Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2011
Laporan Kelompok Praktikum Struktur dan Sifat Material 2011BAB
II
BAB 1PENDAHULUAN
1. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangMakna nilai kekerasan suatu
material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang berbeda. Bagi
insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan material
terhadap penetrasi sementara untukpara insinyur disain nilai
tersebut adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur.Lubrikasi
kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para
insinyur mineralogi nilai itu adalah ketahanan terhadap goresan,
dan untukpara mekanik work-shop lebih bermakna. Kepada ketahanan
material terhadappemotongan dari alat potong. Begitu banyak konsep
kekerasan material yang dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun
demikian konsep-konsep tersebut dapat dihubungkan pada satu
mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji.Uji
keras merupakan pengujian yang paling efektif karena dengan
pengujian ini, kita dapat dengan mudah mengetahui gambaran sifat
mekanis suatu material. Meskipun pengukuran hanya dilakukan pada
suatu titik, atau daerah tertentu saja, nilai kekerasan cukup valid
untuk menyatakan kekuatan suatu material. Dengan dengan melakukan
uji keras, material dapat dengan mudah di golongkan sebagai
material ulet atau getas.Uji keras juga dapat digunakan sebaagai
salah satu metode untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas atau
dingin terhadap material. Material yang teah mengalami cold
working, hot working, dan heat treatment, dapat diketahui gambaran
perubahan kekuatannya, dengan mengukur kekerasan permuakaan suatu
material. Oleh sebab itu, dengan uji keras kita dapat dengan mudah
melakukan quality control terhadap material.
1.2 TujuanPraktikumMahasiswa dapat melakukan pengujian kekerasan
material:1. Praktikan dapat melakukan percobaan pengujian kekerasan
material.2. Praktikan dapat memperoleh angka kekerasan material
dengan menggunakan metode Rockwell.3. Praktikan dapat menentukan
pergerakan dislokasi dengan melakukan percobaan uji kekerasan.
1.3 Manfaat PraktikumA. Manfaat pengujian bagi praktikan:1.
Mengetahui hasil pengerasan logam yang telah mengalami pengujian
kekerasan2. Mengetahui perbedaan antara pengujian kekerasan Brinell
dengan Vickers3. Dapat melakukan perhitungan pada suatu bahan yang
telah melakukanpengujian kekerasan
B. Manfaat pengujian bagi dunia industri:1. Dapat menentukan
tingkat kekerasan suatu produk yang digunakan dalamindustri2. Dapat
menentukan unsur dari logam untuk digunakan dalampembuatanproduk3.
Memudahkan dalam pemliharaan bahan yang akan digunakan
padaprosespemeliharaan
BAB II
2. DASAR TEORI2.1 Pengertian KekerasanKekerasan (Hardness)
adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu
material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk
material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan
(frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan
penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy
Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu
material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).
Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam
metode pengujian kekerasan, yakni :1. Brinnel (HB / BHN)2. Rockwell
(HR / RHN)3. Vikers (HV / VHN)4. Micro Hardness (Namun jarang
sekali dipakai-red)Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian)
tergantung pada :a. Permukaan materialb. Jenis dan dimensi
materialc. Jenis data yang diinginkand. Ketersedian alat uji
2.2 Pengujian KekerasanTerdapat tiga jenis umum mengenai ukuran
kekerasan yang tergantung cara melakukan pengujian yaitu:A. Metode
goresan (scratch hardness)Metode goresan merupakan perhatian utama
para ahli mineral. Pengukuran kekerasan berbagai mineral dan
bahan-bahan yang lain, disusun berdasarkan kemampuan goresan satu
sama yang lain. Ada beberapa metode dalam pengujian kekerasan
antara lain:a. Metode skala MohsMetode Mohs disebut juga metode
abrasi atau uji kekerasan. Skala ini terdiri atas 10 standar
mineral disusun berdasarkan kemampuannya untuk digores, seperti
tampak pada Tabel 2.1. Mineral yang paling lunak pada skala ini
adalah talk (kekerasan gores 1), sedangkan intan mempunyai
kekerasan 10. Skala Mohs tidak cocok untuk logam, karena interval
skala pada nilai kekerasan tinggi tidak benar. Logam yang paling
keras mempunyai harga kekerasan pada skala Mohs, antara 4 sampai 8.
Pengujian ini digunakan untuk mengukur kekerasan batuan. Prinsip
kerjanya adalah mineral atau batuan digores dengan mineral lain
yang memiliki kekerasan tinggi.
Tabel 2.1 Skala MohsMaterial standar MohsMaterial lainAngka
Kekerasan
Skala MohsKnoop
Talc12
Pb1 s/d 25
Gypsum232
Cu2 s/d 340
Calcite3120
Mild Steel3 s/d 4100
Fluorite4150
Apatite5400
Feldspar6560
W7
Quartz7700
Martensitic steel7 s/d 8700
Topaz81300
Hard Cr Plating81800
Corundum91800
WC9 s/d 101800
Diamond106000
[1]
b. Metode Jarum Penggores dari IntanMetode ini dilakukan dengan
cara mengukur kedalaman atau lebar goresan pada permukaan benda uji
yang dibuat oleh jarum penggores yang terbuat dari intan. Beban
sebesar 3 kgf digunakan dan lebar goresan diukur melalui mikroskop
dengan rumus:
Dimana: H = nilai kekerasan goresand = lebar goresan dalam
mikrometer.
B. Metode lekukan ( indentation hardness )Dari ketiga cara
pengujian kekerasan, indentation hardness adalah yang banyak
digunakan. Pengetesan ini dapat dilakukan terhadap logam hasil
perlakuan panas (Heat treatment). Identation hardness terdiri
dari:1. Metode BrinellMetode ini pertama kali dilakukan oleh
Brinell pada tahun 1900. Metode ini berupa pengidentasian sejumlah
beban terhadap permukaan material dengan penetrator yang digunakan
berupa bola baja yang dikeraskan dengan diameter 10 mm dan standar
bebanya antara 0.97 s.d 3000 kgf. Pembebanan dilakukan dengan
standar waktu, biasanya 30 detik. Kekerasan yang diberikan
merupakan hasil bagi beban penekan dengan luas permukaan lekukan
bekas penekan dari bola baja. Dapat dirumuskan dengan :
dimana : BHN= nilai kekerasan brinellP= beban yang diterapkan
(kg)D= diameter bola (mm)d = diameter lekukan (mm)[2]
Gambar 2.1 Brinell Tester[5]Tabel 2.2 Standar Uji Brinell (ASTM
10)Diameter Bola (mm)Beban (kgf)Angka Kekerasan yang Disarankan
(HB)
10300096-600
10150048-300
1050016-100
[1]
2. Metode RockwellMetode pengujian kekerasan Rockwell merupakan
metode yang paling sering digunakan unutk mengukur kekerasan karena
metode ini mudah dipraktekkan dan tidak membutuhkan keahlian
khusus. Beberapa skala yang berbeda dapat digunakan unutk kombinasi
yang mungkin dari bermacam macam indenter dan beban yang
berbeda-beda. Indenter ( penekan) terdiri dari bola baja yang
dikeraskan mempunyai diameter antara 1/16, 1/8, , dan in (1.588,
3.175, 6.350, dan 12.70 mm), dan penekan intan yang berbentuk
kerucut yang digunakan untuk material yang sangat keras. Dengan
metode ini, angka kekerasan dapat ditentukan melalui perbedaan
kedalaman dari hasil penekanan dari penerapan beban awal minor dan
diikuti oleh beban mayor, penggunaan beban minor dapat mempertinggi
akurasi dari pengujian. Berdasarkan besar beban dari minor maupun
mayor, ada dua tipe pengujian yaitu Rockwell dan Superficial
Rockwell. Untuk Rockwell, beban minor adalah 10kgf, dimana beban
mayor adalah 60, 100, dan 150 kgf. Masing masing skala diwakili
oleh huruf huruf alphabet yang ada di tabel. Untuk Superficial
Rockwell, beban minornya 3 kgf dan beban mayornya 15, 30, dan 45
kgf. Skala ini diidentifikasi dengan 15, 30, atau 45 (berdasarkan
beban) diikuti dengan N, T, W, X, atau Y, tergantung pada penekan.
Pengujian Superficial biasanya digunakan untuk spesimen tipis.
Ketika menentukan kekerasan Rockwell dan Superficial, angka
kekerasan dan skalanya harus ditunjukan. Skala ditunjukan dengan
simbol HR diikuti dengan penunjukan skala yang tepat. Contohnya 80
HRB menunjukan kekerasan Rockwell 80 pada skala B dan 60HR30W
menunjukan kekerasan Superficial 60pada skala 30W. Untuk masing
masing skala kekerasannya dapat mencapai 130, namun nilai kekerasan
meningkat diatas 100 atau menurun dibawah 20 pada skala berapapun,
mereka menjadi tidak akurat. Ketidakakuratan juga dapat dialami
jika spesimen terlalu tipis. Ketebalan spesimen seharusnya paling
tidak 10 kali dari kedalaman penekanan.
Gambar 2.2 Alat Uji Kekerasan Rockwell dan Proses Pengujian
Rockwell [5]
Tabel 2.3 Skala Kekerasan RockwellSkalaBeban Mayor (Kgf)Tipe
IndentorTipe Material Uji
A601/16 bola intan kerucutSangat keras, tungsten, karbida
B1001/16 bolaKekerasan sedang, baja karbon rendah dan sedang,
kuningan, perunggu
C150Intan kerucutBaja keras, paduan yang dikeraskan, baja hasil
tempering
D1001/8 bolaBesi cor, paduan alumunium, magnesium yg
dianealing
E100Intan KerucutBaja kawakan
F601/16 bolaKuningan yang dianealing dan tembaga
G1501/8 bolaTembaga, berilium, fosfor, perunggu
H601/8 bolaPelat alumunium, timah
K150 bolaBesi cor, paduan alumunium, timah
L60 bolaPlastik, logam lunak
M100 bolaPlastik, logam lunak
R60 bolaPlastik, logam lunak
S100 bolaPlastik, logam lunak
V150 bolaPlastik, logam lunak
[3]
Tabel 2.4 Skala Kekerasan Superficial RockwellSkalaIndenterBeban
Mayor ( kgf )
15NDiamond15
30NDiamond30
45NDiamond45
15T1/16 in. Ball15
30T1/16 in. Ball30
45T1/16 in. Ball45
15W1/8 in. Ball15
30W1/8 in. Ball30
45W1/8 in. Ball45
[3]
3. Metode VickersMetode ini mirip dengan metode Brinell tetapi
penetrator yang dipakai berupa intan berbentuk piramida dengan
dasar bujur sangkar dan sudut puncak 1360. Beban yang digunakan
biasanya 1 s/d 120 kg [6].
Gambar 2.3 Cara Pengukuran Diameter pada Identor Vickers[6]
dimana:P= Beban yang ditetapkanL= Panjang diagonal rata-rata
Gambar 2.4 Alat Uji Kekerasan Vickers [5]
Gambar 2.5 The Vickers Diamonds-piramids Identor[6]
Gambar 2.6 Macam Macam Lekukan yang Dihasilkan Penumbuk
Intan[7]
Lekukan yang benar yang dibuat oleh penumbuk piramida intan
harus berbentuk bujur sangkar (a). Akan tetapi, sering juga
ditemukan penyimpangan pada pengujian Vickers. Lekukan bantal jarum
pada gambar (b) adalah akibat pengukuran terjadinya penurunan logam
disekitar permukaan piramida yang datar. Keadaan demikian terdapat
pada logam-logam yang dilunakkan dan mengakibatkan pengukuran
panjang diagonal berlebih. Lekukan berbentuk tong pada (c) terdapat
pada logam-logam yang mengalami proses pengerjaan dingin. Bentuk
demikian diakibatkan oleh penimbunan ke atas logam-logam disekitar
permukaan penumbuk. [2]
4. Uji Kekerasan Mikro ( Microhardness Tester)Metode ini
menggunakan prinsip indentasi yang digunakan untuk mengukur
kekerasan benda-benda mikro. Penetratornya adalah intan dengan
perbandingan diagonal panjang dan pendek sekitar 7:1. Intan
tersebut berupa intan kasar yang dibentuk sedemikian menjadi bentuk
piramida.. Angka kekerasan knoop (KHN) adalah beban dibagi luas
proyeksi lekukan yang tidak akan kembali ke bentuk semula[2]
Gambar 2.7 The Knoop diamond-pyramid indenter[8]
Angka kekerasan Knoop (KHN) dirumuskan sebagai berikut: [2]
dimana P = beban yang diterapkan (kg)Ap = luas proyeksi lekukan
yang tidak pulih ke bentuk semulaL = panjang diagonal yang lebih
panjangC = konstanta untuk setiap penumbuk
5. Metode MeyerMetode Meyer hampir sama dengan Metode Brinell,
yang membedakan adalah pada Meyer yang diperhatikan adalah
projected area pada bekas indentasi sedangkan pada Brinell adalah
pada luas area permukaan. Rata rata tekanan antara permukaan
indentor dan indentasinya sama dengan beban dibagi projected area
dari bekas indentasi.
Cara menghitung kekerasan dengan metode Meyer atau MHN V:
[3]
dimana MHN = nilai kekerasan MeyerP = Beban yang diberikan d =
diameter penekanan
Seperti uji kekerasan Brinell, uji kekerasan Meyer memiliki
satuan kg/mm2. Uji Meyer kurang sensitif dibandingkan dengan uji
kekerasan Brinell. Untuk pengerjaan pendinginan pengujian kekerasan
Meyer lebih konstan dan valid dibandingkan dengan uji kekerasan
Brinell yang hasilnya berfluktuasi. Uji kekerasan Meyer lebih
fundamental dalam perhitungan kekerasan indentasi namun secara
prakteknya jarang digunakan untuk pengujian kekerasan. [2]
Gambar 2.8 Alat Penguji Kekerasan Meyer [2]
6. Metode Kerucut (HRC)Metode ini termasuk metode Rockwell yang
dalam penerapannya menggunakan indentor berupa sebuah batu intan
berbentuk piramida dengan sudut puncak 120Pada metode ini beban
awal dipasang sebesar 10 kgf dan ujung kerucut masuk sedikit ke
dalam bahan. Hal ini pertama kali dilakukan agar terhindar dari
ketidakrataan permukaan. Selanjutnya penunjuk jam diset pada
kedudukan 100. Lalu beban utama sebesar 140 kgf dipasang, sehingga
beban seluruhnya sebesar 150 kgf yang menyebabkan kerucut masuk
lebih dalam lagi dan penunjuk jam kembali. Setelah beberapa saat
beban utama diambil kembali, maka kerucut tersebut merapat kembali
karena bentuk elastis dari bahan yang diukur. Penunjuk jam ukur
akan berputar sedikit naik, kedudukan penunjuk saat itulah
dinyatakan dalam HRC (dengan skala 0 s/d 100).
Gambar 2.9 Perbandingan Penetrator dari metode Brinell dan
Rockwell [1]
Berdasarkan gambar perbandingan diatas sudah dapat kita
simpulkan bahwa metode ini hanya sesuai untuk specimen yang
strukturnya homogen saja. Hal ini dikarenakan ujung penetrator
memiliki luas permukaan yang sempit sehingga tidak dapat mewakili
struktur permukaan specimen yang strukturnya heterogen .[1]
7. Metode Knoop Diamond Microhardness TestMetode yang
dikembangkan di Amerika Serikat ini menggunakan indenter intan
piramida yang didesain untuk memberikan penekanan tipis dan
panjang, panjangnya adalah tujuh kali lebih besar dari lebarnya,
dan sekitar 30 kali lebih besar dari kedalamannya . Bentuk ini
memberikan keuntungan lebih daripada metode Vickers, karena dapat
memberikan keakuratan yang lebih tinggi dalam perhitungan nilai
kekerasan. [1]Nilai kekerasan Knoop, HK adalah sebagai berikut
dimana HK = nilai kekerasan KnoopL = beban yang diberikanD=
panjang dari diagonal pada micrometer.
Gambar 2.10 Schematic of diamond-point indenter and plan view of
theindentation area.
8. Metode PeluruPada dasarnya metode ini sama dengan metode
kerucut, hanya pada metode ini menggunakan penetrator sebuah peluru
baja yang dikeraskan dengan diameter 1/16 inci menggunakan beban
tertentu dalam bahannya. Skala yang dipakai adalah 30 s/d 130,
dengan skala 30 dianggap beban yang lunak dan 130 adalah beban yang
paling keras.Prinsip kerjanya mula-mula peluru ditekan pada bahan
dengan beban awal sebesar 10 kgf, kemudian ditambahkan beban utama
sebesar 90 kgf. Setelah beberapa lama beban utama diambil dan
pengukur menunjukkan beberapa mm peluru ke dalam bahan.Pada metode
ini kelebihan dan kekurangannya sama dengan metode kerucut, karena
ketelitiannya tidak akurat, maka metode ini hampir tidak
dipakai.
a. b. c.Gambar 2.11 Penetrator a.) steel ball 1/8 b.) steel ball
1/16 c.) intan[1]Uji kekerasan dilakukan dengan menggunakan
spesimen-spesimen dengan syarat-syarat tertentu yang harus
terpenuhi. Syarat spesimen untuk uji kekerasan, yaitu:1. Permukaan
spesimen harus rata (sejajar).2. Permukaan spesimen harus halus.3.
Permukaan spesimen harus bersih.4. Jarak indentasi satu dengan yang
lain minimal 3d (d = diameter bekas indentasi).5. Ketebalan
spesimen minimal 10 d (d = diameter bekas indentasi).
Tabel 2.5 Macam-Macam Metode Kekerasan Lekukan [3]
C. Metode pantulan ( rebound / dynamic hardness )Pada pengukuran
kekerasan dinamik, biasanya penumbuk dijatuhkan ke permukaan logam
dan kekerasan dinyatakan oleh energi tumbuknya. Skeleroskop Shore
(shore scleroscope), yang merupakan contoh paling umum dari suatu
alat penguji kekerasan dinamik mengukur kekerasan yang dinyatakan
dengan tinggi lekukan atau tinggi pantulan. Standar yang digunakan
pada metode scleroscope shore adalah ASTM C-886. ). ASTM C-866
merupakan American society for testing and materials dengan
spesifikasi C-866 yang merupakan material untuk mesin mesin penguji
yang merupakan paduan atau campuran dari carbon, chromium,
vanadium, tungsten atau kombinasi cobalt atau standar konversi
kekerasan dari logam. Metode Kekerasan Sklereskop ditunjukan dengan
angka yang diberikan oleh tingginya ujung palu kecil setelah
dijatuhkan dalam tabung gelas dalam ketinggian 10 inch (250 mm)
terhadap permukaan benda uji.
2.2.2 Nilai Konversi KekerasanFasilitas untuk mengonversi
pengukuran kekerasan pada satu skala menjadi skala yang lain sangat
diinginkan. Namun, karena kekerasan merupakan sifat material yang
tidak ditetapkan dengan baik dan karena perbedaan eksperimen antara
bermacam-macam teknik, sebuah skema konversi yang luas tidak
ditemukan. Data konversi kekerasan telah ditentukan secara
eksperimen dan ditemukan bergantung pada tipe dan karakteristik
material. Data konversi yang paling dapat dipercaya ada pada gambar
di bawah ini.
Gambar 2.12 Perbandingan dari beberapa skala kekerasan[1]
Tabel konversi yang detail untuk bermacam-macam logam dan
campuran dimuat dalam ASTM Standard E 140, Standard Hardness
Conversion Tables for Metals. ASTM Standard E 140 merupakan
standard yang digunakan untuk mengonversi nilai kekerasan dari satu
nilai kekerasan ke nilai kekerasan lainnya. ASTM E 140 berisi tabel
konversi seperti berikut:
Tabel 2.6 konversi nilai kekerasan ASTM E 140
[9]
2.2.3 Korelasi Nilai Kekerasan Dengan Struktur MikroPengaruh
besarnya butiran terhadap kekerasan tergantung pada ukuran dari
butiran tersebut. Semakin kecil besar butiran maka semakin kuat
kekerasan dari logam tersebut dan sebaliknya. Proses pemanasan
(Heat Treatment) dapat membesarkan ukuran dari butiran tersebut
sehingga kekuatan untuk saling mengikat menurun, pada fase ini
terjadi perubahan struktur butiran menjadi lebih terstruktur.
Proses pendinginan setelahnya membuat ukuran dari butiran kembari
mengecil tetapi struktur logam setelah pendinginan menjadi lebih
terstruktur (strukturnya menjadi lebih rapi) sehingga kekerasan
dari logamnya meningkat.
Gambar 2.13 Perbandingan struktur mikro terhadap kekerasan
material [10]
Korelasi Nilai Kekerasan terhadap Perilaku PanasBaja karbon
rendah dipanaskan diatas titik kritis atas (tertinggi). Seluruh
unsur karbon masuk ke dalam larutan padat dan selanjutnya
didinginkan. Baja karbon tinggi biasanya dipanaskan hanya sedikit
diatas titik kritis terendah (bawah). Dalam hal ini, terjadi
perubahan perlit menjadi austenit. Pendinginan yang dilakukan pada
suhu itu akan membentuk martensit. Juga sewaktu kandungan karbon
diatas 0,83% tidak terjadi perubahan sementit bebas menjadi
austenit, karena larutannya telah menjadi keras. Sehingga perlu
dilakukan pemanasan pada suhu tinggi untuk mengubahnya dalam bentuk
austenit. Lamanya pemanasan bergantung atas ketebalan bahan tetapi
bahan harus tidak berukuran panjang karena akan menghasilkan
struktur yang kasar.
Gambar 2.14 Transformasi yang Melibatkan Dekomposisi Austenit
[3]
ACDEFBGC
Gambar 2.15 Diagram fasa Fe-Fe3C [11]
Beberapa istilah dalam diagram kesetimbangan Fe-Fe3C dan
fasa-fasa yang terdapat didalamnya akan dijelaskan dibawah ini.
Berikut adalah batas-batas temperatur kritis pada diagram
Fe-Fe3C:
Ao : Titik pada temperatur 210oC dimana terjadi perubahan sifat
magnetik sementit.A1 : Temperatur reaksi eutektoid (pada temperatur
723oC) yaitu perubahan fasa menjadi + , lalu kemudian berubah
menjadi +Fe3C (perlit) dan ferit untuk baja hypo eutektoid (<
0,83%). Perubahan fasa menjadi +Fe3C, lalu kemudian berubah menjadi
+Fe3C (perlit) dan cementite untuk baja hypo eutektoid (kurang dari
0,83%)A2 :Titik Currie (pada temperatur 769oC), dimana sifat
magnetik besi berubah dari feromagnetik menjadi paramagnetik.A3:
Temperatur transformasi dari fasa menjadi + yang ditandai pula
dengan naiknya batas kelarutan karbon seiring dengan turunnya
temperatur.A : Titik cair besiB :Larutan padat yang ada hubungannya
dengan reaksi peritektik. Kelarutan karbon maksimum adalah 0,10% C
: Titik pada cairan yang ada hubungannya dengan reaksi peritektikD
:Titik eutektik dimana L menjadi solid. Untuk daerah < 4,3% akan
menjadi austenite ledeburite dan cementite, sedangkan daerah
>4,3% akan menjadi cementite dan ledeburiteE : Garis dimana L
mulai bertransformasi menjadi fasa L+Fe3CF : Titik yang menyatakan
fasa . Ada hubungannya dengan reaksi eutektikG : Titik eutektoid
yang menjadi batas perubahan menjadi +Fe3CAcm:Temperatur
transformasi dari fasa menjadi Fe3C (sementit) yang ditandai pula
dengan penurunan batas kelarutan karbon seiring dengan turunnya
temperatur.Proses pemanasan (Heat Treatment) dapat membesarkan
ukuran dari butiran tersebut sehingga kekuatan untuk saling
mengikat menurun, pada fase ini terjadi perubahan struktur butiran
menjadi lebih terstruktur. Proses pendinginan setelahnya membuat
ukuran dari butiran kembari mengecil tetapi struktur logam setelah
pendinginan menjadi lebih terstruktur (strukturnya menjadi lebih
rapi) sehingga kekerasan dari logamnya meningkat.2.2.4 Aplikasi
Dalam Dunia IndustriA. Pengaruh Proses Temper Terhadap Kekerasan
Material Katup JIS SUH 11Material JIS SUH11 merupakan kelompok heat
resistant alloy. Material ini memiliki kadar Cr dan Si yang tinggi
untuk meningkatkan ketahanan korosi dan kekuatan pada temperatur
yang cukup tinggi. Material JIS SUH11 biasa digunakan sebagai
material untuk katup motor bakar. Katup motor bakar harus memiliki
kekerasan dan keuletan yang tinggi. Di industri, kekerasan katup
motor bakar setelah proses temper, sering kali berada di luar
standar. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk
mempelajari hubungan antara proses temper dengan kekerasan material
katup, serta mengamati aspek metalurgi yang terjadi pada proses
temper.
Gambar 2.16 Katup JIS [12]
Pada penelitian ini, data-data diperoleh dari hasil pengukuran
kekerasan dan struktur mikro spesimen awal, spesimen yang telah
di-anneal, di-quench dan ditemper. Proses temper dilakukan dengan
mem-variasikan temperatur dan waktu proses. Untuk temperatur,
dilakukan 4 variasi, yaitu 650oC, 680oC, 720oC, dan 750oC,
sedangkan untuk waktu, dilakukan 3 variasi, yaitu 30 menit, 60
menit, dan 90 menit. Pengukuran kekerasan dilakukan dengan
menggunakan metoda microvickers dan diuji secara acak pada sampel.
Hasil percobaan ini adalah kurva temper. Kurva ini dapat dijadikan
acuan proses temper agar diperoleh kekerasan yang memenuhi standard
kekerasan katup di industri.Proses temper untuk memperoleh harga
kekerasan yang sesuai dengan standar untuk material katup JIS SUH11
adalah pada temperatur 720-750oC selama 30 menit, 60 menit, atau 90
menit. Agar proses temper lebih efisien maka disarankan memilih
waktu temper 30 menit.
B. Pengaruh Holding Time Terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro
pada Bahan Dayang Super X (Sebuah Studi untuk Memperbaiki Kekerasan
Piston Dayang Super X mendekati Piston Honda Supra X)
Gambar 2.17 Piston super X [12]
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Menyelidiki komposisi
unsur logam paduan piston Honda Supra X serta piston Dayang Super
X. (2) Menyelidiki karakter sifat fisis dan mekanis piston Dayang
Super X yang belum diberi perlakuan panas (heat treatment), serta
yang telah mengalami heat treatment, dan piston Honda Supra X yang
tidak mengalami heat treatment (original). (3) Menyelidiki adanya
pengaruh waktu penahanan (Holding Time) terhadap nilai kekerasan
dan struktur mikro bahan piston Dayang Super X pada proses heat
treatment. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif, dan eksperimen. Adapun jenis penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif, oleh karena data yang dihasilkan berupa
angka-angka. Data yang diperoleh kemudian dianalisa dan
dideskripsikan dalam grafik maupun histogram. Selain itu, untuk
menentukan jenis perlakuan agar diperoleh hasil yang optimal, maka
peneliti juga menggunakan metode Study Literature. Data dari
penelitian ini diperoleh dari hasil pengujian komposisi bahan, foto
stuktur mikro, pengujian kekerasan makro dan kekerasan mikro dari
sebelum heat treatment dan sesudah heat treatment. Sampel dari
penelitian ini adalah sebuah piston Honda Supra X dan piston Dayang
Super X yang keduanya identik bentuk dan ukurannya. Hasil uji
komposisi kimia menunjukkan bahwa spesimen piston Dayang Super X
dan Honda Supra X merupakan paduan Aluminium dan silikon
Hypoeutectoid dengan persentase 10,5 %Si pada spesimen piston
Dayang Super X dan 10,4 %Si pada spesimen piston Honda Supra X.
Berdasarkan standar The Aluminium Association, komposisi paduan
Al-Si pada piston Dayang Super X dan piston Honda Supra X tersebut
mendekati golongan 332 dan 333. Hasil pengamatan foto struktur
mikro piston Honda Supra X, memperlihatkan presipitasi yang terjadi
lebih optimal dan menunjukkan struktur butiran yang lebih halus dan
padat dari piston Dayang Super X. Piston Honda Supra X memiliki
nilai rata-rata kekerasan makro 71,16 HRB dan piston Dayang Super X
memiliki nilai rata-rata kekerasan makro 67,67 HRB. Pada pengujian
kekerasan mikro dihasilkan nilai rata-rata kekerasan piston Dayang
Super X 118,73 HVN, sedangkan nilai rata-rata kekerasan mikro pada
piston Honda Supra X yaitu 118,33 HVN. Perlakuan panas yang
dilakukan untuk memperbaiki sifat fisis dan mekanis piston Dayang
Super X adalah Age Hardening yang meliputi tahap Solution
Treatment, Quenching, dan Artificial Aging, dengan variasi Holding
Time pada tahap Artificial Aging selama 2,5 jam, 3,5 jam dan 4,5
jam dan Holding Time pada tahap Solution Treatment selama 7 jam.
Ketentuan tersebut mengacu pada golongan Aluminium paduan 333 pada
standar The Aluminium Association Nilai kekerasan meningkat dan
mendekati piston Honda Supra X terjadi setelah spesimen mengalami
perlakuan panas dengan Holding Time pada tahap Artificial Aging
selama 3,5 jam, yaitu 118,7 HVN pada pengujian mikro dan 73,34 HRB
pada pengujian makro. Hasil foto struktur mikro spesimen piston
dengan variasi holding time selama 3,5 jam menunjukkan struktur
yang lebih padat dan teratur daripada spesimen piston dengan
holding time 2,5 jam dan raw material. Peningkatan nilai kekerasan
piston Dayang Super X setelah mengalami Heat Treatment dengan
Artificial Aging 4,5 jam mencapai 13%.
2.3 METODOLOGI 2.3.1 Bahan percobaanBahan pengujian yang
digunakan antara lain: a. Lempeng Logam non perlakuanb. Lempeng
Logam 2 kali penumbukanc. Lempeng Logam 4 kali penumbukand. Lempeng
Logam 6 kali penumbukan2.3.2 Peraalatan PengujianPeralatan yang
digunakan antara lain :a. Rockwell Hardness Tester Merupakan alat
yang dipakai untuk mengukur kekasaranpermukaan dengan menggunakan
Metode Rockwell
Gambar 2.20 Rockwell Hardness Tester Model HR-150A [5]
b. Amplas Memiliki fungsi untuk meratakan dan menghaluskan,
meratakan dan mensejajarkan permukaan spesimen sebelum dilakukan
pengujian kekerasan ( dimana ukuranya 200, 400, 600, 800, 1000,
1200, 1500, 2000)
Gambar 2.21 Amplas [5]
2.3.3 Langkah Pengujian1. Membersihkan permukaan benda uji dan
mengamplasnya sehingga kedua permukaan tersebut benar-benar rata
dan sejajar.2. Memasang penetrator diamond sesuai dengan jenis
material yang akan diuji.3. Memasang benda uji pada kedudukannya
(anvil) lalu kencangkan dengan memutar hand well searah jarum jam
hingga spesimen menyentuh penetrator dan jarum kecil pada dial
indicator menuju titik merah.4. Mengatur dial indicator sehingga
jarum besar tepat pada garis indicator C.5. Setelah 30 detik dan
jarum panjang berhenti tekan handle pelepas beban untu
menghilangkan pengetesan pembebanan utama.6. Melakukan pembacaan
pada indicator. Untuk pengujian dengan diamond penetrator baca pada
garis bagian luar indicator (garis warna hitam).7. Memutar hand
whell berlawanan jarum jam untuk menurunkan spesimen.8. Melakukan
pengujian di 3 titik (3 kali pengukuran) dengan jarak minimal
antara pengujian 3 kali diameter lubang hasil pengujian.9.
Mengkonversi harga kekerasan Rockwell ke harga kekerasan Brinell
dan Vickers dengan menginterpolasi dari tabel atau dengan rumus10.
Membersihkan dan rapikan alat uji bila tidak digunakan lagi.
2.3.4 Diagram Alir Pengujian
AMulaiMengamplas spesimenMemasang penetrator HRA Memasang
spesimen pada anvilMengecangkan spesimen menyentuh penetrator
hingga jarum kecil tepat dititik merahMengatur jarum besar dial
indikator pada BSetelah 1 menit tekan handle pelepas bebanMencatat
hasil pada dial indikatorHRA (angka hitam)
ASelesaiMelepas spesimen dengan cara memutar hand well
berlawanan jarum jamMembersihkan dan merapikan alat
2.4 HASIL DAN PEMBAHASAN2.4.1 DATA PERCOBAANTabel 2.7 Material
non perlakuanNOHRA (Diamond 60)
Lempeng Logam (non-perlakuan)
157.5
251.8
362.5
Rata-rata57.26
Tabel 2.8 Material 2 kali penumbukanNOHRA (Diamond 60)
Lempeng Logam (non-perlakuan)
166.5
259.3
361.6
Rata-rata62.47
Tabel 2.9 Material 4 kali penumbukanNOHRA (Diamond 60)
Lempeng Logam (non-perlakuan)
164
268.2
366.7
Rata-rata66.3
Tabel 2.10 Material 6 kali penumbukanNOHRA (Diamond 60)
Lempeng Logam (non-perlakuan)
163.5
262.5
371.2
Rata-rata65.73
2.4.2 Pengolahan DataA. Rumus Perhitungan Konversia. Pengujian
dengan Skala HRA
b. Untuk pengujian dengan skala HRF (dilihat dari tabel
konversi), Jika nilainya tidak ada maka dilakukan interpolasi.c.
Interpolasi dari tabel kekerasan pada lampiran :
Contoh : Nilai kekerasan kuningan diberikan pada data sebagai
berikut :B. Mengkonversi dari skala HRA dam HRF ke skala HV dan HB
a. Tabel 2.11 Material non perlakuanNo.Lempeng Logam
HRAHVHB
1.57.5228.10216.695
2.51.8187.146177.789
3.61.8265.318252.02
HV = 6,85 x 105
2 = 228.10 HB = 0,95 x HV HB = 0,95 x 228.10 = 216.695
HV = 6,85 x 105
2 = 265.318 HB = 0,95 x HV HB = 0,95 x 265.318 = 252.05
HV = 6,85 x 105
2 = 187.146 HB = 0,95 x HV HB = 0,95 x 187.146 = 177.789
b. Tabel 2.12 Material 2 kali penumbukanNo.Baja ST 60
HRAHVHB
1.66.5326.56310.232
2.59.3243.86231.67
3.61.6266.486253.16
HV = 6,85 x 105
= 326.56 HB = 0,95 x HV HB = 0,95 x 326.56 = 310.232
HV = 6,85 x 105
2 = 266.486HB = 0,95 x HV HB = 0,95 x 266.486 = 253.16 HV = 6,85
x 105
2 = 243.86 HB = 0,95 x HV HB = 0,95 x 243.86 = 231.67
c. Tabel 2.13 Material 4 kali penumbukanNo.Besi cor
HRAHVHB
1.64293.63278.95
2.68.2352.22334.61
3.66.7329.43313.34
2HV = 6,85 x 105
= 293.63HB = 0,95 x HV HB = 0,95 x 293.63= 278.95
HV = 6,85 x 105
2= 352.22HB = 0,95 x HV HB = 0,95 x 352.22= 334.61
HV = 6,85 x 105
2 = 329.43HB = 0,95 x HV HB= 0,95 x 329.43 = 313.34
z
d. Tabel 2.14 Material 6 kali penumbukanNo.Kuningan
HRBHVHB
1.63.5287.64273.26
2.62.5276.21253.16
3.71.2405.51385.24
HV = 6,85 x 105
= 287.64 HB = 0,95 x HV HB = 0,95 x 287.64 = 273.26
HV = 6,85 x 105
2 = 276.21HB = 0,95 x HV HB = 0,95 x 276.21 = 253.16
HV = 6,85 x 105
2 = 405.51 HB = 0,95 x HV HB = 0,95 x 405.51 = 385.24
2.4.2.2 Keseksamaan Nilai KekerasanA. Rumus Perhitungan1. Metode
Rockwell
HR = ()
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
2. Metode Vickers
=
HV = ()
Ralat Nisbi =
Keseksamaan= 3. Metode Brinell
HB = ()
Ralat Nisbi =
Keseksamaan = A. Material Non Perlakuan1. Tabel 2.26 Baja ST
40NO.HRA(HRA-)2HV(HV-)2HB(HB-)2
1.53.000.25194.8011.24185.0610.15
2.54.000.25201.5411.47191.4610.33
3.53.500.00198.120.00188.220.00
Rata-rata= 53.500.50= 198.1522.72=188.2520.48
= 0.28
Nilai HRA yang sesungguhnya = = (53.500.28)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 1.9
Nilai HV yang sesungguhnya = = (198.151.9)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 1.74
Nilai HB yang sesungguhnya = = (188.251.74)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
2. Tabel 2.27 Baja ST 60NO.HRA(HRA-)2HV(HV-)2HB(HB-)2
157.50.25228.118.15216.716.38
2580.00232.320.00220.710.00
358.50.25236.6618.49224.8316.67
Rata-rata=58.000.50= 232.3636.64=220.7533.05
= 0.083
Nilai HRA yang sesungguhnya = = (58.000.083)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 2.47
Nilai HV yang sesungguhnya = =(201.20.23)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
== 2.23
Nilai HB yang sesungguhnya = =(220.752.23)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
3. Tabel 2.28 Besi CorNO.HRA(HRA-)2HV(HV-)2HB(HB-)2
1.630.00281.840.00267.740.00
2.62.50.25276.2132.34262.3929.23
3.63.50.25287.6432.99273.2629.85
Rata-rata= 63.000,50= 281.9065.33= 267.8059.08
=0.08
Nilai HRA yang sesungguhnya = = (63.000.08)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 3.2
Nilai HV yang sesungguhnya = = (281.903.2)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 3.13
Nilai HB yang sesungguhnya = = (267.803.13)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
4. Tabel 2.29 KuninganNO.HRB(HRB-)2HV(HV-)2HB(HB-)2
1.700.02894702.794420.0069
2.69.50.108946511.09441.750.0289
3.700.02894702.794420.0069
Rata-rata=69.83
= 468.3316.67= 441.920.0427
= 0,76
Nilai HRA yang sesungguhnya = = (72.50,76)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 1.53
Nilai HV yang sesungguhnya = = (1241.53)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 2.28
Nilai HB yang sesungguhnya = = (117.32.28)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
5. Tabel 2.30 TembagaNO.HRB(HRB-)2HV(HV-)2HB(HB-)2
1.39.50.44892743.0625260.32.77
2.38.52.788927214.0625258.47.78
3.42.55.4289281.2530.25267.1927.35
Rata-rata= 40.17
= 275.847.375= 261.9637.90
= 1.86
Nilai HRB yang sesungguhnya = = (40.11.86)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 1.26
Nilai HV yang sesungguhnya = = (82.51.26)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 1.41
Nilai HB yang sesungguhnya = = (78.361.41)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
6. Tabel 2.31 AluminiumNO.HRB(HRB-)2HV(HV-)2HB(HB-)2
1.721.7689490277.77461235.11
2.715.4289480711.29451641.61
3.7713.46895501874.895171654.05
Rata-rata= 73.3320.67= 506.7954.65= 476.332530.7
= 1.67
Nilai HRB yang sesungguhnya = = (78.31.67)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
== 1.20
Nilai HV yang sesungguhnya = = (118.31.20)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 1.15
Nilai HB yang sesungguhnya = = (112.41.15)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
B. Material Perlakuan Panas1. Perlakuan panas dengan pendinginan
udaraa. Tabel 2.32 Baja ST 40NO.HRA(HRA-)2HV(HV-)2HB(HB-)2
1.67.001.36333.81354.82317.12320.17
2.67.500.44341.30128.75324.23116.28
3.70.003.36382.83911.03363.69822.35
Rata-rata= 544.5= 194.8863.08= 185.1457.00
= 0.89
Nilai HRA yang sesungguhnya = = (540.89)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 3.2
Nilai HV yang sesungguhnya = = (194.883.2)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
== 3.08
Nilai HB yang sesungguhnya = = (185.143.08)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
2. Tabel 2.33 Baja ST 60NO.HRA(HRA-)2HV(HV-)2HB(HB-)2
1.52.500.03191.551.29181.981.16
2.53.500.69198.1229.52188.2226.66
3.52.000.44188.3918.46178.9716.70
Rata-rata= 52.671.17= 192.6949.27= 183.0644.52
= 0.44
Nilai HRA yang sesungguhnya = = (52.670.44)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 2.86
Nilai HV yang sesungguhnya = = (192.692.86)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
== 2.72
Nilai HB yang sesungguhnya = = (183.062.72)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
3. Tabel 2.34 Besi CorNO.HRA(HRA-)2HV(HV-)2HB(HB-)2
1.55.000.25208.6314.36198.2012.96
2.55.000.25208.6314.36198.2012.96
3.56.501.00220.0057.46209.0051.84
Rata-rata= 55.501.50= 212.4286.18= 201.8077.76
= 0.5
Nilai HRA yang sesungguhnya = = (55.500.5)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 3.78
Nilai HV yang sesungguhnya = = (212.423.78)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
== 3.6
Nilai HB yang sesungguhnya = = (201.83.6)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
2. Perlakuan panas dengan pendinginan air1. Tabel 2.35 Baja ST
40NO.HRA(HRA-)2HV(HV-)2HB(HB-)2
1.510.69208.6314.36198.2012.96
2.50.51.78208.6314.36198.2012.96
3.544.69220.0057.46209.0051.84
Rata-rata= 51.837.17= 212.4286.18= 201.8077.76
= 1.09
Nilai HRA yang sesungguhnya = = (51.831.09)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 3.78
Nilai HV yang sesungguhnya = = (212.423.78)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 3.6
Nilai HB yang sesungguhnya = = (201.803.6)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
2. Tabel 2.36 Baja ST 60NO.HRA(HRA-)2HV(HV-)2HB(HB-)2
1.55.504.00208.6314.36198.2012.96
2.53.000.25208.6314.36198.2012.96
3.52.002.25220.0057.46209.0051.84
Rata-rata= 53.506.5= 212.4286.18= 201.8077.76
= 1.04
Nilai HRA yang sesungguhnya = = (53.51.04)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 3.78
Nilai HV yang sesungguhnya = = (212.423.78)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
== 3.6
Nilai HB yang sesungguhnya = = (201.803.6)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
Tabel 2.37 Besi CorNO.HRA(HRA-)2HV(HV-)2HB(HB-)2
1.55.000.25208.6314.36198.2012.96
2.55.000.25208.6314.36198.2012.96
3.56.501.00220.0057.46209.0051.84
Rata-rata=55.51.50= 212.4286.18= 201.8077.76
= 0.5
Nilai HRA yang sesungguhnya = = (55.50.5)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 3.78
Nilai HV yang sesungguhnya = = (212.423.78)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
= = 3.6
Nilai HB yang sesungguhnya = = (201.803.6)
Ralat Nisbi =
Keseksamaan =
2.4.3 Analisa dataTabel 2.38 Nilai KekerasanNama BahanBrinell
Hardness(kg/mm2)
Besi cor180-250
ST 60 nonperlakuan170-195
ST 40 nonperlakuan95-120
Kuningan85
Tembaga75
Alumunium25-40
ST 60 normalizing229
ST 60 quenching311
ST 40 normalizing170
ST 40 quenching262
Untuk lebih mengetahui nilai kekerasan lebih jelas, dapat
melihat tabel. Kekerasan besi cor lebih besar daripada baja ST 60
dan baja ST 40 , ini disebabkan karena besi cor mempunyai kandungan
karbon paling besar dibanding baja ST 60 dan baja ST 40. Sedangkan
baja ST 60 (Kandungan karbonnya 0,3 0,7 % C ) lebih kaya karbon
sehingga termasuk baja karbon tinggi, daripada baja ST 40 (< 0,3
% C) dan termasuk baja karbon rendah. Semakin banyak karbon maka
nilai kekerasan makin besar dan keuletan makin kecil. Untuk
kandungan karbon kurang dari 2,14% disebut besi baja karbon
rendah,antara 2,14%-6,7% disebut besi cor,dan lebih dari 6,7% tidak
dapat disebut baja tetapi disebut cementit / besi karbida (FeC)
Sedangkan untuk kuningan mengandung 2 % Al juga merupakan
tembaga paduan sehingga memiliki kekerasan yang lebih besar
dibandingkan aluminium dan tembaga. Ini disebabkan kuningan
mempunyai kekuatan tarik yang lebih tinggi daripada tembaga dan
aluminium. Tembaga memiliki kekerasan yang lebih tinggi daripada
aluminium, ini disebabkan tembaga mempunyai kekuatan tarik yang
lebih tinggi daripada aluminium yaitu sekitar 200 N/mm2 pada suhu
rendah kekuatan tarik jauh lebih besar. Tembaga itu sendiri apabila
direaksikan dengan oksigen dapat menjadi lebih ulet (0,04 % O) hal
ini menjadikan berkurangnya kandungan karbon pada tembaga tersebut.
Aluminium mempunyai kekerasan paling rendah, hal ini disebabkan
kekuatan tarik aluminium paling kecil yaitu sekitar 10 kg/mm3 dan
aluminium juga mempunyai sifat lunak lebih berat dari Sn dan lebih
lunak dari Zn. Mempunyai berat jenis 2,7.10 Kg/m3, regangan 18 25
%.
Tabel 2.39 Hasil yang didapat dari pengujian material non
perlakuanNAMA BAHANKEKERASAN BRINELL (HB)KEKERASAN ROCKWELL
(HR)KEKERASAN VICKER (HV)
Baja ST 40(188.251.74)(53.500.28)(1981.9)
Baja ST 60(220.752.23)(58.000.083)(201.20.23)
Besi Cor(287.803.13)(63.00 0.08)(281.903.2)
Kuningan(117.32.28)(72.50,76)(1241.53)
Tembaga(78.31.67)(40.11.86)(82.51.26)
Aluminium(112.41.15)(78.31.67)(118.31.20)
Gambar 2.23 Grafik Nilai Kekerasan Material Non
PerlakuanAnalisa: Berdasarkan data pengujian, nilai kekerasan besi
cor tidak lebih besar dibandingkan baja ST 60. Terjadi penyimpangan
pada data hasil pengujian kekerasan. Seharusnya nilai kekerasan
besi cor lebih besar daripada baja ST-60 karena besi cor memiliki
kandungan karbon paling besar dibanding baja ST 60 dan baja ST 40.
Sedangkan untuk nilai kekerasan kuningan, tembaga dan aluminium
terjadi penyimpangan karena hasil kekerasan aluminium lebih besar
dibandingkan tembaga. Seharusnya tembaga memiliki nilai kekerasan
yang lebih tinggi daripada aluminium, karena tembaga mempunyai
kekuatan tarik yang lebih tinggi daripada aluminiumPenyimpangan
dapat saja terjadi disebabkan oleh beberapa faktor sebagai
berikut:a. Dalam persiapan untuk uji keras (seperti mengikir dan
mengamplas) terjadi banyak perlakuan lain seperti bubut dan
gerinda. b. Jarak penetrasi terlalu dekatc. Waktu penetrasi kurang
lamad. Ketidaktelitian praktikan dalam membaca dial indicator pada
alat uji kekerasane. Spesimen tertukar dengan specimen yang
lain2.4.3.1 Material Perlakuan PanasUrutan nilai kekerasan antara
bahan yang mengalami perlakuan panas dengan pendinginan udara dan
pendinginan air yaitu: pendinginan air > pendinginan
udara.Perlakuan panas dengan pendinginan air merupakan proses
hardening yaitu proses quenching. Quenching adalah suatu proses
perlakuan panas terhadap suatu material dengan cara dipanaskan
terlebih dahulu sampai suhu austenit (900oC). Kemudian dilakukan
proses pendinginan cepat yaitu dalam hal ini dengan media air.
Proses pendinginan ini berlangsung cepat mengakibatkan terbentuknya
martensit yang keras. Martensit mempunyai struktur kristal yang
bersifat tidak stabil,berbentuk seperti jarum, dan bersifat sangat
keras dan rapuh.Sedangkan untuk perlakuan panas dengan pendinginan
udara merupakan proses softening yaitu proses normalizing.
Normalizing adalah proses di mana material dipanaskan dahulu sampai
suhu austenit kemudian dilakukan pendinginan dengan medium udara
secara perlahan. Proses ini terjadi pada suhu 55-650C diatas daerah
austenit murni. Pendinginan ini mencegah timbulnya segregasi
praeutektoid sehingga struktur mikro yang terbentuk adalah perlit
halus dan tidak ada ferit praeutektoid dalam jumlah banyak. Dengan
demikian akan dihasilkan material yang kekerasannya lebih kecil
dari sebelumnya.Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa kekerasan
material dengan perlakuan panas dengan pendinginan air lebih besar
daripada perlakuan panas dengan pendinginan udara. Hasil yang
didapat dari pengujian adalah:
1. Material Perlakuan Panas dengan Pendinginan AirTabel 2.40
Hasil yang didapat dari pengujian material pendinginan airNAMA
BAHANKEKERASAN BRINELL (HB)KEKERASAN ROCKWELL (HR)KEKERASAN VICKER
(HV)
Baja ST 40(201.803.6)(540.89)(212.423.78)
Baja ST 60(1999.21.36)(52.670.44)(212.423.78)
Besi Cor(201.83.6)(55.500.5)(212.423.78)
Gambar 2.24 Grafik Nilai Kekerasan Material Perlakuan Panas
dengan Pendinginan AirAnalisa:Berdasarkan data pengujian, nilai
kekerasan besi cor tidak lebih besar dibandingkan baja ST 60.
Terjadi penyimpangan pada data hasil pengujian kekerasan.
Seharusnya nilai kekerasan besi cor lebih besar daripada baja ST-60
karena besi cor memiliki kandungan karbon paling besar dibanding
baja ST 60 dan baja ST 40. Penyimpangan dari material perlakuan
panas dengan pendinginan air pada besi cor dan baja ST 60 dapat
saja terjadi disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :1.
Dalam persiapan untuk uji keras (seperti mengikir dan mengamplas)
terjadi banyak perlakuan lain seperti bubut dan gerinda. 2. Jarak
penetrasi terlalu dekat3. Waktu penetrasi kurang lama4.
Ketidaktelitian praktikan dalam membaca dial indicator pada alat
uji kekerasan5. Spesimen tertukar dengan spesimen yang lain
1. Material Perlakuan Panas dengan Pendinginan UdaraTabel 2.41
Hasil yang didapat dari pengujian material pendinginan udaraNAMA
BAHANKEKERASAN BRINELL (HB)KEKERASAN ROCKWELL (HR)KEKERASAN VICKER
(HV)
Baja ST 40(51.830.1)(51.831.09)(1300.13)
Baja ST 60(199.22.72)(53.51.04)(209.81.09)
Besi Cor(201.803.6)(55.50.5)(212.423.78)
Gambar 2.25 Grafik Nilai Kekerasan Material Perlakuan Panas
denganPendinginan UdaraAnalisa:Berdasarkan data pengujian, nilai
kekerasan besi cor tidak lebih besar dibandingkan baja ST 60.
Terjadi penyimpangan pada data hasil pengujian kekerasan.
Seharusnya nilai kekerasan besi cor lebih besar daripada baja ST-60
karena besi cor memiliki kandungan karbon paling besar dibanding
baja ST 60 dan baja ST 40. Penyimpangan dari material perlakuan
panas dengan pendinginan udara pada besi cor dan baja ST 60 dapat
saja terjadi disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :1.
Dalam persiapan untuk uji keras (seperti mengikir dan mengamplas)
terjadi banyak perlakuan lain seperti bubut dan gerinda. 1. Jarak
penetrasi terlalu dekat1. Waktu penetrasi kurang lama1.
Ketidaktelitian praktikan dalam membaca dial indicator pada alat
uji kekerasan1. Spesimen tertukar dengan specimen yang lainAnalisa
perbandingan antara dua perlakuan tersebut adalah:1. Berdasarkan
data hasil pengujian kekerasan material tampak bahwa nilai
kekerasan untuk baja ST 60 perlakuan panas dengan pendinginan udara
dan dengan pendinginan air, hal ini tidak sesuai dengan referensi.
Kemungkinan dalam pengujian spesimen dari perlakuan air tertukar
dengan spesimen dari perlakuan udara. 1. Selain hasil dari
pengujian pada baja ST 60 tidak sesuai dengan referensi, hasil
pengujian dari baja ST 40 dan besi cor hasilnya sesuai dengan
referensi.Berdasarkan percobaan : Baja ST 40 : Pendinginan air >
Pendinginan udara Baja ST 60 : Pendinginan udara > Pendinginan
air Besi Cor : Pendinginan air > Pendinginan udara
2.5 PENUTUP2.5.1 Kesimpulan1. Kekerasan suatu material
didefinisikan sebagai ketahanan suatu material untuk menerima
penetrasi/tekanan dari material lain atau deformasi.2. Uji
kekerasan merupakan pengujian untuk memperoleh nilai kekerasan dari
suatu material.3. Dari hasil pengujian diperoleh data sebagai
berikut:
Tabel 2.42 Hasil yang didapat dari pengujian materialNon
Perlakuan
NAMA BAHANKEKERASAN BRINELL (HB)KEKERASAN ROCKWELL (HR)KEKERASAN
VICKER (HV)
Baja ST 40(188.251.74)(53.500.28)(1981.9)
Baja ST 60(220.752.23)(58.000.083)(201.20.23)
Besi Cor(287.803.13)(63.00 0.08)(281.903.2)
Kuningan(117.32.28)(72.50,76)(1241.53)
Tembaga(78.31.67)(40.11.86)(82.51.26)
Aluminium(112.41.15)(78.31.67)(118.31.20)
Perlakuan Panas dengan Pendinginan Udara
NAMA BAHANKEKERASAN BRINELL (HB)KEKERASAN ROCKWELL (HR)KEKERASAN
VICKER (HV)
Baja ST 40(51.830.1)(51.831.09)(1300.13)
Baja ST 60(199.22.72)(53.51.04)(209.81.09)
Besi Cor(201.803.6)(55.50.5)(212.423.78)
Perlakuan Panas dengan Pendinginan Air
NAMA BAHANKEKERASAN BRINELL (HB)KEKERASAN ROCKWELL (HR)KEKERASAN
VICKER (HV)
Baja ST 40(185.143.08)(540.89)(194.883.2)
Baja ST 60(183.062.72)(52.670.44)(192.692.86)
Besi Cor(201.83.6)(55.500.5)(212.423.78)
4. Kekerasan suatu material tergantung dari kadar karbon dan
bila mengalami perlakuan panas tergantung juga dari laju
pendinginanya.5. Material mengalami perlakuan panas dengan
pendinginan air lebih keras daripada pendinginan udara karena laju
pendinginanya lebih cepat sehingga terbentuk martensit.
2.5.2 SaranUntuk mendapatkan data hasil pengujian yang akurat
maka sebaiknya :1. Pengamplasan dilakukan sebaik mungkin sampai
permukaan benda uji benar-benar rata, halus, dan bersih serta
sejajar antara permukaan atas dan bawah.1. Pengidentasi dan
landasannya harus bersih dan dudukannya baik.1. Teliti dalam
mengatur dial indicator, posisi jarum kecil dan jarum besar harus
tepat.1. Dalam menggerakan tuas harus tepat di posisi masing-masing
tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang.1. Jarak titik penetrasi
jangan terlalu dekat.1. Teliti dalam membaca skala. 1. Spesimen
pengujian jangan sampai tertukar.
DAFTAR PUSTAKA[1]Vander Voort,George. Metallography[2]Dieter,
Goerge . Mechanical Metallurgy[3]William D. Callister, Jr .2007.
Fundamentals of Material Science and Engineering 7th edition. New
York: John Wiley & Sons, Inc.[4]Job Sheet Praktikum Struktur
dan Sifat Material, 2011[5]Laboratorium Metalurgi Fisik Jurusan
Teknik Mesin Universitas Diponegoro[6]Ilmu Pengetahuan Bahan, BJM
Bemer[7]www.shu.ac.uk/research/meri.instr./hard.htm[8]http://dataujiIndonesia.itrademarket.com[9]http://www.leco.com/products/metallography/gudes/HARDSCALESBOOKLET200-971.pdf
[10]http://forum.supermotoindonesia.com/showthread.php?t=2793[11]Armani
Hari dan Daryanto. Ilmu
Bahan.[12]http://indusri15rizqi.blog.mercubuana.ac.id/[13]http://www.saarstahl.de/grundlagen_der_waermebehandlung.html?&L=1[14]http://www.batan.go.id/ptlr/08id/files/u1/sntpl8/proceeding/17%20Aisyah%20_159-174_.pdf
Jurusan Teknik Mesin Universitas Diponegoro102