-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar
2.1.1 Belajar
Secara umum, belajar adalah merupakan suatu aktivitas yang
menimbulkan perubahan yang relative permanen akibat dari
upaya-upaya yang
dilakukannya. Belajar merupakan hal yang sangat mendasar bagi
manusia dan
merupakan proses yang tidak henti-hentinya. Belajar merupakan
proses yang
berkesinambungan yang mengubah pelajar dalam berbagai cara.
Belajar menurut Skinner (dalam Trianto, 2010) adalah suatu
perilaku pada
saat orang belajar, maka responnya akan menurun. Belajar menurut
Gagne (dalam
Suprijono, 2009) adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang
dicapai
seseorang melalui aktivitas. Setelah belajar orang memiliki
keterampilan,
pengetahuan, sikap dan nilai. Belajar menurut pandangan Piaget
(dalam Lie,
2004) adalah pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu
melakukan dan
mengalami perubahan tersebut. Dengan adanya interaksi dengan
lingkungan maka
interaksi semakin berkembang (Mudjiono, 2002)
Menurut Rosdiana (dalam Suprijono, 2009) secara psikologis
belajar
merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku
sebagai hasil
dari interaksi lingkungannya dalam memahami kebutuhan hidupnya.
Perubahan
tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Belajar
adalah suatau
perubahan yang relative permanen dalam suatu kecenderungan
tingkah laku
sebagai hasil dari praktek atau latihan. Belajar adalah proses
yang aktif suatu
fungsi dari keseluruhan lingkungan di sekitarnya. Belajar adalah
perubahan
tingkah laku (Sudjana, 2001)
2.1.2 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima
pengalaman belajarnya. Dengan demikian kegiatan dan usaha untuk
mencapai
perubahan tingkah laku yang merupakan proses belajar, sedangkan
perubahan
tingkah laku disebut hasil belajar.
-
Umumnya hasil belajar dibedakan menjadi :
a. Hasil belajar tinggi
b. Hasil belajar sedang
c. Hasil belajar rendah
Hasil belajar mengajar adalah suatu proses tentang suatu bahan
pengajaran
dinyatakan berhasil apabila Tujuan Intruksional Khusus (TIK)nya
dapat tercapai.
Yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar
dianggap berhasil
adalah hal-hal sebagai berikut:
a. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai
prestasi
tinggi, baik secara individu maupun kelompok.
b. Perilaku yang digariskan dalam Tujuan Instruksional Khusus
(TIK) telah
tercapai oleh siswa, baik individu maupun kelompok.
Namun demikian, indicator yang banyak dipakai sebagai tolak
ukur
keberhasilan adalah daya serap (Djamarah dan Zain, 2002).
2.1.3 Ciri Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari cirri-ciri
tertentu yang
menurut Edi Suardi (dalam Djamarah dan Zain, 2002) sebagai
berikut:
1. Belajar mengajar memiliki tujuan, yaitu untuk membentuk anak
didik
dalam suatu perkembangan tertentu.
2. Ada suatu proses yang direncanakan, didesain untuk mencapai
tujuan yang
telah ditetapkan.
3. Kegiatan belajar-mengajar ditandai dengan suatu penggarapan
materi yang
khusus.
4. Ditandai dengan aktivitas anak didik.
5. Dalam kegiatan belajar-mengajar guru berperan sebagai
pembimbing.
6. Dalam kegiatan belajar mengajar membutuhkan disiplin.
7. Ada batas waktu.
8. Evaluasi.
-
2.2 Teori Belajar Konstruktivisme
Tugas guru utama adalah membantu siswa belajar. Faktor yang
sangat
mempengaruhi pelaksanaan tugas tersebut adalah teori belajar
yang diyakini atau
dianutnya. Pilihan-pilihan mendominasi strategi pembelajarannya
merupakan
cermin dari keyakinan tersebut. Dengan kata lain skenario
pembelajaran yang
sering dipilihnya merupakan gambaran dari konseptualisasinya
tentang proses
belajar mengajar.
Teori konstruktivisme adalah salah satu teori belajar yang
tergolong dalam
psikologi kognitif. Menurut teori ini seseorang harus membangun
sendiri
pengetahuannya secara aktif dan tingkah lakunya selalu
berdasarkan kognisi yang
dimilikinya. Disisi lain, psikologi Humanistik menyakini bahwa
perasaan individu
sama pentingnya dengan pikiran dan tingkah lakunya.
Brooks (1990) dan Leinhardt (1992) (Nur, 1998) menyatakan
bahwa
essensi dari Teori Konstrtivisme adalah siswa harus secara
individual menemukan
dan mentransfer informasi-informasi kompleks apabila mereka
harus menjadikan
informasi itu miliknya sendiri. Belajar menurut teori ini adalah
membangun
pengetahuan dari kegiatan, refleksi, dan interprestasi serta
pemahaman oleh
seseorang sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Menurut teori ini, mengajar pada dasarnya adalah menata
lingkungan
siswa agar dapat melakukan kegiatan belajar dengan
sebaik-baiknya. Menurut
teori ini fungsi pengajar hanyalah sebagai fasilitator.
Berdasarkan uraian di atas
dapat di simpulkan bahwa strategi konstruktivisme sering disebut
sebagai
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Peran guru adalah sebagai
fasillisator
yang membantu para siswa menentukan fakta, konsep, atau
prinsip-prinsip dan
bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan
kelas (Nur,
1998; Suparno, 1997).
Menurut Principle of Constructivist Learning (dalam Srini) ada 6
fase
Daur Belajar yaitu : (1) Fase identifikasi TPK dari kurikulum
dan guru, (2) Fase
mengakses pengetahuan terdahulu yang dimiliki siswa, tujuannya
untuk
mengetahui apa saja yang sudah diketahui para siswa, (3) Fase
eksplorasi,
tujuannya untuk mengecek apakah pengetahuan yang dimiliki oleh
siswa sudah
-
benar atau belum (4) Fase menjelaskan, dalam fase ini guru
memberi kesempatan
agar para siswa menghubungkan pemahaman baru dengan pemahaman
terdahulu
(5) Fase elaborasi, dalam fase ini guru memberikan kesempatan
pada siswa
menerapkan pemahaman baru pada konteks yang berbeda (6) Fase
evaluasi
adalah fase untuk menilai perubahan-perubahan dalam situasi
baru.
Salah satu ciri guru konvensional adalah fungsinya sebagai
pemberi ilmu
dan penceramah. Dalam pembelajaran yang berorientasi pada
Teori
Konstruktivisme fungsinya bergeser jadi fasilitator. Sehingga
sebagai rambu-
rambu dalam pelajaran kimia adalah :
a. Lingkungan belajar hendaknya memberi peluang untuk eksplorasi
dan
penemuan.
b. Minat siswa hendaknya mendapat perhatian dan menjadi
pendorong
pembelajaran.
Di dalam penerapan pembelajaran yang berorientasi pada Teori
Konstruktivisme guru banyak bertanya dan memberi kesempatan
kepada siswa
untuk menunjukkan perbendaharaan pengetahuan yang mereka
miliki.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru hendaknya
sesedikit mungkin
menuntut para siswa untuk menghafal.
Perbedaan antara pembelajaran di atas dengan pembelajaran biasa
adalah
guru lebih banyak bertanya daripada memberi tahu. Misalnya pada
waktu
melakukan percobaan guru tidak memberi instruksi tetapi memberi
pertanyaan
tentang apa-apa yang akan mereka lakukan, dan apa alasan mereka
melakukan
kegiatan tersebut. Disamping itu guru dapat mengobservasi apakah
siswa bekerja
sendiri dan bagaimana sikap siswa dalam kelompoknya.
2.3. Model Mengajar Menginduksi Perubahan Konsep (M3PK)
Dalam perspektif konstruktivisme yang merupakan paradigma
dasar
Model Mengajar untuk Melakukan Perubahan Konsep, ada tiga
gagasan dasar
yang sangat relevan dengan pola pandangan konstruktivisme yang
dikutip dalam
tulisan Hewson, yaitu :
-
1. Seseorang harus menggunakan pengetahuan-pengetahuan yang
mereka
miliki jika mereka akan memahami informasi baru.
2. Seseorang harus berusaha memeberi makna pada pengalaman
yang
mereka temui baik di kelas maupun di luar kelas.
3. Individu yang berbeda mengkonstruksi konsep-konsep alternatif
yang
berbeda walaupun dibangun dari informasi yang sama. (Tarigan,
1998)
Teori belajar konstruktivisem adalah salah satu teori belajar
yang beraliran
kognitif. Ahli psikologi kognitif tidak sepenuhnya dapat
menerima bahwa
perilaku manusia hanya dipengaruhi oleh stimulus respon
reinforcement. Ahli
pskologi kognitif berpendapat bahwa perilaku manusia dapat
diubah melalui
belajar dengan mengutamakan kognisi.
Belajar harus ada pemahaman atau kesadaran akan apa yang di
pelajarinya. Adanya pemahaman akan hubungan-hubungan antar
bagian atau
komponen-komponen objek yang dipelajari dan keseluruhan obyek
yang di
pelajari. Dalam belajar yang diutamakan adalah kesadaran atau
insight.
Ausubel mengemukakan teori belajar bermakna dan mengemukakan
pengajaran ekspositori. Behaviorist menekankan agar anak
menemukan sendiri,
guru hanya sebagai pembimbing dan mendesain pelajaran agar anak
menemukan
melalui penalaran kognitif.
Belajar kimia biasa menghafalkan rumus-rumus, tetapi bisa juga
bermakna
jika di pahami apa makna dari masing-masing komponen dalam rumus
kimia dan
bagaimana cara memperoleh rumus itu. Di dalam belajar inilah
murid dapat
mengetahui bagaimana strategi guru mengajarkannya sehingga ia
dapat belajar.
M3PK adalah merupakan salah satu model pembelajaran
menginduksi
perubahan konsep, dimana di dalam model ini perubahan konsep
ditekankan pada
3 aspek utama, yaitu : Intelligibillity yang artinya konsep itu
memiliki arti atau
makna dalam diri siswa. Aspek yang ke dua adalah Plausibility
yang artinya siswa
yakin bahwa konsep yang diterimanya benar. Sedangkan aspek yang
ketiga yaitu
Fruitfullness yang artinya konsep itu memberikan buah bagi
dirinya. Dengan
kata lain konsep tersebut bisa diterapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
-
2.3.1 Keunggulan Model Mengajar Menginduksi Perubahan Konsep
Model mengajar menginduksi perubahan konsep mempunyai
keunggulan-
keunggulan, antara lain:
1. Siswa dapat dengan mudah membangun pemahamannya sendiri
dari
materi yang diajarkan.
2. Proses belajar mengajar lebih mudah dan menyenangkan.
3. Dengan menerapkan model mengajar menginduksi perubahan
konsep,
tugas guru akan menjadi lebih mudah dan terarah.
4. Hasil pembelajaran siswa lebih bermakna dan maksimal.
Dalam model pembelajaran model mengajar menginduksi
perubahan
konsep, pendekatan guru adalah dengan pola pendekatan 25% - 50%
- 25%,
artinya:
- 25% (Siswa dalam kategori A : penguasaan konsep istimewa
dengan baik)
- 50% (Siswa dalam kategori B : penguasaan konsep rata-rata)
- 25% (Siswa dalam kategori C : penguasaan konsep
kurang/lambat)
Selanjutnya siswa yang masuk dalam kategori A akan dipisahkan
dengan
siswa kategori C, dengan pola 1:1 atau 1:2. Artinya 1 siswa
kategori A dipadukan
dengan 1 atau2 siswa kategori C, dimana siswa kategori A harus
mengajari siswa
kategori C dalam pokok bahasan yang sudah dipelajari, dalam hal
yang belum
dipahaminya. Dalam penerapan model pembelajaran model
mengajar
menginduksi perubahan konsep, seorang guru mencatat nama-nama
siswa yang
termasuk kategori isrimewa (siswa yang memiliki kemampuan
berpikir yang
tinggi dalam pokok bahasan yang diajarkan), dimasukkan dalam
kategori A, dan
siswa yang memiliki kemampuan berpikir rendah: kategori C,
kategori B adalah
siswa yang termasuk dalam kategori rata-rata kelas.
-
2.3.2 Urutan Operasional dalam Model Mengajar Menginduksi
Perubahan Konsep
Langkah-langkah dalam operasional penerapan model mengajar
menginduksi perubahan konsep adalah:
1. Strategi Awal
Membentuk konsep awal siswa (Ks) dengan cara menyuruh siswa
membaca dan meringkas atau membuat peta konsep sambil
mengingat
konsep-konsep yang penting pada pokok bahasan yang
diajarkan.
2. Melakukan Identifikasi
Guru mengidentifikasi konsep siswa. Identifikasi konsep awal
siswa ini dilakukan dengan cara member pertanyaan-pertanyaan
kepada
siswa sehingga guru dapat mengetahui apakah konsep siswa benar
atau
salah. Ini dilakukan sebelum proses belajar mengajar
berlangsung.
3. Melakukan Perubahan Konsep
Setelah mendengar jawaban-jawaban dari siswa, apakah jawaban
siswa salah (belum tersturktur), maka dilakukan perubahan konsep
pada
tiga aspek, yaitu: apakah konsep itu memiliki arti/makna dalam
diri siswa
(intelligible), apakah siswa yakin bahwa konsep yang diterimanya
benar
(plausibility), apakah konsep itu member buah bagi diri
siswa
(fruitfulness).
4. Evaluasi Penguasaan Konsep Siswa
Pada tahap ini, evaluasi dilakukan dengan memberikan
pertanyaan
lisan kepada siswa kemudian dilakukan pembelajaran tes akhir
berupa
ujian tertulis. Dalam M3PK, guru perlu mencatat nama-nama siswa
yang
termasuk kategori istimewa atau baik yaitu siswa yang
memiliki
kemampuan berpikir intuitif tinggi dalam pokok bahasan yang
diajarkan
sebagai kategori A dan siswa yang memiliki kemampuan berpikir
intuitif
sedang sebagai kategori B sedangkan siswa yang memiliki
kemampuan
berpikir intuitif rendah atau lambat sebagai kategori C.
-
Kriteria untuk mencatat nama siswa adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan dalam memberikan argumentasi atas pertanyaan
guru
secara lisan.
2. Kepiawaian dalam menjawab tes
3. Kriteria lain yang ditentukan guru.
Jadi, dalam M3PK tetap dilaksanakan pengajaran remedial
(remedial
teaching) dan pengajaran pengayaan (enrichment teaching) tanpa
batas, tetapi
dilakukan oleh siswa kategori A sehingga sasaran akhirnya
diharapkan terjadinya
loncatan kelas jika di dalam semua mata pelajaran dan mampu
menyelesaikan
pokok bahasan dengan baik dan sempurna sebelum waktunya.
2.4. Anak Sebagai Arsitek Belajarnya
Dalam mempelajari IPA (apakah itu fisika, kimia atau biologi)
masih
merupakan masalah, bahkan untuk negara maju seperti Amerika
Serikat. Mereka
senantiasa melakukan berbagai penelitian untuk mencari strategi
yang baik,
sehingga pengajaran IPA dapat berlangsung secara efisien dan
efektif. (Tarigan,
1998). Analisis lebih lanjut, timbul asumsi yang beranggapan
bahwa anak yang
belajar (learner) sebenarnya merupakan perancang/arsitek dari
pengetahuannya
sendiri. Mereka memiliki hak untuk memilih bahan-bahan yang
mereka
perlukan dalam melakukan pembangunan tersebut. Dengan perkataan
lain, mereka
hanya menyerap materi yang berguna bagi diri mereka sendiri.
Jadi, penekanan
belajar sebenarnya tidak lagi bisa dipandang sebagai penjejalan
dengan
menekankan otoritas eksternal, tapi lebih bersifat negosiasi
dengan berlandaskan
kepentingan pribadi siswa. Pandangan yang lebih ekstrim lagi
mengatakan bahwa
anak (yang belajar) memiliki peranan yang sangat penting dalam
mempengaruhi
kognisi dan perilaku belajarnya. Mereka berhak memberikan
prioritas perhatian
dalam menyeleksi urutan kegiatan yang diperlakukan terhadap
mereka.
Menurut Tarigan (1998:13), salah satu kekeliruan yang cukup
dramatis
dari pandangan Piaget dan Inhelder (1958), yang banyak menjiwai
konsep proses
belajar dan mengajar IPA hingga saat ini ialah, anggapan mereka
bahwa sebelum
anak berusia 13-15 tahun, seorang anak tidak akan mampu
mengajukan alternatif
-
jawaban sementara tentang masalah yang timbul, karena the logic
of
confirmation is not available to them. dengan demikian, mereka
menganggap
perkembangan mental anak sebagai sesuatu yang bersifat statis,
sehingga mereka
menyimpulkan bahwa argumentasi seorang anak tidak perlu
dipertimbangkan.
Dengan kata lain, seorang siswa dianggap harus menerima saja
tanpa diberi
kesempatan berfikir relativistik serta meragukan konsep yang
mereka terima.
Konsep Piaget dan Inhelder merupakan bentuk lain dari konsep
tabula rasa (blank-
minded). Gagasan dan pandangan pribadi anak diabaikan dalam
proses belajar
mengajar.
Driver, berdasarkan penelitian yang dilakukannya menyimpulkan :
the
child, even when very young, has idea about thins, and this
ideas play a role in the
learning experience. What children are capable of learning
depends, at least in
part on what they have ini their heads, as well as on the
learning context ini which
they find themselves. (Tarigan, 1998). Berbagai penelitian yang
dilakukan
beberapa pakar pendidikan dalam beberapa dasawarsa terakhir ini
menunjukkan
bahwa anak-anak sudah memiliki keyakinan-keyakinan tentang
bagaimana suatu
fenomena/peristiwa terjadi dan pandangan mereka tentang
peristiwa tersebut, serta
prediksi mereka tentang hal-hal yang mungkin terjadi dari
peristiwa tersebut.
Bertolak dari studi yang dilakukannya, M.C. Wittrock (Tarigan,
1998)
menarik kesimpulan bahwa seorang anak cenderung membangun
persepsi dan
makna (meanings) yang sifatnya konsisten dengan apa yang telah
di pelajarinya.
Sehingga belajar dapat dilantisipasi dan dimengerti dalam arti
bagaimana pelajar
di bawah ke dalam situasi belajar, bagaimana mereka
menghubungkan rangsangan
kedalam ingatannya dan apa yang dapat mereka bentuk dari
pengalaman-
pengalaman sebelumnya. berbagai penelitian dalam proses
interaksi megajar dan
belajar dalam kelas membuktikan bahwa gagasan yang sudah ada
dalam struktur
kognitif anak merupakan faktor penting yang sangat penting yang
sangat berperan
memahami pelajaran dan konsep-konsep IPA yang diajarkan di
sekolah. Gagasan
yang sudah ada disimpan dalam struktur kognisi siswa sebagai
skemata-skemata
penafsiran.
-
Skemata-skemata konseptual anak ini sangat mempengaruhi pola
pandang
dan pola pikir anak tentang lingkungannya. Skemata yang terdapat
dalam struktur
kognisi siswa juga sangat mempengaruhi pemhaman mereka tentang
konsep dan
gagasan IPA yang dibaca atau diterimanya. Keterhubungan dan
keterkaitan antara
gagasan yang sudah terdapat dalam struktur kognitifnya anak
dengan konsep yang
akan diamsukkan melalui proses interaksi mengajar dan belajar
akan terlihat pada
hasil belajarnya.
2.5. Belajar Sebagai Perubahan Konsep
Secara teoretis dan praktis tujuan pendidikan, melalui interaksi
proses
belajar mengajar adalah, bagaimana kita menjadi tahu apa yang
belum kita
ketahui. Karena itu, tujuan utama dalam proses belajar mengajar
adalah
memasukkan informasi ilmiah/materi/bahan ajar kedalam struktur
kognitif siswa,
dan tugas para peneliti adalah mencari cara-cara yang lebih baik
dalam melakukan
hal itu (Tarigan, 1998).
Sebelum proses mengajar dan belajar berlangsung, dalam diri anak
sudah
terdapat konsep tentang suatu hal. Konsep ini mungkin sudah
benar, tapi bisa juga
merupakan konsep yang terdapat dalam struktur kognitif anak
merupakan konsep
yang diikuti dengan rekonseptualisasi. Sebaiknya jika konsep
yang sudah ada itu
sudah benar maka tidak perlu melakukan perubahan konsep, namun
terhadap
konsep yang sudah ada tersebut cukup dilakukan
rekonseplualisasi. Artinya pola-
pola yang kurang tepat/belum ilmiah dibetulkan kembali, sehingga
pada akhirnya
anak memiliki konsep yang sudah benar dan ilmiah.
Rekonseptualisasi hanya
mungkin terjadi jika seorang guru mengetahui konsep yang
diketahui seorang
anak tentang permasalahan tersebut, dan melakukan perubahan
konsep
berdasarkan pra-konsep yang sudah ada pada anak.
Dengan demikian terlihat bahwa ada empat aspek yang ditekankan
dalam
melakukan perubahan konsep, yaitu :
1. Melalui perubahan konsep seorang anak mampu memecahkan
masalah
yang dihadapinya.
2. Dia mengerti dan menerima konsep IPA secara ilmiah.
-
3. Memiliki pengertian yang jelas tentang scientific
content:.
4. Mampu membangun suatu penjelasan ilmiah tentang fenomena
yang
dihadapinya.
Aspek di atas, merupakan sasaran pengajaran IPA agar IPA make
sense
dalam diri anak. Induksi untuk melakukan perubahan konsep adalah
suatu strategi
pengajaran dalam pendidikan IPA, yang diyakini secara
internasional sebagai
suatu strategi yang handal dan terbukti efektif.
Dalam konteks Ilmu Pengetahuan Alam, tujuan pengajaran dapat
dipandang sebagai suatu proses dan upaya guru untuk membantu
siswa agar
mengerti, memahami gejalan, fenomena serta permasalahan dalam
alam dan
mampu memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. Artinya dalam
diri siswa
terjadi perubahan konsep. Dimaksud dengan perubahan konsep ini
adalah
terjadinya perubahan konsep. Dimaksud dengan perubahan konsep
ini adalah
terjadinya perubahan dari pengetahuan alam yang dimiliki siswa
sebelum proses
belajar mengajar (dari konsep yang bersifat naif dan tidak
ilmiah) berubah
menjadi konsep yang bersifat ilmiah.
Benar dan Ilmiah Dikembangkan
Pengetahuan awal siswa
Keliru
Kerangka pikir
Alternative
Perubahan Konsep
Benar dan Ilmiah
Gambar 2.1 Konsep siswa dan perubahan konsep
-
siswa
Berdasarkan kajian, analisis dan studi literatur yang dilakukan,
setidaknya
ada empat alternatif yang mungkin terjadi dalam proses mengajar
dan belajar IPA,
yaitu :
1. +
Siswa Guru Siswa
2. +
Siswa Guru
3. +
Siswa Guru Siswa
Alternatif pertama didasari oleh perspektif filosofi Piaget dan
Inhelder
(1998), yang memandang anak sebagai kertas putih. PBM
berlangsung searah
karena guru tidak mempertimbangkan pengetahuan awal anak. Konsep
IPA yang
diterima anak adalah konsep IPA berdasarkan pandangan guru.
Pandangan kedua, guru menyadari adanya pengetahuan awal siswa.
Tapi
kemingkinan guru belum mampu mengidentifikasi pengetahuan awal
tersebut
secara benar; atau mungkin juga belum mengetahui cara
mendayagunakan dan
mengembangkan pengetahuan awal tersebut, sehingga konsep IPA
yang diterima
siswa tetap saja konsep IPA berdasarkan pandangan guru.
Pada pandangan ketiga, guru menyadari adanya pengetahuan awal
siswa,
dan menyadari esensinya dalam PBM IPA. Tapi identifikasi
pengetahuan awal
mungkin belum tuntas sehingga belum terjadi perubahan konsep
secara tuntas dan
bermakna. Akibatnya setelah PBM IPA berlangsung, terjadi
dualisme konsep
dalam struktur kognitif siswa. Mereka tidak tahu konsep mana
yang benar.
Sehingga, timbul semacam kebimbangan dan pertentangan kognitif
dalam diri
siswa akibat dualisme konsep tersebut.
Bertolak dari ketiga pandangan tersebut, maka diamjukan
pandangan
keempat untuk melakukan perubahan konsep. Pandangan ini dapat
digambarkan
sebagai berikut :
4. +
K
g
K
s
K
g
K
g
K
g
K
g
Kg/
Ks
Ks Kg Kg Kg
-
Pada pandangan keempat ini, guru menyadari adanya pengetahuan
awal
siswa, dan mampu melakukan identifikasi secara cermat dan benar,
sehingga guru
mengetahui apakah pengetahuan awal siswa tersebut sudah benar
atau masih
terdapat kekeliruan konsep. Dalam PBM IPA di atas, guru
mempertimbangkan
pengetahuan awal siswa dan mengajar bertolak dari pengetahuan
awal siswa
tersebut. Setelah PBM berlangsung terlihat bahwa pengetahuan
akhir siswa
merupakan hasil pengembangan dari pengetahuan awal siswa
tersebut.
Hewson menulis : Guru-guru IPA seyogianya mengetahui apa
konsep-
konsep siswa mereka tentang topik yang akan diajarkan, dan
mengidentifikasi
apakah pengetahuan mereka bersifat ilmiah atau tidak, dapat di
terima secara
ilmiah atau tidak. Para guru diharapkan mengetahui alasan yang
digunakan
siswanya untuk mendukung konsepsi mereka. Mereka juga harus
mengetahui tipik
yang mana dirasakan siswanya agak sukar dan mengapa mereka
merasa sukar.
(Tarigan, 1999). Oleh sebab itu, pengetahuan guru tentang
pengetahuan awal
siswa demikian penting dan mempengaruhi hasil proses belajar
mengajar secara
keseluruhan.
2.6. Kondisi Untuk Melangsungkan Perubahan Konsep
Ada tiga kondisi atau syarat untuk melakukan perubahan konsep
dalam
kelas, yaitu :
1. Apakah konsep itu memiliki arti/makna (intelligble) untuk
anak yang
mempelajarinya? Artinya, anak tersebut memahami apa yang
disampaikan
kepadanya dan dapat mengerti maksud dari pernyataan atau konsep
yang
diberikan kepadanya. Kriteria untuk menentukan apakah suatu
konsep
intelligible atau tidak dapat di kemukakan dalam bentuk
pertanyaan
sebagai berikut : apakah anak tahu apa maksud dari konsep
tersebut ?
2. Apakah anak merasa yakin bahwa konsep yang diterimanya itu
benar
(plausible)? Jika anak merasa bahwa konsep itu memiliki
arti/makna
(intelligible), apakah dia percaya bahwa konsep itu benar ?
Apakah konsep
itu konsisten dengan konsep lain yang pernah diterimanya. Apakah
konsep
-
itu memberikan rasa puas atau memberikan makna tertentu (make
sense)
dalam diri anak ?
3. Apakah konsep itu memberikan buah (fruitfull) dalam diri anak
? Kriteria
untuk menentukan apakah suatu konsep fruitfull atau tidak
dikemukakan
dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : Jika anak merasa bahwa
konsep
itu memiliki arti/makna (intelligible), dan dia juga percaya
bahwa konsep
itu benar, apakah anak merasa yakin bahwa konsep itu bernilai
baginya ?
Apakah degnan mempelajari konsep itu, dia merasa lebih mampu
memahami/mempelajari gagasan, ide atau konsep lain? (Tarigan,
1998).
Peter W. Hewson dan Richard Throley mengatakan : ketiga kondisi
diatas
menentukan status konsep itu dalam diri siswa. Dengan perkataan
lain, apakah
status konsep turun atau naik tergantung dari apakah terpenuhi
ketiga kondisi
atau tidak. Misalnya, tanpa keyakinan akan kebenaran
(intelligibility) makna suatu
konsep tidak mempunyai status dalam diri siswa, maka statusnya
rendah. Jika
status suatu konsep sekali, maka siswa mungkin merasa bahwa
konsep itu
mungkin kurang masuk akal atau bahkan kurang bermanfaat bagi
siswa. (Tarigan,
2000).
Berdasarkan hal di atas gagasan atau pra-konsep siswa sangat
penting
dipertimbangkan, dan bahwa dalam melakukan perubahan konsep,
konsep yang
diterima siswa harus bermakna, masuk akal dan bermanfaat. Kedua
aspek ini
mempengaruhi hasil belajar secara keseluruhan.
2.7. Konsep Baru dan Kemungkinan Yang Terjadi
Banyak konsep yang memiliki arti dalam diri seseorang, karena
konsep itu
intelligible dan plausible, namun kemudian ternyata hanya
merupakan
pengetahuan statis yang tidak menghasilkan buah.
Menurut Peter W. Hewson dan Richard Thorley (dalam Tarigan,
1998),
pada saat seorang anak belajar dan memperoleh konsep baru, maka
terdapat
beberapa kemungkinan yang terjadi, yaitu :
-
1. Konsep tersebut ditolak (rejected) dan tidak memperoleh
tempat dalam
struktur kognitif. Konsep ini akan segera dilupakan.
2. Konsep tersebut disimpan dalam konteks hanya bersifat hafalan
mati.
Konsep ini hanya bertahan sekejap untuk kemudian dilupakan sama
sekali.
3. Konsep itu dapat berpadu langsung dengan konsep yang sudah
ada
sebelumnya, jika anak merasakan bahwa konsep itu memiliki
arti/makna
(intelligible) dan dia menyakini kebenarannya (plausible) dan
juga konsep
itu berbuah (fruitfull) dalam arti dapat diterapkan dalam
situasi praktis.
Proses berpaduan antara konsep lama dengan konsep baru ini
yang
melahirkan suatu konsep baru yang lebih kaya.
4. Jika konsep yang akan masuk tidak dapat berpadu secara
langsung dengan
konsep yang sudah ada sebelumnya, karena adanya kontradiksi
dengan
konsep yang relevan yang sudah ada sebelumnya, dan anak tidak
dapat
menyakini kebenarannya sehingga konsep yang sudah ada
menghalangi
konsep yang akan masuk. Maka status dari konsep yang
menghalangi
harus direndahkan terlebih dahulu, sehingga konsep yang akan
masuk
memiliki status yang lebih tinggi. Istilah ini disebut dengan
tertukaran
konsep atau perubahan konsep.
Dari kedua proses tersebut, penangkapan konsep lebih mudah
terjadi
dibandingkan dengan pertukaran konsep. Dengan demikian terlihat
bahwa makna
belajar sendiri hanyalah suatu proses perubahan konsep.
Selama perubahan konsep terjadi, seorang guru seyogianya
mengamati,
apakah dalam kondisi diatas, perubahan konsep sudah berlangsung
atau belum.
Kondisi inilah yang paling penting dipegang oleh seorang guru,
dalam melakukan
pengajaran yang bertujuan melakukan perubahan konsep. Jika
status konsep sudah
jelas bagi guru, maka perubahan konsep akan mudah diikuti dan
diamati.
Dengan demikian terlihat bahwa perubahan konsep akan terjadi
jika :
1. Anak merasa tidak puas dengan konsep yang sudah
dimilikinya.
2. Konsep baru yang akan masuk bersifat intelligible.
3. Konsep baru yang akan masuk bersifat plausible.
4. Konsep baru yang akan masuk bersifat fruitfull.
-
2.8. Perubahan Konsep Dalam Pengajaran IPA
Konsep adalah buah pikiran seseorang atau sekelompok orang
yang
dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan
meliputi
prinsip, hokum dan teori. Setiap orang sudah memiliki
konsep-konsep atau ide-ide
tentang hal-hal yang ditemuinya.
Menurut Moore (dalam Suparno, 2005), mengajar adalah sebuah
tindakan
dari seseorang yang mencoba untuk membantu orang lain mencapai
kemajuan
dalam berbagai aspek seoptimal mungkin sesuai dengan potensinya.
Hunter
(dalam Suparno, 2005) mengemukakan bahwa mengajar adalah sebuah
proses
membuat dan melaksanakan sebuah keputusan sebelum,selama dan
sesudah
proses pengajaran, yakni keputusan yang jika diambil seorang
guru akan
mengakibatkan kemungkinan siswa untuk belajar.
Konstruktivisme adalah aliran yang mengembangkan pandangan
tentang
belajar yang menekankan pada empat komponen, antara lain:
1. Siswa membangun pemahamannya sendiri dari hasil mereka
belajar bukan
karena disampaikan pada mereka.
2. Pelajaran baru sangat tergantung pada pelajaran
sebelumnya.
3. Belajar dapat ditingkatkan dengan interaksi sosial.
4. Penguasaan-penguasaan dalam belajar dapat meningkatkan
kebenaran proses
belajar-mengajar.
Model mengajar menginduksi perubahan konsep berlandaskan
dari
pemikiran konstruktivisme. Dimana bahwa pengetahuan dibangun
dalam diri
siswa sendiri. Sehingga akan memberikan peluang kepada siswa
terlibat aktif
meningkatkan sasaran belajar, saling mengisi dalam pemecahan
masalah.
Tugas guru yang utama adalah menganalisis pengetahuan awal
siswa.
Apabila pengetahuan awal yang dimiliki siswa bersifat naf atau
tidak ilmiah
maka tugas guru adalah melakukan perubahan konsep menuju konsep
yang
ilmiah.
-
Orientasi
Pemerolehan ide-ide
Dibandingkan
Dengan ide sebelumnya
Penerapan ide-ide
Kajian ulang terhadap ide-ide
Gambar 2.2 Struktur Pengajaran Melakukan Perubahan Konsep
Langkah-langkah pada gambar di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Urutan pertama ialah tahap orientasi. Pada tahap orientasi,
dilakukan
serangkaian pembicaraan dengan siswa, sehingga suasana yang
tadinya kaku
menjadi hangat dan akrab. Dari tahap orientasi, dilanjutkan
dengan tahap
identifikasi konsep siswa. Tahap ini dimulai dengan identifikasi
pemerolehan ide-
ide siswa. Pada tahap ini dianalisis konsep siswa, sehingga
dapat diidentifikasi
apakah konsep yang dimiliki siswa sudah benar, atau belum. Jadi,
tahap ini
merupakan tahap awal analisis terhadap konsep yang sudah
dimiliki siswa
sebelumnya. Dalam hal ini guru berperan sebagai pendengar,
sementara siswa
memberi penjelasan. Jika penjelasan siswa belum terstruktur,
maka sambil
mendengarkan guru memberi pernyataan-pernyataan tertentu,
sehingga siswa
mampu menstrukturisasikan idenya. Dengan pernyataan-pernyataan
siswa tersebut
maka guru mampu membawa siswa ke dalam situasi yang
bertentangan, yang
tidak bisa dijelaskan dengan konsep siswa tersebut. Setelah
menyadari kelemahan
penjelasan, maka guru mulai dengan konstruksi ide-ide baru.
Restrukturisasi ide-ide
Klerifikasi dan pertukaran
Menyingkapkan situasi konflik
Konstruksi ide-ide baru
Evaluasi
-
Pada tahap evaluasi, guru melakukan evaluasi lisan/tulisan
untuk
mengetahui apakah konsep baru tersebut sudah dikuasai oleh
siswa. Selanjutnya
siswa dihadapkan dengan situasi yang harus dipecahkannya dengan
ide baru yang
sudah diperolehnya. Artinya siswa dibawa kepada penerapan
praktis. Selanjutnya
guru melakukan kajian ulang terhadap ide-ide baru tersebut, yang
dibandingkan
dengan ide siswa sebelumnya, sehingga bisa melihat kebenaran ide
baru tersebut,
sekaligus melihat kelemahan dan kekurangan dari ide yang
dimilikinya
sebelumnya.
2.9. Materi Bahasan Senyawa Hidrokarbon
2.9.1 Kekhasan Atom Karbon
Sesuai dengan namanya , senyawa karbon merupakan senyawa
yang
mengandung unsur karbon. Jenis dan jumlah senyawa karbon banyak
sekali,
diperkirakan mencapai enam juta termasuk yang belum ditemukan
strukturnya.
Banyaknya jenis dan jumlah senyawa karbon tidak terlepas dari
sifat khas atom
karbon itu sendiri, antara lain:
1. Atom karbon mempunyai nomor atom 6, dengan empat elektron
valensi,
keempat elektron valensi itu dapat membentuk pasangan elektron
bersama
dengan atom lain membentuk ikatan kovalen. Keempat electron
valensi ini
dapat digambarkan sebagai tangan ikatan.
C
2. Atom karbon dengan keempat tangan ikatan itu dapat membentuk
rantai atom
karbon dengan bebagai bentuk dan kemungkinan, menyebabkan
terjadinya
banyak variasi senyawa yang biasa dibentuk oleh atom karbon.
Beberapa
kemungkinan rantai karbon yang dibentuk dapat dikelompokkan
sebagai
berikut:
-
a. Berdasarkan Jumlah Ikatan.
1) Ikatan tunggal, yaitu ikatan antara atom- atom karbon dengan
satu tangan
ikatan (sepasang elektron ikatan)
C C C C C
2) Ikatan rangkap dua, yaitu ikatan antara atom- atom karbon
dengan
dua tangan ikatan (dua pasang elektron ikatan)
C C C = C C
3) Ikatan rangkap tiga (ganda tiga), yaitu ikatan antara atom-
atom karbon
dengan tiga tangan ikatan (tiga pasang elektron ikatan)
C C C C C
b. Berdasarkan bentuk rantainya.
1) Rantai terbuka (alifatis), rantai yang antara ujung- ujung
atom karbonnya
tidak saling berhubungan. Pada jenis ini ada rantai bercabang
dan ada yang
tidak bercabang.
C C C C C rantai tidak bercabang
C C C C C rantai terbuka bercabang
-
2) Rantai tertutup (siklis), pada rantai ini terdapat pertemuan
antara ujung-
ujung rantai karbonnya. Ada dua jenis yaitu siklis dan
aromatis.
C C
C C
3) Kedudukan atom karbon dalam rantai karbon.
Kedudukan aton hydrogen dalam suatu senyawa hidrokarbon
ditentukan
oleh kedudukan atom karbon yang mengikat. Kedudukan atom
karbon
dibedakan menjadi empat macam:
a. Atom karbon primer, yaitu atom karbon yang hanya terikat oleh
satu
atom karbon yang lain.
b. Atom karbon sekunder, yaitu atom karbon yang terikat oleh dua
atom
karbon yang lain.
c. Atom karbon tersier, yaitu atom karbon yang terikat oleh tiga
atom
karbon yang lain.
d. Atom karbon kuartener, yaitu atom karbon yang terikat oleh
empat
atom karbon yang lain.
Perhatikan rantai karbon berikut ini,
C1
C2 C3 C4 C5 C6
C7 C8
Atom karbon 1,2,6,7 dan 8 merupakan atom karbon primer,
sedangkan
atom karbon 4 merupakan atom karbon sekunder, atom karbon 5
merupakan
atom karbon tersier dan atom karbon 3 merupakan atom karbon
kuartener.
-
H
2.9.2 Hidrokarbon
Kelompok senyawa karbon yang paling sederhana adalah
hidrokarbon,
yaitu senyawa karbon yang tersusun dari atom karbon dan
hydrogen. Hidrokarbon
yang paling sederhana adalah metana, yang terdiri dari satu atom
karbon dan
empat hydrogen (CH4). Metana merupakan molekul yang mempunyai
stuktur
ruang tetrahedron dengan atom karbon sebagai pusat pada keempat
sudut terdapat
atom karbon.
Berdasarkan ikatan yang terdapat pada rantai karbonnya,
hidrokarbon
dibedakan menjadi:
1. Hidrokarbon jenuh, yaitu hidrokarbon yang pada rantai
karbonnya semua
berikatan tunggal. Hidokarbon ini disebut juga sebagai
alkana.
2. Hidrokarbon tak jenuh, yaitu hidrokarbon yang pada rantai
karbonnya
terdapat ikatan rangkap dua dan tiga. Hidrokarbon yang
mengandung
ikatan rangkap dua dan tiga disebut juga alkena, dan hidrokarbon
yang
mengandung ikatan rangkap tiga disebut alkuna.
2.9.2.1. Alkana
Senyawa alkana merupakan senyawa hidrokarbon jenuh (ikatan antar
atom
C hanya berupa ikatan tunggal). Senyawa alkana bersifat senyawa
kurang reaktif
dibandingkan Alkena dan Alkuna. Oleh karena itu , senyawa alkana
dikenal juga
dengan nama paraffin. Parafin berasal dari latin, Parum Afinis
yang berarti daya
gabung kecil.
a. Rumus Umum Alkana
1. Metana :
H
H C H
H
2. Etana :
H H
C C H
H H
-
3. Propana :
Tabel 1. Rumus Molekul dan Rumus Stuktur Senyawa Alkana
Nama
Senyawa
Rumus
Molekul
Rumus Struktur
Metana CH4 CH4
Etana C2H6 CH3 CH3
Propana C3H8 CH3 CH2 CH3
Butana C4H10 CH3 CH2 CH2 CH3
Pentana C5H12 CH3 - CH2 - CH2 - CH2 - CH3
Heksana C6H14 CH3 - CH2 - CH2 - CH2 - CH2 - CH3
Heptana C7H16 CH3 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH3
Oktana C8H18 CH3 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH3
Nonana C9H20 CH3 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2- CH2 CH3
Dekana C10H22 CH3 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 CH2 - CH2 CH3
Perhatikan bahwa setiap penambahan satu atom C berarti
penambahan satu
gugus CH2. Urutan suatu golongan senyawa hidrokarbon berdasarkan
perbedaan
jumlah gugus CH2 yang teratur disebut : Deret Homolog.
Jika atom karbon yang diikat berjumlah n (Cn), jumlah atom H
dapat ditentukan
berdasarkan deret hitung.
Rumus matematika untuk suku ke n adalah Un = a+(n-1)b
Un = Suku ke n untuk atom H
a = U1 = Suku pertama untuk atom H, yaitu 4 (pada CH4)
b = beda jumlah atom H
= U2-U1 (dari C2H6)= 6-4=2
H H H
H C C C H
H H H
-
CH3 CH CH CH3
Berdasarkan rumus tersebut :
Un = 4+(n-1)2
= 4+2n-2
Jadi jumlah atom H adalah (2n+2) sehingga senyawa alkana
memiliki rumus
umun :
Tata Nama Alkana
Cara memberi nama alkana berdasarkan aturan IUPAC adalah
sebagai
berikut:
- Tentukan rantai karbon terpanjang (rantai utama)
Rantai C yang lurus belum tentu merupakan rantai utama.
Perhatikan
contoh berikut ini:
CH3-CH2-CH2-CH2-CH3
CH3 - CH - CH3
CH2 CH3
Kedua struktur tersebut menyatakan suatu rantai C terpanjang
atau
rantai utama dengan cara penyusunan yang berbeda. Perhatikan
lagi contoh
berikut!
CH3 CH3
Pada struktur tersebut yang diberi tanda merupakan rantai C
terpanjang
atau rantai utama.
- Tentukan Cabang- cabang Alkil
Gugus alkil adalah alkana yang kehilangan satu atom H -nya
sehingga
memiliki rumus umum:
CnH2n+2
CnH2n+1
-
CH3 CH CH CH - CH3
Gugus alkil terikat pada rantai utama. Nama suatu gugus
alkil
disesuaikan dengan nama asalnya, tetapi akhiran ana diganti il (
alkana menjadi
alkil).
Tabel 2. Beberapa contoh gugus Alkil
Alkana Nama Gugus Alkil Nama
CH4 Metana CH4 Metil
C2H6 Etana C2H6 Etil
C3H8 Propana C3H7 Propil
C4H10 Butana C4H10 Butil
C6H14 Heksana C6H14 Heksil
C7H16 Heptana C7H16 Heptil
C8H18 Oktana C8H18 Oktil
C10H22 Dekana C10H22 Dekil
Perhatikan cabang alkil yang dilingkari pada struktur berikut
ini!
CH3 C2H5 CH3
Metil Etil Metil
Penomoran dimulai dari atom C yang terletak paling dekat ke atom
C yang
mengikat gugus cabang , contoh :
1 2 3 4 5
CH3 - CH - CH - CH2 - CH3 (Penomoran atom C dimulai dari
kiri)
CH3 CH3
- Jika terdapat Jika terdapat lebih dari satu rantai cabang yang
sama, rantai
cabang tersebut diberi awalan sebagai berikut:
2 = di ; 3 = tri ; 4 = tetra; 5 = penta; 6 = heksa; 7 = hepta; 8
= okta; 9
=nona; 10 = deka, dan seterusnya.
- Penulisan urutan gugus alkil berdasarkan huruf abjad
-
b. Isomer Alkana
Dalam senyawa karbon, satu rumus molekul bias mempuyai
banyak
struktur molekul dengan sifat- sifat berbeda.
Contoh: Rumus molekul C4H10
CH3 CH2 - CH2 - CH3 CH3 - CH - CH3
CH3
c. Cara Pembuatan Alkana
Hidrogenasi katalis alkana dan alkuna :
Pt atau Pd
R2C = CR2 + H2 R2HC CHR2
Contoh:
Pt
CH3CH = CH2 + H2 CH3CH2CH3
Pt atau Pd
R2C CR + 2H2 RH2C CH2R
Contoh:
Pt atau Pd
CH3C = CCH3 + 2H2 CH3CH2 CH2 CH3
d. Reaksi- Reaksi Alkana
1. Pembakaran (Oksidasi)
Bunga api
CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O
Metana Karbon dioksida
2. Halogenasi (reaksi substitusi)
cahaya
CH4 + Cl2 CH3Cl + HCl
Metana Klorometana
-
2.9.2.2. Alkena
Senyawa alkena memiliki ikatan rangkap dua pada struktur rangkap
dua
merupakan senyawa hidrokarbon tak jenuh.
a. Rumus Umum Alkena
Perhatikan nama dan rumus molekul senyawa alkena yang dimulai
dari
dua atom C pada table berikut:
Tabel 3. Nama dan Rumus Molekul beberapa Alkena
Jumlah atom C (n) Rumus Molekul Nama Alkena
2 C2H4 Etena
3 C3H6 Propena
4 C4H8 Butena
5 C5H10 Pentena
Dari table diatas diketahui rumus umum senyawa alkena
adalah:
b. Struktur Molekul Alkena
Perhatikan ikatan kovalen pada senyawa alkena berikut ini:
H H
H C = C H disingkat CH2 = CH2
c. Tata Nama Alkena
1. Rantai karbon terpanjang harus melalui ikatan rangkap dua
diberi
nama sesuai dengan jumlah atom C terpanjang dan diberi
akhiran
ena.
2. Penomoran untuk atom C nomor satu dilakukan dengan cara
menempatkan ikatan rangkap pada nomor terkecil.
3. Aturan penomoran lainnya sama dengan senyawa alkana.
CnH2n
-
CH3 CH2 CH = CH C CH3
Contoh:
CH3
6 5 4 3 2 1
CH3
(2,2 dimetil 3 heksena)
d. Isomer Alkena
Pada senyawa alkena ada beberapa jenis isomer yaitu, isomer
posisi,
isomer fungsional dan isomer geometri.
1. Contoh isomer posisi:
~ CH2 = CH CH2 CH3 1 butena
~ CH3 CH = CH CH3 2 butena
2. Contoh isomer fungsional:
~ CH2 = CH CH2 CH3 CH2 CH2 siklo butane
Butena
CH2 CH2
3. Contoh isomer Geometri:
C = C C = C
Cis -2- butena trans -2- butena
H H H
H CH CH
CH
CH
-
e. Cara Pembuatan Alkena
1. Dehidrohalogenasi alkil halide (reaksi eliminasi)
X
kalor
R2CCHR2 + OH- R2C = CR2
Contoh:
CH3CH2CH2Cl + KOH CH3 = CH2
2. Dehidrasi Alkohol (reaksi eliminasi)
OH
kalor
R2CCHR2 + H2SO4 R2C = CR2
Contoh:
60% H2SO4
CH3CH2CHCH3 CH3CH = CHCH3 + CH3CH2CH = CH
3. Hidrogenasi Katalitik terkontrol dari alkuna (reaksi
adisi)
Pd
RC =CR + H2 RCH = CHR (cis)
Contoh:
H2, Pd
CH3C =CCH3 CH3 CH = CHCH3
f. Reaksi- reaksi alkena (reaksi- reaksi adisi)
1. Hidrogenasi katalitik (reduksi)
Pt, 25o
+ H2 H H
CH3 CH3 CH3 CH3
-
2. Adisi Halogen (Br2, Cl2)
CCl4
CH2 = CH2 + Br2 CH2 CH2
Pelarut inert
Br Br
3. Adisi Hidrogen Halida (HCl, HBr, HI kering)
Contoh:
CH2 = CH2 + HCl CH3CH2Cl
4. Adisi air katalisa asam (hidrasi)
H+
R2C = CR2 + H - OH R2C CHR2
OH
Contoh:
60% H2SO4
CH3CH = CH2 CH3CHCH3 + CH3CH2CH2OH
OH
2.9.2.3. Alkuna
Alkuna adalah hidrokarbon alifatik tak jenuh dengan satu ikatan
rangkap
tiga C C . Senyawa yang mempunyai dua ikatan rangkap 3
disebut
alkadiena. Rumus Umum Senyawa Alkuna CnH2n-2.
Alkuna mengikat empat atom H lebih sedikit disbandingkan alkana
yang
sesuai oleh karena itu alkuna lebih tidak jenuh daripada alkena.
Nama alkuna
diturunkan dari nama alkana dengan menggantikan akhiran ana
menjadi una. Tata
nama alkuna bercabang sama penamaan dengan alkena.
-
Alkuna yang mempunyai nilai ekonomis penting hanyalah etuna,
yang
disebut juga asetilena, C2H2. Dalam industri asetilena dibuat
dari metana melalui
pembakaran tak sempurna.
4CH4(g) + 3O2(g) 2C2H2(g) +6H2O(g)
Dalam jumlah kecil asetilena juga dapat dibuat dari reaksi batu
karbit (kalsium
karbida) dengan air.
CaCO2 + 2H2O Ca(OH)2 + C2H2
Gas yang dihasilkan dari reaksi batu karbit berbau tidak
sedap.
Sesungguhnya gas asitelena murni tidak berbau busuk bahkan
sedikit harum. Bau
busuk disebabkan gas fosfin, PH3 yang selalu dihasilkan sebagai
campuran.
Disamping baunya yang busuk gas fosfin juga bersifat racun. Gas
asetilena
digunakan untuk mengelas besi baja.
2.9.2.4. Keisomeran
Isomer adalah senyawa- senyawa yang berbeda tetapi mempunyai
rumus
molekul sama. Keisomeran terjadi karena senyawa dengan rumus
molekul sama
dapat mempunyai struktur atau konfigurasi yang berbeda. Struktur
berkaitan
dengan cara atom- atom saling berkaitan, sedangkan konfigurasi
berkaitan dengan
susunan atom-atom dalam molekul.
Senyawa yang mempunyai struktur sama dapat juga mempunyai
konfigurasi yang berlainan. Oleh karena itu keisomeran dibedakan
atas
keisomeran struktur dan keisomeran ruang. Keisomeran struktur
dapat berupa
keisomeran kerangka, keisomeran posisi dan keisomeran gugus
fungsi.
Keisomeran gugus fungsi akan dibahas di kelas XII.
Keisomeran adalah keisomeran karena perbedaan kerangka atom
diantara
senyawa- senyawa dengan rumus molekul sama. Senyawa- senyawa
yang
merupakan isomer kerangka mempunyai panjang rantai karbon yang
berbeda.
-
Contoh:
Keisomean antara butane dan 2 metil propane
CH3 CH2 CH2 CH3 CH3 CH CH
Butana I
CH3
2 metil propana
Keisomeran posisi terjadi karena perbedaan letak (posisi) gugus
tertentu dalam
senyawa senyawa dengan rumus molekul dan kerangka yang sama.
Contoh:
Keisomeran antara 1 butena dan 2 butena.
CH2 = CH CH2 CH3 CH2 CH = CH2 CH3
1 butena 2 butena
1. Keisomeran pada Alkana
Keisomeran pada alkana tergolong keisomeran struktur, yaitu
perbedaan
kerangka atom karbonnya. Makin panjang rantai karbon makin
banyak pula
kemungkinan isomernya. Pertambahan jumlah isomer ini tidak ada
aturannya.
Selain itu, juga perlu disebutkan bahwa tidaklah berarti semua
kemungkinan
isomer itu eksis (ada pada kenyataannya). Cara sistematis
mencari jumlah
kemungkinan isomer alkana adalah sebagai berikut:
Sebagai contoh kita pilih C5H12
~ Dimulai dengan isomer rantai lurus
1 2 3 4 5
C C C C C pentana
~ Kurangi rantai induknya, satu karbon dijadikan cabang.
Tempatkan atom
karbon itu mulai dari atom karbon nomor 2,3 dan seterusnya
hingga
semua kemungkinan habis.
1 2 3 4
C C C C 2 metil butana
C
-
~ Selanjutnya dikurangi lagi rantai induk menjadi dua cabang
metal atau
satu cabang etil.
C
C C C 2,2 dimetil propana
C
2. Keisomeran pada Alkena
Keisomeran pada alkena dapat berupa keisomeran struktur dan
keisomeran
ruang. Keisomeran struktur pada alkena terjadi karena perbedaan
posisi ikatan
rangkap atau karena perbedaan kerangka atom karbon. Keisomeran
mulai
ditemukan pada butena yang mempunyai tiga isomer struktur
sebagai berikut:
CH2 = CH CH2 CH3 CH2 CH = CH2 CH3 CH2 = C CH3
1 butena 2 butena
CH3
2 metil propena
3. Keisomeran pada Alkuna
Keisomeran pada alkana tergolong keisomeran kerangka dan
keisomeran
posisi. Pada alkuna tidak terdapat keisomeran geometris.
Keisomeran mulai
terjadi pada butuna yang mempunyai 2 isomer.
CH = C CH2 CH3 CH2 CH = CH CH3
1 butuna 2 butuna
2.9.3. Sifat sifat Hidrokarbon
Titik didih dan titik cair dari alkana ataupun alkena makin
tinggi jika
massa molekul relatifnya makin besar (makin panjang rantai
karbonnya). Pada
suhu kamar C1 ~ C4 berwujud gas, suku- suku berikutnya berwujud
cair,
sedangkan suku- suku tinggi mulai dari C18 berwujud padat.
Kecenderungan yang
sama juga berlaku untuk alkuna. Diantara suatu alkan dan isomer-
isomernya,
ternyata isomer bercabang mempunyai titik leleh dan titik didih
yang lebih
rendah.
-
2.10. Kerangka Konseptual
Dalam kegiatan belajar mengajar guru harus dapat memilih
model
mengajar yang tepat untuk siswa sehingga hasil belajar yang
diperoleh siswa
dapat semaksimal mungkin. Banyak model mengajar yang digunakan
oleh guru
tetapi model mengajar yang dimaksudkan dalam hal ini adalah
model mengajar
menginduksi perubahan konsep.
M3PK merupakan salah satu model pembelajaran menginduksi
perubahan
konsep dimana di dalam model ini perubahan konsep ditekankan
pada tiga aspek
utama, yaitu intelligibility yang artinya konsep itu memiliki
arti/makna dalam diri
siswa. Aspek yang kedua adalah plausibility yang artinya siswa
yakin bahwa
konsep yang diterimanya benar. Sedangkan aspek yang ketiga yaitu
fruitfulness
yang artinya konsep itu memberikan buah bagi dirinya. Dengan
kata lain
konsep tersebut bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Model mengajar menginduksi perubahan konsep dapat
meningkatkan
aktifitas belajar siswa dan memotivasi siswa sehingga memberi
pemahaman
konsep yang baik terhadap materi yang dipelajarinya. Jadi dengan
menerapkan
M3PK dalam pembelajaran kimia pokok bahasan hidrokarbon maka
siswa akan
terlatih memahami konsep-konsep penting dan akan meningkatkan
penguasaan
siswa terhadap materi tersebut.
Dalam model ini, maka guru akan menciptakan konsep awal siswa
dengan
cara menyuruh mereka membaca pokok bahasan yang akan di ajarkan
minggu
depan, pokok bahasan yang dimaksud disini adalah mengenai materi
hidrokarbon
yaitu alkana. Siswa disuruh membaca materi dari buku pegangan
siswa ditambah
dengan beberapa buku yang relevan dari perpustakaan atau guru
dapat memfoto
copy bahasan tersebut dan memberikannya kepada siswa. Untuk
mengidentifikasi
konsep awal siswa apakah sudah benar atau masih keliru, maka
guru memberikan
suatu pertanyaan kepada siswa, kemudian mendengarkan jawaban
dari siswa
tersebut. Kemudian guru mencatat nama nama siswa yang termasuk
ke dalam
kategori istimewa dan siswa yang memiliki kemampuan berpikir
rendah.
-
Kriteria pencatatan :
a) Kemampuan mereka dalam memberikan argumentasi atas pertanyaan
guru
secara lisan ;
b) Kepiawaian atau kecepatan mereka dalam menjawab tes yang
diberikan
kepada mereka ;
c) Kriteria lain yang diberikan.
Dalam model pembelajaran M3PK, pendekatan guru adalah dengan
pola
pendekatan 25% - 50% - 25%. Artinya :
- 25% (siswa dalam kategori A :penguasaan konsep istimewa dan
baik)
- 50% (siswa dalam kategori B : penguasaan konsep rata rata)
- 25% (siswa dalam kategori C : penguasaan konsep kurang/lambat
)
Selanjutnya siswa yang masuk dalam kategori A akan dipisahkan
dengan
kategori C, dengan pola 1:1 atau 1:2. Artinya 1 siswa kategori A
dipadukan
dengan 1 atau 2 siswa kategori C, dimana siswa kategori A harus
mengajari siswa
kategori C dalam pokok bahasan yang sudah dipelajari, dalam hal
hal yang
belum dipahaminya.
2.11. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat penulis
terangkan
dalam penelitian ini adalah :
Ha : Ada pengaruh yang signifikan penerapan Model Mengajar
Menginduksi
Perubahan Konsep terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA
Negeri
3 Binjai Tahun Ajaran 2011/2012.
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan penerapan Model
Mengajar Menginduksi Perubahan Konsep Terhadap Hasil Belajar
Siswa
Kelas X SMU Negeri 3 Binjai Tahun Ajaran 2011/2012.