Top Banner
Opi ni www.pemantauperadi l a n .com 1 BURUH DI INDONESIA: DILEMAHKAN DAN DITINDAS A. S. Finawati Membicarakan perlindungan terhadap buruh haruslah bermula dari pemahaman terhadap hubungan yang terjadi antara buruh-majikan. Dalam hubungan buruh- majikan, posisi buruh selalu subordinatif dengan majikan. Hal ini merupakan kesejatian akibat tidak seimbangnya kekuasaan ekonomi (yang pada akhirnya menimbulkan ketidakseimbangan kekuasaan politik) yang melekat pada buruh dan pada majikan. “Sosiologis buruh adalah tidak bebas. Sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup lain daripada tenaganya itu, ia terpaksa untuk bekerja pada orang lain. Dan majikan inilah yang pada dasarnya menentukan syarat-syarat kerja itu.” [ 1 ] Atau yang dalam hubungan-hubungan pribadi disebut sebagai kelemahan struktural. [ 2 ] Secara sederhana ketidakseimbangan hubungan buruh- majikan ini dapat diilustrasikan dengan pengalaman setiap orang saat melamar pekerjaan. Orang yang melamar pekerjaan pasti membutuhkan pekerjaan karenanya tidak berani dan tidak dapat menentukan syarat-syarat kerja. Apabila ada yang berani menentukan syarat- syarat kerja semisal gaji, maka resiko tidak diterima apabila pengusaha tidak setuju dengan penawaran dari pelamar kerja tersebut, harus ditanggung oleh si pelamar tersebut. Dengan demikian sebenarnya tidak pernah ada kekebebasan berkontrak dalam perjanjian kerja.
45

Unprotected Makalah Buruh

Jun 27, 2015

Download

Documents

Andri Kumoro
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Unprotected Makalah Buruh

Opini

www.pemantauperadila n.com

1

BURUH DI INDONESIA: DILEMAHKAN DAN DITINDAS

A. S. Finawati

Membicarakan perlindungan terhadap buruh haruslah bermula

dari pemahaman terhadap hubungan yang terjadi antara

buruh-majikan. Dalam hubungan buruh-majikan, posisi buruh selalu

subordinatif dengan majikan. Hal ini merupakan kesejatian akibat

tidak seimbangnya kekuasaan ekonomi (yang pada akhirnya

menimbulkan ketidakseimbangan kekuasaan politik) yang melekat

pada buruh dan pada majikan. “Sosiologis buruh adalah tidak

bebas. Sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup lain

daripada tenaganya itu, ia terpaksa untuk bekerja pada orang lain.

Dan majikan inilah yang pada dasarnya menentukan syarat-syarat

kerja itu.”[1 ] Atau yang dalam hubungan-hubungan pribadi

disebut sebagai kelemahan struktural.[ 2] Secara sederhana

ketidakseimbangan hubungan buruh- majikan ini dapat diilustrasikan

dengan pengalaman setiap orang saat melamar pekerjaan. Orang

yang melamar pekerjaan pasti membutuhkan pekerjaan karenanya

tidak berani dan tidak dapat menentukan syarat-syarat kerja.

Apabila ada yang berani menentukan syarat-syarat kerja semisal

gaji, maka resiko tidak diterima apabila pengusaha tidak setuju

dengan penawaran dari pelamar kerja tersebut, harus ditanggung oleh

si pelamar tersebut. Dengan demikian sebenarnya tidak pernah ada

kekebebasan berkontrak dalam perjanjian kerja.

A. Peran Negara Dalam Hubungan Perburuhan

Konsekuensi dari hubungan subordinatif tersebut adalah

diperlukannya suatu faktor untuk menyeimbangkannya. Walaupun

konsep keadilan sangat abstrak, namun cukup dapat diterima

secara umum bahwa “adil” tidaklah berarti kesamaan dalam segala

tindakan melainkan proporsional tergantung pada kebutuhannya. Bila

dianalogikan dengan kebutuhan baju, maka tidak adil bila orang

Page 2: Unprotected Makalah Buruh

Opini

.com 2

gemuk dan kurus diberikan bahan baju yang sama banyaknya. Yang

gemuk tentu membutuhkan lebih

Page 3: Unprotected Makalah Buruh

.com 3

Opini

banyak bahan dibandingkan dengan seorang yang kurus. Demikian pula halnya

dengan buruh dan pengusaha, karena buruh lebih lemah secara

ekonomi yang otomatis mengakibatkan lemahnya posisi tawar dalam

bidang kehidupan lainnya, maka justru tidak adil bila terdapat

kesamaan perlindungan bagi buruh dan pengusaha. Yang lemah

haruslah dilindungi lebih. Dan tugas tersebut tentunya terletak pada

tangan Negara. Commons dan Andrews mengatakan “where the

parties are unequal (and public purpose is shown) then the state

which refuses to redress the unequality is actually denying to the

weaker party the equal protection of the laws.”[3 ]

Perlindungan terhadap yang lemah ini ternyata menjiwai UUD

1945 dalam wujud keadilan sosial yang berdasar kekeluargaan. DR.

K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat sebagai ketua BPUPKI dalam sidang

pembentukan Undang-Undang Dasar mengatakan “Saya kira, saya

boleh mengatakan bahwa semua anggota-anggota telah

memufakati dasar yang dibicarakan di dalam sidang pertama

daripada Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai, yaitu dasar kekeluargaan

atau dasar yang saya namakan dasar gotong-royong”.[ 4]

Muhammad Hatta pun yang dengan gigih meminta dimasukkannya

hak asasi manusia dalam UUD, yang dikatakan oleh anggota yang

lain berasal dari paham liberalisme, juga mengatakan “Memang kita

harus menentang individualisme dan saya sendiri boleh dikatakan

lebih dari 20 tahun berjuang untuk menentang individualisme. Kita

mendirikan negara baru di atas dasar gotong royong dan hasil

usaha bersama.”[ 5] Akibatnya paham kapitalisme dan liberalisme

ditolak. Hal ini tergambar dalam sidang kedua BPUPKI, saat

Soekarno sebagai Ketua Panitia Kecil Perancang UUD diminta oleh

ketua BPUPKI untuk menerangkan tentang UUD:

Kita semuanya mengetahui bahwa faham atau dasar falsafah

individualisme telah menjadi sumber ekonomisch liberalisme

Adam Smith dengan bukunya yang terkenal yagn sebenarnya

tidak lain tidak bukan menjalankan teori-

Page 4: Unprotected Makalah Buruh

www.pemantauperadila n.com

4

Opini

teori ekonomi di atas dasar-dasar falsafah yang individualistis. Tetapi kita

mengenal apakah hasil ekonomi individualisme, dengan

adanya persaingan merdeka. Dengan adanya ekonomisch

liberalisme, yang bersemboyan : “laissez faire, laissez

passer” dengan persaingan merdeka, timbullah kapitalisme

yang sehebat-hebatnya di negeri-negeri yang merdeka.

Timbullah itu oleh karena ekonomisch liberalisme itu sistem

yang memberi hak sepenuh-penuhnya kepada beberapa

orang manusia saja, untuk menghisap, memeras, menindas

sesama yang lain. (Hal. 255)

Kita menghendaki keadilan sosial. … . Buat apa kita membikin grondwet, apa

guna grondwet itu kalau ia tidak mengisi perut orang yang

hendak mati kelaparan. … . Maka oleh karena itu, jikalau

kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada

faham kekeluargaan, faham tolong menolong, faham gotong

royong dan keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap pikiran,

tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme daripadanya.

(Hal.

259-260)

Dengan kata lain “UUD 1945 itu sebenarnya juga menjadi

hukum dasar bagi kehidupan sosial, ekonomi dan kebudayaan di

Indonesia[ 6].” Konsekuensi dari pengaturan ekonomi dalam UUD

1945 tersebut adalah

… tidaklah rasional untuk membatasi cakupan makna

kedaulatan rakyat sebagai konsep kekuasaan tertinggi, hanya

dalam bidang politik saja. Karena, baik aspek politik

maupun aspek ekonomi, secara potensial, dapat saja

Page 5: Unprotected Makalah Buruh

.com 5

Opini

menjadi objek kekuasaan. … . Orang yang memiliki benda

milik tertentu, memiliki kekuasaan (ekonomi) atas benda itu,

seperti halnya orang yang memiliki budak, mempunyai

kekuasaan (politik) atas budak yang dimilikinya. Begitu

juga hubungan atasan-bawahan dalam pengertian

Page 6: Unprotected Makalah Buruh

www.pemantauperadila n.com

6

Opini

otoriter, meskipun derajat hubungannya lebih lunak dibandingkan antara

tuan dan budak, tetapi atasan dalam pengertian

tradisional mempunyai kekuasaan dan kewenangan tertentu

terhadap bawahannya. Karena itu, dalam hubungan dengan

gagasan kedaulatan rakyat, dapat dikatakan bahwa bidang

ekonomi maupun politik sama-sama merupakan kategori dari

objek kekuasaan yang dimiliki rakyat.[7]

Lebih lanjut, sikap Negara terhadap hubungan buruh-majikan serta tanggung

jawab yang harus diembannya dapat dilihat dari sikap pembentuk

Negara (founding fathers-mothers). Dalam rapat Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 19 Agustus 1945, panitia kecil

yang ditunjuk Ketua PPKI, Soekarno, yang tugasnya membuat

rancangan departemen-departemen, mengusulkan 13

Kementerian, salah satunya adalah Kementerian Kesejahteraan yang terbagi atas :

a. Perburuhan

b. Perawatan fakir-miskin dan anak

yatim piatu c. Zakat fitrah[ 8]

Kementerian Kesejahteraan ini kemudian diputuskan menjadi Departemen

Sosial dengan tugas “mengurus hal-hal perburuhan, fakir miskin

dan lain-lain.”[ 9] Konteks pengaturan departemen ini sangat jelas yaitu

melihat buruh sebagai pihak yang lemah dan karenanya harus

dilindungi.

B. Politik Hukum Perburuhan Indonesia, Orde Lama VS Orde Baru

Tujuan dari para pendiri Negara seperti yang tergambar dalam

pemaparan sebelumnya, dalam kehidupan bernegara selanjutnya

Page 7: Unprotected Makalah Buruh

.com 7

Opini

sayangnya tidak bertahan lama. Pada masa Orde Lama, memang UU

yang menyangkut perburuhan mengatur lebih lanjut perlindungan

yang dimaksud oleh UUD 1945. Tercatat sejumlah UU yang amat

pro buruh yaitu UU No. 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan

Berlakunya

Page 8: Unprotected Makalah Buruh

.com 8

Opini

UU No. 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No. 2 Tahun 1951 tentang berlakunya UU

No. 33 Tahun 1947 tentang Kecelakaan Kerja, UU 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan

Berlakunya UU No. 23 tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan, UU 21 Tahun

1954 tentang Perjanjian Perburuhan, UU No. 18 Tahun 1956 tentang

Persetujuan Konvensi ILO No. 98 mengenai Berlakunya Dasar-

dasar dari Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama,

UU 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan dan

UU 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan

Swasta.

NO. UNDANG-UNDANG KONSEP PERLINDUNGAN1. UU No. 1 Tahun

1951 tentang Pernyataan Berlakunya UU No. 12Tahun 1948 tentangKerja

· Larangan mempekerjakan anak· Pembatasan waktu kerja 7 jam

sehari, 40 jam seminggu· Waktu istirahat bagi buruh· Larangan mempekerjakan buruh pada hari libur· Hak cuti haid· Hak cuti melahirkan/keguguran· Sanksi pidana untuk pelanggaran ketentuan dalam

2. UU No. 2 Tahun 1951 tentang berlakunya UU No. 33 Tahun 1947 tentang Kecelakaan Kerja

· Jaminan atas kecelakaan kerja· Hak pegawai pengawas untuk menjamin

pelaksanaan jaminan kecelakaankerja

· Sanksi pidana untuk pelanggaran ketentuan dalam

UU ini3. UU 3 Tahun 1951

tentang Pernyataan Berlakunya UU No. 23 tahun 1948 tentang PengawasanPerburuhan

· Kewajiban Negara untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU dan peraturan perburuhan

· Hak pegawai pengawas memasuki dan memeriksa

tempat usaha· Kewajiban majikan untuk memberikan

keterangan lisan dan tertulis kepada pegawai pengawas

· Sanksi pidana untuk pelanggaran 4. UU 21 Tahun 1954

tentang Perjanjian Perburuhan antara

· Jaminan perjanjian perburuhan tetap berlaku walau serikat buruh kehilangan

anggotanya

Page 9: Unprotected Makalah Buruh

.com 9

Opini

Serikat Buruh danMajikan

· Jaminan perjanjian perburuhan tetap berlaku walau serikat buruh bubar

· Aturan tentang perjanjian perburuhan lebih tinggi

kedudukannya dibandingkandengan perjanjian kerja antara seorang buruh dengan majikan

· Pembatasan untuk majikan tidak boleh membuat perjanjian perburuhandengan serikat buruh lain yang lebih rendah syarat kerjanya dengan perjanjian

perburuhan yang sudah pernah dibuatnya5. UU No. 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 98 mengenai Berlakunya Dasar-dasar dari hak untuk berorganisasi dan untuk berunding bersama

Perlindungan hak berserikat

(1) larangan diskriminasi karenamenjadi anggota serikat

buruh dan melakukan aktivitas sebagaianggota serikat

buruh(2) larangan mendominasi atau melakukan kontrol

6. UU 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian PerselisihanPerburuhan

· Definisi mogok yang cukup luas :(1) tindakan kolektif menghentikan

atau memperlambat jalannya pekerjaan

(2) akibat perselisihan perburuhan(3) maksud untuk menekan majikan

atau membantugolongan buruh lainmenekan

majikan

(4) agar menerima hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan

· Pembentukan P4D/P yang terdiri dari 3 pihak secara berimbang jumlahnya :

pemerintah, wakil buruh dan wakil pengusaha

· Ketentuan putusan P4D/P bersifat mengikat dan dapat dimintakan eksekusi 7. UU 3 Tahun 1958

tentang Penempatan Tenaga Asing

· Pengaturan dan pembatasan mempekerjakan tenaga kerja asing yang berartiperlindungan terhadap jaminan pekerjaan bagi8. UU 12 Tahun

1964 tentangPemutusan

· Ketentuan pengusaha harus mengusahakan tidak terjadi PHK

Page 10: Unprotected Makalah Buruh

.com 10

Opini

Hubungan Kerja diPerusahaan Swasta

· Larangan PHK karena sakit selama tidak melebihi 12

bulan secara terus menerusdan karena menjalankan kewajiban negaradanibadah agama

· Kewajiban pengusaha merundingkan maksud PHK

kepada serikat buruh/buruh· PHK hanya dengan izin P4D/P· PHK tanpa izin batal karena hukum· Selama belum ada izin pengusaha dan

buruh harus menjalankan kewajibannya

Kondisi ini berubah sejak pemerintah Orde baru mengeluarkan sejumlah

peraturan dan kebijakannya. UU yang dikeluarkan pada awal Orde

baru berkuasa yaitu UU 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Mengenai Tenaga Kerja memang memuat jaminan hak

berserikat serta membuat perjanjian perburuhan. Tetapi apabila

dicermati, mulai terjadi pergeseran paradigma. Kata “buruh” diganti

dengan “tenaga kerja” diikuti dengan pasal-pasal yang memuat tidak

lagi hanya perlindungan dalam konteks hubungan perburuhan tetapi

juga pasal-pasal seputar hubungan industrial. Misalnya peran

pemerintah untuk mengatur penyebaran dan penggunaan tenaga

kerja dengan tekanan pada produktifitas dan pencapaian manfaat

yang sebesar-besarnya.

Peraturan dan kebijakan pemerintah tentang perburuhan

selanjutnya secara garis besar dapat dikategorikan menjadi 2 besaran,

yang menyangkut hak ekonomi dan hak politik buruh. Walaupun

pembagian ini sebetulnya bias, karena soal-soal kesejahteraan bagi

buruh tidak berarti persoalan ekonomi semata karena bila secara

politik buruh lemah/dilemahkan maka otomatis hak ekonominya akan

lemah pula, tetapi pembagian ini selain untuk memudahkan

pengelompokkan justru untuk menunjukkan hubungan tak terpisahkan

antara hak ekonomi dan hak politik buruh.

Page 11: Unprotected Makalah Buruh

I. Menyangkut Hak Politik Buruh

Secara sederhana dalam, hak politik buruh berarti peraturan-

peraturan yang menyangkut kegiatan berserikat. Seperti hak

berserikat itu sendiri, hak untuk melakukan perundingan (pembuatan

kesepakatan kerja bersama) dan hak mogok. Tercatat beberapa

Peraturan Menteri Tenaga Kerja yaitu :

NO. PERATURAN/KEBIJAKAN ISI KETENTUAN

1. Permenaker 1/MEN/1975

Pembatasan serikat buruh yang

dapat didaftar di Departemen Tenaga

Kerja, Transmigrasi dan Koperasi yaitu

gabungan serikat buruh yang

mempunyai pengurus daerah min.

di 20 daerah Tk. I dan

beranggota 15 SB2. Permenaker

1/MEN/1977· iuran serikat buruh dipungut

melalui pengusaha

· serikat buruh

wajib mempertanggungjawabkan

keuangan organisasi tingkat basis

pabrik kepada Menteri Tenaga kerja,

Transmigrasi dan Koperasi[ 10]

3. Permenaker 5/MEN/1984

Iuran buruh dipungut secara

kolektif oleh perusahaan

4. Permenaker 1/MEN/1985

· Penyeragaman pola KKB

· Syarat yang membatasi SB dapat

membuat KKB yaitu memiliiki

anggota sekurang- kurangnya 50%

dari jumlah buruh di perusahaan

5. Permenaker 5/MEN/1987

Persyaratan organisasi yang dapat didaftarkan

Page 12: Unprotected Makalah Buruh

ke Depnaker

6. Kepmenaker

15A/MEN/1994

· Pengakuan tunggal Negara hanya pada FSPSI

untuk

perundingan perselisihan perburuhan7. Permenaker

5/MEN/1998· Pendaftaran SP yang sebenarnya

merupakan bentuk

perizinan

· Penyeragaman asas organisasi

Selain itu masih ada “13 surat keputusan menteri …, 8 di antaranya bersifat

campur tangan untuk menghegemoni buruh, dan selebihnya (5) yang

secara lebih tegas membatasi, melarang dan menekan buruh.”[ 11] Dari

delapan yang bersifat campur tangan tersebut di antaranya adalah

Kepmen No. 645/Men/1985 tentang pelaksanaan Hubungan Industrial

Pancasila. HIP yang berasal dari Hubungan Perburuhan Pancasila

(HPP) hakekatnya adalah melemahkan gerakan buruh maupun

serikat buruh. Dengan “… menentang konflik, dalam praktek juga

menolak hak untuk melakukan aksi mogok karena dianggap tidak

selaras dengan prinsip kekeluargaan yang melandasi Pancasila.”[ 12]

Sedangkan ketentuan yang tegas membatasi antara lain Kepmen

4/Men/1986 yang menekan hak mogok dan kebebasan membentuk

serikat buruh, kepmen 342/Men/1986 yang menentukan aparat

keamanan (Korem, kodim, Kores) boleh ikut campur menangani

perselisihan perburuhan.[ 13]

Dengan aturan-aturan di atas, kedudukan buruh dipastikan akan

lemah. Rupanya Pemerintah Orde Baru amat paham bila kekuatan

buruh terletak pada persatuannya yang terwujud pada serikat buruh.

Secara garis besar yang dilakukan aturan-aturan menyangkut hak

politik buruh tersebut adalah secara sistematis menghambat

pembentukan serikat buruh dan membuat kebijakan hanya

memungkinkan adanya satu serikat buruh yang diakui oleh

Page 13: Unprotected Makalah Buruh

pemerintah. Kemudian

Page 14: Unprotected Makalah Buruh

satu serikat buruh, yang menjadi mudah dikontrol ini, dipreteli pula hak asasinya

yaitu hak mogoknya. Padahal “… hak mogok adalah salah satu

sarana prinsip dimana para pekerja dan serikat buruh mereka dapat

mempromosikan dan membela kepentingan ekonomi dan sosial

mereka secara sah (ILO, 1996d, ayat 473 - 475).”[ 14]

II. Menyangkut Hak Ekonomi Buruh

Hak ekonomi buruh secara sederhana diartikan sebagai

peraturan-peraturan yang menyangkut kesejahteraan secara langsung

bagi buruh. Beberapa di antaranya adalah

NO. PERATURAN/KEBIJAKAN ISI KETENTUAN

1. PP 8 Tahun 1981 tentang

Perlindungan Upah

· Perlindungan pembayaran upah

· Asas no work no pay

· Daluwarsa tuntutan yang berkaitan

dengan hubungan kerja selama 2

tahun2. Permenaker

6/Men/1985Aturan tentang pekerja harian lepas

3. Permenaker

5/MEN/1986, diganti

dengan Permenaker

Aturan mengenai

kesepakatan kerja

waktu tertentu (pekerja kontrak)

4. Permenaker

4/MEN/1986, diganti

Permenaker

3/MEN/1996 akhirnya

menjadi Kepmenaker

150/MEN/2000 tentang

Penyelesaian PHK dan

Penetapan pesangon,

Uang Jasa dan Ganti

· Ketentuan tentang mangkir bagi buruh

· Mereduksi kewajiban untuk

menjalankan hak dan kewajiban

buruh-majikan selama proses PHK

dalam UU dengan adanya skorsing

terhadap buruh

· Aturan PHK karena kesalahan berat

(tidak mendapat pesangon)

· Aturan pemberian SP (surat

peringatan) bagi buruh

Page 15: Unprotected Makalah Buruh

Ketentuan tentang besarnya pesangon

5. Permenaker

5/Men/1989 diganti

Permenaker

1/MEN/1996

Aturan tentang Upah minimum

Secara sekilas peraturan-peraturan tersebut memang berisi perlindungan

terhadap buruh. Tetapi bila ditelaah lebih dalam, berbagai peraturan

tersebut justru mengurangi hak-hak buruh. Aturan tentang pekerja

harian lepas misalnya, tidak hanya melegitimasi jenis hubungan kerja

harian lepas tetapi perlindungan yang ada dalam permenaker tersebut

yaitu ketentuan jumlah bulan dan hari dalam sebulan untuk pekerja

harian lepas (tidak boleh melebihi 3 bulan berturut-turut dan 20 hari

kerja dalam setiap bulannya) membuka peluang untuk

mengeksploitasi buruh dan membuatnya tetap pada status buruh

harian lepas. Dalam sebuah kasus yang ditangani oleh Serikat Buruh

Jabotabek Perjuangan (SBJ P), pengusaha mempekerjakan buruh

selama bertahun-tahun pada tempat dan jenis pekerjaan yang sama,

tetapi tidak pernah selama 3 bulan berturut-turut. Akibatnya buruh

tersebut tetap berstatus harian lepas yang tentu saja hak-haknya

lebih buruk dari buruh tetap. Kasus menuntut status ini, dalam

putusan P4P mengalahkan buruh dengan alasan formalitas mengacu

pada ketentuan Permenaker 6/Men/1985.

Hal serupa mengenai aturan Kesepakatan Kerja Waktu

Tertentu (KKWT) yang telah meluaskan praktek kerja kontrak.

Pelanggaran tidak hanya untuk ketentuan waktu kontrak (yang tidak

boleh melebihi 2 tahun dan perpanjangan 1 kali dengan total

keseluruhan masa kontrak tidak boleh melebihi 3 tahun) tetapi juga

untuk jenis pekerjaan yang boleh dikontrak.

Page 16: Unprotected Makalah Buruh

“Dari data lapangan dapat dilihat bahwa ternyata pemberlakuan KKWT

sudah merupakan kondisi umum dari hubungan industrial. Hal

ini bukan saja terjadi di perusahaan swasta, namum juga terjadi

pada Badan Usaha Milik Negara. … data lapangan menunjukkan

bahwa sistem kerja kontrak inipun hampir terjadi di semua jenis

pekerjaan. Dari bagian kebersihan, keamanan sampai ke bagian

pembukuan/accounting, marketing, perencanaan serta

penjualan. Dari segi jabatan pun dapat dilihat, bahwa sistem

kerja kontrak juga terjadi dari posisi yang paling rendah seperti

office boy, satpam sampai ke supervisor bahkan manager.”[ 15]

Kondisi yang sedikit berbeda pada Kepmenaker 150/Men/2000 adalah apabila

dua peraturan menteri tentang pekerja harian lepas dan kontrak

membuka peluang penyelundupan hukum, maka pengaturan tentang

pesangon ini dalam ketentuannya memang sudah melemahkan dan

mengurangi perlindungan terhadap buruh yang ada dalam undang-

undang. Selain sering dikatakan melanggar asas praduga tak bersalah

(karena pengusaha diberi hak melakukan skorsing tanpa

melalui mekanisme seperti permintaan izin PHK), aturan ini juga

mengenalkan kesalahan berat sebagai alasan PHK (dengan

konsekuensi tidak mendapat pesangon) tanpa penyebutan mekanisme

pembuktian yang jelas. Akibatnya, P4D/P merasa diberi kewenangan

untuk memutus hal-hal yang sebetulnya merupakan lingkup tindak

pidana yang seharusnya hanya menjadi kewenangan peradilan.

Hal serupa pada aturan tentang upah minimum yang pada

kenyataannya justru menjadi ‘aturan upah maksimum.’ Selain

mendasarkan pada kebutuhan fisik minimum/KFM padahal lebih layak

dengan kebutuhan hidup minimum/KHM (ditambah lagi pada

prakteknya sering tidak sesuai dengan perhitungan KFM),

ketidakjelasan aturan ini menyebabkan buruh dengan masa kerja

Page 17: Unprotected Makalah Buruh

bertahun-tahun juga mendapat upah sebesar upah minimum, sama

dengan buruh yang baru masuk bekerja. Tidak heran masalah “upah

sundulan” kerap menjadi sumber perselisihan

Page 18: Unprotected Makalah Buruh

antara buruh dengan pengusaha. Belum lagi masalah tidak pernah

diperhitungkannya kebutuhan buruh perempuan yang karena organ

reproduksinya membutuhkan lebih banyak kebutuhan serta. Begitu

pula dengan kebutuhan buruh yang telah berkeluarga yang tidak

masuk dalam perhitungan upah minimum.

Dari paparan di atas, walau undang-undang perburuhan banyak

memberikan perlindungan, dalam praktek perlindungan tersebut

hilang akibat aturan-aturan di bawahnya

“… kelonggaran yang diberikan kepada buruh oleh undang-

undang justru dijegal oleh peraturan-peraturan pelaksanaan di

bawahnya. … . Selain itu banyaknya peraturan di bawah

undang-undang yang bertentangan dengan undang-undang di

atasnya yang dihasilkan pada masa ini juga menunjukkan usaha

pemerintah yang semakin intensif untuk memanfaatkan ‘lubang-

lubang’ kelemahan undang-undang perburuhan, karena

pemerintah merasa berkepentingan untuk mempercepat

pertumbuhan ekonomi, … .”[ 16]

Pelemahan serikat buruh ternyata membuat buruh harus kehilangan

kesejahteraannya. Selain tidak mampu mempengaruhi kebijakan-

kebijakan Negara (misal yang menyangkut kesejahteraan), buruh juga

tidak mampu memaksa pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan

aturan yang ada (misal ketentuan tentang pengawasan perburuhan

yang seharusnya dilakukan pemerintah terhadap pelanggaran UU

perburuhan).

C. Keadaan Saat ini

Sejak berlakunya UU No. 25 Tahun 1997 tentang

Page 19: Unprotected Makalah Buruh

Ketenagakerjaan, yang dimaksud sebagai pengganti serta kompilasi

seluruh aturan perburuhan, gagal untuk diberlakukan dan harus

ditunda setelah gelombang demonstrasi besar-besaran penolakannya.

Pemerintah merubah strategi dengan “ menawarkan turunan dari UU

Page 20: Unprotected Makalah Buruh

tersebut ke dalam paket 3 RUU Perburuhan, … UU 21/2000 tentang Serikat

Pekerja/Serikat Buruh, RUU Perlindungan Pembinaan Ketenagakerjaan (PPK) dan

RUU PPHI … .” [1 7]

Bila kebijakan perburuhan Orde Baru yang membatasi buruh berideologi

pembangunanisme[1 8], maka dengan UU 25 Tahun 1997 dan tiga

undang-undang turunannya tersebut, kebijakan ini dilanggengkan

dengan tambahan motivasi dari tekanan lembaga keuangan

internasional untuk kepentingan pasar. Sebagai prasyarat untuk

mencairkan dana talangan yang disediakan IMF itu, pemerintah

Indonesia memiliki kewajiban untuk melaksanakan sejumlah agenda

ekonomi neoliberal melalui penandatangan Letter of Intent (LOI).[ 19 ]

Agenda ekonomi neoliberal ini memiliki prasyarat untuk

keberlakuannya. Arahnya adalah peran aktif pemerintah diganti

dengan peran yang minimalis serta non intervensionis.[ 20] Hal ini tentu

berlaku untuk semua bidang kehidupan, perburuhan tidak luput

daripadanya. Kebijakan tersebut tentu perlu infrastruktur dan undang-

undang alat yang paling tepat untuk melegitimasinya. Karenanya

tidak heran bila filosofi dasar tiga undang- undang perburuhan

tersebut memiliki kesamaan yaitu mengurangi bahkan melepaskan

peran Negara dalam hubungan buruh-majikan. Dengan asumsi

liberalisasi pasar maka intervensi pemerintah dalam bentuk

perlindungan terhadap buruh akan menjadi hambatan. Karenanya

nasib buruh diserahkan pada mekanisme pasar atau dengan kata lain

buruh yang bisa dianalogikan sebagai semut harus bertarung dengan

gajah dengan senjata yang harus sama.

Nuansa kental kepentingan agenda neoliberal pada

pembentukan UU perburuhan ini secara gamblang diungkapkan oleh

Ketua Komite Pemulihan Ekonomi Nasional (KPEN) Sofyan Wanandi

saat mengomentari RUU Ketenagakerjaan “Kesepakatan yang telah

diparaf bersama tersebut hendaknya tidak diubah sepihak oleh

Page 21: Unprotected Makalah Buruh

Menakertrans secara mendadak. Apalagi kesepakatan tripartit telah

mengadopsi kepentingan pasar global, karena masalah

ketenagakerjaan

Page 22: Unprotected Makalah Buruh

menjadi pertimbangan investasi, baik pengusaha nasional maupun asing.”[2 1] Lihat

pula komentar Menteri Kehakiman dan HAM, Yusril Ihza Mahendra

pada sidang judicial review UU Ketenagakerjaan 11 Desember 2003

saat menjawab argumentasi pemohon bila pembuatan undang-

undang tersebut bukan dilatari kepentingan rakyat melainkan

kepentingan IMF: “dalam Letter of Intent disepakati tanggal

tanggal berapa saja undang-undang apa harus sudah disepakati. Hal

ini karena pemerintah meminjam uang atau berhutang.”[ 22]

UU 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Secara formalitas undang-undang ini memang mengakui serta

menjamin kebebasan buruh untuk berserikat. Tetapi jaminan

tersebut direduksi oleh pasal- pasal berikutnya. Pencatatan yang

seharusnya berfungsi administratif pada prakteknya menjadi legalisasi

sah tidaknya suatu serikat buruh. Hal ini karena pencantuman hak-hak

serikat buruh selalu diembel-embeli dengan “serikat buruh yang telah

mencatatkan serta mempunyai nomor bukti berhak … .” Hal ini jelas

merupakan pembatasan bagi serikat buruh yang tidak mencatatkan

diri. Lebih buruk lagi dalam praktek, nomor bukti pencatatan ini selalu

ditanyakan baik oleh pihak Departemen Tenaga Kerja maupun

lembaga penyelesaian perslisihan perburuhan (P4D/P). Sehingga

stigma serikat buruh illegal sebelum adanya UU 21 tahun 2000 ini

belum bisa lepas dari serikat buruh yang memilih untuk tidak

mencatatkan diri. Dalam hal ini kebebasan berserikat yang dijamin

oleh UUD jelas telah dilanggar.

Kesan undang-undang ini hanyalah lip service Negara diperkuat dengan tidak

dapat diimplementasikannya aturan-aturan perlindungan terhadap

kebebasan berserikat. Walaupun memuat ancaman hukuman penjara

selama 1 – 5 tahun dan/atau denda sebesar 100 – 500 juta, pada

kenyataannya tidak ada satupun pelaku pelanggaran berserikat yang

Page 23: Unprotected Makalah Buruh

dikenai hukuman bahkan tidak ada satupun kasus pelanggaran

berserikat yang sampai ke meja hijau untuk diadili. Kasus-kasus

di bawah ini hanya bersumber dari kasus-kasus yang masuk ke LBH

Jakarta, sehingga

Page 24: Unprotected Makalah Buruh

bisa dipastikan ada lebih banyak kasus pelanggaran berserikat yang dilaporkan dan

tidak ditindaklanjuti.

NO NAMA KASUS TEMPAT PELAPORAN

WAKTU PELAPORAN

STATUS PELAPORAN

KETERANGAN

1. Serikat Pekerja Mandiri

PHK massal terhadap799 orangdan gugatanperdata terhadap 7 orang pengurus SB

Polda Metro Jaya

Januari 2001 Tidak

ada tindak lanjut penanganan kasus. Alasan tidak jelas.

Telahada

rekomendasi ILO bulan Juni 2002 yang menyatakan bahwa

terjadi pelanggaran Konvensi ILO No.2. Serika

t Pekerja Bank Panin

PHKberuntundan

massalterhadap pengurusdan aktivis

Polda Metro jaya

Awal 2001 Tidak

ada tindak lanjut penanganan kasus. Alasan tidak jelas.

Setelahada

pengaduan, justru terjadi kriminalisasi terhadap Ketua Umum

SPBP, Imam

Sutrisno dan3. Serikat

Buruh Nusantara

PHKberuntundan skorsingmenuju PHK terhadap belasan pengurusdan aktivisSB, termasukkriminalisasi ketua SBN,

Polres Tangerang

Desember2001

Tidak

ada tindak lanjut penanganan kasus. Alasan tidak

ada juklak teknis penanganan kasussemacam ini.

Polisi sempat bertanya tentang tindak pidana yang dilaporkan dan mengaku tahu serta tidak memiliki UU 21Tahun 2000.Akhirnya 1 kopiUU 21 Tahun2000 ditinggalkanuntuk

Page 25: Unprotected Makalah Buruh

Advokasi, Sujito

4. SPTP PT. Koinus Jaya Garment

Skorsing menuju PHKterhadap 9orang pengurus SB yang memimpin aksi menuntut pelaksanaan UMP

2002, pemberian cuti haid dan

Penyidik Pegawai negeri

Sipil (PPNS) Kandepnakertrans Tangerang

Desember2001

Tidak

ada tindak lanjut penanganan kasus. Alasan tidak jelas.

Pihak

pengusaha akhirnya mencabutskorsing terhadap9 orang pengurus SB tersebut setelah ada pelaporan ke Kandepnakertrans Tangerang.

5. SP PT. Setia Kawan Menara Motor

Skorsing menuju PHK terhadapketua SB Ahmad

Polres Cilegon Pertengahan2001

Tidak

ada tindak lanjut penanganan kasus. Alasan tidak jelas.

Pengusaha berkeras mengajukan PHK terhadap

Ahmad Syahbana

6. PUK SPSI FARKES RSPondokIndah

Skorsing menuju PHK terhadapAktivis SB, Muchsin Rasjid dan Ketua SB, Edi Waluyo

Polda metro jaya

Mei 2002 Tidak

ada tindak lanjut penanganan kasus. Alasan tidak jelas.

Justru terjadi kriminalisasi terhadap Edi Waluyo

dengan alasanmenganiayaatasan. Setelah diputus bersalah di PN Jakarta Selatan saat ini sedang menunggu

*) Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2002 LBH Jakarta

Page 26: Unprotected Makalah Buruh

UU Ketenagakerjaan

Setelah bertahun-tahun melewati proses pembahasan serta

beberapa kali mengalami pengunduran pengesahan akibat penolakan

buruh, akhirnya undang- undang ini disahkan dalam rapat paripurna

DPR tanggal 25 Februari 2003. Melengkapi substansi undang-undang

ini yang bermasalah, proses pembahasan bahkan pengesahan serta

pengundangannya juga bermasalah.

Setelah beberapa kali penolakan besar-besaran oleh buruh

terhadap rencana pengesahan RUU Ketenagakerjaan (saat itu masih

bernama RUU PPK) antara lain akhir Juli 2002 dan 23 September

2002[2 3], untuk melegitimasi bila undang-undang ini disetujui oleh

buruh, maka DPR melibatkan serikat buruh secara intensif dan

akhirnya membentuk tim kecil yang terdiri dari beberapa orang

anggota serikat buruh. Tugasnya adalah membahas substansi undang-

undang. Persetujuan mereka yang tergabung dalam tim kecil terhadap

RUU Ketenagakerjaan ini kemudian dilegitimasi sebagai persetujuan

seluruh buruh. Selain masalah pendanaan tim kecil yang tidak jelas

asal usulnya, pembentukan tim kecil yang manipulatif, tidak

partisipatif serta transparan, menyebabkan keanggotaan orang-orang

dalam tim kecil ini akhirnya ditolak serikat buruh di mana mereka

menjadi anggota. Bahkan serikat buruh mereka ikut menjadi pemohon

dalam judicial review UU Ketenagakerjaan.

Pasca pengundangan, yang terjadi secara otomatis karena 30 hari telah lewat

dari disahkannya tanpa penandatanganan presiden, terungkap bila

terjadi perubahan dari naskah yang disahkan DPR dengan naskah

yang diundangkan oleh sekretariat Negara. Tercatat ada 4 pasal yang

mengalami perubahan yaitu pasal 159, pasal 170, pasal 171, dan

pasal 172. Pasal 159 diubah dari 4 ayat menjadi 1 ayat saja.

Sedangkan pasal lainnya mengalami perubahan redaksional.

“Misalkan, pasal 172 RUU Ketenagak e rj a an versi DPR antara lain

menyebutkan bahwa pekerja/buruh yang mengalami sakit

berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak

Page 27: Unprotected Makalah Buruh

dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan

dapat mengajukan PHK dan diberikan uang pesangon dua kali

ketentuan Pasal 159 ayat (2).”[ 24 ] Naskah

Page 28: Unprotected Makalah Buruh

ini salah karena ketentuan pesangon dalam UU Ketenagakerjaan tidak diatur dalam

pasal 159 ayat (2) melainkan dalam pasal 156 ayat (2). “Kesalahan

tersebut kemudian dikoreksi, sehingga pasal 172 tidak lagi mengacu

kepada pasal 159 melainkan pada pasal 156 UU No.13/2003.”[2 5]

Diluar masalah prosedural, substansi pasal-pasal undang-

undang ini sangat jelas menggambarkan upaya sistematis untuk

melepaskan tanggung jawab Negara akan kewajiban melindungi

buruh. Hal ini dilakukan antara lain dengan mengurangi atau

menghilangkan perlindungan yang telah ada dalam undang-

undang sebelumnya. DIbawah ini akan dibandingkan beberapa

aturan yang ada dalam UU

13/2003 dengan aturan yang lama untuk menggambarkan hal tersebut

No. Masalah Ketentuan UU 13/2003 Ketentuan Peraturan Lama1. Hubungan

Kerjaa. Definisi buruh terdiri dari

2 unsur : bekerja dan menerima upah/imbalan dalam bentuk lain (ps. 1 ayat 3)

b. Membedakan

pemberikerja (pasal 4) dan pengusaha (pasal 5)

c. Outsorcing/subkontrak

diperbolehkan (pasal 64)

d. Perjanjiankerja untuk waktu tertentu didasarkanatas jangka waktu atau selesainya pekerjaan tertentu

a. Definisi buruh terdiri dari 3 unsur : bekerja, pada majikan dan menerima upah (UU22/1957)

Tidak adapembedaan,

pembedaan iniberkaitan dengan

aturan outsorcing Tidakada aturan

eksplisit tentangoutsorcing/subkontrak akibatnya outsorcing illegal

d. Hal ini tidak ada.Penambahan ini malah membingungkan karena tidak konsisten dengan pasal berikutnya ang membatasi perjanjian kerja waktu tertentu hanya untuk pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya

Page 29: Unprotected Makalah Buruh

2. Mogok a. Definisi mogok dibatasi sebagai akibat gagalnya perundingan (pasal 137)

b. Harus dilakukan sah, tertib dan damai (pasal137)

c. Pembakuan isi pemberitahuan mogok : waktu dimulai dan diakhiri, tempat mogok, alasan mogok tanda tangan ketua dan sekretaris SB sebagai PJ (pasal 140 ayat 2)

d. Mogok tidak sesuai prosedur = mogok tidak sah

e. Mogok yang tidak sesuai prosedur :

(1) Perusahaan dapat mengambil tindakan sementara : melarang buruh yang mogok berada di lokasi kegiatan proses produksi atau di lokasi perusahaan

(2) Akibat hukum diaturdalam

KeputusanMenteri

a. Definisi mogok lebih luas : sebagai akibat perselisihan perburuhan, bisa untuk menekan majikan lain, agar majikan menerima hubungan kerja, syarat-syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan (UU 22 Tahun 1957)

b. Tidak ada ketentuan sah, tertib dan damai

c. Pemberitahuan hanya harus

memasukkan telah dilakukan perundingan tentang pokok perselisihan atau permintaan berunding ditolak oleh pihak lain atau telah 2X dalam waktu 2 minggu gagal mengajak berunding pihak lain.

d. Tidak ada ketentuan eksplisit mogok tidak sesuai prosedur = mogok tidak sah

e. Mogok yang tidak sesuai prosedur diancam hukuman kurungan max. 3 bulan atau denda Rp. 10.000

3. Lock Out a. Definisi lock out dibatasi hanya sebagai akibat gagalnya perundingan (Pasal 146 ayat 1)

b. Pembakuan isi pemberitahuan lock out:waktu dimulai dan

a. Definisi lock out lebih luas : sebagai akibat perselisihan perburuhan, dapat untuk membantu majikan lain, agar buruh menerima hubungan kerja, syarat kerja dan/atau keadaan perburuhan (UU 22

Page 30: Unprotected Makalah Buruh

diakhiri, alasan lock out, tanda

tangan pengusaha/pimpinan perusahaan (pasal

140 ayat 2)

c. Tidak ada akibat hukum

bagi lock out yang tidak sesuai prosedur (berbeda dengan mogok yang dilakukan buruh)

d. Lock out boleh tidak

sesuai prosedur :(1) buruh mogok

tidak sesuai prosedur

(2) buruh

melanggar ketentuan normatif

Pasal 149 ayat (6) a dan

1957)

b. Pemberitahuan hanya harus memasukkan telahdilakukan perundingan tentang pokok perselisihan atau permintaan berunding ditolak oleh pihak lain atau telah 2X dalam waktu 2 minggu gagal mengajak berunding pihak lain.

c. Lock out tidaksesuai

prosedur diancam hukuman kurungan max. 3 bulan atau denda Rp. 10.000

(Hukuman ini samadengan

pelanggaran prosedur mogok)d. Tidak ada

ketentuan diskriminatif 4. PHK a. Keharusan

menjalankan hak dan kewajiban selama izin PHK dari lembaga penyelesaian perselisihan belum ada, disimpangi dengan ketentuan skorsing (pasal 155 ayat 2 dan 3).

Aturan skorsing inimelegitimasi ‘kesesatan’aturan skorsing sebelum UU13 Tahun 2003.b. PHK boleh tanpa izin

bila buruh melakukan kesalahan berat (pasal 158 jo. pasal 171)

c. Kesalahan berat

a. Selama izin PHK dari lembaga penyelesaian perselisihan belum ada, buruh dan pengusaha harus menjalankan hak dan kewajibannya tanpa kecuali (UU 12 Tahun 1964 pasal 11).

Skorsing pada aturan lalu ada pada keputusan menteri tenaga kerja yang sebetulnya aturan yang tidak sesuai dengan aturan yang ada di atasnya karena UU tidak membolehkanya.b. Ketentuan ini tidak ada

(alasan kesalahan berat bagi PHK buruh tetap harus melalui proses izin)

c. Ketentuan ini tidak ada.

Page 31: Unprotected Makalah Buruh

atau

(2) pengakuanburuh yang

bersangkutanatau

(3) laporankejadian

yang dibuatpihak

berwenang di perusahaan dan didukung min.2 saksi

Pasal 158 ayat (2)Aturan ini pelanggaran dariasas praduga tak bersalah yang ada dalam UUD 1945 dan UU 14/1970

UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Bagian terakhir dari tiga paket UU perburuhan yang merupakan

turunan dari UU 25 Tahun 1997 adalah UU penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Undang-undang ini dapat

disebut sebagai hukum acara dari aturan materil yang ada dalam 2

undang-undang sebelumnya.

Perubahan besar yang akan terjadi dengan diberlakukannya UU

PPHI adalah menghilangkan corak perselisihan perburuhan yang

istimewa berbeda dari perselisihan lainnya. Sesuai hakekat hubungan

perburuhan yaitu tidak seimbangnya posisi buruh-majikan,

perselisihan perburuhan selama ini dibuat bersifat kolektif (tidak

individual) dan semi peradilan yaitu tidak sepenuhnya berada di

bawah kekuasaan yudikatif tapi mempunyai kekuatan hukum tetap

(yang karenanya dapat dimintakan eksekusi ke pengadilan negeri).

Demi keperluan cepat, tepat, adil dan murah, perselisihan

Page 32: Unprotected Makalah Buruh

perburuhan yang selama ini diselesaikan di Panitia Penyelesaian

Perselisihan Perburuhan Daerah/Pusat (P4D/P) akan di bawa ke

pengadilan negeri. Alasan yang jelas menimbulkan pertanyaan karena

sistem perselisihan selama ini tidak membutuhkan biaya apapun bagi

buruh. Lain persoalan bila biaya yang dimaksud dalam sistem

perselisihan perburuhan selama ini adalah biaya-biaya siluman

seperti suap kepada

Page 33: Unprotected Makalah Buruh

petugas. Demikian pula dengan keluhan lamanya perselisihan perburuhan saat ini

yang sebetulnya bukan disebabkan oleh UU 22/1957 tentang

Penyelesaian Perselisihan Perburuhan tapi karena UU 5/1986 tentang

PTUN memasukkan dalam penjelasannya P4P sebagai banding

administrasi karenanya putusannya dapat dijadikan obyek gugatan.

Karenanya UU PPHI tidak menjawab masalah yang ada dan hanya

akan menimbulkan masalah baru. Bagaimana dengan mafia

peradilan yang belum juga tuntas hingga saat ini. Demikian pula

dengan tumpukan perkara di Mahkamah Agung yang masih menjadi

keluhan para Hakim Agung hingga saat ini. Optimisme berlebihan

akan sistem baru ini benar-benar mengabaikan realitas saat ini, lihat

misalnya peradilan kepailitan yang tidak mampu memenuhi ketentuan

limitasi waktu dalam prosesnya. Lagi-lagi pemerintah mengulangi

kesalahannya dengan tidak menyelesaikan akar masalah tapi

melarikan pada persoalan lain. Atau memang menghilangkan korupsi

menjadi sesuatu yang dihindari oleh pemerintah?

Diluar masalah tersebut, UU PPHI mempunyai agenda

tersembunyi melemahkan gerakan serikat buruh. Lihat saja lingkup

kewenangannya yang salah satunya adalah perselisihan antar serikat

pekerja/serikat buruh. Modus operandi membentuk serikat buruh

tandingan yang seringkali dilakukan pengusaha untuk membendung

gerakan serikat buruh mensejahterakan anggotanya, diberikan tajinya

dengan masuknya perselisihan antar serikat buruh dalam salah satu

kewenangan pengadilan hubungan industrial. Serikat buruh akan

kelelahan serta habis energinya untuk berselisih satu sama lain.

Akibatnya, tujuan semula mengurus kesejahteraan anggota akan

tersisihkan.

Dari paparan kondisi terkini, dapat dilihat bila dulu pelemahan

dan penindasan buruh dilakukan melalui peraturan di bawah undang-

undang, “yang memberikan indikasi bahwa rezim eksekutif

semakin leluasa dan tidak terkontrol”[2 6], maka saat ini pelemahan

dan penindasan tersebut justru dilakukan melalui undang-undang

Page 34: Unprotected Makalah Buruh

yang berarti terjadi peningkatan serta perluasan instrumen negara

yang melakukan pelemahan serta penindasan tersebut, karena

undang-

Page 35: Unprotected Makalah Buruh

undang adalah produk legislatif dan eksekutif. Dalam situasi seperti ini harapan

mungkin hanya dapat digantungkan pada mahakamah

konstitusi atau rakyat diharuskan menentukan sejarahnya sendiri.

hal. 8.

[1]Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan. (Jakarta: Djambatan, 2003),

[2]Hukum dan Perkembangan Sosial Buku Teks Sosiologi Hukum Buku III,

Editor A.A.G. Peters dan Koesriani Siswosoebroto. (Jakarta, 1990, Sinar Harapan),

hal. 69.

[3]Soepomo, Op. Cit hal. 12

[4]Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (Jakarta: Sekretariat Negara Republik

Indonesia 1995), hal.255[5]ibid, hal. 259-260

[6]Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Politik dan Konstitusi Ekonomi

dalam Studi Hukum Tata Negara (Jakarta: Kapita Selekta Teori

Hukum Kumpulan Tulisan Tersebar, 2000), hal. 148.[7]Ibid., hal. 160.

[8]Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI), (Jakarta: Sekretariat Negara Republik

Indonesia 1995), hal. 478.[9]Ibid., hal. 511.

[10]Billah, Strategi Pengendalian Negara Atas Buruh: Studi

Awal Masalah Perburuhan di Indonesia Pasca 1965 dari Perspektif

Althusserian dan Gramscian, (Tesis Bidang Studi Sosiologi Program

Page 36: Unprotected Makalah Buruh

Pasca Sarjana, 1995), hal. 88.[ 11]Billah, Op. Cit., hal. 119

Page 37: Unprotected Makalah Buruh

[12]Vedi R. Hadiz, Buruh dalam Penataan Politik Awal Orde Baru (Prisma: 7

Juli 1996), hal. 7.

[13]Billah, Op. Cit., hal. 120

[14]Bernard Gernigon, Alberto Odero dan Horacio Guido, Prinsip-

Prinsip ILO tentang Hak Mogok. Kantor Perburuhan Internasional

(Jakarta: Kantor Perburuhan International, 2002), hal. 11.[15]Adi Haryadi dan Timboel Siregar, Penelitian Pekerja Kontrak

di 5 Kota Besar di Indonesia : Quo Vadis Pekerja Kontrak. Kerja sama

AIRC (ASPEK Indonesia Research Centre) dan ACILs (American Centre

for International Labor Solidarity).[16]Billah, Op. Cit., hal. 189.

[17]Release Komite Anti Penindasan Buruh (KAPB). KAPB

beranggotakan puluhan serikat buruh (dari tingkat federasi hingga

tingkat perusahaan) dan LSM perburuhan dengan sekretariat di LBH

Jakarta.[18]Lihat Billah dan Vedi R. Hadiz

[19]Revrisond Baswir, Makalah Bahaya Globalisasi Neoliberal

Bagi Negara- negara Miskin. Hal. 6.

[20]Stiglitz, Washington Consensus Arah Menuju Jurang Kemiskinan (INFID :

2002), hal. 33.

[21]Kompas Cyber Media : 22 Februari 2003.

[22]Kutipan bebas penulis dari pernyataan Menteri Kehakiman

dan HAM pada sidang judicial review UU Ketenagakerjaan di

Mahkamah Konstitusi, 11 Desember

2003.

[23]Kompas Cyber Media

[24]Hukumonline : 24 April 2003

[25]Ibid[26]Billah, Op. Cit., hal. 177