Top Banner
CEDERA KEPALA Step 1 1. Racoon ey: echimosis pada bagian periorbital akibat fraktur basis crani anterior 2. Otorea cerebrospinal fluid: serebrospinal yang diproduksi pleksus koroideus, otore: keluarnya cairan dari telinga 3. Letargia: keadaan umum dimana seseorang merasa lemas 4. Pupil anisokor: ukuran pupil kanan dan kiri berbeda. Miosis dan midriasis 5. Neurogenik : membahas mengenai neuro Step 2 1. Penyebab keluarnya darah dan cairan kuning dari telinga 2. Apa saja aspek penting yang perlu diperiksa pada cedera kepala 3. Algoritma penanganan cedera kepala 4. Klasifikasi cedera kepala 5. Tanda-tanda cedera kepala dan fraktur basis krani 6. Diagnosis cedera kepala di skenario? Dan penatalaksanaan 7. Pemeriksaan penunjang untuk cedera kepala di skenario? 8. Penilaian GCS? 9. Mekanisme cedera kepala sampai menimbulkan cedera otak? 10. Jenis cedera spinal 11. Komplikasi cedera kepala 12. Patofisiologi terjadinya racoon eye dan pupil anisokor Step 3 dan 4 1. a. Trauma: akibat fraktur dari temporal. Dapat juga diakibatkan fraktur basis krani apabila ada benturan occiput. Racoon eye akibat fraktur fossa krani anterior karena ruptur arteri ophtalmica dan darah terbendung pada selaput mata.
19

tutorial CEDERA KEPALA.docx

Jan 15, 2016

Download

Documents

Shyra Mustakim
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: tutorial CEDERA KEPALA.docx

CEDERA KEPALA

Step 1

1. Racoon ey: echimosis pada bagian periorbital akibat fraktur basis crani anterior2. Otorea cerebrospinal fluid: serebrospinal yang diproduksi pleksus koroideus, otore:

keluarnya cairan dari telinga3. Letargia: keadaan umum dimana seseorang merasa lemas4. Pupil anisokor: ukuran pupil kanan dan kiri berbeda. Miosis dan midriasis5. Neurogenik : membahas mengenai neuro

Step 2

1. Penyebab keluarnya darah dan cairan kuning dari telinga2. Apa saja aspek penting yang perlu diperiksa pada cedera kepala3. Algoritma penanganan cedera kepala4. Klasifikasi cedera kepala5. Tanda-tanda cedera kepala dan fraktur basis krani6. Diagnosis cedera kepala di skenario? Dan penatalaksanaan7. Pemeriksaan penunjang untuk cedera kepala di skenario?8. Penilaian GCS?9. Mekanisme cedera kepala sampai menimbulkan cedera otak?10. Jenis cedera spinal11. Komplikasi cedera kepala12. Patofisiologi terjadinya racoon eye dan pupil anisokor

Step 3 dan 4

1. a. Trauma: akibat fraktur dari temporal. Dapat juga diakibatkan fraktur basis krani apabila ada benturan occiput. Racoon eye akibat fraktur fossa krani anterior karena ruptur arteri ophtalmica dan darah terbendung pada selaput mata.

b. Non trauma:

8. penilaian GCS

A= eye 1-4

V= Verbal 1-5

Motorik= 1-6

GCS <8 : cedera otak berat atau koma

GCS 9-12 : dikategorikan sebagai cedera otak sedang

Page 2: tutorial CEDERA KEPALA.docx

GCS 13-15: ringan

5. cedera kepala berat, fraktur basis krani

- pupil anisokor

- TD meningka, hipertensi dan depresi pernapasan

- darah kekuningan keluar dari telinga

Cedera kepala sedang: karen belum ada hipoksia dan depresi pernafasan

tanda dan gejala fraktur basis krani:

- otore: keluarnya cairan serebrospinal

- ekimosis retroaurikuler

- racoon eyes akibat fraktur basis krani

4. klasifikasi cedera kepala, berdasarkan:a. mekanisme:

- cedera tumpul: kecelakaan- tajam: luka tusuk

b. berdasarkan GCSc. Morfologi fraktur kraniumd. Lesi intrakranial:

- fokal: epidural dan subdural, intrakranial- difus: contutio

11. KomplikasiHemiparesis, displasi, gangguan mental, keluarnya css, epilepsi pasca trauma (fraktur depresi kranial, hematim krnial), vertigo.

7. Pemeriksaan penunjang

- gold standar untuk morfologi cedera kepala digunakan CT-scan.

- tes glukosa sewaktu

- Fluoresence: letak lesi

- Hb, diferensiasi sel, elektrolit,

- leukositosis >14000 menunjukkan contusio

- ureum dan kreatinin: untumeninjau pemberian kreatinin

- analisis gas darah apabila terjadi penurunan kesadaran

Page 3: tutorial CEDERA KEPALA.docx

2. menilai tanda eksternal misalnya laserasi. Menilai tanda tanda seperti, hemtoma, racoon eye,keluarnya cerebrospinal, refleks pupil dan pemeriksaan GCS.

LO:

1. Aspek penting yang perlu diperiksa pada kasus cedera kepala.a. Airway dan Breathing

Terhentinya pemafasan sementara sering terjadi pada cedera otak, dan dapat mengakibatkan gangguan sekunder. Intubasi endotrakeal dini harus segera dilakukan pada penderita koma. Penderita dilakukan ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh hasil pemeriksaan analisis gas darah dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2. Femakaian pulse oksimeter sangat bermanfaat untuk memonitor saturasi Oz (target>98%). Tindakan hiperventilasi harus dilakukan secara hati-hati pada penderita cedera otak berat yang menunjukkan perburukan neurologis akut.

b. SirkulasiHipotensi biasanya tidak disebabkan oleh cedera otak itu sendiri kecuali pada stadium terminal dimana medula oblongata sudah mengalami gangguan. Perdarahan intrakranial tidak dapat menyebabkan syok hemoragik. Pada penderita dengan hipotensi harus segera dilakukan stabilisasi untuk mencapai euvolemia.Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak selalu tampak jelas. Harus juga diperhitungkan kemungkman penyebab lain seperti trauma medula spinalis (syok neurogenik), kontusio jantung atau tamponade jantung, dan tension pneumothorax.Sementara penyebab hipotensi dicari, segera lakukan (pemberian cairan untuk mengganti rolume yang hilang. DPL (Diagnostik peitoneal Lavage) atau pemeriksaan trasonografi (bila tersedia) merupakan lemeriksaan rutin pada penderita hipotensi mengalami koma, dimana pemeriksaan dinis tidak mungkin menentukan tanda-tanda idanya akut abdomen. (Lihat Bab 3, Syok, dan tabel 5, Prioritas Evaluasi Awal dan Triase ita dengan Cedera Otak Berat) bentukan prioritas antara pemeriksaan DPL an CT scan kepala kadang-kadang nenimbulkan konflik antara ahli bedah trauma an ahli bedah saraf. Perlu diketahui bahwa emeriksaan neurologis pada penderita potensi tidak dapat dipercaya kebenarannya, in bahkan bila terdapat cedera otak berat, ipotensi terbukti menyebabkan cedera otak ider. Penderita hipotensi yang tidak terhadap stimulasi apapun dapat i respon normal segera setelah tekanan a normal.

c. Pemeriksaan NeurologisPemeriksaan neurologis langsung dilakukan segera setelah status kardiopulmuner penderita stabil. Pemeriksaan ini tefdiri dari GCS dan refleks cahaya pupil. Pada penderita koma, respon motorik dapat dibangkitkan dengan merangsang/mencubit otot trapezius atau menekan dasar kuku penderita. Bila penderita menunjukkan reaksi yang bervariasi, yang digunakan adalah respon motorik terbaik karena merupakan indikator prognostik yang paling akurat dibandingkan respon yang paling buruk. Gerakan bola mata (Doll's eye Phenomena, refleks okulosefalik), Test Kalori dengan suhu dingin (refleks okulo vestibuler) dan refleks kornea ditunda sampai kedatangan ahli bedah saraf.

Page 4: tutorial CEDERA KEPALA.docx

Pemeriksaan Doll's eye (oculocephalis) refleks aires (oculovestibular)dan refleks kornea hanya boleh dilakukan bila sudah jelas tidak terdapat cedera servikal.Yang sangat penting adalah melakukan pemeriksaan GCS dan refleks pupil sebelum penderita dilakukan sedasi atau paralisis, karena akan menjadi dasar untuk tindakan selanjutnya. Selama primary survey, pemakaian obat-obat paralisis jangka panjang tidak ianjurkan. Succinylcholine, vecuronium, atau dosis kecil pancuronium dapat dipakai untuk intubasi endotrakea atau untuk tindakan diagnostik lainnya. Bila diperlukan analgesia, sebaiknya digunakan morfin dosis kecil dan diberikan secara intravena.

d. Secondary SurveyPemeriksan neurologis serial (GCS, lateralisasi, dan refleks pupil) haras selalu silakukan untuk deteksi dini gangguan neurologis. Tanda awal dari herniasi lobus temporal (unkus) adalah dilatasi pupil dan hilangnya refleks pupil terhadap cahaya. Adanya trauma langsung pada mata sering merupakan penyebab abnormalitas respon pupil dan dapat membuat pemeriksaan pupil menjadi sulit Bagaimanapun, dalam hal ini pemikiran terhadap adanya trauma otak harus dipikrkan terlebih dahulu.

2. Algoritma penanganan cedera kepala

Page 5: tutorial CEDERA KEPALA.docx
Page 6: tutorial CEDERA KEPALA.docx

3. Diagnosis cedera kepala di skenario dan penatalaksanaanCedera kepala sedang:

Mengantuk berat atau sulit dibangunkan (penderita harus dibangunkan setiap 2 jam selama periode tidur).

Mual dan muntah. Kejang. Perdarahan atau keluar cairan dari hidung atau telinga. Sakit kepala hebat Kelemahan atau rasa baal pada lengan atau tungkai. Bingung atau perubahan

tingkah laku. Salah satu pupil mata (bagian mata yang gelap) lebih besar dari yang lain,

gerakan-gerakan aneh bola mata, melihat dobel atau gangguan penglihatan lain. Denyut nadi yang sangat lambat atau sangat cepat atau pola nafas yang tidak

teratur

Penatalaksanaan:

Sepuluh persen dari penderita cedera kepala di UGD menderita cedera otak sedang. Mereka umumnya masih mampu menuruti perintah sederhana, namun biasanya tampak bingung atau mengantuk dan dapat disertai defisit neurologis fokal seperti hemiparesis. Sebanyak 10-20% dari penderita cedera otak sedang mengalami perburukan dan jatuh dalam koma. Saat diterima di UGD, dilakukan anamnesis singkat dan segera dilakukan stabilisasi kardiopuhnoner sebelum pemeriksaan neurologis dilaksanakan. CT scan kepala harus selalu dilakukan dan segera menghubungai ahli Bedah Saraf. Penderita harus dirawat di ruang perawatan intensif atau yang setara, dimana observasi ketat dan pemeriksaan neurologis serial dilakukan selama 12 - 24 jam pertama. pemeriksaan CT scan lanjutan dalam 12 - 24 jam direkomendasikan bila hasilnya abnormal atau terdapat penurunan status neurologis penderita.

Periksa dan atasi gangguan jalan napas(Airway), pernapasan (Breathing), dan sirkulasi (Circulation)

Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil, tanda fokal serebral, dan cedera organ lain. Jika dicurigai fraktur tulang servikal dan atau tulang ekstremitas, lakukan fiksasi leher dengan pemasangan kerah leher dan atau fi ksasi tulang ekstremitas bersangkutan

Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh lainnya CT scan otak bila dicurigai ada hematoma intrakranial Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defi sit fokal serebral lainnya

Medikamentosa

1. Cairan intravena: Cairan intravena diberikan secukupnya untuk resusitasi agar penderita tetap dalam keadaan normovolemia. Keadaan hipovolemia pada pasien sangatlah berbahaya. Namun, perlu diperhatikan untuk tidak memberikan cairan berlebih. Jangan berikan cairan hipotonik. Penggunaan cairan yang mengandung glukosa dapat menyebabkan hiperglikemia yang berakibat buruk pada otak yang cedera. Karena itu cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah larutan garam

Page 7: tutorial CEDERA KEPALA.docx

fisiologis atau Ringer's Lactate. Kadar natrium serum perlu diperhatikan pada pasien dengan cedera kepala. Keadaan hiponatremia sangat berkaitan dengan timbulnya edema otak yang harus dicegah.

2. Hiperventilasi: Pada kebanyakan pasien, keadaan normokarbia lebih disukai. Hiperventilasi dilakukan dengan menurunkan PCOa dan akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak. Hiperventilasi yang berlangsung terlalu lama dan agresif dapat menyebabkan iskemia otak aidbat terjadinya vasokonstriksi serebri berat sehingga menimbulkan gangguan perhisi otak. Hal ini terjadi terutama bila PCOz dibiarkan turun sampai di bawah 30 mm Hg (4,0 kPa).Hiperventilasi sebaiknya dilakukan secara sdeksif dan hanya dalam waktu tertentu. Jmumnya, PCOz dipertahankan pada 35 mmHg atau lebih. Hiperventilasi dalam waktu singkat PCCb antara 25-30 mm Hg) dapat diterima jika diperlukan pada keadaan deteriorasi neurologis akut.

3. Manitol: Manitol digunakan untuk menurunkan TIK yang meningkat. Sediaan yang tersedia biasanya caiian dengan konsentrasi 20%. Dosis yang biasa dipakai adalah 1 g/kgBB diberikan secara bolus intravena. Dosis tinggi manitol jangan diberikan pada pasien yang hipotensi karena manitol adalah diuretik osmotik yang poten. Indikasi Knggunaan manitol adalah deteriorasi neurologis yang akut, seperti terjadinya dilatasipupil, hemiparesis atau kehilangan kesadaran saat pasien dalam observasi. Pada keadaan ini pemberian bolus manitol (1 g/kg) harus diberikan secara cepat (dalam waktu 5 menit) dan penderita segera dibawa ke CT scan atau langsung ke kamar operasi bila lesi penyebabnya sudah diketahui dengarvCT scan.

4. Furosemid (Lasix @): Obat ini diberikan bersama manitol untuk menurunkan TIK. Dosis yang biasa diberikan adalah 03-0,5 mg/kgBB, diberikan secara intravena. Seperti pada penggunaan manitol, furosemid sebaiknya jangan diberikan kepada lasien hipovolemik.

5. Steroid: Berbagai penelitian tidak menunjukkan manfaal steroid untuk mengendalikan kenaikan TIK maupun memperbaiki hasil terapi penderita dengan cedera otak berat Karenanya penggunaan steroid pada penderita cedera otal tidak dianjurkan.

6. Barbiturat: Barbiturat bermanfaat untuk menurunkan TIK yang refrakter terhadap obat-obatan lain. Namun obat ini jangan diberikan dalam keadaar hipotensi atau hipovolemi. Nantinya hipotensi sering terjadi pada penggunaan barbiturat Karena itu barbiturat tidak diindikasikan pada fase akut resusitasi.

7. Antikonvulsan: Epilepsi pascatrauma terjadi pada 5% penderita yang dirawat di RS dengan cedera kepala tertutup dan 15% pada cedera kepala berat Terdapat 3 faktor yang berkaitan dengar insidensi epilepsi (1) kejang awal yang terjadi dalam minggu pertama, (2) perdarahart intrakranial, atau (3) fraktur depresi. Penelitian tersamar ganda menunjukkan bahwa fenitoin bermanfaat dalam mengurangi terjadinya kejang dalam minggu pertama cedera nanlun tidak setelah itu. Fenitoin atau fosfenitoin adalah obal yang biasa diberikan dalam fase akut Untuk dewasa dosis awalnya adalah 1 g yang diberikan secara intravena dengan kecepatan pemberian tidak lebih cepat dari 50 mg/menit Dosis pemeliharaan biasanya 100 mg/8 jam, dengan titrasi untuk mencapai kadar terapetik serum. Pada pasien dengan kejang lama, diazepam atau lorazepam digunakan sebagai tambahan fenitoin sampai kejang berhenti. Untuk

Page 8: tutorial CEDERA KEPALA.docx

mengatasi kejang yang terus menerus mungkin memerlukan anestesi umum. Sangat jelas bahwa kejang harus dihentikan dengan segera karena kejang yang berlangsung lama (30 sampai 60 menit) dapat meyebabkan cedera otak sekunder.

4. Pemeriksaan penunjang untuk skenario

a. Hb, leukosit, diferensiasi sel,dllPenelitian di RSCM menunjukkan bahwa leukositosis dapat dipakai sebagai salah satu indikator pembeda antara kontusio (CKS) dan komosio (CKR). Leukosit >17.000 merujuk pada CT scan otak abnormal,5 sedangkan angka leukositosis >14.000 menunjukkan kontusio meskipun secara klinis lama penurunan kesadaran <10 menit dan nilai SKG 13-15 adalah acuan klinis yang mendukung ke arah komosio.6 Prediktor ini bila berdiri sendiri tidak kuat, tetapi di daerah tanpa fasilitas CT scan otak, dapat dipakai sebagai salah satu acuan prediktor yang sederhana.

b. Gula darah sewaktu (GDS). Hiperglikemia reaktif dapat merupakan faktor risiko bermakna untuk kematian dengan OR 10,07 untuk GDS 201-220mg/ dL dan OR 39,82 untuk GDS >220 mg/dL

c. Ureum dan kreatinin. Pemeriksaan fungsi ginjal perlu karena manitol merupakan zat hiperosmolar yang pemberiannya berdampak pada fungsi ginjal. Pada fungsi ginjal yang buruk,manitol tidak boleh diberikan

d. Albumin serum (hari 1). Pasien CKS dan CKB dengan kadar albumin rendah (2,7-3,4g/dL) mempunyairisiko kematian 4,9 kali lebih besar dibandingkan dengan kadar albumin normal.

e. Trombosit, PT, aPTT, fi brinogen. Pemeriksaan dilakukan bila dicurigai ada kelainan hematologis. Risiko late hematoma. Diagnosis kelainan hematologis ditegakkan bila trombosit <40.000/mm3, kadar ffi brinogen <40mg/mL, PT >16 detik, dan aPTT >50 detik. perlu diantisipai.

f. CT –Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran ventrikel pergeseran cairan otak. mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri

g. MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa kontraks.h. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran

jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.i. EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang.j. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran struktur

dan garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen tulang).k. BAER (Brain Eauditory Evoked) : menentukan fungsi dari kortek dan batang

otak.l. PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan aktivitas metabolisme pada

otak.m. Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan subaractinoid, serta

untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma

n. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh dalam peningkatan TIK.

o. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.

Page 9: tutorial CEDERA KEPALA.docx

p. Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.

q. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang

5. Mekanisme cedera kepala sampai menimbulkan cedera otak

Cedera otak primer adalah akibat cedera langsung dari kekuatan mekanik yang merusak jaringan otak saat trauma terjadi (hancur, robek, memar, dan perdarahan). Cedera ini dapat berasal dari berbagai bentuk kekuatan/tekanan seperti akselerasi rotasi, kompresi, dan distensi akibat dari akselerasi atau deselerasi. Tekanan itu mengenai tulang tengkorak, yang dapat memberi efek pada neuron, glia, dan pembuluh darah, dan dapat mengakibatkan kerusakan lokal, multifokal ataupun difus (Valadka, 1996).

Cedera otak dapat mengenai parenkim otak dan / atau pembuluh darah. Cedera parenkim berupa kontusio, laserasi atau diffuse axonal injury (DAI), sedangkan cedera pembuluh darah berupa perdarahan epidural, subdural, subarachnoid dan intraserebral (Graham, 1995), yang dapat dilihat Pada CT-scan. Cedera difus meliputi kontusio serebri, perdarahan subarachnoid traumatik dan DAI. Sebagai tambahan sering terdapat perfusi iskhemik baik fokal maupun global (Valadka, 1996).

Kerusakan iskhemik otak dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti hipotensi, hipoksia, tekanan intrakranial /Intracranial Pressure (ICP) yang meninggi, edema, kompresi jaringan fokal, kerusakan mikrovaskularpada fase lanjut (late phase), dimana terjadi vasospasme (Vazquez-Barquero,1992; Ingebrigtsen, 1998).

6. Jenis-jenis perdarahan akibat cedera kepala

Perdarahan Epidural Hematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga tengkorak dan gambarannya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di area temporal atau temporo parietal yang biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.

Perdarahan subduralPerdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural (kira-kira 30 % dari cedera otak berat). Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks serebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi selnruh permukaan hemisfer otak. Biasanya kerusakan otak di bawahnya lebih berat dan prognosisnyapun jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan epidural.

Kontusio dan perdarahan intraserebralKontusio serebri sering terjadi (20% sampai 30% dari cedera otak berat), dan sebagian besar terjadi di lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian dari otak. Kontusio serebri dapat, dalam waktu beberapa jam atau hari, berubah menjadi perdarahan intraserebral yang membutuhkan tindakan operasi. Hal ini timbul pada lebih kurang 20% dari penderita dan cara

Page 10: tutorial CEDERA KEPALA.docx

mendeteksi terbaik adalah dengan mengulang CT scan dalam 12 - 24 jam setelah CT scan pertama.Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Di mana terjadi penumpukan darah pada sebelah otak yang sejajar dengan hentaman, ini dikenali sebagai counter coup phenomenon.

Perdarahan Subaraknoid: Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan otak yaitu yang dikenal sebagai ruang subaraknoid.

Perdarahan Intraventrikular: Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan intraserebral.

7. Akibat penyalahgunaan obat dan alkohol dan penatalaksanaannyaa. Alkohol:

Gejala : • Bicara cadel • Nistagmus • Inkoordinasi • Jalan sempoyongan • Tidak dapat memusatkan perhatian • Daya ingat menurun • Stupor atau koma

PENATALAKSANAAN :

• Menidurkan klien posisi telentang dgn posisi face down utk mencegah aspirasi

• Observasi TTV

• Kolaboratif Thiamine 100mg IV utk profilaksis mencegah terjadinya Wernick Ensefalopati

• Pemberian 50 ml dextrose 5% IV dan 0,4-2 mg Naloksone jika klien memiliki riwayat pemakaian opioid

• Jika klien agresif bisa diberikan Halloperidol IM

b. Kokain

Tanda dan gejala :

• takikardia atau bradikardia, 

• dilatasi pupil, 

• peningkatan atau penurunan tekanan darah,

• berkeringat atau rasa dingin,

• mual atau muntah, 

Page 11: tutorial CEDERA KEPALA.docx

• penurunan berat badan, 

• agitasi atau retardasi psikomotor,

• kelemahan otot,

• depresi, nyeri dada atau arimia jantung,

• bingung(confusion), 

• Kejang, dyskinesia, dystonia, hingga dapat menimbulkan koma

PENATALAKSANAAN :

Setelah pemberian bantuan hidup dasar adalah dengan melakukan tindakan kolaborati berupa pemberian terapi-terapi simptomatik, misal: Benzodiazepin jika timbul gejala agitasi, obat antipsikotikk jika timbul gejala psikotik, dan terapi lain sesuai dgn gejala yg ditemukan.

c. Amfetamin Tanda dan gejala intoksikasi anfetamin biasanya ditunjukkan dengan adanya dua atau

lebih gejala-gejala seperti : takikardi atau bradikardi, dilatasi pupil, peningkatan atau penurunan  tekanan darah, banyak keringat atau kedinginan, mual atau muntah, penurunan BB, agitasi atau retardasi psikomotor, kelelahan otot, depresi sistem pernapasan, nyeri dada atau aritmia jantung, kebingungan, kejang-kejang, diskinesia, distonia atau koma.

Penatalaksanaan adalah dengan memberikannya terapi symtomatik dan pemberian terapi suportif lain, misal: anti  psikotik, antihipertensi

d. Benzodiazepin hiporefleksia; nistagmus dan kurang siap siaga, ataksia, berdiri tidak stabil. Selanjutnya gejala berlanjut dengan pemburukan ataksia, letih, lemah, konfusi, somn

olent, koma, pupilmiosis, hipotermi, depresi sampai dengan henti pernapasan.

Bila diketahui segera dan mendapat terapi kardiorespirasi maka dampak intoksikasi jarang bersifat fatal.

PENATALAKSANAAN :

Untuk mengurangi efek sedatif hipnotik dengan memberikan Flumazenil 0,2 mg IV, kemudian setelah 30 detik diikuti dengan 0,3 mg dosis tunggal. Obat tersebut lalu dapat diberikan lagi sebanyak 0,5 mg setelah 60 detik sampai total kumulatif 3 mg.

Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut mengurangi absorbsi merangsang muntah jika baru terjadi pemakaian. Jika pemakaian sudah lebih dari 6 jam maka  berikan antidot berupa karbon aktif yang berfungsi untuk  menetralkan efek obat.

e. OPIOID

Page 12: tutorial CEDERA KEPALA.docx

Tanda dan gejala :

• penurunan kesadaran (stupor sampai koma)

• pupil pinpoint (dilatasi pupil karena anoksia akibat over dosis)

• pernapasan kurang dari12x/menit sampai henti napas

• ada riwayat pemakaian opioida(needle track sign)

• bicara cadel

• dan gangguan atensi atau daya ingat.

Perilaku mal adaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis misalnya euforia awal yang diikuti oleh apatis, disforia,agitasi atau retardasi psikomotor atau gangguan fungsi sosial dan fungsi pekerjaan selama atau segera setelah pemakaian opioid

PENATALAKSANAAN :

Bebaskan jalan napas

Berikan oksigen 100% atau sesuai kebutuhan

Pasang infus dextrose 5 % atau NaCl 0,9% atau cairan koloid jika diperlukan

Pemberian antidotum Naloksom

Tanpa hipoventilasi berikan Narcam 0,4 mg IV

Dengan hipoventilasi berikan Nalokson (Narcan) 1 -2 mg IV·

Jika dalam 5 menit tidak ada respon maka berikan 1 – 2 mg Narcan hingga ada respon berupa peningkatan kesadaran, dan fungsi pernapasan membaik ·

Rujuk ke ICU jika dosis Narcan telah mencapai 10 mg dan belum menunjukkan adanya perbaikan kesadaran·

Berikan 1 ampul Narcan/500 cc dalam waktu 4-6 jam mencegah terjadinya penurunan kesadaran kembali·

Observasi secara invensif tanda-tanda vital, pernapasan, dan besarnya ukuran pupil klien dalam 24 jam·

Pasang intubasi, kateterisasi, sonde lambung serta EKG·

Puasakan klien untuk menghindari aspirasi·

Lakukan pemeriksaan rontgen thoraks serta laboraturium, yaitu darah lengkap, urin lengkap dan urinalisis

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: tutorial CEDERA KEPALA.docx

American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam : Advanced

Trauma Life Support for Doctors. Edisi Ke-Tujuh. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisi

trauma IKABI, 2004. Hal: 167-186

Snell S., Richard. Neuroanatomi Klinik. Edisi Ke-Lima. Jakarta: EGC. 2006. Hal: 235-239

Widjoseno-Gardjito. Trauma Kepala. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ke-Dua. Editor:

R. Syamsurijat dan Wim De Jong. Jakarta: EGC. 2004. Hal: 337-342

Hafid A. Epidural Hematoma. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ke-Dua. Editor: R.

Syamsurijat dan Wim De Jong. Jakarta: EGC. 2004. Hal: 818-819

Anderson S. McCarty L. Cedera Susunan Saraf Pusat. Dalam: Patofisiologi. Edisi Ke-empat.

Anugrah P. Jakarta: EGC. 1995. Hal: 1014-1016

Irwana, Olva. Cedera Kepala. Dalam: Files DrsMed Fakultas Kedokteran Universitas Riau.

2009.

Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Cedera Kepala dan Fraktur Kruris. Dalam: Files

DrsMed Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2009.

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Cedera Kepala. Jakarta : Deltacitra

Grafindo, 2005