-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengenalan Lichenes
Lichenes atau lumut kerak adalah dua macam organisme yaitu alga
dan
jamur yang hidup bersimbiosis. Banyak jenis Ascomycotina dan
beberapa jenis
Basidiomycotina hidup bersimbiosis dengan alga hijau atau alga
biru yang
umumnya bersel satu yang membentuk lichenes. Lichenes dapat
ditemukan pada
batu-batuan, pada kulit pohon atau berupa lumut janggut. Menurut
Hasairin
(2007), alga pada lichenes dapat hidup tanpa bersimbiosis, tapi
hampir semua
jamur pada lichenes hanya dapat hidup jika bersimbiosis dengan
alga. Alga yang
ikut menyususn tubuh lichenes disebut gonidium, dapat bersel
tunggal ataupun
berbentuk koloni. Kebanyakan gonidium adalah alga biru
(Cyanophyceae) antara
lain Choococcus dan Nostoc, kadang-kadang juga alga hijau
(Cholorophyceae)
misalnya Cystococcus dan Trentopohlia. (Aththorick dan Siregar,
2006)
Setiap jenis alga akan menghasilkan lain jenis lichenes. Jadi
bentuk
lichenes tergantung pada macam cara hidup bersama antara kedua
macam
organisme yang menyusunnya. Dapat juga hubungan antara kedua
alga dan jamur
itu dianggap sebagai suatu helotisme. Keuntungan yang timbal
balik itu hanya
bersifat sementara, yang pada permulaannya saja, tetapi akhirnya
alga diperalat
oleh cendawan, dan hubungan mana menyerupai hubungan seorang
majikan
dengan budaknya (helot). (Aththorick dan Siregar, 2006)
Tumbuhan lichenes ini tergolong tumbuhan perintis yang ikut
berperan
dalam pembentukan tanah. Tumbuhan ini bersifat endolitik karena
dapat masuk
pada bagian pinggir batu. Lichenes ini menghasilkan asam, dan
kemudian asam
itu melubangi batu dan lama kelaman memecahnya. Begitu batu
menjadi tanah,
tanaman lain pun bisa tumbuh di sana. Dalam hutan yang sudah
mantap, lumut
dan lichenes akan menyerap air dari hujan dan salju yang
mencair. Hal ini
mengurangi kemungkinan adanya banjir dalam musim semi dan
kekeringan
sungai dalam musim panas. Juga mengurangi hilangnya tanah oleh
erosi air
(Kimbal, 1999).
-
Lumut kerak ini bahkan bisa tumbuh di tengkorak binatang yang
mati.
Dalam hidupnya lichenes tidak memerlukan syarat hidup yang
tinggi dan tahan
terhadap kekurangan air dalam jangka waktu yang lama. Lichenes
tumbuh sangat
lambat dan umurnya pun panjang. Lichenes yang hidup pada batuan
dapat
menjadi kering karena teriknya matahari, tetapi tumbuhan ini
tidak mati, dan jika
turun hujan bisa hidup kembali. Pertumbuhan talusnya sangat
lambat, dalam 1
tahun jarang lebih dari 1 cm. Tubuh buah baru terbentuk setelah
mengadakan
pertumbuhan vegetatif bertahun-tahun. Satu hal yang tak disukai
oleh tumbuhan
ini adalah udara dan air yang beracun. Itulah sebabnya kita
tidak akan bisa
menjumpai tumbuhan ini tumbuh dekat pabrik-pabrik. Karena
sifatnya yang peka
ini lichenes sering dipakai sebagai penunjuk adanya pencemaran
udara di suatu
daerah (Bold, 1987 ; Sutiyo dan Perkerti, 2010). Dengan
pertumbuhan kerak tidak
hanya mengalami kemunduran di daerah yang terkena polusi berat
tetapi menjadi
langka atau menghilang. Hampir sebagian besar spesies lichenes
sangat sensitif
terhadap gas belerang dioksida (SO2) dan gas buang lainnya yang
berasal dari
industri dan kendaraan bermotor. (Pratiwi, 2006 ; Suwarso,
1995)
Para ahli mengemukakan berbagai pendapat mengenai
pengelompokan
atau klasifikasi lichenes dalam dunia tumbuhan. Ada yang
berpendapat bahwa
lichenes dimasukkan kedalam kelompok yang tidak terpisah dari
jamur, tapi
kebanyakan ahli berpendapat bahwa lichenes perlu dipisahkan dari
jamur atau
memiliki kelompok sendiri. Alasan dari pendapat yang kedua ini
adalah karena
jamur yang membangun tubuh lichenes tidak akan membentuk tubuh
lichenes
tanpa alga. Hal lain didukung oleh karena adanya zat-zat hasil
metabolisme yang
tidak ditemui pada alga dan jamur yang hidup terpisah.
(Yurnaliza , 2002)
Menurut Pandey & Trivendi (1977), simbiosis antara alga dan
fungi,
memberikan dua penafsiran yang berbeda, yaitu :
1) Disebut simbiosis mutualisme, bila dipandang ke dua simbion
dapat
memperoleh keuntungan dari hidup bersama. Pada simbiosis
tersebut alga
memberikan hasil fotosintesisnya, terutama yang berupa
karbohidrat kepada
fungi, dan sebaliknya fungi memberikan air dan garam-garam
kepada alga.
-
2) Disebut helotisme, bila keuntungan yang timbal balik itu
hanya sementara,
yaitu pada permulaannya saja, tetapi pada akhirnya alga akan
diperalat oleh
fungi.
2.2. Morfologi Thallus
2.2.1. Morfologi Luar
Tubuh lichenes dinamakan thallus yang secara vegetatif
mempunyai
kemiripan dengan alga dan jamur. Thallus ini berwarna abu-abu
atau abu-abu
kehijauan. Beberapa spesies ada yang berwarna kuning, oranye,
coklat atau merah
dengan habitat yang bervariasi. Bagian tubuh yang memanjang
secara selluler
dinamakan hifa. Hifa merupakan organ vegetatif dari thallus atau
miselium yang
biasanya tidak dikenal pada jamur yang bukan lichenes. Alga
selalu berada pada
bagian permukaan dari thallus (Hawksworth, 1984). Berdasarkan
bentuknya,
lichenes dibedakan atas empat bentuk :
a. Crustose
Gambar 2.1. Haematomma accolens Gambar 2.2. Acarospora
Sumber : Sharnoff (2002)
Lichenes yang memiliki thallus yang berukuran kecil, datar,
tipis dan
selalu melekat ke permukaan batu, kulit pohon atau di tanah.
Jenis ini susah untuk
mencabutnya tanpa merusak substratnya. Contoh : Graphis scipta,
Haematomma
puniceum, carospora atau Pleopsidium.Lichen Crustose yang tumbuh
terbenam di
dalam batu hanya bagian tubuh buahnya yang berada di permukaan
disebut
endolitik, dan yang tumbuh terbenam pada jaringan tumbuhan
disebut endoploidik
atau endoploidal. Lichenes yang longgar dan bertepung yang tidak
memiliki
struktur berlapis, disebut leprose. (Sutiyo dan Perkerti.
2010)
-
b. Foliose
Gambar 2.3. Xantoria elegans
Sumber : Sharnoff (2002)
Lichenes foliose memiliki struktur seperti daun yang tersusun
oleh lobus-
lobus. Lichenes ini relatif lebih longgar melekat pada
substratnya. Thallusnya
datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut
berputar. Bagian
permukaan atas dan bawah berbeda. Permukaan bawah berwarna lebih
terang atau
gelap dan pada bagian tepi talus biasanya menggulung ke atas
(Vashishta 1982,
dalam Januardania 1995). Lichenes ini melekat pada batu, ranting
dengan
rhizines. Rhizines ini juga berfungsi sebagai alat untuk
mengabsorbsi makanan.
Contoh : Xantoria, Physcia, Peltigera, Parmelia dll.
c. Fruticose
Gambar 2.4. Cladonia portentosa
Sumber : Sharnoff (2002)
Thallusnya berupa semak dan memiliki banyak cabang dengan
bentuk
seperti pita. Thallus tumbuh tegak atau menggantung pada batu,
daun-daunan atau
cabang pohon. Tidak terdapat perbedaan antara permukaan atas dan
bawah. Talus
hanya menempati bagian dasar dengan cakram bertingkat. Lumut
kerak fruticose
ini memperluas dan menunjukan perkembangannya hanya pada
batu-batuan,
daun, dan cabang pohon (Vashishta 1982, dalam Januardania 1995).
Contoh :
Usnea, Ramalina dan Cladonia
-
d. Squamulose
Gambar 2.5. Psora pseudorusselli
Sumber : Sharnoff (2002)
Lichenes ini memiliki lobus-lobus seperti sisik, lobus ini
disebut
squamulus yang biasanya berukuran kecil dan saling bertindih dan
sering
memiliki struktur tubuh buah yang disebut podetia. Talus ini
memiliki bentuk
seperti sisik yang tersusun oleh banyak cuping (lobes) yang
kecil tetapi tidak
memiliki rizin (Vashishta 1982, dalam Januardania 1995). Contoh:
Psora
pseudorusselli, Cladonia carneola.
Gambar 2. 6 Morfologi Talus
Sumber : Sharnoff (2002)
2.2.2. Morfologi Dalam (Anatomi)
Struktur dalam (anatomi) diwakili oleh jenis foliose, karena
jenis ini
mempunyai empat bagian tubuh yang dapat diamati secara jelas
yaitu. (Brown,
1987)
a. Korteks atas, berupa jalinan yang padat disebut
pseudoparenchyma dari hifa
jamurnya. Sel ini saling mengisi dengan material yang berupa
gelatin. Bagian
-
ini tebal dan berguna untuk perlindungan. (Sutiyo dan Perkerti.
2010). Lapisan
teratas disebut sebagai lapisan hifa fungi. Lapisan ini tidak
memiliki ruang
antar sel dan jika ada maka ruang antar sel biasanya diisi oleh
gelatin. Pada
beberapa jenis lumut kerak yang bergelatin, kulit atas juga
kekurangan satu
atau beberapa sel tipis. Namun, permukaan tersebut dapat
ditutupi oleh
epidermis. Secara umum, lapisan atas alga diketahui dapat
menerima cahaya
sinar matahari. Simbiosis yang terjadi mengakibatkan kedua
komponen
tersebut saling tergantung satu sama lain. Lumut kerak dapat
mengabsorbsi air
dari hujan, aliran permukaan, dan embun. (Misra & Agrawal,
1978).
b. Daerah alga, merupakan lapisan biru atau biru hijau yang
terletak di bawah
korteks atas yang terdiri atas lapisan gonidial. Bagian ini
terdiri dari jalinan
hifa yang longgar fungi yang bercampur dengan alga. Diantara
hifa-hifa itu
terdapat sel-sel hijau, yaitu Gleocapsa, Nostoc, Rivularia dan
Chrorella.
Lapisan thallus untuk tempat fotosintesa disebut lapisan
gonidial sebagai
organ reproduksi. Berdasarkan penyebaran lapisan alga pada
talusnya, lumut
kerak telah diklasifikasikan menjadi dua katagori yaitu
homoiomerus dan
heteromerous. Pada homoimerus, sel alga tersebar merata pada
jaringan
longgar hifa fungi sedangkan pada heteromerus sel-sel alga
terbatas pada
lapisan atas talus (Misra & Agrawal, 1978).
c. Medulla, menurut Sutiyo dan Perkerti (2010), terdiri dari
lapisan hifa yang
berjalinan membentuk suatu bagian tengah yang luas dan longgar.
Hifa jamur
pada bagian ini tersebar ke segala arah dan biasanya mempunyai
dinding yang
tebal. Hifa pada bagian yang lebih dalam lagi tersebar di
sepanjang sumbu
yang tebal pada bagian atas dan tipis pada bagian ujungnya.
Dengan demikian
lapisan tadi membentuk suatu untaian hubungan antara dua
pembuluh.
Lapisan ini akan memberikan kekuatan dan penghubung antara
lapisan bawah
dan atas atau bagian luar dan dalam talus.
d. Korteks bawah, menurut Sutiyo dan Perkerti (2010), lapisan
ini terdiri dari
struktur hifa yang sangat padat dan membentang secara vertikal
terhadap
permukaan thallus atau sejajar dengan kulit bagian luar. Korteks
bawah ini
sering berupa sebuah akar (rhizines). Ada beberapa jenis
lichenes tidak
-
mempunyai korteks bawah. Dan bagian ini digantikan oleh lembaran
tipis
yang terdiri dari hypothallus yang fungsinya sebagai
proteksi.
2.2.3. Struktur Vegetatif
Struktur tubuh lichenes secara vegetatif terdiri dari :
a. Soredia. Soredia terdapat pada bagian medulla yang keluar
melalui celah kulit.
Diameternya sekitar 25100 m , sehingga soredia dapat dengan
mudah
diterbangkan angin dan akan tumbuh pada kondisi yang sesuai
menjadi
tumbuhan licenes yang baru. Jadi pembiakan berlangsung dengan
perantaraan
soredia. Soredia itu sendiri merupakan kelompok kecil sel-sel
ganggang yang
sedang membelah dan diselubungi benang-benang miselium menjadi
satu
badan yang dapat terlepas dari induknya. Soredia ini terdapat di
dalam
soralum.
b. Isidia Isidia berbentuk silinder, bercabang seperti jari
tangan dan terdapat pada kulit
luar. Diamaternya 0,01 0,03 m dan tingginya antara 0,5 3 m.
Berdasarkan kemampuannya bergabung dengan thallus, maka dalam
media
perkembangbiakan, isidia akan menambah luas permukaan luarnya.
Sebanyak
25 30 % dari spesies foliose dan fructicose mempunyai isidia.
Proses
pembentukan isidia belum diketahui, tetapi dianggap sebagai
faktor genetika.
c. Lobula Lobula merupakan pertumbuhan lanjutan dari tahllus
lichenes yang sering
dihasilkan di sepanjang batas sisi kulit luar. Lobula ini dapat
berkembang
dengan baik pada jenis foliose, Genus Anaptycia, Neproma,
Parmelia dan
Peltigera. Lobula sangat sukar dibedakan dengan isidia.
d. Rhizines Rhizines merupakan untaian yang menyatu dari hifa
yang berwarna kehitam-
hitaman yang muncul dari kulit bagian bawah (korteks bawah) dang
mengikat
thallus ke bagian dalam. Ada dua jenis rhizines yaitu bercabang
seperti pada
-
Ctraria, Physcia dan Parmelia dan yang tidak bercanag terdapat
pada
Anaptycis dan beberapa Parmelia.
e. Tomentum Tomentum memiliki kepadatan yang kurang dari
rhizines dan merupakan
lembaran serat dari rangkaian akar atau untaian yang renggang.
Biasanya
muncul pada lapisan bawah seperti pada Collemataceae,
Peltigeraceae dan
Stictaceae.
f. Cilia Cilia berbentuk seperti rambut, menyerupai untaian
karbon dari hifa yang
muncul di sepanjang sisi kulit. Cilia berhubungan dengan
rhizines dan hanya
berbeda pada cara tumbuh saja.
g. Cyphellae dan Pseudocyphellae Cypellae berbentuk rongga bulat
yang agak besar serta terdapat pada korteks
bawah dan hanya dijumpai pada genus Sticta. Pseudocyphellae
mempunyai
ukuran yang lebih kecil dari cyphellae terdapat pada korteks
bawah spesies
Cetraria, Cetralia, Parmelia dan Pasudocyphellaria. Rongga ini
berfungsi
sebagai alat pernafasan atau pertukaran udara.
h. Cephalodia. Cephalodia merupakan pertumbuhan lanjutan dari
thallus yang terdiri dari
alga-alga yangg berbeda dari inangnya. Pada jenis peltigera
aphthosa,
cephalodia mulai muncul ketika Nostoc jatuh pada permukaan
thallus dan
terjaring oleh hifa cephalodia yang berisikan Nostoc biru
kehijauan. Jenis ini
mampu menyediakan nitrogen thallus seperti Peltigera,
Lecanora,
Stereocaulon, Lecidea dan beberapa jenis crustose lain. (Brown,
1987 ; Sutiyo
dan Perkerti, 2010)
2.3. Klasifikasi Lichenes
Lichenes sangat sulit untuk diklasifikasikan karena merupakan
gabungan
dari alga dan fungi serta sejarah perkembangan yang berbeda.
Para ahli seperti
Bessey, Martin dan Alexopoulus, berpendapat bahwa Licheness
dikelompokkan
dan diklasifikasikan ke dalam kelompok jamur sebenarnya.
Bessey
-
meletakkannya dalam ordo Leocanorales dan Ascomyccetes. Smith
menganjurkan
agar Licheness dikelompokkan dalam kelompok yang terpisah yang
berbeda dari
alga dan fungi (Hawksworth, 1984).
Licheness memiliki klasifikasi yang bervariasi dan
dasar-dasar
klasifikasinya secara umum adalah sebagai berikut :
A. Berdasarkan komponen cendawan yang menyusunnya 1.
Ascolichens
Apabila cendawan penyusunnya tergolong Pyrenomycetales, maka
tubuh
buah yang dihasilkan berupa peritesium, contoh : Dermatocarpon
dan Verrucaria.
Dan jika cendawan penyusunnya tergolong Discomycetes Lichenes
membentuk
tubuh buah berupa apothecium yang berumur panjang, bersifat
seperti tulang
rawan dan mempunyai askus yang berdinding tebal, contoh : Usnea
yang
berbentuk semak kecil dan banyak terdapat pada pohon-pohon dalam
hutan, lebih-
lebih di daerah pegunungan, dan Parmelia yang berupa
lembaran-lembaran
seperti kulit yang hidup pada pohon-pohon dan batu-batu.
Dalam kelas Ascolichens ini dibangun juga oleh komponen alga
dari
famili: Mycophyceae dan Chlorophyceae yang bentuknya berupa
gelatin. Genus
dari Mycophyceae adalah : Scytonema, Nostoc, Rivularia,
Gleocapsa dan lain-
lain. Dari Cholophyceae adalah Protococcus, Trentopohlia,
Cladophora dan
lainnya (Duta, 1968 ; Hawksworth, 1984).
2. Basidiolichenes. Kebanyakan mempunyai thalus berbentuk
lembaran-lembaran. Pada tubuh
buah terbentuk lapisan himenium yang mengandung basidium,
menyerupai tubuh
buah Hymenomycetales. Berasal dari jamur Basidiomycetes dan
alga
Mycophyceae, Basidiomycetes yaitu dari famili : Thelephoraceae
dengan tiga
genus Cora, Corella dan Dyctionema. Mycophyceae berupa filament
yaitu
Scytonema dan tidak berbentuk filamen yaitu Chrococcus (Duta,
1968;
Hawksworth, 1984)
3. Lichen Imperfect Detromucetes fungi, steril. Contoh :
Cystocoleus, Lepraria, Leprocanlon,
Normandia, dan lainnya (Duta, 1968; Hawksworth, 1984).
-
B. Berdasarkan alga yang menyusun thalus. 1. Homoimerus
Sel alga dan hifa jamur tersebar merata pada thallus. Komponen
alga
mendominasi dengan bentuk seperti gelatin, termasuk dalam
Mycophyceae.
Contoh : Ephebe, Collema.
2. Heteromerous. Sel alga terbentuk terbatas pada bagian atas
thallus dan komponen jamur
menyebarkan terbentuknya thallus, alga tidak berupa gelatin
Chlorophyceae.
Contoh : Parmelia. (Teguhadang. 2010)
C. Berdasarkan type thallus dan kejadiannya. 1. Crustose atau
Crustaceous.
Merupakan lapisan kerak atau kulit yang tipis di atas batu,
tanah atau kulit
pohon. Seperti Rhizocarpon pada batu, Lecanora dan Graphis pada
kulit kayu.
Mereka terlihat sedikit berbeda antara bagian permukaan atas dan
bawah.
2. Fruticose atau Filamentous Lichenes semak, seperti silinder
rata atau seperti pita dengan beberapa
bagian menemoel pada bagian dasar atau permukaan. Thallus
bervariasi, ada yang
pendek dan panjang, rata, silindris atau seperti janggut atau
benang yang
menggantung atau berdiri tegak. Bentuk yang seperti telinga
tipis yaitu Ramalina.
Yang panjang menggantung seperti Usnea dan Alectoria. Cladonia
adalah tipe
kedua bentuk itu (Hawksworth, 1984).
2.4. Habitat dan Penyebaran Lichenes
Lumut kerak hidup tidak hanya tumbuh pada pohon-pohonan, tetapi
juga
di atas tanah, terutama pada daerah tundra di sekitar kutub
utara. Lokasi
tumbuhnya dapat di atas maupun di dalam batu dan tidak terikat
pada tingginya
tempat di atas permukaan laut. Lumut kerak dapat ditemukan dari
tepi pantai
sampai di atas gunung-gunung yang tinggi. Tumbuhan ini tergolong
dalam
tumbuhan perintis yang ikut berperan dalam pembentukan tanah.
Beberapa jenis
dapat masuk pada bagian pinggir batu-batu, yang biasa disebut
sebagai bersifat
-
endolitik (Tjitrosoepomo, 1981). Lumut kerak juga dapat hidup
dan tumbuh pada
habitat yang agak kering (Polunin, 1990).
Menurut Pandey & Trivendi (1977); habitat lumut kerak dapat
dibagi
menjadi 3 katagori, yaitu :
1) Saxicolous adalah jenis lumut kerak yang hidup di batu.
Menempel pada
substrat yang padat dan di daerah dingin.
2) Corticolous adalah jenis lumut kerak yang hidup pada kulit
pohon. Jenis ini
sangat terbatas pada daerah tropis dan subtropis, yang sebagian
besar kondisi
lingkungannya lembab.
3) Terricolous adalah jenis lumut kerak terestrial, yang hidup
pada permukaan
tanah.
Menurut Pandey & Trivendi (1977), penyebaran koloni lumut
kerak dapat
terjadi secara vegetatif yaitu dengan cara fragmentasi, soredia,
dan isidia serta
secara seksual. Penyebaran secara vegetatif secara tidak
langsung dapat dibawa
oleh air, angin, serangga atau satwa. Air hujan sangat penting
dalam penyebaran
soredia, meskipun dengan angin juga dapat terjadi
penyebaran.
Fragmentasi merupakan salah satu cara penyebaran secara
vegetatif yang
paling umum dijumpai. Lumut kerak yang kering dengan kondisi
yang sangat
rapuh, bila terpisah dari talus utamanya maka potongan talus
tersebut akan
terbawa oleh angin atau air sehingga akan jatuh pada tempat yang
baru. Pada
tempat yang baru, potongan talus tersebut akan tumbuh menjadi
talus yang baru.
Soredia merupakan struktur berbentuk bubuk yang berwarna putih
keabuan atau
hijau keabuan, yang biasanya terletak pada permukaan talus atau
pinggiran talus.
Isidia merupakan struktur yang memiliki bentuk seperti karang
yang terdapat pada
permukaan atau pinggiran talus.
Untuk reproduksi seksual terbatas untuk pasangan fungi yang
terdapat
pada lumut kerak, sebab sebagian besar komponen fungi pada lumut
kerak
termasuk dalam golongan Ascomycetes. Reproduksi ini meliputi
pembentukan
askokarp dalam struktur khusus yang disebut dengan asci, tumbuh
pada apotesium
atau peritesium. Banyak jenis fungi pada lumut kerak membentuk
askokarp,
tergantung pada golongannya.
-
Menurut Vashishta (1982) dalam Januardania (1995), menyebutkan
bahwa
ada beberapa faktor yang membantu penyebaran lumut kerak.
Penyebaran secara
vegetatif merupakan cara efisien membantu penyebarannya, hal
tersebut juga
didukung oleh sifat lumut kerak yang memiliki ketahanan terhadap
suhu dan
kelembaban yang ekstrim.
2.5. Pengaruh Faktor Lingkungan bagi Lichenes
a. Suhu udara
Faktor kondisi tempat tumbuh sangat berpengaruh terhadap nilai
kerapatan
lumut kerak serta jumlah jenis lumut kerak tersebut. Lumut kerak
memiliki
kisaran toleransi suhu yang cukup luas. Lumut kerak dapat hidup
baik pada suhu
yang sangat rendah atau pada suhu yang sangat tinggi. Lumut
kerak akan segera
menyesuaikan diri bila keadaan lingkungannya kembali normal.
Salah satu
contohnya alga jenis Trebouxia tumbuh baik pada kisaran suhu
12-24C, dan
fungi penyusun lumut kerak pada umumnya tumbuh baik pada suhu
18-21C
(Aththorick dan Siregar, 2006; Istam, 2007).
b. Kelembaban udara
Walaupun lumut kerak tahan pada kekeringan dalam jangka waktu
yang
cukup panjang, namun lumut kerak tumbuh dengan optimal pada
lingkungan yang
lembab (Nursal; Firdaus; dan Basori, 2005).
c. Kualitas Udara
Menurut Nursal; Firdaus; dan Basori (2005), udara adalah suatu
campuran
gas yang berada pada lapisan yang mengelilingi bumi, dengan
komposisi
campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor
41 Tahun 1999; pencemaran udara adalah masuknya atau
dimasukkannya zat,
energi, dan/atau komponen lain berupa debu, uap air, bau, asap,
dan berbagai jenis
gas lainnya yang dalam jumlah konsentrasi, sifat dan lama waktu
keberadaannya
di atmosfer, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat
tertentu yang
menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya dan
dapat
menyebabkan gangguan terhadap lingkungan disekitarnya baik
terhadap gangguan
-
kesehatan, kerusakan pada kualitas barang/benda tertentu atau
kenyamanan
makluk disekitarnya.
2.6. Pengenalan Rasamala (Altingia exelsa)
Rasamala (Altingia excelsa) adalah pohon hutan yang dapat tumbuh
sangat
tinggi, mencapai 40 hingga 60 meter. Kulit kayu halus, abu-abu,
dan kayunya
merah. Adapun klasifikasinya adalah :
Klasifikasi Ilmiah Rasamala:
Kingdom : Plantae
Ordo : Saxifragales
Famili : Altingiaceae
Genus : Altingia
Spesies : A. excels (Anonim, 2011)
Gambar 2.7 Altingia excelsa
(1) Bentuk Pohon, (2) Bunga Jantan, (3) Ranting yang berbuah
Sumber : Soerianegara, I. dan Lemmens (1994)
-
Gambar 2.8 Pohon Rasamala
Sumber : Djaman (2002)
Jenis ini menyebar mulai dari Himalaya menuju wilayah lembab
di
Myanmar hingga Semenanjung Malaysia, ke Sumatera dan Jawa. Di
Jawa, jenis
ini hanya tumbuh di wilayah barat dengan ketinggian 500-1.500 m
dpl, di hutan
bukit dan pegunungan lembab. Di Sumatera, Altingia excelsa
tersebar di Bukit
Barisan. Tumbuh alami terutama pada tapak lembab dengan curah
hujan lebih 100
mm per bulan dan tanah vulkanik. Jenis ini digunakan untuk
penanaman terutama
di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Ditanam pada jarak rapat, karena
pohon muda
cenderung bercabang jika mendapat banyak sinar matahari.
Pohon Rasamala selalu hijau, tinggi dapat mencapai 40-60 m
dengan
tinggi bebas cabang 20-35 m, diameter hingga 80-150 cm. Pohon
yang masih
muda bertajuk rapat dan berbentuk piramid, kemudian berangsur
menjadi bulat
setelah tua. Letak daun bergiliran, bentuknya lonjong,
panjangnya 6 - 12 cm, dan
lebarnya 2,5-5,5 cm, dengan tepi daun bergerigi halus. Bunga
berkelamin satu.
Bunga jantan dan betina terpisah pada pohon yang sama.
-
Altingia excelsa ini memiliki berbagai kegunaan, diantaranya
kayunya
sangat awet walaupun langsung bersentuhan dengan tanah. Karena
bebas
cabangnya tinggi, maka kayunya cocok untuk kerangka jembatan,
tiang,
konstruksi, tiang listrik dan telpon,serta penyangga rel kereta
api. Selain itu,
kayunya dimanfaatkan untuk konstruksi berat, rangka kendaraan,
perahu dan
kapal, lantai, rakit, finir, dan plywood. Daun yang masih muda
berwarna merah
sering untuk sayur atau lalap. Di Jawa, daun yang telah ditumbuk
halus digunakan
sebagai obat batuk. Getahnya berbau aromatik sebagai pengharum
ruangan.
(Pramono, A dan Dharmawati, 2002)