Top Banner
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material ZnO Di alam ZnO berbentuk mineral zincite. ZnO hampir tidak larut dalam air namun larut dalam basa. Pada struktur kristal, ZnO mempunyai sifat piezoelektrik dan termikromik. ZnO merupakan salah satu bahan kandidat yang telah menarik perhatian karena memiliki lebar celah pita energi sebesar 3.3 eV dan energi ikat eksitasi sebesar 60 MeV pada suhu kamar (Gupta, 2010). Oleh karena itu, ZnO merupakan bahan yang penting untuk laser UV dan devais optoelektronik, dan juga ZnO memiliki sifat listrik dan optik sehingga banyak digunakan sebagai fotokonduktor dan sensor terintegrasi. ZnO memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan material GaN dalam hal aplikasi, namun keuntungan yang paling penting dalam aplikasinya adalah bahwa energi eksitasinya yang lebih besar dari GaN, dan kemampuan substrat kristalnya yang mampu berkembang cepat. Aspek lainnya yang membuat material ZnO diminati ialah senyawa kimianya yang dapat berpadu dengan senyawa lain (fleksibel), hal ini menunjukkan bahwa dengan senyawa lain dapat mengikat satu sama lain sehingga dapat menjadi larutan kimia basah. Seng Oksida (ZnO) merupakan salah satu persenyawaan dari logam Zn yang tergolong senyawa oksida. Secara umum, ZnO dapat dibuat dengan mereaksikan logam Zn dan oksigen pada suhu tinggi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : 2Zn + O 2 ―› 2ZnO ZnO terjadi sebagai bubuk putih umumnya dikenal sebagai seng putih atau sebagai zincite mineral. Mineral biasanya berisi sejumlah unsur mangan dan lainnya dan kuning ke warna merah. Oksida seng kristal termo-kromat, berubah dari putih ke kuning ketika dipanaskan dan di udara beralih ke putih pada pendinginan. Perubahan warna seperti ini terjadi karena perbedaan temperatur, dikenal sebagai sifat termokromik. Perubahan warna seng oksida tersebut karena pemanasan, beberapa atom oksigen hilang dari kisi kristalnya sehingga
32

UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

Oct 20, 2015

Download

Documents

Anakku Zayinah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Material ZnO

Di alam ZnO berbentuk mineral zincite. ZnO hampir tidak larut dalam air

namun larut dalam basa. Pada struktur kristal, ZnO mempunyai sifat piezoelektrik

dan termikromik. ZnO merupakan salah satu bahan kandidat yang telah menarik

perhatian karena memiliki lebar celah pita energi sebesar 3.3 eV dan energi ikat

eksitasi sebesar 60 MeV pada suhu kamar (Gupta, 2010). Oleh karena itu, ZnO

merupakan bahan yang penting untuk laser UV dan devais optoelektronik, dan

juga ZnO memiliki sifat listrik dan optik sehingga banyak digunakan sebagai

fotokonduktor dan sensor terintegrasi.

ZnO memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan material GaN

dalam hal aplikasi, namun keuntungan yang paling penting dalam aplikasinya

adalah bahwa energi eksitasinya yang lebih besar dari GaN, dan kemampuan

substrat kristalnya yang mampu berkembang cepat. Aspek lainnya yang membuat

material ZnO diminati ialah senyawa kimianya yang dapat berpadu dengan

senyawa lain (fleksibel), hal ini menunjukkan bahwa dengan senyawa lain dapat

mengikat satu sama lain sehingga dapat menjadi larutan kimia basah.

Seng Oksida (ZnO) merupakan salah satu persenyawaan dari logam Zn yang

tergolong senyawa oksida. Secara umum, ZnO dapat dibuat dengan mereaksikan

logam Zn dan oksigen pada suhu tinggi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai

berikut :

2Zn + O2 ―› 2ZnO

ZnO terjadi sebagai bubuk putih umumnya dikenal sebagai seng putih atau

sebagai zincite mineral. Mineral biasanya berisi sejumlah unsur mangan dan

lainnya dan kuning ke warna merah. Oksida seng kristal termo-kromat, berubah

dari putih ke kuning ketika dipanaskan dan di udara beralih ke putih pada

pendinginan. Perubahan warna seperti ini terjadi karena perbedaan temperatur,

dikenal sebagai sifat termokromik. Perubahan warna seng oksida tersebut karena

pemanasan, beberapa atom oksigen hilang dari kisi kristalnya sehingga

Page 2: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

6

meninggalkan kisi kristal dalam keadaan kelebihan muatan negatif dan ini

menghasilkan warna yang berbeda, kelebihan muatan negatif (elektron) dapat di

pindahkan melalui kisi kristal dengan perbedaan potensial. Jadi, seng oksida ini

bersifat sebagai semikonduktor. Pada pendinginan, atom-atom oksigen yang

keluar dari kisi pada pemanasan tersebut kembali lagi ke posisi semula sehingga

diperoleh warna semula.

Sebagian besar ZnO mempunyai karakterisasi semikonduktor tipe n, bahkan

tanpa adanya pengotor atau dopan. Hal ini dikarenakan adanya cacat kristal alami

ZnO seperti kelebihan oksigen dan atom interstisi dari zinc. Sifat inilah yang

menjadi dasar aplikasi ZnO dalam teknologi film tipis antara lain adalah

penggunaan ZnO sebagai TCO dan film tipis sel surya.

Mikrajuddin, dkk, (2008), melaporkan bahwa sebagai semikonduktor, ZnO

sangat potensial diaplikasi sebagai elektroda transparan dalam teknologi

fotovoltaik, piranti elektroluminisens dan material piranti pemancar ultraviolet.

Nanopartikel Seng Oksida sebagai material semikonduktor yang menghasilkan

luminisens biru sampai hijau-kuning yang cukup efisien. Sifat ini menjadikan

ZnO sebagai material yang sangat potensial bagi pengembangan sumber cahaya

putih (white light sources). Karena strukturnya yang kovalen, material oksida juga

biasa disebut dengan keramik.

Dalam bentuk lapisan tipisnya, material oksida ini transparan terhadap cahaya

dikarenakan band gap-nya yang sesuai. Sifat konduktifnya (lebih tepatnya

semikonduktif) diaplikasikan untuk transparent conducting oxide (TCO) pada

layar LCD, LED, electrochromic windows (jendela yang bisa mengatur dirinya

menjadi transparan-gelap) hingga lapisan pertama pada sel surya lapis tipis.

Beberapa jenis metoda sintesis ZnO berstruktur nano adalah Chemical vapor

deposition (CVD), metal-organic CVD, elektrodeposisi, solution process termasuk

metoda sol-gel. Metode sol-gel merupakan proses yang mudah dan tidak

memerlukan biaya tinggi, sehingga banyak digunakan beberapa tahun belakangan

ini. Struktur kristal dan ukuran bulir partikel pada lapisan tipis ZnO sangat

mempengaruhi sifat optik dan elektriknya. Pada dasarnya orientasi dari

nanokristal yang membentuk lapisan tipis sangat bergantung pada jenis substrat

Page 3: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

7

yang digunakan, hal ini berkaitan dengan energi permukaan yang terbentuk antara

substrat dan lapisan yang ditumbuhkan. Penggunaan substrat yang memiliki

ketidaksesuaian kisi yang kecil, akan mempermudah pembentukan kristal menjadi

lebih teratur (preferred orientation) dan seragam.

2.2. Struktur Kristal

Kristal adalah zat padat yang susunan atom-atomnya atau molekulnya teratur.

Partikel kristal tersusun secara berulang dan teratur serta perulangannya

mempunyai rentang yang panjang. Struktur kristal terdapat pada hampir semua

logam dan mineral. Suatu struktur kristal dibangun oleh sel unit, sekumpulan

atom, yang tersusun secara khusus, yang secara periodik berulang dalam tiga

dimensi dalam suatu kisi. Spasi antar sel unit dalam segala arah disebut parameter

kisi. Struktur dan simetri suatu zat padat mempunyai peran penting dalam

menentukan sifat-sifatnya, seperti struktur pita energi dan sifat optiknya.

Gambar 2.1. Struktur wurtzite heksagonal ZnO. Atom O ditampilkan sebagai

bulatan hijau besar, Zn atom sebagai bulatan hitam kecil.

Pada tekanan dan temperatur lingkungan, struktur kristal ZnO adalah wurtzite

seperti yang ditunjukan pada gambar 2.1. Seng Oksida (ZnO) merupakan kristal

senyawa ionik terdiri atas kation-kation dan anion-anion yang tersusun secara

teratur dan berulang (periodik). Pola susunan yang teratur dan berulang dari ion-

ion yang terdapat dalam suatu kristal menghasilkan kisi kristal dengan bentuk

struktur tertentu. Seng Oksida mempunyai struktur intan dengan jaringan ikatan

Page 4: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

8

kovalen. Berdasarkan struktur tersebut, ikatan kimia antara atom Zn dan atom O

cenderung mengarah kepada ikatan ion karena kuatnya sistem polarisasi antara

kedua atom tersebut. Ikatan Zn-O menyebabkan atom Zn menjadi sangat positif

dan atom O menjadi sangat negatif. Tetapi pada akhirnya, kedua atom tersebut

membentuk molekul yang netral. Kisi heksagonal dikarakterisasi dengan melihat

hubungan subkisi (sublattice) Zn2+

dan O2-,

dimana ion Zn dikelilingi oleh ion

tetrahedral dan sebaliknya. Struktur kristal wurtzite yang yang simetrinya

hexagonal, dikarenakan ada 12 ion oksigen (O2-

) yang berada ditiap sudut atas dan

bawah yang membentuk suatu prisma heksagonal. Setiap ion Zn2+

maupun O2-

merupakan pusat tethahedral dari keempat ion tetangganya.

Tabel 2.1. Sifat Fisis Dasar ZnO dalam Ukuran Besar (bulk)

No Sifat (properties) Nilai

1 Konstanta kisi pada T = 3000C a0 = 0.32469 nm; c0 = 0.52069 nm

2 Kerapatan 5.606 g/cm3

3 Titik leleh 2248 K

4 Konstatnta dielektrik relatif 8.66

5 Energi gap 3.4 eV, langsung

6 Konsentrasi pembawa intrinsik < 106 cm

-3

7 Energi ikat eksiton 60 meV

8 Massa efektif elektron 0,24

9 Mobilitas elektron (T = 3000 K) 200 cm

2/Vs

10 Massa efektif lubang (hole) 0,59

11 Mobilitas lubang (hole) 5-50 cm

2/Vs

12 Titik leleh logam Zn 419,5

0 C

Page 5: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

9

2.3. Celah Pita Energi

Salah satu topik yang hangat dalam riset nanomaterial ialah karena

memiliki potensi aplikasi yang sangat luas adalah band gap engineering. Band

gap engineering adalah rekayasa pita energi material untuk menghasilkan sifat

optik, elektronik, maupun optoelektronik sesuai dengan yang diinginkan.

Rekayasa ini umumnya meliputi pengontrolan lebar celah pita energi sehingga

energi yang diperlukan untuk mengeksitasi elektron dalam material atau energi

yang dipancarkan elektron maupun hole ketika kembali ke keadaan dasar dapat

diubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan. Pengaturan lebah celah pita

energi ini juga berdampak pada konduktivitas listrik material tersebut, karena

makin kecil lebar celah pita energi maka konduktivitas umumnya makin besar.

Logam adalah material yang tidak memiliki celah pita energi sehingga

konduktivitasnya sangat besar.

Dalam bahan semikonduktor murni, energi yang dimiliki elektron hanya

mungkin berada pada salah satu pita energi, yaitu pita valensi atau pita konduksi.

Gambar 2.2 adalah ilustrasi pita valensi dan konduksi dalam bahan semikonduktor.

Pada suhu yang sangat rendah, elektron hanya menempati tingkat energi pada pita

valensi. Antara pita valensi dan pita konduksi terdapat nilai-nilai energi yang tidak

dapat dimiliki oleh elektron. Daerah tersebut disebut celah pita energi (energy band

gap).

Gambar 2.2. Ilustrasi Pita Valensi, pita konduksi, dan celah pita energi bahan

Semikonduktor.

Page 6: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

10

Jika mendapat energi yang cukup misalnya dari foton, atau panas, atau

tumbukan oleh partikel lain, elektron yang semula berada .di pita velensi dapat

meIoncat ke pita konduksi. Energi yang diterima elektron minimal harus sama

dengan celah pita energi. Loncatan tersebut meninggalkan keadaan kosong di pita

konduksi. Keadaan kosong tersebut berperilaku seolah-olah sebagai sebuah partikel

bermuatan positif dan dinamakan lubang (hole). Persyaratan bagi elektron agar

dapat mencapai pita konduksi adalah energi yang diterima harus lebih besar dari

celah pita energi, Eg. Misalkan eksitasi dilakukan dengan gelombang cahaya

(frekuensi rendah), maka frekuensi cahaya pengeksitasi harus memenuhi hf > Eg

dengan h konstanta Planck dan f adalah frekuensi cahaya pengeksitasi.

Umumnya,cahaya yang digunakan untuk mengeksitasi elektron dari pita valensi ke

pita konduksi adalah cahaya ultraviolet karena hanya cahaya inilah yang memiliki

energi foton yang Iebih besar daripada energi celah pita energi kebanyakan bahan

semikonduktor. Sebagai conthoh, untuk bahan semikonduktor dengan lebar celah

pita energi 3,4 eV dapat dieksitasi dengan cahaya yang memiliki panjang

gelombang di bawah 364 nm. Panjang gelombang ini berada di daerah ultraviolet.

Keadaan tereksitasi bukan merupakan keadaan stabil. Elektron hanya

bertahan beberapa saat di keadaan eksitasi dan setelah itu kembali ke keadaan

awal mengisi kembali keadaan kosong yang semula ditinggalkannya di pita

valensi. Proses ini disebut deeksitasi atau rekombinasi. Disebut rekombinasi

karena elektron bergabung kembali dengan lubang, sehingga lubang menjadi

hilang. Saat proses deksitasi ini dilepaskan energi yang bisa berupa panas (getaran

atom-atom dalam bahan) atau bisa berupa pemancaran cahaya. Deeksitasi yang

disertai pelepasan panas disebut transisi tanpa radiasi (radiationless transition),

sedangkan deeksitasi yang disertai pemancaran gelombang elektromagnetik

disebut transisi radiasi (radiative transition). Pada transisi radiatif, energi

gelombang elektromagnetik yang dipancarkan kira-kira sama dengan lebar celah

pita energi, yaitu hf’ ≈ Eg. Dengan demikian, frekuensi gelombang

elektromagnetik yang dipancarkan adalah f” ≈ Eg/h.

Karena frekuensi merepresentasikan warna, maka tampak disini bahwa warna

yang dihasilkan material ketika terjadi proses deeksitasi sangat bergantung pada

Page 7: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

11

lebar celah pita energi. Ini merupakan salah satu dasar rekayasa pita energi. Jika

dapat melakukan pengontrolan lebar celah pita energi material maka akan

dihasilkan material yang menghasilkan warna yang berbeda-beda.

Pengaruh dimensi partikel terhadap lebar celah pita energi dapat dipahami

sebagai berikut. Ketika elektron berpindah dari pita valensi ke pita kondukasi,

yang berarti elektron melepaskan diri dari ikatan oleh ion-ion positif di sekitarnya

sehingga menjadi elektron yang lebih bebas. Elektron paling sulit melepaskan diri

dari satu atom terisolasi. Energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron dari

atom terisolasi sama dengan energi ionisasi, dan nilainya sangat besar. Jika

beberapa atom digabung menjadi material maka elektron-elektron dalam material

tersebut menjadi lebih mobil. Akibatnya makin sedikit energi yang diperlukan

untuk membuat elektron-elektron dalam material tersebut untuk menjadi elektron

yang lebih bebas. Ini berarti, lebar celah pita energi yang dimiliki material yang

tersusun dari sejumlah atom makin kecil. Makin banyak jumlah atom penyusun

material maka makin kecil energi yang diperlukan untuk menghasilkan elektron-

elektron yang hampir bebas, berarti makin kecil pula lebar celah pita energi.

Sampai suatu saat, kebebasan elektron mencapai nilai saturasi di maka

penambahan jumlah atom penyusun material tidak legi mengubah kekebasan

elektron. Dalam keadaan ini lebar celah pita energi tidak lagi bergantung pada

ukuran material. Lebar celah pita energi sama dengan lebar celah pita energi

material dalam keadaan besar atau bulk.

2.4. Koloid

Koloid (sistem koloid) merupakan campuran heterogen antara solut dengan

pelarut, dimana solut tetap ada (tersebar) pada pelarut. Dalam sistem koloid

terdapat dua bagian fasa, yaitu: fasa dalam (solute), disebut juga fasa terdispersi

dan fasa luar (pelarut), disebut juga fasa pendispersi.

Page 8: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

12

Solut maupun pelarut mempunyai tiga macam fase yaitu gas, cair dan padat maka

terdapat 8 macam sistem koloid seperti pada tabel berikut :

Tabel 2.2. Sistem Koloid

Fasa

Terdispersi

Fasa

Pendispersi

Penyebutan Nama Contoh

Gas

Gas

Cair

Cair

Cair

Padat

Padat

Padat

Cair

Padat

Gas

Cair

Padat

Gas

Cair

Padat

Gas dalam cair

Gas dalam padat

Cair dalam gas

Cair dalam cair

Cair dalm padat

Padat dalam gas

Padat dalam cair

Padat dlm padat

Buih

Busa padat

Aerosol cair

Emulsi

Emulsi padat

Aerosol pdt

Sol

Sol padat

Busa sabun

Karet busa

Kabut

Susu

Mentega

Asap

Larutan kanji

Camp logam

( perunggu )

(Verlyana, 2008)

Berdasarkan Interaksinya dengan Pelarut (air) koloid dapat dibagi menjadi dua

macam yaitu : (1) koloid hidrofil yaitu koloid yang dapat campur dengan air,

dapat diencerkan dan lebih stabil. Contohnya koloid dari senyawa-senyawa

organik, misalnya kanji (amilum), agar-agar, dsb dan (2) koloid hidrofob yaitu

tidak dicampur dengan air, sehingga tidak dapat diencerkan dan kurang stabil.

Contohnya koloid dari senyawa anorganik, misalnya sol belerang (S), Fe(OH)3.

Pembentukan koloid ditentukan oleh ukuran partikel solut, semakin kecil ukuran

partikel solut, maka akan semakin mudah larut dan sebaliknya, semakin besar

ukuran partikel solut, maka akan mudah membentuk endapan.

2.5. Teknologi Film Tipis

Divais semikonduktor dalam bentuk film disajikan dalam dua jenis yaitu film

tipis dan film tebal. Syarat untuk penumbuhan film tipis adalah ketidaksesuaian

film dengan kisi kecil, sehingga tidak terjadi cacat kristal. Proses penumbuhan

Page 9: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

13

lapisan tipis semikonduktor di atas substrat dapat dilakukan secara epitaksi.

Epitaksi berasal dari bahasa yunani. Epi berarti di atas dan taksial berarti

menyusun. Sehingga epitaksi didefenisikan sebagai proses penyusunan atom-atom

bahan kristal di atas substrat kristal tunggal dengan susunan lapisan yang

dihasilkan merupakan sambungan dari garis struktur kristal substrat.

Apabila lapisan tipis yang ditumbuhkan memiliki kesamaan sifat-sifat kimia,

parameter kisi dan struktur kristal, dan struktur kristal dengan substrat maka

proses penumbuhannya disebut proses Homoepitaksi, contoh: Si di atas Si.

Sehingga tidak memiliki ketidasesuaian kisi dan regangan kisi. Sedangkan apabila

lapisan tipis yang ditumbuhkan tidak memiliki kesamaan dalam sifat-sifat kimia,

parameter kisi, dan struktur kristal dengan substrat maka proses penumbuhannya

disebut Heteroepitaksi, contoh: Si di atas substrat Al2O3 sehingga memiliki

ketidaksesuaian kisi, regangan kisi dan akan muncul cacat kristal.

Ada beberapa teknik yang digunakan dalam penumbuhan film tipis, yaitu:

1. Metoda Physical Vapor Deposition (PVD) merupakan deposisi uap dengan

reaksi fisika yaitu: Sputtering (DC atau RF) dan Pulsed Laser Deposition

(PLD).

2. Metode Chenical Vapor Deposition (CVD) merupakan deposisi uap dengan

reaksi kimia, yaitu: Metal Organic Chemical Vapor Deposition (MOCVD),

Plasma Enhanced Chemical Vapor Deposition (PECVD) dan Low Pressure

Chemical Vapor Deposition (LPCVD).

2.5.1. Dasar – Dasar Penumbuhan Film Tipis

Pertumbuhan film tipis, untuk semua fase transformasi, melibatkan proses

nukleasi dan pertumbuhan pada substrat atau pertumbuhan permukaan. Proses

nukleasi memainkan peran yang sangat penting dalam menentukan kristalinitas

dan mikrostruktur film yang dihasilkan. Untuk deposisi film tipis dengan

ketebalan dalam ukuran nanometer, proses nukleasi awal bahkan lebih penting.

Nukleasi dalam pembentukan film adalah nukleasi heterogen, energi penghalang

dan ukuran nukleus kritis. Ukuran dan bentuk awal inti yang dianggap hanya

bergantung pada perubahan volume energi bebas Gibbs, karena untuk

Page 10: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

14

supersaturasi, dan efek gabungan energi permukaan dan antarmuka diatur oleh

persamaan Young. Interaksi antara film dan substrat memainkan peran yang

sangat penting dalam menentukan nukleasi awal dan pertumbuhan film.

Berdasarkan hasil eksperimental dinyatakan bahwa ada tiga mode dasar nukleasi

yaitu (Milton, 1992):

(1) pertumbuhan pulau atau Volmer-Weber,

(2) Pertumbuhan lapisan atau Frank-van der Merwe

(3) Pulau-lapisan atau Stranski-Krastonov.

Gambar 2.3. Ilustrasi tiga mode dasar nukleasi awal dalam pertumbuhan film.

Gambar 2.3 mengilustrasikan tiga mode dasar nukleasi awal dalam pertumbuhan

film. Pulau pertumbuhan terjadi ketika spesies pertumbuhan lebih kuat terikat satu

sama lain daripada substrat. Banyak sistem logam pada substrat isolator, halida

alkali, grafit dan substrat mika menampilkan jenis nukleasi selama awal deposisi

film . Hasil pertumbuhan berikutnya terjadinya pengabungan pulau-pulau dan

membentuk lapisan film. Pertumbuhan lapisan adalah kebalikan dari pertumbuhan

pulau, dimana pertumbuhan spesies sama-sama terikat lebih kuat ke substrat

daripada satu sama lain. Lapisan pertama lengkap dibentuk, sebelum deposisi

Page 11: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

15

lapisan kedua terjadi. Pertumbuhan pulau, pertumbuhan lapisan dan pertumbuhan

pulau-lapisan umumnya melibatkan stress selama pembentukan inti atau film.

Deposisi suhu dan tingkat pertumbuhan spesies merupakan dua faktor yang paling

penting dalam hal ini.

1. Pertumbuhan film kristal tunggal merupakan yang paling sulit dan

membutuhkan: (i) substrat kristal tunggal dengan pertandingan jarak kisi , (ii)

permukaan substrat yang bersih sehingga untuk menghindari terjadinya

nukleasi sekunder, (iii) suhu pertumbuhan yang tinggi sehingga untuk

menjamin mobilitas yang cukup dari spesies pertumbuhan dan (iv) tingkat

spesies pertumbuhan rendah sehingga untuk memastikan waktu yang cukup

untuk difusi permukaan dan penggabungan spesies pertumbuhan ke dalam

struktur kristal dan untuk relaksasi struktural sebelum munculnya spesies

pertumbuhan berikutnya.

2. Pengendapan amorf film biasanya terjadi : (i) ketika dilakukan suhu rendah

pertumbuhan, sehingga tidak cukup mobilitas permukaan untuk pertumbuhan

spesies (ii) ketika masuknya pertumbuhan spesies ke permukaan pertumbuhan

sangat tinggi, pertumbuhan spesies tidak memiliki cukup waktu untuk

menemukan situs pertumbuhan dengan energi terendah.

3. Kondisi untuk pertumbuhan film polikristalin kristal terjadi antara kondisi

pertumbuhan kristal tunggal dan deposisi film amorf. Secara umum, suhu

deposisi yang cukup memastikan mobilitas permukaan untuk pertumbuhan

spesies dan fluks pertumbuhan spesies cukup tinggi.

Kondisi pertumbuhan untuk polikristalin kristal tunggal, dan film amorf silikon

dengan metode uap kimia juga dapat berlaku untuk film elemen tunggal, seperti

ditunjukkan pada gambar 2.3. Namun, proses pertumbuhan ini merupakan kasus

yang kompleks dalam sistem disebabkan adanya materi kotoran dan aditif.

Epitaksial adalah proses yang sangat khusus, dan mengacu pada pembentukan

atau pertumbuhan kristal tunggal di atas substrat. Tingginya pertumbuhan

epitaksial menyebabkan terjadinya homoepitaksi dan heteroepitaksi.

Page 12: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

16

Homoepitaksi adalah untuk tumbuh film di substrat, di mana keduanya bahan

yang sama. Pertumbuhan Homoepitaksial biasanya digunakan untuk

menumbuhkan kualitas film yang lebih baik atau memperkenalkan dopan menjadi

film yang lebih baik. Heteroepitaksi mengacu pada kasus bahwa film dan substrat

adalah bahan yang berbeda. Perbedaan antara film homoepitaksial dan film

heteroepitaksial adalah pertandingan kisi antara film dan substrat. Tidak ada

ketidaksesuaian kisi antara film dan substrat oleh pertumbuhan homoepitaksiial.

Sebaliknya, akan ada ketidaksesuaian kisi antara film dan substrat pertumbuhan

heteroepitaksial.

2.6. Prekursor

Prekursor adalah bahan kimia yang menjadi dasar atau sumber dalam

pembentukan material yang lain. Ada beberapa kriteria material untuk disebut

sebagai prekursor, yaitu mempunyai sifat reaktif, mudah berubah menjadi zat lain,

dan mudah menjadi radikal akibat perlakuan termal maupun akibat proses

kimiawi.

2.6.1. TEA (trietanolamina)

Tabel 2.3. Sifat Fisis dan Kimia Trietanolamin

No Sifat Nilai

1 Formula C6H15NO3

1 Kelarutan di dalam air (200

C) larut

2 Titik lebur 220

C

3 Densitas 1.242 g/cm3 (20

0 C)

4 Titik didih 335.40 C

5 Indeks Refraktif 1.485

Page 13: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

17

2.7. Pelarut Etanol

Tabel 2.4. Sifat Fisis dan Kimia Etanol

Sifat Nilai

Rumus molekul C2H6O

Warna Bening

Titik didih 78.370 C

Titik lebur -1140 C

Kelarutan dalam air dapat dicampur (miscible)

Indeks refraksi 1.36

2.8. Sifat Adesif Pelapisan (Coating)

Ketahanan pelapisan (coating) sangat dipengaruhi oleh kemampuan pelapisan

untuk menempel (adhesive) pada material substrat. Jika daya tempel tidak kuat

maka selain pelapisan tidak menempel dengan baik, hal ini dapat juga memberi

kesempatan kepada udara lembab masuk ke celah antara lapisan dan substrat yang

menyebabkan kontaminasi. Ada beberapa jenis daya ikatan antara lapisan dengan

material substrat, antara lain:

a. Daya ikat kimia (chemical bonding adhesion), yaitu daya ikat yang terjadi

antara pelapisan dengan material substrat berupa ikatan atom. Contohnya yaitu

pada pelapisan zinc (seng) untuk melapisi baja, atau yang biasa disebut

galvanized steel. Zinc berikatan dengan baja membentuk paduan intermetalik

FeZn. Jenis ikatan ini adalah ikatan yang paling kuat.

b. Daya ikat polar (polar adhesion), yaitu daya ikat yang terjadi karena gaya

tarik menarik material polar. Contohnya yaitu pelapisan organik, yang banyak

mengandung senyawa polar. Jenis ikatan ini tidak akan bekerja dengan baik

apabila terdapat zat pengotor di permukaan substrat seperti kotoran, minyak,

air, dan lain-lain.

c. Daya ikat mekanik (mechanical adhesion), yaitu daya ikat yang terjadi karena

ikatan secara mekanik (mechanical interlocking). Contohnya yaitu dengan

penggunaan pelapisan pada permukaan substrat yang kasar, seperti

penggunaan sand blast ataupun bahan abrasif sebelum proses pelapisan.

Page 14: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

18

Selain itu bisa juga penggunaan pelapisan yang akan mengkerut ketika

perbaikan (curing) sehingga akan membungkus material substrat dengan baik,

seperti epoksi, poliester, dan lain-lain.

2.9. Substrat Kaca

Pada penumbuhan film tipis diperlukan substrat sebagai tempat untuk

tumbuhnya film tipis. Substrat yang digunakan adalah yang memiliki parameter

kisi dan koefisien termal yang hampir sama dengan film tipis. Beberapa material

yang umumnya digunakan sebagai substrat antara lain safir (Al2O3), kaca, silikon

dan sebagainya. yang digunakan untuk pembuatan film tipis ZnO adalah kaca.

Kaca adalah bahan yang tidak padat, karena molekul-molekunya disusun secara

acak seperti zat cair, namun kohesinya membuat bentuknya menjadi stabil.

Karena susunannya acak seperti zat cair itulah maka kaca terlihat transparan.

Selain itu kaca juga merupakan material non-organik hasil dari proses

pendinginan tanpa melalui proses kristalisasi.

Dipandang dari segi fisika kaca merupakan zat cair yang sangat dingin

karrena struktur- struktur partikel penyusunnya yang saling berjauhan seperti

dalam zat cair namun berwujud padat. Ini terjadi akibat proses pendinginan yang

sangat cepat. Dari segi kimia, kaca adalah gabungan dari berbagai oksida

anorganik yang tidak mudah menguap, yang dihasilkan dari dekomposisi dan

peleburan senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai penyusun lainnya.

Fungsi substrat dalam pembuatan film tipis yaitu:

a. Sebagai penunjang interkoneksi dan perakitan devais

b. Sebagai isolator dan tempat pelapisan serta pembentukan pola jalur konduktor

dan komponen pasif

c. Media panas penyalur rangkaian

d. Sebagai lapisan dielektrik untuk rangkaian-rangkaian frekuensi tinggi

Secara umum substrat harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1. Kestabilan dimensi (tidak mudah berubah)

2. Tahan terhadap gesekan

3. Konstanta dielektrik yang rendah

Page 15: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

19

4. Permukaan rata dan halus

5. Stabilitas kimia yang baik dan kecocokan dengan pasta atau sol

6. Daya serapnya rendah

7. Jenis isolator yang baik

Tabel 2.5. Sifat fisis kaca mikroskop

Sifat Nilai

Warna Bening

Prinsip penggunaan Sebagai substrat listrik dan optik

Ekspansi termal 0 - 3000 C

Titik pemanasan anealing 6390 C

Kerapatan 2,76 g/cm3

Transmitansi

70 % (320 nm)

90 % (360 nm)

90 % (380- 2200 nm)

2.10. Metoda Sol-Gel

Metode sol gel adalah metode dengan menggunakan proses kimia dimulai

dari bentuk ion yang lebih besar (bulk) ditambah pereaksi kimia sehingga ion

yang dihasilkan berukuran nanopartikel. Metode sol-gel merupakan proses yang

banyak digunakan untuk membuat keramik, material gelas dan teknik kimia yang

juga dikenal sebagai deposisi larutan kimia. Metode ini dikenal sebagai “wet

method” karena pada prosesnya menggunakan larutan sebagai medianya (pelarut).

Pada metode ini, mengalami perubahan fase yaitu dari fase solid yang berupa

serbuk akan berubah menjadi fase sol (koloid yang memiliki padatan tersuspensi

dalam larutan) lalu berubah menjadi gel. Material yang biasanya digunakan dalam

proses sol-gel adalah garam logam inorganik (inorgaic metal salt) atau campuran

logam organik (metal organik compound). Pada proses sol-gel, prekursor

molekular dirubah menjadi partikel berukuran nano untuk membentuk suspensi

koloid atau sol. Nanopartikel koloid ini kemudian berikatan satu dengan yang lain

melalui proses polimerisasi untuk membentuk gel. Polimerisasi membuat proses

Page 16: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

20

difusi kimia terus meningkat kemudian gel tersebut dikeringkan dan dikalsinasi

untuk menghasilkan bubuk. Kalsinasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat

yang dapat menghasilkan suhu yang seragam bagi bahan sehingga proses

pencampuran bahan memungkinkan untuk pembentukan produk yang lebih

seragam. Pada suatu sintesa untuk menghilangkan atau mengurangi kadar air

dalam air dan pengotor perlu dilakukan proses yang disebut kalsinasi. Pemanasan

atau kalsinasi akan terbentuk agregat partikel dimana penggerusan dari agregat

yang besar tersebut diperoleh serbuk yang baik. Selain itu, kalsinasi juga

memiliki fungsi untuk menghilangkan sisa senyawa prekursor yang tidak bisa

hilang pada suhu rendah.

Bahan awal atau precursor juga dapat disimpan pada suatu substrat untuk

membentuk film (seperti melalui dipcoating atau spincoating), yang kemudian

dimasukkan kedalam suatu kontainer yang sesuai dengan bentuk yang diinginkan

contohnya untuk menghasilkan suatu keramik monolitik, gelas, fiber atau serat

membran, aerogel, atau juga untuk mensitesis bubuk baik butiran mikro maupun

nano.

2.10.1. Kimia Sol Gel

Kimia sol gel didasarkan pada hidrolisis dan kondensasi dari prekursor.

Umumnya pada sol gel ditunjukkan penggunaan alkoksida sebagai prekursor.

Alkoksida memberikan suatu monomer yang dalam beberapa kasus yang terlarut

dalam bermacam-macam pelarut khususnya alkohol. Alkohol membolehkan

penambahan air untuk mulai reaksi, keuntungan lain alkoksida adalah untuk

mengontrol hidrolisis dan kondensasi. Prose sol-gel terdiri dari 4 tahap, yaitu:

1. Hidrolisis

Pada tahap pertama prekursor (alkoksida) dilarutkan dalam alkohol dan

terhidrolisis dengan penambahan air pada kondisi asam, netral atau basa

menghasilkan sol koloid. Hidrolisis menggantikan ligan (-OR) dengan gugus

hidroksil (-OH) dengan reaksi sebagai berikut:

M(OR)z + H2O M(OR)(z-1)(OH) + R(OH)

Page 17: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

21

Faktor yang berpengaruh pada proses hidrolisis adalah rasio air atau prekursor dan

jenis katalis hidrolisis yang digunakan. Peningkatan rasio pelarut atau prekursor

akan meningkatkan reaksi hidrolisis. Reaksi berlangsung cepat sehingga waktu

gelasi lebih cepat. Katalis yang digunakan pada proses hidrolisis adalah jenis

katalis asam atau katalis basa, namun proses hidrolisis juga dapat berlangsung

tanpa menggunakan katalis. Dengan adanya katalis maka proses hidrolisis akan

berlangsung lebih cepat dan konversi menjadi lebih tinggi.

2. Kondensasi

Pada tahapan ini terjadi proses transisi dari sol menjadi gel. Reaksi kondensasi

melibatkan ligan hidroksil untuk menghasilkan polimer dengan ikatan M-O-M.

Pada berbagai kasus , reaksi ini juga menghasilkan produk samping berupa air

atau alkohol dengan persamaan reaksi secara umum

Kondensasi air : M-OH + HO-M M-O-M + H2O

Kondensasi alkohol : M-O-R + HO-M M-O-M + R-OH

3. Pematangan (Aging)

Setelah reaksi hidrolisis dan kondensasi, dilanjutkan dengan proses

pematangan gel yang terbentuk. Proses ini lebih dikenal dengan nama proses

aging. Pada proses pematangan ini, terjadi reaksi pembentukan jaringan gel yang

lebih kaku, kuat, dan menyusut di dalam larutan. Parameter prosesnya adalah

waktu, temperatur, komposisi cairan dan lingkungan aging.

4. Pengeringan (kalsinasi)

Tahap terakhir adalah proses penguapan larutan dan cairan yang tidak

diinginkan untuk mendapatkan struktur sol-gel yang memiliki luas permukaan

yang tinggi. Kalsinasi berguna untuk melepaskan template yang digunakan dalam

proses gel. Parameter prosesnya adalah temperatur, waktu dan gas (inert atau

reaktif).

Struktur dan sifat fisik gel sangat bergantung pada beberapa hal, diantaranya :

• Pemilihan bahan baku material

• Laju hidrolisis dan kondensasi

• Modifikasi kimiawi dari sistem sol-gel

Page 18: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

22

Metode sol gel cocok untuk preparasi film tipis dan material berbentuk bubuk

(powder). Tujuan preparasi ini agar suatu material dapat memiliki fungsional

khusus (elektrik, optik, magnetik, dll). Metode sol gel memiliki keuntungan

antara lain:

Biaya murah

Untuk partikel halus, rentang ukuran 0,1 sampai beberapa mikron

Mudah dalam kontrol komposisi (kehomogenan komposisi kimia baik)

Temperatur proses rendah

2.11. Preparasi Pre-Pelapisan (Coating)

Permukaan logam biasanya belum bisa langsung diberikan pelapis, karena

kualitas permukaan yang rendah serta kemungkinan adanya kotoran dan minyak

dapat mengganggu sifat adesif dari pelapisan.

Oleh karena itu perlu dilakukan proses preparasi terlebih dahulu sebelum

dilakukan proses pelapisan. Proses pre-pelapisan ini terdiri dari dua jenis, yaitu

pembersihan secara mekanik (mechanical cleaning) dan pembersihan secara

kimiawi (chemical cleaning).

1. Mechanical cleaning, yaitu dengan menggunakan material abrasif untuk

menghilangkan kotoran pada permukaan. Proses mekanik yang digunakan

umumnya yaitu grinding, sand blasting, dan lain-lain. Kontaminan yang dapat

dibersihkan antara lain scale, produk korosi, maupun sisa pelapisan

sebelumnya dengan mengikis permukaan material substrat tersebut.

2. Chemical cleaning, yaitu proses pembersihan dengan menggunakan bahan

kimia. Cara pengaplikasiannya dapat diusapkan, disemprot, diuapkan, dan

dicelupkan. Ada beberapa jenis pembersihan secara kimiawi, antara lain:

a. Emulsion cleaning, yaitu dengan menggunakan larutan berbahan dasar

organic (surfaktan) yang dapat membersihkan minyak seperti deterjen dan

pengemulsi.

b. Alkaline cleaning, yaitu dengan menggunakan larutan garam alkali untuk

membersihkan kotoran dan minyak. Larutan yang umum digunakan antara

lain sodium hydroxide (NaOH) dan sodium carbonate (Na2CO3). Biasanya

Page 19: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

23

garam tersebut dilarutkan dengan air hangat sebanyak 80-40%. Setelah proses

alkaline cleaning, semua zat alkalin harus dibersihkan dengan air atau uap

agar tidak mengganggu kinerja pelapisan.

c. Pickling (Acid cleaning), yaitu dengan menggunakan larutan asam untuk

membersihkan kerak dan korosi. Larutan asam yang biasa digunakan yaitu

asam sulfat (H2SO4) yang akan melarutkan oksida pada permukaan.

2.12. Pelapisan dengan Metode Pencelupan (Dipcoating)

Teknik dipcoating adalah proses dimana substrat dilapisi dengan cara

dicelupkan ke dalam larutan dan kemudian diangkat kembali dengan kecepatan

penarikan substrat yang telah ditetapkan dengan kontrol temperatur dan atmosfer.

Ketebalan lapisan dipengaruhi oleh kecepatan penarikan substrat dari larutan dan

viskositas larutan.

Gambar 2.4 Alat Pencelup (dipcoater) sampel

2.13. Perlakuan Panas

Proses perlakuan panas merupakan kombinasi operasi pemanasan dan

pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap material dalam

keadaan padat sebagai suatu upaya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu.

Page 20: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

24

Proses perlakuan panas pada dasarnya terdiri dari beberapa tahapan dimulai

dengan pemanasan sampai temperatur tertentu, lalu diikuti dengan penahanan

selama beberapa saat lalu kemudian dilakukan pendinginan menuju temperatur

yang lebih rendah dengan kecepatan tertentu.

Secara umum proses perlakuan panas dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:

1. Proses perlakuan panas yang menghasilkan struktur yang seimbang (near

equilibrium). Tujuan utama dari perlakuan panas ini diantaranya adalah untuk

memperbaiki struktur kristal dan menghasilkan butir. Contoh perlakuan panas

yang termasuk jenis near equilibrium adalah pemanasan awal (preheating)

dan anealing. Anealing pada suatu material dilakukan dengan cara

memanaskan material sampai temperatur yang cukup tinggi kemudian

mempertahankan pemanasannya pada suhu tinggi selama beberapa saat agar

tercapai perubahan yang diinginkan seperti membuat sedikit pertumbuhan

butiran-butiran agar diperoleh struktur mikro dengan butir yang halus dan

seragam kemudian didinginkan secara perlahan-lahan dengan laju pendinginan

yang cukup lambat.

2. Proses perlakuan panas yang menghasilkan struktur yang tidak seimbang (non

equilibrium). Tujuan umum dari perlakuan panas ini adalah untuk

mendapatkan kekerasan dan kekuatan yang lebih tinggi. Salah satu jenis

perlakuan panas non equilibrium adalah hardening. Hardening biasa dilakukan

pada baja dengan tujuan untuk memperoleh sifat tahan yang aus yang lebih

tinggi dan kekuatan yang lebih baik.

2.13.1. Pengaruh Temperatur Substrat

Pemanasan substrat memberikan energi pada pembentukan orientasi kristal

pada film yang akan ditumbuhkan. Oleh karena itu penambahan energi pada

sistem ini sangat penting untuk penumbuhan film tipis dengan orientasi kristal

yang baik. Tetapi hal ini bukan berarti dengan memberikan pemanasan atau energi

yang lebih besar selalu lebih baik. Jika terlalu banyak energi yang ditambahkan

pada sistem saat film ditumbuhkan maka dapat muncul beberapa permasalahan.

Saat nanopartikel ZnO akan ditumbuhkan pada substrat, tentunya mereka

Page 21: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

25

memiliki ekspansi termal yang berbeda karena keduanya merupakan material

yang berbeda. Sehingga jika substrat dipanaskan menuju temperatur tinggi, saat

penumbuhan hal ini dapat saja baik, tetapi saat sampel didinginkan menuju

temperatur ruangan maka dapat mengakibatkan terbentuknya sisa tekan (residual

stress). Energi yang terlalu besar mengakibatkan terjadinya tekanan (stress) tetapi

jika tidak ada cukup energi maka kristalisasi tidak terjadi dengan baik atau tidak

sesuai dengan yang diinginkan.

Pemanasan pada lapisan ZnO mengakibatkan terjadinya pergesaran pita on

set absorbansi ke arah panjang gelombang yang lebih pendek (blue shift), hal ini

berkaitan dengan meningkatnya besar pita energi pada lapisan ZnO yang

terbentuk. Peningkatan besar pita energi dipengaruhi oleh ukuran partikel, cacat

material dan impuritas. Selain itu tingkat pemanasan yang lebih tinggi dapat

menghasilkan struktur kristaldan morfologi yang lebih baik dan secara langsung

berkaitan dengan menurunnya ukuran kristal serta meningkatkan celah energi.

Orientasi sumbu-c (c-axis) film tipis ZnO menurun pada temperatur substrat

(<2000C) dikarenakan temperatur mengurangi mobilitas permukaan dan

pemindahan partikel nano pada permukaan substrat, sedangkan kualitas tekstur

meningkat secara normal seiring dengan bertambahnya temperatur substrat.

Penguapan kembali (re-evaporation) atom-atom permukaan pada film yang

ditumbuhkan pada temperatur substrat yang sangat tinggi ( > 6000 C) berdasarkan

hasil penelitian sebelumnya menyebabkan pembentukan stoikiometri film tipis.

Proses nukleasi bergantung pada energi antarmuka antara permukaan substrat dan

spesies padat (condensing spesies) dimana energi antarmuka tersebut ditentukan

oleh temperatur substrat. Pergerakan atau mobilitas dari spesies nano

menggambarkan kristal film tipis.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, bahwa transmitansi optik

(T) dalam sinar tampak (400 – 700 nm) bertambah sedikit dengan bertambahnya

temperatur substrat dari temperatur ruangan menuju suhu 3000 C, dan ini

berhubungan dengan bertambahnya ukuran bulir film dengan bertambahnya

temperatur substrat, seperti dalam gambar 2.5.

Page 22: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

26

Gambar 2.5. Transmisi ZnO yang ditumbuhkan pada substrat kaca pada

temperatur yang berbeda.

2.13.2. Proses preheating dan post-heating

Proses pemanasan (heating) dilakukan dengan menggunakan tanur (furnace)

mulai dari suhu ruang hingga ke suhu yang diinginkan. Temperatur dinaikkan

secara perlahan-lahan hingga temperatur maksimum yang diinginkan yaitu selama

beberapa jam. Sample didiamkan selama beberapa menit pada suhu yang

divariasikan secara berurutan, kemudian diturunkan secara perlahan hingga suhu

ruang. Tahap ini dikatakan juga sebagai tahap preheating yang berfungsi untuk

mengevaporasi larutan ,membersihkan film dari residu organik. dan memfasilitasi

perubahan ZnOH menjadi ZnO seiring dengan pemanasan (hidrolisis). Agar bisa

menghasilkan film ZnO yang transparan maka temperatur preheating yang biasa

dilakukan pada substrat kaca adalah 2000 C- 300

0 C.

Tahap selanjutnya postheating dimana sampel dipanaskan pada suhu > 5000C

selama beberapa menit lalu temperatur diturunkan secara alami hingga kembali ke

suhu ruang. Postheating ini berfungsi untuk pembentukan kristal dari partikel

ZnO. Diharapkan kristal yang terbentuk memiliki orientasi yang seragam, dan

memiliki ukuran bulir kecil serta meminimalisir pori-pori yang terbentuk.

Page 23: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

27

Sesuai dengan data yang diperoleh, Jianguo, Lv.,2011 melaporkan bahwa

semakin besar temperatur pemanasan awal dengan temperatur pemanasan akhir

konstan maka ukuran partikel ZnO yang diperoleh semakin kecil.

Tabel 2.6. Pengaruh pemanasan terhadap tekanan residu dan ukuran rata-rata

kristal sampel film tipis ZnO

Sampel Temperatur

Preheating (0C)

Temperatur

postheating (0C)

Ukuran Kristal (nm)

A1 150 400 16.9

A2 200 400 16.7

A3 250 400 4.6

B1 150 600 28.4

B2 200 600 21.8

B3 250 600 21.4

2.14. Sel Surya

Sel surya adalah suatu perangkat yang mengkonversi energi radiasi matahari

menjadi energi listrik. Sel surya pada dasarnya terdiri dari hubungan pn atau

ikatan antara sisi positif dan negatif di dalam sebuah sistem semikonduktor. Sel

surya atau photovoltaic (PV) adalah suatu sistem atau cara langsung untuk

mentransfer radiasi matahari atau energi cahaya menjadi energi listrik. Efek

fotovoltaik pertama kali ditemukan oleh Henri Becquerel pada tahun 1839. Efek

fotovoltaik adalah fenomena dimana suatu sel fotovoltaik dapat menyerap energi

cahaya dan merubahnya menjadi energi listrik karena munculnya voltase listrik

akibat kontak dua elektroda yang dihubungkan dengan sistem padatan atau cairan

saat diletakkan di bawah energi cahaya.

2.14.1. Konversi Energi Pada Sel Surya

Pada dasarnya mekanisme konversi energi cahaya terjadi akibat adanya

perpindahan elektron bebas dalam suatu atom. Sel surya pada umumnya

menggunakan material semikonduktor sebagai penghasil elektron bebas. Ketika

Page 24: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

28

foton dari suatu sumber cahaya menumbuk suatu elektron valensi dari atom

semikonduktor mengakibatkan suatu energi yang cukup besar untuk memisahkan

elektron tersebut terlepas dari struktur atomnya. Elektron yang terlepas tersebut

menjadi bebas bergerak di dalam bidang kristal dan elektron tersebut menjadi

bermuatan negatif dan berada pada daerah pita konduksi dari material

semikonduktor. Akibat hilangnya elektron mengakibatkan terbentuknya suatu

kekosongan pada struktur kristal yang disebut “hole” dan bermuatan positif.

Daerah semikonduktor dengan elektron bebas dan bersifat negatif bertindak

sebagai donor elektron yang disebut daerah tipe negatif atau tipe n. Sedangkan

daerah semikonduktor dengan lobang bersifat positif dan bertindak sebagai

penerima elektron. Daerah ini disebut tipe positif atau tipe p. Ikatan dari kedua sisi

posisi dan negatif tersebut menghasilkan energi listrik internal yang akan

mendorong elektron bebas dan lobang untuk bergerak ke arah yang berlawanan.

Elektron akan bergerak menjauhi sisi negatif, sedangkan lobang bergerak

menjauhi sisi positif. Ketika hubungan ini dihubungkan dengan sebuah beban

seperti lampu akan menghasilkan sebuah arus listrik.

Gambar 2.6. Susunan sambungan pn standar sel surya tahun 1960-an

Berbeda dengan sel surya konvensional, DSSC adalah sel surya

fotoelektrokimia sehingga menggunakan elektrolit sebagai medium pengirim

muatan. Selain elektrolit, DSSC terbagi menjadi beberapa bagian yang terdiri dari

nanopartikel TiO2 maupun ZnO, molekul dye yang teradsorpsi di permukaan

Page 25: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

29

ZnO, larutan elektrolit dan katalis yang semuanya dideposisi diantara dua kaca

konduktif, seperti terlihat pada Gambar 2.6. Pada bagian atas dan alas sel surya

merupakan kaca yang sudah dilapisi oleh TCO (Transparent Conducting Oxide),

yang berfungsi sebagai elektroda dan counter-elektroda. Pada TCO counter-

elektroda dilapisi katalis untuk mempercepat reaksi redoks dengan elektrolit.

Gambar 2.7. Struktur dan komponen sel surya DSCC

2.15. Sifat Optik

Sifat optis ZnO dipengaruhi oleh pita energi dan dinamika kisi. Sifat optik

film tipis ZnO terletak diantara 1,9 eV sampai 2,8 eV dan dikenal sebagai green

band. Sifat optis yang ingin diketahui dan dipelajari adalah absorbansi (A), transmitansi

(T), dan energi gap film tipis ZnO. Sifat transparan yang dihasilkan berkaitan dengan

kualitas film yang terbentuk dan dapat dipengaruhi oleh struktur kristal, ukuran

bulir, dan pemilihan substrat Selain itu peningkatan transmitansi pada suhu yang

lebih tinggi kemungkinan diakibatkan oleh hamburan optik yang disebabkan oleh

pemadatan dan penumbuhan bulir partikel yang diiringi dengan berkurangnya

kerapatan perbatasan bulir antar partikel yang terbentuk. Sehingga dapat diketahui

untuk menghasilkan kualitas lapisan yang baik, dibutuhkan pemanasan pada

temperatur yang cukup tinggi.

Page 26: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

30

Koefisien absorbsi ZnO diperoleh dengan mengkaji karakteristik spektrum

transmisi film tipis ZnO, dengan mengukur transmisi sebagai fungsi gelombang

yang persamaannya sebagai berikut (Ilican, dkk, 2008).

(∝ 𝑕𝑣)2 = 𝐴 (𝑕𝑣 − 𝐸𝑔)𝑛

dimana: ∝ = koefisien absorbsi

h = konstanta Planck

𝑣 = frekuensi foton insiden

A = konstanta

Eopt = celah energi dari sampel

n = 0.5 untuk transisi langsung,

Material ZnO merupakan transisi langsung. Sehingga persamaan di atas dapat

dituliskan kembali : (∝ 𝑕𝑣)2 = 𝐴 (𝑕𝑣 − 𝐸𝑔)1/2 dan koefisien absorbsi (α) pada

daerah UV dari film tipis ZnO dihitung dengan menggunakan persamaan:

∝ = − ln 𝑥

𝑑

dimana; x = absorbansi

d = ketebalan film ZnO: 𝑑 = 1

2 𝑛𝑓.( 1𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑕

− 1𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘

)

∝ = koefisien absorbsi optik.

𝑛𝑓 = indeks bias film (Hussein, 2011)

dimana ;

𝑛𝑓 = 1 + (𝑅𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 )0.5

1 − (𝑅𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 )0.5

Sehingga dapat diketahui nantinya nilai energi gap optik (Eg opt) dari sampel yang

diukur.

2.15.1. Mekanisme emisi

Efek fotolistrik adalah pengeluaran elektron dari suatu permukaan (biasanya

logam) ketika dikenai, dan menyerap, radiasi elektromagnetik (seperti cahaya

tampak dan radiasi ultraungu) yang berada di atas frekuensi ambang tergantung

pada jenis permukaan.

Page 27: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

31

Foton dari sinar memiliki energi karakteristik yang ditentukan oleh frekuensi

cahaya. Dalam proses fotoemisi, jika elektron dalam beberapa bahan menyerap

energi dari satu foton dan dengan demikian memiliki lebih banyak energi daripada

fungsi kerja (energi ikat elektron) dari materi, itu dikeluarkan. Jika energi foton

terlalu rendah, elektron tidak bisa keluar dari materi. Peningkatan intensitas sinar

meningkatkan jumlah foton dalam berkas cahaya, dan dengan demikian

meningkatkan jumlah elektron, tetapi tidak meningkatkan energi setiap elektron

yang dimiliki. Energi dari elektron yang dipancarkan tidak tergantung pada

intensitas cahaya yang masuk, tetapi hanya pada energi atau frekuensi foton

individual. Ini adalah interaksi antara foton dan elektron terluar. Planck

mendapatkan bahwa kuanta yang berpautan dengan frekuensi tertentu dari

cahaya semuanya harus berenergi sama dimana energi ini E berbanding lurus

dengan . Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

𝐸 = 𝑕𝑣 = 𝑕𝑐

dimana h adalah konstanta planck yang bernilai 6,626 𝑥 10−34 𝐽. 𝑠.

Spektrum absorbansi yang diperoleh dari sampel film tipis ZnO berdasarkan

penelitian Hussein, F., 2011 ditunjukkan pada gambar 2.5 berikut:

Gambar 2.8. Spektrum absorbansi film tipis ZnO ( Hussein, 2011)

Page 28: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

32

Spektrum transmitansi UV-Vis yang diperoleh dari sampel film tipis ZnO

berdasarkan penelitian Young-Sung Kim dan Weon-Pil Tai, 2005 ditunjukkan

pada gambar 2.9 .

Gambar 2.9. Transmitansi optik film tipis ZnO yang dipreparasi dengan metode

sol gel dipcoating dengan pemanasan awal (preheating treatment)

pada temperatur yang berbeda dengan pemanasan akhir 6500 C.

(Young-Sung Kim dan Weon-Pil Tai, 2005).

2.16. Spektrofotometer UV – Vis

Ultraviolet (UV) cahaya adalah radiasi elektromagnetik dengan panjang

gelombang lebih pendek daripada cahaya tampak, tetapi lebih lama dari x-ray,

dalam kisaran 10 nm sampai 400 nm, dan energi dari 3 eV ke 124 eV. Dinamakan

demikian karena spektrum terdiri dari gelombang elektromagnetik dengan

frekuensi yang lebih tinggi daripada manusia mengidentifikasi sebagai warna

ungu. Sebagai radiasi pengion dapat menyebabkan reaksi kimia, dan

menyebabkan banyak zat bersinar atau fluoresen .dan merusak, terhadap

kesehatan manusia. Spektrum optik (cahaya atau spektrum terlihat atau spektrum

tampak) adalah bagian dari spektrum elektromagnetik yang tampak oleh mata

manusia. Radiasi elektromagnetik dalam rentang panjang gelombang ini disebut

sebagai cahaya tampak. Tidak ada batasan yang tepat dari spektrum optic, mata

Page 29: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

33

normal manusia akan dapat menerima panjang gelombang dari 400 sampai 700

nm, meskipun beberapa orang dapat menerima panjang gelombang dari 380

sampai 780 nm (atau dalam frekuensi 790-400 terahertz). Mata yang telah

beradaptasi dengan cahaya biasanya memiliki sensitivitas maksimum di sekitar

555 nm, di wilayah hijau dari spektrum optik. Radiasi elektromagnetik di luar

jangkauan panjang gelombang optik, atau jendela transmisi lainnya, hampir

seluruhnya diserap oleh atmosfer. Dikatakan jendela optik karena manusia tidak

bisa menjangkau wilayah di luar spektrum optik. Inframerah terletak sedikit di

luar jendela optik, namun tidak dapat dilihat oleh mata manusia.

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitansi atau absorban suatu

sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometri ini merupakan

gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible. menggunakan dua buah

sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible.

Spektroskopi ultraviolet-visible atau spektrofotometri ultraviolet-visible (UV-Vis

atau UV / Vis) melibatkan spektroskopi dari foton dalam daerah UV-terlihat. Ini

berarti menggunakan cahaya dalam terlihat dan berdekatan (dekat ultraviolet (UV)

dan dekat dengan inframerah (NIR) kisaran. Penyerapan dalam rentang yang

terlihat secara langsung mempengaruhi warna bahan kimia yang terlibat. Di

wilayah ini dari spektrum elektromagnetik, molekul mengalami transisi

elektronik. Teknik ini melengkapi fluoresensi spektroskopi, di fluoresensi

berkaitan dengan transisi dari ground state ke eksited state.

Spektrofotometer UV-Vis mempunyai rentang pengukuran pada panjang

gelombang 190-1100 nm. Gugusan atom yang mengabsorpsi radiasi UV-Vis

adalah gugus kromofor. Ketika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi

elektromagnetik, molekul tersebut akan mengabsorbsi radiasi elektromagnetik

yang energinya sesuai. Pada molekul terjadi transisi elektronik dan absorbsi

tersebut menghasilkan garis spektrum.

Radiasi UV-Vis atau sinar tampak hanya dapat diserap oleh larutan berwarna

yaitu adanya gugus Kromosfer atau gugus warna dari solut dalam larutan.

Absorbansi maksimum larutan warna tersebut terjadi pada daerah yang

berlawanan atau bisa dikatakan warna yang diserap adalah warna komplementer

Page 30: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

34

dari warna yang diamati. Pembagian warna dan panjang gelombang daerah UV =

200 nm – 350 nm, daerah visible ≥ 350- 700 nm.

Spektrum UV maupun tampak terdiri dari pita absorbsi, lebar pada daerah

panjang gelombang yang lebar. Ini disebabkan terbaginya keadaan dasar dan

keadaan eksitasi sebuah molekul dalam subtingkat-subtingkat rotasi dan vibrasi.

Transisi elektronik dapat terjadi dari subtingkat apa saja dari keadaan dasar ke

subtingkat apa saja dari keadaan eksitasi.

Dasar pemikiran metode penggunaan UV-Vis sederhana. Jika material disinari

dengan gelombang elektromagnetik maka foton akan diserap oleh elektron dalam

material. Setelah menyerap foton, elektron akan berusaha meloncat ke tingkat

energi yang lebih tinggi. Jika elektron yang menyerap foton mula-mula berada

pada puncak pita valensi maka tingkat energi terdekat yang dapat diloncati

electron adalah dasar pita konduksi. Jarak kedua tingkat energi tersebut sama

dengan lebar celah pita energi.

Jika energi foton yang diberikan kurang dari lebar celah pita energi maka

elektron tidak sanggup meloncat ke pita valensi. Elektron tetap berada pada pita

valensi. Dalam keadaan ini dikatakan elektron tidak menyerap foton. Radiasi yang

diberikan pada material diteruskan melewati material (transmisi). Elektron baru

akan meloncat ke pita konduksi hanya jika energi foton yang diberikan lebih besar

daripada lebar celah pita energi. Elektron menyerap energi foton tersebut. Dalam

hal ini dikatakan terjadi absorpsi gelombang oleh material. Ketika kita mengubah-

ubah frekuensi gelombang elektromagnetik yang dijatuhkan ke material maka

energi gelombang dimana mulai terjadi penyerapan oleh material bersesuaian

dengan lebar celah pita energi material. Lebar celah pita energi semikonduktor

umumnya lebih dari 1 eV. Energi sebesar ini bersesuaian dengan panjang

gelombang dari cahaya tampak ke ultraviolet. (Mikrajuddin, 2008).

Di samping pita-pita spectrum visibel disebabkan terjadinya tumpang tindih

energi elektronik dengan energi lainnya (translasi, rotasi, vibrasi) juga disebabkan

ada faktor lain sebagai faktor lingkungan kimia yang diberikan oleh pelarut yang

dipakai. Pelarut akan sangat berpengaruh mengurangi kebebasan transisi

Page 31: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

35

elektronik pada molekul yang dikenakan radiasi elektromagnetik. Oleh karena itu,

spektrum zat dalam keadaan uap akan memberikan pita spectrum yang sempit.

Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi

elektron akan menyerap cahaya pada panjang gelombang yang lebih pendek.

Molekul yang menyerap energi lebih sedikit akan menyerap cahaya pada panjang

gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap caha dalam daerah

tampak memiliki elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang

menyerap cahaya pada panjang gelombang UV yang lebih pendek.

Spektrofotometer UV-Vis terdiri dari lima komponen pokok, yaitu :

a. Sumber radiasi : lampu hidrogen, deuterium atau wolfram.

Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki pancaran

radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya yang biasa

untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan inframerah dekat adalah sebuah

lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari wolfram (tungsten).

b. Tempat sampel/kuvet : kuarsa, kaca atau plastik dengan panjang lintasan, b =

1 cm. kuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat

contoh atau cuplikan yang akan dianalisis.

Cuvet harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut :

1) Tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya.

2) Permukaannya secara optis harus benar- benar sejajar, harus tahan (tidak

bereaksi) terhadap bahan- bahan kimia.

3) Tidak boleh rapuh.

4) Mempunyai bentuk (desain) yang sederhana.

c. Monokromator

Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya

polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang tertentu

(monokromatis) yang bebeda (terdispersi).

d. Detektor

Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada

berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal

Page 32: UNIMED Undergraduate 22392 05 BAB II

36

listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk

jarum penunjuk atau angka digital.

e. Rekorder (Sumio, 2010)

Pada proses pemantulan dan pembiasan, cahaya dapat terpolarisasi

sebagian atau seluruhnya oleh refleksi. Perbandingan intensitas cahaya yang

dipantulkan dengan cahaya yang datang datang disebut reflektansi (R), sedangkan

perbandingan intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan cahaya datang disebut

transmitansi (T).