Top Banner
TUSUK KONDAI PUSAKA (L iong H ong Po Cha Yan ) S.D. Liong Jilid 1  Negeri kacau banyak perjodohan terhalang  Laut dan gunung saling merindu jumpa Gelegah menanti sang embun mencurah sayang  Duhai, siapa yang membelai tusuk kondai pusaka? Tahun ke tahun penjuru buana habis dilalang  Kepada siapa gerangan kurayukan bisikan jiwa Syukurlah angin timur meniup hujan membayang  Bulan surut angin mengembus belibis terjaga. Malam sunyi. Suasana di sebuah hotel di suatu kota kecil dekat Lo-ciu tenggelam dalam keheningan malam. Di suatu kamar hotel itu lagi duduk termenung-menung seorang anak muda, terkadang terdengar juga mulutnya menggumam sendiri. ”Tusuk kondaiku ini berukiran Liong dan tusuk  kondainya berukiran Hong, keduanya adalah satu  pasangan. Aku suaminya, ia isteriku. Perjodohan ini telah ditetapkan sejak lahir. Ai, tapi  bagaimana harus kukatakan kepadanya? Apakah begitu berjumpa, terus saja kukatakan: Aku ini  suamimu, maka aku datang menemuimu! ”Ah, tidak, tidak, berat rasanya mulutku mengucap begitu. Mungkin ia akan menganggap aku seorang gila. Aku pun belum pernah bertemu muka dengan dia, entah ia suka padaku atau tidak, entah apakah ia sudi menerima aku sebagai suaminya?”  ”Ai, sukar nian mengerjakan urusan yang memalukan ini. Tetapi ini adalah pesang mendiang ayah-bundaku, tak dapat aku mengingkarinya. Apakah ia mengetahui juga urusan ini? Jika sudah, itu sih mudah. Cukup jika kuminta dia mengunjukkan Hong-ja untuk dipadu dengan punyaku Liong-ja. Sepasang tusuk kondai pusaka serupa bentuk buatannya. Hm, tolol benar aku ini! Bukankah saat itu aku tak perlu mengucap apa-apa lagi dan dengan sendirinya iapun sudah mengerti?” ”Tetapi sesudah itu, lalu bagaimana? Jika aku tak bernyali untuk mengatakan apa -apa, masakan ia berani berkata dulu : Ya, benar sejak  ini kita menjadi sepasang suami isteri.  Suami isteri tentu akan selalu berkumpul bersama. Dari pagi sampai petang aku tentu akan selalu berhadapan  padanya. Bagaimanakah perangainya? Dapatkah a ku menyukainya? Dan andaikata ia tak tahu menahu tentang urusan ini, habis bagaimana? Apakah aku harus tebalkan kulit muka untuk menuturkan riwayat sepasang tusuk kondai pusaka itu? Kemudian mengatakan : Aku ialah si anak lelaki dan kaulah si anak perempuan yang dimaksudkan itu.Tapi ia tak kenal padaku, apakah ia mau mendengar ceritaku? Dan setelah mendengar, apakah ia mau  percaya ....? Ai, ai, benar-  benar pusing dan akan pecah rasanya kepalaku!”  Demikianlah lalu-lang keterangan yang mengejangkan urat syaraf Toan Khik-ya di kala ia mondar-mandir di kamar hotelnya sembari menggenggam sebuah tusuk kondai kemala. Saking
678

Tusuk Konde Pusaka

Oct 13, 2015

Download

Documents

ajanetp
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

TUSUK KONDAI PUSAKA(Liong Hong Po Cha Yan)S.D. Liong

Jilid 1Negeri kacau banyak perjodohan terhalangLaut dan gunung saling merindu jumpaGelegah menanti sang embun mencurah sayangDuhai, siapa yang membelai tusuk kondai pusaka?Tahun ke tahun penjuru buana habis dilalangKepada siapa gerangan kurayukan bisikan jiwaSyukurlah angin timur meniup hujan membayangBulan surut angin mengembus belibis terjaga.Malam sunyi. Suasana di sebuah hotel di suatu kotakecil dekat Lo-ciu tenggelam dalam keheningan malam.Di suatu kamar hotel itu lagi duduk termenung-menungseorang anak muda, terkadang terdengar juga mulutnyamenggumam sendiri.Tusuk kondaiku ini berukiran Liong dan tusukkondainya berukiran Hong, keduanya adalah satupasangan. Aku suaminya, ia isteriku. Perjodohan ini telah ditetapkan sejak lahir. Ai, tapibagaimana harus kukatakan kepadanya? Apakah begitu berjumpa, terus saja kukatakan: Aku inisuamimu, maka aku datang menemuimu!Ah, tidak, tidak, berat rasanya mulutku mengucap begitu. Mungkin ia akan menganggap akuseorang gila. Aku pun belum pernah bertemu muka dengan dia, entah ia suka padaku atau tidak,entah apakah ia sudi menerima aku sebagai suaminya?Ai, sukar nian mengerjakan urusan yang memalukan ini. Tetapi ini adalah pesang mendiangayah-bundaku, tak dapat aku mengingkarinya. Apakah ia mengetahui juga urusan ini? Jika sudah,itu sih mudah. Cukup jika kuminta dia mengunjukkan Hong-ja untuk dipadu dengan punyakuLiong-ja. Sepasang tusuk kondai pusaka serupa bentuk buatannya. Hm, tolol benar aku ini!Bukankah saat itu aku tak perlu mengucap apa-apa lagi dan dengan sendirinya iapun sudahmengerti?Tetapi sesudah itu, lalu bagaimana? Jika aku tak bernyali untuk mengatakan apa-apa, masakania berani berkata dulu : Ya, benar sejak ini kita menjadi sepasang suami isteri. Suami isteri tentuakan selalu berkumpul bersama. Dari pagi sampai petang aku tentu akan selalu berhadapanpadanya. Bagaimanakah perangainya? Dapatkah aku menyukainya?Dan andaikata ia tak tahu menahu tentang urusan ini, habis bagaimana? Apakah aku harustebalkan kulit muka untuk menuturkan riwayat sepasang tusuk kondai pusaka itu? Kemudianmengatakan : Aku ialah si anak lelaki dan kaulah si anak perempuan yang dimaksudkan itu. Tapiia tak kenal padaku, apakah ia mau mendengar ceritaku? Dan setelah mendengar, apakah ia maupercaya ....? Ai, ai, benar-benar pusing dan akan pecah rasanya kepalaku!Demikianlah lalu-lang keterangan yang mengejangkan urat syaraf Toan Khik-ya di kala iamondar-mandir di kamar hotelnya sembari menggenggam sebuah tusuk kondai kemala. Sakingtegangnya, sampai-sampai ia mengoceh sendirian.Kini ia sudah menginjak usia 16 tahun. Setelah 8 tahun lamanya negara menderita kekacauanakibat pemberontakan Ang Lok-san dan Su Su-bing, kini keamanan berangsur-angsur pulihkembali. Bibi He (namanya He Leng-soang, isteri dari Lam-ce-bun) yang mengasuhnya sepertiibunya sendiri, mengatakan bahwa karena ia sudah dewasa maka disuruhnyalah ia pergi ke Lo-ciu menemui tunangannya. Tunangannya itu adalah puteri pungut dari Sik Ko yang menjabat Ciat-to su (panglima yang bertugas menjaga perbatasan). Bibi He menerangkan pula bahwa Sik Ko itu seorang keras, ia melarang seisi rumahnya membocorkan asal usul puteri pungutnya itu. Oleh karena itu, mungkin sampai sekarang gadis itu tentu belum mengetahui siapa ayah bundanya yang asli.Jadi Toan Khik-ya berangkat menemui seorang tunangan yang belum pernah dikenalnya,seorang gadis yang tak tahu akan asal-usul dirinya sendiri.Lazimnya dalam umur 15-16 tahun itulah anak mulai mengerti urusan duniawi. Dalam usiabegitu seorang dara tentu akan kemerah-merahan pipinya bila bertemu dengan seorang jejaka,begitu pun sebaliknya. Lebih-lebih seperti keadaan Toan Khik-ya saat itu, disuruh seorang dirimenjumpai seorang tunangan yang belum pernah dilihatnya. Itulah sebabnya, makin dekat ke kota Lo-ciu, hati Toan Khik-ya makin risau, malu, berdebar-debar, gembira dan penuh harapan ....Ketegangan perasaannya itu, tepat seperti yang digambarkannya serasa membuat kepala pecah.Tiba-tiba ada semacam bau wangi berembus masuk dari jendela. Ketegangan benaknya makinmenjadi-jadi, seketika ia rasakan kepalanya pening ingin tidur.Celaka! sekonyong-konyong ia mengeluh. Selintas terbayanglah olehnya akan kejadian yangdialaminya siang tadi. Seorang lelaki yang memelihara kumis pendek, entah bilamana, telahmengikutinya dari belakang. Karena di jalanan pada siang hari banyak orang berlalu-lalang, jadi iatak leluasa menggunakan ilmu gin-kang. Sengaja ia lambatkan langkahnya, tapi ternyata orang itupun kendorkan jalannya. Ketika ia berjalan ceat sedikit, orang itu pun cepatkan langkahnya.Toan Khik-ya menaruh kepercayaan pada ilmu kepandaiannya sendiri. Meskipun ia menaruhkecurigaan, tapi ia tak memandang serius pada orang itu, hanya merasa jengkel saja. Setelah tiba dijalanan yang sepi, ia sengaja unjukkan sedikit demonstrasi. Sekali hantam ia patahkan sebuahdahan pohon sebesar paha orang lalu dibuat memikul buntalan barangnya. Entah bagaimana, orangitu lantas menghilang.Apakah orang itu seorang penjahat yang karena siang hari tak leluasa turun tangan, tapi malamsekarang mau menggerayang kemari? demikian pikirnya.Plak, terdengar suara sebuah kerikil melayang masuk dari jendela. Itulah cara melempar batumenanyakan jalan yang biasa dilakukan oleh kaum penjahat bilamana hendak mencari keterangantentang keadaan sasarannya. Karena suhengnya, Gong-Gong-ji, bergelar Pencuri Sakti Nomor Satudi Kolong Jagat, jadi Toan Khik-ya mengerti juga tentang cara itu.Hm, kiranya bangsa penjahat picisan saja. Seorang penjahat ulung tentu tak perlumenggunakan cara bertanya jalan begitu. Baik, coba saja bagaimana ia hendak mencuri barangkunanti, diam-diam ia mentertawakan.Tring, Liong-ji kemala yang digenggamnya itu jatuh di atas meja, menyusul kepala ToanKhik-ya pun terantuk pada meja seperti orang yang terkulai pulas.Daun pintu kedengaran terdorong, sesaat kemudian terdengar lengking seruan kaget seseorang,Eh, lihatlah tusuk kondai kemala itu!Itulah suara seorang perempuan. Dan yang lebih mengherankan lagi, mengapa ia melengkingbegitu nyaring? Bukankah biasanya bangsa pencuri itu pantang menerbitkan suara?Ssst, jangan bersuara keras-keras, seru lain suara yang bernada kasar lantang, sekarang kaumengakui ketajaman mataku tidak? Kuyakin mataku takkan salah melihat kalau bocah inimempunyai sebuah benda berharga, hanya saja aku tak menyangka sama sekali kalau bendanya itusebuah pusaka. Ha, melulu mestika ya-beng-cu yang tercantum di atas tusuk kondai itu sajanilainya tak kurang dari beberapa puluh ribu tahil perak!Nilainya itu tak penting, sahut orang pertama yang bernada seperti perempuan, yangkuherankan mengapa barang itu serupa benar dengan kepunyaan nona kita!Apa? Nonamu juga mempunyai tusuk kondai kemala seperti ini? seru si lelaki.Ya, hanya saja lukisannya tak sama. Tusuk kondai nonaku berukir seekor burung Hong(cendrawasih) yang tengah mementang sayapnya hendak terbang! Ha, engkoh Bo, rupanyaperuntunganmu sudah tiba, kata si perempuan.Benar, ini namanya seperti mendapat durian runtuh, sahut si lelaki, Aku mempunyaibeberapa kenalan pedagang intan berlian, tak kuatir tak bisa mendapat harga. Setelah mempunyai

beberapa puluh ribu tahil perak, kita cari sebuah tempat yang sunyi untuk mendirikan rumah tanggayang bahagia.Engkoh Bo, aku tidak mempunyai maksud begitu, di luar dugaan si perempuan telahmenyanggah.Oh, habis bagaimana rencanamu? tanya si lelaki.Menyembunyikan diri dan lewatkan hari-hari dengan penuh kecemasan, bukanlah cara yangbenar! Apalagi Tayswe (panglima) tentu akan menyebar perintah penangkapan kemana-mana,mana kita dapat bersembunyi dengan aman? Turut pendapatku, lebih baik kita serahkan tusukkondai ini kepada nona, kebetulan beliau juga mempunyai sebuah tusuk kondai yang serupa,dengan demikian tanggung beliau pasti akan gembira sekali. Kemudian jika kuminta tolong kepadanona supaya memintakan pengampunan pada Tayswe, kemungkinan besar bukan saja kitadibebaskan dari penangkapan, bahkan Tayswe akan menghadiahkan kau suatu pangkat pula.Bukankah cara demikian adalah terlebih bagus?Masih si lelaki menegas dengan kesangsian, Apakah kau yakin dapat membujuk nona?Aku adalah dayang kesayangannya. Kali ini jika bukan gara-garamu, masakan aku tegaberpisah dengan nona. Bila aku meminta ampun, ia tentu meluluskan, apalagi aku membawabarang persembahan yang berharga! jawab si perempuan.Tapi jika ia menanyakan dari mana kau peroleh barang itu, bagaimana jawabmu?Tentang itu, itu ..... sekali ini si perempuan tak dapat menemukan jawaban yang tepat.Melihat itu si lelaki buru-buru menyatakan, Kurasa lebih baik kita langsung persembahkanbenda pusaka ini pada Tayswe saja. Mungkin kau tak tahu bahwa Tayswe itu asal-usulnya juga darikalangan Lok-lim (penyamun). Asal beliau sudah menerima barang pusaka, tak nanti iamendesakmu untuk memberi keterangan dari mana kau peroleh. Tidak demikian dengan nona. Ai,tapi makin kupandang benda ini makin besar rasa sayangku. Sebenarnya kita rugi kalaumenyerahkannya kepada Tayswe!Kau tentu cukup kenal perangai Tayswe, maka lebih baik kita serahkan saja. Oh, ya, teringataku sekarang. Bulan muka tanggal 15 ini, nona akan merayakan hari pernikahannya! Itu suatukesempatan bagus bagi kita. Dengan persembahan kita itu, masakan Tayswe takkan dimabukkegirangan. Hai, kenapa kau ini?Jawab si lelaki, Bocah ini mengerti ilmu silat, lebih baik sekali bacok kumampuskan dia sajadaripada kelak menimbulkan urusan. Menyingkirlah, jangan kau merintangi aku!Kiranya lelaki itu hendak membunuh Toan Khik-ya, tapi dihadang oleh kawannya perempuan.Jangan, jangan, masakan kita tak berperikemanusiaan. Sudah merampas barangnya masih maumengambil jiwanya. Turutlah permintaanku, lepaskan dia. Jika kau membangkang, aku tak sudimengikut kau! seru si perempuan.Ai, mengapa hatimu selemah ini? si lelaki mengomel, Baiklah, kuturut permintaanmu, apaboleh buat, ya siapa yang suruh aku suka padamu? Nah, berikanlah tusuk kondai itu padaku danayo kita lekas pergi dari sini. Ha, ha, sungguh benda pusaka bagus!Baru lelaki itu mendorong daun jendela hendak loncat keluar, belum suara ketawanya sirna,tahu-tahu tubuhnya bergoncang dan sebagai tonggak, ia berdiri tegak seperti patung. Tring, tusukkondai yang digenggamnya itupun jatuh ke lantai. Berbareng itu Toan Khik-ya pun loncatmenghadang si perempuan.Ternyata walaupun baru berumur 16 tahun, tapi kepandaian Toan Khik-ya sudah bukan olaholahhebatnya. Sewaktu mencium bau wangi tadi, segera ia sudah curiga. Buru-buru ia gunakanilmu pernapasan Pit-hi-hoan-gi untuk menutup hidungnya. Obat bius Ke-bing-ngo-ko-hoan-hunhiangyang biasa digunakan oleh kaum persilatang itu, sudah tentu tak mempan terhadap dia. Iatadi hanya pura-pura saja pingsan untuk melihat perkembangan. Dan kedua penyatron itu ternyatakena diingusi.Si perempuan tadi terkejut dan hendak menerobos lari, tapi kena disambar Toan Khik-ya.Bukan urusannya, lepaskan dia! Kalau mau bunuh, bunuhlah aku! si lelaki buru-buruberteriak.Ternyata si lelaki itu kena tertutuk jalan darahnya oleh tutukan Keh-gong-tiam-hiat (menutuk

dari kejauhan) yang dilepas Toan Khik-ya. Tubuhnya tak dapat bergerak, tapi mulutnya masih bisabersuara. Ini disebabkan karena Toan Khik-ya masing kurang pengalaman. Karena terburu-buru, iasampai lupa untuk menutuk jalan darah pembisu orang.Biasanya, adalah si maling yang takut bersuara, sebaliknya kini Toan Khik-ya yang takut simaling bersuara. Setelah membikin bisu si lelaki, barulah Toan Khik-ya lepaskan perempuan itu.Jangan takut, mengingat kau tadi melindungi jiwaku, akupun takkan membunuh suamimu itu.Hanya saja tusuk kondai pusaka itu adalah warisan keluargaku, jangan kalian ambil, kata ToanKhik-ya dengan tertawa.Perempuan itu tertegun, berulang-ulang ia menghaturkan terima kasih, Terima kasih ataskelapangan hati Siangkong. Sudah tentu kami tak berani mengambil barangmu. Harap Siangkonglepaskan kami saja!Toan Khik-ya menyahut dengan tertawa, Nanti dulu, kalau mau pergi mudah saja, asal kaumemberi keterangan yang jujur. Dari pembicaraanmu tadi, rupanya kau ini bujang perempuan darikeluarga pembesar. Siapakah nona majikanmu itu, lekas bilang!Merah padam muka si perempuan, setelah bersangsi sejenak, barulah ia berkata, Dengansejujurnya aku ini adalah budak dari puteri Ciat-tok-su daerah Lo-ciu sini.Oh, kiranya kau ini pelayan dari nona Sik Hong-sian, puteri Sik Ko itu? Tapi mengapa kauberkawan dengan bangsat itu hendak mencuri barangku? tegur Toan Khik-ya.Mendengar Toan Khik-ya menyebut nama nona majikannya, perempuan itu makin terkesiap.Katanya pula, Ya, karena aku diam-diam pergi dengan dia. Dia menjabat sebagai wi-su(pengawal) dari Sik-tayjin, dan kami .... kami .....Ha, kiranya begitulah. Kau suka padanya, lalu minggat bersama, bukan? Toan Khik-yamenegas.Perempuan itu tersipu kemalu-maluan.Huh, kekasihmu itu boleh juga. Rupanya ia pun suka padamu. Baiklah, kuampuni dia, kataToan Khik-ya.Perempuan itu hendak menghaturkan terima kasih, tapi Toan Khik-ya mencegahnya, Nantidulu, tadi kau katakan hendak menyerahkan tusuk kondaiku ini kepada nona majikanmu sebagaibarang persembahan. Entah mempunyai kerja apa nonamu itu?Bulan muka tanggal 15 nona hendak keluar pintu, sahut si perempuan.Mendengar itu Toan Khik-ya melongo.Apa? Nonamu hendak keluar pintu? ia menegur.Menduga Toan Khik-ya tak mengerti maksud kata-kata itu, si bujang perempuan memberiketerangan, Benar, keluar pintu artinya menikah. Nona majikanku hendak menjadi pengantin!Toan Khik-ya tercengang, katanya dengan tergagap-gagap, Jadi, jadi ia akan kawin?Tiba-tiba saat itu di sebelah luar terdengar derap kaki orang, menyusul ada orang berteriakteriak,Ada pencuri, ayo bangun tangkap pencuri!Seketika terdengarlah suara berisik dan langkah orang berderap-derap. Hotel itu ternyatamemegang teguh ketertiban. Setiap malam ada orang jaga. Jaga malam itu kaget mendengar ributributdari kamar Toan Khik-ya. Karena jeri seorang diri tak berani menangkap pencuri, maka iaberteriak-teriak memanggil kawan.Wajah bujang perempuan tadi menjadi pucat. Tergopoh-gopoh ia meminta pada Toan Khik-ya,Mohon, mohon Siangkong sukalah lepaskan dia!Toan Khik-ya juga gugup. Tanpa banyak bicara lagi, ia segera membuka jalan darah bekas wisuitu. Begitu dapat bergerak, bekas wi-su itu segera ajak kekasihnya loncat keluar jendela. Darisitu loncat ke atas rumah terus melenyapkan diri.Melihat di atas wuwungan rumah ada tubuh orang, jaga malam itu menyurut ketakutan.Berselang beberapa jenak, baru ia berseru kepada orang-orang yang mendatangi, Aman, sudahaman, pencurinya sudah melarikan diri.Toan Khik-ya menyimpan tusuk-kondainya lalu tutup kepala dengan selimut, pura-pura tidurlagi. Tak berselang berapa lama, terdengar pintu kamarnya diketuk. Ternyata yang datang adalahpengurus hotel yang menanyakan keterangan kalau-kalau barangnya ada yang tercuri maling. Toan

Khik-ya pura-pura terkejut dan tak mengetahui apa-apa. Barang bekalannya sederhana sekali,setelah pura-pura memeriksanya sebentar, ia mengatakan tiada kehilangan apa-apa.Dengan bangga, si penjaga malam menepuk dada, Untung ada aku hingga si pencuri ketakutanlari!Habis itu ia minta persen pada Toan Khik-ya. Toan Khik-ya memberi sedikit uang dan kawananjaga malam itupun lantas ngeloyor pergi.Semalam itu Toan Khik-ya tak dapat tidur. Pikirannya selalu bertanya-tanya, Ia mau kawin,kawin dengan siapa? Ah, sayang tadi aku tak keburu menanyakan keterangan Itu kemauan SikKo atau ia sendiri yang menyetujuinya? .... Ai, karena ia toh bakal menjadi pengantin, apakah akumasih perlu menjumpainya untuk menceritakan tentang tusuk-kondai pusaka ini? Ayahku danayahnya, semasa masih hidup sama mengikat persaudaraan, sekali pun tidak dikarenakan urusanperjodohan itu, aku harus datang kepadanya dan memberitahukan asal-usulnya ..... Ya, benar, dalampertemuan nanti untuk sementara takkan kukemukakan perjodohan itu.Demikian setelah mendapat keputusan, dapatlah Toan Khik-ya meramkan mata barang beberapajenak. Tapi hanya beberapa saat saja, haripun sudah mulai terang tanah. Ia berkemas danmeneruskan perjalanannya Ke Lo-ciu lagi.Berjalan tak berapa lama, tiba-tiba didengarnya di sebelah muka ada sorak-sorai gegap gempita.Buru-buru ia cepatkan langkahnya. Setelah membelok di sebuah tikungan gunung, dilihatnya dijalanan ada dua rombongan orang tengah bertempur. Dari corak pakaiannya, partai yang satu terdiridari tentara negeri dan partai lawan adalah kawanan begal. Di belakang mereka tampak berjajarbelasan buah kereta. Para kusirnya sama angkat tangan ke atas pertanda menyerah. Turut peraturangolongan Hek-to, yaitu kaum bandit, apabila tiada perlawanan maka pemilik dari barang-barangyang akan dirampasnya itu, tidak boleh dibunuh.Dari dalam hutan pohong siong, makin banyaklah kawanan penyamun yang keluar. Karenakalah banyak jumlahnya, lama kelamaan pihak tentara negeri menjadi keteter. Saat itu kawananpenyamun sudah siap hendak membawa pergi kereta-kereta barang itu.Sungguh banyak dan brutal (kurang ajar) sekali kawanan penyamun itu. Masakah di siang haribolong mereka berani merampok. Hm, jika kereta-kereta itu terampas mereka, bukankah pasukanyang menunggu rangsum itu akan mati kelaparan? pikir Toan Khik-ya. Ia duga belasan kereta itumemuat bekal rangsum.Ketika berumur 10 tahun, Toan Khik-ya pernah ikut ayahnya membantu perjuangan Thay-siu(setingkat gubernur) Thio Sun menjaga kota Sui-yang. Dengan mata kepala sendiri, kala itu iasaksikan bagaimana ngenasnya kawanan serdadu yang kehabisan rangsum. Kesan itu sampaisekarang tak pernah ia lupakan.Aku pun tak mau membunuh kawanan penyamun itu, asal dihalau pergi, cukuplah! pikirnya.Setelah mengambil keputusan, ia lari menghampiri mereka dan berseru lantang-lantang, Hai,tengah hari bolong mengapa kalian berani merampas barang orang. Ayo, lekas enyah dari sini!Kawanan penyamun itu tertawa keras. Mereka tak mengacuh sama sekali pada seorang bocahseperti Khik-sia.Hai, kacung yang masih ingusan apa kau mau ikut-ikutan cari perkara? bentak mereka denganserempak. Lekas pulang minta netek ibumu saja, awas golokku tak bermata, tahu!Kepala penyamun rupanya cukup berpengalaman. Melihat gerakan Toan Khik-sia yang gesittadi, ia terperanjat. Hati-hati, bocah itu tak boleh dipandang enteng! serunya segera.Belum habis ia memperingatkan kawan-kawannya, Toan Khik-sia sudah menerjang ke dalamgelanggang. Tanpa membalas ejekan mereka, Toan Khik-sia mencabut pedang tinggalan mendiangayahnya, terus dibolang-balingkan kian kemari. Tring, tring, terdengar beberapa kali suaragemerincing. Kejut si kepala penyamun bukan kepalang. Golok, pedang, tombak, samaberhamburan kutung di tanah demi terbentur pedang Toan Khik-sia.Mendadak pemimpin penyamun itu timpukkan bandringan rantai Liu-sing-juinya untukmenghantam po-kiam Toan Khik-sia. Namun sempat Khik-sia menghindar dan secepat kilatdisambarnya bandul bandringan itu terus disambitkan kembali. Trang, tepat sekali bandul itumenghantam bandul yang kedua. Suaranya berderang memecah telinga. Kedua bandul itu

melayang ke udara. Cepat Khik-sia menyambuti yang sebuah lagi dengan tangannya kiri, kemudiandiiring dengan gerakan pedang di tangan kanan, ia menari-nari lagi. Tring, tring, kembali beberapabatang tombak dan golok lawan tergempur kutung!Jika kalian tetap tak mau enyah, jangan salahkan kalau aku melukai orang. Po-kiamku ini jugatak bermata, awaslah, lebih baik kalian lekas menyingkir saja! untuk yang kedua kalinya Khik-siamemberi peringatan.Kepala penyamun itu menahan nafas, serunya dengan nyaring: Baik, terima kasih ataskebaikan saudara. Selama gunung masih menghijau, lain kali kami tentu akan minta pengajaranlagi padamu!Dan sekali memberi komando, kawanan penyamun itu berbondong-bondong pergi. Datangnyacepat, perginya pun lekas, persis seperti gelombang laut yang pasang surut. Sebentar saja merekasudah lenyap dari pemandangan.Opsir pasukan tentara bergegas-gegas lantas datang menghaturkan terima kasih kepada ToanKhik-sia.Ah, untuk urusan kecil itu tak usah begitu sungkan, sahut Khik-sia sembari hendak berlalu.Siau enghiong (ksatria cilik), kau sudah membuat pahala besar, apakah tak berminat mendapathadiah dan pangkat? buru-buru opsir itu berseru.Acuh tak acuh Khik-sia menjawab: Aku masih kecil, tak inginkan pangkat. Aku pun takkekurangan uang, tak butuh hadiah apa-apa. Nah, selamat tinggal!Opsir itu tercengang, sesaat kemudian ia acungkan jempolnya berseru memuji: Inilah ksatriagagah sejati! Ai, Siauenghiong, tunggu dulu, tunggu dulu, aku belum menanyakan namamu yangmulia dan kemana tujuanmu?Dengan acuh tak acuh Khik-sia memberitahukan namanya dan menyatakan hendak menuju keLo-ciu.Opsir itu tertawa gelak-gelak: Kamipun justru kebetulan hendak menuju ke Lo-ciu juga. Kitasama seperjalanan. Ha, ha, Toan-siauhiap, tahukah kau untuk apa kami pergi ke Lo-ciu ini?Dalam saat itu, kawanan serdadu sudah mengangkat benderanya yang jatuh tadi. Disitutersulam huruf-huruf: Gui-pok-ciat-tok-su Tian.Mana aku tahu? sahut Khik-sia dengan tertawa.Menunjuk ke arah bendera, berkatalah opsir itu: Berkata dengan sejujurnya, kami ini dititahkanGui-pok-ciat-tok-su Tian tayciangkun untuk mengirim barang bingkisan ke Lo-ciu. Tiantayciangkun itu dahulu adalah bekas Hou-kun-thong-leng (panglima) dari An Lok-san. Dia denganSik Ko, sama-sama menjadi panglima sebawahan dari An Lok-san. Keduanya akrab sekalihubungannya. Setelah Sik Ko menakluk pada kerajaan Tong, tak lama kemudian Tian tayciangkunpun menyusul tindakannya. Kini mereka berdua sama menjabat sebagai Ciat-tok-su. Sekalipundaerah kekuasaannya lebih kecil dari Sik Ko, tapi beliau terus-menerus membentuk pasukannya danmemperkuat perlengkapannya. Dalam hal kekuatan tentara, kini ia lebih kuat dari Sik Ko.Pula hati Khik-sia tergetar hatinya: Oh, jadi kalian ini hendak mengantar Lap-jay (bingkisan,emas kawin) ke Lo-ciu? Apakah kedua keluarga itu hendak mengikat pernikahan?Benar, Tian-tayciangkun hendak menikahkan puteranya yang sulung. Yang menerimabingkisan perkawinan itu, ialah puteri dari Sik ciat-tok-su. Mereka akan melangsungkanpernikahan pada nanti bulan muka tanggal 15. Keduanya sahabat karib dan sama-sama menjabatpangkat tinggi, sudah tentu barang-barang bingkisannya berharga mahal. Jika pembesar tinggimempunyai hajat kerja, kami kaum bawahannya inilah yang lari pontang-panting.Dalam perjalanan, sudah dua kali kami berhantam dengan kawanan penyamun, kata opsir itupula, sungguh tak nyana gerombolan penyamun yang tadi begitu lihaynya. Untung mendapatbantuanmu hingga barang bingkisan itu dapat diselamatkan. Jika tidak, ah, mungkin batang kepalakami sudah menggelinding! Toan-siauhiap, terangkah kau sekarang, betapa besar pahalamuterhadap Ciat-tok-su kami itu? Ha, ha, jika kau kepingin kaya sajam pangkat apa dan hadiah yangbagaimana, asal kau membuka mulut, Tayciangkun tentu akan meluluskan!Oho, begitu kiranya? Semula kukira kalian ini mengawal rangsum, kata Khik-sia.Tertawa opsir itu: Barang ini lebih penting dari rangsum. Karena kita sama-sama bertujuan ke

Lo-ciu, itulah bagus sekali.Diam-diam Khik-sia geli, pikirnya: Sudah tentu kamu mengatakan bagus karena dapatmenggunakan aku sebagai tukang kawal dengan gratis. Huh, aku sendiri yang sial, masakahdisuruh orang mengantar bingkisan untuk calon isteriku!Tanpa tunggu penyahutan Toan Khik-sia lagi, opsir itu segera suruh orangnya menyediakankuda untuk anak muda itu. Sementara itu Khik-sia baru mengetahui bahwa kereta pengangkutbarang-barang itu semua berjumlah 12 buah.Hm, entah berapa banyak darah dan keringat rakyat yang diperas untuk membeli barangbarangini! Jika dibelikan rangsum, entah cukup untuk memelihara berapa puluh ribu serdadu!pikir Khik-sia.Dalam perjalanan itu tak henti-hentinya pikiran Khik-sia melayang. Sekonyong-konyongterdengar suara mendesing, dua batang anak panah yang dilengkapi dengan suitan, melayang keluardari dalam hutan. Karena ada Toan Khik-sia, nyali opsir itu jadi besar. Segera ia keluarkanperintah untuk menyusun barisan guna menghadapi musuh.Segerombolan penyamun berkuda segera menerobos keluar dari hutan. Pemimpinnya berwajahputih licin, seorang dari pertengahan umur yang bergaya seperti sasterawan.Melihat jumlah mereka tak banyak, opsir itu makin congkak. Ia segera menganjurkan ToanKhik-sia: Hm, kawanan manusia yang ingin cari mampus itu datang lagi. Toan-siauhiap, kali inisebaiknya kau jangan beri ampun lagi, paling tidak kau harus basmi benggolan-benggolannya!Tanpa disadari, Khik-sia keprak kudanya maju menyongsong. Menatap sejenak pada anakmuda itu, si kepala penyamun berseru: Apakah kau tadi yang jual jasa pada kawanan budak itu?Urusan tadi hanya secara kebetulan saja berjumpa. Kata-kata jual jasa itu sungguh tak tepat.Tolong tanya, apa maksud kedatangan Cecu ini? sahut Toan Khik-sia.Oh, begitu! Tapi tahukah kau barang apa yang mereka bawa itu? tanya si kepala penyamunpula.Barang bingkisan emas kawin dari Gui-pok-ciat-tok-su Tian Seng-su untuk Sik Ko di Lo-ciu,jawab Khik-sia.Tepat, toh sudah tahu mengapa kau masih sudi jual jiwa pada Tian Seng-su? Harta benda yangtidak halal ini setiap orang berhak mengambilnya. Mereka adalah kawanan budak dari Tian Sengsu,karena mendapat tugas dan ingin kenaikan pangkat, jadi terpaksa mereka melakukan tugas itu.Tapi kau, kepandaianmu cukup tinggi, tentunya seorang Enghiong muda, masakan tak maumenghargakan diri dan sudi menjadi budak pembesar bejat?Toan Khik-ya terkesiap mendengar teguran kepala penyamun yang tajam itu. Dilihatnya dibelakang kepala penyamun itu berkibar selembar bendera besar yang bersulam gambar seekor ayamjago, yang tengah menengadahkan kepalanya dengan gagahnya. Tergerak hati Toan Khik-sia.Apakah kalian ini rombongan Hohan (orang gagah) dari gunung Kim-ke-nia? Tolong tanya,bagaimana kabarnya dengan Shin cecu? Dan bagaimana pula dengan Thiat-tayhiap Thiat-mo-lekkenalkah kau? tanyanya.Kepala penyamun itu berjengit kaget, serunya: Siapa kau? Ai, darimana kau perolehpedangmu itu? Kiranya ia dapat mengenali pedang pusaka yang dahulu dipakai oleh mendiangayah Toan Khik-sia, Toan Kui-ciang.Po-kiam ini adalah warisan dari ayahku! sahut Khik-sia.Kepala penyamun itu makin terperanjat, serunya: Jadi kau ini, kau ...Benar, aku adalah putera ayahku. Tak nanti aku mencemarkan nama ayahku, jangan kuatir.Tolong tanya siapakah namamu, Cecu? kata Khik-sia.Berjalan tak merubah nama, duduk tak mengganti she. Kim-kiam-deng-long To Peh-ing, ialahaku ini. Dahulu mendiang ayahmu itu seperti saudara sekandung dengan aku!Hai, kiranya To siok-siok, terimalah hormat Siautit ini, kata Khik-sia sembari memberihormat.Mendengar percakapan itu, keruan semangat opsir tadi serasa terbang dibuatnya. Buru-buru iaberseru: Toan-siauhiap, tolong mintakan kelonggaran bagi kami!To Peh-ing buru-buru mencegah Toan Khik-sia: Jangan berlaku begitu sungkan, kemudian ia

bertanya: Bagaimana hiantit hendak menyelesaikan urusan ini?Harap sioksiok menanti di samping saja, biarlah siautit mewakili untuk menyelesaikan, kataKhik-sia yang terus berpaling ke belakang. Menuding dengan pokiamnya, ia berkata kepada siopsir: Tian Seng-su memeras keringat rakyat untuk membeli barang bingkisan perkawinan ini,kurasa kalian tak layak menjual jiwa padanya. Apa yang dikatakan To sioksiok-ku tadi memangtepat. Harta benda yang tidak halal, setiap orang boleh mengambilnya. Nah, sekarang turunkanbarang-barang itu!Opsir itu gemetar dan berkata dengan tergagap-gagap: Toan-siauhiap ini, ini ....Tak usah takut, turunkan barang-barang itulah. Telah kumintakan kelonggaran, tak nanti jiwakalian diganggu. To sioksiok, orang-orang ini hanya melakukan kewajiban saja, harap kau luluskanpermintaanku.Baik, dengan memandang muka Hiantit, aku takkan mengganggu mereka. Hai, mengapakalian tak mau menerima pengampunan ini, apa masih mau berkelahi? Mengapa tak menyingkir?seru To Peh-ing.Opsir dan kawanan serdadu itu sudah menyaksikan kelihayan Toan Khik-sia. Apalagi seorangtokoh macam Kim-kiam-ceng-long To Peh-ing yang namanya tenar di dunia persilatan. Sudahtentu mereka merasa gentar.Hohan, meskipun sudah mengampuni jiwa kami, tapi dengan kehilangan barang antaran itu,masakan nanti sepulangnya di rumah kami masih bisa diberi hidup lagi? kata si opsir dengankuatir.Kalian tak perlu kuatir. Setelah kusuruh kalian turunkan barang-barang antaran itu, sudahtentu akulah yang bertanggung jawab. Jika Tian Seng-su berani melakukan pengejaran, akankusuruh ia menjadi setan tanpa kepala! kata Toan Khik-sia.Kemudian ia berpaling kepada To Peh-ing: Menjadi orang jangan kepalang tanggung,mengantar Buddha harus sampai di Se-thian, To-sioksiok, aku hendak mohon pinjam beberapaperak padamu untuk beramal.To Peh-ing tertawa: Ini juga miliknya Tian Seng-su, Hiantit boleh pakai sesukamu.Ia suruh anak buahnya untuk memeriksa kereta-kereta itu. Benar juga isinya penuh dengan masintan yang tak ternilai. Toan Khik-sia mengambil 10 kong perak, ditumpah di tanah. (Padajaman ahala Tung-tiau, uang kas negara itu dijadikan semacam bentuk goan-po, lalu dimasukkanke dalam kong (guci), agar mudah disimpan dan dibawa kemana-mana. Kong dibuat dari kayuyang kedua ujungnya berlubang. Sebelah diisi dengan 50 buah goan-po, setiap buah beratnya 10tail perak, lalu kedua ujungnya ditutup. Dan jadilah sebuah kong.Itu, lihatlah, semua kong ada capnya. Nyata Tian Seng-su menggunakan uang negara untukkeperluannya sendiri, pakai uang negara untuk hadiah pernikahan, kata To Peh-ing.Khik-sia suruh seorang anak buah To Peh-ing membuka kong itu, katanya: Kau bakal dilepasdari pekerjaan, berarti mangkuk nasimu akan hancur. Hal itu memang pantas disesalkan. Tadi telahkuhitung, kalian anak tentara ini, semua berjumlah 100 orang. Nah, baik golongan opsir maupunserdadu biasa, masing-masing boleh mengambil 5 goan-po. Dengan uang itu rasanya cukup untukmodal kecil-kecilan. Hal itu rasanya lebih berbahagia daripada hidup di bawah tindasan Tian Sengsu.Sekalian serdadu bergirang, pun kawanan opsirnya diam-diam menimang: Untuk melawanterang tak mungkinlah, mau tak mau kita harus tunduk juga. Dapat menyelamatkan jiwa itu sudahbaik. Apakah omongan anak muda itu dapat dipercaya bahwa Tian Seng-su tak akan mengusutnya,itulah urusan besok.Begitulah kawanan serdadu itu setelah menerima uang, lalu menghaturkan terima kasih danpergi. Melihat penyelesaian itu, To Peh-ing tertawa puas: Hiantit masih berumur muda, tapi dapatbekerja dengan bagus dan bertindak secara bijaksana, sungguh membuat orang kagum.Ah, jangan sioksiok memperolok begitu. Tadi karena limbung, siautit telah keliru mengirabingkisan Tian Seng-su sebagai rangsum. Aku sungguh menyesal sekali karena telah menyalahisahabat-sahabat dari Lok-lim, kata Khik-sia.Yang menghadang tadi ialah anak buah dari Im-ma-joan Tian Ma-cu. Biar nanti kukirimkan

satu bagian kepadanya sekalian menjelaskan salah paham ini. Kau tak perlu cemas, ujar To Pehing.Toan Khik-sia memberi salam pada sekalian thau-bak dari Kim-ke-nia, setelah itu iamenanyakan perihal Thiat-mo-lek lagi.Ada sebuah kabar girang bagimu, hiantit, Thiat-mo-lek bakal menjadi Beng-cu (ketua) darikaum Lok-lim (penyamun), kata Peh-ing.Benarkah? Ai, ya teringat sekarang aku. Suhengku pernah mengatakan, ia akan menyerahkancap dan surat tanda Lok-lim-beng-cu peninggalan dari Ong Peh-thong padanya. Rasanya suhengtentu sudah mengerjakan hal itu, kata Toan Khik-sia.Kini barulah Peh-ing tahu bahwa anak muda itu adalah sute dari Gong-gong-ji. Diam-diam iamembatin, itulah sebabnya maka Toan Khik-sia begitu lihaynya.Cap dan surat pertandaan itu sudah diterima oleh Thiat-mo-lek. Tapi di samping itu Gonggong-ji pun menyampaikan juga sebuah pesan dari almarhum ayahmu. Adalah karena pesan itumaka Thiat-mo-lek menjadi ragu-ragu untuk menerima jabatan Beng-cu. Tapi karena keadaanmemaksa, jadi terpaksa ia menerimanya juga, demikian Peh-ing menerangkan.Mengapa? tanya Khik-sia.Almarhum ayahmu menyampaikan pesan, bahwa jabatan Beng-cu itu tidak berarti.Sebenarnya Thiat-mo-lek pun menurut, karena ia sudah tak mau cari permusuhan lagi di kalanganLok-lim. Tapi kenyataan, setelah ia menolak jabatan itu banyaklah orang yang menginginkannya.Dalam beberapa tahun ini, karena hendak memperebutkan kedudukan Beng-cu, banyak tokoh Loklimyang saling gontokan. Di samping itu, Thiat-mo-lek selalu diganggu oleh orang-orang yanghendak meminta cap dan surat mandat itu. Sudah tentu ia tak mentah-mentah menyerahkan padasembarang orang. Disebabkan hal itu, ia tak dapat menghindar lagi tantangan-tantangan mereka.Uh, sungguh runyam. Seorang bawahan dari ayah angkatnya, segera menganjurkan supaya iaterima saja kedudukan Beng-cu itu. Beberapa kali ia mengadakan perundingan dengan kamiakhirnya setelah kami desak, ia terpaksa suka menerima kedudukan itu, demikian panjang lebarPeh-ing menutur.Dengan dasar apa kalian menganjurkan padanya? tanya Toan Khik-sia.To Peh-ing menghela nafas, ujarnya: Mungkin Hiantit tidak mengetahui. Soalnya terletak padawaktu yang makin berlarut-larut. Kala itu aku dan almarhum ayahmu mengira setelahpemberontakan An Su (An Lok-san, Su Su-bing) padam, negara tentu aman. Siapa tahu pembesarpembesardaerah telah meminta status otonom. Setiap Ciat-tok-su memperoleh bagian sebuahdaerah kekuasaan. Mereka bertindak seolah-olah raja kecil (war lord) di daerahnya. Keadaanrakyat di daerah-daerah lebih payah dari semula. Karena penderitaannya, rakyat seakan-akandipaksa menjadi penyamun. Dari hari ke hari, jumlah mereka bertambah banyak. Kamiberpendapat, daripada kedudukan Beng-cu jatuh ke tangan seorang jahat, lebih baik Thiat-mo-leksaja yang menjabatnya. Setelah bulat sepakat, kami minta Shin-cecu yang keluar untukmengundang para orang gagah dari segala aliran di dunia Lok-lim untuk menghadiripermusyawarahan besar yang akan diadakan pada nanti hari Peh-cun di gunung Kim-ke-san. Padahari itulah nanti kami dengan resmi akan memilih Thiat-mo-lek menjadi Lok-lim-beng-cu.Hari ini baru tanggal 8 bulan 2, jadi masih ada waktu tiga bulan lagi. Mungkin aku dapatmenghadiri keramaian itu, kata Khik-sia.He, jadi sekarang Hiantit tidak ikut kami naik ke Kim-ke-san? tanya Peh-ing.Maaf, aku masih ada sedikit urusan yang belum selesai. Nanti saja apabila urusan itu sudahberes, aku tentu akan datang menjenguk sekalian paman, kata Khik-sia.Oh, ya, tadi kau sudah berjanji pada kawanan opsir untuk memperingatkan Tian Seng-susupaya jangan mengganggu mereka. Ya, memang Hiantit harus pergi ke Lo-ciu dulu, tapi urusan itukan mudah, mengapa perlu memakan waktu sampai hari Peh-cun?Khik-sia menerangkan, bahwa selain itu memang ia masih ada lain urusan lagi hendakmenjenguk seorang sahabatnya di Lok-ciu. Ia berjanji akan berusaha sedapat mungkin untukmenghadiri rapat besar di Kem-ke-san nanti.Baiklah kalau begitu, kata Peh-ing, jika nanti tiba di Lo-ciu, tolong Hiantit cari berita

bilamana Sik Ko hendak mengirimkan barang-barang bingkisan kawin itu. Biar kami nantimenggasaknya lagi. Di Lo-ciu kami pun mempunyai orang. Hiantit boleh mencari orang itu.Begitu sudah mendengar berita, Hiantit boleh suruh dia menyampaikan pada kami.Habis berkata, Peh-ing menyerahkan sebuah alamat pada Khik-sia dan memberitahukan tentangkode pengenal. Ternyata informan (colok) Kim-ke-san yang ditempatkan di Lo-ciu itu bernama TioPeh-liong. Sebenarnya ia adalah Hu-pangcu (wakil ketua) dari kaum Kay-pang di Lo-ciu.Begitulah Toan Khik-sia segera ambil selamat berpisah dengan rombongan To Peh-ing, lalubergegas-gegas menuju ke Lo-ciu. Setibanya di kota itu ia langsung menuju ke tempat Tio Pehliongdan tinggal di situ.Tio Peh-liong lama tinggal di kota Lo-ciu. Sehari suntuk ia ajak Khik-sia putar kayun di dalamkota serta meninjau letak tempat kediaman Ciat-tok-su Sik Ko. Besok malamnya, Toan Khik-siaberganti pakaian ya-heng-ih (pakaian ringkas peranti berjalan malam), lalu menuju ke gedung Ciattok-su. Sudah tentu kepada Tio Peh-liong ia hanya mengatakan hendak menyirapi berita tentangpengiriman bingkisan kawin Sik Ko dan tak mau menerangkan kalau sekalian hendak menyelidikikeadaan tunangannya.Tepat dikala Toan Khik-sia masuk ke dalam gedung Ciat-tok-hu, kala itu Sik Ko tengahbertengkar mulut dengan isterinya dalam kamar rahasia. Pertengakaran itu mengenai urusanperkawinan puteri mereka.Isteri Sik Ko itu, telah menerima pesan terakhir dari mendiang ibu Hong-sian, sewaktu ibukandung nona itu hendak menutup mata. Ibu Hong-sian itu telah memberikan dua pesan, pertama,supaya mengasuh puterinya dengan baik, kedua, supaya Hong-sian itu dijodohkan pada puterakeluarga Toan yang semenjak kecil sudah ditunangkan.Sebenarnya Sik-hujin (isteri Sik Ko) sudah beberapa kali bermaksud hendak memberitahukanHong-sian tentang asal-usulnya, tapi dikarenakan takut kepada sang suami, jadi hal itu tetap masihdisimpan dalam hatinya saja. Tapi kini urusan sudah memuncak, kabarnya Tian Seng-su sudahsuruh orang-orangnya mengirim bingkisan. Karena cemas dan gelisah, nyonya itu menjadi nekat.Ia ajak suaminya bercekcok.Semenjak lahir, ayah-bunda Hong-sian sudah menetapkan perjodohannya dengan putera ToanKui-ciang. Kini mengapa kau hendak menikahkan pada lain orang? Demikian Sik-hujin menegursuaminya.Orang tua Hong-sian kan sudah menutup mata, pun Toan Kui-ciang juga sudah gugur dalampeperangan. Jika kau tak bilang, siapa yang tahu akan perjodohan Hong-sian dengan keluarga Toanitu? sahut Sik Ko.Sik-hujin membantah: Jadi orang harus mempunyai liang-sim (nurani). Tempo dulu Toan Kuiciangpernah menolong seisi rumah keluargamu, sebaliknya kini kau hendak menyerahkanmenantunya pada lain orang. Coba tanyalah pada perasaan hatimu sendiri! Dan lagi cobarenungkan. Ayah Hong-siang, Su Ih-ji, adalah seorang cin-su (cendekia) yang termasyhur. Kala ituia dicelakai oleh An Lok-san dan ditangkapnya. Sekalipun pada masa itu kau dan Tian Seng-suhanya melakukan tugas sebagai orang sebawahan An Lok-san, tapi perbuatanmu itu sungguhmenyakiti keluarga Su .!Diam! bentak Sik Ko dengan gusarnya. Apakah kau hendak menceritakan kejadian itu padaHong-sian agar anak itu memusuhi aku?Kata Sik-hujin: Mana aku mempunyai pikiran begitu. Aku hanya memikirkan ....Lagi-lagi Sik Ko memutus omongan isterinya: Sekalipun aku dianggap berdosa terhadapkeluarga Su, tapi aku telah merawat anak isterinya, dan sekarang mengusahakan supaya anaknyadapat jodoh yang genah, seorang keturunan keluarga yang keadaannya seratus kali lebih baik darikeluarga Toan, masakah arwah Su Ih-ji takkan merasa berbahagia di alam baka?Sik Ko masih kuatir isterinya akan membocorkan rahasia itu. Maka ia segera berganti sikapbahasanya, dari main gertak menjadi ramah membujuk.Soalnya bukan begitulah, sanggah Sik-hujin, Lu-hujin tinggal di rumah kita ini hanyasebagai mak-inang (wanita yang memberikan air susunya). Sampai pada ajalnya, ia tetap tak dapatmengenalkan diri pada anaknya. Jika kita sampai mengingkari pesannya, ia tentu tak dapat

mengaso dengan tenteram di alam baka. Ya, selain itu, dahulu ketika hendak membasmi An Loksan,semuanya ialah yang merencanakan, hingga anak buah An Lok-san berontak dan puteranyasaling membunuh sendiri. Dalam hal mencapai pangkat Ciat-tok-su yang kau peroleh sekarang ini,ia mempunyai andil juga. Suami isteri Toan itu melepaskan budi besar sekali kepada kita, sekarangadalah saatnya kau harus membalasnya. Turut pendapatku, batalkan saja pernikahan dengankeluarga Tian itu!Muka Sik Ko sebentar merah sebentar pucat. Dengan kertak gigi ia menggeram: Kau hanyatahu soal balas budi saja tapi tak mengerti akan soal lain yang teramat penting. Jika Hong-siantidak jadi dinikahkan dengan keluarga Tian, jiwaku pun sukar dipertahankan!Sik-hujin tersentak kaget, serunya: Masakah sampai begitu? Tian-ciangkun adalah sahabatbaikmu, masakah karena batal berbesan lantas membunuh kau? Dan kau toh bukan seorangpanglima yang tak berdaya!Hah, kau seorang wanita masakah mengerti urusan negara. Tian Seng-su itu mempunyai citacitahendak mencaplok daerah Lo-ciu. Sudah lama ia mengandung cita-cita itu. Pada tahun-tahunbelakangan ini ia terserang penyakit jiat-tok-hong (demam panas). Setiap musin panas tiba, tentukambuh ....Ia mempunyai penyakit jiat-tok-hong, apa hubungannya dengan urusan negara? tukas Sikhujin.Ah, hujin, kau tak tahukah, kata Sik Ko, karena tersiksa dengan penyakitnya itu, ia lantastimbul ingatan hendak merampas daerah kita sini. Ada orang memberitahukan padaku, ia seringbilang kepada orang-orang bahwa daerah Gui-ciu itu terlalu panas sekali, makanya ia bermaksudhendak pindah ke wilayah Shoa-tang yang lebih nyaman iklimnya. Shoa-tang adalah wilayahpropinsi dan ibu kotanya ialah Lo-ciu kita ini.Ah, itu hanya suatu alasan belaka, kata Sik-hujin.Benar, tapi dikarenakan ia mengandung cita-cita begitu, tidak dengan alasan tadipun ia bisacari alasan lain. Ya, telah kuselidiki betul-betul. Dalam beberapa tahun terakhir ini ia sudahmengumpulkan anak tentara sebanyak 3000 orang. Dengan pasukan yang diberi nama Gwe-thoklanitu ia hendak menyerang kita!Ha, makanya kau lantas serahkan Hong-sian, supaya ia jinak dan batalkan rencananya. Tapikalau memangnya ia mempunyai nafsu jahat itu, sekalipun sudah terikat famili, masakan ia takmelaksanakannya? tanya Sik-hujin.Kalau sudah menjadi famili, masakah ia tidak merasa rikuh? Dan lagi selama ini kitaperlakukan Hong-sian sebagai anak kandung sendiri. Setelah menjadi anggota keluarga Tian,masakah ia takkan melindungi kita? Ia bukannya seorang gadis biasa ....Ya, mengertilah aku, tukas Sik-hujin, kamu mau jadikan Hong-sian sebagai orangmu dalamkeluarga Tian, makanya kau begitu ketakutan kalau aku sampai membocorkan rahasianya.Tentunya kau kuatir kalau ia tahu kau bukan ayah kandungnya, lalu tak mau mati-matianmembelamu.Memang begitu, tapi akupun tak mau 100% mengandalkan pada budak perempuan itu, kataSik Ko, Di samping itu, akupun bermaksud hendak mengikat pernikahan dengan Leng Ho-ciang,Ciat-tok-su dari Hwat-ciu. Dengna pernikahan segitiga itu, rasanya keamanan masing-masing dapatterjamin. Sayang anak perempuan dari Leng Ho-ciang dan anak lelaki kita masih kecil, jadi urusanpernikahan ini harus menunggu dulu. Sekarang yang paling perlu, kita harus lekas menjadikanpernikahan Hong-sian dengan keluarga Tian itu.Sik-hujin menghela nafas, ujarnya: Kini kau menjabat kedudukan sebagai pembesar tinggi,suatu peruntungan yang tak sembarang orang dapat menikmati. Tapi kenyataan, kau selalu hidupdalam kegelisahan, hari-hari kau lewatkan dengan penuh kekuatiran. Itu artinya percuma saja.Turut pendapatku, lebih baik kau minta pensiun saja pulang ke kampung halaman. Tian Seng-sumau mencaplok daerah Shoa-tang atau tidak, biarkan sajalah. Pernikahan ini tetap kita batalkan!Pikiran wanita yang cupat! teriak Sik Ko dengan marahnya, dengan susah payah kurebutkedudukan Ciat-to-su ini, sekarang kau mau suruh aku lepaskan kedudukan ini untuk orang lain.Hm, hm, tanpa pangkat dan nama apa bisa mendapat kekayaan?

Tapi bagaimana kau hendak mempertanggungjawabkan apabila kelah putera Toan Kui-ciangbertanya padamu? Ingat, Toan Kui-caing pun pernah melepas budi besar kepadamu. Dan urusanini lambat atau laun tentu tak dapat mengelabui Hong-sian, biarpun aku tak bilang, kelak jika puteraToan Kui-ciang datang kemari, ia tentu akan mengatakannya juga. Dan bila Hong-sian sudahmengetahui, ia tentu akan mengutuk kau!Air muka Sik Ko menjadi gelap, hawa pembunuhan merangsangnya. Dengan keras ia berseru:Jika bocah dari keluarga Toan itu berani datang kemari menunjukkan hal itu, tentu akankubunuhnya!Kejut Sik-hujin bukan kepalang, serunya: Ciangkun, itu melanggar perikemanusiaan! Apayang kau lakukan ini barulah benar-benar memikirkan kepentingan anak kita!Persetan dengan perikemanusiaan segala! sahut Sik Ko dengan gusar, aku berbuat demikepentingan anak kita!Kau hendak bunuh bakal suaminya, apakah hal itu kau anggap memikirkan kepentingananak? sahut Sik-hujin.Sik Ko tertawa ejek: Kau hanya memandang Toan Kui-ciang itu seorang baik-baik, tapi kau takmeneliti bagaimana asal keturunannya!Semasa hidupnya, orang-orang menyebutnya sebagai Toan-tayhiap! kata Sik-hujin.Berapakah harganya sebutan Tayhiap itu per katinya? Sik Ko mengejek, Tayhiap atauSiauhiap hanya merk kosong yang diberikan oleh orang persilatan saja. Paling-paling mereka ituhanyalah bangsa manusia yang bergelandangan di dunia persilatan!Jangan kau memandang begitu rendah pada Toan-tayhiap. Taruh kata kau lupa akan budinya,tapi kau seharusnya ingat bahwa ia pernah membantu Tio Sun mempertahankan kota Sui-yang, jadiia seorang yang berjasa kepada negara! nyonya itu tetap tak mau kalah bicara.Sik Ko tertawa, katanya: Ai, Hujin, mengapa kau begitu kolot? Dalam jaman kacau begini,siapa yang dapat merebut nama dan kekayaan, itulah yang disebut orang gagah. Apa itu segalamacam teori kosong tentang tiong-gi (kesetiaan dan kebajikan)? Apa sih yang dikatakankejujuran? Tio Sun seorang pembesar yang setia, tapi buktinya sampai sekarang ia tak lebih hanyamenjabat sebagai Thay-siu dari kota Sui-yang saja. Sejak menakluk pada kerajaan Tong, aku belumpernah menghadapi pertempuran besar, tapi aku tahu apa yang harus kuperbuat. Kuperjuangkandaerah kekuasaan, kukumpulkan anak buah tentaraku, hasilnya kini aku dapat menjabat sebagaiCiat-tok-su!Untuk sesaat Sik-hujin tak dapat menjawab, dengan berseri girang Sik Ko lanjutkan ocehannya:Anggap sajalah Toan Kui-ciangitu benar-benar seorang Tayhiap yang gagah dan setia kepadanegara, ya, tetapi bagaimana seorang Tayhiap dapat menandingi kedudukan Tiang Seng-su sebagaiCiat-tok-su itu? Apalagi Toan Kui-ciang itu toh sudah meninggal, jangan-jangan puteranya yangtiada beribu-bapa itu sudah jadi seorang gelandangan! Hm, hm, kita tidak menjodohkan puteri kitadengan putera seorang Ciat-tok-su, masakah kita malah memberikannya kepada seorang bocahgelandangan! Hm, hm, jika ia berani datang kemari, ya, demi untuk kepentingan anak kita, terpaksakubunuh dia nanti!Karena dirangsang oleh kemarahan lagi takut, sesaat Sik-hujin tak dapat membantah kata-katasuaminya itu. Ia hanya menggerutu panjang pendek: Ai, Ciangkun, karena matamu silau padaharta kekayaan dan gila pangkat, lalu kau menghina pada orang. Tapi kurasa sifat anak kita itu takseperti perangaimu!Mendadak Sik Ko tertawa gelak-gelak, katanya kemudian: Sampai saat ini, ia tetapmenganggap aku sebagai ayah kandungnya sendiri. Apa yang kuperintahkan, ia tentu menurut.Mengapa kau katakan ia tak berperangai seperti aku? Jika tak percaya, biarlah sekarangkupanggilnya kemari, biar kusuruh ia mencaci-maki Toan Kui-ciang agar kau dapatmendengarnya!Begitulah Sik Ko bergirang bukan kepalang karena merasa dapat menundukkan sang isteri.Sudah tentu ia tak duga sama sekali, bahwa yang dimakinya sebagai bocah gelandangan, puteraToan Kui-ciang yang bernama Toan Khik-sia itu, sebenarnya pada saat itu berada di luar jendelakamarnya.

Tapi Toan Khik-sia tak mendengar seluruh percakapan suami isteri itu. Ia agak terlambatdatangnya, jadi hanya dapat mendengar sebagian yakni ketika Sik Ko memaki kalang-kabut padamendiang ayahnya. Tapi hal itu cukup membuat Toan Khik-sia naik pitam, hampir saja ia maumenerjang masuk, tapi syukur pikiran jernih dapat menguasai dirinya: Tiada gunanya jugakubunuh dia. Mengingat ia adalah ayah angkat Su Yak-bwe, untuk sementara ini biarlah kuampunijiwanya, coba saja bagaimana ia nanti di kemudian hari. Memang sudah lazimlah kalau kaumpembesar negeri itu tentu korup dan mementingkan diri sendiri, mana aku dapat membunuh merekayang berjumlah begitu banyak? Semasa hidupnya mendiang ayahku juga tak suka mendendam.Dengan segala lapang hati beliau telah menolong keluarga Sik Ko. Aku hendak meneladanikepribadian ayah itu, tak bolehlah aku berlaku sempit dada!Memikir sampai di sini, redalah kemarahan Toan Khik-sia. Tapi pada lain saat ia menimangpula: Tadi ia katakan kalau Yak-bwe itu perangainya serupa dengan dia, benarkah ini? Ai, celaka,siapa yang dekat gincu tentu merah, yang dekat tinta tentu menjadi hitam. Diasuh oleh seorangayah begitu macam, mungkin Yak-bwe akan memandang rendah padaku seorang bocahgelandangan ini! Memang benarlah, ia sekarang adalah puteri dari seorang Ciat-tok-su. Untukmenjaga kehormatan, sudah selayaknya kalau menikah dengan putera seorang Ciat-tok-su juga!Tiba pada dugaan semacam itu, perasaan Toan Khik-sia makin bertambah suatu bebankegelisahan. Dengan susah payah kudatang kemari untuk mencarinya. Jika ia sampaimemicingkan mata, menjebitkan vivir, memandang sebelah mata padaku dan mendamprat akudengan getas, bukankah diriku ini seperti dibanting kedalam jurang kehinaan?Pikiran anak muda itu makin melayang jauh. Ia membayangkan bagaimana tunangannya itutiba-tiba muncul di hadapannya dengan tingkah laku yang congkak. Sembari berkacak pinggang,gadis itu memakinya: Hah, bocah gelandangan dari mana ini? Mengapa berani mati merangkaicerita kalau aku ini tunangannya sejak kecil? Hm,masakan bocah gelandangan seperti macammu itulayak menjadi suamiku?Tiba-tiba lamunan Toan Khik-sia itu tersentak buyar oleh seruan Sik-hujin yang memanggilseorang bujang perempuannya. Nyonya itu suruh si bujang memanggil Hong-sian.Bagus, lebih baik kuikuti budak itu ke tempat Yak-bwe. Bagaimanakah keadaannya? Hm, jikabenar karena salah asuhan dan kini ia mewarisi perangai jahat seperti Sik Ko, maka aku pun takkanmenghiraukannya lagi. Ya, lebih baik begini! pikir Khik-sia.Benar ilmu gin-kangnya belum memadai suhengnya yang dapat muncul lenyap sepertibayangan saja, namun ia pun sudah dapat mencapai tingkatan cepat laksana angin. Demikiandiam-diam ia menguntit budak perempuan itu, siapa sudah tentu tak merasa dikuntit.Di sebuah kamar yang indah, berhentilah budak itu. Di dalam kamar itu memancarkan sinarpenerangan. Pada kain jendela, tampaklah sesosok bayangan dari seorang gadis. Hati Toan Khiksiamenjadi dag-dig-dug, berdebar-debar tak karuan. Untuk pertama kali itulah ia bakal melihatwajah sang tunangan.Dengan gunakan Gin-kang, Khik-sia berindap-indap melesat ke belakang jendela danbersembunyi di dalam semak-semak pohon. Ia mengintip di celah kain gordin jendela yangsetengah tersingkap itu dan, duhai, matanya segera tertumbuk pada seorang nona yang amat cantikdalam pakaiannya yang serba menyedapkan. Tapi yang mengherankan, wajah nona jelita itu surammuram seperti tertutup oleh awan kedukaan. Tangan nona itu sedang menggenggam sebuah tusukkondai kemala yang bentuknya serupa benar dengan kepunyaannya.Jantung Toan Khik-sia mendebar keras, pikirnya: Mengapa ia menghadapi tusuk kondaikemala itu dengan merenung? Apakah ia sudah mengetahui tentang riwayat tusuk kondai itu?Saat itu terdengar mulut si jelita berkata seorang diri: Ai, aneh, mengapa mamah suruh akumengeluarkan tusuk kondai ini dan selanjutnya suruh aku memakainya terus, tak bolehditanggalkan lagi? Dan mengapa ia mengucurkan air mata di hadapan tusuk kondai ini? Apakah iatetap terkenang akan Lu-ma? Ya, memang Lu-ma selalu meninggalkan kesan pada kita, tapibukankah ia hanya seorang mak-inang saja? Mengapa mamah begitu memandang tinggi padabarang peninggalan Lu-ma?Walaupun kata-katanya itu diucapkan dengan pelahan, namun dapatlah Toan Khik-sia

mendengarnya dengan jelas: Oh, kiranya benar-benar seorang nona angkuh dan suka memandangrendah pada lain orang, demikian pikirnya.Sudah tentu apa yang dinilai Toan Khik-sia itu hanya apa yang dilihatnya saja. Padahal Hongsianitu memperlakukan mak-inangnya itu sebagai ibunya, walaupun ia tak tahu bahwa sebenarnyamemang wanita itu adalah ibu kandungnya sendiri.Tiba-tiba pintu kamar diketuk oleh bujang perempuan tadi.Apakah itu Jun-bwe? Mengapa malam-malam datang kemari? tegur si nona.Sambil melangkah masuk, budak itu berkata: Nona, kau ini benar-benar seorang yangmenghargai kecintaan. Lu-ma sudah meninggal beberapa tahun, tapi kau masih mengenangkannya.Apakah kau sedih melihat tusuk kondai peninggalannya itu? Ah, sudahlah, baik nona janganbersedih, aku membawa kabar girang bagimu.Mulutnya menghibur, tapi anehnya tiba-tiba budak itu tampak muram wajahnya sendiri. Iamenghela nafas, kemudian berkata lagi: Ah, jika Lu-ma masih hidup, ia tentu akan girang sekali.Hong-sian tertegun, ujarnya: Jangan mengoceh tak keruan kau! Mengapa kau katakan akuakan girang?Budak itu tertawa: Ai, nona masih belum mengetahui bahwa bingkisan orang sudah di dalamperjalanan.Bingkisan apa? seru Hong-sian keheranan.Bingkisan apa lagi kalau bukan dari Gui-pok-ciat-tok-su Tian-ciangkun. Loya telahmenjodohkan nona pada putera Tian-ciangkun, kabarnya nanti bulan muka tanggal 15 harikebahagiaan nona akan dilangsungkan!Hong-sian menunduk kemerah-merahan wajahnya. Diam-diam ia membatin: Oh, makanyadalam waktu terakhir ini ayah sering memuji-muji putera Tian-ciangkun di hadapanku. Katanyaanak muda itu adalah keturunan dari seorang panglima, seorang pemuda gagah yang memiliki ilmusilat tinggi. ..........(tulisan tak terbaca) aku!Sementara itu si budak sedang berkata pula dengan tertawa: Seorang jejaka kalau sudah besartentu berumah tangga, seorang gadis jika sudah dewasa tentu keluar pintu. Anak harimau dengananak harimau, itulah sembabat sekali. Nona, jangan malu-malulah, mari silahkan ikut aku, Hujinsudah menantimu!Apakah mamah memanggil aku? tanya Hong-sian.Bujang itu mengiyakan: Kurasa hujin tentu akan membicarakan urusan pernikahan padamu.Nona, akulah yang pertama yang menyampaikan berita girang ini, nanti aku akan minta hadiah padanona.Hadiah apa? Minta hadiah sebuah tamparanku? kata si nona.Budak itu tertawa cekikikan, serunya: Aduh, celaka aku, biar nanti kuadukan Hujin bahwanona tak dapat membedakan mana yang harus diberi hadiah dan mana yang diberi hukuman.Jika kedua majikan dan bujangnya itu tengah berkelakar dalam kamar, adalah di luar sana ToanKhik-sia seperti disayat sembilu hatinya. Pikirnya: Tampaknya ia tak menentang urusanpernikahan itu!Lagi-lagi Toan Khik-sia tidak bijaksana didalam menjatuhkan prasangka. Pada masa itu, gadistidak mempunyai hak untuk memilih pasangannya. Semuanya diatur oleh pihak orang tua yangmengambil keputusan dari keterangan kaum bah-tau (comblang). Hong-sian sama sekali tak tahusiapa dan bagaimanakah putera Tian Seng-su itu. Baikkah atau jelekkah? Lebih-lebih ia tak tahubahwa dirinya sejak kecil sudah dipasangkan dengan Toan Khik-sia. Jadi terhadap urusanpernikahan itu, ia tak mempunyai pendirian apa-apa.Tiba-tiba Hong-sian berseru: Hai, Jun-bwe, dengan siapa kau datang kemari ini, mengapa taksuruh dia masuk?Ternyata karena getaran sang hati, tanpa sadar Khik-sia telah menyentuh tangkai bunga hinggamengeluarkan suara berkeresekan.Budak itu tersentak heran, jawabnya: Hanya aku seorang diri, masakan membawa kawan?Belum habis kata-kata bujang itu, Hong-sian sudah mendorong daun jendela dan sebat sekali iasudah loncat keluar. Hai, siapakah yang bersembunyi di situ? bentaknya.

Karena sudah kepergok, Toan Khik-sia pun tak mau main sembunyi lagi. Ia loncat keluar darisemak pohon, lalu berkata dengan mengejek: Kuhaturkan selamat pada nona yang akan mendapatjodoh seorang baik-baik! Tapi kukuatir ayah-bundamu yang berada di alam baka itu akan berdukahatinya!Mendadak ada seorang pemuda tak dikenal berdiri di hadapannya, kejut Hong-sian bukankepalang. Buru-buru ia cabut pedangnya dan membentak: Apa katamu? Siapa kau ini, mengapatengah malam buta berani menyelundup masuk kemari? Rasanya kau ini tentu bukan orang baikbaik,bukan bangsat tentu pencuri!Toan Khik-sia tertawa lebar, sahutnya: Aku bukan orang baik-baik, bukan penjahat tentupencuri? Ha, ha, puaskanlah hatimu untuk memaki aku dengan kata-kata apa saja! Nah, biarkuberitahukan padamu, aku ini putera dari Toan Kui-ciang!Sepasang alis Hong-sian berjungkat lalu mendamprat lagi: Ha, benar, bukan orang baik-baik.Maling kecil, lihat pedangku!Bagus, menyebut diriku maling kecil, maling kecil lebih buruk lagi dari gelandangan kecil,pikir Khik-sia sembari menghindar. Berturut-turut ia menghindari tiga kali serangan pedang,setelah itu baru menegur: Nona besar, mengapa kau mengecap diriku sebagai seorang penjahat?Hong-sian tertawa dingin, menyahut: Naga tentu beranak naga, dan burung hong tentu beranakburung hong. Anak perampok kemana parannya lagi?Marahlah Toan Khik-sia dengan hinaan itu. Kau menghina aku itu masih mending, tapi kauberani juga memaki orang tuamu, kau punya ..... hm, memaki ayahku.Hampir saja mulutnya mengatakan kau punya mertua. Untung ia teringat agar lebih baikjangan mengatakan hal itu dulu.Hong-sianpun gusar, pikirnya: Bangsat kecil ini benar-benar kurang ajar, masakan arwahayahnya seorang perampok, dijadikan orang tuaku. Seketika ia berseru semakin bernafsu:Menteri pemberontak, anak perampok, tidak layakkah dimaki? Tetap akan kumaki ayahmupejabat itu, nah kau mau apa?Sudah tentu Khik-sia tak mengetahui mengapa Hong-sian memaki ayahnya perampok dandirinya sebagai keturunan penjahat itu. Padahal bukan tak ada sebabnya Hong-sian berbuat begitu.Itulah Sik Ko yang menjadi gara-garanya. Kuatir keluarga Toan akan mengutus orang untukmenarik janji pernikahan dengan Hong-sian, maka Sik Ko lantas merangkai cerita. Kepadaputerinya, Sik Ko sering menceritakan tentang kejadian-kejadian di dunia persilatan. Ia katakan:Toan Kui-ciang itu seorang penjahat yang ganas, kemudian dapat ditangkap oleh tentara negeri dandihukum mati. Sik-hujin karena takut akan suaminya, jadi tak pernah menyebut-nyebut nama ToanKui-ciang di hadapanputerinya itu. Jadi dalam pengetahuan Hong-sian, Toan Kui-ciang itu adalahtokoh jahat seperti apa yang digambarkan Sik Ko. Sudah tentu terhadap sang ayah itu, Hong-siantak ada alasan untuk tak mempercayainya.Saking gusarnya panca-indera Toan Khik-sia seperti mengeluarkan asap. Jika masih memakilagi, tentu kutampar mulutmu! bentaknya sembari secepat kilat merapat maju, terus ulurkantangannya ke muka si nona.Hong-sian terperanjat. Ia bermaksud menarik pedangnya untuk menghalau tapi sudah takkeburu. Untung Toan Khik-sia tiba-tiba merubah ingatannya. Pikirnya: Ah, tidak boleh.Walaupun ia belum menikah padaku, tapi ia sudah dijodohkan menjadi isteriku. Sebelum janjiperjodohan itu dibatalkan, turut kesopanan aku tak boleh memukulnya. Apalagi aku tak bolehdipengaruhi oleh nafsu amarah seketika, lantas melupakan hubungan akrab dari keluarga Toan danSu pada masa yang lampau.Ternyata ilmu silat Hong-sian pun tidak lemah. Hanya sekejap saja Toan Khik-sia ragu-ragutadi, Hong-siang sudah lantas menyabat tangan si anak muda. Jika Toan Khik-sia tak cepat-cepatmenarik tangannya, jarinya tentu sudah terpapas kutung.Bermula karena melihat orang hanya bertangan kosong saja, Hong-sian hanya bermaksud akanmeringkusnya saja untuk diserahkan kepada ayahnya. Tapi setelah tadi hampir saja ia termakantamparan si anak muda, dari malu menjadi gusar. Pikirnya: Ha, anak perampok ini lihay juga! Ah,tolol benar aku ini mengapa akan memberi kelonggaran pada bangsa penjahat. Jika tak kuberi

hajaran, seumur hidup aku tak dapat mencuci hinaan tadi!Hong-sian mewarisi ilmu pedang dari Biau Hui Sin-ni. Dalam gusarnya, Hong-sian mainkanpedangnya dengan gencar untuk mengarah jalan darah yang berbahaya dari si anak muda. Benarilmu gin-kang Toan Khik-sia sudah cukup sempurna, tapi dengan gunakan ilmu gong-chiu-jip-pekjim(dengan tangan kosong merampas senjata), ia tetap tak mampu merebut pedang ceng-kongkiamHong-sian. Paling-paling Toan Khik-sia hanya dapat menjaga diri agar jangan sampaitermakan pedang saja.Seperti diketahui, sebenarnya anak muda itu mempunyai ribuan kata-kata hendak diucapkan dihadapan si jelita itu (termasuk keputusannya yang datangnya secara tiba-tiba, yakni hendakmembatalkan saja janji perjodohan itu! Tapi berhadapan dengan si nona yang se..... (tidak terbaca)untuk bicara?Pada saat itu mendadak Toan Khik-sia balikkan tubuh sambil kebatkan lengan baju si anakmuda tapi pedangnyapun segera tergubat oleh lengan baju lawan. Dicobanya untuk menarik, tapitak berhasil.Toan Khik-sia menghela nafas longgar, kemudian tertawa gelak-gelak: Nona, kau keliru!Sebenarnya Hong-sian sudah kuatir kalau-kalau si anak muda akan balas memukul, maka ia punmenjadi tertegun demi anak muda itu hanya mulutnya saja yang berkata-kata.Bagaimana kesalahanku? serunya.Turut ucapanmu tadi, air tentu mengalir ke bawah, artinya bagaimana orang tuanya tentubagaimana itu pula anaknya. Dalil itu salah. Dirimu sendiri itu, menjadi bukti yang nyata! kataKhik-sia.Sudah tentu Hong-siang tersentak heran, tanyanya: Apa maksud kata-katamu itu?Ayah kandungmu sendiri adalah seorang manusia terpelajar, gagah perwira dan arif bijaksana.Beliau adalah seorang lelaki jantan yang pantang perbuatan haram, tak gentar menghadapiancaman, seorang yang berhati lurus dan mulia! Kau adalah puterinya, tapi mengapa sedikitpunkau tak mewarisi sifat-sifatnya yang mulia itu?Setelah diangkat menjadi panglima daerah, Sik Ko mempunyai kekuasaan besar. Sejak itudirinya seolah-olah dipagari oleh orang-orang yang pandai menjilatnya. Sampai-sampai Hong-siansendiri sudah merasa jemu mendengar puji sanjung dari kawanan penjilat itu. Tapi selama itu, takpernah ia mendengar ada orang yang memuji-muji seperti apa yang diucapkan Toan Khik-sia itu.Ayahku seorang Bu (militer), ia jarang sekali membaca buku. Pelajaran ilmu surat dan syairyang kupelajari di waktu kecil, adalah Lu-ma yang mengajarkan padaku. Sebagai seorang Ciat-toksu,setiap hari ayah sibuk dengan urusan kantor, jadi tak sempat mengenal segala macam filsafatbudi pekerti. Kata-kata pujiannya tadi, tak tepat bagi ayah, pikir Hong-sian.Tapi dalam pada itu diam-diam ia terperanjat juga melihat tutur kata si penjahat kecil itu.Tanpa disadari ia bertanya: Turut katamu tadi aku ini tak sepadan dengan ayahku, habis dalampandanganmu, bagaimanakah diriku ini?Kau? Ai, kau sudah diracuni Sik Ko. Turut penglihatanku, kau sudah berubah menjadiseorang siau-jin yang temaha kekayaan. Kalau tidak, tak nanti kau berpeluk tangan menunggununggujadi menantu seorang Ciat-tok-su, pula tak nanti kau memaki aku sebagai maling kecil!jawab Toan Khik-sia.Selebar muka Hong-sian merah padam dibuatnya. Dengan gusarnya ia menyemprot: Bicaramuini pagi hitam, sore putih. Baru saja mulutmu memuji ayah, kini lidahmu sudah berganti nadamemakinya!Memang benar, yang kupuji itu ialah ayah kandungmu yang asli, dan yang kumaki ialah si SikKo! Bukankah tadi kau memaki ayahku? Kau memaki ayahku sebagai menteri pemberontak danperampok. Padahal seharusnya kata-kata itu adalah buat alamatnya Sik Ko! Dia pernah bertekuklutut menghamba pada An Lok-san dan lagi ia justeru berasal dari kalangan Lok-lim!Marah Hong-sian tak dapat dikendalikan lagi. Tak tunggu si anak muda menghabiskan katakatanya,ia sudah mendampratnya: Ngaco belo! Kalau bukan gila, tentulah kau memang sengajahendak menghina kami ayah dan anak, lihat pedangku!Dan sekali gentakkan pedangnya dari libatan lengan baju, ia lantas menusuk. Toan Khik-sia

menghindar lagi, serunya lantang-lantang: Apakah kau masih tak jelas? Kau akui seorang penjahatsebagai ayah! Jika kau masih begitu limbung, ayah bundamu yang sudah meninggal itu tentu takdapat meram di alam baka!Dengan ucapan itu sudah dua kali Toan Khik-sia memperingatkan Hong-sian kalau ayahbundanya sudah meninggal. Pertama tadi, ketika ia memergoki Toan Khik-sia bersembunyi di luarkamar. Mungkin karena terkejut melihat seorang asing muncul dengan tiba-tiba, Hong-sian buruburumencabut pedang dan tak menghiraukan kata-kata anak muda itu. Tapi untuk ucapan ToanKhik-sia yang terakhir ini, benar-benar ia mendengarnya dengan jelas. Hatinya tergetar malu, gusardan heran. Sambil menusuk, ia memaki: Kurang ajar, dah mengaku penjahat sebagai ayahmu!Khik-sia tetap tertawa dingin dan menegaskan lagi: Ya, kau sudah mengaku penjahat sebagaiayahmu!Sudah tentu Hong-sian tak percaya. Dalam gusarnya, ia putar pedangnya makin gencar. Olehkarena sibuk melayani, jadi Toan Khik-sia tak sempat berbicara lagi.Sekonyong-konyong terdengar suara Sik Ko membentak: Hai, siapa itu? Berani matimenyelundup ke dalam gedung Ciat-to-hu sini?Kiranya karena sampai sekian lama Hong-sian tak datang, Sik Ko lantas lari menjenguknya.Demi melihat Hong-sian menghunus senjata dan tengah bertempur dengan seorang asing, kejutnyabukan kepalang.Yah, lekas kemarilah! Ini ada seorang gila yang mengaku sebagai anaknya Toan Kui-ciang!seru Hong-sian.(Halaman 34-35 kosong !!!!)Ada pula yang menerangkan: Loya tadi bertempur dengan si penjahat, mungkin Loya kelewatcapek menggunakan tenaganya.Mendengar laporan itu Sik-hujin terperanjat dan marah, dampratnya: Kalian semua ini hanyakawanan tukang gegares belaka. Masakan ada penjahat masuk ke sini, kalian tak tahu sama sekalihingga bikin kaget nona dan Loya saja!Ma, mereka tak dapat dipersalahkan. Penjahat itu lihay sekali! kata Hong-sian.Siapa penjahat yang bernyali besar itu? Apakah kau masih ingat bentuk rupanya? Panggilkepala pengawal untuk menangkapnya!Penjahat itu adalah anaknya Toan Kui-ciang. Ia amat tangguh sekali, dapat muncul lenyapmenurut sesuka hatinya. Percuma panggil pengawal ....Belum habis si nona menutur, Sik-hujin tampak seperti orang yang tiba-tiba terserang penyakitdemam, tubuhnya menggigil, wajahnya pucat lesi. Dengan nada sember ia berkata: Ah, ia benarbenardatang memenuhi janji!Hong-sian buru-buru memapak Sik-hujin. Pikirannya menjadi gundah, tanyanya: Mah, apamaksud katamu itu?Sik-hujin tenangkan goncangan hatinya. Sesaat ia tersadar akan kata-katanya yang terluncurdari mulutnya tadi. Ia anggap urusan itu tak boleh diceritakan di hadapan orang banyak. Katanya:Ah, tidak apa-apa. Tadi karena ketakutan, aku sampai mengoceh tak keruan. Dalam beberapatahun terakhir ini, setelah memegang kekuasaan militer, ayahmu telah membunuh banyak jiwa.Aku kuatir ada roh penasaran yang menagih jiwa padanya. Lekas angkut ayahmu ke dalam!Di dalam Ciat-to-hu ada seorang tabib. Selekasnya tabib itu segera dipanggil. Setelahmemeriksa nadi pernafasannya, si tabib memberi keterangan bahwa pembesar itu tidak apa-apahanya apa yang disebut golakan hawa panas menyerang ulu hati. Tetapi harus beristirahatsecukupnya. Kemudian tabib itu menulis resep.Sik-hujin lega hatinya mendengar keterangan tabib itu. Ia segera suruh orang-orang berlalu danhanya tinggalkan seorang budak perempuan untuk menjaga suaminya. Setelah itu ia berkata kepadaHong-sian: Pergi ke kamar, aku hendak bicara padamu!Dengan hati tak tenteram, Hong-sian mengikuti Sik-hujin menuju ke kamar rahasia. Setelahmengancing pintunya, Sik-hujin lalu bertanya dengan pelahan-lahan: Apa yang dikatakan oleh

putera Toan Kui-ciang kepadamu tadi?Hong-sian menerangkan: Banyak sekali yang dikatakannya kepadaku, tapi kata-katanya inianeh-aneh seperti orang gila. Huh, lebih baik kau jangan dengarkanlah.Tidak, karena toh urusan sudah berlarut, aku pun tak takut mendengarkannya. Ya, apakatanya? kata Sik-hujin.Apa boleh buat Hong-sian menuturkan: Ia bilang ayah dan mamah ini bukan orang tuaku yangasli. Ayah dan ibu kandungku sudah meninggal dunia. Mah, apakah hal itu benar?Sik-hujin menggigit bibir, wajahnya tampak gelap. Sekonyong-konyong ia pegang tanganHong-sian untuk menjaga kalau dirinya jatuh, kemudian dengan suara berat berkata: Memangbenar!Kejut Hong-sian tak terkatakan dan menjeritlah ia: Apa benar? Mah, mengapa dulu-dulu kautak memberitahukan padaku? Siapakah orang tuaku yang asli, bilamana mereka meninggal?Sik-hujin mulai dapat menenangkan hati. Katanya dengan pelahan: Akan kuberitahukanpadamu, tapi kau harus lebih dulu kasih tahu padaku apa lagi yang dikatakan Toan-kongcu tadi?Mendengar Sik-hujin berganti bahasa menyebut Toan-kongcu, keheranan Hong-sian makinmenjadi-jadi. Pikirnya: Ia memukul ayah, tetapi mengapa mamah masih begitumengindahkannya? Ah, disitu tentu terselip sesuatu!Sekalipun saat itu sudah tahu bahwa Sik-ko dan isterinya itu bukan ayah-bunda kandungnya,namun Hong-sian masih tetap membahasakan ayah-mamah kepada mereka.Setelah merenung sejenak, wajah Hong-siang tiba-tiba memerah, katanya: Mah, ia memaki aku....Ha, ia memaki padamu? Memaki apa saja? tanya Sik-hujin.Ia memaki aku ..... memaki aku menanti-nanti menjadi nyonya mantu Ciat-tok-su. Mah,apakah benar-benar ayah hendak menjodohkan aku dengan putera Tian-pehpeh?Hong-sian seorang nona yang memiliki ilmu silat, jadi nyalinya besar. Namun membicarakantentang masalah perkawinan, tak urung wajahnya merah kemalu-maluan juga.Sebelum menjawab, lebih dulu Sik-hujin menghela nafas, ujarnya: Oh, makanya Toan-kongcubegitu marah, memang ayahmu telah berbuat salah. Untung kita belum menerima panjar darikeluarga Tian.Mendengar di dalam kata-kata Sik-hujin itu ada sesuatu hal, Hong-sian bertanya pula: Mah,aku masih belum berminat kawin. Tetapi ada sangkut-paut apa dengan orang she Toan itu?(Halaman 38-39 kosong .....!!!)...... kecil.Ah, makanya dia telah memaki aku sebagai anak yang tak berbakti! diam-diam ia teringatakan ucapan Toan Khik-sia.Ia menghapus air matanya, memakai tusuk kondai kemalanya lagi terus berjalan keluar. Sikhujinmenghela nafas dalam. Ia insyaf bahwa sejak itu ia bakal kehilangan seorang anak yangsudah dianggapnya sebagai puterinya sendiri. Tapi iapun merasa terhibur karena sejak saat itu,hatinya bebas dari kutukan liang-simnya (nurani) sendiri.oooooOOOOOoooooTak berapa lama Sik Ko pun tersadar dari pingsannya. Begitu membuka mata ia segeramenampak puterinya Yak-bwe berdiri di depan tempat tidurnya.Apakah penjahat tadi sudah lari? Bagaimana mamahmu? tanya Sik Ko dengan gelisah.Mamah berada di kamar belakang. Ayah, anak tidak berbakti, maafkanlah aku tak dapatmerawatimu, kata Yak-bwe.Sik Ko berjengat kaget dan loncat bangun. Apa .... apa katamu?Kali ini anak sengaja datang menghaturkan selamat tinggal!Mendengar itu naiklah darah Sik Ko: Kau mau ikut pada maling kecil itu? Dia bilang apa

padamu? Sian-ji, jangan sekali-kali kau percaya pada ocehannya!Tenang-tenang Yak-bwe menjawab: Janganlah ayah marah. Anak sekali-kali takkan ikutpadanya. Tapi yang benar, dia itu bukan maling atau penjahat. Yah, semuanya anak sudah tahu,jangan kau sembarangan memaki orang.Saking gusarnya tubuh Sik Ko sampai menggigil. Tapi ia insyaf, bahwa kedudukannya hanyatergantung pada puterinya itu. Ia berusaha untuk menekan kemarahannya, katanya dengan nadagentar: Sian-ji, apa saja yang telah kau ketahui itu?Yang sudah lampau, janganlah kita bicarakan lagi. Yah, kutahu kau sedang meresahkansesuatu hal. Kau takut Tian-pehpeh akan merampas daerah Lo-ciu ini, bukan?oh, jadi mamahmu sudah memberitahukan padamu tentang urusan pernikahanmu? Takmengapalah, Sian-ji, meskipun kau bukan anak kandungku, tapi sejak kecil kau kuperlakukansebagai darah dagingku sendiri, kan? Sekarang aku sedang dalam kesulitan. Di atas pundakmuhendak kuletakkan sebagian beban kesulitan itu. Dengan menikah pada keluarga Tian, pertamahubungan kedua keluarrga menjadi baik yang berarti juga akan lenyapnya ancaman itu. Kedua,bagimupun ada baiknya. Baik buruk Tian Seng-su itu juga seorang Ciat-tok-su. Suamimu adalahputeranya yang sulung. Setelah nanti Tian Seng-su mengundurkan diri, sudah tentu kedudukannyaakan diserahkan puteranya itu. Pada waktu itu kau tentu menjadi It-bin-hujin (nyonya agung).Kekayaan dan keagungan akan kau miliki semuanya. Sian-ji, jangan kau bimbang-bimbang lagi!Yak-bwe tahankan amarahnya untuk mendengarkan ceramah Sik Ko. Setelah itu barulah iabicara: Adalah karena hendak membalas budi ayah terhadap diriku selama bertahun-tahun itu,maka aku sengaja datang kemari untuk turut memikul beban kesusahanmu ....Girang Sik Ko bukan buatan. Belum Yak-bwe habis bicara, ia sudah lantas menyeletuk: Jadidengan begitu, berarti kau setuju akan pernikahan itu. Bagus, kau benar-benar puteriku yangmanis!Yah, membantu kesukaran dengan urusan pernikahan adalah dua perkara. Ayah boleh legakanpikiran, aku mempunyai daya untuk membuat Tian-pepeh tak berani mengganggu Lo-ciu, tapiuntuk itu aku perlu pinjam cap kebesaran Ciat-tok-su.Sik Ko kembali tersentak kaget, serunya: Perlu apa kau pinjam capku itu? Sian-ji, aku takmemperlakukan kau buruk .....Yak-bwe mengambil keluar sepucuk surat, katanya: Adalah karena hendak membantukesukaran ayah, maka aku hendak pinjam cap itu untuk dibubuhkan pada surat ini.Surat apa itu? tanya Sik Ko.Dengan mencontoh gaya ucapan ayah, aku telah menyiapkan sepucuk surat kepada Tianpepeh.Surat ini surat biasa saja, isinya hanya menanyakan kewarasan Tian-pepeh. Apakah ayahkepingin kubacakan?Sik Ko terheran-heran, tanyanya: Apa artinya itu? Tak hujan tak angin mengapa menanyakankewarasannya?Memang surat biasa itu tak ada artinya jika diantar oleh seorang pegawai kita. Tapi akanberubah maknanya, jika aku sendiri yang akan mengantarkannya, kata Yak-bwe.Sik Ko berasal dari kalangan Lok-lim. Segera ia mengetahui persoalannya. Ho, jadi kau maumenggunakan siasat kirim golok meninggalkan surat!Hanya meninggalkan surat tak perlu menitipkan golok. Tapi cukup untuk mematahkan nyaliTian-pepeh juga. Hanya saja bila ayah masih menganggap kurang cukup, biarlah nanti kuunjukkansedikit gaya padanya!Tersipu-sipu Sik Ko goyangkan tangannya: Jangan, jangan, masih belum perlu! Kau, kau ....Sebenarnya Sik Ko hendak mengatakan kau sudah menjadi anggota keluarga Tian. Tapidenganwajah membaja Yak-bwe sudah lantas menukasnya: Kau setuju rencanaku itulah baik, tidakpun boleh. Tapi yang pasti, tak nanti aku menikah dengan keluarga Tian. Kini aku sudahmengetahui bagaimana asal-usul keturunanku. Bagaimana kelak seharusnya aku menjadi manusia,aku sudah mempunyai pendirian sendiri, tak usah ayah kesal-keal memikirkan diriku lagi.Sik Ko cukup paham akan puterinya itu. Pikirnya: Jika ia memaksa akan pergi, apa dayakuuntuk menghalanginya? Bahwa ia datang mengajak berunding padaku itu membuktikan bahwa ia

masih tak melupakan budiku, ia masih menganggap aku sebagai ayah. Tapi dengan rencananya itu,terang akan menyalahi keluarga Tian. Jika caranya melaksanakana kurang pandai, tentu akanmenimbulkan bencana!Ia merenung sebentar, pikirnya pula: Tapi jika tak menurut kehendaknya, ia tentu mengambekdan tinggal pergi. Kalau sampai pihak keluarga Tian datang menjemput mempelainya, bagaimanaakan kujawabnya? Ini juga dapat mengundang bahaya. Ah, celaka, kabarnya bingkisan keluargaTian sudah berada dalam perjalanan, kukuatir dalam 2-3 hari ini tentu sudah datang.Selagi Sik Ko dalam kebingungan, tiba-tiba di luar terdengar suara orang ribut mulut. Ketikadidengarjanya ternyata salah seorang pengawalnya yang menjabat Koan-su (pengurus rumahtangga) tengah ribut dengan bujang perempuan yang menjaga kamar situ.Aku hendak melaporkan suatu urusan penting pada Tayswe, mengapa kau menghalangi? kataKoan-su itu.Jawab si budak perempuan Malam ini Tayswe mengalami kaget, harus beristirahat. Jangankeras-keras bicara nanti membikin kaget Tayswe pula.Mendengar itu Sik Ko berseru keras-keras: Aku sudah bangun, ada urusan apa itu, suruh diamasuk!Kemudian ia membisiki Yak-bwe: Coba kau bersembunyi di belakang pintu angin sana dulu!Koan=su malam-malam datang melapor, tentu ada kejadian yang buruk. Demikian Sik Komenimang-nimang dalam hati. Saat itu masuklah si koan-su. Setelah memberi hormat, ia melapor:Sebenarnya hamba tak berani mengganggu Tayswe, tapi karena sebuah urusan yang luar biasapentingnya, jadi terpaksa datang kemari juga.Sik Ko kerutkan keningnya lalu memberi perintah: Jangan banyak ini itu, lekas ceritakan!Dengan naga gemetar koan-su itu berkata: Barang bingkisan yang dikirimkan Tian-ciangkun,di tengah jalan telah dirampas orang!Sik Ko terbeliak, kaget, serunya: Di mana?Dalam daerah Lo-ciu!Siapa yang merampasnya? tanya Sik Ko.Koan-su menerangkan: Kabarnya adalah gerombolan penyamun dari gunung Kim-ke-san danseorang pemuda yang menurut desas-desus puternya Toan Kuui-ciang ....Sik Ko marah sekali. Hm, lagi-lagi maling kecil itu! ia menggeram.Si koan-su melongo, ia melanjutkan laporannya: Tian-ciangkung mengutus orangnya kemarimemberitahukan bahwa perampasan itu terjadi dalam daerah kekuasaan kita, maka Tian-ciangkunminta Tayswe menangkap penjahatnya. Tian-ciangkun mengatakan pula, apabila Tayswekekurangan tenaga, ia suka mengirimkan pasukannya yang disebut Gwe-thok-lam yang terdiri dari3000 orang, untuk membantu Tayswe.Wajah Sik Ko berubah membesi. Ia memberi isyarat tangan pada Koan-su itu: Ya, aku sudahmengerti, kau boleh pergi!Mengapa tiba-tiba wajah Sik Ko berubah membesi itu? Kiranya pasukan Gwe-thok-lam itu,memang khusus dibentuk Tian Seng-su untuk menyerang daerah Lo-ciu. Kebetulan terjadiperistiwa pembegalan barang bingkisan. Dengan alasan hendak membantu Sik Ko, Tian Seng-suakan mengirim pasukan itu ke Lo-ciu. Ini berarti mengundang harimau ke dalam rumah. Sik Komenginsyafi hal itu. Maka marah tapipun keder juga.Begitu koan-su pergi, Yak-bwe lantas keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan mukaberseri girang ia berseru: Yah, ini kebetulan sekali!Sik Ko makin gusar, geramnya: Bencana bakal datang, mengapa kau katakan kebetulan?Apakah kau tak dengar laporan koan-su tadi yang mengatakan bahwa Tian Seng-su akan mengirimpasukannya Gwe-thok-lam kemari?Yak-bwe tertawa: Barang antaran itu dirampas orang, apakah itu bukan kebetulan sekali?Dengan tak menerima barang antarannya, tentu mudahlah kelak kau membatalkan urusanpernikahan itu. Tanpa repot-repot mengangkut barang-barang itu kesana-sini, dan aku dapat pergidengan leluasa.Sik Ko meringis dibuatnya. Sampai beberapa saat baru ia berkata: Sian-ji, kau tak suka

menikah dengan keluarga Tian, tak usah kau mengucapkan kata-kata begitu. Coba kau pikirkansaja, setelah barang antarannya hilang, mana ia merasa puas padaku? Ia mengatakan hendakmembantu aku membekuk penjahatnya, tapi itu hanya alasan kosong. Menangkap penjahat ituhanya pelabi saja, yang benar ia hendak menduduki daerah Lo-ciu kita ini. Nah, bagaimana kauhendak suruh aku menghadapinya?Justru karena itulah, maka ayah tak usah takut menyalahinya. Mengapa kau tak ijinkan akumencoba rencanaku tadi, siapa tahu kalau bencana akan dapat dilenyapkan.Sekarang barulah Sik Ko mulai tergerak hatinya, pikirnya: Ya, ia benar. Jika berhasil, TianSeng-su tentu dapat dipaksa tak berani mengganggu Lo-ciu. Kalau gagal, pun paling-paling hanyamengorbankan jiwa seorang Hong-sian saja, toh anak itu bukan anak kandungku sendiri.Habis mengambil ketetapan, ia segera mengeluarkan cap Ciat-tok-sunya. Namun ia masih purapuraprihatin, ujarnya: Sian-ji, gedung Tian Seng-su itu dijaga ketat sekali, kau harus hati-hati. Ai,jika ada lain daya, sungguh aku tak merelakan kau pergi ke sana!Yak-bwe membubuhkan cap itu ke atas suratnya, katanya: Aku dapat menyesuaikan gelagat,harap ayah lepaskan pikiran. Atas budi kebaikan ayah yang sudah memelihara aku sampai sekianbesar ini, sudilah ayah menerima sembah baktiku!Habis memberi hormat, Yak-bwe terus tinggalkan gedung Ciat-tok-su. Sik Ko sepertikehilangan sesuatu. Ia tahu bahwa sejak saat itu, sang puteri tentu tak kembali lagi. Tapi iapunmerasa terhibur juga: Anak itu cukup berbakti. Sudah tahu akan asal-usulnya, namun toh ia masihtak lupa untuk membalas budiku.Dalam renungannya, tiba-tiba ia teringat akan perbuatannya yang lampau. Sungguh ia menyesaldemi teringat akan perlakuannya terhadap ayah-bunda Yak-bwe dahulu .....Sekeluarnya dari gedung Ciat-to-su, Yak-bwe rasakan dirinya bebas di alam raya. Girang danterkenang juga akan bayang-bayang kehidupannya yang lampau.Sejak ini, akupun juga seorang gadis dunia persilatan, pikirnya. Sesaat terlintas bayanganToan Khik-sia dalam kalbunya, pikirnya pula: Kelak apa bila berjumpa lagi, mungkin ia takmemandang rendah diriku lagi!Teringat ia akan Sik-hujin yang menanyai apakah ia menyukai calon suaminya itu? Kala itu iaelakkan pertanyaan dengan menjawab masih belum memikirkan soal perkawinan. Padahal sejakmengetahui bahwa Toan Khik-sia itu adalah bakal suaminya, sesaatpun pikirannya tak pernah lepaspada anak muda itu!Sebentar ia bergirang, sebentar gelisah, pikirnya: Ia seorang pemuda yang baik pribadinya,berilmu silat tinggi dan gagah serta cakap parasnya. Pemuda seperti itu sungguh jarang terdapat didunia.Tiba pada renungan bahwa pemuda itu ternyata menjadi calon suaminya, muka Yak-bwemenjadi merah. Diam-diam hatinya bergirang. Tapi demi mengingat dalam perjumpaan pertamaitu ia sudah bertengkar dengan pemuda itu, ia kuatir pernikahan mereka akan gagal. Mau tak mauYak-bwe merasa gundah hatinya.Setelah menempuh perjalanan selama tujuh hari, tibalah Yak-bwe di wilayah Gui-pok (sekarangTay-beng-koan di propinsi Ho-pak). Dalam masyarakat kerajaan Tong pada masa itu, pergaulanantara pria dan wanita agak bebas, tidak sekolot seperti sesudah ahala-ahala belakangan. (menurutpenyelidikan ahli sejarah Tan In-kho, Li Yan pendiri ahala Tong itu berasal dari keturunan suku Ih,sebuah suku yang tak terlalu kukuh pada adat istiadat. Terjadinya aliran kolot yang membuat adatistiadat feodal, baru dimulai pada ahala Song).Pada jaman Tong itu, terutama di daerah utara, soal kaum pria bergaul dengan wanita danwanita berkelana di luaran, adalah sudah jamak. Begitupun Yak-bwe yang kala itu menyaru sebagaikaum kelana, setibanya di daerah Gui-pok, pun tak menimbulkan perhatian orang sama sekali.Malamnya, Yak-bwe ganti pakaian ringkas, lalu menuju ke gedung Ciat-tok-su. Ia seorang nonayang memiliki Gin-kang sempurna dan ilmu pedang lihay. Sekalipun begitu karena baru pertamakali itu berkelana, tak urung hatinya berdebaran juga.Aku telah menepuk dada di hadapan ayah. Kalau sampai pulang dengan hampa tangan, wah,malulah! demikian pikirnya. Kemudian ia merasa geli sendiri. Beberapa hari yang lalu, ia (Toan

Khik-sia) secara diam-diam masuk ke gedung ayah dan aku memakinya sebagai pencuri kecil. Ah,tak nyana kalau sekarang akupun juga memasuki gedung Tian-pehpeh secara diam-diam danmenjadi pencuri kecil juga.Setelah melewati tembok, masuklah ia ke taman belakang dari Ciat-tok-hu. Ternyata di bagiantaman situ sunyi senyap keadaannya, tak tampak barang seorang penjaganya sama sekali. Iamenunggu beberapa saat. Jangankan kawanan penjaga, sedangkan kentongan ronda pun takkedengaran bunyinya.Konon kabarnya Ciat-tok-su Tian-pehpeh itu dijaga kuat sekali. Tiga ribu anak buah pasukanGwe-thok-lam, tiap-tiap malam bergiliran menjaga gedung ini. Tapi mengapa tak ada apa-apanya?Apakah kabar itu hanya kabar bohong belaka? Jika begini naga-naganya penjagaan di gedung ayahitu lebih baik dari sini! pikirnya.Nyali Yak-bwe menjadi besar. Dari taman itu ia terus masuk ke dalam. Belum berapa saat iaberjalan, tiba-tiba ia menampak ada dua orang Bu-su berdiri di samping sebuah gunung-gununganpalsu. Satu di pinggir sini, satu di sana. Mereka tegak berdiri seperti patung, sedikitpun takbergerak.Sekalipun tidak gugup, namun Yak-bwe juga berjaga-jaga. Tiba-tiba ia ragu-ragu apa lebih baikmenyergap dan menutuk jalan darah mereka atau menghindari mereka? Beberapa jenak kemudian,perhatiannya tergugah. Sikap kedua Bu-su itu mencurigakan sekali. Posisi mereka sejak tadi tidakberubah, yang satu tengah mengacungkan tombak dan yang satunya lagi mengangkat pukul besi.Sikapnya seperti orang-orangan batu yang dibuat menghiasi gunung-gunungan palsu disitu.Manusiakah itu atau orang-orangan saja? tanya Yak-bwe dalam hati. Ia tabahkan hati danmaju menghampiri. Astaga, kiranya mereka itu memang benar manusia hidup, hanya saja takberkutik karena sudah tertutuk jalan darahnya. Diam-diam Yak-bwe terkejut dan girang.Oh, ternyata ada lain orang yang lebih dulu dari aku masuk kemari. Siapakah dia? tanyanyapada diri sendiri.Dari situ ia maju terus. Dan kembali ia melihat pemandangan yang serupa. Ada 18 orang Bu-sutak berkutik karena tertutuk jalan darahnya. Yak-bwe makin bertambah herannya. Pikirnya: Jikasemua ini dilakukan oleh satu orang saja, wah hebat sekali dia! Suhu sering mengatakan, sepandaipandaiorang masih ada yang lebih pandai lagi. Ucapan itu benar sekali. Rupanya orang itumemusuhi Tian-pehpeh, tentunya takkan mengganggu aku. Ah, tak peduli siapakah dianya, lebihbaik kukerjakan urusanku sendiri!Gedung Ciat-tok-hu dari Tian Seng-su itu lebih luas dari gedung Sik Ko. Kamarnya berderetderettinggi rendah, sedikitnya ada beberapa ratus buah. Selagi Yak-bwe bingung bagaimana akanmencari kamar Tian Seng-su, tak terduga-duga ia telah mendapatkan apa yang dicarinya tanpa harusberjerih payah lagi.Bermula ia naik ke tengah wuwungan, dari situ ia memandang ke empat penjuru. Tiba-tiba iamendengar suara: harr-hurr yang aneh. Yak-bwe segera menghampiri ke tempat datangnya suaraaneh itu. Ia tiba di sebuah gedung besar yang terusan dengan halamannya. Waktu memandang kebawah, kembali ia merasa mengkal dan geli lagi.Apa yang disaksikan di sebelah bawah itu, adalah sebuah pemandangan yang aneh dan lucu.Pada kedua samping serambi dari halaman itu, bertumpukan beberapa sosok tubuh dari kawananBu-su yang tidur pulas. Sana setumpuk sini setumpuk. Suara aneh tadi ternyata adalah suaradengkuran dari kawanan Bu-su yang menggeros seperti babi.Ah, ini tentu perbuatan orang itu lagi. Tapi entah ilmu apa yang digunakannya hinggakawanan Bu-su itu dapat dibikin tidur pulas seperti orang mati? Dengan adanya kawanan Bu-suyang begitu banyak jumlahnya, tentunya disini adalah tempat kediaman Tian-pehpeh, demikian iamembatin.Yak-bwe ambil putusan untuk turun ke bawah. Ia melayang turun, menyelinap kian kemariuntuk menghindari kawanan Bu-su dan akhirnya berhasillah ia mendapatkan kamar Tian Seng-su.Itulah sebuah kamar yang besar, tapi pemandangan di dalam kamar itu menggelikan sekali. Lilinmasih memancar-mancar, perapian dupa mengepul-ngepul, di sana-sini dayang-dayang tegakberpencaran. Adegan di situ mirip dalam sandiwara. Belasan bujang-bujang perempuan itu

melakukan posenya masing-masing, ada yang menyandar ke dinding, ada yang tengah mengipasngipas,ada yang tundukkan kepala terkulai dan ada pula yang menengadah ke belakang. Merekasama tidur mendengkur dengan pulasnya.....Hm, benar-benar nikmat sekali hidup Tian-pehpeh itu, masakan tidur saja diladeni oleh sekianbanyak bujang gadis-gadis. Manusia yang begitu mesum, seharusnya diberi sedikit pengajaran!diam-diam Yak-bwe membatin.Yak-bwe ingin sekali mengetahui bagaimana keadaan Ciat-tok-su itu. Melesat masuk, ia lantasmenyingkap kain kelambu. Di atas ranjang yang indah hiasannya itu, berbaringlah Tian Seng-su,Ciat-tok-su dari daerah Gui-pok. Bantalnya disulam indah dengan benang emas, di muka bantal itumenonjol sebatang pedang Chit-sing-kiam dan di muka pedang itu menggeletak sebuah kotak emasyang tutupnya terbuka. Di dalamnya terdapat tulisan-tulisan dari nama para malaikat Pak-tou-sin.Kiranya Tian Seng-su itu amat takhyul sekali. Ia percaya dengan Hu yang bertuliskan nama-namamalaikat itu akan dapat mengusir segala bahaya. Selain itu, terdapat juga wangi-wangian danpermata-permata yang indah permai.Biar kuambil kotak ini untuk kuberikan pada ayah (Sik Ko) selaku bukti, akhirnya Yak-bwemendapat pikiran. Diambilnya kotak itu, sebagai gantinya ia letakkan sampul suratnya yang sudahdibubuhi dengan cap Sik Ko.Setelah habis melakukan itu, ia terus hendak berlalu. Tapi tiba-tiba matanya tertumbuk padasebuah sampul surat yang terletak di atas meja. Surat itu dilekatkan dengan sebilah belati kecil.Yak-bwe terkesiap, pikirnya: Oh, kiranya orang itu juga serupa tujuannya dengan aku, yaknihendak mengirim golok meninggalkan surat.Mengirim golok meninggalkan surat adalah sebuah istilah dunia persilatan yang berartimemberi ancaman pada penerimanya.Terdorong oleh rasa kepingin tahu, Yak-bwe menghampiri meja itu dan lantas mencabut belatipemaku surat. Waktu membaca surat itu, girangnya bukan kepalang. Ia terlongong-longong sepertiorang kehilangan semangat!Kiranya pada surat itu hanya bertuliskan 6 kalimat yang terdiri dari 24 huruf. Bunyinya ialah:Semaunya mengambil kas negara, menghamburkan untuk bingkisan kawin, harta yang tidak halal,segala orang boleh mengambilnya. Jika berani coba menyelidiki, batang kepalamu akan kuambil.Susunan kalimatnya bagus, maksudnya jelas. Tapi yang lebih mengejutkan Yak-bwe, ialahtanda tangan yang dibubuhkan di bawahnya. Ketiga huruf dari tanda tangan yang mendebarkanjantung Yak-bwe itu, bukan lain berbunyi Toan Khik-sia.Hai, kiranya dia! Entah apakah ia sudah berlalu dari sini? Baik aku menjumpanya atautidak? demikian Yak-bwe bertanya pada dirinya sendiri.Selagi ia masih terbenam dalam pemikiran, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara tiupan terompet.Menyusul terdengar suara orang berteriak-teriak: Celaka, ada penjahat menyelundup masuk!Dalam beberapa saat kemudian, suara orang makin berisik sekali. Sana sini pada ribut takkeruan. Ada yang berseru: Hai, ini ada dua kawan yang tertutuk jalan darahnya, aku tak dapatmenolongnya, lekas undang Suhu kemari! Ada yang menjerit kaget: Astagafirullah! Ada setan,ada setan! Mengapa orang-orang ini sama tidur semua, dibangunkan tidak mau bangun? Tolol,mereka terkena dupa bius bi-hiang! Biarkan dulu mereka, lekas lindungi Tayswe!Diam-diam Yak-bwe mengambil keputusan untuk lolos saat itu juga. Sembari putar pedang, iamenerobos keluar dari jendela. Kawanan Bu-su yang tengah mendatangi itu, serempak berserukaget: Penjahatnya datang, penjahatnya datang!Ada yang segera lari masuk ke dalam kamar untuk melindungi Tayswe mereka (Tian Seng-su),ada yang mengejar Yak-bwe. Paser, hui-piau dan bermacam-macam senjata rahasia berhamburanmelayang ke arah Yak-bwe. Tapi Yak-bwe gunakan gin-kang pat-poh-kam-sian, dalam beberapaloncatan ia sudah dapat melampaui tiga buah gunung-gunungan palsu. Jangankan kawanan bu-suitu, sedangkan segala macam senjata rahasia yang menghujaninya dari belakang, tak dapatmenyentuh tubuh nona itu.Di bawah sinar rembulan remang, kawanan Bu-su itu hanya menampak sesosok bayangan hitamlari seperti angin puyuh. Dalam sekejap mata, bayangan itu sudah lenyap ditelan kegelapan.

Dengan begitu kawanan Bu-su itu tak dapat melihat jelas keadaan penjahat yang diburunya itu.Penjahat lari kesana, penjahat lari kesana! hiruk-pikuk mereka berkaok-kaok sendiri.Diam-diam Yak-bwe geli dalam hatinya: Ha, pasukan Gwe-thok-lam yang dibentuk Tianpehpehitu ternyata hanya kawanan gentong nasi belaka!Baru ia berpikir sampai disitu, tiba-tiba terdengar orang berseru: Penjahatnya berada di sini! Wut, mendadak sebatang hui-piau menyambar kearah Yak-bwe.Yak-bwe dapatkan desing hui-piau ini jauh berlainan perbawanya dengan hui-piau yang dilepaskawanan Bu-su tadi. Ia tak berani memandang rendah, terus putar pedang menyampoknya jatuh.Tapi hui-piau yang kedua dan ketiga berturut-turut menyusul datang. Yak-bwe mendongkolhatinya: Hm, jika tak diberi hajaran, tentu kamu tak kapok!Ia mengisar ke samping untuk menghindari hui-piau yang kedua. Tapi untuk hui-piau yangketiga, ia ulurkan tanga