Top Banner
1 U S U L A N PENYUSUNAN BUKU AJAR Mata Kuliah Metode dan Teknik Penelitian Sejarah Penyusun Drs. F. Raymond Mawikere, M.Hum., MA. 19580422 198602 1 001 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SAM RATULANGI MAret 2020
37

U S U L A N

Oct 20, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: U S U L A N

1

U S U L A N

PENYUSUNAN BUKU AJAR

Mata Kuliah

Metode dan Teknik Penelitian Sejarah

Penyusun

Drs. F. Raymond Mawikere, M.Hum., MA. 19580422 198602 1 001

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MAret 2020

Page 2: U S U L A N

2

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan 1.

Daftar Isi 2.

A. Latar Belakang 3.

B. Tujuan 4.

C. Sasaran Pengguna 5.

D. Jadwal 5.

E. Gambaran Materi/Isi Buku Ajar 6.

LAMPIRAN

1. Sertifikat Pekerti/AA 8.

2. Rancangan Pembelajaran 9.

3. Outline Buku Ajar 13.

4. Tim Teknis dan CV Penyusun Utama 14.

5. Rencana Penganggaran 20.

6. Satu Bab Lenbgkap Buku Ajar 21.

Page 3: U S U L A N

3

Page 4: U S U L A N

4

PENYUSUNAN MODUL E-LEARNING MULTIMEDIA

M.K. Metode dan Teknik Penelitian Sejarah

1. Latar Belakang

Sejalan perkembangan sistem pembelajaran yang selalu akan mengejar unsur efektifitas

dan efisiensi maka penerapan teknologi daring dalam sistem perkuliahan sekarang pada dasarnya

masuk dalam skala prioritas. Dengan alasana agar, (1) dapat menghasilkan capaian dalam

berinovasi sosial, (2) dapat merekonstruksi pengetahuan, dan bukan sekedar alih pengetahuan,

(3) dapat memproduksi pengetahuan seperti konsep, model, klasifikasi, purwarupa dan kekayaan

intelektual, (4) dapat mengembangkan, memproduksi aspek aspek tepat guna sebagai sarana

implementasi pengetahuan menjadi realitas, (5) dapat mengembangkan usaha perintis seperti

stat-ups, (6) dapat mengembangkan jejaring komunikasi untuk koordinasi subyek terhadap isu-

isu strategis, (7) dapat ’menjual’ kisah sukses untuk hasil inovasi atau praktik baru, dan (8) dapat

mengembangkan kemandirian (Delapan Karakteristik Utama Universitas 4.0, 2019).

Memperhatikan 8 karakteristik utama yang harus diimplementasikan oleh universitas atau

perguruan tinggi 4.0 sebagai ganti ”mengalihkan ilmu pengetahuan” dalam sistem sebelumnya

dipandang penting untuk dilakukan. Salah satunya adalah dengan mengubah sistem konvensional

terhadap mata-mata kuliah sekarang, mengarahkannnya secara bertahap ke arah sistem daring.

Dalam kaitan itu, dengan memperhatikan, (1) adanya perubahan kebijakan dalam sistem

pendidikan nasional yang mengarah ke sistem daring, dan (2) adanya keuntungan praktis dalam

hal efektifitas dan efisiensi dalam sistem tersebut maka setiap modul pada mata kuliah pun sudah

pada tempatnya menggunakan sistem daring. Karena, sekali lagi, fenomena kekinian yang

sejatinya memang menuntut tindakan demikian.

Meskipun demikian, sulit dipungkiri apabila program daring pada dasarnya akan dapat

mencapai implementasi seperti diharapkan apabila didukung oleh adanya buku ajar terkait.

Dengan kata lain, sebelum masuk pada media daring untuk sebuah mata kuliah alangkah baiknya

didahului oleh adanya buku ajar. Menempatkan buku ajar sebagai ’jalan masuk’ atau ’prasyarat’

masuk ke dalam dunia daring.

Page 5: U S U L A N

5

Dengan latar belakang di atas maka pada tempatnya kegiatan penyusunan buku ajar –

yang kali ini adalah untuk mata kuliah ”Metode dan Teknik Penelitian Sejarah” dipandang

reasonable sekaligus feasible untuk ditindaklanjuti.

2. Tujuan

Secara umum tujuan kegiatan adalah untuk kepentingan pengembangan ilmu karena

selain mencakup adanya perluasan wawasan juga keterbukaaannya terhadap pendalaman melalui

aneka kajian dari berbagai sudut pandang. Secara praktis tujuan penyusunan buku ajar Metode

dan Teknik Penelitian Sejarah ini adalah untuk mempermudah jalannya proses pembelajaran.

Bahwa dengan berpedoman pada panduan teknik penyusunan buku ajar maka urutan yang

sistematis sekaligus memenuhi persyaratan didaktik dan metodik pun akan dapat dihadirkan.

Termasuk dalam kaitan akan dapat dihadirkannya konten atau materi yang komprehensif

sekaligus praktis untuk diimplementasikan dalam program e-learning. Dengan kata lain, secara

khusus tujuan kegiatan adalah untuk mencapai tujuan-tujuan praktis pembelajaran seperti:

1. Mengiplementasikan pergeseran sistem perkuliahan pendidikan tinggi dari yang bersifat

konvensional sebelumnya, yang sebelum menuju ke sistem daring, telah dilengkapi oleh

buku ajar.

2. Menjadikan sistem perkuliahan lebih efektif dan efisien – a.l. berhubung telah

tersedianya modul e-learning pada mata kuliah ini

3. Menyiapkan sistem pembelajaran daring, yang melalui buku ajar akan dapat membantu

perluasan materi perkuliahan menjadi tidak sebatas agar dapat diakses oleh mahasiswa

yang memprogamkannya melainkan pula oleh masyarakat luas.

3. Sasaran Pengguna

Penggunaan buku ajar dalam Mata Kuliah Metode dan Teknik Penelitian Sejarah

diarahkan agar mahasiswa dapat memperoleh pegangan dalam bentuk hard copy. Dengan

adanya buku ajar maka selain ruang dan waktu dalam mengakses materi kuliah akan mudah

dan lebih terarah, juga berhubung unsur efektif dan efisiansi yang akan dapat diperoleh. Pada

dasarnya pula bahwa kegiatan tatap muka akan dapat mengantar perluasan wawasan. Dengan

demikian, ruang diskusi dapat berjalan. Terutama dalam kapasitas memberikan arah terhadap

materi pembelajaran, termasuk dalam kaitan pemecahan masalah atas topik yang diangkat.

Page 6: U S U L A N

6

Dengan tujuan agar pengetahuan dan ketrampilan mengenai metode dan teknik penelitian

sejarah dapat dimiliki, dkuasai mahasiswa maka pembagian sistematika penulisan akan

mengikuti rancangan pembelajaran seperti terdapat dalam modul e-learning.

Meskipun demikian, mengingat luasnya pembahasan maka secara umum materi disusun

dengan metode yang dapat dikembangkan dengan memberikan rujukan pada sejumlah

referensi. Selain tu, mengingat telah ada pula buku ajar dengan konten sama namun berkatagori

dasar msks capaian pembelajaran dalam buku ini diarahkan pada tingkat pemahaman dan

pengembangan lebih lanjut.

Pengembangan terhadap pengetahuan tentang metode dan teknik penelitian sejarah

seperti disebutkan, dilakukan dengan memberikan sumber-sumber referensi, rujukan untuk

memperdalam pengetahuan. Dimaksudkan agar mahasiswa dapat mencari untuk menemukan

informasi tentang metode sejarah sekaligus mampu menerapkannya dalam tataran praktek.

Dengan mengacu pada pandangan di atas maka sasaran pengguna untuk kegiatan ini

adalah:

1. Mahasiswa Strata-1 yang wajib memprogram mata kuliah ini dalam rencana studinya

(KRS)

2. Masyarakat umum, termasuk para policy and decision maker bidang pendidikan

khususnya, bidang pemerintahan pada umumnya.

4. Jadwal

Kegiatan penyusunan mopdul e-learning multimedia ini akan berlangsung selama 7

(tujuh) bulan, antara bulan April hingga September 2020. Dalam bentuk tabel jadwal kegiatan

direncanakan sebagai berikut

No Kegiatan Waktu Pelaksanaan (2020)

April Mei Juni Juli Agust. Sept.

1. Perancangan Bahan Ajar

2. Penyusunan Proposal

3. Pengembangan Bahan

Ajar

4. Penyusunan Bahan Ajar

5. Evaluasi dan Editing

7. Sosialisasi & percetakan

6. Pelaporan

Page 7: U S U L A N

7

5. Gambaran Materi

Buku Ajar ini akan memaparkan kerangka pembelajaran mata kuliah Metode dan Teknik

Penelitian Sejarah, dilanjutkan dengan penjelasan mengenai prosedur ilmiah penyusunan karya

sejarah sebagai ilmu. Proses menyusun sekaligus membentuk konsep dan teori juga akan

diketengahkan. Demikian menyangkut pengertian sejarah sebagai ilmu, persoalan subyektifiktas

dan obyektifitas dalam sejarah, juga tentang generalisasi dalam sejarah.

Hal utama yang akan diketengahkan berikutnya adalah mengenai apa dan bagaimana

pengertian tentang metode dan analis, khususnya dalam implementasi kegiatan penelitian

sejarah. Tahapan mencari sumber sejarah yang dimulai dari analisa, dilanjutkan dengan tahap

kritik dan analisa sumber, kemudian interpretasi, lalu historiografi, akan mengambil porsi cukup

besar dalam pembahasan. Demikian menyangkut aspek-aspek kebahasaan yang melekat pada

narasi dari sebuah kajian kesejarahan.

Bagaimana menyusun kalimat efektif, soal kesatu-paduan alinea, menentukan tema,

topik, maksud; dan kerangka penulisan adalah merupakan bagian lain yang akan dibahas.

Termasuk dalam persoalan-persoalan kecil seperti pungtuasi, melakukan pengutipan, membuat

catatan kaki dan bibkiografi. Pada hakekatnya pula bahwa pembahasan mengenai implementasi

atau praktek penelitian sejarah baik di lapangan maupun di dalam laboratorium adalah yang akan

diutamakan. Demikian menyangkut jalan menuju pemecahan masalah apabila bertemu dengan

kasus kasus tertentu sebagaimana lazim terdapat dalam praktek penelitian sejarah.

Page 8: U S U L A N

8

LAMPIRAN 2.

Rancangan Pembelajaran Mata Kuliah Terkait Selama Satu Semester Tim Pengusul

Mata Kuliah : Metode & Teknik Penelitian Sej. Semester: 2 (Dua); Kode : ; SKS : 2 (2-0)

Program Studi : Ilmu Sejarah Dosen

: Drs. Ferry Raymond Mawikere, M.Hum.MA.

CAPAIAN PEMBELAJARAN:

a. Menguasai dasar-dasar metode dan penelitian sejarah, dari tingkatan pengenalan hingga tingkat lanjut namun tetap dalam koridor

dasar; meliputi prinsip, konsep dan perspektif; rekonstruksi dan kategorisasi, serta unit-unit dalam sejarah; mampu menjelaskan

ilmu sejarah sebagai sebuah pendekatan; apa dan bagaimana pengertian serta rekonstruksinya; memahami subjektifitas dan

objektifitas dalam sejarah; termasuk kemampuan dalam memanfaatkan konsep-konsep dan teori-teori ilmu sosial dalam kajian

sejarah, yang keseluruhannya ini dapat dituangkan dalam metode dan teknik penelitian sejarah

Sub: menguasai secara tertentu metode dan teknik penelitian sejarah dalam tingkatan sederhana; juga dalam kemampuan

menerapkan, merekonstruksi eviden-eviden sejarah.

b. Mampu mencari untuk menemukan masalah ipteks secara terukur (dalam kaitan generalisasi dan kuantifikasi dalam sejarah) baik

melalui prinsip-prinsip pengorganisasian pengetahuan secara sistematis dan terstruktur (metodologis) maupun melalui kearifan-

kearifan sejarah atas aneka gejala dan atau fenomena masa lalu demi kepentingan perspektif masa kini dan masa depan;

Sub: mampu memecahkan masalah ipteks secara sederhana dengan metode “belajar dari masa lalu” (trial and error); termasuk

dalam kemampuannya memetik hikmat dan pembelajaran berdasarkan tinggalan masa lalu melalui teknik penelitian sejarah

c. Mampu mengaplikasikan dasar-dasar metode dan teknik penelitian sejarah, terutama dalam merekonstruksi sejarah; dasar-dasar

metode dan teknik penelitian sejarah yang akan dapat bermuara pada kemanfaatan bagi diri sendiri, masyarakat, termasuk bagi

kepentingan bangsa dan negara;

d. Capaian pembelajaran pada dasarnya adalah merupakan sasaran antara; sedangkan hasil akhirnya akan berkemampuan

menyajikan, menyampaikan saran-saran solutif terhadap berbagai masalah di bidang ipteks – disesuaikan dengan sasaran kajian –

baik secara umum maupun spesifik, sehingga akan dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.

Page 9: U S U L A N

9

Matriks Pembelajaran :

Min

ggu

Kemampuan akhir

yang diharapkan

Bahan Kajian/Materi

Pembelajaran

Bentuk

Pembela

jaran

Waktu

belajar

(menit)

Deskripsi

Tugas Luaran

Kriteria Penilaian

(Indikator)

Bobo

t

Nilai

(%)

Referens

i

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Menjelaskan tujuan

umum dan khusus

mata kuliah

Pengantar, penjelasan

umum pelaksanaan

perkuliahan

Diskusi 150 Kesepakatan

Dosen dengan

Mahasiswa

2-3 Menjelaskan

pengertian sejarah

yang naratif

(terbatas mengung-

kap fakta tentang apa,

siapa, kapan, dan di

mana); tetapi juga

yang teoretis dan

kritis.

Pengertian sejarah

sebagai cerita atau

narasi; yang mampu

mendeskripsikan fakta

yang terbatas tentang

apa, siapa, kapan dan

di mana, yang belum

merupakan bagian dari

perspektif sejarah

sebagai ilmu

Diskusi

kelompok 300 - Mahasiswa

mendiskusika

n pengertian

sejarah

sebagai cerita

- Diskusi kelas

- Mahasiswa

mengikuti tes

formatif

Hasil tes for-

matif

perorangan

- Keaktifan dalam

diskusi kelompok

- Hasil tes formatif

perorangan

10 9, 10, 12

4-5 Menjelaskan

pengertian sejarah

sebagai ilmu, yang

memiliki kemampuan

mengungkap

berdasarkan fakta

aneka deskripsi

dengan unsur

‘mengapa’ dan

‘bagaimana’

Pengertian sejarah

sebagai ilmu, yang

mampu menerangkan

fakta lebih dari sekedar

tentang unsur apa,

siapa, di mana, dan

kapan; tetapi juga

mampu mengungkap

dalam deskripsi

tentang mengapa dan

bagaimana

Diskusi

kelompok 300 - Mahasiswa

mendiskusika

n

permasalahan

yang sudah

disusun dosen

dalam

kelompok

kecil

- Diskusi kelas

- Mahasiswa

secara

perorangan

menyusun

ringkasan

hasil kajian

berdasarkan

pengertian

sejarah seperti

yang

Ringkasan

hasil kajian

atas materi

tentang

pengertian

sejarah

sebagai ilmu

termasuk

contoh-

contohnya

- Keaktifan dalam

diskusi kelompok

- Kualitas

ringkasan hasil

kajian perorangan

10 2, 6, 9,

11

Page 10: U S U L A N

10

disampaikan/d

icontoh kan

6-7

Menjelaskan tentang

konsep dan perspektif

sejarah; pendekatan

(approach), arti dan

fungsi sejarah

Aneka lingkup

penjalasan tentang

sejarah sebagai ilmu,

skema tentang proses

rekonstruksi sejarah

(sejarah sebagai

konstruk); tentang arti

dan fungsi sejarah

Diskusi

kelompok 300 - Mahasiswa

mendiskusika

n

permasalahan

yang sudah

disusun dosen

dalam

kelompok

kecil

- Diskusi kelas

- Mahasiswa

secara

perorangan

menyusun

skema tentang

proses

rekonstruksi

sejarah

Ringkasan

skema

tentang

proses

rekonstruksi

sejarah

secara

perorangan

- Keaktifan dalam

diskusi kelompok

- Kualitas

ringkasan skema

proses

rekonstruksi

sejarah secara

perorangan

20 2, 3, 4, 5,

11, 12

8-10 Menjelaskan tentang

sistem dan perspektif

historis; struktur logis

penulisan sejarah,

juga tentang masalah

objektivitas dan

subjektivitas

Ikhwal sistem dan

perspektif historis;

struktur logis dan

tentang pemahaman

subjektivitas/objektivit

as dalam penulisan

sejarah

Diskusi

kelompok 450 - Mahasiswa

mendis-

kusikan dan

memberi

contoh

struktur logis

penulisan

sejarah;

membedakan

karya sejarah

objektif dan

subjektif.

- Diskusi kelas

- Mahasiswa

secara

perorangan

mampu

menerapkan

dalam metode

dan teknik

Ringkasan

deskripsi

struktur

logis

penulisan

sejarah

- Keaktifan dalam

diskusi kelompok

- Kualitas

ringkasan tentang

struktur logis

penuilisan sejarah

20 9,10, 11,

13

Page 11: U S U L A N

11

11-

12

Menjelaskan proses

seleksi dan

tipologisasi; tipologi

ilmu sosial, dan

pendekatan

multidimensional

dalam kajian sejarah,

yang dapat dijangkau

oleh metode dan

teknik penelitian

sejarah

Aspek-aspek seleksi

dalam tipologisasi,

tipologi ilmu sosial dan

memenfaatkan

pendekatan

multidimensional

Diskusi kelompok

300 - Mahasiswa

mendiskusika

n

permasalahan

yang disusun

dosen dalam

kelompok

kecil

- Diskusi kelas

- Mahasiswa

presentasikan

beberapa

tipologi ilmu

sosial,

manfaatannya

terhadap

pendekatan

multidimensio

nal secara

kelompok

- Mahasiswa

menyusun

makalah

dalam

kelompok

kecil

Makalah

kelompok

- Keaktifan dalam

diskusi kelompok

- Kemampuan

presentasi dan

diskusi dalam

kelompok

- Kualitas makalah

kelompok

20 2, 9, 10,

11

13-

14

Merumuskan

kausalitas dan multi

kausalitas; juga

tentang transformasi

struktural dalam

sejarah

Pengertian kausalitas

dan multi kausalitas

dalam sejarah; tentang

transformasi struktural.

300 - Mahasiswa

mendiskusika

n

permasalahan

yang sudah

disusun dosen

dalam

kelompok.

- Diskusi kelas

- Mahasiswa

secara

perorangan

menyusun

makalah

Makalah

perorangan

- Keaktifan dalam

diskusi kelompok

- Kualitas makalah

perorangan

Page 12: U S U L A N

12

tentang

kausalitas

dalam sejarah

15-

16

Menjelaskan ikhwal

generalisasi dan

kuantifikasi dalam

sejarah; tentang

proses dan struktur

untuk sejarah

struktural

Generalisasi dan

kuantifikasi (data

statistik atau konversi

data kualitatif menjadi

kuantitatif) untuk

memahami.menyusun

sejarah struktural

Project-

based

learning

300 - Mahasiswa

melaksanakan

survei

historiografis

sesuai dengan

topik yang

sudah

disepakati

secara

kelompok

- Mahasiswa

menyusun

makalah hasil

survei

historiografis

secara

perorangan

Makalah hasil

survey

historiografis

di

perpustakaan-

perpustakaan

- Keaktifan dalam

melaksanakan

survei

historiografis

- Kemampuan

presentasi dan

diskusi dalam

kelompok dan

perorangan

- Kualitas makalah

perorangan

20 8, 9, 12.

Daftar Referensi:

1. Abdullah & Abdulrachman Surjomihardjo, Taufik. 1995. Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif. Gramedia: Jakarta.

2. Antoni, Carlo. 1958. From History to Sosiology. London.

3. Berkhofer Jr., R.F. 1971. A behavioral Approach to Historical Analysis. The Free Press: New York.

4. Burke, Peter. 2003. Sejarah dan Teori Sosial. A.b. Mestika Zed & Zulfami. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.

5. Kartodirdjo, Sartono. 2013. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Gramedia: Jakarta.

6. ------------------------. 2012. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia: Suatu Alternatif. Gramedia: Jakarta.

7. Rochmat, Saefur. 2009. Ilmu Sejarah dalam Perspektif Ilmu Sosial. Graha Ilmu: Yogyakarta.

8. Gazalba, Sidi. 1981. Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Bhratara Karya Aksara: Jakarta.

9. Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah (Terjemahan Nogroho Notosusanto). Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta.

10. Hoegiono dan P.K. Poekwantana. 1987. Pengantar Ilmu Sejarah. Penerbit Bina Aksara: Jakarta.

11. Mawikere, F. Raymond. 2002. Ilmu Sejarah & Futurologi. Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Unsrat Manado.

12. ------------------------- dan R. Kembuan, F.R., 2016. Pendekatan Sejarah, Bantuan Metodologi untuk Futurologi, LP3 Unsrat

Manado.

13. -------------------------. 2017. Dasar Dasar Teori dan Metodologi Sejarah. LP3 Unsrat MAnado

Page 13: U S U L A N

13

LAMPIRAN 3. OUTLINE BUKU AJAR

Bab 1. Pengantar Umum

Bab 2. Rancangan Pembelajaran:

Mata Kuliah Metode dan Teknik Penelitian Sejarah

Bab 3. Ruang Lingkup, Jenis dan Guna Sejarah

Bab 4. Prosedur Penelitian Sejarah

Bab 5. Azas-Azas Metode Sejarah

Bab 6. Subyektifitas dan Obyektifitas Sejarah

Bab 5. Tentang Teknis Penulisan dan Bahasa

Bab 6. Penutup

Daftar Pustaka

Page 14: U S U L A N

14

LAMPIRAN 4. TIM TEKNIS & CV PENYUSUN UTAMA (KETUA)

A. Tim Teknis

No. Nama Posisi Dlm Tim Tugas

1. Drs. F.R. Mawikere, M.Hum. Ketua Membuat rancangan pembela-

jaran MK.; menyiapkan materi

rekam

2. Roger Allan Kembuan, SS.MA. Anggota Membantu kegiatan lapangan

dan di laboratorium;

menyiapkan materi rekam

rgambar

3. Maryati Sekretariat Membantu pekerjaan terkait hal

teknis dan administrasi

B. Curriculum Vitae Penyusun Utama (Ketua Tim)

1. Nama Lengkap Drs. Ferry Raymond Mawikere, M.Hum. MA.

2. Jabatan Fungsional Lektor Kepala

3. Jabatan Struktural Dekan Fakultas Ilmu Budaya Unsrat

4. NIP 19580422 198602 1 001

5. NIDN 0022045806

6. Tempat Tanggal Lahir Manado, 22 April 1958

7. Alamat Rumah Jln. Gn. Sibayak No. 217; LIngk. II Pakowa

Manado

8. Nomor Telp 0815 2331 201

9. Alamat Kantor FIB Unsrat Jln. Kampus Unsrat No. 1 Manado

10. Nomor telp / Faks

11. Alamat E-mail [email protected]

12. Lulusan yang telah di hasilkan

13. Mata kuliah yang diampu

1. Bahasa Belanda Sumber I – IV

2. Pengantar Ilmu Sejarah

3. Teori dan Metodologi Sejarah

4. Metode Sejarah

5. Futurologi

6. Pengkajian Sejarah Sulut

7. Sejarah Iptek

Page 15: U S U L A N

15

A. Riwayat Pendidikan

Strata – 1 (Sarjana)

Nama Perguruan Tinggi Universitas Sam Ratulangi Manado

Bidang Ilmu Ilmu Sejarah

Tahun Masuk-Lulus 1979-1985

Judul Skripsi B.W. Lapian: Profil Pejuang Tiga Zaman

Nama Pembimbing Drs. F.E.W. Parengkuan

Drs. L.Th. Manus

Strata – 2 (Magister)

Nama Perguruan Tinggi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Bidang Ilmu Prodi Sejarah Jurusan Humaniora

Tahun Masuk-Lulus 1995 – 1997

Judul Skripsi Sekutu Dalam Seteru: Gerakkan Protes Kristen

Minahasa & Latar Belakang Politik Kolonial Etis

Akhir Abad XIX dan Awal Abad XX

Nama Pembimbing 1. Prof. Dr. Ibrahim Alfian, MA.

2. Dr. Bambang Purwanto, MA.

Strata - 2 (Advanced Masters Program)

Nama Perguruan Tinggi Leiden University Netherlands

Bidang Ilmu History

Tahun Masuk-Lulus 2000 – 2001

Judul Skripsi Trade and Social Change in Minahasa (North

Sulawesi) in the Second Half of The Eighteenth

Century

Nama Pembimbing 1. Prof. Dr. Adrian B. Lapian

2. Dr. David E.F. Henley

B. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir

No Judul Penelitian Sumber Pembiayaan Alokasi Biaya

1. Ketua Penelliti:

Dari Belantara Pertambangan

Menuju Pembangunan

Berkelanjutan: Sejarah PT.

Newmont Minahasa Raya &

Yayasan Pembangunan

Berkelanjutan Sulawesi Utara.

Yayasan Pembangunan

Berkelanjutan Sulawesi

Utara (YPBSU),

2013/2014

Rp. 350.000.000,-

2. Ketua Peneliti:

Dari Tanah Adat ke Tanah

Negara: Sebuah Studi Sejarah

Riset Dasar Unggulan

Universitas Sam

Ratulangi, 2015

Rp. 35.000.000,-

3. Ketua Peneliti: Dinas Sosial dan Dinas

Pendidikan Nasional

Page 16: U S U L A N

16

Delapan Pahlawan Nasional Asal Daerah Sulawesi Utara

Provinsi Sulawesi Utara, 2016

Rp. 40.000.000,-

4. Ketua Peneliti:

Peranan Golongan Kristen

Minahasa dalam Perjuangan

Kemerdekaan Indonesia

(Sebuah Kajian Sejarah)

Riset Dasar Unggrulan

Universitas Sam

Ratulangi, 2017

Rp. 30.000.000,-

5. Ketua Peneliti:

Dari Pertambangan Rakyat

Hingga Pertambangan Besar

Swasta: Studi Sejarah tentang

Dunia Pertambangan Emas di

Sulawesi Utara

Riset Terapan Unggulan

Universitas Sam

Ratulangi, 2018

Rp. 52.500.000,-

6 Ketua Peneliti:

Globalisasi di Era Kolonial:

Transformasi Sosial Budaya di

Minahasa pada Paruh Kedua

Abad ke-19

Riset Terapan Unggulan

Universitas Sam

Ratulangi, 2018

Rp. 51.000.000,-

C. Pengalaman Penulisan Buku/Artikel Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Buku/Artikel Ilmiah Penerbit/Volume-

Nomor

Tempat/Tahun

Terbit

1. Artikel: “Antara PRRI/Permesta dan

Otonomi Daerah”, dalam: Buku

Prosiding Balai Pelestarian dan Nilai

Tradisional (BPNT) Manado,

Kemendikbud RI.

ISBN: Penerbit Kepel

Yogyakarta

Yogyakarta,

2014

2. Aspek-Aspek Metodologis dalam

Futurologi

ISBN: Lembaga

Pembinaan dan

Pengembangan Unsrat

Manado,

2015

3. Buku: Delapan Pahlawan Nasional

Asal Daerah Sulawesi Utara

ISBN: Dinas Sosial

dan Dinas Pendidikan

Nasional Provinsi

Sulawesi Utara.

Manado,

2016

4. Buku: Bernard Wilhelm Lapian:

Profil Pahlawan Pejuang Tiga Jaman

ISBN; Penerbit LPPM

Unsrat.

Manado,

2017

5. Dari Belantara Pertambangan Menuju

Pembangunan Berkelanjutan: Sejarah

PT. Newmont Minahasa Raya &

Yayasan Pembangunan Berkelanjutan

Sulawesi Utara.

ISBN: Yayasan

Pembangunan

Berkelanjutan

Sulawesi Utara

(YPBSU)

Jakarta,

2018

Page 17: U S U L A N

17

D. Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/Seminar Ilmiah

dalam 5 Tahun Terakhir

No Nama Pertemuan Ilmiah Judul Artikel Ilmiah Waktu dan

Tempat

1. Seminar Balai Pelestarian

Nilai Budaya (BPNB)

Manado.

Pemakalah: Mudahnya

Menata Banjir Tempo Dulu,

Sulitnya Menata Banjir

Sekarang

Formosa Hotel.

Manado, 26

Februari 2013

2. Bedah Buku ‘Mawale

Cultural Center’ dan

Fakultas Ilmu Budaya Unsrat

Pembahas: Bedah Buku

Memerdekakan Tou

Minahasa

Kampus FIB

UnsratManado, 9

Juli 2013

3. Sosialisasi Nilai-Nilai

Kepahlawanan Dinas Sosial

Propinsi Sulawesi Utara

Pemakalah: Generasi Muda

dan Nilai-Nilai Kepahlawa-

nan.

Sahid Kawanua

Hotel Manado, 20

Agustus 2013

4. Sosialisasi Pahlawanku

Idolaku, Dinas Sosial Kota

Manado

Pemakalah: Nilai-Nilai

Kepahlawanan, Generasi

Muda dan Pembangunan

Bangsa.

Sahid Kawanua

Teling Manado, 6

November 2013

5. Seminar dan Pembahasan (I)

Hasil-Hasil Penelitian Balai

Pelestarian Nilai Budaya

(BPNB) Kemendikbud.

Pembahas: Hasil-Hasil

Penelitian Balai Pelestarian

Nilai Budaya (BPNB)

Manado Tahun 2013

Aryaduta Hotel

Manado,

25 November

2013

6. Seminar dan Pembahasan

(II) Hasil-Hasil Penelitian

Balai Pelestarian Nilai

Budaya (BPNB)

Kemendikbud.

Pembahas: Hasil-Hasil

Penelitian Balai Pelestarian

Nilai Budaya (BPNB)

Manado Tahun 2013

Aryaduta Hotel

Manado,

2 Desember 2013

7. Seminar Kesetiakawanan

Sosial. Dinas Sosial Propinsi

Sulut.

Pemakalah: Nilai-Nilai

Kepahlawanan dan

Kesetiakawanan Sosial.

Manado, 5

Desember 2013

8. Temu Tim Pengkaji dan

Peneliti Gelar Pahlawan

Daerah (TP2GD) Propinsi

Sulawesi Utara.

Pembahas: Kepahlawanan

H.V. Worang Menurut Tim

Pengkaji dan Peneliti Gelar

Pahlawan Daerah (TP2GD)

Propinsi Sulawesi Utara.

Aryaduta Hotel

Manado, Maret

2014

9. Diskusi Ilmiah Tentang Tata

Ruang dan Mitigasi Bencana

di Kota Manado, Kerjasama

Panado Post dan Jurusan

Tata Kota Fakultas Teknik

Unsrat.

Pembahas: Banjir di Kota

Manado dan Penataannya.

Fakultas Teknik

Unsrat Manado,

12 Maret 2014

10. Seminar Balai Pelestarian

dan Nilai Budaya (BPNT)

Pemakalah: Pemahaman

Sejarah dan Budaya Untuk

Gran Puri Hotel

Manado, 22 Mei

Page 18: U S U L A N

18

Manado Mitigasi Bencana di Kota Manado

2014

11. Pembekalan Nilai-Nilai

Kepahlawanan oleh Dinas

Sosial Provinsi Sulawesi

Utara

Pemakalah: Guru, Nilai-

Nilai Kepahlawanan dan

Kesetiakawanan Sosial.

Hotel Sahid

Kawanua, 10

November 2015

12. Pembekalan Mahasiswa Baru

di Fakultas Ilmu Budaya

Pemakalah: Pendidikan

Karakter di Lingkungan

Mahasiswa

Teater Hall FIB

Unsrat, Agustus

2016

13. Latihan dan Pembekalan

Mahasiswa B.aru FIB Unsrat

Pemakalah: Latihan

Kepemimpinan dan

Manajemen Mahasiswa

(LKMM) FIB Unsrat

Teater Hall,

Agustus 2017

14. Seminar hasil hasil penelitian

di Balai Pelestarian dan Nilai

Budaya (BPNB) Manado

Pembahas untuk 9 makalah

hasil penelitian

Kantor BPNB

Manado,

Desember 2018

15. The Second International

Conference on Social

Sciences and Humanities

(ICSSH)

Presenter: “Globalization in

the Colonial Era: Social

Cultural Transformation in

Minahasa in the Second Half

of Nineteenth Century”,

Gedung LIPI

Jakarta, 24

Oktober 2018.

16. International Seminar Oral

Tradition in the Industrial

Revolution 4.0 Era

Presenter: “Berkebudayaan

yang Bersahabat di Era

Revolusi Industri 4.0

Kasus Pengalaman Penulis”

Tompaso

Minahasa, 15

Februari 2019

E. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5

Tahun Terakhir

No Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial

lainnya yang telah diterapkan

Tahun Tempat

Penerapan

Respons

Masyarakat

1. Selaku Wakil Ketua TP2GD (Tim

Peneliti Pengkaji Gelar Pahlawan

di Daerah) Sulawesi Utara

mengusulkan B.W. Lapian menjadi

Pahlawan Nasional

2015 Indonesia Sangat

mendukung

2. Selaku Wakil Ketua TP2GD (Tim

Peneliti Pengkaji Gelar Pahlawan

di Daerah) Sulawesi Utara

mengusulkan B.W. Lapian menjadi

Pahlawan Nasional

2016 Indonesia Sangat

Mendukung

3. Selaku Wakil Ketua TP2GD (Tim

Peneliti Pengkaji Gelar Pahlawan

di Daerah) Sulawesi Utara

mengusulkan Mr. A.A. Maramis

2018 Indonesia Sangat

Mendukung

Page 19: U S U L A N

19

menjadi Pahlawan Nasional

4 Selaku Dekan Fakultas Ilmu

Budaya Unsrat mengusulkan

Unsrat menjadi Pusat Budaya di

Sulawesi Utara

2019 Sulawesi

Utara

Sangat

Mendukung

5. Selaku Wakil Ketua TP2GD (Tim

Peneliti Pengkaji Gelar Pahlawan

di Daerah) Sulawesi Utara

mengusulkan Tuan Imam Bondjol

menjadi Pahlawan Nasional

2019 Indonesia Sangat

Mendukung

Semua data yang saya diisikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai

ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu

persyaratan dalam pengajuan penyusunan modul E-learning Multimedia.

Manado, Maret 2020

Penyusun Utama (Ketua),

Drs. F. Raymond Mawikere, M.Hum., MA.

NIP. 19580422 198602 1 001

Page 20: U S U L A N

20

LAMPIRAN 5. Rencana Penganggaran

RINCIAN ANGGARAN BELANJA

Pembuatan Buku Ajar Mata Kuliah Metode & Teknik Penelitian Sejarah

KEGIATAN VOLUME SATUAN

HARGA

SATUAN

(Rp.)

JUMLAH

(Rp.)

Rapat Persiapan Penyusunan

Rancangan Buku Ajar

1. Konsumsi Makan Minum

2. Kertas HVS A4

3. Ballpoint

4. Spidol

4

1

2

2

dos

rim

bh

bh

35.000

50.000

5.000

7.500

160.000

50.000

10.000

15.000

SUB TOTAL 215.000

Penyusunan Buku Ajar

1. Fotocopi Referensi 6 Buku

2. Penjilidan Bahan Referensi

3. Catridge Canon C

4. Catridge Canon B

5. Konsumsi Makan Minum Tim

4610

6

1

2

4

lbr

buku

bh

bh

dos

250

50.000

300.000

275.000

35.000

1.152.500

300.000

300.000

550.000

140.000

SUB TOTAL 2.442.500

Lanjutan Penyusunan Buku Ajar

1. Konsumsi Makan Minum

2. Kertas HVS A4

3. Flashdisk 16 GB

4

2

1

dos

rim

bh

35.000

50.000

125.000

140.000

100.000

125.000

SUB TOTAL 365.000

Lanjutan Penyusunan Buku Ajar

1. Konsumsi Makan Minum Tim

2. Fotocopi Draft Buku Ajar 4 buku

3. Fotocopi Dummy Buku Ajar 2 buku

4

480

160

dos

lbr

lbr

35.000

250

250

140.000

120.000

40.000

SUB TOTAL 300.000

Sosialisasi Buku Ajar

1. Spanduk

2. Konsumsi Makan Minum

3. Konsumsi Makan Minum Tim

4. Fotocopi Ringkasan 100 x 6

1

100

2

600

bh

dos

dos

lbr

150.000

35.000

35.000

250

150.000

3.500.000

70.000

150.000

SUB TOTAL 3.870.000

Penerbitan Buku 100 Eksemplar

1. Pengurusan ISBN dan Pengiriman

2. Pencetakan Buku Ajar

1

100

paket

buku

500.000

70.000

500.000

7.000.000

SUB TOTAL 7.500.000

Pembuatan Laporan Akhir

1. Laporan Keuangan 3 Buku

2. Penjilidan Laporan Keuangan

3. Konsumsi Tim

310

3

4

lbr

buku

dos

250

30.000

35.000

77.500

90.000

140.000

SUB TOTAL 307.500

TOTAL JUMLAH 15.000.000

(Terbilang : Lima Belas Juta Rupiah)

Page 21: U S U L A N

21

LAMPIRAN 6. KONTEN 1 BAB BAHAN AJAR

BAB 1. PENGANTAR UMUM

Uraian dan penjelasan tentang metode dan teknik penelitian sejarah secara umum akan

dipaparkan dalam bab ini. Segmen yang akan menunjuk pada kondisi bahwa untuk menyusun

karya atau tulisan sejarah, hal demikian dapat dituntun dengan memberikan sejumlah petunjuk

teknis. Di dalamnya akan menyangkut mengenai bagaimana proses menyusun suatu karya

sejarah; meliputi metode, cara, atau teknik penyusunan yang diletakkan dalam sebuah proses.

Terdapat berbagai rambu, atau petunjuk menganai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan;

yang keseluruhannya ini adalah untuk menghasilkan karya sejarah yang bersifat ilmiah dan

kritis. Dalam arti harus dapat diterima karena telah memenuhi unsur-unsur yang disyaratkan

dalam sebuah karya akademik.

Untuk dan dalam kaitan itulah maka pemaparan di sini pertama-tama akan menurunkan

aspek-aspek yang berkaitan dengan guna sejarah. Dimaksudkan sebagai segmen ‘umpan’ untuk

menggairahkan kecintaan generasi muda, terutama mahasiswa, agar selalu dapat tergerak untuk

dapat belajar dari sejarah. Termasuk pendalaman berupa perluasan wawasan atasnya sehingga

akan dapat lebih memberi peluang atau kontribusi terhadap pembagunan kemanusiaan;

membangkitkan kesadaran perorangan maupun masyarakat dalam keterikatannya terhadap

manusia lain, mulai dari komunitas terkecil seperti keluarga sampai yang terbesar seperti bangsa

ini, termasuk dalam pergaulannya dengan bangsa bangsa di dunia.

Perihal ‘pengetahuan’ dan ‘ilmu sejarah’ yang dibahas dalam bab berikutnya

disampaikan untuk mengingatkan bahwa secara umum seluruh ilmu, termasuk pada setiap

rumpunnya, lahir berhubung atau karena adanya pengetahuan-pengetahuan. Dengan kata lain,

seluruh ilmu yang ada sekarang ini pada dasarnya dapat dilahirkan karena adanya pengetahuan-

pengetahuan yang secara sistematis dapat disusun, yang kemudian terbukti mampu menjawab

perubahan jaman, termasuk terhadap pengetahuan sejarah yang kemudian dapat tampil sebagai

ilmu. Pelbagai contoh tentang hal demikian dipaparkan dalam bagian ini, yang selanjutnya akan

mengantar pembahasan pada bab tentang konsep dan teori.

Konsep yang secara sederhana berarti rancangan atau juga pengertian, dimaksudkan

sebagai ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkret. Pemahaman diabtrakkan

adalah sebagai yang dituangkan dalam pikiran, atau yang kemudian dituliskan. Karena semua

Page 22: U S U L A N

22

yang kongkret dan telah terjadi adalah merupakan bagian dari sejarah, maka konsep yang sering

diangkat oleh ilmu-ilmu sosial dan humaniora dengan sendirinya telah masuk menjadi bagian

atau lahan dari ilmu sejarah. Sementara istilah teori yang menurut KBBI berarti pendapat

didasarkan pada hasil penelitian dan penemuan yang didukung oleh data, juga oleh argumentasi,

sangat nyata merupakan bagian yang dapat dimanfaatkan guna mengantar, menguatkan sejarah

menjadi sebuah disiplin, menjadi ilmu.

Persoalan sejarah sebagai ilmu yang mengontraskannya dengan sejarah sebagai seni

selanjutnya akan dibahas dalam bagian bab berikutnya. Sekaligus memberikan perbedaan antara

jenis sejarah naratif di satu pihak dengan jenis sejarah analitis. Kalau yang pertama tidak

memerlukan konsep dan teori maka jadilah sebagai sejarah yang naratif – disebut juga sejarah

sebagai seni –, sedangkan terhadap jenis sejarah analitis yang bergerak berdasarkan konsep dan

teori, disebut sejarah sebagai ilmu. Ada kekuatan yang menjadikannya sebagai ilmu karena

sifatnya yang empiris, dapat menemukan keteraturan (generalisasi), dan yang terutama adalah

berhubung dalam kemampuannya bekerjasama dengan ilmu-ilmu lain (disebut sebagai ilmu

bantú), termasuk ilmu-ilmu alam.

Dalam bab berikutnya pembahasan akan merangkum karya dari karya Mawikere

sebelumnya (2017) – dipetik dari beberapa sub bab di dalamnya – yang karena dipandang

penting dan relevan, kembali perlu diangkat. Dimulai dari penjelasan di mana kata sejarah dalam

bahasa Indonesia mulanya berasal dari bahasa Melayu, serapan dari kata syajarah, bahasa Arab,

mengandung arti pohon, keturunan, asal-usul, silsilah, riwayat. Kata ini masuk melalui akulturasi

pada abad ke-13; sedangkan dalam akulturasi dengan bangsa Barat pada abad ke-16 telah

membawa kata historie (Belanda) dan history (Inggris), yang masing-masing bersumber dari

bahasa Yunani, historia yang berarti ilmu. Dalam definisi umum, kata history saat ini bermakna

masa lampau umat manusia.

Dalam perkembangannya, kata sejarah menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

berarti, (1) asal-usul (keturunan) silsilah, (2) kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi

pada masa lampau; riwayat; tambo: cerita sejarah; (3) pengetahuan atau uraian tentang peristiwa

dan kejadian yang benar-benar terjadi dalam masa lampau. Dalam arti seperti ini maka dapat

kemudian didefinisikan bahwa kata sejarah mengandung arti sekitar adanya kejadian-kejadian

atau peristiwa-peristiwa yang telah terjadi pada masa lampau, yang terkait dengan kehidupan

Page 23: U S U L A N

23

manusia; adalah juga merupakan ilmu karena mempelajari kejadian-kejadian yang dapat disusun

secara sistematis.

Meskipun masa lampau itu adalah merupakan sebuah rangkaian kejadian yang sudah

terlewati, namun masa lampau bukan merupakan suatu kejadian yang sudah berahir, berhenti,

tertutup. Masa lampau pada hakekatnya masih dan akan tetap terbuka, atau berkesinambungan.

Itu sebabnya masa lampau manusia dalam kaitan ini bukan demi masa lampau manusianya saja,

yang oleh karenannya akan dapat dilupakan begitu saja. Hakekat sejarah adalah suatu rangkaian

yang berkesinambungan. Kesinambungan yang bukan hanya dari masa lampau ke masa yang

lebih kemudian, namun termasuk untuk masa yang akan datang; mencari gambaran tentang masa

datang yang dapat digunakan untuk modal bertindak di masa kini sekaligus agar dapat dijadikan

acuan untuk perencanaan di masa mendatang.

Berdasarkan diktum “belajar dari sejarah” saja orang dapat memahami di mana dalam

kenyataannya sejarah itu secara pasti telah mampu memberi banyak pelajaran. Pelajaran yang

secara langsung ataupun tidak, sengaja ataupun tidak sengaja diperoleh melalui pengetahuan-

pengetahuan. Apa yang disebut pengalaman hidup pada dasarnya adalah merupakan kumpulan

dari pengalaman-pengalaman dimaksud. Contoh untuk ini dapat misalnya ditunjukkan di mana

ketika orang tahu bahwa garam itu asin maka melalui pengetahuannya ia akan menggunakan

garam ini untuk mengasinkan yang tawar; akan menggunakan garam secukupnya dalam

mengolah makanan yang dibuatnya. Berdasarkan pengalaman diri atau pengalaman orang lain

orang juga kemudian menjadi tahu bahwa garam ternyata juga dapat digunakan sebagai

pengawet, sehingga telah memunculkan pengetahuan mengawetkan ikan, yang lalu

menghasilkan ikan asin.

Pepatah “rajin pangkal pandai”, dalam contoh lain, sesungguhnya juga merupakan hasil

dari apa yang dapat diperoleh lewat “belajar dari sejarah”. Dari pengalaman sejarah dapat

ditunjukkan bahwa orang itu sejatinya dapat menjadi pandai apabila ia dapat mengisi hidupnya

dengan aktifitas yang rajin. Demikian pula ketika orang menjadi tahu bahwa memukul orang itu

akan mendapat sangsi atau hukuman – sehingga ia kemudian tidak akan melakukan tindakan

memukul itu. Pada dasarnyalah bahwa setelah pengetahuan-pengetahuan dari masa lampau itu

diolah secara sistematis, orang kemudian dapat belajar dari dalamnya tentang banyak hal terkait

kehidupan manusia. Sehingga dari sinilah selanjutnya ia dapat menjadikannya sebagai wahana,

kendaraan atau alat untuk menganalisis masalah-masalah terkait kemanusiaan.

Page 24: U S U L A N

24

Meskipun demikian, perlu pula disampaikan bahwa tidak semua karya sejarah itu

memiliki kemampuan menganalisis. Oleh karenanya muncul perbedaan antara cara kerja

sejarawan yang tidak memanfaatkan teori dan metodologi – disebut sejarah naratif – di satu

pihak, sedangkan di pihak lain, terhadap karya sejarah yang memanfaatkan teori dan metodologi

disebut sejarah analitis (analitical history). Dalam sejarah naratif yang dilakukan penulisnya

adalah hanya sekedar menceritakan, menjelaskan kekjadian dan prosesnya, namun tanpa

menjelaskan persoalan yang mempertanyakan mengapa dan bagaimana sehingga kisah atau

jalannya peristiwa menjadi demikian. Tidak terlihat bagaimana bentuk, pola dan kecenderungan

dapat terjadi dari kisah yang diangkat. Karena tidak diperlukan teori dan metodologi dalam

deskripsinya maka hasilnya pun unik, meletakkan tekanannya pada ideografi sejarah. Secara

umum yang tampak dalam deskripsi sejarah naratif biasanya juga adalah kondisi atau keadaan di

lapangan; melakukan narasi berdasarkan apa yang dilihat.

Jauh lebih berkembang dari kelompok tulisan sejarah naratif adalah jenis tulisan sejarah

yang sudah memanfaatkan teori dan metodologi; yaitu kelompok tulisan yang telah menyertakan

bukan hanya mengenai asal-mulanya (génesis) dan sebab-sebabnya, tetapi juga, berdasarkan

análisis, sudah mampu menghadirkan bagaimana kecenderungan dapat terjadi (trend),

kondisional dan konstektual, serta perubahannya. Dalam kelompok tulisan sejarah seperti ini

biasanya dilakukan dengan mengaitkan masalah-masalah sosial, politik, kultural, dan lainnya

dalam proses sejarah. Memanfaatkan teori-teori dari aneka disiplin ilmu seperti sosiologi,

antropologi, politikologi, psikologi, dan sebagainya.

Penjelasan mengenai pengertian dan pentingnya melakukan proses seleksi dan

tipologisasi dalam ilmu sosial dilatari oleh adanya gejala-gejala sejarah yang menunjukkan

kemiripan. Sebut saja misalnya mengenai sejarah perkotaan, sejarah pedesaan, sejarah

perompakan dan sebagainya. Kategorisasi, penggolongan atau tipologisasi diperlukan karena ada

analisis di dalamnya, sehingga dapat dituangkan secara sistematis; berkemampuan

mengekstrapoasikan berbagai ciri, faktor, unsur-unsur dan lain sebagainya. Karena tipenya

demikian maka aneka konsep dan teori dapat masuk sebagai bahan analisis.

Penggunaan konsep dan teori sebagai batang struktural dalam pendekatan sejarah seperti

ini mengartikan bahwa ilmu-ilmu sosial sebagai alat bantu sangat diperlukan. Penggunaan

pendekatan sosiologi, politikologi, antropologi; bahkan disiplin ilmu yang sifatnya eksakta telah

mengantar pada sebutan pendekatan multidimensional dalam sejarah. Implikasi besar dari

Page 25: U S U L A N

25

perkembangan terhadap disiplin sejarah seperti ini ialah bahwa setiap research design

memerlukan kerangka referensi yang bulat, yaitu memuat alat-alat analitis yang akan

meningkatkan kemampuan untuk menggarap data. Di sini menjadi jelas yang mana pengkajian

sejarah sekali lagi memerlukan teori dan metodologi, sehingga perlu ditegaskan bahwa karena

metodologi maka yang perlu ditampilkan adalah ikhwal menyangkut cara, metode, juga teknik;

di mana keseluruhannya ini perlu disesuaikan dengan permasalahan atau obyek yang akan

digarap. Oleh karena itu menjadi mustahil menentukan suatu model metodologi saja karena pada

dasarnya setiap topik atau tema menuntut metodologi tersendiri. Metodologi sebagai alat, dengan

demikian, perlu disesuaikan dengan obyek yang akan digarap.

Dengan meminjam aneka konsep dan teori dari ilmu-ilmu sosial maka eksplanasi pun

dapat dilakukan; menempatkan struktur sebagai landasan teoretis ke dalam proses. Menyangkut

ikhwal bagaimana menempatkan konsep dan teori dalam kajian sejarah struktural sehingga akan

dapat digunakan menjadi pisau analisis metodologis dalam kajian sejarah kritis, sejatinya sangat

ditentukan oleh keluasan wawasan sejarah, juga pengetahuan yang cukup luas mengenai aneka

konsep dan teori dari ilmu-ilmu sosial, bahkan dari berbagai bidang ilmu lainnya.

Dalam kaitan dengan guna sejarah, hal pertama yang perlu disampaikan yaitu terkait

dengan fenomena di mana pada kalangan generasi muda sekarang pelajaran sejarah itu sering

diabaikan; hal mana dapat terjadi karena terlihat tidak ada manfaat langsung dapat dirasakan.

Sehingga muncul anggapan bahwa mempelajari sejarah itu hanya membuang-buang waktu,

membosankan; menjadi tidak menarik karena dalam proses pembelajaran, metode umum yang

diterapkan adalah hafalan. Dimanakah letak salahnya? Dengan tidak perlu menyalahkan

kurikulum dan metode pembelajaran yang diterapkan selama masa persekolahan, ada baiknya

disampaikan mengenai apa sebetulnya guna dan peran sejarah itu sesungguhnya.

Dalam kenyataannya, sejarah sebagai sebuah peristiwa kemanusiaan tentunya akan

meninggalkan bukti-bukti peristiwa, juga nilai-nilai kemanusiaan. Mempelajari sejarah sejatinya

akan mampu membangkitkan rasa kesadaran masyarakat dalam keterikatannya dengan manusia

lainnya; termasuk pada bangsanya sendiri. Dengan munculnya kesadaran dalam berbangsa

dengan sendirinya setiap individu dapat menerima keragaman sebagai sebuah kenyataan. Adanya

perbedaan tidak akan dipandang sebagai suatu masalah, sebaliknya dapat mengambil hikmat dan

menjadikannya sebagai suatu potensi. Dari jalannya sejarah orang dapat menarik inspirasi demi

inspirasi. Bagaimana orang kemudian dapat meneladani nilai dari kisah epos dan kepahlawanan,

Page 26: U S U L A N

26

termasuk mengambil pelajaran dari kisah-kisah yang penuh tragedi. Untuk apakah semua

inspirasi ini? Jawabannya adalah tentu untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dimasa

mendatang. Selain itu mempelajari sejarah juga akan memupuk kebiasaan berpikir konseptual

dan konstektual, sejalan dengan ruang dan waktu di mana peristiwa itu terjadi. Dengan

mempelaljari sejarah orang menjadi tidak mudah terjebak pada opini, apalagi dengan berita-

berita hoax, hatespeech, karena sudah menjadi terbiasa berpikir kritis, analitis dan rasional, yang

keseluruhannya ini dudukung oleh fakta. Jadi, orang yang mempunyai wawasan sejarah selalu

akan bertolak dari kenyataan demi kenyataan.

Madjid dan Wahjudhi (2014) menyebut bahwa dalam mempelajari sejarah orang tidak

akan mudah terjebak pada opini karena terbiasa berpikir kritis, analitis dan rasional juga

didukung fakta. Dengan menilik peristiwa masa lampau, orang akan menghormati dan senantiasa

memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan.

Akan tetapi, jauh dari persoalan kegunaan sejarah, terdapat pula peran-peran yang dapat

ditunjukkan oleh sejarah. Dalam perannya sebagai pemberi pelajaran misalnya, pengalaman

manusia yang setelah diolah oleh pikiran dan akal akan mampu menarik pelajaran demi pelajaran

dari dalamnya. Itu sebabnya kemudian dapat mencontoh dari keberhasilan-keberhasilan diri

sendiri dan orang lain, atau sekalian pelajaran dari kegagalan demi kegagalan diri sendiri dan

orang lain. Melalui sejarah manusia dapat mengembangkan segenap potensinya namun sekaligus

menghindar dari kesalahan dan atau kegagalan masa lalu.

Seperti disebutkan, melalui sejarah manusia dapat mengembangkan segenap potensinya

sekaligus menghindar dari kesalahan masa lalunya baik dilakukan oleh orang lain maupun oleh

dirinya sendiri. Mempelajari sejarah, oleh karenannya, akan dapat menghindarkan diri dari

kesalahan sebelumnya. Dari sejarah misalnya, orang dapat belajar tentang apa saja yang telah

membuatnya maju; sebaliknya dapat juga belajar dari kejatuhan demi kejatuhan atau segala

sesuatu yang tidak menguntungkan. Tapi orang yang cinta sejarah biasanya juga sangat cinta

dengan kebenaran; akan selalu berjuang mempertahankan kebenaran. Sebaliknya, ia dapat

melawan kemungkaran, kebohongan, kemunafikan, dan sejenisnya. Praktik manipulasi sejarah

bagi para pencinta sejarah, dengan sendirinya akan sangat dihindarkan. Seorang sejarawan

asal Yunani, Cicero mengatakan melalui pesannya yang mana sejarah sesungguhnya adalah guru

kehidupan; dan bahwa sejarawan itu harus menceritakan kebenaran. Penjaga sejarah harus takut

pada kepalsuan dan tidak takut untuk menyatakan, menyampaikan kebenaran, katanya.

Page 27: U S U L A N

27

Dalam Bab 4 ulasan secara khusus mengenai metode, atau yang dalam pemahaman

sederhana dapat berarti cara atau prosedur. Dalam penelitian sejarah metode berarti cara untuk

mendapatkan obyek. Dikatakan juga bahwa metode adalah cara untuk melakukan, mengerjakan

sesuatu dalam sistem yang terencana, teratur, sistematis. Dengan demikian metode dalam

penelitian sejarah berarti erat kaitannya dengan prosedur, proses, atau teknik yang sistematis.

Melakukan penulisan sejarah yang analitis memerlukan metode, metodologi dan teori.

Metodologi sebagai ilmu dan pemikiran tentang metode tidak dapat dipelajari tanpa mengangkat

masalah teoretis dan konseptual. Pendekatan terhadap sejarah hanya akan lebih terjelaskan

apabila mengoperasionalkan bantuan konsep dan teori (Kartodirdjo, 1992).

Pengalaman dan pemahaman sebanyak-banyaknya atau seluas-luasnya tentang masa lalu,

terutama atas aneka gejala ataupun fenomena, adalah merupakan informasi sekaligus data

sejarah, yang untuk memperolehnya diperlukan metode dan teknik tertentu. Dalam kaitan dengan

metodologi sejarah, seluruh informasi sejarah itu masih perlu lagi dianalisis, digeneralisasi, dan

atau dieksplanasikan. Terpenuhinya seluruh tahapan inilah yang disebut metodologi; dan hanya

dengan metodologi sejarah maka selanjutnya akan dapat mengantar pada tahapan kemampuan

sebuah karya sejarah melihat bagaimana kecenderungan-kecenderungan akan terjadi di waktu

mendatang. Selain itui juga akan dapat menjawab perihal kondisi sekarang, terutama yang terkait

dengan pertanyaan, “mengapa kondisinya menjadi seperti sekarang”.

Untuk tiba pada kemampuan demikian maka sifat keajegan yang memungkinkan

dilakukan pengukuran (terukur) adalah merupakan syarat utama; sehingga bukan hanya soal

kecenderungan yang menjadi dapat diraba, tetapi juga memiliki kemampuan melihat, membaca

trend atau progress dari sebuah episode yang ingin dilihat. Jadi, dalam hal ini, yang perlu dilihat

dari apa yang telah terjadi itu adalah berkaitan dengan adanya gambaran pengulangan demi

pengulangan dari kejadian demi kejadian yang ajeg itu, di mana análisis atas pengulangan-

pengulangan itu telah teridentifikasi baik memiliki keteraturan.

Akan tetapi, persyaratan untuk dapat disebut sebagai ilmu sejatiny lebih luas dari itu.

Dari berbagai sumber yang membahas dapat disebutkan bahwa setidaknya terdapat 5 syarat

utama untuk dapat disebut sebagai ilmu – yang dengan sendirinya memiliki metodologi.

1. Empiris, berisi pengetahuan yang dibentuk berdasarkan pengalaman-pengalaman

manusia.

Page 28: U S U L A N

28

2. Mempunyai obyek, yaitu manusia dan alam; yang kemudian telah dipilah menjadi ilmu

humaniora dan ilmu alam atau ilmu pasti (eksakta). Ilmu-ilmu sosial dalam hal ini

menempati posisi tengah karena selain obyeknya manusia, kajiannya yang terstruktur

nyatanya juga telah mendekatkan ilmu ini dengan ilmu pasti.

3. Mempunyai metode, yaitu cara atau teknik yang aplikatif guna mencari kebenaran, atau

minimal meminimalisir terjadinya bias dalam mengungkap kebenaran itu.

4. Sistematis, yakni perihal adanya keteraturan dan logis dalam menyusun rumusan;

sekaligus dapat melihat, menjelaskan rangkaian kausalitas dari suatu kejadian.

5. Teratur dan universal, yakni dimilikinya sifat yang umum, menyeluruh dan teratur; kebe-

naran-kebenarannya teruji sama hasilnya meski ditempatkan dalam ruang waktu berbeda.

Dari kelima syarat di atas, syarat pertama yang harus empiris atau ‘berpengalaman’

pastinya telah menjadi miliknya sejarah. Syarat kedua sebagai yang mempunyai obyek juga

dimiliki oleh sejarah. Syarat ketiga sebagai yang harus mempunyai metode, teknik, atau cara

yang aplikatif, seperti terungkap nanti, juga terdapat di dalamnya. Syarat keempat yang menuntut

perlunya cara kerja dan berpikir sistematis juga dimiliki oleh aliran sejarah kritis. Sedangkan

syarat kelima yang menuntut harus adanya sifat universal dan keteraturan sejatinya juga sangat

jelas dapat digambarkan; terutama dapat terbukti empiris apabila dilihat dari semua kejadian

yang telah terjadi (telah menjadi sejarah). Namun untuk hal ini disiplin sejarah akan lebih banyak

meminjam aneka teori dan konsep dari ilmui-ilmu sosial; mencakup sebanyak-banyaknya aspek

struktural yang lazim digunakan dalam ilmu-ilmu sosiologi, antropologi, politikologi.

Meskipun demikian, yang perlu ditambahkan adalah bahwa kelima syarat demikian

adalah mutlak, sehingga tidak terpenuhi satu saja akan sukar ia disebut sebagai ilmu. Oleh karena

itu, menarik dipertanyakan, dalam posisi apa, di mana, dan dalam kapasitas bagaimanakah

sejarah dapat diantar untuk disebut sebagai ilmu, yang kemudian dapat membantu secara

metodologis dalam kajian-kajiannya? Seperti dapat dilihat nanti, pembahasan lebih lanjut

diharapkan akan dapat menguraikan lebih dari hal itu. Termasuk menyangkut pendekatan sejarah

sebagai unsur ilmiah paling dominan dalam kemampuannya memberikan pemahaman terhadap

masa kini, bahkan dalam jangkauan dimensinya ke masa depan.

Madjid dan Wahyudhi (2014), sebagaimana dikutip Mawikere (2016) kembali

mengatakan bahwa syarat yang harus dipenuhi untuk menjadikan pengetahuan sebagai ilmu,

antara lain yaitu:

Page 29: U S U L A N

29

1. Obyektif, yaitu bahwa ilmu itu harus memiliki obyek kajian yang terdiri dari satu golongan

masalah yang sama sifak hakikatnya; tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam.

Obyeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya.

Dalam mengkaji obyek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dan

obyek, sehjingga disebut kebenaran obyektif.

2. Metodis, yakni sebagai upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya

penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ad acara tertentu untuk

menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari Bahasa Yunani, ‘metodos’, yang berarti

cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya

merujuk pada sebuah metode ilmiah.

3. Sistematis, yaitu mencoba untuk mengetahui dan menjelaskan suatu obyek; bahwa ilmu itu

harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk

suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, sekaligus mampu menjelaskan

rangkaian sebab-akibat menyangkut obyeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis

dalam rangkaian sebab-akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.

4. Universal, dimaksudkan sebagai kebenaran yang hendak dicapai yaitu kebenaran universal

yang bersifat umum, atau tidak bersifat tertentu. Sebagai contoh adalah bahwa semua segitiga

itu memiliki sudut 180 derajat.

Page 30: U S U L A N

30

BAGIAN KEDUA

Ilmu Sosial & Sejarah Struktural

1. Aspek Struktural Sebagai Bagian Metodologi

Dengan kembali kepada ilmu sejarah yang perkembangan metodenya telah mengadopsi

banyak pendekatan ilmu sosial maka studi sejarah kritis telah memperluas wilayah kajiannya.

Ilmu sejarah yang lebih terbuka telah memungkinkan melakukan capaian pada aspek atau

dimensi baru dari aneka gejala sejarah.

Kartodirdjo sebagai sejarawan yang telah membuka wawasan lebih luas atas kajian ini

kembali menyatakan bahwa pada umumnya segi prosesual yang menjadi fokus perhatian dengan

pendekatan ilmu sosial akan dapat digarap aspek prosesualnya. Dari sini selanjutnya akan dapat

dipahami mengenai tidak sedikitnya aspek prosesual yang hanya dapat dimengerti apabila

Page 31: U S U L A N

31

dikaitkan dengan aspek strukturalnya; bahkan dapat dikatakan pula bahwa proses hanya dapat

berjalan dalam kerangka struktural.

Dari contoh yang menjelaskan kenyataan bahwa tindakan atau kelakuan manusia dalam

pergaulannya senantiasa akan mengikuti kebiasaan, adat, atau pola kehidupan, maka akan dapat

ditunjukkan di mana struktur kelakuan yang mantap senantiasa akan melatarbelakangi kelakuan

seseorang melakukan tindakannya. Apabila tidak ada struktur yang melandasinya maka tindakan

itu sukar diramalkan atau ditafsirkan kesamaannya. Jadi, dapat timbul kekalutan sosial, atau

suatu keadaan yang tidak memungkinkan kehidupan bersama berlaku secara teratur dan beradab.

Dengan kata lain, apabila tidak ada struktur yang melandasinya maka ‘bias’ dipastikan akan

terjadi.

Dicontohkan oleh Kartodirdjo tentang sejarah sosial pada masyarakat atau kaum borjuis

pada jaman Renaisance di Italia abad ke-15 dan 16. Mengapa pada masa itu timbul kehidupan

bangsa yang penuh dengan vitalitas dan kreativitas dalam bidang kesenian, politik, perdagangan

dan militer. Hasil kerja para jenius ini sangat luar biasa dan tidak ada taranya. Namun semuanya

itu tentu saja tidak akan dapat diterangkan tanpa menunjuk kepada latar belakang sosialnya,

khususnya pada struktur masyarakatnya.

Dalam masa abad pertengahan sistem feodal membedakan antara tiga golongan sosial,

yakni bangsawan, rohaniawan dan golongan ketiga. Dalam struktur sosial seperti itu tidak ada

tempat bagi kaum pedagang. Oleh karena posisinya itu maka mereka ini termasuk pada golongan

bebas; tidak ada ikatan feodal yang memungkinkan timbulnya inovasi dalam berbagai bidang

kehidupan. Tanpa kondisi sosial semacam itu mutu atau keunggulan sebagai etos peradaban

menjadi tidak dapat dihayati. Jelas di sini mengartikan di mana hanya dengan memahami

struktur masyarakat di sana maka jawaban atas pertanyaan mengapa pada jaman itu terdapat

tidak sedikit jenius dapat terpecahkan. Termasuk dapat terpecahkan atau dapat dilihatnya alasan

kelompok bebas yang pada akhirnya tetap miskin inovasi dan kreativitas.

Menjadi jelas pula di sini di mana aspek struktural pada hakekatnya tidak boleh diabaikan

apabila orang ingin memberi eksplanasi yang tuntas tentang proses-proses sosial. Pengkajian

sejarah struktural tentang kelas menengah di sisi lain juga menjadi sangat menarik seperti halnya

yang dilakukan oleh Barber mengenai kehidupan kaum berjuis di Prancis pada abad ke-18, atau

seperti dilakukan oleh Desai tentang struktur golongan menangah di India.

Page 32: U S U L A N

32

Disebut menarik karena semua golongan inilah yang pada jamannya telah memegang

peranan penting dalam perubahan peradaban. Sekali lagi, yaitu karena golongan ini adalah

sebagai yang memegang peran utama dalam aneka bidang, terutama pada bidang politik. Oleh

karenanya, yang dapat disampaikan kepentingannya dalam kaitan ini yakni bagaimana

melakukan eksplanasinya. Bagaimana memberi gambaran secara terstruktur atau secara ajeg,

sehingga análisis terhadap pengulangan-pengulangannya menjadi dapat digeneralisasikan;

digeneralisasikan untuk dapat dilihat bagaimana trennya.

2. Tentang Struktur & Contohnya

Memberi contoh lain dalam kaitan sejarah sosial, dapat ditunjukkan melalui aneka teori

konflik di mana salah satunya adalah seperti yang tergambar dalam kutipan kajian teoretis

tentang konflik yang dilakukan Mawikere (1997) berikut ini.

Pertama-tama, sebelum tiba pada pembahasan mengenai teori konflik, Bekhofer Jr. dalam

analisisnya tentang perilaku menyatakan pendapat bahwa pada dasarnya setiap individu itu telah

memiliki berbagai penafsiran relatif sama atas situasi dan akibat lebih jauh apabila ia hendak

melakukan tindakan; baik tindakan itu disetujui ataupun tidak oleh kelompoknya. Totalitas untuk

mengarah kepada tindakan kolektif tersebut pada dasarnya dapat berupa tuntutan untuk

mengubah perundang-undangan, gerakan-gerakan sosial, tentang revolusi politik dan sebagainya.

Dalam kaitan teori perilaku demikian, Mawikere dalam mengutip Smelser yang

menekankan pada belief sebagai dasar pergerakan partisipasi orang-orang untuk sebuah episode

gejolak sosial, telah menurunkan sebuah anatomi mencakup:

(1) yang bersifat histeria menghasilkan panik;

(2) yang bersifat pencapaian keinginan melahirkan keranjingan atau tipe tertentu revivalisme

dan semacamnya;

(3) yang bersifat permusuhan akan melahirkan upaya pengkambing-hitaman orang lain atau

tindak kekerasan dan semacamnya;

(4) yang beroriantasi norma melahirkan pergerakan reform dan contra reform;

(5) yang beroriantasi nilai melahirkan revolusi poitik, pergerakkan nacional, dan semacamnya.

Page 33: U S U L A N

33

Dengan melanjutkan bahwa komponen-komponen pokok sebagai tujuan gerakan sosial

itu mencakup, (1) nilai-nilai, (2) norma-norma, (3) mobilisasi motivasi per-seorangan untuk aksi

yang teratur dalam peran-peran kolektivitas, dan (4) fasilitas situasional dan informasi,

ketrampilan, alat-alat dan rintangan dalam mencapai tujuan kongkret, Smelser, sebagaimana

dikutip Mawikere, pada akhirnya telah menyimpulkan di mana gejolak sosial itu dapat terjadi

apabila terdapat sejumlah diterminan, necessary conditions, yang menurutnya mencakup:

1. Kekondusifan situasional (structural conductiveness);

2. Ketegangan struktural (structural strain) yang timbul;

3. Penyebaran keyakinan yang dianut (the spread of generalized belief);

4. Faktor pencetus (the precipitating factor) berupa sesuatu yang dramatik;

5. Mobilisasi untuk mengedakan aksi (mobilization into action);

6. Pengoperasian kontrol sosial (the operation of social control) atau counter determinant yang

mencegah, mengganggu, membelokkan, merintangi gejolak-gejolak itu, dangan cara (a)

mencegah terjadinya episode gejolak sosial, (b) memobilisasi alat-alat negara segera setelah

episode gejolak sosial, (c) memobilisasi alat-alat negara setelah episode gejolak sosial mulai

terjadi.

Keenam butir faktor penentu inilah yang menurut Smelser, sebagaimana dikutip

Mawikere, merupakan pendorong lahirnya sebuah gejolak sosial, yang mana semua itu harus

saling mendukung dan terkait satu terhadap lainnya. Salah satu saja faktor tidaklah cukup,

melainkan harus merupakan kombinasi untuk menciptakan keadaan cukup sufficient bagi

munculnya gejolak sosial.

Relevansi teori perilaku kolektif demikian, menurut Mawikere, tidak terkecuali berlaku

juga di banyak tempat, pada waktu berbeda, termasuk pada kemungkinan atau peluang akan

terjadi apabila semua unsur di atas terpenuhi. Tapi sebaliknya dapat dipastikan pula tidak akan

terjadi apabila terdapat unsur sebagai faktor lain yang dapat membuatnya menyimpang.

Meskipun demikian, apabila teori ini diteruskan maka akan dapat juga terjadi pada

episode gejolak sosial melawan rejim penguasa; yang dalam kajian itu dilukiskan sebagai

perlawanan terhadap penguasa Belanda di jaman kolonial. Kajian Mawikere yang mengadopsi

model konflik sosial seperti ini telah mengurut kejadian-kejadian sama di tempat lain dan pada

kurun waktu berbeda tetapi terbukti telah memperoleh kesamaan dalam aspek strukturalnya.

Page 34: U S U L A N

34

Berangkat dari studi yang dilakukan Fred von Mehden tentang peranan agama dalam

pergerakkan kebangsaan di Asia Tenggara yang menurunkan bahwa dalam kasus Filipina

persamaan agama Katolik antara yang dijajah dengan yang menjajah tidak menjamin hubungan

antara kedua pihak itu baik, Mawikere telah menunjukkan dalam kajiannya sekitar adanya

diktum yang sama. Yaitu bahwa dalam kasus yang terjadi di Minahasa pada abad ke-19,

terangkat kejadian di mana kesamaan agama Kristen antara penduduk dengan pemerintah

kolonialnya ternyata tidak menjamin penduduk yang tertindas tidak akan beroposisi terhadap

penguasanya; termasuk telah pula dapat mementahkan asumsi-asumsi keliru tentang pola

hubungan kekristenan yang sering diangkat bahwa agama Kristen adalah merupakan

perpanjangan tangan dari kolonialisme sehingga yang beragama Kristen itu tidak akan beroposisi

terhadap kolonialisme.

Dengan dapat diangkatnya generalisasi sejarah dalam struktur-struktur seperti contoh di

atas mengartikan bahwa pengulangan sejarah seperti yang telah terjadi itu bagaimanapun akan

kembali dapat terjadi apabila indikator-indikatornya memiliki kesamaan. Meski di sisi lain, yang

selalu perlu juga diingatkan yakni bahwa peristiwa sejarah itu selamanya memang tidak akan

berulang; sedangkan yang berulang itu semata-mata hanya pada aspek-aspek strukturalnya.

Untuk itulah maka segera dapat diurai lebih lanjut bagaimana meletakkan sejarah yang

tidak berulang itu (yaitu berhubung oleh adanya keunikan di dalamnya) di satu sisi dengan

sejarah yang melihat adanya pengulangan atau keteraturan dari segi strukturnya sehingga dapat

digeneralisasikan.

3. Sejarah Konvensional Sebagai Antithese

Apa yang disebut sebagai sejarah konvensional adalah sejarah yang narasinya akan dapat

mengungkap aspek-aspek tentang apa, siapa, kapan, dan di mana. Disebut juga dengan sebutan

“sejarah sebagai kisah”, dalam contoh yang masuk pada kriteria sejarah ini adalah berita-berita

dalam surat kabar, catatan-catatan harian, cerita tentang suatu kejadian, dan sebagainya. Atau

dalam aneka tulisan historiografi yang berisi deskripsi, kisah tentang sesuatu yang di dalamnya

mengungkap jawaban atas apa, siapa, di mana, dan kapan; atau kadang-kadang termasuk juga

menerangkan mengenai bagaimana sesuatu telah terjadi. Setiap kejadian historis model seperti

ini bersifat unik. Artinya memiliki kekhususan, hanya sekali terjadi, atau tidak lagi akan terulang

Page 35: U S U L A N

35

kisah yang sama persis. Di sini yang ditonjolkan adalah detail atas pertanyaan-pertanyaan

demikian. Namun sebaliknya tidak diperhatikan soal bagaimana bentuk, pola, kecenderungan,

atau segi-segi umum lainnya.

Seperti disebutkan, tulisan seperti tersebut dengan sendirinya tergolong unik. Demikian

apabila ditelusuri lebih jauh maka sifatnya pun akan ideografis, atau berhubung interpretasi yang

tertuang adalah deskriptif naratif maka unsur subyektif biasanya melekat di dalamnya. Sebelum

muncul istilah sejarah kritis atau sejarah teoretis, model sejarah seperti ini disebut juga sebagai

sejarah konvensional. Yang digambarkan biasanya adalah narasi proses dari suatu episode.

Meskipun demikian, sejarah konvensional seperti inilah justru yang telah menjadikan suatu

episode sejarah menjadi menarik. Ibaratnya, deskripsi narasinya adalah daging yang kemudian

telah dapat mengisi setiap celah sekaligus membungkus tulang-tulangnya; di mana tulang-tulang

itu sendiri adalah merupakan eviden, fakta, atau peristiwanya.

Karena sifatnya yang demikian, sejarah konven-sional sesungguhnya bisa ditemukan di

mana saja, dilaku-kan oleh siapa saja. Kisah atau cerita tentang terjadinya suatu peristiwa

kecelakaan yang sempat disaksikan lebih dari satu orang misalnya, dapat dengan mudah

diceritakan kembali olah orang atau saksi yang pada saat kejadian ada di situ. Demikian apabila

terdapat dua saksi maka saksi yang kedua juga akan dapat bercerita sama meski sudut pandang

atau jalannya cerita atas kejadian itu dipastikan tidak akan sama persis.

Pemandu wisata pun demikian dalam menyam-paikan cerita pada obyek-obyek wisata

yang dikunjungi. Meski telah berkali-kali mengunjungi obyek-obyek wisata yang sama namun

narasi penyampaiannya sering tidak sama persis. Ada memang uraian logis mengenai proses

perkem-bangan terjadinya suatu peristiwa. Namun biasanya meski narasinya menggunakan fakta

namun yang terurai ini hanya berdasarkan akal sehat, imajinasi, dan biasanya masih ditambah

lagi oleh ketrampilan dalam mengekspresikan diri melalui bahasa yang teratur, atau oleh adanya

pengetahuan terkait proses yang tengah dikisahkan itu. Dengan kata lain, kisahnya menjadi

sangat subyektif; lebih ditentukan oleh pandangan personal dari yang menyampaikannya.

Memberikan beberapa contoh karya sejarah yang subyektif sifatnya dapat ditemukan

pada buku-buku pegangan untuk sekolah-sekolah dasar maupun menengah. Mengambil beberapa

contoh, tidak lepas misalnya dari informasi dari buku sejarah sekolah dasar dan menengah yang

menuliskan sejarah di mana Indonesia itu telah dieksploitasi dan dijajah selama tiga setengah

Page 36: U S U L A N

36

abad oleh kolonialisme Belanda. Durasi tiga setengah abad yang dimaksudkan adalah terhitung

kedatangan pertama seorang pemimpin rombongan kapal dari Belanda bernama Cornelis de

Houtman; yang bersama anak buahnya untuk pertama kali melabuhkan kapal berbendera

Belandanya di Nusantara (Indonesia) pada tahun 1601. Lalu, setelah dihitung sampai

berakhirnya kolonialisme Belanda di tahun 1945, yaitu ketika Indonesia secara sepihak dapat

memproklamasikan diri sebagai bangsa dan negara merdeka maka didapatlah angka yang

durasinya 3,5 abad itu.

Yang perlu disampaikan di sini yaitu bahwa tahun 1601 itu sebetulnya adalah merupakan

tahun dibentuknya sebuah perusahaan kongsi dagang bernama VOC, yang dalam perjalannya ke

Nusantara bermaksud mencari keuntungan besar melalui monopoli dari komoditas rempah-

rempah. Komoditas rempah-rempah yang tidak ada di Eropa dan yang hanya bisa tumbuh di

wilayah beriklim tropis seperti halnya di sini rupanya telah mendorong VOC harus mencarinya

di ‘negeri seberang’, Nusantara. Dengan begitu, yang datang ke sini sebetulnya bukan Belanda

yang tampil sebagai negara yang ingin melakukan ekspansi teritorial. Tapi, sekali lagi, tahun itu

pada dasarnya harus dicatat sebagai tahun di mana untuk pertamakalinya seorang Belanda

bernama de Houtman menjejakkan kakinya di sini. Ekspansi teritorial Belanda atas Nusantara

atau Indonesia sebetulnya baru lengkap justru setelah masuk pada abad ke-20. Karena fakta

menunjukkan masih adanya bagian-bagian lain seperti Aceh, Bali, dan sebagian Kalimantan

yang benar-benar baru bisa dibebaskan pada abad ke-20. SInilah fakta yang kemudian telah

menjadi sulit untuk menyatakan bahwa Belanda telah menjajah Indonesia selama 3,5 abad

sebagaimana yang biasanya lahir dari jenis karya sejarah bersifat konvensional.

Perihal Sumpah Palapa pun kasusnya demikian. Kalau disebutkan bahwa Patih Gajah

Mada dari Kerajaan Mataram pernah mengucapkan sumpah tidak akan memakan buah palapa

sebelum ia dapat menyatukan seluruh wilayah Nusantara di bawah Hayam Wuruk – dan ternyata

kemudian ia dapat merasakan buah itu karena usahanya menyatukan seluruh wilayah Nusantara

berhasil – maka hal inipun sempat menimbulkan pertanyaan lanjutan. Apakah benar Gajah Mada

pernah menyatukan seluruh kepulauan Nusantara di bawah taklukannya?

Anggapan yang kadung telah menjadi pengetahuan sejarah di kalangan masyarakat ini;

dan yang nyatanya masih tetap menjadi bagian dari kurikulum sejarah di sekolah-sekolah ini,

meskipun demikian, sesungguhnya masih sangat lemah bila ditinjau berdasarkan kajian sejarah

Page 37: U S U L A N

37

kritis. Lemah karena kegiatan verifikasi dan penelitian lebih jauh memperlihatkan fakta bahwa

terutama pada kepulauan-kepulaluan di Indonesia Timur, sampai sejauh ini belum pernah

terungkap pernah takluk kepada Jawa. Dengan kata lain, dalam sepanjang sejarahnya belum

pernah kantong-kantong besar di wilayah Timur Nusantara ini merasakan sebagai wilayah

vatsalnya Mataram. Tanda ketaklukkan yang pada jaman itu lazim ditandai melalui kesediaan

secara periodik menyerahkan upet atau apapun itui, tidak pernah terjadi. Sehingga pernyataan

atau narasi sejarah tentang keberhasilan Gajah Mada atas sumpahnya itu kemudian kembali perlu

dipertanyakan.

Kedua contoh kisah sejarah yang seolah sudah ‘taken for granted’, atau sudah dapat

diterima kebenar-annya, ternyata dapat menjadi lemah setelah ditinjau berdasarkan pendekatan

sejarah kritis. Sehingga informasi keabsahan kesimpulannya pun dengan mudah menjadi terbuka

untuk dipertanyakan kembali. Itu sebabnya menjadi jelas sekarang di mana sesuatu yang

tampaknya dipolitisir kisahnya namun telah kadung diyakini kebenarannya dari generasi ke

generasi nyatanya dapat menjadi berbeda apabila dipandang dengan menggunakan pendekatan

nalar secara kritis, yang implementasi atasnya menuntut keharusan memenuhi persyaratan-

persyaratan ilmiah.

Kasus-kasus yang masuk dalam tipe penulisan sejarah konvensional seperti contoh di

atas, dalam hubungan ini mengartikan harus ditinggalkan dalam kapasitasnya sebagai alat bantu.

Karena, sekali lagi, tidak ada teori bahkan konsep sebagai unsur struktural yang dapat digunakan

membantu metodologi untuk futurologi.