I. PENDAHULUANEmfisema paru merupakan salah satu penyakit dari
kumpulan penyakit obstruksi paru kronis. Prevalensi dari penyakit
ini diketahui meningkat setiap tahunnya (Stolk et al. 2007).
Emfisema didefinisikan sebagai pembesaran permanen pada bagian
distal struktur paru yaitu bronkiolus dan alveolus. Pembesaran
tersebut akan menghambat pertukaran gas di alveolus. Terhambatnya
pertukaran gas dapat diakibatkan oleh 2 hal, yaitu menghilangnya
surfaktan yang akan mengurangi recoil dari alveolus dan
menghilangnya struktur penyangga alveolus yang akan menyebabkan
penyempitan jalan masuk gas dan menghambat proses keluar-masukya
gas (Demirjian, 2012).Menurut tipe patologinya, emfisema
diklasifikasikan menjadi dua tipe, centriasinar dan panasinar.
Emfisema sentriasinar dikarakteristikkan sebagai pembesaran ruang
udara yang terjadi pada bronkiolus respiratori. Tipe ini paling
sering terjadi pada golongan perokok. Kelainan tersebut biasanya
terjadi pada bagian lobus superior dan lobus inferior bagian atas
dan cenderung membentuk fokal. Emfisema panasinar didefinisikan
sebagai pembesaran abnormal pada ruang udara yang terletak pada
seluruh asinar. Kelainan ini biasanya terjadi pada pasien dengan
defisiensi 1AT dan memiliki daerah predileksi di lobus
inferior.
II. TINJAUAN RADIOLOGISinar X yang menjadi cikal bakal
penggunaan radiasi dalam bidang kedokteran pertama kali ditemukan
oleh William Conrad Rontgen. Sinar X yang lebih dikenal sebagai
Rontgen termasuk salah satu jenis radiasi pengion yang dapat
menimbulkan ionisasi media yang dilaluinya. Oleh karena itu
penggunaannya harus hati-hati dan mengetahui dengan baik
sifat-sifat sinar pengion yang akan digunakan. Sinar X umumnya
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu berenergi rendah dengan energi
sampai kilo vot (kV) dan sinar X berenergi tinggi dengan energi
hingga mega electron volt (MeV). Untuk tujuan diagnostik, biasanya
digunakan yang berenergi rendah untuk meminimalisasi bahaya.
Sedangkan yang berenergi tinggi biasanya digunakan untuk tujuan
terapeutik (Prasojo, 2011).Untuk tujuan radiodiagnostik, yang biasa
digunakan adalah foto konvensional berupa foto radiografi kepala,
thoraks, abdomen, pelvis dan ekstremitas. Pesawat sinar X di rumah
sakit biasanya menggunakan energi 100 hingga 125 kilo volt
(Prasodjo, 2011). Menurut Maleuka (2011), jenis pemeriksaan rontgen
dapat dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan rontgen dasar dan
pemeriksaan rontgen khusus. Pemeriksaan roentgen dasar meliputi
pemeriksaan dengan tidak menggunakan kontras dan yang menggunakan
kontras. Bagian yang dapat dilihat antara lain thoraks,
tulang-tulang kepala, tulang-tulang dada, tulang-tulang belakang,
tulang panggul, tulang-tulang tangan dan kaki. Esofagus, lambung,
kolon,traktus urinarius dan traktus biliaris dapat dilihat dengan
menggunakan kontras. Pemeriksaan roentgen khusus meliputi
pemeriksaan arteriografi, angiokardiografi dan lainnya yang
membutuhkan alat roentgen khusus.Daya tembus sinar X berbeda-beda
sesuai dengan benda yang dilaluinya. Benda yang mudah ditembus
dengan sinar X akan memberikan gambaran hitam (radiolusen) semisal
gas dan udara sedangkan benda yang sukar ditembus akan memberikan
gambaran putih (radioopak) semisal benda logam. Diantaranya
terdapat bayangan yang sedang yaitu jaringan lemak (radiolusen
sedang) dan tulang (radioopak sedang) dan diantaranya terdapat
bayangan keputih-putihan semisal jaringan ikat, otot, darah,
kartilago, dan epitel (intermediate) (Maleuka, 2011).
III. TINJAUAN FOTO THORAKSRadiografi thoraks merupakan gambaran
foto radiologi atau rontgen pada regio thoraks. Struktur anatomi
yang dapat terlihat pada foto ini adalah paru-paru, jantung,
diafragma, tulang-tulang costa, scapula dan clavicula, serta
sebagian vertebra thorakalis. Proyeksi baku yang dapat digunakan
untuk foto thoraks ada 4 yaitu Postero anterior (PA), antero
posterior (AP), lateral kanan dan kiri. Walaupun yang biasa
digunakan ada 4, namun masih ada posisi lain yang dapat digunakan
saat memfoto thoraks yaitu top lordotik, posisi berbaring, posisi
oblique serta posisi lateral dekubitus (Maleuka, 2011).Terdapat
beberapa syarat untuk mengetahui apakah foto thoraks kondisinya
sudah cukup atau kurang, antara lain kondisi pulmo yang ditandai
dengan terlihatnya vertebra thorakals (VTh) I-IV, dan kondisi kosta
dengan terlihatnya VTh I-VI. Inspirasi pasien dinilai cukup bila
kosta 6 anterior memotong ujung kubah diafragma. Inspirasi pasien
yang kurang akan menyebabkan jantung lebih terlihat melebar dan
corakan bronkovaskuler akan terlihat meningkat sehingga dapat
terjadi salah interpretasi (Maleuka, 2011).Cara paling gampang
untuk dapat membedakan posisi AP atau PA adalah dengan melihat
scapula dari pasien. Pada foto PA, scapula akan terlihat berada
diluar bayangan thoraks dan jantung akan terlihat lebih jelas dan
ramping. Sedangkan pada foto AP, bayangan scapula akan berada
didalam bayangan thoraks dan klaikula akan terlihat lebih tegak.
Posisi erect dan supine dapat dibedakan dengan melihat udara gaster
(magenblase). Apabila magenblase dapat terlihat di fundus gaster,
menandakan foto tersebut dalam posisi erect. Foto dengan posisi
supine akan menghasilkan gambaran magenblase yang turun dengan
jarak 3cm dari diafragma sehingga gambaran magenlase tidak terlihat
(Maleuka, 2011). Cara membaca dan menganalisa foto thoraks
dilakukan dengan urutan dari perifer ke sentral atau sentral ke
perifer. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada bagian yang belum
terbaca atau terlewat. Deskripsi dmulai dari jaringan lunak pada
dinding dada. Dalam keadaan normal, akan tampak gambaran kulit dan
lemak subkutis. Dari gambaran ini dapat dinilai apakah terdapat
massa tumor semisal lipoma ataupun karsinoma.Setelah jaringan
lunak, penilaian beranjak ke tulang-tulang mulai dari kosta,
vertebra, klavikula dan skapula. Dalam keadaan normal tulang kosta
kanan dan kiri akan terlihat simetris, trabekulasi tulang tampak
baik, bentuk tulang normal, jumlah tulang normal dan tidak ada
osteolitik atau osteoblastik. Perlu dicermati apakah terdapat
fraktur atau tidak.Selanjutnya adalah sudut kostofrenikus yaitu
sudut yang dibentuk oleh kosta dan diafragma. Dalam keadaan normal
sudut ini akan lancip. Bila tumpul, maka dapat dipertimbangkan
telah terjadi efusi pleura. Pada efusi pleura, rongga pleura bisa
saja terlihat pada foto thoraks.Diafragma terdiri atas
hemidiafragma kanan dan kiri. Keduanya berada dalam posisi
melengkung kebawah dengan membentuk kubah keatas. Dalam kondisi
normal puncak diafragma kanan akan lebih tinggi dari diafragma kiri
sekitar setengah tebal atau tinggi korpus vertebra. Disebut
scaloping bila bentukan kubah diafragma bergelombang namun masih
melengkung kearah atas. Selanjutnya adalah gambaran paru. Paru yang
normal akan memperlihatkan gambaran yang lusen dengan corakan
bronkovaskular yang tidak melebihi 2/3 lateral dan tidak terdapat
infiltrat. Akan tampak pula aortic knob dan jantung yang tidak
melebar. Jantung disebut melebar apabila lebar jantung dibandingkan
dengan lebar thoraks secara keseluruhan lebih besar daripada 0,5
(Prasodjo, 2011).
(Thoraks normal)
IV. TINJAUAN EMFISEMA1. DefinisiEmfisema didefinisikan secara
patologinya sebagai pembesaran permanen dari rongga udara (air
space) bagian distal hingga ke bronkiolus terminalis. Pembesaran
tersebut akan diiringi dengan destruksi dari dinding alveolus.
Emfisema biasanya terjadi bersamaan dengan bronkhitis kronik yang
mana keduanya berada dibawah grup yang sama yaitu penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK/COPD).2. Etiologi dan Faktor ResikoEmfisema
dapat disebabkan oleh beberapa faktor resiko, diantaranya adalah
(Fauci et al, 2008) :i. MerokokPada tahun 1964, Komite Dokter Bedah
Amerika Serikat telah menyepakati bahwa merokok merupakan faktor
resiko utama penyumbang kematian untuk bronkhitis kronik dan
emfisema. Merokok dalam sebuah studi diyakini dapat mempercepat
penurunan fungsi paru. Perokok pasif juga memiliki resiko yang sama
dengan mereka yang merokok.ii. Hiperresposifitas saluran udara
(airway)Terdapat teori yang menyebutkan bahwa hiperresponsifitas
dari saluran udara turut menyumbang terjadinya COPD. iii. Faktor
genetik (Defisiensi 1 Antitripsin)Walaupun faktor terbesar yang
menyumbang terjadinya COPD adalah merokok, tidak dipungkiri juga
bahwa terdapat faktor genetik yang diyakini ikut serta yaitu
Defisiensi 1 Antitripsin. 1 Antitripsin berperan sebagai inhibitor
protease yang melindungi jaringan dari enzim sel-sel inflamatorik
terutama enzim neutrofil elastase.3. PatogenesisEmfisema merupakan
penyakit yang hampir pada semua penderita disebabkan oleh rokok.
Pada awalnya, paparan yang berlehan terhadap asap rokok akan
menyebabkan pengumpulan dari sel-sel inflamatorik dibagian terminal
dari saluran udara paru. Sel-sel tersebut kemudian akan melepaskan
enzim elastolytic proteinase yang menyebabkan kerusakan pada
matriks ekstraseluler paru. Hilangnya sel-sel matriks akan
menyebabkan apoptosis dari sel-sel struktural paru. Perbaikan
terhadap elastin dan komponen matriks yang kurang efektif akan
menghasilkan pembesaran ruang udara (air space) yang berujung pada
emfisema (Fauci et al, 2008).Emfisema biasanya disertai dengan
bronkhitis kronik. Bronkhitis kronik akan menyebabkan obstruksi
melalui mekanisme penyempitan saluran udara (airway) yang besar dan
yang kecil. Pada airway yang besar akan dapat ditemukan peningkatan
dalam sel Goblet (Demirjian, 2012).4. Gambaran KlinisPada awal
mulanya pasien akan mengabaikan gejala klinisnya dikarenakan
sifatnya yang ringan. Namun gejala tersebut terus berprogres
sehingga biasanya penderita akan datang mencari pengobatan saat
penyakitnya sudah tergolong parah. Gejala yang paling dirasakan
adalah batuk berdahak, susah bernafas dan sakit dada. Pada
pemeriksaan, akan ditemukan wheezing terutama apabila pasien sedang
eksaserbasi. Pasien juga akan mengalami takipneu dan distress
pernafasan bila dirangsang untuk melakukan aktivitas yang berat.
Pada penyakit yang telah lanjut, akan ditemukan edema, sianosis dan
peningkatan JVP. Akan ditemukan pula wheezing, bentuk dada seperti
tong (barrel chest), suara nafas yang berkurang dan hipersonor pada
perkusi. Pada pasien dengan penyakit yang lanjut, akan dapat
ditemukan pula gerakan paradoks dari tulang rusuk pada inspirasi
yang disebut sebagai Hoover sign. Demam, nyeri otot dan sakit
tenggorokan dapat menyertai pada saat terjadi eksaserbasi
(Demirjian, 2012).5. Pemeriksaan Penunjangi. Pemeriksaan
LaboratoriumPada pemeriksaan gas darah, akan tampak pasien
mengalami hipoksemia yang disertai dengan peningkatan nilai
hematokrit.Sputum pada penderita COPD akan memperlihatkan gambaran
sel makrofag dan bakteri. Bakteri yang biasanya teridentifikasi
adalah streptococcus pneumoniae dan haemophilus influenzae.ii.
Pemeriksaan RadiologiRontgen pada thoraks akan memperlihatkan
gambaran hiperinflasi, pendataran diafragma, dan bayangan jantung
yang terlihat ramping. Selain itu akan terlihat pula menghilangnya
gambaran corakan bronkovaskuler yang disertai dengan hiperlusensi
paru. Akan dapat ditemukan pula bula pada daerah apikal.
(gambaran hiperinflasi dan flattening diafragma)
(Gambaran emfisema foto thoraks lateral)
(Gambaran Bula pada bagian distal pada emfisema)
6. TatalaksanaPada penderita dengan COPD yang stabil, tidak
dibutuhkan tatalaksana berupa obat-obatan. Berhenti merokok dan
pemberian oksigen merupakan cara utama untuk meringankan gejala
emfisema. Menurut suatu penelitian, dengan berhenti merokok, paru
akan mengalami peningkatan dalam hal fungsi.Pada pasien yang akut,
obat yang menjadi pilihan adalah golongan antikolinergik dan beta
agonis. Obat yang terkenal adalah ipratopium bromide dan
salmeterol. Selain itu, dapat pula diberikan teofilin sebagai
bronkodilator (Fauci et al, 2008).
DAFTAR PUSTAKABrant, William E., Helms, Clyde A. 2007.
Fundamentals Of Diagnostic Radiology. Philadelphia : Lippincott.
Fauci, Anthony S. et al.2008. Harrisons Principle of Internal
Medicine 17th edition. New York: Mc Graw HillMaleuka, Rusdi G.
2011. Radiologi Diagnostik. Jakarta: Pustaka Cendekia
Press.Prasodjo.2011.Radiografi Thoraks Sederhana. Surakarta: FK
UNSStolk, Jan., et al. 2007. Progression Parameters for Emphysema:
A Clinical Investigation. Respiratory Medicine. Vol 101 : 1924-1930
Demirjian, Berj G. 2011. Emphysema. emedicine.medscape.com.
(diakses tanggal 22 Mei 2013).10