Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
Seringkali disalahartikan bahwa “underground economy” adalah aktivitas
yang bersifat ilegal, misalnya penyelundupan atau perjudian. Padahal terminologi
“underground economy” meliputi baik aktivitas legal maupun ilegal. Ilegal berarti
bertentangan atau melawan hukum yang berlaku, sedangkan legal dimaksudkan
bahwa aktifitas tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang ada, namun
penghasilan yang diperoleh dari aktifitas tersebut tidak dilaporkan kepada institusi
Pemerintah (misalnya: BPS atau Ditjen Pajak).
Oleh karena itu penggalian potensi pajak melalui “underground ecomomy”
dapat menjadi sangat luas, meliputi ilegal maupun legal. Namun Dirjen Pajak
mungkin akan berfokus pada aktivitas legal, karena aktivitas legal pun banyak yang
belum terjaring pajak.
Sensus perpajakan nasional yang dilaksanakan tahun 2011-2012 dapat
memegang peranan penting dalam penggalian potensi pajak melalui kegiatan
“mapping” dan “profiling” potensi pajak. Karena itu sensus pajak diharapkan dapat
juga memperoleh data “underground economy”.
Buku Panduan Sensus Pajak Nasional (2011) memberikan catatan bahwa:
kontribusi UMKM dalam PDB : 61,9%
kontribusi WP besar dalam PDB : 38,1%
total 100%
Apabila dirinci kontribusi UMKM sebesar 61,9% tersebut, 26,28% berasal dari
usaha mikro, 10,9% dari usaha kecil, dan 14,7% dari usaha menengah. Dengan
demikian kontribusi UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) terhadap PDB lebih
besar daripada WP besar.
Page 2
PDB tahun 2011 adalah sebesar Rp 7.427 triliun (berdasarkan Nota Keuangan
dan RAPBN 2013), maka kontribusi UMKM terhadap PDB tersebut adalah sekitar
Rp 4.597 triliun.
Tabel 1
Kondisi Kepatuhan Perpajakan
No Uraian Orang Pribadi Badan Usaha
(tanpa Usaha
Mikro)
1. Populasi 240 juta 22,6 juta
2. Aktif bekerja (badan usaha aktif) 110 juta 12,9 juta
3. SPT Tahun 2010 dilaporkan 8,5 juta 466 ribu
4. Rasio SPT terhadap populasi (3:1) 3,5 % 2,1 %
5. Rasio SPT terhadap kelompok aktif (3:2) 7,73 % 3,6 %
Sumber: Buku Panduan Sensus Pajak (2011)
Tabel 2
Perkembangan Tax Ratio Indonesia 2009-2012 (triliun rupiah)
2009 2010 2011 2012
Penerimaan perpajakan (1) 619,9 723,3 873,9 1.021,8
SDA Migas (2) 125,8 152,7 193,5 201,1
Penerimaan Pajak daerah (3) 45,1 47,7 63,6 81,6
PDB (4) 5.613,4 6.422,2 7.427,1 8.274,0
Tax Ratio (arti sempit) = 1:4 11,0 % 11,3 % 11,8 % 12,3 %
Tax Ratio (arti luas) = (1+2+3):4 14,1 % 14,4 % 15,2 % 15,8 %
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 2013
Page | 1
Page 3
BAB II
REVIU LITERATUR
Underground economy sering juga disebut dengan istilah lainnya, seperti
shadow economy, hidden economy, unobserved economy, atau unofficial economy.
Istilah Digunakan oleh
Underground economy OECD, Feige (1997)
Shadow economy IMF, World Bank, Schneider (2012)
Hidden economy NAO (Australia)
Non-observed economy United Nations
Unofficial econony Sosic & Faulend (1999)
“Underground economy” dapat diartikan sebagai “aktivitas yang tidak tercatat atau
tidak dapat dikendalikan oleh aparat pemerintah” (Derdiyok, 1993).
Terdapat empat kelompok “underground economy” menurut Feigi (1997), yaitu:
1. Illegal economy – yaitu aktivitas ekonomi yang tidak sah.
2. Unreported economy – yaitu pendapatan yang tidak dilaporkan, dengan
maksud menghindari tanggung jawab untuk membayar pajak.
3. Unrecorded economy – yaitu pendapatan yang seharusnya tercatat dalam
statistik pemerintah, namun tidak tercatat.
4. Informal economy – yaitu pendapatan yang diperoleh dari pelaku ekonomi
secara informal. Pera pelaku ekonomi informal tersebut kemungkinan tidak
memiliki izin komersial, perjanjian kerja, atau kredit/pinjaman keuangan.
Illegal Economy
Lippert & Walker (1997) membedakan “illegal activities” ke dalam transaksi moneter
atau non moneter dan juga ke dalam tax evasion atau tax avoidance. Sedangkan
Page | 2
Page 4
Voicu (2012) menambahkan dengan terlebih dulu membedakan antara aktivitas
komersial dan non komersial.
Tabel 1
Aktivitas Ilegal dan Ilegal Menurut Lippert & Walker (1997)
Type of
Activities
Monetary Transaction Non Monetary Transaction
Illegal
Activities
Perdagangan barang curian
Transaksi dan produksi narkoba
Prostitusi
Perjudian
Penyelundupan
Fraud, dll.
Barter narkoba
Barter barang curian
Barter barang selundupan
Produksi narkoba untuk
dipakai sendiri
Mencuri untuk keperluan
sendiri
Tax Evasion Tax
Avoidance
Tax Evasion Tax Avoidance
Legal
Activities
Tidak melaporkan
pendapatan dari
pekerjaan sendiri
Tidak melaporkan
gaji, upah, atau harta
yang diperoleh
sebagai pegawai
yang memproduksi
barang/jasa yang
legal
Kompensasi
tidak langsung
(fringe
benefit),
misalnya
asuransi,
bantuan
perubahan,
diskon khusus
pegawai.
Barter
barang/jasa
yang legal.
Bekerja sendiri (all
do it yourself) atau
bantuan
teman/tetangga
(neighbor help).
Sumber: Lippert & Walker (1997).
Page | 3
Page 5
Gambar 1
Underground Economy dan Visible Economy
Sumber: Voicu (2012)
Aktivitas apa saja yang termasuk kategori illegal activities di dunia, ternyata
berbeda-beda, dan tergantung pada aturan di negara masing-masing. Misalnya:
di Indonesia, perjudian dianggap sebagai aktivitas ilegal, namun tidak bagi
Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.
di Belanda dan New Zealand, prostitusi tidak dianggap illegal activities,
bahkan prostitusi dilegalkan dengan undang-undang
Page | 4
Page 6
Unreported Economy
Dalam Tabel 1 di atas, Lippert & Walker (1997) telah memasukkan aktivitas “tidak
melaporkan” sebagai contoh “aktivitas ilegal”. Aktivitas “tidak melaporkan” –
sebenarnya juga merupakan suatu contoh aktivitas dalam “unreported economy”.
“Unreported economy” diukur melalui besarnya “unreported income”. “Unreported
income” merupakan perbedaan antara income yang dilaporkan ke aparat pajak
dengan income sebenarnya (aktual). Makin besar perbedaan antara income aktual
dengan income yang dilaporkan, makin besar pula “unreported economy”.
Unrecorded Economy
“Unrecorded economy” menunjukkan aktivitas ekonomi yang tidak masuk dalam
data statistik suatu negara.
Sistem akun statistik yang digunakan oleh negara-negara di dunia, dikembangkan
oleh IMF, dan disebut dengan System of National Account (SNA).
SNA telah mengalami beberapa kali perubahan versi, yaitu versi SNA 1968, SNA
1993, dan SNA 2008. Data dalam SNA biasanya disediakan oleh:
1. Badan statistik di suatu negara, misalnya BPS di Indonesia.
2. Bank sentral di suatu negara, misalnya BI di Indonesia.
3. Kementerian keuangan (ministry of finance di suatu negara).
Page | 5
Page 7
Gambar 2
Kebutuhan Data SNA
CentralBank
Ministry ofFinance
StatisticalOfiice
Monetary Statistics(Base & Broad Money)
Financial Soundness Indicators (R2) Balance of Payments International Inv. Position (R12) Consol’d Portfolio Int’l Survey (R11) Indonesia Banking Statistics (R10) Int’l Transaction Report Payment System Statistics
Government Finance (Budget) Statistics, National & Regional(R17)
Government (Public) Debt Statistics
Non Financial Institution Statistics Public Sector
Debt (G18) Debt Securities
Institutional Sector Account (R15)(Flow of Funds Statistics *)
Securities Data (R7) Real Estate Prices (R19) Principal Global Indicators (R20) Financial Soundness Indicators (R2)
National Accounts (GDP) Inflation (CPI) Input-Output Table Social Accounting Matrix Export-Import Statistics Social & Demografic Statistics
Capital Stocks (Non Financial Assets Position)
Business Tendency Survey
Stastitical Coordionation Line
Remarks:*) The Indonesian FOF is part of country initiatives to accomplish G20 Recommendation of Data Gaps
Ministry of State Own Enterprises
Sumber: IMF
Dalam Renstra BPS 2010-2014, BPS merencanakan akan mengadopsi SNA 2008
secara penuh mulai tahun 2014. Saat ini BPS masih memakai SNA 1968.
Gambar di bawah ini menunjukkan penggunaan SNA di negara-negara asia pasifik.
Sebagaimana Indonesia, masih banyak negara asia pasifik lainnya yang masih
menggunakan SNA 1993 dan baru akan menggunakan SNA 2008 sekitar tahun
2014-2015.
Page | 6
Page 8
Gambar 3
Penggunaan SNA di Negara-negara Asia Pasifik
Sumber: APO Productivity 2012.
Page | 7
Page 9
Secara ringkas, unrecorded economy activities dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4
Unrecorded Economic Activities
Production not within SNA
production boundary
Production not within SNA
production boundary
Production within production
boundary and not accurately
recorded
Misreporting
Non-response
Insuffiecent Coverage
Production within SNA production
boundary and accurately recorded
Production within SNA production
boundary and accurately recorded
Sumber: OECD
Lebih rinci, SNA 1993 mengelompokkan unrecorded economy ke dalam delapan
kelompok:
(1) illegal activities
informal sector activities that
(2) are not required to register; or
(3) are registered but underreport;
formal sector activities that
(4) do not register, or
(5) register but underreport;
formal sector activities that registered, but
(6) non-response, or
(7) mis-registered, or
(8) not-update
Page | 8
Page 10
Sedikit berbeda, ISTAT (Italian National Statistical Institute) mengelompokkan
Nonobserved Economy (NOE) mengelompokkan dalam tujuh kelompok sebagai
berikut:
Gambar 5
Kelompok Nonobserved Economy (NOE) Menurut ISTAT
Sumber: Non Observed Economy (NOE) Handbook, OECD, 2002.
Gambar 6
Tujuh Kelompok Nonobserved Economy (NOE)
Page | 9
Page 11
Sumber: Non Observed Economy (NOE) Handbook, OECD, 2002.
Statistik perpajakan dapat dihasilkan oleh GFS (Government Financial Statistics).
GFS versi terbaru adalah GFS versi tahun 2001, sedangkan Indonesia saat ini baru
menggunakan GFS versi tahun 1986 sejak tahun 2000. Indonesia (dalam hal ini
Kementerian Keuangan) merencanakan penggunaan GFS 2001 mulai tahun 2015.
Gambar 7
GFS di antara SNA 2008
Sumber: IMF
Informal Sector
Page | 10
Page 12
Beberapa model untuk mengukur sektor informal (dan sering juga digunakan untuk
mengukur underground economy secara keseluruhan), dapat dikategorikan ke
dalam:
Metode Langsung – merupakan pengukuran pada level mikroekonomi
berdasarkan kondisi pada waktu tertentu. Misalnya: melalui voluntary survey
atau tax audit. Hasil survey dan tax audit belum tentu dapat digunakan atau
djadikan dasar untuk memprediksi atau mengestimasi pertumbuhan sektor
informal atau underground economy dalam jangka panjang. Namun,
kelebihan metode langsung adalah dapat menampilkan secara rinci aktivitas
dan komposisi sektor informal.
Metode Tidak Langsung – menggunakan indikator makroekonomi sebagai
proxy untuk mengukur perkembangan sektor informal atau underground
economy. Misalnya dengan mengukur:
o Besarnya perbedaan atau kesenjangan (discrepancy) antara income
dan expenditure dalam statistik nasional – gap antara income dan
expenditure nasional tersebut dapat menjadi indikator underground
economy. Namun metode ini membutuhkan data income dan
expenditure yang akurat dan lengkap agar dapat digunakan sebagai
estimasi yang baik
o Discrepancy antara “tenaga kerja berdasarkan data resmi” (offical
force) dan “tenaga kerja sebenarnya” (actual force labor) –
menurunnya partisipasi official force dalam ekonomi digunakan
sebagai indikasi meningkatnya aktivitas underground economy -
metode ini juga memiliki kelemahan karena seseorang bisa saja
punya pekerjaan resmi yang legal namun juga melakukan pekerjaan
sampingan yang termasuk illegal activities.
o “Kauffman-Kaliberda Method” dan “Lacko Method” – kedua metode
tersebut mengasumsikan bahwa konsumsi atau penggunaan listrik
(electric-power) merupakan cara terbaik untuk mengukur aktivitas
ekonomi. Dengan demikian pertumbuhan penggunaan listrik dianggap
suatu indikator pertumbuhan ekonomu. Metode ini cukup sederhana,
Page | 11
Page 13
namun memiliki kelemahan sebagai berikut: (1) tidak seluruh
underground economy memerlukan penggunaan listrik sejumlah
tertentu (misalnya pedagang asongan), (2) mungkin saja digunakan
sumber energi selain listrik (misalnya energi air atau gas), (3)
penggunaan listrik dapat makin efisien seiring dengan kemajuan
peralatan atau teknologi yang hemat energi.
Gambar 8
Metode Pengukuran Sektor Informal
Dari berbagai sumber
Faktor Pendorong Underground Economy
Page | 12
Page 14
Menurut Schneider (2009) faktor-faktor pendorong underground economy adalah
sebagai berikut:
Gambar 9
Faktor Pendorong Underground Economy
Sumber: Schneider (2009)
Cara Menangani Underground Economy
Canada menggunakan cara-cara sebagaimana dalam gambar di bawah ini:
Page | 13
Page 15
Gambar 10
Penanganan Underground Economy di Canada
Page | 14
Page 16
Daftar Pustaka
Asian Productivity Organization Handbook 2012
Buku Panduan Sensus Pajak Nasional. 2011. Direktorat Jenderal Pajak.
Departemen Keuangan.
International Monetary Fund. System of National Statistics 2008.
Lippert, Owen. Michael Walker. 1997. The Underground Economy: Global Evidence
of Its Size and Impact. Fraser Institute. Vancouver, British Columbia.
Nota Keuangan dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2013.
Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). 1997.
Framework for the Measurement of Unrecorded Economic Activities in Transition
Economies.
Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). 2002.
Measurement of The Nonobserved Econom: A Handbook.
Schneider, F. 2009. The Size of The Shadow Economy for 25 Transition Countries
Over 1999/2000 to 2006/2007: What Do We Know. Johanenes Kepler University of
Linz. Department of Economics.
Voicu, Christina. 2012. Economics and Underground Economy Theory. Theoritical
and Applied Economics. Volume XIX. No 7(572). Halaman. 74.
Page | 15