Top Banner

of 37

Tugas So Sling Bin Himmatul Arofah

Jul 12, 2015

Download

Documents

taufiqasimon
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

PROGRAM PASCASARJANA PS. ARSITEKTUR LINGKUNGAN BINAAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

PENGARUH LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA TERHADAP POLA PEMUKIMAN DAN GAYA ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL(Stud kasus: Desa Adat Kampung Naga, Tasikmalaya)

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2011 Program Studi : Arsitektur Lingkungan Binaan Mata Kuliah : Sosiologi Lingkungan Binaan Nama Mahasiswa : HIMMATUL AROFAH, ST NIM : 116060500111002 Dosen : Prof.Dr.Ir.Kliwon Hidayat, MS

1

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah wa syukurilah, segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan dan menganugrahkan kehidupan yang sangat berarti bagi kita semua. Betapa Allah SWT telah melimpahkan rahmat serta karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan serangkaian proses hingga terselesaikannya laporan UJIAN TENGAH SEMESTER Mata Kuliah Sikologi Lingkungan Binaan dengan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW yang diutus sebagai penyempurna akhlaq yang mulia. Menyadari laporan ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Aba dan Ibu tercinta selaku kedua orang tua penulis dan seluruh keluarga yang tak pernah berhenti berdoa demi kelancaran dan kesuksesan studi penulis 2. Prof.Dr.Ir Kliwon Hidayat, MS Selaku Dosen Sosiologi Lingkungan Binaan atas ilmu yang telah diberikan serta bimbingan dan arahannya dalam menyelesaikan tugas Ujian Tengah Semester 3. Teman-teman ALB angkatatan 2011 atas kritik dan masukannya 4. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu Penulis menyadari banyaknya kekurangan yang tentunya tidak diharapkan. Untuk itu, kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan di masa mendatang. Akhir kata, penulis berharap agar laporan Ujian Tengan Semester ni bermanfaat bagi banyak pihak. Amiiin

Malang, 30 November 2011

Himmatul Arofah, ST

2

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................ ii KATA PENGANTAR......................................................................... iii DAFTAR ISI..................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN................................................... 1 Latar Belakang............................................................... Rumusan Masalah.......................................................... Tujuan.......................................................................... Manfaat........................................................................ 4 5 5 5 6

1.1 1.2 1.3 1.4 BAB II

PEMBAHASAN...................................................

BAB III MODELPENGEMBANGAN PERUMAHAN/PERMUKIMAN BERKELANJUTAN................................................ 29 BAB IV KESIMPULAN.................................................... DAFTAR PUSTAKA 32

BAB I PENDAHULUAN3

1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman budaya yang kaya, baik secara kuantitas maupun kualitas. Secara kuantitas Indonesia memiliki puluhan kekayaan kebudayaan dari tiap-tiap daerah yang terletak dari Sabang sampai Merauke. Secara kualitas masing-masing kebudayaan daerah memiliki makna yang dalam bagi aktivitas masyarakatnya (Hariyono, 2007). Kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1978) adalah keseluruhan sistem gagasan (ide), sistem aktivitas sosial, dan hasil karya fisiknya. Sistem gagasan sering pula disebyt dengan pola budaya ( habit of thinking), sedangkan sistem aktivitas sosial sering pula disebut ebagai pola sosial (habit of doing). Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pola budaya merupakan wujud gagasan (ide) yang akan memberikan pengaruh terhadap pola sosialnya. Keanekaragaman budaya Indonesia salah satunya tercermin pada pola pemukiman sosial dan bentuk arsitektur di tradisionalnya. Bentuk Pemukiman sebagai lingkungan binaan pada dasarnya merupakan ekspresi dari budaya masyarakat dalamnya. pemukiman suatu komunitas mencerminkan budaya (nilai-nilai, norma, sistem kepercayaan), iklim, karakter tapak, sosial antar individunya. Sebagai komunitas masyarakat Indonesia, pola pemukiman dan gaya arsitektur rumah tinggal warga Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat sangat menarik untuk ditinjau. Desa yang berkembang relatif lambat ini mengatur dan membentengi cara hidupnya dengan aturan adat yang sangat kuat. Sampai saat ini, Integrasi terhadap aturan agama Islam dan aturan adat leluhurnya cukup harmonis. Secara arsitektural Kampung Naga memiliki pola desa yang unik namun sederhana, hal ini merupakan implementasi , hubungan keluarga(kekerabatan), strata sosial, organisasi sosial serta interaksi

4

dari sistem organisasi sosial kemasyarakatan komunal dan budaya yang terlaksana di dalamnya. Aturan yang berkaitan dengan kehidupan sosial budaya, tata lingkungan dan arsitektur dilaksanakan dengan patuh oleh masyarakatnya Kampung Naga. Oleh karena itu, penulis akan mengkaji Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Pola Pemukiman dan Gaya Arsitektur Rumah Tinggal di Kampung Naga. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari paparan latar belakang di atas adalah:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pola pemukiman danbentuk rumah tinggal warga Kampung Naga jika ditinjau dari konteks sosial budayanya?

2. Sebutkan kelebihan (sisi positif) dan kekurangan (sisi negatif)dari masing-masing jawaban butir soal No.1 (a,b,c,d) di atas! 3. Bagaimana model pengembangan pola pemukiman yang dapat meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan di Kampung Naga Tasikmalaya? 1.3 Tujuan Kajian tujuan: tetang Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Pola

Pemukiman dan Gaya Rumah Tinggal di Kampung Naga mempunyai

1. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi polapemukiman dan bentuk rumah tinggal warga Kampung Naga jika ditinjau dari konteks sosial budayanya

2. Mengetahui kelebihan (sisi positif) dan kekurangan (sisi negatif)dari masing-masing jawaban butir soal No.1 (a,b,c,d) di atas

3. Mengetahui model pengembangan pola pemukiman yang dapatmeningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan di Kampung Naga Tasikmalay 1.4 Manfaat Manfaat dari penulisan paper ini diharapkan mampu

Memberikan masukan dan kontribusi bagi pengambil keputusan tentang perlunya memberikan perhatian pada masyarakat adat dan5

hukum adat utamanya yang berkaitan dengan pelestarian bangunan tradisional dan pelestarian lingkungan.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kondisi umum kampung naga Kampung Naga merupakan sebuah desa adat berbentuk perkampungan tradisional di Indonesia yang masih mempertahankan adat istiadat leluhurnya. Masyarakat Kampung Naga hidup pada suatu tatanan yang dikondisikan dalam suasana kesahajaan dan lingkungan kearifan tradisional yang lekat. Secara Administratif, Kampung Naga termasuk kampung Legok Dage Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga berada di ruas jalan raya yang menghubungkan Tasikmalaya - Bandung melalui Garut, yaitu kurang lebih pada kilometer ke 30 atau 1 jam perjalanan (darat) dari Kota Tasikmalaya ke arah barat menuju Kabupaten Garut.

6

Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut Tasikmalaya harus menuruni anak tangga dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter atau 300 anak tangga. Seratus anak tangga pertama, kita akan melihat beberapa bangunan permanen dan non permanen rumah masyarakat luar Kampung Naga, beberapa kios yang menjual suvenir Kampung Naga atau suvenir khas Tasikmalaya dan pemandangan deretan pohon bambu, pohon eboni, dan pohon albasia.

Seratus anak tangga kedua kita dapat melihat pemandangan alam berupa sawah-sawah dengan aliran-aliran airnya, sedangkan pada seratus anak tangga terakhir, kita dapat melihat beberapa atap rumah adat ciri khas masyarakat Kampung Naga yang seluruhnya berwarna hitam (berasal dari ijuk), aliran dan suara Sungai Ciwulan yang deras, petak-petak sawah, dan bukit Gunung Cikuray. Kampung Naga terletak diantara dua bukit dan lembah Sungai Ciwulan yang subur dengan batas wilayah sebagai Berikut: Sebelah Barat : Dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Sebelah Timur : Dibatasi Sungai Ciwulan yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut Sebelah Utara : Sungai Ciwulan yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut Sebelah Selatan : Dibatasi oleh sawah-sawah penduduk Kampung Legok Dage, Desa Neglasari,Lokasi

Data terkait keadaan umum Kampung Naga adalah: Kecamatan Salawu Kabupaten

Tasikmalaya. Luas wilayah adat keseluruhan sekitar 4Luas Area

hektar7

Luas wilayah perkampungan sekitar 1.5 hektar TerletakGeografis

di

antara area

perbukitan kampung

tanah berbukit relatif

Pasundan yang sejuk. Elevasi sekitar 600m dpl. Topografi curam. cukup Kepadatan tanah

stabil, kondisi tanah subur. Curah hujan cukup banyak. Sekitar 314 jiwa (1RT), terdiri dari 109Jumlah Penduduk

kepala dan

keluarga,dengan

jumlah

laki-laki 5

perempuannya

hanya

berselisih

orang jumlah rumah di Kampung Naga berjumlahJumlah Bangunan

111, termasuk Balai Pertemuan atau Bale Patemon, Masjid dan Bumi Ageung.

Agama Mata Pencaharian penduduk

Islam (semua penduduk) Petani sawah, petani ikan, pengrajin

barang-barang seni dan rumah tangga, terutama terbuat dari bambu

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pola pemukiman Kampung Naga Terbentuknya pola ruang pemukiman Kampung Naga tidak terlepas dari unsur-unsur sosial budaya yang terdapat di kawasan tersebut. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi pola pemukiman dan gaya arsitektur rumah tinggal Kampung Naga adalah sebagai Berikut: A. Aspek Budaya Aspek budaya masyarakat yang mempengaruhi pola

pemukiman dan gaya arsitektur rumah tinggalnya adalah: a. Sejarah Kampung Naga

8

Menurut salah satu versi, Kampung Naga bermula pada masa kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dimana seorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi menyebarkan agama Islam ke Barat. Kemudian beliau sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Suatu tempat Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di sana Singaparana disebut sebagai Sembah Dalem Singaparana. hari beliau mendapat petunjuk, untuk mendiami satu yang sekarang disebut Kampung Naga.

Singaparna inilah yang kemudian menjadi nenek moyang masyarakat Kampung Naga dan dimakamkan di sebelah Barat Kampung Naga. Makam ini pun dianggap keramat dan selalu diziarahi pada upacara adat oleh masyarakat Kampung Naga. Menurut kepercayaan yang diwarisi turun temurun, Singaparna tidak Eyang meninggal dunia melainkan raib tanpa

meninggalkan jasad. Di tempat itulah masyarakat Kampung Naga menganggapnya sebagai makam. Masyarakat Kampung Naga masih menjunjung tinggi segala tradisi dan adat-istiadat. Tidak ada satu pun warganya yang berani melanggar tradisi dan adat-istiadatnya, termasuk mempertanyakan kematian sang nenek moyang karena bila melanggar, malapetaka atau musibah bakal menimpa mereka. b. Falsafah Hidup Menurut kepala adat (Kuncen) Kampung Naga, falsafah hidup masyarakat Kampung Naga adalah menjaga tata wilayah, tata wayah, dan tata lampah. Tata Wilayah berupa ruang yang tertinggi yaitu gunung hingga ruang lautan. Mereka berpendapat banyaknya bencana berasal dari sikap dan perilaku manusia yang tidak menjaga ruang. Tata Wayah, adalah suatu waktu atau zaman/era, artinya masyarakat tidak boleh melupakan ajaran atau pesan leluhur. Tata Lampah, adalah kepercayaan moralitas masyarakat yang berpedoman pada ajaran agama dan kitabnya (Al-quran).9

Masyarakat Kampung Naga membagi wilayahnya menjadi tiga, yaitu Leuweung Keramat (makam nenek moyang mereka dimakamkan) yang ada di sebelah barat, perkampungantempat mereka hidup dan bercocok tanam di tengah-tengah, dan

Leuweung Larangan (tempat para dedemit dan roh jahat/ chaos) di sebelah timur. Berdasarkan pembagian wilayah tersebut, bila menggunakan kerangka teori antropologi budaya, mereka membangun kosmologi ruang berdasarkan atastengah-bawah atau baik-netral-buruk. Leweung Keramat merupakan sumber kebaikan dan kekuatan sakral kehidupan sehari-hari mereka. Masjid dan Bumi Ageung (tempat penyimpanan harta pusaka) menjadi penghubung untuk mengalirkan kesakralan ke arah barat. Hutan Keramat dan Bumi Ageung yang berada di bagian barat masjid merupakan simbolis yang menunjukkan negosiasi ajaran Islam dan tradisi lokal. Menghadap ke kiblat berarti membayangkan penghadapan pada Kabah yang harus melalui penghadapan terhadap diri c. Sistem Kekerabatan Dilihat dari bentuk perkampungannya, penduduk Bumi Ageung dan hutan keramat. Keinginan mendapatkan kesakralan Kabah didahului oleh penghubungan

Kampung Naga sangat erat kekerabatannya. Hal itu tercermin dari pola rumah yang saling berkelompok dan saling berhadaphadapan dengan tanah lapang ditengah-tengah sebagai areal bermain anak-anak. Seluruh rumah dan bangunan-bangunan yang ada atapnya memanjang arah barat ke timur, pintu memasuki kampung terletak di sebelah timur, menghadap ke sungai Ciwulan hingga jika dilihat dari ketinggian akan terlihat begitu indah dan mengingatkan kita pada atap-atap rumah di Tiongkok jaman kungfu dulu. Di bagian sebelah barat lapang terdapat bangunan masjid dan pancuran, sejajar dengan masjid terdapat bangunan yang dianggap suci yang dinamakan Bumi10

Ageung, sebuah bangunan rumah tempat menyimpan barangbarang pusaka serta rumah kuncen (Kepala Adat). Selain itu, terdapat bangunan tempat menyimpan hasil pertanian berupa padi yang disebut leuit. d. Rumah Adat Rumah adat warga Kampung Naga dikenal dengan nama Suhunan Panjang. Bentuk Bangunan Sebelum membangun pekampungan Neglasari tinggal lereng atas pohon-pohon besar buas untuk menghindari singa dan di di lembah subur Desa mereka lerengGunung serangan

Galunggung. Ketika itu mereka masih primitif dan tinggal di binatang-binatang seperti sebagainya.

Kemungkinan karena pengaruh tradisi tersebut, sekarang rumah mereka selalu terbuat dari kayu dan berbentuk rumah panggung. Mesti tidak tinggi seperti rumah panggung umumnya, namun lantai mereka selalu terbuat dari papan dan berada sekitar 1 meter dari permukaan tanah. Di bawah lantai rumah itu, dipelihara berbagai jenis binatang ternak, utamanya ayam. Ternak-tenak besar seperti kerbau dan lembu dipelihara di tempat terpisah, yaitu di depan perkampungan sebelah kiri dekat dengan dua kolam massa yang sejak dulu tak pernah berubah. Kebanyakan rumah di kampung Naga terlihat seragam. Rumah masyarakat Kampung Naga diharuskan berbentuk panggung, bahan rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah

11

harus dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah harus terbuat dari bambu atau papan kayu. Arah dan Material Bangunan Rumah menghadap kesebelah atau ke selatan utara sebelah dengan harus

memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah mampu tidak boleh menggunakan tembok. tembok, walaupun membuat rumah

Penduduk yang merasa mampu tidak dilarang membangun rumah seperti itu, asalkan dibangun di luar Kampung Naga. Meski demikian status sebagai warga Kampung Naga tidak lah hilang. Syarat yang lain, rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat tidur. Rumah juga tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus. Sampai saat ini, bentuk rumah dan jumlah rumah masyarakat Kampung Naga tidak bertambah dan berkurang. Jumlah rumah di Kampung Naga berjumlah 111, termasuk balai pertemuan atau bale patemon, masjid dan bumi ageung Teknologi Bangunan Sebagai masyarakat yang sangat bergantung dengan alam , warga Kampung Naga juga sangat memperhatikan kondisi12

alam perubahanperubahannya. Masyarakat Kampung merupakan lingkunganya. Ketika alam mendapat gangguan

serta

Naga bagian maka

dari eksistensi alam mereka juga akan merasakan kondisi tersebut. Dengan adanya hubungan yang sangat erat tersebut, secara jelas alam merupakan kekuatan yang secara langsung membentuk dalam banyak hal dari masyarakat Kampung Naga. Kedekatan masyarakat terhadap alam lingkungannya memberikan pengaruh yang cukup besar baik dalam hal perilaku , cara hidup dan formasi obyek yang dihasilkan. Secara umum hukum alam menentukan adanya konsep hanya sesuatu yang dapat menyesuaikan dengan alam sajalah yang dapat bertahan dalam menyeimbangkan dengan kondisi lingkungannya. Beberapa aspek kehidupan dalam masyarakat Kampung Naga mempunyai karakteristik penyelesaian yang natural. Teknologi dalam membuat bangunan juga sangat tergantung dengan bahan-bahan dari alam terutama kayu dan amboo. Tanpa menggunakan bahan yang berasal dari pabrik, maka karakteristik tektonika dari struktur rumah tinggalnya mempunyai bentangan yang disesuaikan dengan bahan-bahan alam tersebut. Bentangan tersebut biasanya cukup sepanjang 4 meteran, jika lebih panjang dari itu maka disambung sampai dengan 6 meteran tentunya diusahakan terdapat tiang penyangga. Atap Bangunan

13

Atap

ijuk

mempunyai

karakteristik

tersendiri

dalam

menatanya. Karena atapnya ijuk maka kemiringan dari atap biasanya jadi curam. Hal tersebut dikarenakan agar air hujan dapat dialirkan dengan lebih cepat. Atap yang terlalu landai akan memberi kesempatan bagi air untuk jatuh merembes melalui sela-sela lapisan ijuk tersebut. Sebuah ciri khas atap ijuk dalam setiap lekukan atap akan selalu tampil agak melengkung tersebut. sebab mencega air menerobos tekukan

Struktur RuangKehidupan masyarakat Kampung Naga banyak berhubungan dengan kegiatan alam. Mereka juga makan dari hasil alam secara langsung yang mereka tanam dan mereka pelihara. Sehingga struktur ruangan dari rumah yang mereka bangun tidak membutuhkan banyak ruang. Bagi mereka rumah cukup bermalam pada waktu hujan , berlindung dari cuaca panas dan dingin yang terlalu menusuk kulit, tidur diwaktu malam. Rumah juga melindungi beberapa kegiatan yang sangat pribadi saja, dimana sebenarnya kegiatan masyarakat yang bersifat bersama-sama lebih banyak. Bagi mereka kegiatan yang bersifat kebersamaan lebih penting untuk dilakukan. Konstruksi Bangunan Bangunan dari rumah Kampung mempunyai konstruksi kaki14

Naga

dengan menggunakan umpak yang kebanyakan disusun dari batu-batu alam sekitarnya. Struktur ini jadi sangat unik jika kita melihat bahwa mereka sangat menjaga bumi yang mereka pijak (sisi pemahaman non-ragawi) dan teknologi yang dipunyai. Karena mereka tidak mempunyai keinginan untuk mengeksploitasi alam maka hasil dari pendekatan cara berpikir mereka menghasilkan penyelesaian yang unik. Teknologi yang diterpkan juga merupakan hasil dari pendekatan tersebut. Sistim yang kekeluargaan sangat kuat

memberikan kekuatan untuk pola susunan dari rumahrumah tersebut menjadi suatu bentuk komunal yang berkelompok. Dengan menenpatkan rumah mereka disekelilingnya berupa kolam ikan dan juga persawahan yang mereka garap memberikan rasa aman bagi mereka secara psikologis dan teknis. Susunan tapak berdekatan dengan struktur sungai yang dapat memudahkan mereka untuk selalu melakuka kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan air. Karena bahan-bahan yang mereka pakai seluruhnya diambil dari alam bangunan dari rumah di Kampung Naga mempunyai penampilan seperti rumah semi permanen secara struktural. Meskipun bangunan ini seperti rumah semi permanen namun penduduknya secara permanen menempati rumah ini secara turun temurun tidak berpindah-pindah. Karakterisitik dari arsitektur yang secara alami mengikuti proses seleksi yang dilakukan oleh kekuatan alam, adalah bentuk serta susunannya dapat teruji dengan baik dalam menyesuaikan dengan perilaku alam. Kita melihat disni masyarakat Kampung Naga berusaha menjaga keharmonisan

15

antara manusia dan alam lingkungannya sehingga terjadi keberlanjutan dalam kehidupannya. e. Kesenian Sistem kesenian tradisional Kampung Naga yang tetap dilestarikan angklung, keasliannya dan beluk. antara lain kesenian ini terbangan, biasanya Kesenian-kesenian

ditampilkan ketika warga Kampung Naga sedang melaksanakan berbagai upacara-upacara adat seperti upacara sasih, upacara berziarah ke kubur keramat nenek moyang dan upacara yang berhubungan dengan bulan-bulan suci atau agung dalam Islam, misalnya bulan Muharram, Maulud, hari Raya Idulfitri, dan sebagainya. Meskipun begitu, kesenian ini kerap kali dipentaskan tidak hanya untuk mengiringi upacara-upacara adat tapi juga pada saat hajatan perkawinan dan khitanan sebagi sarana hiburan sekaligus penyemarak pesta. f. Upacara Adat Dalam aspek budaya, masyarakat Kampung Naga mempunyai beberapa bentuk upacara adat yang dapat ditemui dan dapat diamati secara jelas. Upacara adat memberikan gambaran tentang kondisi nilai-nilai kehidupan yang dianut oleh masyarakat Kampung Naga. Nilai-nilai tersebut sangat berperan penting dalam menjaga sustainabilty ruang dan waktu yang terus berjalan. Adapun bentuk upacara adat Kampung Naga adalah: Upacara Menyepi Upacara menyepi dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga pada hari Selasa, Rabu, dan hari Sabtu. Upacara ini menurut pandangan masyarakat Kampung Naga sangat penting dan wajib dilaksanakan, tanpa kecuali baik laki-laki maupun perempuan. Pada dasarnya upacara ini bertujuan memberi kesempatan kepada warga untuk bertenang diri, berintrospeksi pada kehidupan yang telah dilakukan.

16

Pelaksanaan upacara menyepi diserahkan pada masingmasing orang, karena pada dasarnya merupakan usaha menghindari pembicaraan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan adat istiadat. Melihat kepatuhan warga Naga terhadap aturan adat, selain karena penghormatan kepada leluhurnya juga untuk menjaga amanat dan wasiat yang bila dilanggar dikuatirkan akan menimbulkan malapetaka. Hajat Sasih Upacara Sasih dilaksanakan oleh seluruh Kampung baik warga Naga, yang Hajat

bertempat tinggal di dalam maupun di luar Kampung Naga. Maksud dan tujuan dari upacara ini adalah untuk memohon berkah dan keselamatan kepada leluhur Kampung Naga, Eyang Singaparna serta menyatakan rasa syukur kepada Tuhan yang mahaesa atas segala nikmat yang telah diberikannya kepada warga sebagai umat-Nya. Upacara Hajat Sasih diselenggarakan pada bulan-bulan dengan tanggal-tanggal sebagai berikut: 1. Bulan Muharam (Muharram) pada tanggal 26, 27, 28 2. Bulan Maulud (Rabiul Awal) pada tanggal 12, 13, 14 3. Bulan Rewah (Sya'ban) pada tanggal 16, 17, 18 4. Bulan Syawal (Syawal) pada tanggal 14, 15, 16 5. Bulan Rayagung (Dzulkaidah) pada tanggal 10, 11, 12 Pemilihan tanggal dan bulan untuk pelaksanaan upacara Hajat Sasih sengaja dilakukan bertepatan dengan hari-hari besar agama Islam. Penyesuaian waktu tersebut bertujuan

17

agar keduanya dapat dilaksanakan sekaligus, sehingga ketentuan adat dan akidah agama islam dapat dijalankan secara harmonis. g. Perkawinan Upacara perkawinan bagi masyarakat Kampung Naga adalah upacara yang dilakukan setelah selesainya akad nikah. adapun tahap-tahap upacara tersebut adalah sebagai berikut: Upacara sawer, pintu, nincak endog (menginjak telur), buka ngariung (berkumpul), ngampar (berhamparan), dan

diakhiri dengan munjungan.

1. Upacara Sawer dilakukan selesai akad nikah, pasanganpengantin dibawa ketempat panyaweran, tepat di muka pintu. mereka dipayungi dan tukang sawer berdiri di hadapan kedua pengantin. panyawer mengucapkan ijab kabul, dilanjutkan dengan melantunkan syair sawer. ketika melantunkan syair sawer, penyawer menyelinginya dengan menaburkan beras, irisan kunir, dan uang logam ke arah pengantin. isi syair sawer berupa nasihat kepada pasangan pengantin baru.

2. Usai upacara sawer dilanjutkan denganEndog. endog (telur) disimpan di atas mempelai laki-laki menginjaknya.

upacara Nincak golodog dan mempelai

Kemudian

perempuan mencuci kaki mempelai laki-laki dengan air kendi. Setelah itu mempelai perempuan masuk ke dalam rumah, sedangkan mempelai laki-laki berdiri di muka pintu untuk melaksanakan upacara buka pintu.

3. Dalam upacara buka pintu terjadi tanya jawab antarakedua mempelai yang diwakili oleh masing-masing pendampingnya dengan cara dilagukan.

4. Setelah upacara buka pintu dilaksanakan, dilanjutkandengan upacara Ngampar, dan munjungan. Ketiga

18

upacara terakhir ini hanya ada di masyarakat Kampung Naga. Upacara riungan adalah upacara yang hanya dihadiri oleh orang tua kedua mempelai, kerabat dekat, sesepuh, dan kuncen. Kuncen mengucapakan kata-kata pembukaan dilanjutkan dengan pembacaan doa sambil membakar kemenyan. Usai acara tersebut dilanjutkan dengan acara Munjungan. kedua mempelai bersujud sungkem kepada kedua orang tua mereka, sesepuh, kerabat dekat, dan kuncen. h. Khitanan Upacara khitanan adalah upacara yang ramai dan disukai masyarakat karena tergolong upacara yang bersifat riang. Menandakan seorang anak sudah menginjak dewasa secara adat maupun secara Islam. Biasanya beberapa anak di khitan sekaligus. Sebelum acara, mereka disucikan dahulu dengan mandi di sungai Ciwulan. Setelah mengganti pakaian, mereka lalu berkumpul di masjid untu melaksanakan proses hajat buku taun. Di sinilah mereka berdoa untuk meminta keselamatan. Doa dipanjatkan oleh kuncen. Namun yang unik, selain melafalkan ayat-ayat Alquran, doa pun dituturkan dalam bahasa Sunda. Proses selanjutnya para orang tua dan anak yang hendak dikhitan diarak menuju lapangan untuk mengikuti prosesi lesung. Setiap anak kemudian satu per satu diharuskan menumbuk beras dalam lesung, yang sudah dicampur dengan nasi ketan dan kunyit. Beras inilah yang nantinya akan dijadikan nasi kuning, untuk dimakan anak-anak sebelum dikhitan. Dalam melaksanakan upacara ini, pihak tuan ruamah atau orang tua tidak perlu repot menyediakan keperluan pesta/upacara. Tetangga akan memenuhi hampir seluruh19

helaran

(ngala

beas/mengambil

beras).

Di

sana

sejumlah ibu-ibu sepuh menanti mereka sembari menabuh

kebutuhan

yang

diperlukan.

Dari

bahan

pangan

sampai

perangkat upacara. Sikap gotong-royong dan saling memiliki satu sama lain menjadi hal yang masih lestari. Materi bukan segala-galanya, yang terpenting hidup rukun, saling bahu-membahu akan membawa masyarakatnya pada kemakmuran bathin. Inilah yang tercermin dari falsafah yang dianut mereka: Panyauran gancang gancang temonan, lakonan. gotong pamundut Artinya, royong gancang undangan ini juga caosan, cepat dilakukan parentah datangi, untuk

permintaan cepat penuhi, dan perintah cepat laksanakan. Metoda disimpulkan. dilakukan melaksanakan 3 upacara tersebut di atas. Sehingga dapat Dalam menjalankan kewajiban spiritual mereka budaya yang masih lestari. Hal ini dalam bentuk upacara, gotong royong tanpa perhitungan rumit sebagai dan menunjukkan kelembutan karakter masyarakat yang

terlihat dari kepatuhan melaksanakan upacara adat yang menyejahterakan jiwa mereka. B. Unsur-Unsur Sistem Sosial Unsur-unsur sistem sosial terdiri dari: 1. Keyakinan (pengetahuan) Keyakinan berarti apa yang diketahui oleh para anggota Sistem Sosial yang dianggap benar atau tepat oleh warga yang hidup dalam Sistem Sosial tersebut. Awalnya masyarakat Kampung Naga memeluk agama Hindu yang berasal dari kerajaan Pajajaran, namun akhirnya mereka memeluk agama Islam yang dibawa oleh Singaparana. Sembah Dalem Singaparana inilah yang kemudian menjadi leluhur dan sosok yang dihormati oleh masyarakat Kampung Naga. Masyarakat Kampung Naga memeluk agama Islam. Meski demikian seperti halnya masyarakat adat lainnya yang ada di Indonesia, mereka juga sangat taat memegang adat istiadat dan kepercayaan nenek moyang mereka. Artinya, meskipun20

mereka menyatakan memeluk agama Islam, namun syariat Islam yang mereka jalankan agak berbeda dengan umat Islam pada umumnya. Perbedaan syariat Islam yang dianut masyarakat Kampung Naga di antaranya, shalat lima waktu (Subuh, Dzuhur, Ashar, Magrib, dan Isya) hanya dilakukan pada hari Jumat. Di luar itu, mereka tidak melaksanakan shalat lima waktu. Meski demikian toleransi kepada keyakinan lainnya tetap dijaga luhur. Mereka tidak melarang para pelancong yang hendak melaksanakan shalat lima waktu di luar hari Jumat. Pengajaran mengaji bagi anak-anak di Kampung Naga dilaksanakan pada malam Senin dan malam Kamis, sedangkan pengajian bagi orang tua dilaksanakan pada malam Jumat. Dalam menunaikan rukun Islam yang kelima atau ibadah Haji, mereka beranggapan tidak perlu jauh-jauh pergi ke Tanah Suci Mekkah, namun cukup dengan menjalankan upacara Hajat Sasih yang waktunya bertepatan dengan Hari Raya Haji yaitu setiap tanggal 10 Rayagung (Dzulhijjah). Upacara Hajat Sasih ini menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga sama dengan Hari Raya Idul Adha dan Hari Raya Idul Fitri. Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang kuat. Percaya adanya jurig cai, yaitu mahluk halus yang menempati air atau sungai terutama bagian sungai yang dalam ("leuwi"). Kemudian "ririwa" yaitu mahluk halus yang senang mengganggu atau menakut-nakuti manusia pada malam hari, ada pula yang disebut "kunti anak" yaitu mahluk halus yang berasal dari perempuan hamil yang meninggal dunia, ia suka mengganggu wanita yang sedang atau akan melahirkan. Sedangkan mahluk tempat-tempat halus tersebut yang oleh dijadikan tempat tinggal

masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang angker atau sanget. Demikian juga tempat-tempat seperti21

makam Sembah Eyang Singaparna, Bumi ageung dan masjid merupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat Kampung Naga. Pada Kampung Naga yang masyarakatnya masih

memegang teguh mitos dan tradisi, hampir seluruh spatial formation terbentuk berdasarkan aspek non-fisik. Perletakan rumah yang menghadap arah Utara-Selatan dan memanjang ke arah Barat-Timur dipahami sebagai simbol penghadapan kepada kabah. Perletakan bangunan-bangunan yang dianggap suci di sebelah Barat juga menegaskan bahwa bagi mereka sisi Barat melambangkan kebaikan. Jarak antar rumah yang harus seragam, juga finishing rumah yang seragam kemungkinan melambangkan terjaganya kesetaraan derajat di antara penghuni kampung. Perletakan daun pintu yang tak boleh sejajar juga didasarkan perlambangan tentang aliran rezeki. Meskipun ada aspek fisik yang menjadi constrain atau pembatas, yaitu kemiringan lahan yang cukup curam, tidak menghalangi mereka untuk membuat penataan seperti itu, karena bagi mereka memenuhi persyaratan yang ada dalam mitos lebih utama daripada mempertimbangkan batasanbatasan secara fisik. Bahkan demi mitos tersebut mereka justru mampu memanfaatkan aspek fisik yang lain untuk mengatasi permasalahan yang ada, misalnya dengan memanfaatkan bahan-bahan alami yang sifatnya cukup ringan (kayu, bambu, ijuk) sebagai material bangunan. Kebiasaan membuat rumah panggung yang turun temurun juga tentunya akan menjaga kesuburan tanah dan mencegah terjadinya tanah longsor. Meskipun aspek non-fisik nampak sangat dominan, terdapat juga aspek fisik yang ketika dikaitkan dengan salah satu aspek non-fisik mampu menjadi pembatas/constrain pada spatial formation Kampung Naga,

22

Sistem kepercayaan masyarakat Kampung Naga terhadap ruang terwujud pada kepercayaan bahwa ruang atau tempattempat yang memiliki batas-batas tertentu dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tertentu pula. Tempat atau daerah yang mempunyai batas dengan kategori yang berbeda seperti batas sungai, batas antara pekarangan rumah bagian depan dengan jalan, tempat antara pesawahan dengan selokan, tempat air mulai masuk atau disebut dengan huluwotan, tempat-tempat lereng bukit, tempat antara perkampungan dengan hutan, dan sebagainya, merupakan tempat-tempat yang didiami oleh kekuatan-kekuatan tertentu. Daerah yang memiliki batas-batas tertentu tersebut didiami mahluk-mahluk halus dan dianggap angker atau sanget. Itulah sebabnya di daerah itu masyarakat Kampung Naga suka menyimpan "sasajen" (sesaji). 2. Perasaan (sentiment) Perasaan menunjuk pada bagaimana perasaan pada anggota suatu sistem sosial tentang hal-hal, peristiwaperistiwa serta tempat-tempat tertentu, tanpa memperdulikan cara mereka mempunyai perasaan tersebut. Perasaan akan hal-hal Harmonisasi kepercayaan lokal dengan sistem ajaran Islam tidak jarang membuat mereka dipojokan sebagai komunitas yang berada di luar kebenaran (Islam). Apalagi, mereka menyarankan warganya yang sudah berhaji untuk tidak tinggal di wilayahnya, yang berhaji dianggap telah berziarah pada roh yang lebih suci ketimbang penghuni Kampung Naga karena itu tidak pantas lagi tinggal di wilayah Kampung Naga.

3. Norma23

Norma adalah sebagai patokan tingkah laku yang diwajibkan atau dibenarkan di dalam situasi-situasi tertentu.Norma memberikan petunjuk tentang standar untuk bertingkah laku dan di dalam menilai tingkah laku. Menurut adat istiadat warga Kampung Naga terdapat ajaran hukum tidak tertulis yang mesti diterapkan oleh masyarakat, seperti cara membangun rumah, ciri bentuk rumah, tata letak dan arah rumah selain adat istiadat/kebiasaan lainnya seperti pakaian dan upacara-upacara adat. Ajaran hukum tidak tertulis ini membuat keunikan tersendiri yang tampak sebagai ciri khas pemukiman Kampung Naga yaitu seluruh bangunan menghadap utara dan selatan. Arah selatan menghadap Sungai Ciwulan dan arah utara menghadap ke arah hutan (bukit Cikuray), sedangkan seluruh muka bangunan (pintu rumah) adalah menghadap arah selatan. Jumlah bangunan masih dimungkinkan dilakukan sedangkan ke arah untuk batas batas timur utara bertambah asalkan Sungai Ciwulan, selatan masih dalam batas-batas wilayah kampung. Penambahan bisa berupa (bukit/hutan),

(parit/saluran air), dan barat (parit/saluran air) sudah tidak bisa bertambah karena sudah pada batas maksimal. Adapun berbagai macam pantangan yang sama sekali tidak boleh dilanggar, konon bila kita melanggar pantangannya, di kemudian hari kita akan mendapatkan suatu musibah yang tidak kita sangka-sangka. a. Di bidang kesenian masyarakat Kampung Naga memiliki pantangan atau tabu mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti wayang golek, dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan alat musik sejenis goong. Sedangkan kesenian yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung Naga adalah Namun calung, terbangan, angklung, beluk, dan rengkong. demikian, warga Kampung Naga diperbolehkan24

menyaksikan pertunjukan Wayang atau kesenian lainnya asal berada diluar Kampung Naga. b. Warga Kampung Naga tidak memperkenankan barang atau peralatan modern masuk ke Kampung Naga. Sehingga jika memasuki areal Kampung Naga tidak akan mendengar suara radio yang mengalunkan musik-musik merdu, namun pasti akan mendengar suara-suara serangga dan katak tatkala matahari akan terbenam ke peraduaannya. c. Pak Atang, adalah salah satu warga Kampung Naga yang harus keluar dari kampung tersebut, karena menikah dengan orang dari luar penduduk Kampung Naga. Begitulah salah satu peraturan yang ada di dalam kampung itu, bahkan ketika terjadi pernikahan antara muda-mudi dari kampung ini bisa jadi pasangan tersebut harus keluar dari Kampung Naga juga jika tidak tersedia tempat tinggal (rumah). Rumah di Kampung Naga jumlahnya selalu dipertahankan, yaitu tidak boleh kurang dan lebih dari 118 bangunan. dari 118 bangunan tersebut, sebanyak 108 bangunan adalah rumah penduduk, sisanya adalah bangunan masjid, ruang pertemuan dan rumah agung ( rumah besar ) yang tidak boleh ditempati oleh siapapun. d. Tidak boleh berkata sembarangan, mematahkan rantingranting pohon, atau menganggu hewan-hewan yang ada disekitar adalah kearifan lokal yang harus dipatuhi oleh para pengunjung. Seperti dikatakan Pak Atang, "Di seberang sungai adalah hutan larangan, siapapun tidak boleh mengambil ranting pohon apalagi menebang pohon, bisa dikenai sangsi adat,". Logikanya adalah jika pohon-pohon tersebut ditebang tentunya sangat berbahaya, kemungkinan longsor dan banjir karena tekstur tanah yang miring, juga bisa terjadi putusnya rantai kehidupan di wilayah tersebut.25

Dari sisi lain kampung ini, yang berfungsi sebagai pembatas wilayah adalah adanya dua air terjun kecil dari atas bukit, yang berfungsi sebagai pengairan pada musim kemarau, dan mencegah erosi secara langsung dari bukit-bukit yang berada diatasnya. Cerita lain dari keajaiban air terjun tersebut adalah, kita tidak diperbolehkan mandi di air terjun tersebut ketika menjelang waktu maghrib, pasti akan kesurupan, boleh percaya atau tidak. e. Listrik tidak boleh masuk ditempat ini, karena ditakutkan akan terjadi hubungan pendek dan bisa menimbulkan kebakaran. Kalau malam hari hanya pakai lampu teplok, sehingga kehidupan malam betul-betul terasa sepi dan meredup, terasa damai dalam hati. f. Penduduk tidak punya perabot seperti kursi, meja dan tempat tidur. Selain itu, tidak boleh ada pintu yang berlawanan arah, karena dipercaya akan menyebabkan rezeki yang masuk ke pintu depan akan keluar lewat pintu belakang. g. Hari Rabu dan Sabtu adalah hari tabu, dimana seluruh masyarakat Kampung Naga dilarang melakukan upacara adat dan ziarah serta tabu/pamali untuk menceritakan atau menginformasikan adat istiadat masyarakat Kampung Naga. 4. Kedudukan dan peranan (status,role) Status adalah suatu kedudukan di dalam sistem sosial yang tidak tergantung pada para pelaku tersebut. Atau serangkaian tanggung jawab, kewajiban serta hak-hak yang sudah ditentukan di dalam suatu masyarakat (ascribed status, achieved status).Adapun sistem pemerintahan Kampung Naga cukup sederhana, warga berada dalam satu tingkatan yang sama tanpa membedakan kekayaan ataupun keunggulan spiritual ataupun fisik.

Sistem pemerintahan Kampung Naga terdiri dari dari pimpinan formal dan pimpinan tradisional (non formal).26

Unsur-unsur yang terdapat dalam pimpinan tradisional terdiri atas:

Kuncen aspek

(kepala

kampung/ketua adat, agama,

adat), irigasi,

yang dan

merupakan pimpinan utama yang mencakup seluruh pemerintahan, keamanan

Dewan Tetua Desa terdiri dari Lebe dan Punduh berkewajiban membantu pemimpin adat dalam menjalankan tugas sistem pemerintahan formal Kampung Naga adalah

Adapun

sistemkelurahan, Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW).

Peran keduanya saling bersinergi satu sama lain untuk tujuan keharmonisan warga Kampung Naga. Sang Kuncen yang meski begitu berkuasa dalam hal adat istiadat jika berhubungan dengan sistem pemerintahan formal maka harus taat dan patuh pada RT atau RW, begitupun sebaliknya, Pak RT dan Pak RW mesti taat pada sang Kuncen apabila berurusan dengan adat istiadat dan kehidupan kerohanian.

5. Tingkatan (Pangkat) Pangkat menunjuk pada suatu jenjang tertentu (social standing) dalam suatu sistem sosial. Pria berada pada posisi dominan terhadap wanita dalam banyak upacara dan ritual keagamaan, namun dalam kehidupan seharihari, pria dan wanita sanaga berperan dengan sama baiknya 6. Kekuasaan/Pengaruh (Power) Kekuasaan menunjuk pada kapasitas untuk atau dalam menguasai orang lain. Masyarakat Kampung Naga sangat menghormati karuhun mereka, Eyang Sembah Singaparna, yang disebut-sebut sebagai cikal bakal masyarakat Kampung Naga. Bahkan makam Eyang Sembah Singaparna dianggap sebagai tempat suci, di

27

samping Masjid dan Bumi Ageung, yang disebut-sebut tempat menyimpan benda-benda yang dianggap keramat. Kesakralan tempat-tempat tersebut dapat dilihat dari adanya ritual-ritual khusus yang diselenggarakan untuk tempat tersebut. Sebagai contoh adalah Upacara Hajat Sasih yang merupakan upacara ziarah dan membersihkan makam. 7. Sanksi Sanksi menunjuk kepada sistem ganjaran (reward) dan hukuman (punishment). Ganjaran dan hukuman tersebut ditetapkan oleh masyarakat untuk menjaga tingkah laku mereka supaya sesuai dengan norma yang berlaku. Masyarakat Kampung Naga masih menjunjung tinggi segala tradisi dan adat-istiadat. Tidak berani melanggar tradisi dan ada satu pun warganya yang adat-istiadatnya, termasuk

mempertanyakan kematian sang nenek moyang. Karena bila melanggar, malapetaka atau musibah bakal menimpa mereka. 8. Sarana/Fasilitas Sarana adalah sebagai semua cara atau jalan yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan sistem itu sendiri. Dapat berbentuk gedung, alat teknik apapun bentuk. Sarana/Fasilitas yang jelas terlihat di Kampung Naga adalah berupa bangunan, baik rumah tinggal, masjid, tempat menyimpan harta karun (Bumi Ageung) dan lain sebagainya 9. Tekanan/Ketegangan(Stress-strain) Didalam setiap sistem sosial, tidak dapat dihindari terdapat unsur tekanan- ketegangan. Aspek sosial yang berlangsung di Kampung Naga sejak puluhan tahun sampai saat ini tentunya dipengaruhi dan disebabkan oleh Tekanan dan Ketegangan (Stress-Strain) yang antara lain: Aturan adat yang walaupun cukup kompromis namun ketat dilaksanakan. Beberapa aturan adat ini sangat khas dan unik sehingga membentuk karakter orang-orang di28

dalamnya. Kekhasan karakter ini akan membuat mereka agak sulit beradaptasi bila hidup di luar daerah dan merasa paling nyaman tinggal di dalam kampung. Kondisi geografis dan topografi. Misalnya luasan lahan desa dan pemukiman yang tetapdan tidak bertambah, karena sudah berbatasan dengan batas administratif desa lain, atau terhambat kondisi perbukitan yang lebih sulit dibudidayakan atau ditinggali. Ditutupnya desa untuk pariwisata. C. Sumber Daya Alam Sumber Daya Alam yang tersedia di Kampung Naga sangat dijaga oleh seluruh warganya. Kawasan pemimpin hutan adat oleh (Kuncen)

Kampung Naga di ibaratkan seperti world bank, karena seluruh digunakan setempat, namun manfaat hutan untuk yang

kelangsungan hidup warga dapat dimanfaatkan hanya sebagian kecil saja seperti kayu atau ranting yang digunakan untuk bahan bakar masak, kayu/bambu untuk membuat beberapa peralatan rumah dan suvenir. Selain hutan, Sumber Daya Alam yang dijaga adalah Air. Air diibaratkan sebagai kesatria dengan tempat istirahatnya adalah hutan. Bila masyarakat menjaga hutan maka mereka telah dapat menjaga air untuk kelangsungan hidupnya.

D.

Infrastruktur

29

Perilaku sosial perkampungan

yang menunjukan solidaritas dan kesetaraan Menurut mereka hal ini untuk

pada masyarakat Kampung Naga adalah tidak adanya aliran listrik di tersebut. menghilangkan kecemburuan sosial ekonomi, selain untuk menjaga kelestarian lingkungan agar kehidupan modern tidak mengubah kebiasaan kebudayaan mereka secara mereka turun tetap temurun. Tanpa kehadiran listrik di pemukiman, bangunan dapat melakukan

seluruh aktivitas. Mengapa? Karena dukungan bahan dan bentuk rumah serta tata letak yang memanfaatkan arah sinar matahari membuat mereka masih tetap dapat beraktifitas (dalam dan luar rumah). E. Peran Kearifan Lokal Kearifan lokal Kampung Naga

terlihat pada kesepakatan

bersama masyarakat Kampung Naga pada pembangunan jalan setapak yang terbuat dari batu dan semen anak tangga sepanjang + 500 meter dari luar Kampung Naga menuju pintu depan perkampungan Kampung Naga. Awalnya jalan setapak tersebut masih berupa tanah dan bebatuan serta masih licin untuk dilewati dan masyarakat Kampung Naga tidak menyetujui pembangunannya karena ditakutkan akan merusak lingkungan dan dapat mengubah adat istiadat atau kebiasaan masyarakatnya. Keterlibatan peran masyarakat lokal lainnya yang terjadi antara pemda dan masyarakat Kampung Naga adalah pada penyediaan fasillitas penunjang pariwisata, seperti retribusi parkir (kawasan parkir disediakan cukup luas untuk dapat menampung beberapa bus dan mobil). Tidak ada biaya resmi untuk kunjungan wisatawan ke Kampung Naga namun terdapat biaya sukarela bagi wisatawan atau pengunjung untuk memberikan dana sumbangan.

2.2 Kelebihan (sisi positif) dan kekurangan (sisi negatif) dari masing-masing butir No.1 (a,b,c,d)

30

Kelebihan

(sisis

positif)

dari

sosial

budaya

masyarakat

Kampung naga adalah: 1. Kemandirian dan keteguhan mereka berpegang pada prinsipprinsip (dasar hidup) leluhurnya sangat memukau sehingga Kampung Naga dijadikan sebagai Kampung penjaga budaya Nusantara yang sampai saat ini masih lestari. 2. Meski disebut kampung tradisional namun mereka berbaur dengan masyarakat modern, beragama Islam tapi kuat memelihara adat istiadat leluhur. Mereka selalu merayakan hari besar Islam dengan upacara yang khusyuk. Contohnya upacara bulan Mulud atau Alif dengan melaksanakan Pedaran (pembacaan Sejarah Nenek Moyang). 3. Adat istiadat cukup kuat dipegang, namun juga menyediakan ruang kompromi menghadapi kondisi yang sulit dihindari. Mereka tidak mengasingkan diri dan membentengi diri dengan aturan adat yang takterbantahkan, namun menyediakan kompromi dan jalan keluar dalam menghadapi masalah sosial kemasyarakatan. bahwa Sedangkan dari kondisi arsitektur, nampak Kampung Naga adalah masyarakat masyarakat

komunal yang dengan rela mematuhi aturan-aturan yang ada demi mempertahankan kondisi komunal yang nyaman bagi mereka (Sikap toleransi yang tinggi). 4. Di hari Minggu anak-anak Kampung Naga diajari bahasa Inggris dan di hari lain, setelah pulang sekolah, mereka belajar agama Islam dengan sungguh-sungguh. Tahukah Anda? Sekolah mereka terletak di luar kampung, sebelah timur dari parkiran, dan setiap hari mereka harus menyusuri anak tangga sejumlah 439 tersebut pergi dan pulang! Semangat mereka patut dicontoh. 5. Melestarikan dan menjaga kekayaan alam Nusantara 6. Belajar dar lokalitas arsitektur tradisional Kelemahan (sisi negatif)

31

Ditengah

ketatnya

aturan adat,

ternyata

para

penduduk

diperbolehkan untuk memiliki tv dengan mempergunakan tenaga accu. Hal ini tentu kontradiktif dan sangat berbahaya, karena media komunikasi tv malah bisa meruntuhkan kearifan lokal penduduk setempat. Disamping itu, pintu masuk Kampung Naga, juga sudah terkontaminasi dengan budaya-budaya dari luar yang kurang bagus. Terbukti waktu rombongan selesai berkunjung, kemudian ditempat parkir kita berhenti dan beristirahat di warung sekitar tempat parkir mobil. Ternyata pemilik warung tersebut, menghibur para pengunjung dengan lagu disco dan rock barat, terasa agak aneh memang. Karena tak jauh dari situ adalah sekumpulan penduduk yang ketat dalam menjaga aturan Nenek Moyang, dan di shelter terakhir tempat masuk dan keluar penduduk Kampung Naga kita akan disuguhi berbagai hal yang berhubungan dengan globalisasi. Akses yang sangat mudah ke Kampung Naga ini, karena berada ditepi jalan raya utama antara Garut dan Tasikmalaya juga menjadi ancaman lain terhadap keunikan dan kelestarian kampung adat ini. Untuk itu masyarakat setempat, pemda dan seluruh pihak terkait harus menjaga salah satu kekayaan budaya Bangsa Indonesia ini.

32

BAB III MODEL PENGEMBANGAN PEMUKIMAN SECARA BERKELANJUTAN Dalam kondisi yang asli, sebenarnya kampung Naga telah berhasil menciptakan Sustainable Environment selama puluhantahun. Beberapa hal di bawah ini adalah beberapa aspek sosial yang masih sustainable/continue: Teraturnya kawasan (arsitektur) dan jumlah bangunan. Rela mengabdinya penduduk pada komunitas,(tanggungjawab sosial yan tinggi dan ikatan sosial antar warga yang rapat). Dihayatinya warga Sanaga sebagai saudara sepenanggungan, kondisi saling membutuhkan dan bekerjasama antar warga. Jumlah dan aturan upacara adat yang berasal dakompromi aturan agama Isalam dan aturan adat. Dihormatinya lelulur, terutama Eyang Singaparna Untuk menciptakan pola pemukiman yang berkelanjutan dibutuhkan beberapa aspek pendekatan atau prinsip-prinsip perancangan yang terkait dengan teori kebutuhan dasar manusia. Berikut aspek-aspek/ prinsip-prinsip yang seharusnya dipakai dalam perancangan pemukiman yang berkelanjutan. Aspek-aspek yang dipertimbangkan Aspek yang dipertimbangkan I. Kenyamanan a. Aksesibilitas Variabel Jarak Indikator

Ketersediaan jalan lingkungan Jalur pejalan b. Lingkungan Fasilitas Ketersediaan fasilitas

Kedekatan jarak terhadap fasilitas penunjang, kelengkapan dan kemudahannya. Mudah dicapai dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Mengakomodasi kebutuhan pejalan Mengakomodasi dalam pemenuhan kebutuhan33

c. Tata Bangunan

Kepadatan Keteraturan bangunan

d. Ruang Terbuka

Ketersediaan sarana penghijauan Penerangan

e. Keamanan

Pagar/batas rumah

sehari-hari. Banyaknya jumlah bangunan dari setiap luas Ha dibatasi. Keseragaman jarak antar bangunan dan orientasi bangunan. Mengakomodasi kebutuhan tempat bermain dan bersosialisasi. Setiap ruang luar memiliki penerangan yang cukup, tidak menyilaukan dalam jangkauan mata normal sehingga mencegah tindak kriminal. Tinggi pagar yang sesuai dengan standar, tidak permanent/tertutup rapat sehingga tidak menimbulkan kesan eksklusifitas.

f. Keselamatan II. Keindahan a. Tata Lingkungan b. Ruang Terbuka

Keteraturan Jalur hijau Teratur, enak dilihat, tidak menumpuk dan tidak membosankan. Dapat meredam kebisingan, menyaring polusi kendaraan, menyerap panas Berfungsi sebagai penanda, simpul pergerakan Ketersediaan fasilitas penunjang sebagai kegiatan sosial Tidak menimbulkan kesenjangan sosial.

c. Land Point

Mark/Fokal Kesan visual

III. Aspek Normatif a. Interaksi Fasilitas Masyarakat penunjang b. Kebiasaan Perilaku

34

Indikator yang terdapat pada masing-masing aspek pada tabel di atas merupakan langkah/pedoman yang dapat dilakukan untuk mewujudkan model pengembangan pemukiman secara berkelanjutan khususnya di Kampung Naga. Selain aspek-aspek di atas, langkah lain yang dapat dilakukan adalah menerapkan Arsitektur Ramah Lingkungan (Green Architecture). Arsitektur ramah lingkungan diharap dapat mengurangi akibat negatif bangunan terhadap lingkungan dengan efisiensi dalam penggunaan material, energi, dan pengembangan ruang. Adapun prinsip dari arsitektur ramah lingkungan dan berkelanjutan menurut Kelly Hart adalah: small is beautiful, heat with the sun, keep your cool, let nature cool your food, be energy efficient, conserve water, use local material, use natural material, save the forests, recycle material, build to cast, grow your food, dan share facilities. Adanya aspek-aspek atau prinsip model pengembangan pemukiman berkelanjutan di atas diharapkan mampu mewujudkan sebuah pemukiman yang dapat meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan.

35

BAB IV KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan Kampung merupakan Naga rantai sebagai dari bagian suatu dari keunikan kehidupan nusantara, yang turut

siklus

menyumbangkan keseimbangan dalam ekologi. Hal tersebut dapat dilihat dari proses kehidupan dan tatanan sosial dan kultur yang nampak dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai masyarakat yang sangat bergantung dengan alam alam serta , mereka juga sangat memperhatikan lingkunganya Kampung Naga adalah komunitas kecil, yang mengorganisasikan kehidupan warganya sebagai satu kesatuan sosial secara bersamasama dan atas tanggungan bersama memelihara kesucian dan ketentraman desa. Dengan demikian, pola kehidupan lebih bersifat kolektif, tradisional, agraris, homogen, religius dan tujuan utama warga adalah untuk kepentingan desa atau kepentingan bersama. Pola pemukiman Kampung Naga mencerminakan budaya dan unsur system sosial di dalamnya. Adapun pola pengembangan pemukiman berkelanjutan melalui aspek-aspek perancangan yang terkait dengan teori kebutuhan dasar manusia serta menerapkan prinsip-prinsip arsitektur ramah lingkungan. kondisi perubahan-perubahannya.

Masyarakat Kampung Naga merupakan bagian dari eksistensi alam

36

BAB IV Daftar Pustaka Buku Hariyono, Paulus. (2007). Sosiologi Kota Untuk Arsitek. Bumi Aksara: Jakarta. Internet http://budayanusantara.blogsome.com/2010/05/07/kampung-nagakampung-adat-di-jawa-barat/trackback/ (diAkses Tanggal 24 November 2011) www.tasikmalaya.go.id, dieny-yusuf.com (diAkses Tanggal 24 November 2011) www.westjava-indonesia.com (diAkses Tanggal 24 November 2011) www.navigasi.net 2003 2011 (diAkses Tanggal 24 November 2011) [email protected] (diAkses Tanggal 24 November 2011)

37