Abses Peritonsiler
Abses peritonsiler dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun
paling sering terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang
terjadi kecuali pada mereka yang menurun sistem immunnya, tapi
infeksi bisa menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada
anak-anak. Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki
dan perempuan. Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau
percobaan multipel penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut
merupakan predisposisi pada orang untuk berkembangnya abses
peritonsiler. Di Amerika insiden tersebut kadang-kadang berkisar 30
kasus per 100.000 orang per tahun, dipertimbangkan hampir 45.000
kasus setiap tahun4.Abses leher dalam terbentuk dalam ruang
potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat dari penjalaran
infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus
paranasal, telinga tengah dan leher tergantung ruang mana yang
terlibat. Gejala dan tanda klinik dapat berupa nyeri dan
pembengkakan. Abses peritonsiler (Quinsy) merupakan salah satu dari
Abses leher dalam dimana selain itu abses leher dalam dapat juga
abses retrofaring, abses parafaring, abses submanidibula dan angina
ludovici (Ludwig Angina)3.Abses peritonsiler adalah penyakit
infeksi yang paling sering terjadi pada bagian kepala dan leher.
Gabungan dari bakteri aerobic dan anaerobic di daerah peritonsilar.
Tempat yang bisa berpotensi terjadinya abses adalah adalah didaerah
pillar tonsil anteroposterior, fossa piriform inferior, dan palatum
superior4.Abses peritonsil terbentuk oleh karena penyebaran
organisme bakteri penginfeksi tenggorokan kesalah satu ruangan
aereolar yang longgar disekitar faring menyebabkan pembentukan
abses, dimana infeksi telah menembus kapsul tonsil tetapi tetap
dalam batas otot konstriktor faring5.Peritonsillar abscess (PTA)
merupakan kumpulan/timbunan (accumulation) pus (nanah) yang
terlokalisir/terbatas (localized) pada jaringan peritonsillar yang
terbentuk sebagai hasil dari suppurative tonsillitis.
ETIOLOGIAbses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi
tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus
Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebabnya sama dengan
kuman penyebab tonsilitis. Biasanya unilateral dan lebih sering
pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa muda2.Abses peritonsiler
disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang bersifat
anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses
peritonsiler adalahStreptococcus pyogenes(Group A Beta-hemolitik
streptoccus),Staphylococcus aureus, danHaemophilus
influenzae.Sedangkan organisme anaerob yang berperan
adalahFusobacterium.Prevotella, Porphyromonas,
Fusobacterium,danPeptostreptococcus spp.Untuk kebanyakan abses
peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme
aerobik dan anaerobik6.
PATOLOGIPatofisiologi PTA belum diketahui sepenuhnya. Namun,
teori yang paling banyak diterima adalah kemajuan (progression)
episode tonsillitis eksudatif pertama menjadi peritonsillitis dan
kemudian terjadi pembentukan abses yang sebenarnya (frank abscess
formation).Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan
jaringan ikat longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang
potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga
tampak palatum mole membengkak. Abses peritonsil juga dapat
terbentuk di bagian inferior, namun jarang.Pada stadium permulaan,
(stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga permukaan yang
hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan
berwarna kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan
bawah, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral.Bila
proses terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya akan
menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul
trismus. Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi
ke paru.Selain itu, PTA terbukti dapat timbul de novo tanpa ada
riwayat tonsillitis kronis atau berulang (recurrent) sebelumnya.
PTA dapat juga merupakan suatu gambaran (presentation) dari infeksi
virus Epstein-Barr (yaitu: mononucleosis).
GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSISSelain gejala dan tanda tonsilitis
akut, terdapat juga odinofagia (nyeru menelan) yang hebat, biasanya
pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga (otalgia), muntah
(regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah
(hipersalivasi), suara sengau (rinolalia), dan kadang-kadang sukar
membuka mulut (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula
dengan nyeri tekan.Bila ada nyeri di leher (neck pain) dan atau
terbatasnya gerakan leher (limitation in neck mobility), maka ini
dikarenakan lymphadenopathy dan peradangan otot tengkuk (cervical
muscle inflammation)1.Prosedur diagnosis dengan melakukan Aspirasi
jarum (needle aspiration). Tempat aspiration dibius / dianestesi
menggunakan lidocaine dengan epinephrine dan jarum besar (berukuran
1618) yang biasa menempel pada syringe berukuran 10cc. Aspirasi
material yang bernanah (purulent) merupakan tanda khas, dan
material dapat dikirim untuk dibiakkan.
Pada penderita PTA perlu dilakukan pemeriksaan7:
1. Hitung darah lengkap (complete blood count), pengukuran kadar
elektrolit (electrolyte level measurement), dan kultur darah (blood
cultures).2. Tes Monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan
pada pasien dengan tonsillitis dan bilateral cervical
lymphadenopathy. Jika hasilnya positif, penderita memerlukan
evaluasi/penilaian hepatosplenomegaly. Liver function tests perlu
dilakukan pada penderita dengan hepatomegaly.3. Throat culture atau
throat swab and culture: diperlukan untuk identifikasi organisme
yang infeksius. Hasilnya dapat digunakan untuk pemilihan antibiotik
yang tepat dan efektif, untuk mencegah timbulnya resistensi
antibiotik.4. Plain radiographs: pandangan jaringan lunak lateral
(Lateral soft tissue views) dari nasopharynx dan oropharynx dapat
membantu dokter dalam menyingkirkan diagnosis abses
retropharyngeal.5. Computerized tomography (CT scan): biasanya
tampak kumpulan cairan hypodense di apex tonsil yang terinfeksi
(the affected tonsil), dengan peripheral rim enhancement.6.
Ultrasound, contohnya: intraoral ultrasonography.
KOMPLIKASIKomplikasi yang mungkin terjadi ialah2:1. Abses pecah
spontan, mengakibatkan perdarahanm aspirasi paru, atau piema.2.
Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi
abses parafaring. Kemudian dapat terjadi penjalaran ke mediastinum
menimbulkan mediastinitis.3. Bila terjadi penjalaran ke daerah
intracranial, dapat mengakibatkan thrombus sinus kavernosus,
meningitis, dan abses otak.Sejumlah komplikasi klinis lainnya dapat
terjadi jika diagnosis PTA diabaikan.
Beratnya komplikasi tergantung dari kecepatan progression
penyakit. Untuk itulah diperlukan penanganan dan intervensi sejak
dini.
DIAGNOSIS BANDINGInfiltrat peritonsil, tumor, abses retrofaring,
abses parafaring, aneurisma arteri karotis interna, infeksi
mastoid, mononucleosis, infeksi kelenjar liur, infeksi gigi, dan
adenitis tonsil2,8,9.
TERAPIPada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika dosis
tinggi dan obat simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan air
hangat dan kompres dingin pada leher. Antibiotik yang diberikan
ialah penisilin 600.000-1.200.000 unit atau ampisilin/amoksisilin
3-4 x 250-500 mg atau sefalosporin 3-4 x 250-500 mg, metronidazol
3-4 x 250-500 mg2.Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada
daerah abses, kemudian diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat
insisi ialah di daerah yang paling menonjol dan lunak, atau pada
pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham
atas terakhir. Intraoral incision dan drainase dilakukan dengan
mengiris mukosa overlying abses, biasanya diletakkan di lipatan
supratonsillar. Drainase atau aspirate yang sukses menyebabkan
perbaikan segera gejala-gejala pasien.Bila terdapat trismus, maka
untuk mengatasi nyeri, diberikan analgesia lokal di ganglion
sfenopalatum.Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi a
chaud. Bila tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses
disebut tonsilektomi a tiede, dan bila tonsilektomi 4-6 minggu
sesudah drainase abses disebut tonsilektomi a froid. Pada umumnya
tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu
sesudah drainase abses2.Tonsilektomi merupakan indikasi absolut
pada orang yang menderita abses peritonsilaris berulang atau abses
yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya. Abses peritonsil
mempunyai kecenderungan besar untuk kambuh. Sampai saat ini belum
ada kesepakatan kapan tonsilektomi dilakukan pada abses peritonsil.
Sebagian penulis menganjurkan tonsilektomi 68 minggu kemudian
mengingat kemungkinan terjadi perdarahan atau sepsis, sedangkan
sebagian lagi menganjurkan tonsilektomi segera10.Penggunaan
steroids masih kontroversial. Penelitian terbaru yang dilakukan
Ozbek mengungkapkan bahwa penambahan dosis tunggal intravenous
dexamethasone pada antibiotik parenteral telah terbukti secara
signifikan mengurangi waktu opname di rumah sakit (hours
hospitalized), nyeri tenggorokan (throat pain), demam, dan trismus
dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberi antibiotik
parenteral.
PROGNOSISAbses peritonsoler hampir selalu berulang bila tidak
diikuti dengan tonsilektomi., maka difunda sampai 6 minggu
berikutnya. Pada saat tersebut peradangan telah mereda, biasanya
terdapat jeringan fibrosa dan granulasi pada saat oprasi.
LARINGITISDEFINISILaringitis akut adalah radang akut laring yang
disebabkan oleh virus dan bakteri yang berlangsung kurang dari 3
minggu dan pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus influenza
(tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan
adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella
catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan
Streptococcus pneumoniae.ETIOLOGI1. Laringitis akut ini dapat
terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas seperti influenza
atau common cold. infeksi virus influenza (tipe A dan B),
parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab
lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis,
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus
pneumoniae.2. Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim /
cuaca3. Pemakaian suara yang berlebihan4. Trauma5. Bahan kimia6.
Merokok dan minum-minum alkohol7. AlergiPATOFISIOLOGIHampir semua
penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri mungkin
sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis.
Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap
perubahan suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada
immunitas. Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan mudah
ditularkan. Ini terjadi seiring dengan menurunnya daya tahan tubuh
dari host serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini
biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian
atas lainnya.Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran
nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus
secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi
tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa
menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya inflamasi
pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat
pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan
merangsang peningkatan suhu tubuh.GEJALA KLINIS 1. Gejala lokal
seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang
kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih
rendah dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan
getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan
kanan sehingga menimbulkan suara menjada parau bahkan sampai tidak
bersuara sama sekali (afoni).2. Sesak nafas dan stridor3. Nyeri
tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.4. Gejala
radang umum seperti demam, malaise5. Batuk kering yang lama
kelamaan disertai dengan dahak kental6. Gejala commmon cold seperti
bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan
hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan
temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat
celsius.7. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok
hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri
kepala, batuk, peningkatan suhu yang sangat berarti yakni lebih
dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai
dengan nyeri diseluruh tubuh .8. Pada pemeriksaan fisik akan tampak
mukasa laring yang hiperemis, membengkak terutama dibagian atas dan
bawah pita suara dan juga didapatkan tanda radang akut dihidung
atau sinus paranasal atau paru9. Obstruksi jalan nafas apabila ada
udem laring diikuti udem subglotis yang terjadi dalam beberapa jam
dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak menjadi gelisah,
air hunger, sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik akan
ditemukan retraksi suprasternal dan epigastrium yang dapat
menyebabkan keadaan darurat medik yang dapat mengancam jiwa
anak.PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Foto rontgen leher AP : bisa tampak
pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda ini ditemukan
pada 50% kasus.2. Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat
normal. Jika disertai infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.3.
Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring
yang sangat sembab, hiperemis dan tanpa membran serta tampak
pembengkakan subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat pada konus
elastikus yang akan tampak dibawah pita suara.DIAGNOSISDiagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.DIAGNOSA BANDING1. Benda asing pada laring2.
Faringitis3. Bronkiolitis4. Bronkitis5.
PnemoniaPENATALAKSANAANUmumnya penderita penyakit ini tidak perlu
masuk rumah sakit, namun ada indikasi masuk rumah sakit apabila :
Usia penderita dibawah 3 tahun Tampak toksik, sianosis, dehidrasi
atau axhausted Diagnosis penderita masih belum jelas Perawatan
dirumah kurang memadaiTerapi :1. Istirahat berbicara dan bersuara
selama 2-3 hari2. Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 l/ menit3.
Istirahat4. Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri /
minyak mint bila ada muncul sumbatan dihidung atau penggunaan
larutan garam fisiologis (saline 0,9 %) yang dikemas dalam bentuk
semprotan hidung atau nasal spray5. Medikamentosa : Parasetamol
atau ibuprofen / antipiretik jika pasien ada demam, bila ada gejala
pain killer dapat diberikan obat anti nyeri / analgetik, hidung
tersumbat dapat diberikan dekongestan nasal seperti
fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin, napasolin dapat
diberikan dalam bentuk oral ataupun spray.Pemberian antibiotika
yang adekuat yakni : ampisilin 100 mg/kgBB/hari, intravena, terbagi
4 dosis atau kloramfenikol : 50 mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi
dalam 4 dosis atau sefalosporin generasi 3 (cefotaksim atau
ceftriakson) lalu dapat diberikan kortikosteroid intravena berupa
deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis,
diberikan selama 1-2 hari.6. Pengisapan lendir dari tenggorok atau
laring, bila penatalaksanaan ini tidak berhasil maka dapat
dilakukan endotrakeal atau trakeostomi bila sudah terjadi obstruksi
jalan nafas.7. Pencegahan : Jangan merokok, hindari asap rokok
karena rokok akan membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan
iritasi pada pita suara, minum banyak air karena cairan akan
membantu menjaga agar lendir yang terdapat pada tenggorokan tidak
terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan, batasi penggunaan
alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering. jangan
berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena berdehem akan
menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara,
meningkatkan pembengkakan dan berdehem juga akan menyebabkan
tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir.PROGNOSISPrognosis
untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya
selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun
penyakit ini dapat menyebabkan udem laring dan udem subglotis
sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini
terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau
trakeostomiaik
Polip NasalDefinisiPolip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di
dalam rongga hidung. Kebanyakan polip berwarna putih bening atau
keabu abuan, mengkilat, lunak karena banyak mengandung cairan
(polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi
kekuning kuningan atau kemerah merahan, suram dan lebih kenyal
(polip fibrosa)EtiologiPolip hidung biasanya terbentuk sebagai
akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung.
Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui
dengan pasti tetapi ada keragu raguan bahwa infeksi dalam hidung
atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya
polip.Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip
antara lain : Alergi terutama rinitis alergi. Sinusitis kronik.
Iritasi. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi
septum dan hipertrofi konkaPatogenesisPada tingkat permulaan
ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus
medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler,
sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus
berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan
turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga
terbentuk polip.Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang
yang lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis
alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari
pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan
menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk
suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila,
kemudian sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di antrum,
akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan
pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang
yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi.
Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa
menyebabkan obstruksi di meatus media.Gejala klinisGejala utama
yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung.
Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat
keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala
hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal,
maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan
nyeri kepala dan rinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka
gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung. Pada
rinoskopi anterior polip hidung seringkali harus dibedakan dari
konka hidung yang menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaan
antara polip dan konka polipoid ialah:Polip : 1. Bertangkai; 2.
Mudah digerakkan; 3. Konsistensi lunak; 4. Tidak nyeri bila
ditekan; 5. Tidak mudah berdarah; 6. Pada pemakaian vasokonstriktor
(kapas adrenalin) tidak mengecilDiagnosisAnamnesis Keluhan utamanya
adalah hidung terasa tersumbat dari yang ringan sampai yang berat,
rinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia.
Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai
sakit kepala daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin
didapati post nasal drip dan rinore purulen. Gejala sekunder ialah
bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur,
dan penurunan kualitas hidup.Pemeriksaan fisik Polip nasi yang
masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung
tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan
rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang
berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.Pembagian stadium
polip menurut Mackay dan Lund, yaitu: Stadium 1 : polip masih
terbatas di meatus medius. Stadium 2 : polip sudah keluar dari
meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga
hidung. Stadium 3 : polip yang masif.Nasoendoskopi Polip stadium 1
dan 2 kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior
tetapi tampak dengan pemriksaan nasoendoskopi. Pada polip koanal
juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium
asesorius sinus maksila.Radiologi Foto polos sinus paranasal dapat
memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan
didalam sinus tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip.
Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT scan) sangat bermanfaat
untuk melihat jelas keadaan hidung dan sinus paranasal apakah ada
proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan
hidung.PenatalaksanaanTujuan utama pengobatan menghilangkan
keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut
juga polipektomi-medikamentosa. Dapat diberikan topikal atau
sistemik. Polip tipe eosinofilik memberikan respons yang lebih baik
terhadap pengobatan kortikosteroid intranasal dibandingkan polip
tipe neutrofilik.Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi
medikamentosa atau polip yang sangat masif dipertimbangan untuk
terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi)
menggunakan senar polip atau cunam dengan analgesi lokal,
etmoidektomi intranasal atau ethmoidektomi ekstranasal untuk polip
ethmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sins maksila. Yang terbaik
ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan
tindakan BSEF (Bedah sinus Endoskopi Fungsional).PrognosisPolip
hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga
perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang
paling ideal pada rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan
alergen penyebab dan eliminasi. Secara medikamentosa, dapat
diberikan antihistamin dengan atau tanpa dekongestan yang berbentuk
tetes hidung yang bisa mengandung kortikosteroid atau tidak. Dan
untuk alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung
lama dapat dilakukan imunoterapi dengan cara desensitisasi dan
hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila pengobatan cara lain
tidak memberikan hasil yang memuaskan.
CORPUS ALIENUM
DefinisiCorpus alienum adalah benda asing yang berasal dari luar
atau dalam tubuh yang dalam keadaan normal tidak ada pada
tubuh.Jenis-jenis Benda asing yang berasal dari luar tubuh disebut
benda asing eksogen, biasanya masuk melalui hidung atau
mulut.Sedangkan yang berasal dari dalam tubuh disebut benda asing
endogen.Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau
gas.Benda asing eksogen padat terdiri dari zat organic seperti
kacang-kacangan (yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan), tulang (yang
berasal dari kerangka binatang) dan zat anorganik seperti paku,
jarum, peniti, batu, dan lain-lain. Benda asing eksogen cair dibagi
dalam benda cair yang bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan
benda cair non-iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4. Benda asing
endogen dapat berupa secret kental, darah atau bekuan darah, nanah,
krusta, perkijuan, membran difteri, bronkolit. Cairan amnion,
mekonium dapat masuk ke dalam saluran napas bayi pada saat proses
persalinan.Benda Asing di HidungBenda asing sebagai penyebab
sumbatan hidung hampir selalu ditemukan pada anak-anak.Anak-anak
cenderung memasukan benda-benda kecil dalam hidung.Benda asing yang
lazim ditemukan adalah manik-manik, kancing, kacang, kelereng, dan
karet penghapus.Bila benda tersebut belum lama dimasukan, maka
tidak atau hanya sedikit mengganggu, kecuali bila benda tersebut
tajam atau sangat besar.GejalaGejala yang lazim adalah obstruksi
unilateral dan secret yang berbau.Benda asing umumnya ditemukan di
anterior vestibulum atau pada meatus inferior sepanjang dasar
hidung.Tidak satupun benda asing boleh dibiarkan dalam hidung oleh
karena bahaya nekrosis dan infeksi sekunder yang mukin timbul, dan
kemungkinan aspirasi kedalam saluran pernapasan bawah.
Gambar 2. Letak predileksi benda asing di hidungDiagnosaUntuk
memeriksa hidung bagian dalam dapat digunakan speculum hidung dan
penlight. Pada inspeksi akan telihat benda asing yang terjepit
dalam hidung.
Gambar 3. Pemeriksaan rhinoskopi anterior
PenatalaksanaanPengangkatan dapat dilakukan di klinik pada anak
yang kooperatif, setelah sebelumnya dioleskan suatu anastetik
topical dan vasokonstriktor misalnya kokain. Suatu kait buntu yang
diselipkan di belakang benda tersebut atau suatu forsep alligator
yang kecil akan sangat membantu. Kadang diperlukan anestesi umum
untuk mengeluarkan benda tersebut.RinolitRinolit juga dianggap
sebagai suatu benda asing tipe khusus yang biasanya diamati pada
orang dewasa.Garam-garam tak larut dalam secret hidung membentuk
suatu masa berkapur sebesar benda asing yang tertahan lama atau
bekuan darah.Sekret sinus kronik dapat mengawali terbentuknya masa
seperti itu di dalam hidung.Benda Asing di Laring, Trakea, dan
BronkusSetelah benda asing teraspirasi, maka benda asing tersebut
dapat tersangkut pada 3 tempat anatomis yaitu, laring, trakea atau
bronkus. Dari semua aspirasi benda asing, 8090% diantaranya
terperangkap di bronkus dan cabang-cabangnya. Pada orang dewasa,
benda asing bronkus cenderung tersangkut di bronkus utama kanan,
karena sudut konvergensinya yang lebih kecil dibandingkan bronkus
utama kiri. Benda asing yang lebih besar lebih banyak tersangkut di
laring atau trakeaGejalaGejala sumbatan benda asing di dalam
saluran napas tergantung pada lokasi benda asing, derajat sumbatan
(total atau sebagian), sifat, bentuk dan ukuran benda asing.Benda
asing yang masuk melalui hidung dapat tersangkut di hidung,
nasofaring, laring, trakea dan bronkus.Benda yang masuk melalui
mulut dapat tersangkut di orofaring, hipofaring, tonsil, dasar
lidah, sinus piriformis, esofagus atau dapat juga tersedak masuk ke
dalam laring, trakea dan bronkus.Gejala yang timbul bervariasi,
dari tanpa gejala hingga kematian sebelum diberikan pertolongan
akibat sumbatan total. Seseorang yang mengalami aspirasi benda
asing saluran napas akan mengalami 3 stadium. Stadium pertama
merupakan gejala permulaan yaitu batuk-batuk hebat secara tiba-tiba
(violent paroxysms of coughing), rasa tercekik (choking), rasa
tersumbat di tenggorok (gagging) dan obstruksi jalan napas yang
terjadi dengan segera.Pada stadium kedua, gejala stadium permulaan
diikuti oleh interval asimtomatis. Hal ini karena benda asing
tersebut tersangkut, refleks-refleks akan melemah dan gejala
rangsangan akut menghilang. Stadium ini berbahaya, sering
menyebabkan keterlambatan diagnosis atau cenderung mengabaikan
kemungkinan aspirasi benda asing karena gejala dan tanda yang tidak
jelas.Pada stadium ketiga, telah terjadi gejala komplikasi dengan
obstruksi, erosi atau infeksi sebagai akibat reaksi terhadap benda
asing, sehingga timbul batuk-batuk, hemoptisis, pneumonia dan abses
paru.Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut di
antara pita suara atau berada di subglotis.Gejala sumbatan laring
tergantung pada besar, bentuk dan letak (posisi) benda
asing.Sumbatan total di laring akan menimbulkan keadaan yang gawat
biasanya kematian mendadak karena terjadi asfiksia dalam waktu
singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya spasme laring dengan
gejala antara lain disfonia sampai afonia, apnea dan sianosis.
Sumbatan tidak total di laring dapat menyebabkan disfonia sampai
afonia, batuk yang disertai serak (croupy cough), odinofagia,
mengi, sianosis, hemoptisis, dan rasa subjektif dari benda asing
(penderita akan menunjuk lehernya sesuai dengan letak benda asing
tersebut tersangkut) dan dispnea dengan derajat bervariasi. Gejala
ini jelas bila benda asing masih tersangkut di laring, dapat juga
benda asing sudah turun ke trakea, tetapi masih menyisakan reaksi
laring oleh karena adanya edema.DiagnosaPada kasus benda asing di
saluran napas dapat dilakukan pemeriksaan radiologis dan
laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda asing yang
bersifat radioopak dapat dibuat rongent foto segera setelah
kejadian, benda asing radiolusen dibuatkan rongent foto setelah 24
jam kejadian, karena sebelum 24 jam kejadian belum menunjukkan
gambaran radiologis yang berarti. Biasanya setelah 24 jam baru
tampak tanda-tanda atelektasis atau emfisema.Video fluoroskopi
merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas secara
keseluruhan, dapat mengevaluasi pada saat ekspirasi dan inspirasi
dan adanya obstruksi parsial. Pemeriksaan laboratorium darah
diperlukan untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan asam basa,
serta tanda-tanda infeksi saluran napas.
PenatalaksanaanUntuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda
asing dengan cepat dan tepat, perlu diketahui dengan baik lokasi
tersangkutnya benda asing tersebut.Secara prinsip benda asing di
saluran napas dapat ditangani dengan pengangkatan segera secara
endoskopik dengan trauma minimum.Umumnya penderita dengan aspirasi
benda asing datang ke rumah sakit setelah melalui fase akut,
sehingga pengangkatan secara endoskopik harus dipersiapkan
seoptimal mungkin, baik dari segi alat maupun personal yang telah
terlatih.Penderita dengan benda asing di laring harus mendapat
pertolongan segera, karena asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya
beberapa menit. Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang
menyumbat laring secara total ialah dengan cara perasat dari
Heimlich (Heimlichmaneuver), dapat dilakukan pada anak maupun
dewasa. Menurut teori Heimlich, benda asing yang masuk ke dalam
laring ialah pada saat inspirasi. Dengan demikian paru penuh dengan
udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup, dengan
menekan botol itu, maka sumbatnya akan terlempar keluar. Komplikasi
perasat Heimlich adalah kemungkinan terjadinya ruptur lambung atau
hati dan fraktur kosta. Oleh karena itu pada anak sebaiknya cara
menolongnya tidak dengan menggunakan kepalan tangan tetapi cukup
dengan dua buah jari kiri dan kanan. Pada sumbatan benda asing
tidak total di laring perasat Heimlich tidak dapat digunakan. Dalam
hal ini penderita dapat dibawa ke rumah sakit terdekat yang
memiliki fasilitas endoskopik berupa laringoskop dan
bronkoskop.
Gambar 4. Benda asing di laring pada pemeriksaan foto
Rontgen
Gambar 5. Duri ikan pada laring tampak pada endoskopi
Gambar 6. Benda asing pada bronkus principalis dekstra
Benda Asing di Orofaring dan EsofagusBenda asing dapat masuk ke
saluran cerna bagian atas.Orofaring terinervasi maka pasien dapat
menunjukan benda asing pada orofaring. Luka gores atau lecet pada
mukosa orofaring dapat menimbulkan sensasi benda asing. Benda asing
yang terlalu lama dapat menyebabkan infeksi jaringan lunak sekitar
dari tenggorokan dan leher.Esofagus merupakan struktur berbentuk
tabung sepanjang 20-25cm. pasien biasanya dapat menunjukan benda
asing jika berada pada esofagus bagian atas tapi akan sulit jika
berada pada esophagus bagiah bawah. Esophagus memiliki 3 tempat
penyempitan dimana biasanya benda asing terperangkap yaitu: upper
esophageal sphincter(UES), crossover aorta, lower esophageal
sphincter(LES). Struktur abnormal dari esophagus termasuk striktur,
web, divertikel, dan keganasan meningkatkan kejadian benda asing
yang terperangkap dan sama halnya dengan gangguan motorik seperti
scleroderma, spasme esophageal difus, atau achalasia.GejalaGejala
orofaring biasanya terdapat sensasi benda asing terutama setelah
memakan ayam ataupun ikan.Rasa tidak nyaman dari ringan sampai
berat.Pasien biasanya mengeluh sulit menelan atau tidak dapat
mengontrol air liur.Biasanya pasien dapat melokalisir benda asing
tersebut.Gejala esophagus biasanya akut dengan riwayat
mencerna.Ketidaknyamanan padaepigastrium menandakan bahwa benda
asing terperangkap pada LES.Disfagia biasa dikeluhkan oleh pasien
dewasa dengan ketidakmampuan mengendalikan sekresi air liur.Pada
pasien anak biasanya tidak terdapat gejala yang khas.Orang tua
biasanya yang memberitahu kepada dokter bahwa anaknya telah menelan
sesuatu.Rasa tersumbat ditenggorok, muntah, dan sakit tenggorokan
biasanya muncul.Jika benda asing berlangsung lama maka biasanya
anak menjadi tidak ingin makan, rewel, gagal tumbuh, demam,
stridor, gejala pulmonal seperti pneumonia yang berulang yang
berasal dari aspirasi.Benda asing esophagus yang besar pada UES
dapat mendesak trakea sehingga menyebabkan stidor dan membahayakan
pernafasan.DiagnosisBenda asing pada orofaring biasanya dapat
terlihat dan mudah diambil.Pada pasien yang kooperatif dapat
dilakukan laringoskopi indirect atau nasofaringoskopi serat optik.
Foto Rontgen polos esophagus servikal dan torakal anteroposterior
dan lateral dilakukan pada pasien yang menelan benda asing terutama
logam. Sehingga dapat diketahui letak dari benda asing di
esophagus.Endoscopi dilakukan pada pasien dimana jalan nafas ikut
terlibat dan sudah timbul komplikasi.Jika belum jelas maka dapat
dilakukan CT scan sebelum endoskopi.
PenatalaksanaanBenda asing di esophagus dikeluarkan dengan
esofagoskopi menggunakan cunam yang sesuai dengan benda asing
tersebut.Bila benda asing telah berhasil dikeluarkan harus
dilakukan esofagoskopi ulang untuk melihat adanya kelainan-kelainan
esophagus yang telah ada sebelumnya.Benda asing tajam yang tidak
berhasil dikeluarkan dengan esofagoskopi harus dikeluarkan dengan
pembedahan yaitu servikotomi, torakotomi, atau esofagotomi,
tergantung lokasi benda asing.Bila dicurigai adanya perforasi yang
kecil segera dipasang pipa nasogaster agar pasien tidak menelan
makanan ataupun ludah dan diberikan antibiotika bersprektm luas
selama 7-10 hari untuk mencegah timbulnya sepsis.Fraktur Nasal,
Maxilofacial Injury PENDAHULUANFraktur nasal merupakan suatu
keadaan yang disebabkan oleh trauma yang ditandai dengan patahnya
tulang hidung baik sederhana maupun kominunitiva. Fratur nasal
merupakan fraktur pada wajah yang paling sering dijumpai pada
manusia; pada kasus trauma wajah sekitar 40 % adalah fraktur nasal.
Fraktur nasal pada orang dewasa dijumpai pada kasus berkelahi,
trauma akibat olahraga, jatuh dan kecelakaan lalu lintas, sedangkan
pada anak-anak sering disebabkan karena bermain dan olahraga.
1,2
Fraktur nasal dapat ditemukan dan berhubungan dengan fraktur
tulang wajah yang lain. Oleh karena itu fraktur nasal sering tidak
terdiagnosa dan tidak mendapat penanganan karena pada beberapa
pasien sering tidak menunjukkan gejala klinis. 2Jenis fraktur nasal
tergantung pada arah pukulan yang mengenai hidung. Jenis trauma
yang sering ditemukan adalah fraktur transversal, vertikal atau
fraktur maksila multiple,dan terutama fraktur akibat arah pukulan
mengenai hidung bagian bawah. Fraktur lateral biasanya merupakan
fraktur nasal tertutup yang mencapai tulang frontalis dan
maksilaris. Fraktur nasal lateral jarang dihubungkan dengan fraktur
maksila. 3,4Fraktur nasal sering menyebabkan deformitas septum
nasal karena adanya pergeseran septum dan fraktur septum. Pada
jenis fraktur nasal kominunitiva, prosessus frontalis os maksila
dan lamina perpendikularis os ethmoidalis dan vomer biasanya
mengalami fraktur. 4INSIDENDi Amerika Serikat fraktur nasal
merupakan fraktur pada wajah yang paling sering dijumpai. Sekitar
39-45% dari seluruh fraktur wajah. Pria dua kali lebih banyak
dibanding wanita. Insiden meningkat pada umur 15-30 tahun dan
dihubungkan dengan perkelahian dan cedera akibat olahraga.
3,5ETIOLOGIFraktur nasal pada dewasa dapat disebabkan oleh karena
perkelahian, cedera akibat olahraga, terjatuh, dan kecelakaan lalu
lintas. Sedangkan pada anak-anak disebabkan karena bermain dan
olahraga. 2,3,5ANATOMI Hidung merupakan bagian wajah yang paling
seing mengalami trauma karena merupakan bagian yang berada paling
depan dari wajah dan paling menonjol. Hidung terdiri dari hidung
bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan pendarahan
serta persarafannya, serta fisiologi hidung. 5Hidung luar berbentuk
piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah 1). Pangkal
hidung (bridge), 2) dorsum nasi, 3) puncak hidung, 4) ala nasi, 5)
kolumela dan 6) lubang hidung (nares anterior). 6Hidung luar
dilapisi oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari 1) tulang
hidung ( os nasalis), 2) posesus frontalis os maksila dan 3)
prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan
terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian
bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis
superior, 2) sepasang kartilago nasalis inferior yang disebut
sebagai kartilago alar minor dan tepi anterior kartilago septum.
6Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengah-tengahnya
menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum
nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang masuk ke
belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum
nasi dengan nasofaring.6Tiap kavum nasi mempunyai empat macam
dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.
Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh
tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah 1) lamina
perpendikularis os ethmoid, 2) vomer, 3) krista nasalis os maksila,
4) krista nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago
septum (lamina kuadrangularis), dan kolumela. 6Septum dilapisi oleh
lapisan perikondrium pada tulang rawan dan periostium pada bagian
tulang, sedangkan di bagian luarnya dilapisi oleh mukosa hidung.
6Bagian belakang dinding lateral terdapat konka-konka, pada dinding
lateral terdapat empat buah konka. Yang terbesar dan letaknya
paling bawah adalah konka inferior, kemudian yang kecil konka
media, lebih kecil lag konka superior, sedangkan yang terkecil
disebut konka suprema. 6Bagian bawah hidung mendapat pendarahan
dari cabang a. maksilaris interna di antaranya ujung a. palatina
mayor dan a. sphenopalatina. Bagian depan hidung mendapat
pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis.6Pada bagian depan septum
terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sphenopalatina, a.
ethmoid anterior (cabang dari a. oftalmika ), a. labialis superior
dan a. palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach (littles
area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cedera
oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis (perdarahan
hidung) terutama anak. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama
dan berjalan berdampingan dengan arterinya. 6Persarafan hidung
berasal dari banyak cabang-cabang serabut saraf. Permukaan luar
bagian atas mendapat persarafan dari nervus supratrochlear dan
infratrochlear, dan bagian inferior mendapat persarafan dari cabang
nervus infraorbita dan nervus ethmoidalis anterior. Sedangkan
hidung bagian dalam mendapat persarafan dari ganglion ethmoidalis
anterior dan ganglion sphenopalatina. 3,6Fungsi hidung ialah untuk
1) jalan napas, 2) alat pengatur kondisi udara (air conditioning),
3) penyaring udara, 4) sebagai indera penghidu, 5) untuk resonansi
udara, 6) turut membantu proses bicara.PATOFISIOLOGITulang hidung
dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung letaknya
menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah, sehingga kurang
kuat menghadapi tekanan dari luar. Pola fraktur yang diketahui
beragam tergantung pada kuatnya objek yang menghantam dan kerasnya
tulang (Murray, 1984). Seperti dengan fraktur wajah yang lain,
pasien muda cenderung mengalami fraktur kominunitiva septum nasal
dibandingkan dengan pasien dewasa yang kebanyakan frakturnya lebih
kompleks. (cummings, 1998). 5Daerah terlemah dari hidung adalah
kerangka kartilago dan pertemuan antara kartilago lateral bagian
atas dengan tulang dan kartilago septum pada krista maksilaris.
Daerah terlemah merupakan tempat yang tersering mengalami fraktur
atau dislokasi pada fraktur nasal.Kekuatan yang besar dari berbagai
arah akan menyebabkan tulang hidung remuk yang ditandai dengan
deformitas bentuk C pada septum nasal. Deformitas bentuk C biasanya
dimulai di bagian bawah dorsum nasal dan meluas ke posterior dan
inferior sekitar lamina perpendikularis os ethmoid dan berakhir di
lengkung anterior pada kartilago septum kira-kira 1 cm di atas
krista maksilaris.5Murray melaporkan bahwa kebanyakan deviasi
akibat fraktur nasal meliputi juga fraktur pada kartilago septum
nasal. Fraktur nasal lateral merupakan yang paling sering dijumpai
pada fraktur nasal. Fraktur nasal lateral akan menyebabkan
penekanan pada hidung ipsilateral yang biasanya meliputi setengah
tulang hidung bagian bawah, prosesus nasi maksilaris dan bagian
tepi piriformis.5Trauma lain yang sering dihubungkan dengan fraktur
nasal adalah fraktur frontalis, ethmoid dan tulang lakrimalis,
fraktur nasoorbital ethmoid; fraktur dinding orbita; fraktur lamina
kribriformis; fraktur sinus frontalis dan fraktur maksila Le Fort
I, II, dan III.5Jenis fraktur nasal adalah (1) fraktur nasal
sederhana. (2) fraktur pada prosessus frontalis maksila. (3)
fraktur nasal dengan pergeseran kartilago nasi (4) fraktur dengan
keluarnya kartilago septum dari sulkusnya di vomer. (5) fraktur
kominunitiva pada vomer dan (6) fraktur pada tulang ethmoid
sehingga CSS mengalir dari hidung.1,3 DIAGNOSISa. AnamnesisRentang
waktu antara trauma dan konsultasi dengan dokter bedah sangatlah
penting untuk penatalaksanaan pasien. Sangatlah penting untuk
menentukan waktu trauma dan menentukan arah dan besarnya kekuatan
dari benturan. Sebagai contoh, trauma dari arah frontal bisa
menekan dorsum nasal, dan menyebabkan fraktur nasal. Pada
kebanyakan pasien yang mengalami trauma akibat olahraga, trauma
nasal yang terjadi berulang dan terus menerus, dan deformitas
hidung akan menyebabkan sulit menilai antara trauma lama dan trauma
baru sehingga akan mempengaruhi terapi yang diberikan. Informasi
mengenai keluhan hidung sebelumnya dan bentuk hidung sebelumnya
juga sangat berguna. Keluhan utama yang sering dijumpai adalah
epistaksis, deformitas hidung, obstruksi hidung dan anosmia.1,2b.
Pemeriksaan fisikKebanyakan fraktur nasal adalah pelengkap trauma
seperti trauma akibat dihantam atau terdorong. Bagaimanapun,
manakala manksir suatu pasien dengan fraktur nasal, seorang dokter
tidak hanya memusatkan perhatian pada hidung yang mengalami trauma.
Ini sangat penting bagi pasien yang telah mengalami suatu
kecelakaan lalu lintas atau suatu perkelahian. Pukulan substansial
yang mengenai daerah wajah bagian tengah akan mengakibatkan trauma
pada tulang belakang dan oleh karena itu dokter harus mempunyai
pertimbangan klinis dalam melakukan tindakan dengan mengesampingkan
trauma tulang belakang. Sepanjang penilaian awal dokter harus
menjamin bahwa jalan napas pasien aman dan ventilasi terbuka dengan
sewajarnya. Fraktur nasal sering dihubungkan dengan trauma pada
kepala dan leher yang bisa mempengaruhi patennya trakea.
1,2,3Fraktur nasal ditandai dengan laserasi pada hidung, epistaksis
akibat robeknya membran mukosa. Jaringan lunak hidung akan nampak
ekimosis dan udem yang terjadi dalam waktu singkat beberapa jam
setelah trauma dan cenderung nampak di bawah tulang hidung dan
kemudian menyebar ke kelopak mata atas dan bawah. 3,5,7Deformitas
hidung seperti deviasi septum atau depresi dorsum nasal yang sangat
khas, deformitas yang terjadi sebelum trauma sering menyebabkan
kekeliruan pada trauma baru. Pemeriksaan yang teliti pada septum
nasal sangatlah penting untuk menentukan antara deviasi septum dan
hematom septi, yang merupakan indikasi absolut untuk drainase bedah
segera. Sangatlah penting untuk memastikan diagnosa pasien dengan
fraktur, terutama yang meliputi tulang ethmoid. Fraktur tulang
ethmoid biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur nasal
fragmental berat dengan tulang piramid hidung telah terdorong ke
belakang ke dalam labirin ethmoid, disertai remuk dan melebar,
menghasilkan telekantus, sering dengan rusaknya ligamen kantus
medial, apparatus lakrimalis dan lamina kribriformis, yang
menyebabkan rhinorrhea cerebrospinalis. 1,3,7,8Pada pemeriksaan
fisis dengan palpasi ditemukan krepitasi akibat emfisema sukutan,
teraba lekukan tulang hidung dan tulang menjadi irregular. Pada
pasien dengan hematom septi nampak area berwarna putih mengkilat
atau ungu yang nampak berubah-ubah pada satu atau kedua sisi septum
nasal. Keterlambatan dalam mengidentifikasi dan penanganan akan
menyebabkan deformitas bentuk pelana, yang membutuhkan penanganan
bedah segera.2Pemeriksaan dalam harus didukung dengan pencahayaan,
anestesi, dan semprot hidung vasokonstriktor. Spekulum hidung dan
lampu kepala akan memperluas lapangan pandang. Pada pemeriksaan
dalam akan nampak bekuan darah dan/atau deformitas septum nasal.2c.
Pemeriksaan radiologisJika tidak dicurigai adanya fraktur nasal
komplikasi, radiografi jarang diindikasikan. Karena pada
kenyataannya kurang sensitif dan spesifik, sehingga hanya
diindikasikan jika ditemukan keraguan dalam mendiagnosa. Radiografi
tidak mampu untuk mengidentifikasi kelainan pada kartilago dan ahli
klinis sering salah dalam mengintrepretasikan sutura normal sebagi
fraktur yang disertai dengan pemindahan posisi. Bagaimanapun,
ketika ditemukan gejala klinis seperti rhinorrhea cerebrospinalis,
gangguan pergerakan ekstraokular atau maloklusi dapat
mengindikasikan adanya fraktur nasal. 2 PENATALAKSANAANA.
KonservatifFraktur nasal merupakan fraktur wajah yang tersering
dijumpai. Jika dibiarkan tanpa dikoreksi, akan menyebabkan
perubahan struktur hidung dan jaringan lunak sehinggga akan terjadi
perubahan bentuk dan fungsi. Karena itu, ketepatan waktu terapi
akan menurunkan resiko kematian pasien dengan fraktur nasal.
Penatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala klinis,
perubahan fungsional dan bentuk hidung, oleh karena itu pemeriksaan
fisik dengan dekongestan nasal dibutuhkan. Dekongestan berguna
untuk mengurangi pembengkakan mukosa. 2,5Pasien dengan perdarahan
hebat, biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor topikal.
Jika tidak berhasil bebat kasa tipis, kateterisasi balon, atau
prosedur lain dibutuhkan tetapi ligasi pembuluh darah jarang
dilakukan. Bebat kasa tipis merupakan prosedur untuk mengontrol
perdarahan setelah vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan
dihidung selama 2-5 hari sampai perdarahan berhenti. Pada kasus
akut, pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala sedikit
ditinggikan untuk mengurangi pembengkakan. Antibiotik diberikan
untuk mengurangi resiko infeksi, komplikasi dan kematian. Analgetik
berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri dan memberikan rasa
nyaman pada pasien. 3,5B. OperatifUntuk fraktur nasal yang tidak
disertai dengan perpindahan fragmen tulang, penanganan bedah tidak
dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat
fraktur nasal sering dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan
fiksasi adekuat untuk memperbaiki posisi hidung. 4,5,91. Penanganan
fraktur nasal sederhanaPeriosteum dibungkus dan dinaikkan dengan
kasa vaselin sampai ke dalam lubang hidung. Dengan adanya tekanan
maka fraktur tulang akan terangkat dan dengan bantuan jari-jari
tangan, tekanan dimanipulasikan untuk memperbaiki posisi hidung.
Jika perdarahan terus berlangsung, hidung harus ditutup dengan kasa
tipis berminyak selama 24 jam. Jika memungkinkan, fragmen tulang
harus dipindahkan dalam beberapa jam sebelum terjadi pembengkakan
yang akan menyebabkan deformitas. Bidai ekstrenal digunakan untuk
mempertahankan posisi tulang hidung. Jika bidai tidak digunakan
maka deformitas akan terjadi. 4Bidai fraktur nasal sederhana :
Kazanjian dan Converse menggambarkan bidai hidung sempurna sebagai
sepotong lempeng logam lunak (ukuran 22), bentuk seperti jam pasir
dibengkokan, jadi bagian bawah sesuai dengan bentuk hidung dan
bagian atas dari lempeng berada pada dahi. Sebagian kecil dari
pelat timah. Bidai hidung ini merupakan bidai biasa yang dapat
membentuk hidung dan meratakan tekanan di segala sisi. Segala
alat-alat tersebut ditahan oleh strip plester adhesif berbentuk T ,
yang melintasi dahi di bagian atas dan plester di bagian bawah
menahan hidung . Hanya tekanan sedang yang dapat digunakan, bebat
ini tidak dapat digangu paling sedikit 2 hari. Batas waktu
penggunaan bebat adalah sampai hidung tidak meradang dan bengkak. 4
Bidai fraktur nasal Kazanjian : Bidai ini diciptakan untuk melawan
kekuatan yang timbul pada bagian lateral hidung pada titik tertentu
yang diinginkan. Bidai ini terdiri dari bingkai logam berbentuk
bujur; yang permukaan bagian bawah disediakan jeruji yang
mengelilingi dengan ketebalan sekitar inchi. Bingkai merupakan
pelat timah dan berada pada dahi. Bingkai dan pelat timah ini
ditahan dengan bantuan plester adhesif yang berada di sekitar
kepala. Batang horizontal dari bidai tidak dilapisi oleh pelat
timah tetapi tetap terbuka sebagai persendian umum yang dapat
dilalui dengan bebas dan tetap berada diposisinya pada kanan atau
kiri garis tengah. Batang vertikal mencapai bagian bawah dan
dilapisi tipis oleh pelat timah , berguna untuk melawanan tekanan
dari samping hidung. Perban elastis dipasang untuk melawan tekanan
dari samping hidung; tekanan kuat pada hidung berguna untuk
mempertahankan posisi hidung agar berada pada posisi koreksi.42.
Fraktur nasal kominunitivaFraktur nasal dengan fragmentasi tulang
hidung ditandai dengan batang hidung nampak rata (pesek); tulang
hidung mungkin dinaikkan ke posisi yang aman tetapi beberapa
fragmen tulang tetap hilang. Bidai digunakan untuk memindahkan
fragmen tulang ke posisi yang sebenarnya. Untuk tujuan tersebut
beberapa kasa vaselin dimasukkan ke dalam lubang hidung; 4Metode
suspensi; Kawat ini diperkenalkan oleh Kazanjian dan Converse
sebagai penyokong bagian dalam hidung untuk mengangkat dan
menggerakan fragmen tulang yang terpisah-pisah. Kawat ini berukuran
14, panjang 2 inchi, bentuk U dengan bahannya pelat timah. Kemudian
kawat ini dimasukkan ke dalam hidung, yang dengan sendirinya akan
mengangkat fragmen tulang tersebut ke atas dan melawanan tekanan
yang timbul akibat bergesernya fragmen tulang hidung. Elastis
perban kecil dihubungkan untuk menjangkau intranasal dan
ekstranasal. Dengan adanya penahan elastis maka cukup kekuatan
untuk menahan fragmen tulang agar berada diposisi yang seharusnya.
4Teknik manipulasi reduksi tertutupTeknik ini merupakan satu teknik
pengobatan yang digunakan untuk mengurangi fraktur nasal yang baru
terjadi. Sekitar 2-3 minggu setelah trauma, akan terbentuk jaringan
fibrotik pada fragmen tulang di posisi yang tidak seharusnya, dan
hal inilah yang menyebabkan reduksi dengan teknik ini tidak mungkin
dilakukan. Hal yang kebanyakan menyebabkan kegagalan dalam terapi
yang tidak adekuat adalah trauma septum nasal. Trauma septum nasal
tidak lebih dari 30 % dari fraktur dasal. Dimana, satu hal yang
sering ditemukan adalah fraktur depresi tulang hidung dan kasus
Harisson (1979) telah menunjukkan bahwa sekitar 70 % dari frakktur
nasal adalah disertai dengan fraktur septum nasal, yang biasanya
dimulai di bagian atas spina nasalis anterior dan kemudian melewati
bagian belakang dan naik sepanjang kartilago kuadrilateral sebelum
belok ke dalam lamina perpendikularis os ethmoidalis, dan akhirnya
meneruskan ke arah tulang hidung. 1,2,9Fraktur nasal dapat
dikurangi dengan forceps Walshams yang mempunyai jarak antara mata
pisau setelah bagian penutup jadi bagian tersebut memungkinkan
penutupan jaringan hidung yang tidak hancur. Mata pisau yang lebar
agak berlekuk untuk mencapai dinding hidung bagian luar dan dan
melindungi kulit hidung. Mata pisau bagian dalam lebih kecil dan
bentuknya disesuaikan untuk mencapai hidung bagian dalam. 1,2
Pertama-tama dokter ahli bedah harus berhati-hati dalam menentukan
lokasi dari garis fraktur dan sangatlah penting untuk tidak
menggunakan forceps Walshams di atas garis fraktur. Gillies dan
Kilner (1992) telah menggambarkan teknik yang efektif digunakan1.
Memindahkan kedua prosesus nasofrontalisForceps Walshams digunakan
untuk memindahkan kedua prosesus nasalis keluar maksila dan
menggunakan tenaga yang terkontrol untuk menghindari gerakan
menghentak yang tiba-tiba.2. Perpindahan posisi tulang hidungSeptum
kemudian dipegang dengan forceps Asch yang diletakkan di belakang
dorsum nasi. Forceps ini diciptakan sama prinsipnya dengan forceps
walshams, tetapi forcep Asch mempunyai mata pisau yang dapat
memegang septum yang mana bagian mata pisau tersebut terpisah dari
pegangan utama bagian bawah dengan ukuran lebih besar dan lekukan
berguna untuk menghindari terjadinya kompresi dan kerusakan
kolumela yang hebat dan lebih luas.3 Manipulasi septum nasalForceps
Asch kemudian digunakan lagi untuk meluruskan septum nasal.4
Membentuk piramid hidungDokter ahli bedah seharusnya mampu untuk
mendorong hidung sampai mencapai posisi yang tidak seharusnya dan
adanya sumbatan/kegagalan mengindikasikan kesalahan posisi dan
pergerakan tidak sempurna dan harus diulang. Prosesus nasofrontalis
didorong ke dalam dan tulang hidung akhirnya dapat terbentuk dengan
bantuan jari-jari tangan.5 Kemungkinan pemindahan akhir
septumDokter ahli bedah harus berhati-hati dalam menilai bagian
anterior hidung dan harus mengecek posisi dari septum nasal. Jika
memuaskan, dokter harus mereduksi terbuka fraktur septum melalui
septoplasti atau reseksi mukosa yang sangat terbatas.6 Kemungkinan
laserasi sutura kutaneusJika tipe fraktur adalah tipe patah tulang
riuk, maka dibutuhkan laserasi sutura pada kulit yang terbuka.
Pertama-tama, luka harus dibuka. Sangatlah penting untuk membuang
semua benda asing yang berada pada luka seperti pecahan kaca,
kotoran atau batu kerikil. Hidung membutuhkan suplai darah yang
cukup dan oleh karena itu sedikit atau banyak debridemen sangat
dibutuhkan. Penutupan pertama terlihat kebanyakan luka sekitar 36
jam dan sutura nasalis menutup sekitar 3-4 mm. Kadang luka kecil
superfisial dapat menutup dengan plester adhesive (steristrips)
1Teknik reduksi terbukaFraktur nasal reduksi terbuka cenderung
tidak memberikan keuntungan. Pada daerah dimana fraktur berada
sangat beresiko mengalami infeksi sampai ke dalam tulang. Masalah
pada hidung menjadi kecil karena hidung mempunyai banyak suplai
aliran darah bahkan pada masa sebelum adanya antibiotik, komplikasi
infeksi setelah fraktur nasal dan rhinoplasti sangat jarang
terjadi. Teknik open reduksi terbuka diindikasikan untuk : 1 Ketika
operasi telah ditunda selama lebih dari 3 minggu setelah trauma.
Fraktur nasal berat yang meluas sampai ethmoid. Disini, sangat
nyata adanya fragmentasi tulang sering dengan kerusakan ligamentum
kantus medial dan apparatus lakrimalis. Reposisi dan perbaikan
hanya mungkin denga reduksi terbuka, dan sayangnya hal ini harus
segera dilakukan. Reduksi terbuka juga dapat dilakukan pada kasus
dimana teknik manipulasi reduksi tertutup telah dilakukan dan
gagal. 1Pada teknik reduksi terbuka harus dilakukan insisi pada
interkartilago. Gunting Knapp disisipkan di antara insisi
interkartilago dan lapisan kulit beserta jaringan subkutan yang
terpisah dari permukaan luar dari kartilago lateral atas, dengan
melalui kombinasi antara gerakan memperluas dan memotong.
1KOMPLIKASI1) Hematom septiMerupakan komplikasi yang sering dan
serius dari trauma nasal. Septum hematom ditandai dengan adanya
akumulasi darah pada ruang subperikondrial. Ruangan ini akan
menekan kartilago di bawahnya, dan mengakibatkan nekrosis septum
irreversible. Deformitas bentuk pelana dapat berkembang dari
jaringan lunak yang hilang. Prosedur yang harus dilakukan adalah
drainase segera setelah ditemukan disertai dengan pemberian
antibiotik setelah drainase. 1,3,112) Fraktur akibat pukulanFraktur
pada dinding orbita dan lantai orbita akibat pukulan dapat terjadi.
Gejala klinis yang muncul adalah disfungsi otot ekstraokuler. 33)
Fraktur septum nasalSekitar 70% fraktur nasal dihubungkan dengan
fraktur septum nasal. Trauma pada hidung bagian bawah akan
menyebabkan fraktur septum nasal tanpa adanya kerusakan tulang
hidung. Teknik yang dilakukan adalah teknik manipulasi reduksi
tertutup dengan menggunakan forceps Asch. 1,3,114) Fraktur lamina
kribriformisMerupakan predisposisi pengeluaran cairan
cerebrospinalis, yang akan menyebabkan komplikasi berupa
meningitis, encephalitis dan abses otak. 3PROGNOSISKebanyakan
fraktur nasal tanpa disertai dengan perpindahan posisi akan sembuh
tanpa adanya kelainan kosmetik dan fungsional. Dengan teknik
reduksi terbuka dan tertutup akan mengurangi kelainan kosmetik dan
fungsional pada 70 % pasien.3
DAFTAR PUSTAKA1.Adams, G.L. 1997.Penyakit-Penyakit Nasofaring
Dan Orofaring. Dalam: Boies, Buku Ajar Penyakit THT, hal.333.
EGC,Jakarta.2.Fachruddin, darnila. 2006.Abses Leher Dalam. Dalam:
Buku Ajar Ilmu Kesehatan, Telinga-Hidung-Tenggorokan, hal. 185.
Balai Penerbit FKUI,Jakarta.3.Soepardi,E.A, Iskandar, H.N, Abses
Peritonsiler, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung dan
Tenggorokan,Jakarta: FKUl, 2000; 185-89.4.Mehta, Ninfa. MD.
Peritonsillar Abscess. Available from. www.emedicine.com. Accessed
at Juli 2007.5.Adrianto, Petrus. 1986. Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorokan, 296, 308-09. EGC,Jakarta.6.Bailey, Byron J,
MD.Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In : Head and
Neck Surgey-Otolaryngology 2nd Edition. Lippincott_Raven
Publisher.Philadelphia. P :1224, 1233-34.7.Anurogo, Dito. 2008.Tips
Praktis Mengenali Abses Peritonsil. Accessed:
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&dn=20080125161248.8.Preston,
M. 2008.Peritonsillar Abscess (Quinsy). accessed:
http://www.patient.co.uk/showdoc/40000961/.9.STEYER, T. E.
2002.Peritonsillar Abscess: Diagnosis and Treatment. accessed:
http://www.aafp.org/afp/20020101/93.html.10.Hatmansjah.Tonsilektomi.
Cermin Dunia Kedokteran Vol. 89, 1993. Fakultas Kedokteran
UniversitasIndonesia, hal : 19-21.
Doni Trinanda/H1A010028/Koass THT periode 8 Page 1