

mengacu pada standar sistem pelaporan near miss, dimana

mendeskripsikan tentang komitmen perusahaan untuk melaporkan

dan melakukan investigasi serta tanggung jawab apa saja yang ada.

TWJO belum memiliki standar prosedur yang mengatur sistem

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition. Sedangkan

Page 179: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

161

prosedur merupakan dokumen yang menjabarkan metode atau proses

yang digunakan untuk mengimplementasikan hal-hal yang telah

diterapkan dalam pedoman (Tathagati, 2015). Menurut Tathagati

(2015) dalam organisasi yang besar, prosedur harus dibuat untuk

membakukan proses atau aktivitas yang dilakukan sekaligus

memudahkan koordinasi antar unit kerja. Selain itu di dalam standar

prosedur NEMIR system yang digunakan perusahaan perlu adanya

penjelasan mengenai definisi near miss, unsafe act dan unsafe

condition. Definisi (definitions) diperlukan untuk mendefinisikan atau

menjelaskan istilah-istilah yang terdapat di dalam standar agar mudah

dipahami (McKinnon, 2012).

Berdasarkan hasil wawancara penelitian, pemahaman dari

informan yang sejalan menyatakan bahwa near miss adalah suatu

kejadian yang belum, nyaris atau hampir celaka. Namun pernyataan

wawancara dari satu informan menyatakan bahwa near miss berkaitan

dengan orang luka dan ada tahapannya tidak sesuai dengan definisi

near miss. Near miss adalah sebuah peristiwa yang hampir

menyebabkan cidera atau kerusakan (McKinnon, 2012). Dimana near

miss tidak mengakibatkan cidera, sakit atau kerusakan tetapi memiliki

potensi untuk mengakibatkan hal-hal tersebut. Oleh karena itu,

mengenali dan melaporkan near miss dapat meningkatkan

keselamatan pekerja dan meningkatkan budaya keselamatan

organisasi (NSC, 2013).

Page 180: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

162

Berdasarkan hasil wawancara penelitian, pemahaman dari

informan mengenai unsafe act adalah suatu perilaku seseorang atau

tindakan-tindakan yang tidak selamat, memaksakan, diluar batas yang

dapat merugikan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan misalnya

tidak sesuai prosedur dan tidak menggunakan APD. Menurut Cooper

(2001), definisi perilaku tidak aman adalah tindakan yang dapat

menyebabkan terjadinya kecelakaan atau insiden (near miss). Perilaku

tidak aman tersebut diantaranya yaitu bekerja atau mengoperasikan

peralatan tanpa kewenangan, gagal dalam memperingatkan, gagal

dalam mengamankan, menggunakan APD secara tidak benar, dll

(Bird and Germain, 1990).

Sedangkan berdasarkan hasil wawancara penelitian, pemahaman

dari informan mengenai unsafe condition adalah kondisi yang

dipaksakan, tidak aman dan melanggar batasan misalnya kondisi

peralatan yang tidak sesuai, akses kerja terhalang, dsb. Menurut

definisinya unsafe condition (kondisi tidak aman) adalah desain

kondisi tempat kerja yang buruk dimana terdapat bahaya mekanik dan

fisik (Rausand dkk., 2011). Kondisi tidak aman diantaranya yaitu

barrier atau pengaman yang tidak memadai, alat pelindung diri

(APD) yang tidak memadai atau tidak layak, peralatan atau material

yang cacat, proses yang tersendat, housekeeping atau tata ruang yang

buruk, tempat kerja yang berantakan, dll (Bird and Germain, 1990).

Pemahaman unsafe act dan unsafe condition yang sejalan

diperlukan pada sistem pelaporan agar sesuai dalam mengidentifikasi

Page 181: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

163

dan mengkategorikan hal tersebut. Karena manajemen organisasi

harus memahami dengan jelas definisi dari kejadian near miss, unsafe

act dan unsafe condition untuk mengembangkan standar tertulis

dalam melaporkan, memberikan pemahaman dan melatih para

pekerjanya terlibat di dalam sistem pelaporan (McKinnon, 2012).

2. Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber daya manusia menjadi unsur paling menentukan dalam

menjalankan perusahaan, karena memiliki akal, bakat, tenaga, keinginan,

pengetahuan, perasaan, dan kreatifitas untuk mencapai visi dan misi

perusahaan (Ilfani and Nugraheni, 2013). Peran SDM sangat penting

dalam upaya mencapai tujuan organisasi (Purnastuti and Mustikawati,

2007)

Menurut McKinnon (2012) NEMIR system tidak seharusnya

menjadi tanggung jawab penuh departemen safety, semua karyawan

semua tingkatan manajemen harus bersedia untuk berpartisipasi agar

sistem dapat berjalan dengan efektif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa

berdasarkan hasil penelitian komponen input berupa sumber daya

manusia yang terdapat di perusahaan semuanya terlibat di dalam

melaksanakan sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition hanya saja yang banyak berperan adalah divisi SHE dengan

tugas dan tanggung jawab yang dimiliki masing-masing jabatan. Divisi

SHE khususnya SO saat di lokasi kerja harus mengingatkan, melaporkan

dan menindaklanjuti temuan yang ada baik itu near miss, unsafe act dan

unsafe condition.

Page 182: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

164

Manajemen melibatkan sumber daya mencakup keseluruhan

manusia yang ada di dalam perusahaan yaitu mereka yang secara

keseluruhan terlibat dalam operasional perusahaan (Purnastuti and

Mustikawati, 2007). Oleh karena itu sumber daya manusia membuat

perencanaan dan melakukan proses untuk mencapai tujuan tersebut,

tanpa adanya sumber daya manusia maka tidak ada proses kerja maka

keterlibatannya dibutuhkan. Karena manusia merupakan sumber yang

penting, bervariasi dan terkadang menjadi masalah yang harus

digunakan oleh sebagian organisasi sampai tingkat yang lebih tinggi atau

lebih sedikit (Mathis and Jackson, 2006).

3. Metode

Metode yaitu cara untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam

rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan amat menentukan

kelancaran jalannya manajemen (Poerwanto, 2012). Untuk melakukan

kegiatan secara guna dan berhasil guna, manusia dihadapkan kepada

metode atau cara menjalankan pekerjaan tersebut sehingga cara yang

dilakukannya dapat menjadi sarana atau alat manajemen untuk mencapai

tujuan dengan efektif dan efisien (Purnastuti and Mustikawati, 2007).

Metode pelaporan yang dimiliki perusahaan berdasarkan hasil

wawancara penelitian dalam sistem pelaporan near miss, unsafe act, dan

unsafe condition adalah dengan cara melihat atau observasi, memantau,

mengkomunikasikan lalu membuat laporan. Dimana hal ini sesuai

dengan metode yang terdapat pada NEMIR system. Metode di dalam

mengumpulkan data near miss yaitu dengan reporting-based methods

Page 183: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

165

dan observation-based methods. Reporting-based methods merupakan

metode yang melibatkan pegawai untuk melaporkan kejadian near miss

sebagai bagian dari pekerjaannya dalam mencegah terjadinya kecelakaan

di masa mendatang atau untuk melatih dirinya (McKinnon, 2012).

Sedangkan observation-based methods merupakan metode yang

melibatkan pegawai yang tidak hanya melaporkan namun melakukan

pengamatan terlebih dahulu untuk menyadari dan memahami tindakan

dan kondisi apa saja yang ada dalam mengurangi kecelakaan di tempat

kerja. (McKinnon, 2012). Program observasi atau pengamatan memiliki

tujuan untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan serta mengenali

near miss, perilaku dan kondisi berisiko ditempat kerja (OSHA, 2013).

Oleh karena itu TWJO sudah menggunakan metode untuk pelaporan dan

investigasi terhadap non injury (loss-producing) accident dan near

misses dapat mengidentifikasi penyebab langsung dan penyebab dasar

dari kejadian dan merekomendasikan pencegahan.

Maka dapat disimpulkan bahwa dalam sistem pelaporan yang

dimiliki TWJO, komponen tahap input berupa material perusahaan

sudah memiliki kebijakan K3 yang sesuai. Untuk standar perusahaan

belum sepenuhnya sesuai karena masih terdapat pemahamanan terkait

definisi near miss yang berbeda. Untuk form pelaporan near miss dan

unsafe condition sudah sesuai karena telah memiliki form dan format

pelaporan yang dibuat perusahaan sedangkan untuk form pelaporan

unsafe act nya belum ada.

Page 184: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

166

Pada komponen input berupa SDM sudah sesuai dimana

manajemen melibatkan semua tingkatan organisasi untuk terlibat di

dalam sistem pelaporan yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang

berbeda-beda. Sedangkan pada komponen input lainnya berupa metode

pelaporan TWJO sudah sesuai dengan reporting-based methods dan

observation-based method NEMIR system bahwa metode yang

digunakan adalah dengan observasi, memantau, mengkomunikasikan

lalu membuat laporan.

D. Gambaran Tahap Proses dalam Sistem Pelaporan Near miss,

Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016

Berdasarkan hasil penelitian tahap proses di dalam sistem

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition TWJO terdiri dari

pelaksanaan pelaporan, pemantauan pelaksanaan pelaporan dan evaluasi

pelaksanaan pelaporan. Dimana proses merupakan elemen dari sistem

yang bekerja membentuk suatu aliran kegiatan dan cara kegiatan yang

dikoordinasikan dan saling terkait (Baglieri dkk., 2014).

1. Pelaksanaan Pelaporan

Pelaksanaan adalah suatu tindakan dari perencanaan yang

disusun secara matang dan terperinci yang dapat diartikan secara

sederhana sebagai penerapan. Pelaksanaan merupakan aktivitas atau

usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana

yang telah ditetapkan dengan dilengkapi kebutuhan dan alat-alat yang

diperlukan, siapa yang melaksanakannya, dimana pelaksanaannya dan

bagaimana cara melaksanakannya (Sumerti, 2016).

Page 185: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

167

Menerapkan kebijakan dan standar-standar K3 secara efektif

mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang

diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran K3. Dimana suatu tempat

kerja dalam menerapkannya harus dapat mengintergrasikan sistem

manajemen perusahaan yang sudah ada (Pangkey, 2012). Sebelumnya

terdapat proses perencanaan yang mengacu pada komponen input dalam

sistem perusahaan kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan atau

penerapan melalui pengerahan semua sumber daya yang ada, melakukan

berbagai program K3 dan langkah pendukung untuk mencapai

keberhasilan (Riantiwi, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian proses pelaksanaan terdiri dari

sistem pelaporan perusahaan, alur atau sistematika pelaporan, komitmen

perusahaan atau top manajemen terhadap sistem pelaporan, partisipasi

petugas, reward & punishment, sumber dan penyebab kejadian near

miss, unsafe act dan unsafe condition. Semua mutu pelaksanaan

pekerjaan terletak pada mutu para pekerjanya yang meliputi kepandaian,

kelihaian dan disiplin serta ketekunan (Wiharto and Bunawas, 2013). Di

dalam pelaksanaan pelaporan TWJO, sistem pelaporan yang dimiliki

perusahaan sudah baik dan sesuai dengan kebijakan dan standar yang

ada namun petugas yang terlibat dalam pelaporan belum maksimal,

banyak yang tidak melaporkan, reaktif, perlu diarahkan, diberi tahu dan

diingatkan. Apabila petugas yang terlibat tidak melaporkan maka tidak

dapat memperoleh laporan.

Page 186: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

168

Alur dari sistem pelaporan yang dimiliki TWJO itu dimulai dari

petugas yang melihat bekerjasama dengan pelaksana konstruksi lalu di

kumpulkan ke admin untuk di input datanya setelah itu ke deputi dari

deputi ke manajer SHE lalu ke manajemen lainnya dan kembali ke divisi

konstruksi untuk ditindaklanjuti temuannya. Hal tersebut berdampak

pada kinerja pelaksanaan pelaporan. Kinerja merupakan tingkat

keberhasilan dalam melaksanakan tugasnya dengan mencapai standar

hasil kerja, target, sasaran atau kriteria yang telah disepakati bersama.

Apabila perusahaan selalu memperhatikan faktor keselamatan dan

kesehatan kerja, maka kinerja karyawan akan meningkat (Ilfani and

Nugraheni, 2013). Penilaian terhadap kinerja yang dilakukan dapat

menjadi sumber informasi dan pengembangan di perusahaan (Mathis and

Jackson, 2006)

Pelaporan merupakan proses atau cara memberitahukan untuk

memperoleh laporan (KBBI, 2015). Selain itu, melaporkan semua kejadian

yang tidak diinginkan seperti near miss merupakan aspek yang paling penting

dari setiap program keselamatan. Semakin banyak near miss yang dilaporkan

maka semakin banyak kesempatan untuk menyelidiki, mengidentifikasi dan

memperbaiki akar penyebab sebelum kerugian serius terjadi (McKinnon,

2012). Karena sejauh ini temuan sumber dan kejadian near miss dalam

pelaksanaan pelaporan di TWJO berasal dari kelalaian, kesalahan dan

perilaku manusia atau pekerjanya, serta yang kedua yaitu kondisi tidak

aman di lingkungan kerjanya. Berkaitan dengan temuan tersebut untuk

dapat membuat laporan nantinya, ketekunan dari petugas yang terlibat

amat sangat diperlukan.

Page 187: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

169

Sesuai dengan penjelasan diatas pelaksanaan pelaporan juga

membutuhkan komitmen dari pihak manajemen. Berdasarkan hasil

penelitian komitmen dari manajemen perusahaan mendukung penuh

divisi SHE namun terkadang masih juga terdapat ketakutan manajemen.

Komitmen perusahaan yang yakin dan menerima tujuan organisasi akan

tetap bersama organisasi tersebut untuk mengembangkan dalam

mencapai tujuan organisasinya (Mathis and Jackson, 2006).

Bentuk komitmen dari top manajemen TWJO yaitu salah satunya

dengan menerapkan kebijakan reward and punishment yang

diberlakukan oleh perusahaan baru diterapkan berupa sanksi teguran,

administrasi dan denda berupa pemotongan gaji pada setiap level

pekerjaan namun untuk reward nya belum ada pemberlakuannya dari

manajemen masih berupa inisiatif dari individu atau divisi SHE saja.

Menurut Nurmiyati (2011) sanksi atau punishment adalah hukuman yang

diberikan karena adanya pelanggaran terhadap aturan yang berlaku dapat

berupa teguran, surat peringatan, skorsing dan bahkan pemberhentian

hubungan kerja. Sedangkan reward dapat diartikan sebagai ganjaran,

hadiah, upah atas nilai-nilai usaha keterampilan, kompetensi dan

tanggung jawab terhadap organisasi.

Tujuan diberikannya sanksi adalah agar karyawan lebih giat dan

berusaha maksimal dalam melakukan pekerjaannya dan tidak

mengulangi hal yang serupa. Selain itu, pemberian reward atau

penghargaan kepada karyawan akan memberikan motivasi kepada

karyawan untuk lebih meningkatkan produktivitas dalam bekerja

Page 188: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

170

(Nurmiyati, 2011) Menurut McKinnon (2012) jika manajemen

menginginkan sistem pelaporan dapat berjalan dan berkontribusi dengan

baik maka mekanisme pelaporan sebaiknya diberlakukan punishment

apabila tidak melaporkan dan begitu pula sebaliknya akan diberikan

reward bila dilaporkan dengan baik. Maka kedua hal tersebut diharapkan

dapat meningkatkan kinerja karyawan.

2. Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan

Sistem tata kerja harus di monitor secara berkala untuk

memastikan dan menjamin bahwa organisasi bergerak ke arah tujuannya

sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan (Tathagati, 2015). Fungsi

pengawasan dalam setiap organisasi sangat penting untuk menjamin

terselenggaranya pekerjaan dan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan

sebelumnya. Pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk

menemukan, mengoreksi penyimpangan-penyimpangan penting dalam

hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan (Budiharto,

2008).

Berdasarkan hasil wawancara penelitian dalam tahap proses

bentuk pemantauan pelaksanaan pelaporan yang dilakukan oleh TWJO

yaitu berupa inspeksi. Inspeksi adalah kegiatan yang berupaya untuk

mendeteksi dini dan mengoreksi adanya potensi bahaya ditempat kerja.

Dimana inspeksi merupakan suatu cara terbaik untuk menemukan

masalah-masalah dan menilai risikonya sebelum kerugian atau

kecelakaan dan penyakit akibat kerja benar-benar terjadi. Karena, bukan

ditujukan untuk mencari kesalahan orang melainkan untuk menemukan

Page 189: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

171

dan menentukan lokasi bahaya potensial yang dapat mengakibatkan

kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Sahab, 1997).

Pemantauan atau inspeksi di TWJO di lakukan oleh top

manajemen, konsultan dan owner. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

menyatakan bahwa dalam memantau kinerja K3 pihak K3 dan

manajemen perusahaan melakukan inspeksi ke seluruh area perusahaan,

dimana inspeksi ini difokuskan pada penerapan SMK3 di perusahaan,

bahaya kecelakaan kerja baik dari pekerja, peralatan maupun lingkungan

(Pangkey, 2012). Karena semakin besar risiko maka akan semakin

banyak diperlukannya kontrol terhadap pekerjaan yang dilakukan

(Rijanto, 2010).

3. Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan

Evaluasi adalah salah satu tahap penting dalam manajemen yang

berguna untuk memberikan feed-back atas pelaksanaan suatu kegiatan

yang telah direncanakan agar pelaksanaan tersebut tetap berada pada

jalur yang telah ditetapkan. Karena itu, manajemen perlu melakukan

evaluasi secara rutin, berkesinambungan dan tegas (Umar, 2002). Untuk

meningkatkan kinerja perusahaan ke arah yang lebih baik, suatu sistem

harus dievaluasi berkala. Cara evaluasi yang efektif dilakukan oleh pihak

internal perusahaan atau pihak eksternal (Tathagati, 2015). Berdasarkan

hasil penelitian evaluasi biasanya dilakukan oleh TWJO yaitu pada rapat

mingguan, rapat bulanan, rapat lain SHE dengan membahas temuan-

temuan dan didukung dengan hasil observasi yang dilakukan baik

dengan pihak TWJO maupun eksternal.

Page 190: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

172

Hasil evaluasi tersebut kemudian akan ditindaklanjuti oleh pihak-

pihak yang terlibat pada hasil temuan yang ditemukan. Hal ini sejalan

dengan pemantauan yang telah dilakukan, dimana tidak akan bermanfaat

apabila tidak disertai dengan tindak lanjut maupun perbaikan (Candra,

2009). Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 juga

menyatakan bahwa tindakan perbaikan dari hasil laporan inspeksi

dipantau untuk menentukan efektifitasnya (Republik Indonesia, 2012).

Karena proses evaluasi ini berguna untuk mengetahui keberhasilan

penerapan SMK3, melakukan identifikasi tindakan perbaikan,

mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja SMK3 (Nujhani and

Juliantina, 2013).

Hambatan dapat terjadi didalam pelaksanaan suatu sistem. Di

dalam mengevaluasi perlu diperhatikan hambatan-hambatan yang

dirasakan oleh petugas yang terlibat di dalam pelaksanaan pelaporan

karena sistem tidak selalu berjalan dengan mulus. Hambatan yang

mungkin terjadi salah satunya adalah hambatan personal. Hambatan

personal adalah hambatan yang muncul dari anggota organisasi baik

secara personal maupun kelompok. Hambatan personal terjadi

dikarenakan individu tidak memiliki kemampuan untuk mengikuti

perubahan, tidak memiliki motivasi untuk berkembang atau berubah dan

adanya kepentingan atau keuntungan pribadi akibat kelemahan sistem

(Tathagati, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian pada dasarnya hambatan yang

dirasakan diantaranya adalah karena komunikasi yang tidak lancar,

Page 191: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

173

kompetensi K3 yang kurang, ketidakdisiplinan dan ketidakterbukaan

petugas yang melaksanakan, rekan kerja yang masih reaktif dan tindak

lanjutnya kurang, serta pertentangan dengan divisi yang melaksanakan

pekerjaan. Jadi, hambatan yang terjadi di TWJO merupakan hambatan

personal.

Maka dapat disimpulkan bahwa dalam sistem pelaporan yang

dimiliki TWJO, proses pelaksanaan pelaporannya memiliki sistem yang

sudah baik sesuai dengan kebijakan dan standar K3 perusahaan dimana

alur pelaporannya dimulai dari petugas lalu di kumpulkan ke admin

setelah itu ke deputi lalu ke manajer SHE dan ke manajemen lainnya dan

kembali untuk ditindaklanjuti temuannya sesuai dengan lingkup

pekerjaannya.

Sejauh ini, pelaksanaan pelaporan mendapatkan dukungan penuh

dari top manajemen dengan kebijakan punishment yang diberlakukan

perusahaan namun belum diberlakukannya reward. Sedangkan untuk

proses pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pelaporan, perusahaan

telah melaksanakan hal tersebut dengan melakukan inspeksi dan

mengadakan pertemuan dengan pihak internal maupun eksternal untuk

memantau, mengevaluasi, menindaklanjuti berbagai hasil temuan yang

diperoleh dilapangan dan mengetahui hambatan didalam proses

pelaksanaan pelaporan TWJO yang sebagian besar merupakan hambatan

personal.

Page 192: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

174

E. Gambaran Output dalam Sistem Pelaporan Near miss, Unsafe Act

dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016

Output yaitu hasil dari input yang telah diproses oleh bagian

pengolah dan merupakan tujuan akhir sistem, output merupakan barang

dan jasa yang dihasilkan. Outcome dapat diperoleh berkaitan dengan

output yang dihasilkan untuk perkembangan dari waktu ke waktu secara

berkelanjutan (Baglieri dkk., 2014). Berdasarkan hasil penelitian, output di

dalam sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition TWJO

yaitu berupa laporan near miss, laporan unsafe act, laporan unsafe

condition dan juga laporan kecelakaan kerja.

Output yang dilaporkan kepada konsultan selama pelaporan yang

berjalan selama 4 bulan di tahun 2016, untuk hasil laporan near miss ini

masih sangatlah minim. dan faktor penyebab dari kejadian near miss yang

dilaporkan pada perusahaan adalah diakibatkan oleh unsafe act. Untuk

laporan unsafe act tidak dapat diketahui berapa jumlah atau persentasenya,

hanya dilaporkan dan ditindaklanjuti secara langsung saat di lapangan

tanpa adanya bukti temuan yang di record. Sedangkan untuk laporan

unsafe condition jumlah atau persentasenya pada laporan bulanan juga

belum ada hanya berupa lampiran.

Melaporkan semua kejadian yang tidak diinginkan seperti near

miss merupakan aspek yang paling penting dari setiap program

keselamatan (McKinnon, 2012). Dimana laporan adalah segala sesuatu

yang dilaporkan; berita. Laporan berkala merupakan laporan rutin yang

diberikan secara berkala (KBBI, 2015). Semakin banyak near miss yang

dilaporkan maka semakin banyak kesempatan untuk menyelidiki,

Page 193: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

175

mengidentifikasi dan memperbaiki akar penyebab sebelum kerugian serius

terjadi. Berdasarkan perspektif safety management, tujuan spesifik di

dalam mengumpulkan dan menganalisis data near miss yaitu untuk

mengidentifikasi faktor kemungkinan atau elemen sistem yang dapat

menimbulkan kejadian near miss maupun sebagai prekursor kecelakaan

kerja di masa mendatang (McKinnon, 2012).

Menurut McKinnon (2012) semua kecelakaan dapat dicegah

merupakan prinsip dasar ilmu K3. Karena semua kecelakaan ada

penyebabnya maka penyebab tersebut dapat dihilangkan sehingga

kecelakaan tidak terjadi. Tujuan utama penerapan sistem manajemen K3

adalah untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan yang mengakibatkan

cidera atau kerugian materi.

Di dalam accident/near miss incident ratio, high risk unsafe

condition atau unsafe act atau kombinasi dari keduanya yang dapat

menyebabkan terjadinya kerugian. Mengingat bahwa setiap kecelakaan

kerja yang dilaporkan, setiap cidera yang tercatat atau kerugian yang

terjadi terdapat banyak kejadian near miss yang tidak tercatat (McKinnon,

2012). Sejalan dengan hal tersebut identifikasi dan penilaian bahaya

dimana hasil dari identifikasi bahaya-bahaya dengan program yang

ditetapkan oleh perusahaan harus dilaporkan (OSHA, 2013).

Maka dapat disimpulkan bahwa dalam sistem pelaporan yang

dimiliki TWJO, output yang dihasilkan belum sepenuhnya tercatat dan

terekam (di record) dengan baik dikarenakan masih terdapat kejadian-

kejadian yang tidak dilaporkan baik itu near miss, unsafe act maupun

Page 194: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

176

unsafe condition dalam laporan. Karena kenyataannya semua kecelakaan

kerja yang terjadi faktor penyebabnya berasal dari kejadian near miss,

unsafe act maupun unsafe condition yang dapat diketahui, ditindaklanjuti

berdasarkan data-data yang diperoleh pada laporan yang tercatat dan

dilaporkan di perusahaan.

Page 195: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

177

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berikut ini adalah simpulan yang terdapat pada penelitian :

1. Tokyu-WIKA Joint Operation (TWJO) merupakan suatu bentuk

kerjasama antara dua perusahaan yaitu perusahaan Tokyu

Construction Co., Ltd dengan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk

yang bergerak di bidang konstruksi Mass Rapid Transit Jakarta

(MRTJ) tahap pertama yang bertanggung jawab pada pekerjaan

konstruksi surface section area CP 101 dan CP 102. Sistem

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition yang terdapat

di proyek MRTJ TWJO belum terlaksana dengan baik sesuai

dengan NEMIR system, masih terdapat beberapa kekurangan pada

masing-masing tahapan sistem (input, proses, output).

2. Pada komponen tahap input sistem pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition TWJO, komponen input berupa material

belum memenuhi NEMIR system. Perusahaan sudah memiliki

kebijakan K3 yang sesuai namun belum memiliki standar prosedur

yang mengatur sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition, pemahaman petugas yang berbeda terkait definisi near

miss dan belum adanya form pelaporan untuk unsafe act di dalam

melakukan pencatatan dan pelaporan untuk memperoleh record.

Page 196: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

178

Sedangkan untuk SDM dan metode sudah sejalan dengan NEMIR

system.

3. Pada tahap proses sistem pelaporan near miss, unsafe act dan

unsafe condition TWJO, pelaksanaannya belum memenuhi NEMIR

system. Berkaitan dengan pelaksanaan pelaporan berupa amnesti,

perusahaan belum memiliki reward dan punishment untuk motivasi

pekerja yang diberlakukan untuk sistem pelaporan namun telah

mendapatkan dukungan penuh dari top manajemen. Sedangkan

untuk proses pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pelaporan

sudah sejalan dengan NEMIR system. Pada tahap proses-proses

pelaporan terdapat pula hambatan yang dirasakan oleh divisi SHE

yang sebagian besar merupakan hambatan personal dimana

seharusnya seluruh elemen yang ada diperusahaan terlibat di dalam

melakukan pelaporan.

4. Pada tahap output sistem pelaporan near miss, unsafe act dan

unsafe condition TWJO yang berupa laporan, belum memenuhi

NEMIR system. Output yang dihasilkan belum sepenuhnya tercatat

dan di record dengan baik. Masih terdapat kejadian near miss,

unsafe act maupun unsafe condition yang tidak tercatat dan tidak

dilaporkan dalam laporan akhir bulan SHE perusahaan.

B. Saran

Berikut ini adalah saran-saran untuk pihak yang terlibat di perusahaan

dalam penelitian ini :

Page 197: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

179

1. Saran untuk Divisi SHE Perusahaan

a. Bekerjasama dengan divisi lain yang berwenang untuk

membuat standar prosedur yang mengatur sistem pelaporan

near miss, unsafe act dan unsafe condition agar dapat

membakukan proses atau aktivitas yang dilakukan untuk

memudahkan koordinasi antar unit kerja khususnya safety

officer yang terlibat di lapangan.

b. Melakukan sosialisasi dan pelatihan mengenai definisi near

miss, unsafe act dan unsafe condition agar semua SDM yang

terlibat memiliki satu pemahaman yang sejalan di dalam

mengidentifikasi dan menilai kejadian yang tidak sesuai atau

temuan-temuan yang ada di lapangan.

c. Membuatkan satu form pelaporan unsafe act yang sifatnya

sederhana, mudah dibawa dan mudah dipahami oleh petugas

yang terlibat agar memudahkan data yang diperoleh tercatat

dengan baik dan lengkap.

d. Memotivasi petugas yang melaksanakan pelaporan untuk

bersikap lebih proaktif dalam menindaklanjuti dan mencegah

kejadian-kejadian yang merugikan terjadi seperti halnya

kecelakaan kerja.

e. Memeriksa kembali kelengkapan data-data kejadian near miss,

unsafe act dan unsafe condition yang dilaporkan agar saat

dikumpulkan dan diinput data-data tersebut tidak kurang dan

dapat memberikan solusi terhadap temuan-temuan yang ada.

Page 198: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

180

f. Meningkatkan pemantauan dan menjalin komunikasi yang

lebih baik lagi dengan divisi-divisi lain di perusahaan mengenai

sejauh mana progres pekerjaan yang telah dilaksanakan dan

hambatan yang dirasakan pada lokasi kerja proyek agar

informasi dan solusi yang diperoleh tepat dan sesuai.

2. Saran untuk Top Manajemen Perusahaan

a. Mengimbangi kebijakan punishment yang telah diberlakukan

perusahaan dengan menetapkan kebijakan reward atau

penghargaan bagi para pekerja yang patuh terhadap peraturan

dan melaksanakan K3 dengan baik dan benar untuk

meningkatkan motivasi dan meningkatkan kinerja pekerja.

b. Meningkatkan kesadaran, kepedulian dan komitmen dari

divisi-divisi lainnya terhadap peraturan-peraturan K3 yang

diterapkan perusahaan.

c. Meningkatkan pemantauan dan pengawasan terhadap

pekerjaan divisi SHE saat di lapangan atau lokasi kerja

proyek agar progres pekerjaan berjalan lancar tidak

terhambat.

d. Terus mendukung secara penuh kegiatan-kegiatan divisi K3

dan divisi lainnya agar tujuan yang diinginkan tercapai

dengan baik.

3. Saran untuk Konsultan Perusahaan

a. Memberikan solusi alternatif terhadap hambatan-hambatan

yang diperoleh oleh perusahaan.

Page 199: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

181

b. Meningkatkan pemantauan dan pengawasan terhadap

perkembangan pekerjaan proyek.

c. Memeriksa dan mengevaluasi kembali laporan-laporan yang

diajukan oleh perusahaan.

Page 200: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

182

DAFTAR PUSTAKA

Annishia, F. B. 2011. Analisis Perilaku Tidak Aman Pekerja Kontruksi PT PP

(Persero) di Proyek Pembangunan Tiffany Apartemen Jakarta Selatan

Tahun 2011. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Jakarta:

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Baglieri, D., Metallo, C. & Rossignoli, C. 2014. Information Systems,

Management, Organization and Control: Smart Practices and Effects,

Switzerland, Springer International Publishing.

Bird, F. E. & Germain, G. L. 1990. Practical Loss Control Leadership, USA,

Division of International Loss Control Institute.

BLS 2014. Revisions to The 2012 Census of Fatal Occupational Injuries (CFOI)

Counts. April 2014 ed. U.S: Bureau of Labour Statistics.

BLS 2015. Fatal Work Injuries in New York City - 2014, Census of Fatal

Occupational Injuries (CFOI) Counts. U.S: Bureau of Labour Statistics.

Budiharto, P. 2008. Analisis Kebijakan Pengawasan Melekat di Badan Pengawas

Provinsi Jawa Tengah.

Byrd, H. 2007. A Comparison of Three Well Known Behavior Based Safety

Programs : Dupont STOP Program, Safety Performance Solutions and

Behavioral Science Technology. Master of Science in Environmental,

Health & Safety Management Rochester Institute of Technology.

Candra, K. 2009. Pelaksanaan Inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

sebagai Tindakan Pencegahan Kecelakaan Akibat Kerja di PT Coca-Cola

Bottling Indonesia Central Java. DIII Laporan Khusus, Universitas

Sebelas Maret.

Cooper, D. 2001. Improving Safety Culture : A Practical Guide, London, UK,

British Library.

Darvishi, E., Maleki, A., Dehestaniathar, S. & Ebrahemzadih, M. 2015. Effect of

STOP Technique on Safety Climate in a Construction Company. Journal

of Research in Health Sciences, 2.

Page 201: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

183

DuPont, 2015. DuPont™ STOP® Behavior-Based Safety Training. Tersedia di

www.training.dupont.com/dupont-stop

Efendi, F. & Makhfudli 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan

Praktik dalam Keperawatan, Jakarta, Salemba Medika.

Finland, S. 2009. Case Studies. Safety Observation in Daily Use. Finland: EU-

OSHA - European Agency.

Fleming, M. & Lardner, R. 2001. Behaviour Modification Programmes

Establishing Best Practice, The Keil Centre Edinburgh, Health and Safety

Executive.

Green, L. & Kreuter, M. 2005. Health Program Planning : An Educational and

Ecological Approach, Michigan University, McGraw-Hill Education.

Hidayat, A. a. A. 2010. Metode Penelitian Kesehatan, Surabaya, Health Books

Publishing.

Ilfani, G. & Nugraheni, R. 2013. ANALISIS PENGARUH KESELAMATAN

DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN

(Studi pada PT. Apac Inti Corpora Bawen Jawa Tengah Unit Spinning 2).

Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi, 10.

ILO 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sarana untuk Produktivitas :

Pedoman Pelatihan untuk Manajer dan Pekerja MODUL LIMA.

ILO 2014. Hari Keselamatan dan Kesehatan se-Dunia 2014 : Mempromosikan

Budaya Keselamatan di Usaha Kecil Menengah di Indonesia. In: JULIA,

L. (ed.). Jakarta, Indonesia: ILO

Jamsostek 2010. Kecelakaan Kerja terbanyak di Sektor Konstruksi [Online].

Tersedia di : http://www.jamsostek.co.id/content/news.php?id=828.

Jamsostek 2010. Transparency for Trust Building. Laporan Tahunan 2010.

Jakarta: PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Persero).

Jamsostek 2013. Laporan Tahunan Sustainability Annual Report 2013. Jakarta:

PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Persero).

KBBI. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring Edisi III [Online].

Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud (Pusat

Bahasa). Tersedia: http://kbbi.web.id/ [diakses dari 16 Juni 2015].

Page 202: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

184

Kelly, D. L. 2007. Applying Quality Management In Health Care, USA,

American College of Healthcare Executives.

Marchessault, L. 2013. The Power of an Effective Field Observation Program.

United States.

Mathis, R. L. & Jackson, J. H. 2006. Human Resource Management - Manajemen

Sumber Daya Manusia Jakarta, Salemba Empat.

Mckinnon, R. C. 2012. Safety Management Near Miss Identification, Recognition,

and Investigation, US, CRC Press.

Moleong, L. J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT Remaja

Rosdakarya.

NSC 2013. Near Miss Reporting Systems. National Safety Council.

Nujhani, J. & Juliantina, I. 2013. Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada Proyek Persiapan Lahan

Pusri IIB PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. Teknik Sipil dan Lingkungan,

1.

Nurmiyati, E. 2011. Hubungan Pemberian Reward dan Punishment dengan

Kinerja Karyawan pada BPRS Harta Insan Karimah. Jakarta: UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

OSHA 2012. Injury and Illness Prevention Programs. USA.

OSHA 2013. Injury and Illness Prevention Programs. USA: OSHA U.S

Department of Labor.

OSHA 2016. Construction Definition. Tersedia di

https://www.osha.gov/doc/index.html

Pangkey, F. 2012. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (SMK3) pada Proyek Konstruksi di Indonesia (Studi Kasus :

Pembangunan Jembatan Dr. Ir Soekarno - Manado). Media Engineering,

2.

Pearlman, L. 2013. Safety Observation Programs : How to Drive Insight from

Observations Health and Safety.

Page 203: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

185

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2014 Tentang Pedoman

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi

Bidang Pekerjaan Umum.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2012 tentang Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Poerwanto, H. 2012. Manajemen Kualitas: Diagram Fishbone. Available:

https://sites.google.com/site/kelolakualitas/Diagram-Fishbone [Accessed 5

Maret 2015].

Putri, T. L. K., Santoso, P. B. & Choiri, M. 2013. Perancangan Sistem Informasi

Manajemen Health & Safety Environment dengan Menggunakan

Microsoft Excel 2007 dan Makro VBA (Studi Kasus : PT Beiersdorf

Indonesia Malang). Malang, Indonesia: Universitas Brawijaya.

Purnastuti, L. & Mustikawati, R. I. 2007. Ekonomi SMA/MA Kelas XII (Diknas),

Jakarta, Grasindo.

Rausand, M., Wiley, J. & Sons 2011. Accident Models. Risk Assessment: Theory,

Methods, and Applications, First Edition. First Edition ed.: John Wiley &

Sons, Inc.

Republik Indonesia 2005. UU No. 1 1970 Tentang Keselamatan Kerja.

HIMPUNAN PERATURAN PERUNDANGAN KESELAMATAN DAN

KESEHATAN KERJA (K3) RI Ver. 01. Jakarta.

Republik Indonesia 2012. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 tahun

2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja.

Riantiwi, A. 2012. Hubungan Pelaksanaan Program K3 dengan Produktivitas

Kerja Karyawan pada Divisi Operasional PT Surveyor Indonesia. Depok,

Indonesia: Universitas Indonesia.

Rijanto, B. B. 2010. Pedoman Praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan

Lingkungan (K3L) Jakarta, Mitra Wacana Media.

Sahab, S. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta,

PT Bina Sumber Daya Manusia.

Sarwono, S. W. 2010. Pengantar Psikologi Umum, Jakarta, Rajawali Pers.

Page 204: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

186

Satrianegara, M. F. 2009. Buku Ajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan

Kesehatan Serta Kebidanan, Jakarta, Salemba Medika.

Stranks, J. 2007. Human Factors and Behavioural Safety, Burlington, UK,

Elsevier Ltd.

Sumerti, N. M. A. 2016. Pelaksanaan Kebijakan Program Fasilitas Likuiditas

Pembiayaan Perumahan (FLPP) di Kota Bandar Lampung. Lampung:

Universitas Lampung.

Suryatno, Mifbakhuddin & Nurullita, U. 2015. Evaluasi Implementasi Kartu

Observasi Bahaya. Muhammadiyah Semarang.

Tathagati, A. 2015. Step by Step Membuat SOP (Standard Operating Procedure),

Yogyakarta, Efata Publishing.

Titas, D. 2013. Typical Solutions for the Construction Site Employees’ Safety.

Procedia Engineering, 57, 238-243.

TWJO 2016. HSE Monthly Report January-April 2016. Jakarta : Tokyu-WIKA

Joint Operation.

TWJO 2015. Laporan Kecelakaan Kerja, Near miss dan Penyakit Akibat Kerja

(PAK) bulan Januari-Desember 2015. Jakarta : Tokyu-WIKA Joint

Operation.

Umar, H. 2002. Evaluasi Kinerja Perusahaan, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

Wiharto, K. & Bunawas 2013. Dampak Segera Kecelakaan Reaktor Chernobyl

dan Hikmahnya yang Diperoleh. Buletin ALARA, 7.

WIKA 2015. Data Statistik Kinerja Keselamatan & Laporan Kecelakaan Kerja

dan Nearmiss. Jakarta: PT Wijaya Karya Persero (Tbk).

Page 205: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

LAMPIRAN

Page 206: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA
Page 207: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Lampiran 1

SURAT PERMOHONAN MENJADI INFORMAN

Yth.

Informan Penelitian

Di Proyek Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Departemen HSE Tokyu-WIKA Joint

Operation, Jakarta Selatan

Dengan Hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswi Peminatan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta :

Nama : Nurani Fitri

NIM : 1111101000055

Dengan maksud untuk melaksanakan penelitian sebagai persyaratan untuk

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dengan judul penelitian “Gambaran Sistem

Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek Mass Rapid Transit

Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation Tahun 2016”.

Informasi yang diperoleh dalam penelitian ini akan dijaga semua kerahasiaan dan

tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi informan. Partisipasi dalam penelitian ini

sifatnya bebas dan tanpa adanya paksaan. Apabila anda menyetujui, maka saya mohon

kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi informan dan bersedia

untuk diwawancarai. Atas perhatian dan kesediaan waktu bapak/ibu menjadi informan saya

mengucapkan terima kasih.

Peneliti (Nurani Fitri)

Page 208: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk menjadi informan

penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswi Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta bernama Nurani Fitri sebagai persyaratan untuk

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dengan judul penelitian “Gambaran Sistem

Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek Mass Rapid Transit

Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation Tahun 2016”. Saya mengerti bahwa data diri

dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti

dan tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi saya. Demikianlah dengan sukarela dan

tanpa adanya paksaan dari siapapun saya bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

Jakarta, 2016

Page 209: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Lampiran 3

PEDOMAN WAWANCARA I

Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek

Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation Tahun 2016

No. :

Hari/Tanggal :

A. Pendahuluan

1) Memperkenalkan diri

2) Menjelaskan tujuan wawancara dan menjelaskan bahwa kerahasiaan informasi terjaga

3) Meminta kesediaan informan untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi informan

penelitian

4) Melakukan kontrak wawancara dengan informan untuk menentukan durasi wawancara

5) Setelah informan wawancara menandatangani lembar persetujuan menjadi informan

kemudian akan diwawancarai oleh peneliti dengan merekam isi pembicaraan

B. Identitas Informan

1) Nama/Inisial Informan

2) Jabatan Informan : a. SHE Manager (IU1) b. Deputy Safety Manager (IU2,IU3) (berikan

tanda)

3) No. Telp

C. Pertanyaan Wawancara

Sumber daya untuk melakukan pelaporan (Tahap Input)

Material

1. Bagaimana proses penyusunan form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe condition ?

2. Bagaimana bentuk form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ?

3. Bagaimana menentukan kesesuaian form digunakan dalam melakukan proses pelaporan

Page 210: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

4. Bagaimana kebijakan K3 yang dibuat perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition ? Jelaskan.

5. Bagaimana standar yang digunakan perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition ? Jelaskan.

6. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang near miss di proyek MRTJ TWJO?

7. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang unsafe act dan unsafe condition di

proyek MRTJ TWJO?

SDM

8. Siapa saja menurut anda diperusahaan yang terlibat di dalam sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

9. Bagaimana menurut anda jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

10. Bagaimana menurut anda tugas dan tanggung jawab yang melakukan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ?

11. Bagaimana menurut anda persyaratan dan kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

Metode

12. Bagaimana menurut anda metode pelaporan yang digunakan oleh perusahaan dalam

melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

Pelaksanaan, Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan (Tahap Proses)

Pelaksanaan Pelaporan

13. Bagaimana menurut anda sistem pelaporan near miss di proyek MRTJ TWJO yang telah

dilakukan saat ini ?

14. Bagaimana alur atau sistematika pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition di proyek MRTJ TWJO ?

15. Bagaimana menurut anda komitmen perusahaan atau komitmen top management

perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

16. Bagaimana menurut anda partisipasi petugas yang terlibat di dalam mengumpulkan data,

informasi dan melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di proyek

MRTJ TWJO ? Jelaskan.

17. Bagaimana bentuk reward dan punishment yang diberlakukan oleh pihak perusahaan terkait

sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

18. Bagaimana menurut anda yang menjadi penyebab dan sumber kejadian near miss di proyek

MRTJ TWJO sejauh ini ?

Page 211: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan

19. Bagaimana bentuk pemantauan manajemen atau perusahaan dan siapa saja yang terlibat di

dalam melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan

unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.

Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan

20. Bagaimana bentuk evaluasi yang dilakukan TWJO terkait sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

21. Bagaimana menurut anda hambatan yang dirasakan oleh departemen dari proses awal

perencanaan hingga memperoleh hasil dari sistem pelaporan near miss, pelaporan unsafe

act dan unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.

Laporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition (Tahap Output)

22. Bagaimana laporan near miss di proyek MRTJ TWJO saat ini ?

23. Bagaimana laporan unsafe act di proyek MRTJ TWJO saat ini ?

24. Bagaimana laporan unsafe condition di proyek MRTJ TWJO saat ini ?

25. Bagaimana laporan kecelakaan kerja proyek MRTJ TWJO ?

Page 212: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

PEDOMAN WAWANCARA I

Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek

Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation Tahun 2016

No. :

Hari/Tanggal :

A. Identitas Informan

1) Nama/Inisial Informan

2) Jabatan Informan : a. Safety Engineer (IU4) b. Environmental Engineer (IU5) (berikan

tanda)

3) No. Telp

B. Pertanyaan Wawancara

Sumber daya untuk melakukan pelaporan (Tahap Input)

Material

1. Bagaimana proses penyusunan form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe condition ?

2. Bagaimana bentuk form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ?

3. Bagaimana menentukan kesesuaian form digunakan dalam melakukan proses pelaporan

near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

4. Bagaimana kebijakan K3 yang dibuat perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition ? Jelaskan.

5. Bagaimana standar yang digunakan perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition ? Jelaskan.

6. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang near miss di proyek MRTJ TWJO?

7. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang unsafe act dan unsafe condition di

proyek MRTJ TWJO?

SDM

8. Siapa saja menurut anda diperusahaan yang terlibat di dalam sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

9. Bagaimana menurut anda jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam melakukan

Page 213: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

10. Bagaimana menurut anda tugas dan tanggung jawab yang melakukan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ?

11. Bagaimana menurut anda persyaratan dan kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

Metode

12. Bagaimana menurut anda metode pelaporan yang digunakan oleh perusahaan dalam

melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

Pelaksanaan, Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan (Tahap Proses)

Pelaksanaan Pelaporan

13. Bagaimana menurut anda sistem pelaporan near miss di proyek MRTJ TWJO yang telah

dilakukan saat ini ?

14. Bagaimana alur atau sistematika pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition di proyek MRTJ TWJO ?

15. Bagaimana menurut anda komitmen perusahaan atau komitmen top management

perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

16. Bagaimana menurut anda partisipasi petugas yang terlibat di dalam mengumpulkan data,

informasi dan melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di proyek

MRTJ TWJO ? Jelaskan.

17. Bagaimana bentuk reward dan punishment yang diberlakukan oleh pihak perusahaan terkait

sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

18. Bagaimana menurut anda yang menjadi penyebab dan sumber kejadian near miss di proyek

MRTJ TWJO sejauh ini ?

Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan

19. Bagaimana bentuk pemantauan manajemen atau perusahaan dan siapa saja yang terlibat di

dalam melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan

unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.

Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan

20. Bagaimana bentuk evaluasi yang dilakukan TWJO terkait sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

21. Bagaimana menurut anda hambatan yang dirasakan oleh departemen dari proses awal

perencanaan hingga memperoleh hasil dari sistem pelaporan near miss, pelaporan unsafe

act dan unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.

Page 214: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

PEDOMAN WAWANCARA I

Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek

Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation Tahun 2016

No. :

Hari/Tanggal :

A. Identitas Informan

1) Nama/Inisial Informan :

2) Jabatan Informan : Safety Officer (IU 6, IU7, IU8)

3) No. Telp :

B. Pertanyaan Wawancara

Sumber daya untuk melakukan pelaporan (Tahap Input)

Material

1. Bagaimana bentuk form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ?

2. Bagaimana kebijakan K3 yang dibuat perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition ? Jelaskan.

3. Bagaimana standar yang digunakan perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition ? Jelaskan.

4. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang near miss di proyek MRTJ TWJO?

5. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang unsafe act dan unsafe condition di

proyek MRTJ TWJO?

SDM

6. Siapa saja menurut anda diperusahaan yang terlibat di dalam sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

Laporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition (Tahap Output)

22. Bagaimana laporan near miss di proyek MRTJ TWJO saat ini ?

23. Bagaimana laporan unsafe act di proyek MRTJ TWJO saat ini ?

24. Bagaimana laporan unsafe condition di proyek MRTJ TWJO saat ini ?

25. Bagaimana laporan kecelakaan kerja proyek MRTJ TWJO ?

Page 215: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

7. Bagaimana menurut anda jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

8. Bagaimana menurut anda tugas dan tanggung jawab yang melakukan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ?

9. Bagaimana menurut anda persyaratan dan kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

Metode

10. Bagaimana menurut anda metode pelaporan yang digunakan oleh perusahaan dalam

melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

Pelaksanaan, Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan (Tahap Proses)

Pelaksanaan Pelaporan

11. Bagaimana menurut anda sistem pelaporan near miss di proyek MRTJ TWJO yang telah

dilakukan saat ini ?

12. Bagaimana alur atau sistematika pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition di proyek MRTJ TWJO ?

13. Bagaimana menurut anda komitmen perusahaan atau komitmen top management

perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

14. Bagaimana menurut anda partisipasi petugas yang terlibat di dalam mengumpulkan data,

informasi dan melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di proyek

MRTJ TWJO ? Jelaskan.

15. Bagaimana bentuk reward dan punishment yang diberlakukan oleh pihak perusahaan terkait

sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

16. Bagaimana menurut anda yang menjadi penyebab dan sumber kejadian near miss di proyek

MRTJ TWJO sejauh ini ?

Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan

17. Bagaimana bentuk pemantauan manajemen atau perusahaan dan siapa saja yang terlibat di

dalam melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan

unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.

Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan

18. Bagaimana bentuk evaluasi yang dilakukan TWJO terkait sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

19. Bagaimana menurut anda hambatan yang dirasakan oleh departemen dari proses awal

perencanaan hingga memperoleh hasil dari sistem pelaporan near miss, pelaporan unsafe

act dan unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.

Page 216: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Lampiran 4

PEDOMAN WAWANCARA II

Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek

Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation Tahun 2016

No. :

Hari/Tanggal :

A. Identitas Informan

1) Nama/Inisial Informan :

2) Jabatan Informan : Konsultan Proyek MRTJ-JMCMC (IK)

3) No. Telp :

C. Pertanyaan Wawancara

Sumber daya untuk melakukan pelaporan (Tahap Input)

Material

1. Bagaimana proses penyusunan form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe condition ?

2. Bagaimana bentuk form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ?

3. Bagaimana menentukan kesesuaian form digunakan dalam melakukan proses pelaporan

near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

4. Bagaimana kebijakan K3 yang dibuat perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition ? Jelaskan.

5. Bagaimana standar yang digunakan perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition ? Jelaskan.

6. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang near miss di proyek MRTJ TWJO?

7. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang unsafe act dan unsafe condition di

proyek MRTJ TWJO?

SDM

8. Siapa saja menurut anda diperusahaan yang terlibat di dalam sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

9. Bagaimana menurut anda jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam melakukan

Page 217: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

10. Bagaimana menurut anda tugas dan tanggung jawab yang melakukan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ?

11. Bagaimana menurut anda persyaratan dan kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

Metode

12. Bagaimana menurut anda metode pelaporan yang digunakan oleh perusahaan dalam

melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

Pelaksanaan, Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan (Tahap Proses)

Pelaksanaan Pelaporan

13. Bagaimana menurut anda sistem pelaporan near miss di proyek MRTJ TWJO yang telah

dilakukan saat ini ?

14. Bagaimana alur atau sistematika pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition di proyek MRTJ TWJO ?

15. Bagaimana menurut anda komitmen perusahaan atau komitmen top management

perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

16. Bagaimana menurut anda partisipasi petugas yang terlibat di dalam mengumpulkan data,

informasi dan melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di proyek

MRTJ TWJO ? Jelaskan.

17. Bagaimana bentuk reward dan punishment yang diberlakukan oleh pihak perusahaan terkait

sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

18. Bagaimana menurut anda yang menjadi penyebab dan sumber kejadian near miss di proyek

MRTJ TWJO sejauh ini ?

Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan

19. Bagaimana bentuk pemantauan manajemen atau perusahaan dan siapa saja yang terlibat di

dalam melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan

unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.

Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan

20. Bagaimana bentuk evaluasi yang dilakukan TWJO terkait sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

21. Bagaimana menurut anda hambatan yang dirasakan oleh departemen dari proses awal

perencanaan hingga memperoleh hasil dari sistem pelaporan near miss, pelaporan unsafe

act dan unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.

Page 218: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Lampiran 5

PEDOMAN WAWANCARA III

Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition di Proyek

Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation Tahun 2016

No. :

Hari/Tanggal :

A. Identitas Informan

1) Nama/Inisial Informan :

2) Jabatan Informan : a. Quality Assurance (IP1) b. Risk Engineer (IP2) (berikan tanda)

3) No. Telp :

B. Pertanyaan Wawancara

Sumber daya untuk melakukan pelaporan (Tahap Input)

Material

1. Bagaimana proses penyusunan form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe condition ?

2. Bagaimana bentuk form yang digunakan dalam melakukan pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ?

3. Bagaimana menentukan kesesuaian form digunakan dalam melakukan proses pelaporan

near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

4. Bagaimana kebijakan K3 yang dibuat perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition ? Jelaskan.

5. Bagaimana standar yang digunakan perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition ? Jelaskan.

6. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang near miss di proyek MRTJ TWJO?

Laporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition (Tahap Output)

22. Bagaimana laporan near miss di proyek MRTJ TWJO saat ini ?

23. Bagaimana laporan unsafe act di proyek MRTJ TWJO saat ini ?

24. Bagaimana laporan unsafe condition di proyek MRTJ TWJO saat ini ?

25. Bagaimana laporan kecelakaan kerja proyek MRTJ TWJO ?

Page 219: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

7. Bagaimana pemahaman yang anda ketahui tentang unsafe act dan unsafe condition di

proyek MRTJ TWJO?

SDM

8. Siapa saja menurut anda diperusahaan yang terlibat di dalam sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

9. Bagaimana menurut anda jumlah sumber daya manusia yang terlibat dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

10. Bagaimana menurut anda tugas dan tanggung jawab yang melakukan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ?

11. Bagaimana menurut anda persyaratan dan kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

Metode

12. Bagaimana menurut anda metode pelaporan yang digunakan oleh perusahaan dalam

melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ?

Pelaksanaan, Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan (Tahap Proses)

Pelaksanaan Pelaporan

13. Bagaimana menurut anda sistem pelaporan near miss di proyek MRTJ TWJO yang telah

dilakukan saat ini ?

14. Bagaimana alur atau sistematika pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe

condition di proyek MRTJ TWJO ?

15. Bagaimana menurut anda komitmen perusahaan atau komitmen top management

perusahaan terkait sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

16. Bagaimana menurut anda partisipasi petugas yang terlibat di dalam mengumpulkan data,

informasi dan melakukan pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition di proyek

MRTJ TWJO ? Jelaskan.

17. Bagaimana bentuk reward dan punishment yang diberlakukan oleh pihak perusahaan terkait

sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

18. Bagaimana menurut anda yang menjadi penyebab dan sumber kejadian near miss di proyek

MRTJ TWJO sejauh ini ?

Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan

19. Bagaimana bentuk pemantauan manajemen atau perusahaan dan siapa saja yang terlibat di

dalam melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan pelaporan near miss, unsafe act dan

unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.

Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan

20. Bagaimana bentuk evaluasi yang dilakukan TWJO terkait sistem pelaporan near miss,

Page 220: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

unsafe act dan unsafe condition ? Jelaskan.

21. Bagaimana menurut anda hambatan yang dirasakan oleh departemen dari proses awal

perencanaan hingga memperoleh hasil dari sistem pelaporan near miss, pelaporan unsafe

act dan unsafe condition di proyek MRTJ TWJO ? Jelaskan.

Page 221: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Lampiran 6

PEDOMAN OBSERVASI

Pedoman ini merupakan pedoman untuk melakukan observasi dalam rangka

melakukan penelitian “Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe

Condition di Proyek Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation

Tahun 2016”.

Cara melakukan observasi :

1. Membuat daftar informasi yang akan dilakukan

2. Menentukan tempat observasi

3. Bila diperlukan dan memungkinkan observasi akan disertai dengan dokumentasi dalam

bentuk foto, rekaman atau bentuk lainnya.

4. Daftar observasi dapat ditambahkan sesuai dengan kebutuhan dan temuan yang terdapat

saat dilapangan dan akan ditambahkan pada tabel observasi yang telah dibuat

sebelumnya

5. Hasil observasi kemudian dicatat, dirangkum dan akan dimasukkan ke dalam tabel

observasi

Tabel Observasi

No. Kegiatan Foto Keterangan

1.

2.

3.

4.

5.

Page 222: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Lampiran 7

PEDOMAN TELAAH DOKUMEN

Pedoman ini merupakan pedoman untuk melakukan telaah dokumen dalam rangka

melakukan penelitian “Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe

Condition di Proyek Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-WIKA Joint Operation

Tahun 2016”.

Cara melakukan telaah dokumen :

1. Membuat daftar dokumen yang diperlukan

2. Meminta dokumen kepada perusahaan sesuai dengan informasi yang

dibutuhkan untuk penelitian

3. Bila informasi sudah diperoleh maka peneliti memberikan tanda () pada

tabel daftar dokumen

4. Dokumen yang berisi informasi yang dibutuhkan kemudian ditulis nomor dan

judul dokumennya

5. Dokumen dapat ditambahkan sesuai dengan kebutuhan dan temuan yang

terdapat saat dilapangan dan akan ditambahkan pada tabel daftar dokumen

yang telah dibuat sebelumnya

6. Hasil telaah dokumen kemudian dicatat, dirangkum dan akan dimasukkan ke

dalam tabel daftar dokumen

Page 223: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Tabel Daftar Dokumen (Input, Proses, Output, Feedback)

No. Dokumen yang

Dibutuhkan

Checklist

()

Nama

Dokumen

Penanggung

Jawab

Dokumen

Catatan

1. Kebijakan Perusahaan

2. Program-program SHE

3.

Prosedur-prosedur SHE

yang berkaitan dengan

pelaporan

4. Laporan unsafe act

proyek

5. Laporan unsafe condition

proyek

6. Laporan near miss

7. Laporan kecelakaan kerja

proyek

8. Aktivitas Pekerjaan

Proyek

9. Dokumen-dokumen

lainnya

Page 224: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Lampiran 8

Matriks Wawancara Informan Utama Komponen Tahap Input

No

Pertanyaan Informan Utama

IU1 IU2 IU3 IU4

Material 1. Bagaimana proses penyusunan

form yang digunakan dalam

melakukan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ?

Jadi kalau form itu kita kan

sudah ada formatnya ya,

sudah ada standar bakunya

dari kita inikan 2 perusahaan

besar, TOKYU dan WIKA

nah masing-masing punya

standar baku sendiri-sendiri.

Di TWJO ini format itu

intinya disatukan standar

bakunya WIKA sama

TOKYU terbentuk jadilah

format khusus untuk form

Proses penyusunan form

menggunakan form yang

dari awal sudah ada dan

digunakan oleh PT Wijaya

Karya. Hal ini dikarenakan

saya sebagai deputi safety

officer berasal dari PT

WIKA maka saya

menggunakan form yang

dibuat oleh WIKA Karena

proyek ini bersifat joint

operation antara WIKA

dengan TOKYU akan tetapi

dua perusahaan ini belum

mengeluarkan satu

kebijakan form yang akan

disubmit ke konsultan, jadi

proyek ini menggunakan

pengadopsian form dari

WIKA

Ya tim yang menyusun

menentukan tanggal, kapan

pelaksanaannya, lokasi,

pelapor dan deskripsinya

setelah itu baru di submit ke

konsultan

Kalo sebelumnya hmm… bikin

form itukan dapetnya dari

atasan saya, saya dikirimin trus

dikasih tau abis itu saya baru

jabarin ke SO-SO gitu nanti

untuk pelaporannya dan

masuknya ke laporan bulanan.

Kalo dasar-dasarnya sih soal

apa namanya form-form kaya

gitu sih saya ngga ngerti

2. Bagaimana bentuk form yang

digunakan dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ?

Jadi awalnya kan hanya

punya satu form umum

insiden atau accident nanti di

poin terakhir muncul

kateroginya apa. Ya jadi

memang seperti itu mereka

bikinnya umum, disini dalam

arti tidak detail bukan

maksudnya detail tapi umum

dan nanti itu kategorinya apa.

Bentuk form yang

digunakan sama dengan

yang dibuat dan digunakan

oleh WIKA kamu bisa liat

sendiri formnya di admin

saya

Ya dalam sistem pelaporan

itu jelas kapan tanggal,

kapan pelaksanaannya,

lokasinya, trus kategori

berikutnya pelapornya siapa,

deskripsinya seperti apa.

Berikutnya ada witness,

kenapa perlu witness?

karena setiap pelaporan near

miss pasti ada saksi atau dari

Ya yang ada di kita, seperti

tanggal ya kan, lokasi,

deskripsinya kan. Sebenernya

disini kan ada namanya tuh

siapa itu dijelaskan. Tapi kata

konsultan kemaren itu ngga

boleh ya kan, itu sebenernya sih

salah. Yah salahnya menurut

saya dalam arti bukan salah sih

mungkin revisi kali ya formnya,

Page 225: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Rani bisa lihat sendiri di

dokumen kita

orang yang menyaksikan

kejadian near miss itu

terjadi. Berikutnya kenapa

perlu tanggal, kita harus

spesifik terhadap tanggal

dan lokasi karena apa? itu

untuk menunjang akurasi

data kita

dalam arti gini harusnya nama

ngga usah dimasukin. Near

miss itukan hampir menyelakai

orang, kalo kita sebutkan

korbannya berarti accident

bukan near miss, gitu

3. Bagaimana menentukan

kesesuaian form digunakan dalam

melakukan proses pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe

condition ?

Ya nanti disitu dipilah-pilah

sama QA jadi laporan apa

dan nanti muncul

kategorinya apa gitu tetep

kerjasama sama SHE. Karena

saya disini juga proyek sudah

berjalan satu tahun ya jadi

kalo form-form gitu yang

bikin orang QA ya quality

assurance sama project

control

Pada dasarnya kesesuaian

form digunakan secara

global atau keseluruhan dan

bekerja sama dengan divisi

QA. Adanya QA yang akan

mensortir atau review

laporansebelum dikirim ke

konsultan

Ok. Kesesuaian form itu

seharusnya mengacu kepada

dokumen kontrol yang ada

di perusahaan. Jadi didalam

perusahaan itu mengatur

bagaimana semua form

diatur, nomer registernya,

tahun pembuatannya serta

divisi yang memakai form

tersebut

Kalau kesesuaian dasar-dasar

formnya saya ngga ngerti,

sesuai dengan orang-orang QC

eh QA sorry ya maksudnya QA.

Orang QA yang dilibatkan

dalam arti kan kita tetep kerja

sama, yang penting kan kita

meeting-in gimana nih

kekurangan atau masukannya

4. Bagaimana kebijakan K3 yang

dibuat perusahaan terkait sistem

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ? Jelaskan.

Kalau kebijakan K3 yang

jelas tujuan utamanya adalah

zero accident karena

manajemen kami komit dari

mulai PM sampe ke

konstruksi cuma kalo di

kontruksi ini kan K3 baru

mulai kan tahun 2006, mulai

di galakkan dan mewajibkan.

Tapi sekali lagi kalo

dikonstruksi aturan K3 akan

berjalan kalau didukung oleh

top management mereka.

Karena K3 tidak bisa

berjalan kalau dibenturkan

dengan progres dan uang

atau biaya

Kebijakan K3 ya secara

umum mencegah terjadinya

kecelakaan. Sistem

pelaporan baru berjalan

30%

Oh ya jadi TWJO sudah

berkomitmen terhadap

keselamatan artinya artinya

apapun yang kita laporkan

itu adalah membawa nama

baik dari K3 di perusahaan.

Setiap pelaporan, setiap ada

kejadian wajib dilaporkan

baik besar dan kecil, hanya

tergantung klasifikasinya

saja apakah itu recordable

atau just reportable

Saya sih belum baca kebijakan

K3 kita disini, hmmm.. sama

sekali belum baca jadi belum

bisa dijabarkan

5. Bagaimana standar yang

digunakan perusahaan terkait

sistem pelaporan near miss,

Hmm.. yang berkaitan

dengan SOP near miss ya?

Mereka tidak spesifik kesitu,

Masih berstandar pada

standar WIKA. Memakai

standar internasional akan

Kalau standar kita mengacu

pada apa yang menjadi

kesepakatan yang kita

Oh, pelaporan standarnya kita

ngikutin konsultan. Dokumen

standarnya itu aduh kalo untuk

Page 226: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

unsafe act dan unsafe condition ?

Jelaskan.

intinya zero accident ya.

Standar SOP disini ada tapi

lebih spesifik ke alat-alat saja

kalau untuk safety kita ada

dokumen site safety plan

yang sudah di submit dari

konsultan

tetapi implementasinya

banyak yang belum

memenuhi atau mengena

pada standar-standar

internasional tersebut

submit ke MRT. Jadi sistem

pelaporan near miss kita itu

hanya selembar pelaporan

near miss saja yang paling

sebenarnya dan yang paling

penting adalah hasil

observasi setiap SO itu

melaporkan unsafe condition

sama unsafe position setiap

harinya karena near miss itu

adalah berawal dari unsafe

condition dan unsafe

position

standarnya sih saya ngga tau

kalo konsultan pake apa, tak

paham

6. Bagaimana pemahaman yang

anda ketahui tentang near miss di

proyek MRTJ TWJO?

Near miss itu sebenernya

kondisi hampir celaka,

celakanya belum tapi hampir

celaka

Kejadian yang nyaris akan

tetapi jika sering terjadi

near miss akan berpotensi

menjadi kejadian yang lebih

parah

Oh kalau menurut saya near

miss itu sama dengan

persepsi semua safety di

dunia ini near miss itu

adalah kejadian yang hampir

celaka, hampir celaka

maksudnya hampir celaka

mengenai orang, mengenai

peralatan dan juga dampak

terhadap lingkungan

Near miss itu ya kita udah tau

ya hampir celaka dalam arti kita

bekerja tapi kita hampir

kecelakaan, seperti itu. Itukan

juga ngga langsung kitanya

dalam arti kan bisa benda atau

apa gitu kan, apa bisa kitanya

yang lalai itu termasuk near

miss, yang lalai

7. Bagaimana pemahaman yang

anda ketahui tentang unsafe act

dan unsafe condition di proyek

MRTJ TWJO?

Unsafe action tindakan-

tindakan tidak selamat.

Misalnya kita bekerja di

ketinggian tidak pakai

harness. Kita mengelas tidak

menggunakan sarung tangan.

Jatuh kalau di ketinggian jika

tidak pakai APD.

Unsafe condition sendiri

kondisi tidak aman, berarti

kita tidak mempersiapkan

hal-hal sebelum kerja.

Istilahnya tidak

mempersiapkan lokasi kerja

aman, platform kerja, tangga.

Yang sering disini dua-

Unsafe act itu perilaku tidak

aman misalnya tidak

menggunakan APD, tidak

sesuai prosedur. Kalau

unsafe condition itu kondisi

yang tidak aman misalnya

material tidak pada

tempatnya, tidak ada

handrail dan sebagainya

Unsafe act itu adalah inner

behavior seseorang yang

secara explosure atau secara

terbuka memaparkan bahwa

dia tidak selamat atau

melaksanakan kegiatan yang

dapat merugikan dirinya

sendiri, orang lain dan juga

lingkungan.

Unsafe condition adalah

berawal dari mekanisme

atau birokrasi di perusahaan

yang mungkin agak lama

dan agak lamban didalam

proses perbaikan atau

maintenance dan juga

Unsafe action berarti kita udah

tau ya kan misalkan kita

bekerja kaya gerinda ngga ada

covernya dia tau tapi masih

dilakukan. Dia udah tau ngga

ada cover, udah tau tapi

dilakuin. Ngga harus alat juga

apapun kerja dia, udah tau ngga

aman ya dia tetep kerja.

Kondisi ya dalam arti

kondisinya kita cukup liat dari

kondisi kerja kita seperti becek

ya kan, udah tau becek masih

kerja kondisi lingkungan kerja

gitu, seperti itu

Page 227: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

duanya, unsafe condition

yang utamanya

lamanya proses pada saat

permintaan barang-barang

mengakibatkan barang-

barang yang sudah korosi

masih tetap layak dipake,

sementara dalam pandangan

K3 itu tidak layak untuk

dipake lagi dan harus di

reject

Sumber Daya Manusia

8. Siapa saja menurut anda

diperusahaan yang terlibat di

dalam sistem pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe

condition ? Jelaskan.

Yang terlibat disini yang

jelas ada departemen K3

disini divisi K3, general

affair sama QA, quality

assurance. General affair itu

bagian umumnya ada bagian

yang ngurus asuransi kalau

general affair oh lebih

banyak ke keuangan juga ya.

Oh ya top manajemen disitu

ya sama konstruksi iya nanti

kami kan bikin laporan

apakah sudah dilakukan

perbaikan apa belum

Chief, supervisor safety,

manajer safety yang pasti

SHE. Semua bisa

melakukan pelaporan akan

tetapi sekarang ini

pelaporan dibuat oleh safety

officer. Safety officer di

lapangan kurang bisa

mendefinisikan tingkatan-

tingkatan kejadian tersebut.

Yang berperan sampai

pengolahan dokumennya itu

WIKA, TOKYU, MRT dan

konsultan

Ok. Sistem pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe

condition itu adalah dari

pucuk pimpinan tertinggi

sampai pada bawahan yang

paling rendah atau

workforce di lokasi. Sama

halnya dengan yang saya

bilang sebelumnya, near

miss juga sistem

pelaporannya di mulai dari

yang tertinggi sampai yang

paling rendah

SDM nya itu ya kita-kita aja,

kita ngasih tau aja ke SHE

manager, nanti bapaknya yang

evaluasinya gimana. Iya

jabatannya ke manajer, eh

engga ke ini dulu deputi dulu

baru ke manajer baru ke

manajemen

9. Bagaimana menurut anda jumlah

sumber daya manusia yang

terlibat dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ?

SDM disini banyak ada dan

bisa dilihat di laporan bulan

HSE kita

Banyak pokoknya bisa diliat

di laporan Ok. Sumber daya kita selain

dari yang saya bilang tadi,

mulai dari pucuk pimpinan

tertinggi kita disini adalah

project manager kita,

berikutnya adalah daily

worker. Jadi kalau untuk

sumber daya disini bisa kita

kategorikan ada tiga ya.

Kategori workforce atau

daily worker kita dilokasi,

yang kedua adalah bagian

dari hmm.. middle supervisi,

Kalau dihitung-hitung disini

sebenernya sih banyak, banyak

dalam arti kita ngga bisa nilai

itu dari totalnya berapa ya kan

ada di laporan bulanan yang

saya buat

Page 228: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

atau site engineer,

pelaksana. Yang ketiga

adalah manajerial level

dimana semua itu adalah

manajer atau deputi-deputi

atau manajer divisi, kalau

untuk sumber daya seperti

itu, gitu. Bisa juga kamu cek

datanya di laporan bulanan

kita 10. Bagaimana menurut anda tugas

dan tanggung jawab yang

melakukan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ?

Mmm tugas dan tanggung

jawab SO ini membikin

semacam pemberitahuan

singkat biasanya dari SO

misalnya pesan singkat. Pak

kami disini trus nanti dari

safety engineering akan bikin

primary report karna laporan

awal ini akal dikirim kan ke

konsultan sama owner kami

itu yang harus dilakukan

Peran safety officer ya

melihat, memberitahu dan

menindaklanjuti. Dari

pembuat record tanggung

jawabnya sampai

administrasi dan yang

melakukan safety patrol

Ok. Tugas dan

melaksanakan near miss

adalah suatu tanggung jawab

semua pekerja dilokasi

dimana tempat kita

bernaung, karena apa? Near

miss itu atau safety itu

adalah milik semua orang.

Atau Sering digaung-

gaungkan adalah safety is

everybody business, near

miss is every business

Tugasnya itu kan sebenernya

tugas-tugas yang beginikan

orang SO ya kan orang-orang

dilapangan sendiri. Mereka

melihat kondisi yg tidak aman

nanti mereka sendiri yang

evaluasi mereka sendiri yg

dalam arti men-cut nya atau

kasih solusinya. Artinya orang-

orang lapangan ngga sekedar

SO juga tapi pelaksana juga

harus bisa, gitu loh

11. Bagaimana menurut anda

persyaratan dan kompetensi yang

dibutuhkan dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ?

Kompetensi pengisian form

menurut saya harus punya

kapabilitas dalam

membayangkan kejadian.

Persyaratan yang pastinya

sertifikasi K3, SO harus pro

aktif dalam bertindak dan

memberikan solusi yang baik

di lapangan

Yang dibutuhkan dalam

melakukan pelaporan pada

dasarnya safety officer harus

minimal memiliki tehnik K3

dasar yaitu safety basic

setelah dibekali safety basic

baru mengenal K3 umum

walaupun tidak semua tetapi

paling tidak memiliki safety

training. Setelah itu baru di

perdalam lagi. Akan tetapi

di TWJO hanya beberapa

yang memiliki safety basic

namun kurang tindak

lanjutnya. Sedangkan

banyak yang tidak memiliki

Semua orang-orang yang

terlibat dalam area ini harus

di in house training kan

terlebih dahulu, untuk

menyamakan persepsi

tentang apa itu near miss

dan bagaimana

mengkategorikannya. Untuk

Men-develop ke depannya

dan juga untuk meng-case

down suatu komitmen,

kebijakan maka kita perlu

seorang direktur yang

memiliki wawasan K3 yang

luas, peduli tentang K3 dan

mau menerapkan K3 itu di

Yang dibutuhkan, apa yang kita

kasih dan kita jelaskan ke

mereka itu, mereka harus tau

apa kerja mereka, apa

kewajiban mereka ya kan, kita

kasih kewajiban mereka kasih

kewajiban dalam arti kita

tanggung jawab. Dan kita

berikan hak mereka dalam arti

salary atau gaji jangan cuma

hanya pantau-pantau aja gitu

loh SO-nya kan, disini kan

kebanyakan seperti itu. Bukan

kebanyakan sih rata-rata sih apa

emang orang-orangnya belum

paham di safety nya. Sertifikasi

Page 229: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

safety basic tapi ingin

mencari tahu sehingga salah

dalam mengisi laporan

segala aspek pekerjaannya

dia di dalam perusahaan itu

juga perlu, perlu banget sih kalo

kata saya kan soalnya mereka

kan sudah pelatihan ya mereka

sudah pahamlah berarti mereka

sudah diuji sama orang yang

ahli gitu dan mereka lulus ya

berarti mereka kan sudah

paham sudah bisa

melaksanakan untuk dilapangan

gituloh. Kalo hanya sekedar

basic sih ya kaya kalian sih juga

taulah

Metode

12. Bagaimana menurut anda metode

pelaporan yang digunakan oleh

perusahaan dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ?

Lebih banyak di observasi ya

jadi kalau metode yang

digunakan petugas yang ada

di lapangan yaitu investigasi

ke lapangan, jadi dari

investigasi itu nanti muncul

penyebab utamanya apa sih,

ini yang dicari kan akar

masalahnya ran, ini kan

begini kejadiannya loh ran oh

ternyata akar masalahnya

human error, oh ternyata

memang alat yang dipakai

kurang memadai oh ternyata

alatnya sudah kadaluarsa tapi

tidak diganti. Nanti akan di

buatkan report oleh admin

kita dan nanti setelah itu

dibuatkan report ke owner

dan konsultan JMCMC

Metode pelaporan yang

digunakan yakni reporting

tapi pelaporannya

sesempatnya dikirim dan

masih banyak kekurangan

dalam sisi reporting

sehingga banyak revisi atas

pelaporan tersebut

Kalau metode yang kita

laporkan dan yang kita

gunakan adalah apabila anda

melihat anda laporkan.

Berdasarkan observasi atau

juga patrol yg dilakukan.

Karena kalau kita observasi

berarti kan keinginan kita

atau tekad kita sedang

mengawasi orang bekerja.

Sedangkan patrol adalah

pada saat kita melakukan

perlintasan atau keliling

untuk mengamati

lingkungan kerja kita secara

tidak langsung kita

mengamati ada sesuatu yg

membahayakan dan near

miss. Itu bisa kita jadikan

kategori yang lain. Karena

observasi adalah kita

meniatkan diri, kita

mengawasi orang lain.

Kalau patroli adalah pada

saat kita patroli ternyata

Metodenya sih yang saya alami

selama 11 bulan disini

komunikasi ya. Nanti yang

bikin datanya saya sendiri, kaya

kecelakaan-kecelakan diarea

misalnya 101 gitu ya kan saya

sendiri yang laporin nanti, saya

yang buat. Saya bikin

investigasinya, saya bikin

rektifikasinya baru nanti kita

laporlah ke SHE manager dan

masuklah nanti ke laporan

bulanan, seperti itu

Page 230: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

didalam patrol itu ada yg

kita ketemukan. Nah itu ada

dua metode ya, satu metode

observasi kedua adalah

metode patrol

Matriks Wawancara Informan Utama Komponen Tahap Proses

No

Pertanyaan Informan Utama

IU1 IU2 IU3 IU4

Pelaksanaan Pelaporan 13. Bagaimana menurut anda sistem

pelaporan near miss di proyek

MRTJ TWJO yang telah

dilakukan saat ini ?

Sistem sudah baik namun

orang-orangnya yang

terkadang belum sepenuhnya

melaporkan

Form atau sistem ini sudah

disosialisasikan akan tetapi

masih terdapat kekurang

pahaman diantara officer

dalam proses penulisan dan

penjabaran kejadian dan

masih belum bisa

mengkategorikan kejadian

ke dalam near miss, unsafe

act, atau unsafe condition.

Hal ini juga mengakibatkan

laporan jarang dibuat

padahal kenyataannya di

proyek tidak mungkin tidak

terjadi kejadian-kejadian

tersebut

Kalau diperusahaan ini

bagus, pelaporan disini

sudah bagus hanya satu

kekurangannya orang-orang

yang terlibat mencari near

miss itu minim, satu. Kedua,

harus disuruh-suruh. Ya

near miss itu ga perlu di

training bisa dibaca baca

diinternet segala macam.

Belum sama sekali

berjalan dengan baik,

kalau dari kemaren-

kemaren itu dalam arti

udah ada, sistemnya sih

udah ada cuman ya gitu

orang-orang kita ini ya

kan reaktif harus dikasih

tau gitu loh baru bekerja.

14. Bagaimana alur atau sistematika

pelaksanaan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition

di proyek MRTJ TWJO ?

Alur dari sumber berita dari

pelapor yang melihat

kejadian, data awal diambil

dia langsung ke deputi dari

deputi ke manajer dengan

berikan laporan primary jadi

ya SO buat catatan trus

dikumpulkan di admin lapor

ke deputi dan saya setelah itu

Alurnya dari SO yang di

lapangan mencatat trus

mengumpulkan ke admin

saya ya SHE engineer lalu

ke saya dan nanti ke

manajer saya baru ke top

manajemen

Segala apa yang kita

lakukan yang berkaitan

dengan near miss serta

pelaporan di kumpulkan di

dalam suatu ploting safety

admin kita, setelah itu

diproses abis diproses di

input datanya, diverifikasi

ulang kepada pelapornya.

Jadi, alurnya ke SO terus

admin atau SHE engineer

ke DSM. Tapi untuk

pelaporan komunikasi bisa

langsung dalam arti kita

ngasih tau bahwa pak

disini ada kecelakaan

misalnya gitu. Sama juga

kalo unsafe action

Page 231: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

saya komunikasikan ke

manajemen

Kedua, kepada deputinya

sendiri dan juga manajernya

sebelum itu dilaporkan

setiap bulannya pada saat

kita monthly HSE meeting

di konsultan

condition-nya gitu kok.

Yang penting ke DSM

juga harus ke DSM dulu,

gitu. Nanti SO-nya yang

ngeliat ya kan tapi kan

ngga harus ngeliat aja ya

kan nulis disini kan

sebelumnya dijelasin apa

sih kejadiannya, apa sih

itu jelaskan. Nah tapi ya

kebanyakan nulis aja ngga

ada action-nya di

lapangan agar selanjutnya

tidak terjadi lagi makanya

banyak terjadi temuan

15. Bagaimana menurut anda

komitmen perusahaan atau

komitmen top management

perusahaan terkait sistem

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ? Jelaskan.

Komitmen dari top

manajemen sangat

mendukung divisi kita

selama ini. TWJO tingkat

kepeduliannya lumayan

tinggi, komit. Tapi saya

melihat lebih kepada

ketakutan saja terkadang

Komitmen perusahaan

sudah mendukung namun

mungkin komunikasinya

yang masih kurang lancar

Semua pihak TWJO sudah

berkomitmen terhadap

keselamatan. Karena suatu

komitmen kebijakan tentang

K3 itu dipicu oleh atau

dimulai dari pimpinannya

sendiri berikut kepada para

pekerja dilokasi. Karena

konsern kita cuma satu

bagaimana mencapai hari-

hari kerja kita tanpa

kecelakaan atau tanpa tetes

darah dilokasi

Komitmen ya seperti itu

sebenernya dukungan ada

dukungan dalam arti

hanya omongan ya saya

bisa bilang begitu. Ya

kaya kemaren kasus yang

kecelakaan yah gitu ngga

tau lambat atau gimana

ngga paham juga ya

mungkin proses dari

manajemennya agak

lambat dan sejauh ini

pelaporan gitu-gitu sih

bagus didukung sama

manajemen cuman

pelaksanaannya masih

proses dalam arti tidak

langsung di action masih

proses jadi butuh itu butuh

ini. Ya mungkin sibuk apa

gimana ya gitu 16. Bagaimana menurut anda

partisipasi petugas yang terlibat

di dalam mengumpulkan data,

Kejadian yang terjadi di

lapangan harus langsung

dilaporkan, mereka tetep

SO itu masih perlu

diarahkan, diingatkan dan

dikasih tau karena mereka

Iya sebagai tolak ukur saja,

SO itu belum tentu tau apa

itu near miss. Seorang

Reaktif, kalau ngga

dikasih tau yaudah cuma

liat-liat gitu, ngga ada

Page 232: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

informasi dan melakukan

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition di proyek

MRTJ TWJO ? Jelaskan.

melakukan pelaporan secara

prosedural apapun yang

terjadi di lapangan. Kalau

near miss laporan dasar aja

yang dilakukan tapi ya gitu

SO ada yang lapor ada juga

yang engga jadi partisipasi

masih reaktif sifatnya

kadang ngga inisiatif sama

pekerjaannya. Kadang juga

tetep aja begitu udah dikasih

tau dan sering diingatkan

masih suka lupa tapi sedikit-

dikit mereka akan ngerti kok

sama yang mereka kerjain

manajer divisi belum tentu

tau apa near miss, Karena

mereka tidak pada jurusan

yang mereka kembangkan

gituloh, mereka pikir itu

adalah hanya urusan K3.

Terus terang kalau disini

sifatnya masih reaktif

solusinya apa yang buat

disini banyak jadi temuan

yang unsafe condition,

unsafe action dan near

miss di lapangan gitu.

Harus dikasih tau ini loh

ini ada temuan ya, gitu.

Harus dikasih tau baru

mereka kerjakan. Ya itu

berarti yang harus perlu

skill dalam arti pelatihan-

pelatihan 17. Bagaimana bentuk reward dan

punishment yang diberlakukan

oleh pihak perusahaan terkait

sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ?

Jelaskan.

Jadi hmm.. punishment and

reward ini sebenernya adalah

wujud dari bukan

kejengkelan maaf tapi dari

tanggung jawab kami kepada

temen-temen untuk

keselamatan mereka. Jadi

kami terus terang banyak

mendapatkan tekanan ya,

proyek kami ada di ibukota

pinggir jalan ya fatmawati

dan sekitarnya kita bekerja di

ketinggian jadi banyak

melibatkan orang ketiga

karena bahaya sehingga

punishment dan reward ini

kita terapkan untuk

menertibkan pekerja agar

tidak berbahaya bagi diri

sendiri dan orang lain sesuai

dengan mandatory

penggunaan helm, rompi dan

sepatu. Dendanya beda-beda,

tapi cukup membuat jera,

nanti bulan depan ada

pemotongan

Sanksi administrasi berupa

teguran ran awalnya

kemudian kalau untuk

sekarang ini sudah mulai

berlaku denda sesuai jabatan

pekerjaannya yang nanti

akan dipotong gaji pada saat

gajian. Kalau reward dari

perusahaan sih ngga ada tapi

biasanya saya inisiatif

dengan ngasih pin K3 gitu

Jadi seperti sekarang ini kan

lagi di dengung-dengungkan

masalah reward dan

punishment. Dulunya

memang ini tidak ada

tanggal 15 april kemaren

kita launching masalah

reward dan punishment

karena apa? kita melihat

selama 6 bulan kita

observasi ketidakdisiplinan

di dalam penggunaan apd ini

semakin melonjak dan

melambung tinggi yang

mengakibatkan banyak nilai-

niai atau norma-norma

keselamatan itu sangat

disepelekan oleh pekerja

dilokasi. Untuk itu, untuk

menertibkannya maka

dibuatlah reward &

punishment, punishment

berupa denda, denda yang di

terapkan apabila seseorang

atau pekerja yang berada di

TWJO baik TWJO sendiri,

subkontraktornya, daily

Belum ada sama sekali.

Pelaporan pada sebulan

sebelumnya ya belum ada

kan. Dalam arti ini kan

baru sebulan punishment

ini, bentuk punishment itu

kan pelanggaran. Kalau

reward kan kita belum,

dalam artikan 10 bulan ini

kan belum ada baru akhir-

akhir ini juga punishment

diberlakukan. Baru

berjalan belum ada

sebulan gitu sebenernya

sih. Saya sebelum

kebijakannya

disosialisasikan kembali

udah ngomong kok

pelanggaran apa, ini yah

denda 50 ribu. Udah kita

kasih tau punishment tapi

cuman kan untuk gertakan

aja itu hanya gertakan

bukan kita tidak ada yang

mendukung karena

kemaren baru dibikin dan

tanda tangan PM berarti

Page 233: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

worker-nya yang tidak

memakai APD akan ditindak

tegas dan pemberian denda

sesuai dengan item

pelanggaran yang dia

dilakukan

kan udah mendukung,

gitu. Dalam arti kan kita

baru bener-bener di submit

sekarang

Page 234: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

18. Bagaimana menurut anda yang

menjadi penyebab dan sumber

kejadian near miss di proyek

MRTJ TWJO sejauh ini ?

Kalau saya lebih banyak

kepada perilaku orang itu

sendiri dia tidak memahami

cara kerja yang benar karena

tau sendirilah SDM kita

seperti ini rendah, mereka

mungkin terbiasa kerja di

kampung. Nomer dua K3

belum melekat di pekerja

jadi masih belum bisa

diterapkan dengan baik

Kebanyakan ya unsafe act.

Ya itu perilaku manusianya

sendiri, perilaku manusia ya

pekerja seperti penggunaan

APD ran

Sejauh ini adalah human

behavior dimana human

awareness atau tingkat

kepedulian orang tidak ada,

kurang, trus tadi saya bilang

itu manusia. Semua kejadian

ini berasal dari manusia ada

manusia yang suka lupa, ada

manusia yang suka lalai, ada

manusia yang sangat pintar.

Yang sangat pintar

maksudnya begini, pintar

mengucapkan tapi tidak

pintar melaksanakan. Nah

pintar mengucapkan, pintar

melaksanakan tapi tidak

pintar menjaga

Orangnya sendiri dalam

arti pekerjanya sendiri.

Pekerjanya yang bener-

bener belum tau apa sih

itu safety apasih itu

keselamatan, gitu.

Kebanyakan dia cari duit,

cari duit, cari duit, cari

duit. Ya human error

bukan human orror ya tapi

error

Page 235: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan

19. Bagaimana bentuk pemantauan

manajemen atau perusahaan dan

siapa saja yang terlibat di dalam

melakukan pemantauan terhadap

pelaksanaan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition

di proyek MRTJ TWJO ?

Jelaskan.

Bentuk pemantauan setiap

kejadian seperti apapun, PM

memonitor langsung Tanya

kejadian ke saya. PM,

konstruksi manajer dan saya

koordinasi membuat laporan

dasar serta memantau

laporan itu

Kalau saya dipantau oleh

SHE manager. Pemantauan

dokumen dan dilapangan

juga dari konsultan sama

owner kita MRT dari

inspeksi yang mereka

lakukan. Kalau dari top

manajemen kita ya PM

Ok. kalau pelaksanaannya,

itu selalu dikontrol maka ya

gunanya ada divisi K3 itu

gunanya mengontrol.

Karena disini sifatnya masih

reaktif, pemantauan itu

harus dilaksanakan setelah

ada temuan dari konsultan

ataupun dari MRT. Jadi

tidak ada yang sifatnya

proaktif. Karena untuk

penanggulangan near miss

dituntut manajemen yang

proaktif. Baik melapor juga

sistem pelaporannya.

Pemantauan pelaporan-

pelaporannya itu gimana

ya, contohnya ya gitu sih

pelaporannya langsung

manajemen tapi tetep

lapor. Mereka ngeliat

dalam arti mantaunya

ngga terlalu fokus gitu

sebenernya sih karna kita

pake konsultan, konsultan

yang mantau jadi nanti

mereka yang di calling

kaya top management-

nya. Kok bisa ada

kecelakaan? kok bisa sih

ada ini dan ini, gitu.

Pokoknya top

management-nya yang

langsung memantau gitu

Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan

20. Bagaimana bentuk evaluasi yang

dilakukan TWJO terkait sistem

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ? Jelaskan.

Jadi top manajemen kita

membahasnya di rapat

mingguan disitu setiap hari

selasa yang dibahas selain

K3 juga kadang masalah

kecelakaan kerja apa sih

penyebabnya, biasanya saya

presentasi dulu. Karena nanti

saya harus menjelaskan di

rapat bersama owner TWJO

kenapa bisa gitu

Evaluasi kita ya dari

meeting kita yang seringkali

membahas temuan. Di

meeting mingguan, bulanan

di perusahaan maupun di

konsultan JMCMC

Evaluasi dilakukan pada

divisi safety tidak ada dalam

manajemen. Evaluasi K3, di

evaluasi di-review

berdasarkan laporan

bulanan.

Evaluasinya ya? Ya susah

sih di bilang buat evaluasi,

disini kan yang saya liat

ya ada yang mikir dia

punya istri ah kasian di

evaluasi. Orang-orangnya

sering gitu, ya kan tapi di

satu sisi kita di kejar

progres di satu sisi lagi

kita dikejar atasan ya kan

jadi ya evaluasi kita step

by step aja. Ya

evaluasinya sih paling di

audit ya jadi kita harus di

audit semuanya 21. Bagaimana menurut anda

hambatan yang dirasakan oleh

Hambatan ya kadang

komunikasi dan kompetensi

Hambatan paling dari SO

yang kompetensinya masih

Hambatan-hambatan kita

adalah datang dari diri kita

Hambatannya banyak

banget kita kan disitu ada

Page 236: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

departemen dari proses awal

perencanaan hingga memperoleh

hasil dari sistem pelaporan near

miss, pelaporan unsafe act dan

unsafe condition di proyek MRTJ

TWJO ? Jelaskan.

dari personil kita yang masih

kurang itu aja sehingga

komunikasi ngga lancar atau

terhambat

kurang dan terkadang ngga

mencatat atau melaporkan

near miss, unsafe act dan

unsafe condition

sendiri. Maksudnya,

hambatan itu terjadi karena

tidak adanya pengertian satu

dengan yang lain terhadap

visi dan misi K3 awal, tak

ada. Jadi kita bertindak

sendiri, K3 lapor, K3

meeting dengan pak

konsultan, yaudah sampai

disitu

pelaporan seperti yang

performance kita, seperti

SMT, induction semua itu

udah tertera ya 20 item.

Itu semua bolong dalam

arti angot-angotan.

Mereka dikasih tanggung

jawab tapi tidak

dilaksanakan. Kan kita

udah sering kasih tau ini

gimana sih TBM ngga

ada, kita juga udah kasih

solusi dalam arti gini

mempermudah. Kalian

gabung, kalian pilih satu

daerah misalnya di aspol

satu hari itu minimal satu

pelaporan untuk kegiatan

TBM. Kita udah

permudah kita udah kasih

solusinya itu baru TBM

belum lagi safety talk. Itu

sih hambatan-

hambatannya yang dari

orang SO sendiri apa

memang karna saya

belum pernah

melaksanakan itu jadi

tidak merasakan tapi

ngga tau juga lah

sepertinya sih orang-

orangnya yang agak

males, atau bukan males

tapi capek itu sih

hambatannya

Page 237: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Matriks Wawancara Informan Utama Komponen Tahap Output

No

Pertanyaan Informan Utama

IU1 IU2 IU3 IU4

Laporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition 22. Bagaimana laporan near miss di

proyek MRTJ TWJO saat ini ?

Near miss sejauh ini masih

belum terlalu berjalan atau di

laporkan jadi masih banyak

yang kurang datanya ngga

lengkap

Masih belum berjalan

padahal disini near miss

banyak ditemukan.

Untuk laporan near miss

masih sangat minim yang

melaporkan, baru bulan

februari kemarin dimulai

dan disosialisasikan kembali

pada semua SO. Laporan

near miss belum ada sama

sekali pengkategoriaan

cuman dalam scope leading

indicator dan untuk

persentase belum.

Laporannya sih bagus

mungkin masih banyak

yang harus revisi agar

bentuk pelaporan kita

lebih detail, gitu. Ya

dalam arti gini kita kan

belum tau nih kita pake

apasih standar

dokumennya gitu loh

bagaimana sih

dokumennya. Tau sendiri

data disini masih kurang 23. Bagaimana laporan unsafe act di

proyek MRTJ TWJO saat ini ?

Penggunaan APD kalau

unsafe act di pekerja

Unsafe act yang sering

dijumpai di lapangan ya itu

seperti tindakan yang ini tuh

kadang pekerja mencuri-curi

dimana dia naik ketinggian

dia ngga pake body harness.

Yang paling banyak ya

APD. Yang paling sangat

riskan itu kalau kita sampe

jatuh dari ketinggian. Ya

mereka kadang suka ini ya

gitu, oh iya merokok

dilokasi kerja yang

ibaratnya di bahan mudah

terbakar memang banyak itu

Untuk laporan unsafe act

belum memiliki persentase

sudah sering ditemukan

hanya berupa laporan

langsung dan ditindak lanjut

saat itu juga namun tidak di

record secara detail dan

belum memiliki form

khusus untuk melakukan

pencatatannya. Unsafe act

yang paling banyak terjadi

adalah masalah penggunaan

APD

Belum ada sama sekali.

Safety patrol itu kan

patrol doang, ada sih itu

tapi kan dalam arti

kegiatan itu bukan unsafe

act tapi unsafe condition

ya kan. Spesifiknya itu

ngga ada tapi itu udah

mencakup, udah

menjabarkan semuanya.

Jadi istilahnya pelaporan

kondisi lapangan disatu

hari itu. Iya unsafe act

masuk kesitu juga sama.

Kalau spesifiknya kaya

near miss-near miss aja

unsafe act- unsafe act aja

itu ngga ada. Laporan sih

keseluruhan gitu aja,

general. Sejauh yang saya

Page 238: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

temukan di lapangan

memang paling banyak

APD untuk unsafe act-

nya 24. Bagaimana laporan unsafe

condition di proyek MRTJ TWJO

saat ini ?

Unsafe condition paling

banyak adalah akses kerja,

misalnya akses kerja

terhalang. Housekeeping itu

bisa dijabarin macem-macem

loh licin, banjir. Paling

banyak pokoknya

housekeeping

Kondisi yang tidak aman

diarea kerja pertama pipa

scaffolding ditaro diatas

ketinggian, material tidak

pada tempatnya. Clamp,

penjepitnya itu kan kalo

material yang 6 meter masih

bisa kita hindari kalo yang 2

meter jatuh dari ketinggian,

kalau material jatuh dari

ketinggian maka

mengakibatkan beratnya

jadi berlipat-lipat dan

membahayakan

Sama halnya dengan laporan

unsafe act, laporan unsafe

condition juga belum

memiliki persentase hanya

lampiran daily safety patrol

form dilampirkan pada

laporan bulanan SHE.

Unsafe condition yang

banyak terjadi adalah house

keeping

Selama ini sih ada SO

yang lapor ada juga yang

ngga ya keseringan

bolong-bolong. Tapi

sejauh ini untuk unsafe

condition yang dilaporin

kebanyakan permasalahan

house keeping kaitannya

sama tim 5R orang enviro

25. Bagaimana laporan kecelakaan

kerja proyek MRTJ TWJO ?

Di tahun-tahun sebelumnya

sudah ada 7 kejadian

kecelakaan yang kita

laporkan

Man hours kita kembali ke

nol karna insiden di 102 ya

jadinya tidak ada reward.

Ya insiden yang pertama

orang yang kena rebar atau

besi. Yang hampir

mendekati fatality ya 2

insiden itu yang

mengembalikan jam kerja

kita kembali ke nol. Yang

pertama itu orang yang

terjatuh hingga

mengakibatkan apa, tulang

keringnya ya patah. Itu jatuh

dari ketinggian di 102 ya

tapi karena kita TWJO yang

terjadi 102, 101 ya kita kena

imbasnya. Jadi jam kerja

kita yang kemaren hampir

mencapai 1 juta jam kerja

kembali ke nol. Biasanya

Setiap terjadi kecelakaan

selama ini dilaporkan

kepada konsultan kita.

Accident yang sudah terjadi

kurang lebih ada 12 kasus

dengan yang sebelumnya

Kalau kecelakaan kerja

kita pasti kan lebih

spesifik masuknya

investigasi formnya,

investigasi gitu, sejauh ini

dilaporkan kok ke

konsultan

Page 239: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

setiap project yang udah ada

1 juta jam kerja itu

mendapatkan ibaratnya

reward lah. Satu lagi yang

kena besi rebar ukuran 2

inci dibagian paha. Jadi

akhirnya dia tidak bisa

dalam 24 jam itu ngga bisa

kembali ke lokasi kerja dan

itu mengakibatkan nol bagi

jam kerja kita. Yang

keduanya dirawat di RS,

yang pertama juga ngga

kerja karna dalam dunia

safety itu dalam 24 jam

ngga balik itu dinyatakan

accident

Lampiran 9

Matriks Wawancara Informan Utama Komponen Tahap Input

No

Pertanyaan Informan Utama

IU5 IU6 IU7 IU8

Material 1. Bagaimana proses penyusunan

form yang digunakan dalam

melakukan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ?

Jadi di saya form, kalau buat

form-form gitu dibuat

koordinasi dengan QA untuk

penomoran dan formatnya

trus biasanya juga kita submit

dulu ke konsultan kalo form

ini disetujui baru bisa kita

terapkan. Kalo udah

diterapkan distribusiin ke SO

baru form itu bisa diisi dan

setelah diisi biasanya

Page 240: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

dikumpulin terus setiap akhir

bulan itu kan kita bikin

laporan direkap berapa

jumlahnya trus apa aja yang

terjadi near miss atau unsafe

act, unsafe condition-nya gitu 2. Bagaimana bentuk form yang

digunakan dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ?

Terdiri dari tanggal, lokasi

dan deskiripsi kejadiannya.

Kalau unsafe act atau unsafe

condition sebenernya form

nya ada cuman

pelaksanaannya masih belum

terlaksana secara penuh.

Terus kalau near miss sih

formnya ada, sama halnya

masalah pelaksanaan juga

belum terlaksana dengan

baik

Bentuk formnya near miss

ada tapi belum baca saya,

tapi untuk perilaku pekerja

ngga ada formnya. Untuk

kondisi tidak aman itu ada

formnya daily safety patrol

Misalnya suatu kejadian

seperti kejadiannya jam

berapa, waktunya apa dibuat

ya kan kemudian yang mana

organ tubuhnya dibagian

mana ini kalau bicara luka

ya atau dampaknya. Mau

dijelaskan secara detail ini

ada ringan, sedang, berat

gituloh kalau near miss.

Kalau unsafe condition

pelaporannya bisa di daily

patrol

Saya ngga hafal yang

jelas disitu ada lokasi,

deskripsi dan kejadian

kalau untuk near miss.

Kalau unsafe act ngga ada

formnya cuma kita

biasanya langsung lapor.

Unsafe condition seperti

yang anda tau itu form

daily safety patrol

3. Bagaimana menentukan

kesesuaian form digunakan dalam

melakukan proses pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe

condition ?

Konsultasi dulu ke QA baru

submit ke konsultan kalau

konsultan ok ini bisa dipake

contohnya form ceklis, ceklis

safety juga seperti itu jadi

kita bikin trus koordinasi ke

QA diliat di kasih nomer. Itu

baru kita submit keluar

persetujuan dari konsultan

setelah itu baru kita terapkan

dan sampai saat ini udah

berjalan

4. Bagaimana kebijakan K3 yang

dibuat perusahaan terkait sistem

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ? Jelaskan.

Kalau kebijakan K3 nya ngga

lebih ke safety secara umum

ya. Kalau untuk unsafe act

sama near miss-nya kan ngga

tercantum di kebijakan yang

tertulis gitu. Jadi

kebijakannya lebih bersifat

safety secara umum tapi

Dari kebijakannya,

perusahaanya kurang terlalu

fokus mengenai K3. Ada

dalam arti kurang untuk

pelatihan ada tapi tidak

mengerti tentang K3

Kalo kebijakannya setau

saya kalau diperusahaan ya

sesuai dengan UU yang

berlaku ya misalnya

ketenagakerjaan ada

keselamatan juga ya kalau

kita contohkan ada di UU

no.1 tahun 1970 tentang

Kebijakan yang dibuat

TWJO tetep ya kita

istilahnya menerapkan

seperti basic-basic aja sih

sebenarnya. Kaya APD

gitu emang itu wajib ya

tapi istilahnya sih

kebijakan yang basic-

Page 241: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

keterkaitan cuman ngga

tertulis secara detail harus

pelaporan ini, atau dilaporkan

dan sekarang konsultan juga

cukup ketat lagi sekarang

udah ada surat yang keluar

unsafe act unsafe condition

ya harus dilaporkan

keselamatan basic. Ya kalau kebijakan

untuk kita ya namanya

safety itu udah ngga bisa

tawar menawar gitu ya

jadi sekarang kita

menggunakan punishment

5. Bagaimana standar yang

digunakan perusahaan terkait

sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ?

Jelaskan.

Kalau disini kita masih pake

form punya WIKA karena

manajemen 101-103 sampe

ke MRT pun ngga mengarah

harus pake standar apa. Jadi

dengan komitmen kita kalau

di TOKYU ngga ada, di

WIKA ada ya kita pake

punya WIKA. Kita

koordinasi dengan TOKYU

jadi yaudah kita gunakan

Standarnya ya harus ada

prosedur. Selama ini

prosedurnya masih agak

susah dalam arti pihak yang

ada diperusahaan dan

dilapangan kurang. SOP nya

belum ada

Kalo standarnya yang

digunakan saya liat disini

kalau form itu udah sesuai

dengan standar mengacu

kepada UU kemudian bisa

dikatakan sudah keputusan

daripada kita disini kita

mengacunya ke MK3LH ya

kan itu bisa dikatakan itu

mutu, keselamatan

kesehatan kerja, lingkungan

hidup kaya gitu sistemnya

Belum ada, misalnya

standar alat yang kita

gunakan itu harusnya kan

sesuai terhadap safety

6. Bagaimana pemahaman yang

anda ketahui tentang near miss di

proyek MRTJ TWJO?

Near miss itu suatu kejadian

hampir celaka jadi apabila

ada perubahan sedikit saja

bisa jadi celaka gitu

Jadi kita tahu bahayanya

kaya apa ya itu hampir

celaka. Misalnya kelalaian

pekerja

Near miss ini pengertiannya

menurut saya ya dilapangan

misalnya ada orang yang

luka ini ada tahapannya ada

ringan ada sedang ada berat.

Tentang near miss ini

misalnya luka tersayat atau

luka tergores itu near miss.

Cuman kalo kategorinya

udah sedang itu dia

menimbulkan ada yang

semacam lukanya itu ada

jaitan kalau berat itu dia

masuknya fatality dan

mengakibatkan nyawa orang

hilang

Definisi near miss itu

artinya sesuatu yang

hampir mendekati

kecelakaan tapi belum

terjadi

7. Bagaimana pemahaman yang

anda ketahui tentang unsafe act

dan unsafe condition di proyek

Unsafe act atau perilaku tidak

aman itu lebih kepada pekerja

nya sendiri jadi di konstruksi

Perilaku tidak aman itu dia

mengabaikan keselamatan

tidak mengikuti prosedur

Kalo unsafe action itu

tindakan-tindakan yang

kalau saya liat disini dari

Unsafe act itu artinya

tindakan yang tidak aman

berupa begini ya dia

Page 242: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

MRTJ TWJO? tuh kenapa bisa banyak

kecelakaan gini karna orang

dari desa bisa macul aja, bisa

kerja di konstruksi kan, beda

dengan sektor lain misalnya

di migas. Mesti punya

kompetensi yang bener-bener

kualifikasi dulu baru bisa

kerja kalau konstruksi kan

orang dari kampung bisa

macul mau kerja itu bisa

langsung kerja di konstruksi.

Keadaan tidak aman itu

lokasi kerja, ya lokasi kerja

itu kurang memperhatikan

housekeeping-nya segala

macem ya kaitannya dengan

lingkungan

tidak memenuhi progres.

Kalau kondisi tidak aman

itu kondisi yang kurang

bagus ya

masalah APD. APD ya

penggunaannya karna bicara

tentang APD pengertian

tidak hanya kita di TBM di

kasih taunya pada saat kita

safety patrol pun kita

menjelaskannya juga. Ya

kondisi unsafe condition

dimana biasanya

berhubungan dengan

kontruksi, pier yang masih

keadaannya belum diisi

tanah ditimbun dengan

tanah misalnya kan

diratakan kan pada saat itu

ditimbun namanya unsafe

condition tidak ada proteksi

disitu kondisinya berarti ada

lubang bahaya bagi orang

melintas pada saat mau

melakukan aktivitas di

dalam proyek maupun area

luar. Selain itu, yang

pastinya disitu alat berat

kondisinya, contohnya kalau

di lokasi Aspol kondisi

unsafe condition yang pasti

ada kaitan sama alat berat

bisa menimbulkan bahaya

kalau alat berat tidak ada

proteksi solusi manajemen

HSE nya misalkan

pemasangan rambu, rambu

peringatan jangan melintas

diarea tersebut. SO-nya ini

sebenernya kita ngga henti-

hentinya mengingatkan.

Itukan tujuan kita apa kan

zero accident, ngga ada lagi

terlalu memaksakan

misalnya tindakannya ada

sebuah mata gerinda itu

kalau memotong mengecil

batu gerindanya ya tapi

dia merepair,

memodifikasi.

Gerindanya itu dia

paksakan memotong itu.

Akhirnya karna dia terlalu

memaksakan, si mata

gerinda itu pecah itu

istilahnya tindakan yang

tidak aman.

Unsafe condition itu

kondisi yang tidak aman,

lingkungan kerja kita

yang tidak aman.

Contohnya seperti

ibaratnya kita bekerja di

ketinggian melihat lokasi

kita sempit disitu material

berserakan, rebar yang

terpasang kan masih

terpasang gitu jadi ya kita

yang bekerja itu jadi tidak

nyaman harusnya kita

pastikan lokasi itu bersih

rapih, aman dan nyaman

Page 243: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Sumber Daya Manusia

8. Siapa saja menurut anda

diperusahaan yang terlibat di

dalam sistem pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe

condition ? Jelaskan.

Tim safety yang pasti SO,

pelaksana, divisi lain dan

pekerja di lapangan

Semua man power disini

terlibat

Semuanya, dari manajemen

atas sampe para pekerja

harian atau daily worker

Semuanya, itu beberapa

diantaranya meliputi

safety, supervisor,

engineer, mandor dan

pekerja

9. Bagaimana menurut anda jumlah

sumber daya manusia yang

terlibat dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ?

Jumlahnya banyak bisa

dilihat dilaporan bulanan

SHE kami

Kurang lebih Jumlahnya ada

1000 pekerja

Saya kurang hafal itu berapa

jumlahnya, admin biasanya

tau

Ya man powernya yang

terlibat nya ya seperti di

suatu area ya kurang lebih

untuk area 101 sekitar 800

an lah. Itu meliputi

pekerja harian plus sama

subkon ya. Yang

melakukan pelaporan itu

kurang lebih 5 orang 7

orang persatu area. Disini

dalam satu area misalnya,

satu titik pekerjaan rata-

rata dipekerjakan 10 orang

itu meliputi tim mandor

ya mandornya satu,

safety-nya satu, engineer-

nya satu, supervisor-nya

satu, site manager-nya

satu. Itu wajib setiap site

manager harus tau karna

setiap ada insiden atau

apa-apa itu yang pertama

ditanya dulu site

manager-nya kenapa

lokasimu bisa terjadi

begini, kenapa kamu ngga

proteksi lokasi ini 10. Bagaimana menurut anda tugas

dan tanggung jawab yang

melakukan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ?

Tugas dan tanggung jawab

SO yang pasti mereka kan

kalo di lapangan itu menjaga,

terus juga mengawasi,

melihat, ngelakuin upaya-

Tugasnya kita ngasih

pengarahan untuk perilaku

pekerja. Untuk near miss

tugas SO mengurangi atau

mencegah bahaya dari

Tugas dan tanggung

jawabnya yang pertama dia

buat kronologis pelaporan

near miss-nya kemudian

mencatat dan nanti

Ya tugas saya

melaporkannya jika

terjadi unsafe act ya

berarti ya harus bisa

memproteksi dimana

Page 244: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

upaya pencegahan

kecelakaan. Jadi kalau SO itu

berperan penting dalam

pelaporan juga membuat

laporan trus juga menjaga

agar semua pekerjaan yang

dilakukan pekerja juga

dengan selamat

pekerja. Untuk mengurangi

atau mencegah kecelakaan.

Tanggung jawabnya tetep

mengikuti prosedur

pekerjaan

melaporkan istilahnya sebelum terjadi

kita proteksi dululah

mana yang menjadi tugas

kita dan menjadi

tanggungjawab kita. Nah

untuk unsafe condition

kita melihat kondisi tidak

aman ya berarti didalam

sebuah project didalam

sebuah lingkungan berarti

kita memastikan lokasi itu

aman atau tidak dan

memastikan bahwa itu

aman. Intinya dari safety

itu memastikan bahwa

lokasi kerja atau lokasi

yang akan kita kerjakan

aman dan nyaman

11. Bagaimana menurut anda

persyaratan dan kompetensi yang

dibutuhkan dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ?

Kompetensinya pasti minimal

tau prinsip-prinsip K3, nilai-

nilai K3 ya bisa di aplikasiin

di lapangan. Ya kalo

kompetensi sih sertifikasi

yang dipunyai masing-masing

dari sertifikat AK3U atau

sertifikat disnaker, sertifikat

terkait keselamatan kerja buat

di lapangan

Persyaratannya untuk form-

form itu semua harus

paham. Kompetensinya ya

tetep menjaga. Kemampuan

berkomunikasi dan perlunya

pemahaman

Persyaratannya kalau kita di

lapangan ya yang pertama

kita cepat tanggap ya tkarna

inikan suatu apa ya bisa

dikatakan tanggap darurat

Persyaratannya ya jadi

harus bisa memastikan

misalnya unsafe act

istilahnya dilokasi

misalnya di area mana

dan istilahnya hal yang

terjadi misalnya kondisi

tidak aman dan tindakan

manusia yang tidak aman

itu dijadikan pelaporan

istilahnya buat ke para

pimpinan kita share ke

bagian konstruksi gitu.

Namanya seorang safety

minimalnya punya basic

artinya dasar. Dasar itu

dimana kita meliputi tau

mana metode kerja yang

membahayakan mana

metode kerja alat yang

digunakan itu tidak aman

Page 245: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

kita harus tau. Misalnya

contohnya saya beritahu

saya berikan contoh alat,

alat seperti cutting well

yang buat motong besi itu

sama gerinda yang besar

yang ukuran diameternya

32 mau dipake ke alat

gerinda yang ukurannya

diameternya 7 inci ya. Itu

tidak akan sama karna

kalau dari cutting well itu

dipasang ke gerinda itu

akan pecah karena

putaran rpm nya ngga

sama atau putaran

permenit nya ngga sama.

Ya tidak sesuai ya itulah

perlunya ada potensi dan

kemahiran seseorang

disitu

Metode

12. Bagaimana menurut anda metode

pelaporan yang digunakan oleh

perusahaan dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ?

Melihat temuan di lapangan

di foto trus di share dan

dicatet. Untuk laporannya

saya yang buat, intinya sih

melihat kemudian mencatat

dan melaporkan

Yang pertama melihat ya

memantau berkomunikasi

dengan supervisor atau

pekerja trus kita catetin dan

kita laporin

Kalo disini metode

pelaporannya ya disini ada

form. Sebenernya

prinsipnya sama antara di

jalan ataupun di gedung

contohnya dia ditulis

tanggal pokonya waktu

tanggal kejadiannya, itu

dimana posisinya

Metodenya ya saya

melihat di lapangan, saya

foto untuk bukti lalu saya

melaporkan

Page 246: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Matriks Wawancara Informan Utama Komponen Tahap Proses

No

Pertanyaan Informan Utama

IU5 IU6 IU7 IU8

Pelaksanaan Pelaporan 13. Bagaimana menurut anda sistem

pelaporan near miss di proyek

MRTJ TWJO yang telah

diilakukan saat ini ?

Kalau sistem pelaporan yang

kita lakuin sih terkait near

miss dan lain-lain itu udah

jalan dan tapi kadang ya SO

ngga ngelaporin

Masih simpang siur masih

belum jelas dan belum ada

ketegasan dari perusahaan

baru-baru ini

Sistem pelaporannya saya

bilang tadi sudah berjalan

sesuai dengan form cuma yg

amat saya sayangkan, saya

juga pribadi sendiri apa ya

perlu disosialisasikan

kembali lebih di detailkan

lagi kepada SO-SO nya agar

pengertian near miss-nya

aja dulu dasarnya kan baru

nanti dia kalau sudah

mengerti apa itu near miss

baru bisa melaporkan gitu

Sudah berjalan adapun

safety yang sering

melanggar istilahnya

gimanalah ya istilahnya

ngga sejalan dalam

memberikan larangan

kepada konstruksi itu

kalau yang masuk akal

mereka terima tapi kalau

orang safety menghambat

semua pekerjaan tanpa

ada alasan yang jelas atau

tanpa alasan yang masuk

akal mereka pasti akan

complain dari konstruksi

ke pihak kita

14. Bagaimana alur atau sistematika

pelaksanaan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition

di proyek MRTJ TWJO ?

Sistem pelaporan kalau di

dalam sistemnya pastinya

yang mencatat dan ke

lapangan SO itu juga

kerjasama sama pelaksana

dan pekerja di lapangan. Trus

manajer dari safety nya

sendiri trus biasanya

koordinator sampe ke project

manager-nya juga melapor

atau minimal ke manager-

manager setiap divisi apa

yang ada di lapangan orang

yang di kantor juga tau

Laporannya dari safety ke

lapangan kita supervisor

atau engineer trus dari

mandoran yang kita ketahui

terus kita lakuin semua

selesai trus kita laporin ke

admin HSE trus ke deputi

Alurnya ya kalo setau saya

di lapangan apabila

menemukan sesuatu yang near miss unsafe act, unsafe

condition yang pertama

sudah pasti SO dibekali

yang namanya form dia

mengisi kemudian sesudah

itu yang terkait misalkan

ada hubungan dengan

leader misalkan mandor,

ada hubungannya misalnya

dengan pelaksana ada

hubungannya yang terkait

ya kita ada hubungannya

gitu. Kemudian kita minta

Ya jadi kita

melaporkannya dari pihak

seumpamannya pasti yang

mengetahuinya pertama

kali supervisor ya karena

dia yang standby disitu

mengawasi pekerjaannya

jadi dia yang lapor ke

safety. Dari safety ya kita

menginfokan ke atasan

kita ya ke deputy

manager. Alurnya ya kita

ambil sebagai dokumen

dulu baru kita panggil

siapa yg stay di area itu

pelaksananya ya. Kita

Page 247: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

pertanggungjawabannya ya

tanda tangannya lah seperti

itu. Bukti bahwa kita ada

komunikasi di lapangan itu

alurnya ya seperti itu.

Kemudian setelah form itu

kita buat hari ini segera

laporkan ke engineriing

bahwa tadi ada kejadian

near miss. Bisa dikatakan

sebelum kejadian yang

diliatnya hampir berbahaya

itu kan tindak lanjutnya apa.

Jadi saya ada orangnya

langsung diberitahu

kemudian ke pelaksana,

setelah itu langsung ke

pihak HSE departemen.

Disini ada safety

engineering sama deputi

nanti dari pihak engineering

sama deputi di tindak

lanjuti. Kita memproses,

membuat kronologis

walaupun itu sifatnya

hampir atau sudah kejadian

kita buat kronologisnya

untuk bukti kerja SO di

lapangan setau saya gitu

berikan masukan bahwa

pak lokasi itu tidak aman,

kita pun melihatnya jadi

dari kita tetep nge push

agar bisa di tindak lanjut

dari pihak konstruksi, kita

infokan hasil temuannya

bahwa itu bahaya jangan

sampai terulang

15. Bagaimana menurut anda

komitmen perusahaan atau

komitmen top management

perusahaan terkait sistem

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ? Jelaskan.

Kalau manajemen

komitmennya cukup bagus

karena dari punishment

mereka dukung, apapun

program kita di dukung.

Kalau misalnya safety

management menemukan hal-

hal yang tidak aman paling

engga ngelapor atau share di

grup. Jadi bener-bener

Kalau dari atas itu sih kalau

buat saya ibarat kata belum

terlalu profesional lah dalam

arti masih antara iya dan

tidak

Komitmennya yang pasti

ceritanya K3 dijunjung

tinggi itu udah pasti. Kan

karna apapun ceritanya kita

juga mengacu kan pada

keselamatan dan kesehatan

kerja. Kaya gitu setau saya

Oh setau saja disini

manajemen selalu

mengutamakan K3 ya

tidak pernah

bertentangan. Adapun

pihak konstruksinya yang

liat apa yang terhambat

apa lagi pekerjaannya

yang urgent tentu mereka

selalu berkoordinasi

Page 248: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

manajemen itu komitmen

sama apa program safety

yang udah kita lakuin

dengan safety. Mana

menurut safety itu tidak

bisa dia harus bisa

mengikuti itu dan intinya

kalau disini setau saya

konstruksi yang ngikutin

safety bukan safety yg

ngikutin konstruksi. Ya

kesepakatannya sudah

mendukung TWJO

memperlakukan safety

ibaratnya gimana ya 80%

jadi yang 20% ya

istilahnya dispensasi lah.

Jadi misalnya ada

pekerjaan yang urgent ya

ngga mungkin lah kita

terlalu ini kan ya disitulah

dispensasi kita Cuma 20%

lah ngga banyak. Ya

mendukung full sekali

kalo disini

16. Bagaimana menurut anda

partisipasi petugas yang terlibat

di dalam mengumpulkan data,

informasi dan melakukan

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition di proyek

MRTJ TWJO ? Jelaskan.

Partisipasinya kalau yang di

lapangan mereka sih

konstribusinya cukup bagus

ya cuman itu pokonya kalau

udah di lapangan tuh yaudah

gitu kalo untuk pencatatan

itu biasanya pada males.

Kalau untuk fotosih di share

ya, perilakunya kalau

dibilang sih udah cukup

maksimal untuk mencegah

kecelakaan, nyari kondisi

tidak aman, perilaku tidak

aman, mereka udah cukup

bantu saya untuk

memperingatkan di lokasi.

Cuman kayanya kalau untuk

Kalau untuk mengumpulkan

data partisipasi mereka

kurang tanggap, ngga

proaktif dikasih tau baru

dilaksanain

Partisipasinya ya mungkin

rani bisa liat sendiri

individualismenya ya kan

sebetulnya itu bisa

diwujudkan dengan

komunikasi. Partisipasinya

itu ya saya bilang tadi

dengan komunikasi ya kan

udah pasti komunikasi

Untuk sejauh ini

partisipasi dari SO ya itu

sangat care sangat perduli

untuk mengenai near

miss, unsafe act, unsafe

conditon ya untuk

pelaporan data memang

kita melaporkan data ya

tiap hari juga laporan

harian, trus laporan

bulanan, karena kita audit

ya 3 bulan sekali. Disitu

kita dilihat kinerja safety

kita ini mana istilahnya

orang yang cuma berkata

doang mana yang ada

bukti itu memang harus.

Page 249: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

pelaporan ya gitu kita udah

kasih formnya kadang ga

dikumpulin. Ada yang

ngelaporin tapi banyaknya

engga

Iya peduli karena dalam

dunia safety itu ya bukan

kuantiti tapi kualiti.

Banyaknya orang dan

penambahan safety tapi

kalau dia ngga ada

kualitas rasa perdulinya

ngga ada ya sama aja

ngga akan memberikan

substansi yang lebih

17. Bagaimana bentuk reward dan

punishment yang diberlakukan

oleh pihak perusahaan terkait

sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ?

Jelaskan.

Reward ngga ada. Kalau

punishment baru mulai

berjalan bulan ini. Kalau

sistem udah berjalan jadi

siapa aja yang melihat

keadaan tidak aman ataupun

lebih ke APD, bisa difoto,

dicatet namanya dan

dilaporkan ke tim safety nanti

tim safety yang melapor ke

manajemen bahwa

pelanggaran tersebut ada

dendanya. Dari mandor-

mandornya ya nanti ada

pemotongan gaji dari

punishment mereka

Kalau untuk sanksi kita

berbentuk administrasi ya.

Cuma sanksi administrasi

ya. Kalau reward belum ada

Oh sanksi apabila kaitannya

tentang tidak membuat

laporan ya kan saya baru ya

disini kalau saya liat ya jadi

saya belum tau

Kita kalau untuk

punishment yaitu

memberikan dimana ada

pekerja melanggar

otomatis kita memberikan

sanksi pelanggaran ya

hukuman dimana kita

sudah terapkan bahwa

setiap orang kita jumpai

tidak memakai APD

untuk data kita foto dan

diakhir gajinya kita

potong opname dengan

kata per itemnya ya

misalnya helm 50 ribu,

dua item ya 100 ribu, tiga

item ya 150 ribu dan

itupun sesuai dari

jabatannya. Kalau untuk

sekelas engineering ya itu

200 ribu, untuk site

manager 500 ribu.

Reward-nya kadang saya

langsung berikan kepada

pekerja secara perorangan

dimana para pekerja itu

memang selama yang

saya alami karna disini ya

pihak TWJO nya yang

Page 250: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

tidak memberikan reward

tapi untuk secara

interennya untuk safety

pribadi wah misalnya

bapak ini pake helm

lengkap, hari-hari rapih ya

sesekali secara interen SO

ya kita berikan kaos

bukan dari TWJO. Tapi

dalam setiap perusahaan

reward itu harus ada

seharusnya

18. Bagaimana menurut anda yang

menjadi penyebab dan sumber

kejadian near miss di proyek

MRTJ TWJO sejauh ini ?

Habit. Unsafe act, perilaku

dari si pekerjanya sendiri

banyak banget misalnya

contoh APD, house keeping

nya terus tata tertib yang

ngga dilakuin ya paling

banyak itu APD

Sumbernya pertama dari

prosedur, kedua kelalaian,

ketiga mengabaikan dari

prosedur perusahaan

Paling banyak yang perilaku

kalau menurut saya

Pertama ya itu unsafe act

dan kedua unsafe

condition. Ya human

error atau kesalahan

manusianya itu sendiri

berupa kadang dia.

Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan

19. Bagaimana bentuk pemantauan

manajemen atau perusahaan dan

siapa saja yang terlibat di dalam

melakukan pemantauan terhadap

pelaksanaan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition

di proyek MRTJ TWJO ?

Jelaskan.

Pemantauan dari manajemen

paling ya dengan koordinasi

kalau meeting-meeting kecil

biasanya sih kumpul-kumpul

manajemen. Kalau kaya

konstruksi biasa minimal

supervisor itu pasti ikut

toolbox mereka menjelaskan

kegiatan mereka. Tim safety

juga menjelaskan

pengawasan dan tindakan

pencegahan kecelakaannya,

minimal ya tim safety dan

konstruksi di lapangan karena

kan yang menjalankan di

lapangan konstruksi

Menurut saya mereka

kurang pro aktif ya dalam

memantau. Mereka

mantaunya jarang-jarang sih

selama ini dan semua

terlibat dalam memantau ya

safety bisa pelaksana,

engineer, medis sama admin

Pemantauan ya biasanya

kami dipantau langsung

oleh atasan-atasan atau

manajemen baik yang di

lapangan maupun kantor

Pemantauannya secara

langsung dari pihak

konstruksi kita itu kadang

menegur langsung ke

piimpinan kita, safety nya

yang kurang proaktif.

Yang memantau ke kita

itu manajer konstruksi

langsung baik di 101

maupun 102. Site manajer

istilahnya dari supervisor

engineering konstruksi.

Konsultan dari owner itu

melihat nilainya kan

contohnya mereka melihat

kalau kebersihan kita itu

kurang bagus jadi K3 nya

yang menjadi sorotan

Page 251: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

utama. Materialnya

berserakan pasti yang

disorot K3 nya. Kondisi

yg tidak aman juga gitu

Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan

20. Bagaimana bentuk evaluasi yang

dilakukan TWJO terkait sistem

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ? Jelaskan.

Evaluasi yang dilakuin itu

dari rapat bulanan ke

konsultan. Kita juga rapat

mingguan dan kalau ada

masalah yang urgent atau apa

biasanya kan internal atau

eksternal meeting misalnya

dengan pekerjaannya subkon

Ya jadi untuk evaluasinya

berbentuk weekly meeting

atau meeting-meeting nya

SHE. Terkait tentang

temuan untuk K3 dan sistem

pekerja dan ada solusi dari

temuan

Biasanya kita ada weekly

meeting yang membahas

temuan-temuan di lapangan

Evaluasi dari manajer

safety itu memang

seminggu sekali itu kita

evaluasi ya dari pak

manajer, deputi 101 dan

102 dimana dari lokasi

kita yang istilahnya

sangat riskan sangat

kritikal mereka istilahnya

selalu mengkomplain dari

kebersihan keselamatan

dan mereka selalu

menyampaikan ke kita

agar lebih memperbaiki.

Kalaupun itu memang

istilahnya sangat

kuranglah itu biasanya di

lapangan langsung

ataupun juga kita dengan

weekly meeting setiap

jumat 21. Bagaimana menurut anda

hambatan yang dirasakan oleh

departemen dari proses awal

perencanaan hingga memperoleh

hasil dari sistem pelaporan near

miss, pelaporan unsafe act dan

unsafe condition di proyek MRTJ

TWJO ? Jelaskan.

Ya paling hambatannya dari

SO nya di lapangan tuh

kadang ada yang melapor

kadang engga masih perlu

sosialisasi dan penegasan

pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition

Ya hambatan dari SO yang

masih reakti ngga pro aktif

Bukan saya sok tahu dan

gimana intinya hambatan

yang pertama bekal untuk

SO dia mengerti akan job-

nya dia dan dia mencintai

pekerjaannya. Kalau dia

udah cinta sama

pekerjaannya dia yakin

kalau ada kawan atau ada

rekan kerja melihat sesuatu

yang bisa terjadi near miss

itu dia udah pasti secara

Hambatan yang sering

kita rasakan ya itu kadang

istilahnya kita

bertentangan dengan

orang konstruksi dimana

mereka punya progres

dimana saya sebagai

orang safety tugasnya

melarang ya. Kita sering

berargumentasi di

lapangan sama pihak

konstruksi

Page 252: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

teoritis pun

implementasinya,

prakteknya dilapangan itu

langsung bisa ditindak

lanjuti sama dia. Karna

multi ya SO itu tidak hanya

mengandalkan paramedis

dia sendiri di lapangan harus

bisa memutuskan gimana

caranya ini ngga bahaya

atau tindak lanjutnya itu

gimana kalau menurut saya

ya

Matriks Wawancara Informan Utama Komponen Tahap Output

No

Pertanyaan Informan Utama

IU5 IU6 IU7 IU8

Laporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition 22. Bagaimana laporan near miss di

proyek MRTJ TWJO saat ini ?

Untuk bulan ini

pencatatannya masih ya

bolong-bolong lah kalo di

bilang masih belum semua

SO bisa ngisi form itu, jadi

seadanya saja yang di laporin

23. Bagaimana laporan unsafe act di

proyek MRTJ TWJO saat ini ?

Paling banyak permasalahan

ngga pake APD. Hampir

sebagian besar itu

pelanggarannya APD

24. Bagaimana laporan unsafe

condition di proyek MRTJ TWJO

saat ini ?

Kalau untuk unsafe condition

itu paling banyak masalah

housekeeping di lingkungan

kerja. Jadi penempatan

material, penempatan alat

berat, akses kerja

25. Bagaimana laporan kecelakaan Laporan kecelakaan kerja kita

Page 253: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

kerja proyek MRTJ TWJO ? kalau ada kecelakaan

biasanya kita info dulu via

whatsapp atau via hp sisanya

yang tau di lapangan lapor ke

safety atau biasanya laporan

ke manajemen dulu baru ke

konsultan, baru setelah itu

bikin laporan resminya lalu di

email ke konsultan dan MRT

Lampiran 10

Matriks Wawancara Informan Kunci Komponen Tahap Input

No

Pertanyaan Informan Kunci

IK

Material 1. Bagaimana proses penyusunan

form yang digunakan dalam

melakukan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ?

Ok. Jadi masing-masing kontraktor termasuk TWJO karena ini dalam bentuk

kontrak yaitu desain DNC design and construction. Itu diselesaikan sama

kontraktor semua saya serahkan pada mereka, karena banyak yang lari dari

dari sasaran pelan-pelan saya arahkan jadi generalik

2. Bagaimana bentuk form yang

digunakan dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ?

Bentuknya ya jelas nomor, tanggal, lokasi kejadian, sumber penyebab, dll

3. Bagaimana menentukan

kesesuaian form digunakan dalam

melakukan proses pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe

condition ?

Biasanya kami yang akan meng-accept form yang dibuat dari perusahaan

4.. Bagaimana kebijakan K3 yang

dibuat perusahaan terkait sistem

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ? Jelaskan.

Ya masih accept lah, masih bisa diterima karena sudah mengarah ke sasaran

yang diinginkan dari SMK3 itu sendiri sekalipun mereka masih abu-abu. Di

dalam SMK3 perusahaannya karna mengartikan bahwasanya itu konkret. Ya

intinya SMK3 kalau ngeliat kebijakan udah accept lah form nya masih

diterima 5. Bagaimana standar yang Mendekatin, belum tapi udah mendekatinlah ke K3

Page 254: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

digunakan perusahaan terkait

sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ?

Jelaskan.

6. Bagaimana pemahaman yang

anda ketahui tentang near miss di

proyek MRTJ TWJO?

Dari definisinya dulu near miss itu kan yang nyaris ya, nyaris celaka apa sih

yang nyaris celaka itu apa baru fungsinya bagaimana tindaklanjutnya oleh

eksekutornya ataupun kontraktor gimana jangan ditemukan misalnya tidak

pake sarung tangan itu bisa kita kategorikan bisa ke near miss, ya tapi tindak

lanjutnya apa kita cari dulu kenapa dia ngga pake sarung tangan? Pengadaan

mgga ada atau emang habitnya. Tapi umumnya yang demikian kalau saya

perhatikan itu habit. Kalau habit, kita minta ke mereka supaya di training atau

induction dulu, kita induction dulu materinya tentang itu. Gimana merubah

habit mereka itu jadi behavior safe lah jangan seenaknya

7. Bagaimana pemahaman yang

anda ketahui tentang unsafe act

dan unsafe condition di proyek

MRTJ TWJO?

Unsafe act artinya orang yang selalu melakukan dengan cara shortcut atau

jalan pintas contohnya ya ada gedung tinggi ada tangga tapi dia ngga

menggunakan tangga itu tapi akses lain tujuannya tetep sama tidak sama ngga

tempat yang disediakan gitu semestinya yang dia jalanin itulah contoh kalau

working at high. Confined space unsafe act nya semua botol bejana

bertekanan itu tidak boleh masuk kedalam confined space tapi masih ada

sering kita temukan bejana karena peraturan di confined space itu kedalam

1,5 m harus memiliki satu access minimal kedalam itu kaitannya dengan

unsafe condition yang unsafe orang yang tidak melakukan access yang sudah

di provide karna ini ada galian bisa aja dia jalan dari pinggir slot galian kan

Sumber Daya Manusia

8. Siapa saja menurut anda

diperusahaan yang terlibat di

dalam sistem pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe

condition ? Jelaskan.

Semua, harusnya semua pihak terlibat

9. Bagaimana menurut anda jumlah

sumber daya manusia yang

terlibat dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ?

Jumlahnya ada di monthly report HSE yang biasanya di submit ke kami dulu

10. Bagaimana menurut anda tugas

dan tanggung jawab yang

melakukan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ?

Tugasnya harus melaporkan namun meningkatkan kesadaran itu yang masih

sulit

Page 255: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

11. Bagaimana menurut anda

persyaratan dan kompetensi yang

dibutuhkan dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ?

Kompetensinya harus paling tidak in house training orang yg certified di

conduct sama orang yang udah certified artinya yang layak certified itu orang

yang minimal experience 5 tahun dan udah pernah ngikutin minimal certified

by disnaker gitu

Metode

12. Bagaimana menurut anda metode

pelaporan yang digunakan oleh

perusahaan dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ?

Metode yang dilakukan adalah dengan observasi dan kemudian membuat

report yang akan di submit ke kami pihak konsultan

Matriks Wawancara Informan Kunci Komponen Tahap Proses

No

Pertanyaan Informan Kunci

IK

Pelaksanaan Pelaporan 13. Bagaimana menurut anda sistem

pelaporan near miss di proyek

MRTJ TWJO yang telah

diilakukan saat ini ?

Belum baik. Mulai meeting kemaren saya marah-marahin itu selama ini saya

bikin bebas mereka ya setelah evaluasi 1 tahun ternyata ya salah satu

perangkat untuk mencabut sumber bahaya itu kita harus menemukan sendiri

bahaya itu dan membuangnya 14. Bagaimana alur atau sistematika

pelaksanaan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition

di proyek MRTJ TWJO ?

Alur dan sistematikanya ini harus ada instruksi keras ya. Karena saya bilang

alurnya itu udah oke hanya mari mengajak semuanya tim construction, karena

yang melihat pekerjaan langsung itu tim konstruksi bukan orang safety lalu

mereka menganggapnya itu tanggung jawab safety. Melakonnya sih boleh

tapi bahwasanya yang melaksanakan itu orang construction. Alur atau

pelaksananya lah, konstruksilah yang terlibat. Karena filosofinya orang safety

kan hanya punya 4A assist, analyses, audit, advise ya membantu memeriksa

dan menyelesaikan

15. Bagaimana menurut anda

komitmen perusahaan atau

komitmen top management

perusahaan terkait sistem

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ? Jelaskan.

Mereka takut mereka nganggap bahwasanya itu menjadi leading indicator

atau key performance indeksnya sementara kalau leading indicator untuk

menentukan key performance itu semakin banyak near miss itu semakin

menentukan. Near miss adalah akar-akar permasalahan yang harus kita cabut

agar tidak terjadi accident yang lebih parah lagi sesuai dengan teorinya siapa

sih pakar-pakarnya safety terdahulu lah 16. Bagaimana menurut anda Belum maksimal, belum. Karena menimbulkan kesadaran orang tuh susah,

Page 256: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

partisipasi petugas yang terlibat

di dalam mengumpulkan data,

informasi dan melakukan

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition di proyek

MRTJ TWJO ? Jelaskan.

karena pelaksana atau enjiner maupun kontruktor. Kalau mereka sih oke,

kalau orang safety nya ya instruksi saya diikutin

17. Bagaimana bentuk reward dan

punishment yang diberlakukan

oleh pihak perusahaan terkait

sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ?

Jelaskan.

Reward dan punishment sampe sekarang kita belum ada terima, karena

kemarin kita minta supaya bikin program yang harus di submit dan di tanda

tangani orang yang paling tinggi artinya PM, safety manager untuk bisa di

implementasi. Kalau saat ini yang saya tagih adalah reward dan punishment,

safety bisa berjalan kalau begini

18. Bagaimana menurut anda yang

menjadi penyebab dan sumber

kejadian near miss di proyek

MRTJ TWJO sejauh ini ?

Kelalaian. kelalaian manusia itu penyebab yg paling banyak

Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan

19. Bagaimana bentuk pemantauan

manajemen atau perusahaan dan

siapa saja yang terlibat di dalam

melakukan pemantauan terhadap

pelaksanaan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition

di proyek MRTJ TWJO ?

Jelaskan.

Ya itu dari level yang dari bawah kalau pelaporan. Karena level dari bawah

itu yang ininya dengan monitoring sistem dari top maupun dari orang safety

nya sendiri rasa care nya itu harus tinggi. Kalau di TWJO belum, bentuk

pemantauannya masih abu-abu belum jelas

Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan

20. Bagaimana bentuk evaluasi yang

dilakukan TWJO terkait sistem

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ? Jelaskan.

Evaluasinya sementara ini masih belum ada yang saya evaluasi hanya

sementara ini jelas mereka cenderung di cambuk dulu baru jalan, masih

manajemen paku harus di martil dulu baru jalan, sementara manajemen safety

itukan dari bawah keatas kalau dari atas kebawah udah berbeda itu

pengawasan. Sementara pelaksanaan itu dari bawah ke atas kalau pengawasan

dari atas ke bawah 21. Bagaimana menurut anda

hambatan yang dirasakan oleh

departemen dari proses awal

perencanaan hingga memperoleh

hasil dari sistem pelaporan near

miss, pelaporan unsafe act dan

Kurangnya pengetahuan jadi susah untuk menerapkan, itu dari eksekutor.

Dari safetynya mereka, mereka tuh bisa nerima mau disosialisasikan neko-

nekonya banyak di construction. Makanya kalau liat kaya kelapangan takut

ngeliat ngapain saya ditakutin. mereka ngerasa kalo orang-orangmereka yg

negur kena safety tuh ah elu kan bawahan jadi menimbulkan kesadaran

mereka itu butuh waktu yg lama dan harus ada pentungan dari saya salah

Page 257: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

unsafe condition di proyek MRTJ

TWJO ? Jelaskan.

satunya setahun yang lalu apa ya itu kalo liat bamboo area setelah saya

suspend dia 2 minggu baru dia punya certified scaffolder kalo sebelumnya

kan materialnya ngga ga peduli dia sama materialnya nah ya saya sama

petinggi dari konsultan ini saya bilang ini ga layak this is not acceptable

rejected, komen dia sihol not signed your can’t continue this work stop your

work make your plan submit to sihol and make the work. Jadinya harus di

lecut kaya itu tadi kalau sekarang ini safety terus ada benturan sama

construction saya Tanya benturan kalian dimana jadi kalau di meeting weekly,

monthly dibahas di safety nya di monthly construction ya saya tinggal

menuangkan disana

Matriks Wawancara Informan Kunci Komponen Tahap Output

No

Pertanyaan Informan Kunci

IK

Laporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition 22. Bagaimana laporan near miss di

proyek MRTJ TWJO saat ini ?

Near miss belum rutin dilaporkan, near miss kebanyakan penyebab utamanya

gimana ya manusianya, manusia yang knowledge pengetahuannya masih

rendah sama nearmiss mereka filosofinya belum sampe sana. Ada yg sudah

tau tapi mereka menggangap itu menambah pekerjaan bukan menambah nilai

uang sebenrya mereka menambah nilai uang 23. Bagaimana laporan unsafe act di

proyek MRTJ TWJO saat ini ?

Unsafe act yang paling banyak itu tidak menggunakan dan tidak ngikutin

aturan yang ada. Kita udah jelas-jelas melekatkan banner gunakan PPE tapi

pasti ada yang ngga pake PPE ada yang bilang itu ngga bebas ngalangin

sementara itu kan menyelamatkan dia

24. Bagaimana laporan unsafe

condition di proyek MRTJ TWJO

saat ini ?

Unsafe condition itu yang belum selesai yang belum certified yang belum

komplit digunakannya alat misalnya scaffolding itu belum green tag udah

dikerjakan, nah kemudian working inside excavation terjadi dalam galian itu

akses nya ngga proper karena tanah. Tanah kan bisa dibentuk pake kaki kan

jadi dia jalan aja tanpa memikirkan kalau terjadi sesuatu, evakuasinya gimana

kalau terjadi longsor gimana. Ah itu tadi, mereka menganggap ah gapapa

udah biasa. Jadi mereka tidak membiasakan yang benar tapi membenarkan

kebiasaan. Jadi kebiasaannya itu yang diunggulkan 25. Bagaimana laporan kecelakaan

kerja proyek MRTJ TWJO ?

Sejauh ini TWJO sudah melaporkan kecelakaan kerja bisa dilihat di HSE

report kami totalnya

Page 258: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Lampiran 11

Matriks Wawancara Informan Pendukung Komponen Tahap Input

No

Pertanyaan Informan Pendukung

IP1 IP2

Material 1. Bagaimana proses

penyusunan form yang

digunakan dalam melakukan

pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition ?

Ya menurut saya sih divisi kami yang menyusun dan harus

dilibatkan dengan divisi yang berwenang pada proses

penyusunan tersebut karna dari situ kita tau nantinya

masukan baru nanti kita bisa bongkar lagi. Tahapannya mulai

dari penomoran form kalau sudah sesuai akan kita submit ke

konsultan setelah di setujui baru dapat didistribusikan oleh

pihak yang berwenang

Kalau misalnya untuk penyusunan form, dokumentasi gitu

yang mengerjakan itu disini quality assurance ya. Disini

salah satu aspek quality adalah dokumentasi. Form

apapun, semua form dari departemen apa aja semuanya ya

salah satunya ya ini form pelaporan near miss ini dan

kawan-kawannya itu yang menilai QA kerjasama dengan

tim safety 2. Bagaimana bentuk form

yang digunakan dalam

melakukan pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe

condition ?

Yang saya tau itu kejadian, apa yang menyebabkan kejadian

itu apa aja, apakah karna ada benda-benda yang tidak

nyamanlah. Kalau untuk detail formnya saya kurang

memperhatikan

Kalau bentuk formnya saya kurang tau detailnya karena

divisi safety yang sehari-hari terlibat untuk pelaporannya

3. Bagaimana menentukan

kesesuaian form digunakan

dalam melakukan proses

pelaporan near miss, unsafe

act dan unsafe condition ?

Jika form nya sudah sesuai dengan dokumen kami

penyusunannya maka sudah boleh di submit ke konsultan

nantinya

Pendokumentasian yang rapih terstruktur itu karna ada

standarnya. Kalau ngga salah standar ISO, makanya yang

meng-handle itu adalah orang quality. Karena orang

quality assurance juga yang akan mengaudit internal

project ini, salah satu yang di audit itu adalah

dokumennya

4. Bagaimana kebijakan K3

yang dibuat perusahaan

terkait sistem pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe

condition ? Jelaskan.

Jadi kebijakan yang kita terapkan itu di lapangan masih

belum memenuhilah masih minim untuk di lapangan. Tapi

kebijakan itu menurut saya sudah baik tapi personal yang

dilapangan ini yang masih susah

Wah kalau kebijakan K3 saya ngga taulah, kebijakan

disini kalau spesifik diperusahaan ini saya jujur ngga tau

cuman ya kalau untuk saya perhatikan, soalnya ini udah

pengalaman ya hasil diskusi saya dengan dosen ada itu

dosen saya yang ngambil disertasi masalah K3, masalah

K3 emang ya udah fakta untuk K3 konstruksi di Indonesia

itu nomer 2 terburuk sedunia dia punya datanya. Jadi

kalau misalnya emang kalo kita liat ya K3 konstruksi

sebenernya bisa dikatakan kita itu disini udah paling

mending, paling mending dibandingkan proyek-proyek

yang lain

5. Bagaimana standar yang Masih kuranglah ya soalnya disini kebanyakan masih ngga Standar ISO, OHSAS biasanya yang mengetahui detail

Page 259: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

digunakan perusahaan terkait

sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe

condition ? Jelaskan.

tau apasih standarnya itu, misalnya standar APD aja ngga tau orang SHE yang pasti dan bisa juga QA

6. Bagaimana pemahaman

yang anda ketahui tentang

near miss di proyek MRTJ

TWJO?

Ya, near miss itu hampir celaka, kecelakaan kerja yang

belum terjadi. Akan berdampak kecelakaan kalau belum kita

perbaiki

Near miss itu definisinya belum kejadian kan cuma bisa

terjadi. Near miss sendiri itu sebenernya suatu pelanggaran

batas. Batas itu batas K3 tapi belum kejadian, nyaris aja

kejadian itu

7. Bagaimana pemahaman

yang anda ketahui tentang

unsafe act dan unsafe

condition di proyek MRTJ

TWJO?

Perilaku tidak aman itu kan dari kita diri sendiri gitu.

Definisinya itu ya kita amankan dulu diri kita, kita merasa

nyaman bekerja disini. Kalau merasa nyaman untuk bekerja

ya itu kita lakukan. Jadi ya kita beritahu dalam arti kita

sampaikan. Ya perilaku yang tidak aman orang yang akan

naik ke scaffolding memaksakan naik ke scaffolding yang

belum diceklis dan belum ada tagnya misalnya padahal itu

kondisi tidak aman

Definisi dari unsafe action pribadi ya definisi dari unsafe

action itu tindakan yang tidak terukur dan tidak tau batas

karna yang namanya K3 itu kalau K3 itu prinsipnya kan

tau batas, know your limit gitu. Tau batas dimana itu luka

akibat jatoh, kalau jatoh dari tangga mungkin memar, kalo

jatoh dari pier yang sekian puluh meter mungkin bisa mati

iya kan? Tau ada batas, ada pembatas. Jadi yang namanya

unsafe action itu melanggar batas, batas apapun.

Unsafe condition adalah tidak memberikan batas itu. Sumber Daya Manusia

8. Siapa saja menurut anda

diperusahaan yang terlibat di

dalam sistem pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe

condition ? Jelaskan.

Ya kalau sistem pelaporannya itu semuanya sih kayanya, kita

juga terlibat seharusnya ya. Terlibat tapi yang paling

dominannya kan sebenernya ya divisi safety

Semua. Harusnya yang aware pertama itu adalah selain

divisi HSE ya pelaksana, construction dulu baru divisi-

divisi lainnya. Jadi construction sadar untuk K3 karena itu

bukan serta merta tanggung jawab HSE tapi harus dari

construction-nya sendiripun juga harus aware karena

kalau disini kan orang construction itukan misalnya, ngga

usah disinilah hampir di semua project kalau bicara

pelaksana itu, secara mereka fokus ke progres mereka

yang penting cepet selesai nih yang penting cepet selesai

udah gitu. Cuma mereka mesti disadarkan, dijelaskan gini

kalau terjadi kecelakaan elu bakal lebih delay lagi dan

tanggung jawabnya bakal berat ke elu

9. Bagaimana menurut anda

jumlah sumber daya manusia

yang terlibat dalam

melakukan pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe

condition ?

Banyak yang pastinya bisa dilihat di laporan-laporan SHE

juga setau saya ya

Banyak saya ngga tau persisnya berapa

10. Bagaimana menurut anda

tugas dan tanggung jawab

Ya tugas dan tanggung jawab ya memenuhi dan mentaati apa

peraturan yang ada di TWJO ini, sistemnya gimana,

SO itu mengingatkan dan juga advice dan harus ada stop

authority jadi kalau misalnya mereka ngeliat something not

Page 260: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

yang melakukan pelaporan

near miss, unsafe act dan

unsafe condition ?

pelaporannya gimana SO mengikuti alurnya fit atau sesuatu yang ngga sesuai dari aspek K3 nya mereka

punya kuasa untuk stop atau memberhentikan untuk

memperbaiki keadaan site dulu itu tercantum di dalam

kontrak dan ada dikontrak kita. Semua staf HSE kita itu

punya authority untuk memperbaiki keadaan lapangan

sampai aman, nyaman 11. Bagaimana menurut anda

persyaratan dan kompetensi

yang dibutuhkan dalam

melakukan pelaporan near

miss, unsafe act dan unsafe

condition ?

Ya harus paham K3 nya mungkin minimal harus tahu dasar-

dasar K3 nya dulu

Wah kalau itu ngga tau, yang jelas harus punya K3 dasar

itu mutlak harus ada, cuman kalau yang lainnya saya

kurang tau deh. Yang punya keahlian K3, sekarang gini

deh namanya seorang SO seorang K3 itu di bayar untuk

paranoid, mereka dituntut paranoid mereka harus peka

mereka harus peka. Salah satu mengasa keahlian itu

dengan sertifikasi resmi yaitu sertifikasi K3 dasar

Metode 12. Bagaimana menurut anda

metode pelaporan yang

digunakan oleh perusahaan

dalam melakukan pelaporan

near miss, unsafe act dan

unsafe condition ?

Ya caranya mungkin diberitahu dulu ke safety nanti safety

memberitahukan yang di lapangan itu kaya gimana baru

pelaporan ke atasannya safety dari safety ke bagian lainnya

disosialisasikan

Melihat atau observasi, mencatat kemudian memberikan

solusi dengan mengambil tindakan yang tepat di lapangan

Matriks Wawancara Informan Pendukung Komponen Tahap Proses

No

Pertanyaan Informan Pendukung

IP1 IP2

Pelaksanaan Pelaporan 13. Bagaimana menurut anda sistem

pelaporan near miss di proyek

MRTJ TWJO yang telah

diilakukan saat ini ?

Ya kalau untuk sistem pelaporannya sudah baik tapi

masih ada yang kita kurang ketahui. Contohnya ada yang

near miss kaya gini jadi mereka yang tau itu near miss

belum menerapkan. Sama teman-temannya belum

dikasih tau kadang mungkin atau lupa atau gimana belum

dan dianggap itu ah sepele, ah biarin ajalah kaya gitu

Sistem sudah ada lumayanlah ya cuma masih banyak

yang perlu diperbaiki mungkin dari sumber daya

manusianya

14. Bagaimana alur atau sistematika

pelaksanaan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition

di proyek MRTJ TWJO ?

Alurnya ya dari safety juga ya yang melakukan

pelaporan. Kalau menurut saya itu di lapangan ya

pelaksana, pelaksananya itu lapor ke safety dari safety

lalu misalnya ke konstruksi atau ke safety baru ke

Hmm.. laporan ya? Gini kalau misalnya masalah

pelaporan-pelaporan itu saya bisa paparkan kalau orang

Indonesia itu ya paling alergi sama paperwork sama

paperwork. Jadi mereka itu mau apa-apa cepet jadi kalau

Page 261: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

bagian-bagian lainnya dokumentasi itu ya alur dokumen itu entah ngga aware,

ngga tau apa pura-pura ngga tau. Dokumen pun ga akan

tercatat ngga akan rapih

15. Bagaimana menurut anda

komitmen perusahaan atau

komitmen top management

perusahaan terkait sistem

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ? Jelaskan.

Komitmennya baik, perusahaan sangat mendukung K3

disini. Dari atasan sampe ke lapangan itu komitmennya

sama

Sebatas ditegor, kalau ngga ditegor ya engga

16. Bagaimana menurut anda

partisipasi petugas yang terlibat

di dalam mengumpulkan data,

informasi dan melakukan

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition di proyek

MRTJ TWJO ? Jelaskan.

Kalau partisipasi SO ya SO tetap melaksanakan tugasnya

dilapangan Cuma terkadang SO masih sulit untuk

bertindak sendiri

SO itu kalau menurut saya masih banyak yang perlu di

perbaiki. SO itu bukan cuma mencatat tapi juga

mencegah di lapangan

17. Bagaimana bentuk reward dan

punishment yang diberlakukan

oleh pihak perusahaan terkait

sistem pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition ?

Jelaskan.

Setau saya baru-baru ini diterapkan kebijakan,

punishment yang berupa denda pada setiap level

pekerjaan di TWJO. Kalau reward sih disini belum ada

Hmmm…kalau misalnya hasil diskusi aku juga ya hasil

diskusi misalnya reward dan punishment ke personil itu

gampang diakalin. Misalnya nanti si pengawas, eh lu

peringatan pertama, peringatan pertama, peringatan

pertama lagi jadi peringatan pertama itu bisa 50 kali. Jadi

sanksi teguran, cuma sanksi tegurannya itu ya gitu-gitu

aja. Internal memonya udah ada nih, jadi dendanya

misalnya apa, dalam pelaksanaannya itu masih suka

missed masih suka longgar ngga bisa apa-apa, kecuali

dari awal dari proses tanda tangan kontrak owner sudah

menyatakan kalau misalnya terjadi 1 kali, 1 kecelakaan

apapun yang menyebabkan sampe misalnya sampe cacat,

cacat total, meninggal itu ada berapa persen dari kontrak.

Disini masih berupa sanksi teguran individu. Apalagi

reward, gaji disini aja suka telat 18. Bagaimana menurut anda yang

menjadi penyebab dan sumber

kejadian near miss di proyek

MRTJ TWJO sejauh ini ?

Menurut saya sih perilaku pekerjanya kedua yang

lingkungan kerjanya Paling banyak behavior setau saya yang kaya misalnya

pekerja ngga pake body harness dan segala macem itu

Page 262: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Pemantauan Pelaksanaan Pelaporan

19. Bagaimana bentuk pemantauan

manajemen atau perusahaan dan

siapa saja yang terlibat di dalam

melakukan pemantauan terhadap

pelaksanaan pelaporan near miss,

unsafe act dan unsafe condition

di proyek MRTJ TWJO ?

Jelaskan.

Yang memantau itu kan orang tertinggi dikantorlah

datang turun ke lapangan melihat sejauh mana yang

dilakukan oleh orang-orang disini. Bagian-bagian

manajer konstruksi memantau sejauh mana sih yang

dilakukan orang-orang ini, dilakukan ngga. Yang saya

lihat sih dilakukan biarpun kaya gini masih banyak yang

kurangnya

Teguran dari JMCMC. Konsultan negor nih, tau-tau PM

dapet email dari pak konsultan dan pihak Jepang lainnya

juga dapet email. Tau-tau dari atas grasak grusuk ke SHE

manager certify this, please certify this certify that

semuanya.

Evaluasi Pelaksanaan Pelaporan

20. Bagaimana bentuk evaluasi yang

dilakukan TWJO terkait sistem

pelaporan near miss, unsafe act

dan unsafe condition ? Jelaskan.

Ya ada bukti pelaporan baru bisa di evaluasi. Jadi harus

kita tulis di record gitu. Jadi tuh setiap bulannya harus

dilaporin ke kantor ya atau dibahas di meeting mingguan

dan bulanan

Bukan berat sih pertanyaannya sebenernya miris sih

jawabannya. Sebenernya gampang sih cuma bikin

geleng-geleng kepala. Gimana ya evaluasinya di meeting.

Kita rapat dengan konsultaan itu pasti ada dan rutin. Ada

HSE monthly meeting, weekly meeting, HSE meeting,

HSE itu akan dibahas terus disitu cuman ya itu

masalahnya temuannya akan itu-itu lagi. Temuan itu bisa

ditemukan 10 kali dalam sebulan, misal pager. Pager itu

lagi itu lagi yang dibahas

21. Bagaimana menurut anda

hambatan yang dirasakan oleh

departemen dari proses awal

perencanaan hingga memperoleh

hasil dari sistem pelaporan near

miss, pelaporan unsafe act dan

unsafe condition di proyek MRTJ

TWJO ? Jelaskan.

Kesulitannya ya karena kita kesibukannya masing-

masing jadi kaya gini kadang ngga ketemu antara satu

orang dengan yang lain sehingga komunikasi tidak lancar

Oh gini, namanya risk di project, risk assessment salah

satunya untuk continous evaluation, evaluasi secara

berkelanjutan. Continous improvement. Karna yang

namanya perusahaan besar itu ngga hanya mencegah

terjadi harus bisa jadi lesson learned atau pembelajaran.

Hambatannya adalah untuk mendapatkan lesson learned

itu harus ada keterbukaan harus ada kemauan untuk di

evaluasi, gitu. Kalau misalnya kemauan untuk evaluasi

itu ngga ada yang namanya near miss itu ngga akan

dilaporin ya dari personalnya

Page 263: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Lampiran 12

Observasi Kegiatan Divisi SHE Proyek Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-

WIKA Joint Operation Tahun 2016

No. Kegiatan Foto Keterangan

Aktivitas Divisi SHE

1.

Pencatatan dan pelaporan

near miss dan unsafe

condition

Kegiatan ini dilakukan oleh

SO dengan mengisi form

yang sudah disediakan

setiap menemukan kejadian

near miss dan unsafe

condition

2. Toolbox Meeting

Kegiatan ini rutin dilakukan

setiap hari oleh SO sebelum

memulai pekerjaan untuk

selalu mengingatkan kepada

para pekerja pentingnya K3

dalam bekerja

3. Safety Morning Talk

Kegiatan yang rutin

dilakukan dua kali satu

bulan (setiap jum’at) dengan

semua divisi, rekan

kerja/subkontraktor dan

pekerja untuk membahas

permasalahan K3

4. SHE Weekly Meeting

Rapat yang rutin dilakukan

dua kali seminggu oleh

divisi SHE dan

subkontraktor untuk

membahas temuan-temuan

yang terdapat di area proyek

5. Daily Safety Patrol

Kegiatan yang rutin setiap

hari dilakukan Safety Officer

(SO) untuk mencari temuan

atau finding (unsafe act,

unsafe condition dan near

miss)

Page 264: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

6. Safety Induction

Kegiatan ini wajib dilakukan

untuk menjelaskan secara

singkat lokasi, proses

pekerjaan yang ada di

proyek, tata tertib

keselamatan dalam bekerja

dan prosedur tanggap

darurat kepada visitor,

subkontraktor dan pekerja

yang baru memasuki area

proyek

7. Inspeksi Alat

Kegiatan ini dilakukan

apabila terdapat alat yang

baru memasuki area proyek

dan rutin dilakukan per tiga

bulan oleh SO pada heavy

equipment yang berada di

area proyek

8. Color Code

Kegiatan penandaan dengan

warna ini dilakukan setiap

tiga bulan pada heavy

equipment yang berada di

area proyek

9. Pengukuran terhadap

Lingkungan Kerja

Kegiatan ini rutin dilakukan

oleh environmental engineer

di dalam pengukuran

terhadap lingkungan kerja

seperti kebisingan, gas,

getaran dan kualitas air

Page 265: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

10. Pemeriksaan Kesehatan

Kegiatan ini dilakukan

untuk memeriksa kondisi

kesehatan para pekerja atau

setiap sebelum melakukan

pekerjaan tertentu seperti

bekerja di ketinggian

Aktivitas Pekerjaan Konstruksi

11. Pile Cap and Pier Work

Permanent

Pekerjaan pengecoran

column untuk pembuatan

pier dan pile cap

12. Pekerjaan fabrikasi besi

Pekerjaan pemotongan besi

(rebar), pembentukan besi

untuk coloumn pier dan

penyimpanan materiall besi

Perilaku Pekerja

.13. Pekerjaan fabrikasi besi

Kedua pekerja tidak

menggunakan APD berupa

safety helmet dan pada

posisi tubuh yang tidak

ergonomis

(Unsafe Act)

Page 266: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

14.

Pekerjaan pengelasan

besi untuk akses jalan

kendaraan proyek

Kedua pekerja tidak

menggunakan APD berupa

face shield dan safety gloves

(Unsafe Act)

Kondisi Area Kerja

15.

Penggunaan Scaffolding

Di area LP 11 CP 101

pada pekerjaan

pembuatan Pier

Penempatan material-

material scaffolding yang

tidak sesuai merupakan

masalah housekeeping

(Unsafe Condition)

16.

Pekerja dan

subkontraktor yang

beristirahat di lokasi

Sisa-sisa sampah yang

belum diangkut oleh tim 5R

menumpuk di lokasi kerja

CP 102 ini merupakan

masalah housekeeping

(Unsafe Condition)

Page 267: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

Lampiran 13

Daftar Dokumen (Input, Proses, Output, Feedback)

No. Dokumen yang

Dibutuhkan

Checklist

()

Nama

Dokumen

Penanggung

Jawab

Dokumen

Catatan

1. Kebijakan Perusahaan

Kebijakan K3,

Kebijakan

Lingkungan dan

Kebijakan Mutu

Divisi SHE

Menjelaskan tentang

bagaimana komitmen yang

disepakati oleh top

management terhadap K3,

lingkungan dan mutu

perusahaan.

2. Program-program SHE TWJO SHE

Program 2016 Divisi SHE

Menjelaskan tentang apa

saja program dan

bagaimana jadwal

pelaksanaan dari program-

program SHE yang telah

disusun untuk tahun 2016

3.

Prosedur-prosedur SHE

yang berkaitan dengan

pelaporan

Site Safety Plan Divisi SHE

Menjelaskan tentang

perencanaan proyek dan

prosedur-prosedur untuk

mengisi keseluruhan sistem

manajemen proyek

khususnya berkaitan

dengan divisi K3 yang

didukung dengan SOP

aktifitas pekerjaan secara

spesifik dan form-form

4. Laporan unsafe act

proyek

HSE Monthly

Report January-

April 2016

Divisi SHE

Menjelaskan tentang

project data, statistic safety

record, incident/accident

report, resume of safety

permit, safety violation

report, stop order report,

evaluation, resume of

meeting and audits in this

month, resume of meeting

and induction in this

month, resume of training,

next month highlight, three

months rolling programme

highlight, activities

photograps

5. Laporan unsafe condition

proyek

HSE Monthly

Report January-

April 2016

Divisi SHE

Menjelaskan tentang

project data, statistic safety

record, incident/accident

report, resume of safety

permit, safety violation

report, stop order report,

evaluation, resume of

Page 268: UNSAFE CONDITION DI PROYEK MASS RAPID TRANSIT JAKARTA

meeting and audits in this

month, resume of meeting

and induction in this

month, resume of training,

next month highlight, three

months rolling programme

highlight, activities

photograps

6. Laporan near miss

HSE Monthly

Report January-

April 2016

Divisi SHE

Menjelaskan tentang

project data, statistic safety

record, incident/accident

report, resume of safety

permit, safety violation

report, stop order report,

evaluation, resume of

meeting and audits in this

month, resume of meeting

and induction in this

month, resume of training,

next month highlight, three

months rolling programme

highlight, activities

photograps

7. Laporan kecelakaan kerja

proyek

HSE Monthly

Report January-

April 2016

Divisi SHE

Menjelaskan tentang

project data, statistic safety

record, incident/accident

report, resume of safety

permit, safety violation

report, stop order report,

evaluation, resume of

meeting and audits in this

month, resume of meeting

and induction in this

month, resume of training,

next month highlight, three

months rolling programme

highlight, activities

photograps

8. Aktivitas Pekerjaan

Proyek

Method

Statement

Divisi

Konstruksi

Menjelaskan tentang

deskripsi, standar operasi

dan metode pelaksanaan

pekerjaan yang dilakukan

di area kerja

9. Dokumen-dokumen

lainnya

Company profile,

V3 employer’s

requirement,

Reward &

Punishment

Policy

Divisi SHE dan

Departemen

Kontrak

Menjelaskan tentang

struktur organisasi

perusahaan, deskripsi dan

lingkup pekerjaan proyek

MRTJ, kebijakan terkait

hukuman dan penghargaan.