Top Banner

of 26

UNIMED-Undergraduate-22355-05 BAB II.pdf

Jan 10, 2016

Download

Documents

MelvinIskandar
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Logam

    Dalam fisika logam adalah material yang mempunyai sifat-sifat kuat, liat,

    keras, dan mempunyai titik cair tinggi. Sifat fisis logam adalah mengkilat,

    konduktor panas dan listrik, merenggang jika ditarik, mudah ditempa, berupa

    padatan dalam suhu kamar, dapat ditarik oleh magnet, memiliki kepadatan yang

    tinggi dan berbunyi nyaring jika dipukul. Hal ini juga berlaku sebaliknya untuk

    unsur nonlogam, namun nonlogam dapat berupa padat cair dan gas dalam suhu

    kamar.

    Beberapa logam terkenal adalah aluminium, tembaga, emas, titanium,

    uranium, dan zink. Secara singkat logam dapat diklasifikasikan menjadi:

    Logam berat: besi, nikel, krom, tembaga, timah, seng.

    Logam ringan: aluminium, barilium, magnesium, titanium, kalsium,

    kalium, natrium.

    Logam mulia: emas, perak, platina.

    Logam refraktori: wolfram, molibdem, titanium, zirkonium.

    Logam radoiaktif: uranium, radium.

    Penggunaan logam dalam kehidupan sehari-hari sangat beragam. Salah

    satu aplikasi penggunaannya adalah di bidang industri, pertanian dan kedokteran

    namun, penggunaan logam yang paing populer adalah di bidang teknik Sebagai

    konduktor panas yang baik, logam juga digunakan untuk membuat panci. Logam

    bersifat kuat sehingga dapat digunakan untuk membangun rangka bangunan dan

    jembatan. Logam juga dapat menimbulkan suara dering yang nyaring jika

    dipukul, maka logam juga dapat digunakan dalam pembuatan bel. Bahan logam

    yang menjadi fokus pada penellitian ini adalah logam baja dan alminium.

  • 7

    2.1.1. Aluminium

    Orang-orang Yunani dan Romawi kuno menggunakan aluminium sebagai

    cairan penutup pori-pori dan bahan penajam proses pewarnaan. Pada tahun 1761

    de Morveau dan Lavoisier mengajukan nama alumine untuk basa alum.

    Aluminium murni, logam putih keperak-perakan memiliki karakteristik yang

    diinginkan pada logakm yakni bersifat ringan, tidak magnetik dan tidak mudah

    terpercik, merupakan logam kedua termudah dalam soal pembentukan, dan

    keenam dalam soal ductility.

    Gambar 2.1. Alumunium

    Aluminium banyak digunakan sebagai peralatan dapur, bahan konstruksi

    bangunan dan ribuan aplikasi lainnya dimanan logam yang mudah dibuat, kuat

    dan ringan diperlukan. Meskipun konduktivitas listriknya hanya 60% dari

    tembaga, tetapi ia digunakan sebagai bahan transmisi karena ringan. Aluminium

    murni sangat lunak dan tidak kuat, tetapi dapat dicampur dengan tembaga,

    magnesium, silikon, mangan, dan unsur-unsur lainnya untuk membentuk sifat-

    sifat yang menguntungkan. Campuran logam ini penting kegunaannya dalam

    konstruksi pesawat modern dan roket. Logam ini jika diuapkan divakum

    membentuk lapisan yang memiliki reflektivitas tinggi untuk cahaya yang tampak

    dan radiasi panas. Lapisan ini menjaga logam di bawahnya dari proses oksidasi

  • 8

    sehingga tidak menurunkan nilai logam yang dilapisi. Lapisan ini digunakan

    untuk memproteksi kaca teleskop dan kegunaan lainnya.

    2.1.2. Baja

    Baja karbon dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah kandungan

    karbonnya. Baja karbon terdiri atas tiga macam, yaitu baja karbon rendah, baja

    karbon sedang, dan baja karbon tinggi.

    Gambar 2.2. Aplikasi baja sebagai atap

    2.1.2.1. Baja Karbon Rendah

    Baja ini disebut baja ringan (mild steel) atau baja perkakas, baja karbon

    rendah bukan baja yang keras, karena kandungan karbonnya rendah kurang dari

    0,3%. Baja ini dapat dijadikan mur, baut, ulir sekrup, peralatan senjata, alat

    pengangkat presisi, batang tarik, perkakas silinder, dan penggunaan yang hampir

    sama. Penggilingan dan penyesuaian ukuran baja dapat dilakukan dalam panas.

    Hal itu dapat ditandai dengan melihat lapisan oksida besinya di bagian permukaan

    yang berwarna hitam. Baja juga dapat diselesaikan dengan pengerjaan dingin

    dengan cara merendam atau mencelupkan baja ke dalam larutan asam yang

    berguna untuk mengeluarkan lapisan oksidanya. Setelah itu, baja diangkat dan

    digiling sampai ukuran yang dikehendaki, selanjutnya didinginkan. Proses ini

  • 9

    menghasilkan baja yang lebih licin, sehingga lebih baik sifatnya dan bagus untuk

    dibuat mesin perkakas.

    2.1.2.2. Baja Karbon Sedang

    Baja karbon sedang mengandung karbon 0,3 0,6% dan kandungan

    karbonnya memungkinkan baja untuk dikeraskan sebagian dengan pengerjaan

    panas (heat treatment) yang sesuai. Proses pengerjaan panas menaikkan kekuatan

    baja dengan cara digiling. Baja karbon sedang digunakan untuk sejumlah

    peralatan mesin seperti roda gigi otomotif, poros bubungan, poros engkol, sekrup

    sungkup, dan alat angkat presisi.

    2.1.2.3. Baja Karbon Tinggi

    Baja karbon tinggi yang mengandung karbon 0,6-1,5%, dibuat dengan cara

    digiling panas. Pembentukan baja ini dilakukan dengan cara menggerinda

    permukaannya, misalnya batang bor dan batang datar. Apabila baja ini digunakan

    untuk peralatan mesin-mesin berat, batang-batang pengontrol, alat-alat tangan

    seperti palu, obeng, tang, dan kunci mur, baja pelat, pegas kumparan, dan

    sejumlah peralatan pertanian.

    2.2. Pelapisan (Coating)

    Coating atau yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah

    pelapisan, pada dasarnya adalah proses untuk melapisi suatu bahan dasar

    (substrate) dengan maksud dan tujuan tertentu. Tujuan coating adalah melindungi

    material dari korosi dan memberi keindahan pada material. Tingkat proteksi dari

    pelapisan tergantung pada sistem keseluruhan dari pelapisan yang terdiri dari jenis

    pelapisan, substrat logam dan preparasi permukaan.

    2.2.1. Bahan Penyusun Coating

    Hal yang menentukan sifat-sifat suatu coating adalah komposisi dari coating

    itu sendiri. Umumnya coating mengandung empat bahan dasar, yaitu binder,

    pigmen, solven dan aditif. Sangatlah penting bagi formulator untuk memahami

  • 10

    fungsi dari bahan-bahan dasar ini dan mengetahui bagaimana mereka saling

    berinteraksi.

    2.2.1.1. Binder

    Binder berfungsi sebagai pengikat antar komponen coating dan juga

    bertanggung jawab terhadap gaya adhesi coating dengan substrat. Terdapat

    banyak binder yang telah dikenal, diantaranya alkyd, vinyl, resin alam, epoxy dan

    urethane. Hal yang perlu diketahui tentang binder adalah bagaimana mereka

    mengalami curing (drying). Pada umumnya binder dapat mengalami curing

    dengan dua cara. Pertama adalah melalui evaporasi solven. Binder yang

    mengalami curing seperti ini disebut binder thermoplastic atau non-covertible.

    Kedua adalah lewat reaksi kimia selama atau setelah proses pengecatan. Binder

    ini dikenal sebagai binder thermosetting. Selain itu, hal yang harus dipahami dari

    binder adalah viskositas. Karena merupakan komponen utama dalam coating,

    viskositas dari binder sangat menentukan viskositas coating. Coating harus

    mempunyai viskositas cukup rendah agar dapat digunakan dengan peralatan

    pengecatan sederhana (brush, roller atau spray) serta memiliki viskositas cukup

    tinggi sehingga tidak menetes. Faktor utama yang menentukan viskositas binder

    adalah berat molekularnya. Bahan yang mempunyai berat molekul tinggi akan

    lebih viskous daripada berat molekul rendah. Ada dua cara untuk mengontrol

    viskositas suatu coating yaitu pertama, dengan memvariasi berat molekul binder

    kedua, dengan menambahkan sejumlah solven.

    2.2.1.2. Pigmen

    Pigmen merupakan pemberi warna dari coating. Selain berfungsi dalam

    hal estetika, pigmen juga mempengaruhi ketahanan korosi dan sifat fisika dari

    coating itu sendiri. Pigmen dapat dikelompokkan menjadi pigmen organik dan

    anorganik. Pigmen anorganik contohnya adalah titanium dioksida dan besi oksida.

    TiO2 merupakan pigmen putih yang paling banyak digunakan, biasanya untuk

    coating eksterior. TiO2 mempunyai indeks reflaksi yang tinggi dan stabil terhadap

    sinar ultraviolet dari sinar matahari yang dapat mendegradasi binder coating. Besi

  • 11

    oksida merupakan pigmen merah yang digunakan untuk coating primer. Terdapat

    juga ekstender pigmen yang memberikan sedikit pengaruh terhadap warna dan

    ketahanan korosi namun, mempengaruhi sifat-sifat coating seperti densitas, aliran,

    hardness dan permeabilitas. Contohnya adalah kalsium karbonat, kaolin, talc dan

    barium sulfat (barytes).

    2.2.1.3. Aditif

    Aditif adalah senyawa-senyawa kimia yang biasanya ditambahkan dalam

    jumlah sedikit, namun sangat mempengaruhi sifat-sifat coating. Bahan-bahan

    yang termasuk aditif adalah surfaktan, anti-settling agent, coalescing agents, anti-

    skinning agents, catalysts, defoamers, ultraviolet light absorbers, dispersing

    agents, preservatives, driers dan plasticizers. Ketahanan coating sangat

    dipengaruhi oleh kemampuan coating untuk menempel (adhesive) pada material

    substrat. Jika daya adhesive tidak kuat maka selain coating tidak menempel

    dengan baik, hal ini dapat juga memberi kesempatan kepada udara lembab masuk

    ke celah antara coating dan substrat yang menyebabkan korosi. Ada beberapa

    jenis daya ikatan (adhesive) antara coating dengan material substrat, antara lain:

    1. Daya ikat kimia (chemical bonding adhesion), yaitu daya ikat yang terjadi

    antara coating dengan material substrat berupa ikatan atom. Contohnya yaitu

    pada coating zinc (seng) untuk melapisi baja, atau yang biasa disebut

    galvanized steel. Zinc berikatan dengan baja membentuk paduan intermetalik

    FeZn. Jenis ikatan ini adalah ikatan yang paling kuat.

    2. Daya ikat polar (polar adhesion) , yaitu daya ikat yang terjadi karena gaya tarik

    menarik material polar. Contohnya yaitu coating organik, yang banyak

    mengandung senyawa polar. Jenis ikatan ini tidak akan bekerja dengan baik

    apabila terdapat zat pengotor di permukaan substrat seperti kotoran, minyak,

    air, dan lain-lain.

    3. Daya ikat mekanik (mechanical adhesion), yaitu daya ikat yang terjadi karena

    ikatan secara mekanik (mechanical interlocking). Contohnya yaitu dengan

    penggunaan coating pada permukaan substrat yang kasar, seperti penggunaan

    sand blast ataupun bahan abrasif sebelum proses coating. Selain itu bisa juga

  • 12

    penggunaan coating yang akan mengkerut ketika curing sehingga akan

    membungkus material substrat dengan baik, seperti epoxy, polyester, dan lain-

    lain.

    2.2.1.4. Solven

    Kebanyakan coating memerlukan solven untuk melarutkan binder dan

    memodifikasi viskositas. Hal penting yang harus diperhatikan dalam penentuan

    solven adalah kemampuannya dalam melarutkan binder dan komponen coating

    yang lain. Prinsip kelarutan sangatlah sederhana, yaitu like dissolves like. Artinya

    solven polar akan melarutkan senyawa yang polar juga. Selain itu laju penguapan

    solven juga perlu diperhatikan. Solven yang mempunyai tekanan uap tinggi

    sehingga menguap dengan cepat disebut fast atau hot solvent, sedangkan yang

    lambat disebut slow solvent. Laju penguapan mempengaruhi sifat-sifat coating

    dan beberapa cacat dapat disebabkan karena ketidakcocokan dalam pemilihan

    solven. Jika solven menguap terlalu cepat, coating tidak cukup waktu untuk

    membentuk lapisan halus dan kontiniu.

    2.2.2. Konsep Formulasi Coating

    Berikut ini adalah parameter-parameter yang penting untuk formulasi

    coating, yaitu:

    2.2.2.1. Konsentrasi Volume Pigmen (PVC)

    Pigmen Volume Concentration (PVC) merupakan rasio volume pigmen

    terhadap volume total binder dan pigmen. Dua jenis coating dapat memiliki nilai

    P/B yang sama namun sangat berbeda nilai PVCnya. Secara sederhana hal ini

    dapat dihasilkan dengan menggunakan pigmen dengan densitas yang berbeda.

    Nilai PVC dimana terdapat jumlah binder yang tepat untuk menghasilkan lapisan

    tipis permukaan secara sempurna untuk setiap partikel dari pigmen merupakan

    nilai Critis Pigmen Volume Concentration (CPVC). Di atas nilai CPVC, tidak ada

    cukup binder untuk membasahi semua pigmen. Sedangkan di bawah nilai CPVC,

    terdapat kelebihan binder. Beberapa sifat coating dapat secara signifikan

    dipengaruhi oleh variasi formulasi PVC. Ketahanan abrasi dan kekuatan tarik

  • 13

    terbaik biasanya terjadi apabila formulasi coating berada di bawah nilai CPVC

    dan secara cepat akan menurun ketika mendekati nilai CPVC. Pada formulasi di

    bawah CPVC, permeabilitas coating biasanya rendah dan secara cepat akan

    meningkat ketika CPVC dilewati. Karena adanya kerusakan sejumlah sifat-sifat

    fisik, kebanyakan coating eksterior kinerja tinggi diformulasikan di atas CPVC.

    2.2.2.2. Rasio Pigmen dan Binder

    Rasio pigmen dan binder merupakan perbandingan berat pigmen terhadap

    berat binder. Pelapisan biasanya memiliki P/B 1:0 atau kurang sedangkan primer

    coating mempunyai P/B 2:4.

    2.2.2.3. Densitas, Berat Solid dan Volume Solid

    Densitas, berat solid dan volume solid serta persen binder dan persen

    pigmen seringkali disebut sebagai konstanta fisik dari coating. Densitas biasanya

    dinyatakan dalam satuan pound per gallon. Berat solid coating biasanya dalam

    bentuk persen non volatile, merupakan berat solid dibagi dengan berat total

    coating. Volume solid adalah persen volume material non-volatile. Volume solid

    menentukan berapa luas area yang dapat dicoating (dilapisi). Kemudian persen

    binder dan persen pigmen merupakan persentase binder dan pigmen dalam

    coating.

    2.2.3. Sifat Adhesif Pelapisan (Coating)

    Kunci dari suatu lapisan ialah kemampuan untuk melekat pada permukaan

    logam (substrat). Oleh karena itu substrat yang akan dilapisi harus bebas dari

    kotoran seperti minyak dan produk korosi. Permukaan logam (metal) biasanya

    belum bisa langsung diberikan coating, karena kualitas permukaan yang rendah

    serta kemungkinan adanya kotoran dan minyak dapat mengganggu sifat adhesif

    dari coating. Jika daya adhesif tidak kuat maka selain pelapisan (coating) tidak

    menempel dengan baik, hal ini dapat juga memberi kesempatan kepada udara

    lembab masuk ke celah antara coating dan substrat yang menyebabkan

    kontaminasi. Oleh karena itu perlu dilakukan proses preparasi terlebih dahulu

  • 14

    sebelum dilakukan proses coating. Proses precoating ini terdiri dari dua jenis,

    yaitu pertama, mechanical cleaning dan kedua, chemical cleaning.

    1. Chemical cleaning, yaitu proses pembersihan dengan menggunakan bahan

    kimia. Cara pengaplikasiannya dapat diusapkan, disemprot, diuapkan, dan

    dicelupkan. Ada beberapa jenis chemical cleaning, antara lain:

    Emulsion cleaning, yaitu dengan menggunakan larutan berbahan dasar

    organik (surfactant) yang dapat membersihkan minyak seperti detergen atau

    emulsifier.

    Alkaline cleaning, yaitu dengan menggunakan larutan garam alkali untuk

    membersihkan kotoran dan minyak. Larutan yang umum digunakan antara

    lain natrium hidroksida (NaOH) dan natrium karbinat (Na2CO3). Biasanya

    garam tersebut dilarutkan dengan air hangat sebanyak 80-40%. Setelah

    proses alkaline cleaning, semua zat alkaline harus dibersihkan dengan air

    atau uap agar tidak mengganggu kinerja coating.

    Pickling (Acid cleaning), yaitu dengan menggunakan larutan asam untuk

    membersihkan scale dan korosi. Larutan asam yang biasa digunakan yaitu

    asam sulfat (H2SO4) yang akan melarutkan oksida pada permukaan.

    2. Mechanical cleaning, yaitu dengan menggunakan material abrasif untuk

    menghilangkan kotoran pada permukaan. Proses mechanical yang digunakan

    umumnya yaitu grinding, sand blasting, dan lain-lain. Kontaminan yang dapat

    dibersihkan antara lain scale, produk korosi, maupun sisa coating sebelumnya

    dengan mengikis permukaan material substrat tersebut.

    2.2.4. Dip Coating

    Dip coating adalah suatu proses yang digunakan untuk pelapisan, misalnya

    bahan semikonduktor. Pada proses pelapisan ini, biasanya dibagi menjadi

    beberapa langkah, yaitu:

    1. Perendaman (immersion), dimana substrat ini direndam dalam larutan bahan

    lapisan pada kecepatan konstan. Kemudian start-up, dimana substrat telah

    berada di dalam larutan untuk sementara waktu dan mulai ditarik ke atas.

  • 15

    2. Deposition, dimana posisi lapisan tipis pada substrat ketika sedang berhenti

    dan dilakukan pada kecepatan konstan. Kecepatan menentukan ketebalan

    lapisan (penarikan lebih cepat memberikan bahan pelapis yang lebih tebal).

    3. Pengeringan, dimana kelebihan cairan akan mengalir dari permukaan.

    4. Penguapan (evaporation), dimana pelarut yang menguap dari cair akan

    membentuk lapisan tipis. Untuk pelarut mudah menguap, seperti alkohol,

    penguapan sudah dimulai selama deposition dan langkah pengeringan. Pada

    proses dip coating ini, kecepatan alat sangat berpengaruh pada tiap langkah

    yang dilalui. Untuk itu, perlu diperhatikan dalam pengontrolan kecepatan

    gerak alat agar hasil pelapisan bahan semikonduktor mencapai hasil yang

    sesuai dengan kebutuhan.

    Gambar 2.3. Skema pelapisan (dip coating)

    2.3. Korosi

    2.3.1. Pengertian Korosi

    Korosi adalah penurunan mutu logam akibat reaksi elektrokimia dengan

    lingkungannya. Korosi atau perkaratan merupakan fenomena kimia pada bahan-

    bahan logam yang pada dasarnya merupakan reaksi logam menjadi ion pada

    permukaan logam yang kontak langsung dengan lingkungan berair dan oksigen.

  • 16

    Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan

    berlangsung dengan sendirinya, oleh karena itu korosi tidak dapat dicegah atau

    dihentikan sama sekali. Korosi hanya bisa dikendalikan atau diperlambat lajunya

    sehingga memperlambat proses perusakannya. Contoh yang paling umum, yaitu

    kerusakan logam besi dengan terbentuknya karat oksida. Dengan demikian, korosi

    menimbulkan banyak kerugian.

    Korosi logam melibatkan proses anodik, yaitu oksidasi logam menjadi ion

    dengan melepaskan elektron ke dalam (permukaan) logam dan proses katodik

    yang mengkonsumsi elektron tersebut dengan laju yang sama yaitu proses

    katodik biasanya merupakan reduksi ion hidrogen atau oksigen dari lingkungan

    sekitarnya. Untuk contoh korosi logam dalam udara lembab, misalnya proses

    reaksinya dapat dinyatakan sebagai berikut :

    Anoda {Fe(s) Fe2+

    (aq)+ 2 e} x 2 (2.1)

    Katoda O2(g)+ 4H+ (aq)+ 4 e 2 H2O(l) + (2.2)

    Redoks 2Fe(s) + O2 (g)+ 4 H+

    (aq) 2 Fe2+

    + 2 H2O(l) (2.3)

    Dari data potensial elektroda dapat dihitung bahwa emf standar untuk proses

    korosi ini, yaitu E0 sel = +1,67 V. Reaksi ini terjadi pada lingkungan asam dimana

    ion H+ sebagian dapat diperoleh dari reaksi karbon dioksida atmosfer dengan air

    membentuk H2CO3. Ion Fe+2

    yang terbentuk di anoda kemudian teroksidasi lebih

    lanjut oleh oksigen membentuk besi (III) oksida :

    4 Fe+2

    (aq)+ O2(g)+ (4+2x) H2O(l) 2 Fe2O3 xH2O + 8 H+

    (aq) (2.4)

    Hidrat besi (III) oksida inilah yang dikenal sebagai karat besi. Sirkuit listrik

    dipacu oleh migrasi elektron dan ion, itulah sebabnya korosi cepat terjadi dalam

    air garam. Jika proses korosi terjadi dalam lingkungan basa, maka reaksi katodik

    yang terjadi, yaitu :

    O2 (g)+ 2 H2O(l)+ 4e 4 OH- (aq) (2.5)

    Oksidasi lanjut ion Fe+2

    tidak berlangsung karena lambatnya gerak ion ini

    sehingga sulit berhubungan dengan oksigen udara luar, tambahan pula ion ini

    segera ditangkap oleh garam kompleks heksasianoferat (II) membentuk senyawa

    kompleks stabil biru. Korosi besi realatif cepat terjadi dan berlangsung terus,

    sebab lapisan senyawa besi (III) oksida yang terjadi bersifat porous sehingga

  • 17

    mudah ditembus oleh udara maupun air. Tetapi meskipun alumunium mempunyai

    potensial reduksi jauh lebih negatif daripada besi, namun proses korosi lanjut

    menjadi terhambat karena hasil oksidasi Al2O3 yang melapisinya tidak bersifat

    porous sehingga melindungi logam yang dilapisi dari kontak dengan udara luar.

    Korosi pada logam terjadi karena adanya aliran arus listrik dari satu bagian

    ke bagian yang lain di permukaan logam. Aliran arus ini akan menyebabkan

    hilangnya metal pada bagian dimana arus dilepaskan ke lingkungan (oksidasi atau

    reaksi anoda). Proteksi terjadi di titik dimana arus kembali ke permukaan logam

    (reaksi katoda). Terdapat empat unsur pokok yang harus dipenuhi agar korosi

    dapat terjadi. Jika salah satunya hilang, maka korosi tidak dapat terjadi. Empat

    unsur pokok tersebut antara lain:

    Anoda, tempat terjadinya reaksi oksidasi.

    Katoda, tempat terjadinya reaksi reduksi.

    Elektrolit, lingkungan tempat katoda dan anoda ter-ekpose.

    Sambungan logam, katoda dan anoda harus disambung dengan menggunaan

    sambungan logam agar arus listrik dapat mengalir.

    Gambar 2.4. Korosi logam Fe dan berubah menjadi oksidanya

  • 18

    2.3.2. Jenis-Jenis Korosi

    Berdasarkan bentuk dan tempat terjadinya, korosi terbagi dalam beberapa

    jenis antara korosi merata, korosi galvanik, korosi sumuran, korosi celah, korosi

    intragranular, korosi selective leaching dan korosi erosi. Penjelasan lebih lanjut

    tentang jenis-jenis korosi tersebut antara lain:

    2.3.2.1. Korosi Merata

    Korosi merata adalah korosi yang terjadi secara serentak di seluruh logam,

    oleh karena itu pada logam yang mengalami korosi merata akan terjadi

    pengurangan dimensi yang relatif besar per satuan waktu. Kerugian langsung

    akibat korosi merata berupa kehilangan material konstruksi, keselamatan kerja

    dan pencemaran lingkungan akibat produk korosi dalam bentuk senyawa yang

    mencemarkan lingkungan. Sedangkan kerugian tidak langsung, antara lain berupa

    penurunan kapasitas dan peningkatan biaya perawatan (preventive maintenance).

    2.3.2.2. Korosi Galvanik

    Korosi galvanik terjadi apabila dua logam yang tidak sama dihubungkan

    dan berada di lingkungan korosif. Salah satu dari logam tersebut akan mengalami

    korosi, sementara logam lainnya akan terlindung dari serangan korosi. Logam

    yang mengalami korosi adalah logam yang memiliki potensial yang lebih rendah

    dan logam yang tidak mengalami korosi adalah logam yang memiliki potensial

    lebih tinggi.

    2.3.2.3. Korosi Sumuran

    Korosi sumuran adalah korosi lokal yang terjadi pada permukaan yang

    terbuka akibat pecahnya lapisan pasif. Terjadinya koros sumuran ini diawali

    dengan pembentukan lapisan pasif di permukaannya, pada antarmuka lapisan

    pasif dan elektrolit terjadi penurunan pH, sehingga terjadi pelarutan lapisan pasif

    secara perlahan-lahan dan menyebabkan lapisan pasif pecah sehingga terjadi

    korosi sumuran. Korosi sumuran ini sangat berbahaya karena lokasi terjadinya

  • 19

    sangat kecil tetapi dalam, sehingga dapat menyebabkan peralatan atau struktur

    patah mendadak.

    2.3.2.4. Korosi Celah

    Korosi celah adalah korosi lokal yang terjadi pada celah di antara dua

    komponen. Mekanisme terjadinya korosi celah ini diawali dengan terjadi korosi

    merata diluar dan didalam celah, sehingga terjadi oksidasi logam dan reduksi

    oksigen. Pada suatu saat oksigen (O2) di dalam celah habis, sedangkan oksigen

    (O2) di luar celah masih banyak, akibatnya permukaan logam yang berhubungan

    dengan bagian luar menjadi katoda dan permukaan logam yang didalam celah

    menjadi anoda sehingga terbentuk celah yang terkorosi.

    2.3.2.5. Korosi Intragranular

    Korosi intergranular adalah bentuk korosi yang terjadi pada paduan logam

    akibat terjadinya reaksi antar unsur logam tersebut di batas butirnya. Seperti yang

    terjadi pada baja tahan karat austenitik apabila diberi perlakuan panas. Pada

    temperatur 425-815oC karbida krom (Cr-23 C-6) akan mengendap di batas butir.

    Dengan kandungan krom dibawah 10%, di daerah pengendapan tersebut akan

    mengalami korosi dan menurunkan kekuatan baja tahan karat tersebut.

    2.3.2.6. Korosi Selective Leaching

    Selective leaching adalah korosi yang terjadi pada paduan logam karena

    pelarutan salah satu unsur paduan yang lebih aktif, seperti yang biasa terjadi pada

    paduan tembaga-seng. Mekanisme terjadinya korosi selective leaching diawali

    dengan terjadi pelarutan total terhadap semua unsur. Salah satu unsur pemadu

    yang potensialnya lebih tinggi akan terdeposisi, sedangkan unsur yang

    potensialnya lebih rendah akan larut ke elektrolit. Akibatnya terjadi keropos pada

    logam paduan tersebut. Contoh lain selective leaching terjadi pada besi tuang

    kelabu yang digunakan sebagai pipa pembakaran. Berkurangnya besi dalam

    paduan besi tuang akan menyebabkan paduan tersebut menjadi porous dan lemah,

    sehingga dapat menyebabkan terjadinya pecah pada pipa.

  • 20

    2.3.2.7. Korosi Erosi

    Kombinasi antara fluida yang korosif dan kecepatan aliran yang tinggi

    menyebabkan terjadinya korosi erosi, seperti yang terjadi pada pipa baja yang

    digunakan untuk mengalirkan uap yang mengandung air.

    2.3.3. Laju Korosi

    Pengukura laju korosi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pengukuran

    yang paling sederhana biasanya dilakukan dengan cara mengukur kehilangan

    logam (berdasarkan perbedaan beratnya). Meskipun demikian beberapa metoda

    pegukuran laju korosi yang dapat diterapkan antara lain adalah dengan mengukur

    ion logam yang terdapat di lingkungan, mengukur konduktivitas lingkungan,

    mengukur berat jenis lingkungan atau berdasarkan reaksi dengan metoda

    elektrokimia.

    Laju korosi dinyatakan dalam mpy (milli inch per year). Laju korosi dapat

    dihitung dengan persamaan. Korosi sangat dipengaruhi oleh lingkungan misalnya

    temperatur pH, oksigen, kecepatan fluida, dan zat-zat oksidator. Laju korosi juga

    bergantung pada, konsentrasi reaktan, jumlah mula-mula partikel (massa) logam,

    dan faktor mekanik seperti tegangan. Untuk menghitung laju korosi, terdapat dua

    metode yang dapat digunakan antara lain metode kehilangan berat atau Weight

    Gain Loss (WGL) dan metode elektrokimia.

    =

    1

    1

    (2.6)

    Sugondo dkk, 2006

    Dimana: = laju korosi (m/s)

    w = kehilangan berat (kg/s)

    = berat jenis (kg/m3)

    A = luas sampel (m2)

    t = waktu (s)

  • 21

    2.3.3. Kepekatan Korosi Pada Logam

    Pada dua logam yang berbeda jika diberi cairan pengantar listrik

    (elektrolit), maka akan mengakibatkan kerusakan (korosi) pada logam yang

    kurang mulia menurut urutan tegangan elektrokimia, seperti ditunjukkan dalam

    gambar.

    Arah kerusakan akibat korosi +

    (-) Logam yang kurang mulia 0 Logam yang mulia (+)

    Gambar 2.5. Kerusakan akibat korosi pada logam

    2.4. Titanium Tetraklorida (TiCl4)

    Pencegahan korosi dengan memilih material dilakukan dengan

    menggunakan material logam ataupun paduannya yang bersifat tahan korosi,

    misalnya Titanium Tetraklorida. Secara kimia titanium adalah sebuah unsur kimia

    dalam tabel periodik yang memiliki simbol Ti dan nomor atom 22. Titanium

    merupakan logam transisi yang ringan, kuat, tahan korosi (termasuk tahan

    terhadap air laut dan klorine dengan warna putih-metalik-keperakan. Titanium

    digunakan dalam alloy kuat dan ringan (terutama dengan baja dan aluminum).

    Titanium diminati karena memiliki banyak sifat unggul, keunggulannya

    antara lain; massa jenis yang rendah, tahan temperatur tinggi, tahan karat dan

    memiliki sifat biokompatibilitas yang tinggi dengan tubuh sehingga biasa juga

    digunakan sebagai produk implan di tubuh. Titanium merupakan unsur

    kesembilan terbanyak yang ada di permukaan bumi setelah aluminium, besi dan

    magnesium. Logam titanium tidak pernah ditemukan sendirian, keberadaannya

    selalu berkaitan dengan mineral lainnya seperti rutile, ilmenite, leucoxence,

    anatase, brookite, perovskite, dan sphene yang ditemukan dalam titanat dan

    Mg Al Mn Zn Cr Fe Ni Sn Pb H Cu Hg Ag Au

  • 22

    beberapa besi. Meterial yang mengandung titanium dan paling banyak ada di

    bumi dan paling sering dimanfaatkan oleh manusia adalah rutile dan anatase

    Rutile adalah bentuk paling stabil dari titania dan paling banyak ditemukan pada

    sumber titanium.

    Tabel 2.1. Perbandingan sifat rutile dan antase

    Sifat Rutile Anatase

    Bentuk kristal Tetragonal Tetragonal

    Konstanta Kisi a (A) 4,58 3,78

    Konstanta Kisi b (A) 2,5 9,49

    Massa Jenis (g/cm3) 4,27 3,90

    Indeks Bias 2,71 2,52

    Kekerasan (VHN) 6,0-7,0 5,5-6,0

    Titik leleh (oC) 1858 Berubah menjadi rutile

    pada suhu tinggi

    Gambar 2.6. Struktur antase dan rutile

    Pada suhu ruang titanium memiliki struktur kristal heksagonal dan

    memiliki kekerasan 6 skala mohs. Titanium memiliki massa jenis 4,51 g/cm3 serta

    memiliki ultimate tensile strengths sekitar 63.000 psi, artinya kekuatan ini

  • 23

    sebanding dengan baja, namun 45% lebih ringan. Massa titanium 1,6 kali lebih

    besar dari aluminium, tetapi dua kali lebih berat. Kurangnya pertumbuhan industri

    titanium tidak lain disebabkan biaya pengolahan yang sangat tinggi. Titanium

    tahan terhadap korosi bahkan lebih baik daripada stainless. Selain itu, titanium

    juga tahan terhadap asam, gas klor dan garam inorganik. Titanium tahan terhadap

    korosi karena ia membentuk lapisan oksida yang melindunginya agar tidak

    teroksidasi lebih lanjut, namun tidak kehilangan kilapnya dalam temperatur

    kamar. Dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya baik secara fisik maupun

    kimia, logam titanium banyak digunakan sebagai bahan baku industri.

    Penggunaan sebagai bahan baku raket, perlengkapan golf, dan sepeda gunung

    dalam industri alat-alat olahraga. Pipa dalam industri kimia dan petrokimia, serta

    berbagai aplikasi pada industri otomotif, titanium bahkan digunakan dalam

    industri perkapalan dan penerbangan luar angkasa.

    Memproses titanium menjadi barang siap pakai juga merupakan hal yang

    sangat sulit. Keunggulan titanium juga merupakan kelemahannya. Sifat titanium

    yang tahan panas dan konduktivitasnya yang rendah menyulitkan untuk perlakuan

    termal dalam memperoses titanium. Kekuatannya menyulitkan untuk perlakuan

    mekanik. Hal inilah yang menyebabkan untuk memperoses titanium

    membutuhkan biaya yang lebih besar daripada logam pada umumnya.

    2.5. Metode Sol-Gel

    2.5.1 Pengertian Sol-Gel

    Sol adalah suspensi koloid yang fasa terdispersinya berbentuk solid

    (padat) dan fasa pendispersinya berbentuk liquid (cairan). Suspensi dari partikel

    padat atau molekul-molekul koloid dalam larutan, dibuat dengan metal alkoksi

    dan dihidrolisis dengan air, menghasilkan partikel padatan metal hidroksida dalam

    larutan, reaksinya adalah reaksi hidrolisis.

    Gel (gelation) adalah jaringan partikel atau molekul, baik padatan dan

    cairan, dimana polimer yang terjadi di dalam larutan digunakan sebagai tempat

    pertumbuhan zat anorganik. Pertumbuhan anorganik terjadi di gel poin, dimana

  • 24

    energi ikat lebih rendah. Reaksinya adalah reaksi kondensasi, baik alkohol atau

    air, yang menghasilkan oxygen bridge untuk mendapatkan metal oksida.

    Metode sintesis menggunakan sol-gel untuk material berbasis oksida

    berbeda-beda bergantung prekursor dan bentuk produk akhir, baik itu powder,

    film, aerogel, atau serat. Seperti gambar di bawah ini:

    Gambar 2.7. Diagram produk akhir dari sintesis sol gel

    Struktur dan sifat fisik gel sangat bergantung pada beberapa hal, diantaranya :

    Pemilihan bahan baku material

    Laju hidrolisis dan kondensasi

    Modifikasi kimiawi dari sistem sol-gel

    Metode sol gel cocok untuk preparasi thin film dan material berbentuk

    powder. Tujuan preparasi ini agar suatu material keramik dapat memiliki

    fungsional khusus (elektrik, opik, magnetik, dan lain-lain). Metode sol gel

    memiliki keuntungan antara lain:

    Untuk partikel halus, rentang ukuran 0,1 sampai beberapa mikron

    Mudah dalam kontrol komposisi (kehomogenan komposisi kimia baik)

    Temperatur proses rendah

    Biaya murah

  • 25

    Gambar 2.8. Diagram proses metode sol-gel

    Metode sol-gel dikenal sebagai salah satu metode sintesis nanopartikel

    yang cukup sederhana dan mudah. Metode ini merupakan salah satu wet

    method karena pada prosesnya melibatkan larutan sebagai medianya. Pada

    metode sol-gel, sesuai dengan namanya larutan mengalami perubahan fase

    menjadi sol (koloid yang mempunyai padatan tersuspensi dalam larutannya) dan

    kemudian menjadi gel (koloid tetapi mempunyai fraksi solid yang lebih besar

    daripada sol).

    2.5.2. Tahapan Metode Sol-Gel

    Proses sol gel dapat terbagi menjadi dua kategori:

    1. Aqueous-base processes yaitu dimulai dari larutan metal salf di dalam

    pelarut air .

    2. Alcohol-base processes yaitu dimulai dari larutan metal alkoxide di dalam

    alkohol.

    Pada Aqueous-base processes, pembentukan sol dicapai dengan hidrolisa dari

    kation-kation metal.

    Mn+

    + nH2O M(OH)n + nH+ (2.10)

    Pada umumnya, reaksi dikendalikan dengan penambahan basa.

    Pembentukan sol dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode kondensasi

    dan dispersi. Untuk kedua metode diatas menghasilkan fasa akhir yaitu sol yang

    Katalis

    Larutan

    awal

    Larutan dan

    katalis

    Pemisahan padatan

    dengan larutan

    Dipanaskan pada tempeatur tertentu

    Selama beberapa jam kadang-kadang

    juga di rebus

    Karakterisasi

    produk

  • 26

    distabilkan dengan permukaan yang bermuatan positif pada pH 3. Tahapan akhir

    dari aqueous-based processes ialah gelation. Gelation dari sol ini dapat terjadi

    dengan proses dehidrasi yaitu penghilangan kandungan air di dalam sol, atau

    peningkatan pH. Sedangkan alcohol-based meliputi reaksi dengan metal alkoksi

    dan kondensasi.

    2.6. Karakteristik Lapisan TiCl4

    2.6.1. Scanning Electron Microscopy (SEM)

    SEM adalah sebuah instrumen berkekuatan besar dan sangat handal yang

    dipadukan dengan EDX (Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy) sehingga dapat

    digunakan untuk memeriksa, observasi, dan karakterisasai struktur terkecil benda-

    benda padat dari material organik maupun anorganik yang heterogen serta

    permukaan bahan dengan skala mikrometer bahkan sampai sub-mikrometer yang

    menggunakan sumber medan emisi dan mempunyai resolusi gambar 1,5 nm,

    sehingga kita dapat menentukan sifat dari bahan yang diuji baik sifat fisis, kimia

    maupun mekanis yang dapat mempengaruhi mutu dan kualitas dari suatu produk,

    dengan demikian kita dapat mengembangkan produk tersebut melalui informasi

    ukuran partikel dari mikrostruktur yang terbentuk dan komposisi unsurnya .

    Bagian terpenting dari SEM adalah apa yang disebut sebagai kolom

    elektron (elektron column) yang memiliki piranti-piranti sebagai berikut:

    1. Pembangkit elektron (elektron gun) dengan filamen sebagai pengemisi

    elektron atau disebut juga sumber iluminasi.

    2. Sebuah sistem lensa elektromagnet yang dapat dimuati untuk dapat

    memfokuskan atau mereduksi berkas elektron yang dihasilkan filamen ke

    diameter yang sangat kecil.

    3. Sebuah sistem perambah (scan) untuk menggerakan berkas elektron

    terfokus tadi pada permukaan spesimen.

    4. Satu atau lebih sistem deteksi untuk mengumpulkan hasil interaksi antara

    berkas elektron dengan spesimen dan merubahnya ke sinyal listrik.

    5. Sebuah konektor ke pompa vakum.

  • 27

    Untuk SEM, sinyal yang sangat penting adalah elektron sekunder dan

    elektron terpantul karena kedua sinyal ini bervariasi sebagai akibat dari perbedaan

    topografi permukaan manakala berkas elektron tersebut menyapu permukaan

    sampel. Emisi elektron sekunder terkungkung pada volume di sekitar permukaan

    di mana berkas elektron menumbuk, sehingga memberikan bayangan dengan

    resolusi yang relatif tinggi. Penampakan tiga dimensi dari bayangan yang

    diperoleh berasal dari kedalaman yang besar yang ditembus oleh medan SEM

    seperti juga efek bayangan dari elektron sekunder. Sinyal-sinyal yang lain

    berguna untuk keperluan karakterisasi yang lain.

    Gambar 2.9. Skema SEM. Prinsip SEM sama dengan mikroskop optik, hanya

    berbeda sumber cahayanya.

  • 28

    2.6.1.1. Elektron Terpantul (Backscattered Electron /BSE)

    Jika elektron primer (elektron dari berkas yang datang) berinteraksi

    dengan inti atom atau satu electron dari atom sample, electron primer ini dapat

    dipantulkan ke suatu arah dengan mengalami sedikit kehilangan energi. Sebagian

    dari beberapa elektron terpantul ini dapat saja mengarah keluar sampel sehingga,

    setelah beberapa kali pantulan dapat dideteksi. Elektron terpantul ini lebih energik

    dibandingkan dengan elektron sekunder meskipun sudah terpendam di dalam

    sample masih dapat dipantulkan, oleh karena itu bila dibandingkan dengan

    electron sekunder, sinal elektron terpantul tidak dapat memberikan informasi

    tentang topografi sampel dan juga resolusi ruang pada sampel. Namun terdapat

    keuntungan sebagai konpensasi antara satu sama yang lain. Jika nomor atom

    dalam sampel semakin besar maka besar gaya pantulan inti positifnya lebih besar

    sehingga elektron terpantul ini dapat memberikan informasi tentang komposisi

    sampel.

    SEM memiliki beberapa keunggulan, seperti kemampuan untuk

    menggambar area yang besar secara komparatif dari spesimen, kemampuan untuk

    menggambar materi bulk, dan berbagai mode analitikal yang tersedia untuk

    mengukur komposisi dan sifat dasar dari spesimen. Tergantung dari instrumen,

    resolusi dapat jatuh di suatu tempat diantara kurang dari 1 nm dan 20 nm.

    Pembesaran gambar dari resolusi SEM yang tinggi dipengaruhi oleh besarnya

    energi elektron yang diberikan. Semakin kecil panjang gelombang yang diberikan

    oleh elektron, energinya semakin besar, sehingga resolusinya juga semakin tinggi.

    Preparasi sampel pada SEM harus dilakukan dengan hati-hati karena

    memanfaatkan kondisi vakum serta menggunakan elektron berenergi tinggi.

    Sampel yang digunakan harus dalam keadaan kering dan bersifat konduktif

    (menghantarkan elektron). Jika tidak, sampel harus dibuat konduktif terlebih

    dahulu oleh pelapisan dengan karbon, emas, atau platina.

  • 29

    Gambar 2.10. Instrumentasi SEM

    2.6.1.2. Elektron Sekunder (SE)

    Pada SEM digunakan berkas elektron yang dibangkitkan dari filamen, lalu

    diarahkan pada sampel. Untuk elektron yang energinya di bawah 50 KeV

    berinteraksi langsung dengan elektron pada atom sampel di permukaan.

    Akibatnya elektron-elektron yang ada ada di kulit terluar atom pada permukaan

    sampel terlempar ke luar dan oleh detektor dikumpulkan dan dihasilkan gambar

    topografi permukaan sampel. Oleh karena elektron sekunder memiliki kerapatan

    yang tinggi sebelum mereka memperoleh kesempatan untuk menyebar, maka

    electron sekunder ini memiliki resolusi ruang (spasial) yang tinggi dibandingkan

    dengan signal yang lain yang mungkin timbul akibat interaksi berkas elektron ini

    dengan sampel. Elektron sekunder membawa hanya sedikit informasi tentang

    komposisi unsur dari sampel, namun bagaimanapun sensitivitas topografi dan

    resolusi ruang yang tinggi mereka menyebabkan elektron sekunder ini dipakai

    untuk memperoleh bayangan mikroskopik. Karena alasan sensitivitas topografi

    inilah maka bayangan yang dihasilkan dari elektron sekunder sangat mudah

    diinterpretasikan secara visual karena gambar yang dihasilkan sama dengan

    lokasinya, itulah sebabnya lekuk-lekuk permukaan sampel dapat dilihat dengan

    SEM.

  • 30

    2.6.2 X-Ray Diffraction (XRD)

    Difraksi sinar-X digunakan untuk mengidentifikasi struktur kristal suatu

    padatan dengan membandingkan nilai jarak d (bidang kristal) dan intensitas

    puncak difraksi dengan data standar. Sinar-X merupakan radiasi elektromagnetik

    dengan panjang gelombang sekitar 100 pm yang dihasilkan dari penembakkan

    logam dengan elektron berenergi tinggi

    Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai

    permukaan kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar

    tersebut akan terhamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan ke lapisan

    berikutnya. Sinar yang dihamburkan akan berinterferensi secara konstruktif

    (menguatkan) dan destruktif (melemahkan). Hamburan sinar yang berinterferensi

    inilah yang digunakan untuk analisis.

    Gambar 2.11. Instrumentasi XRD

    Difraksi sinar-X hanya akan terjadi pada sudut tertentu sehingga suatu zat

    akan mempunyai pola difraksi tertentu. Pengukuran kristalinitas relatif dapat

    dilakukan dengan membandingkan jumlah tinggi puncak pada sudut-sudut

    tertentu dengan jumlah tinggi puncak pada sampel standar. Di dalam kisi kristal,

    tempat kedudukan sederetan ion atau atom disebut bidang kristal. Bidang kristal

    ini berfungsi sebagai cermin untuk merefleksikan sinar-X yang datang. Posisi dan

  • 31

    arah dari bidang kristal ini disebut indeks miller. Setiap kristal memiliki bidang

    kristal dengan posisi dan arah yang khas, sehingga jika disinari dengan sinar-X

    pada analisis XRD akan memberikan difraktogram yang khas pula.

    Dari data XRD yang diperoleh, dilakukan identifikasi puncak-puncak

    grafik XRD dengan cara mencocokkan puncak yang ada pada grafik tersebut

    dengan database ICDD. Setelah itu, dilakukan refinement pada data XRD dengan

    menggunakan metode Analisis Rietveld yang terdapat pada program RIETAN.

    Melalui refinement tersebut, fase beserta sruktur, space group, dan parameter kisi

    yang ada pada sampel yang diketahui.