Top Banner
MAKALAH PENDIDIKAN DAN BUDAYA ANTI KORUPSI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT KORUPSI Oleh: Kelompok Ade Nurahma Saniban Elvin Saka Kawilarang Linda Astuti Rifka Annisa Umi Khoiriah POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
43

Tugas Makalah (Repaired)

Jan 30, 2016

Download

Documents

Talha Shah

PBAK
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Tugas Makalah (Repaired)

MAKALAH

PENDIDIKAN DAN BUDAYA ANTI KORUPSI

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT KORUPSI

Oleh:

Kelompok

Ade Nurahma Saniban

Elvin Saka Kawilarang

Linda Astuti

Rifka Annisa

Umi Khoiriah

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

JURUSAN DIII KEBIDANAN

2015

Page 2: Tugas Makalah (Repaired)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan

hidayahnya makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini

merupakan makalah pengetahuan bagi Mahasiswi Kebidanan maupun pembaca

untuk bidang ilmu pengetahuan.

Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan

Budaya Anti Korupsi Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna.

Oleh karenanya, kritik yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk

perbaikan makalah ini. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-

pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini

dapat bermanfaat bagi pembaca terutama Mahasiswi Kebidanan Poltekkes

Tanjungkarang.

Bandar Lampung, November 2015

Penulis

ii

Page 3: Tugas Makalah (Repaired)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................3

1.3 Tujuan .....................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi....................................................................................4

2.2 Peraturan Perundang-undangan Terkait Korupsi ......................................6

2.3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi...........7

2.4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun

2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi..............11

2.5 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun

2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi ................................14

2.6 Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2014 tentang Aksi

Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014...........................20

BAB III KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan........................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA

iii

Page 4: Tugas Makalah (Repaired)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari

menuju modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan

dalam setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula

bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan jaman

dan bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan

beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan

senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak lagi

selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-

tahun seiring dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat contohnya

seperti, kejahatan dunia maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang

(money laundering), tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya.

Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak

lama, tetapi baru menarik perhatian dunia sejak perang dunia kedua

berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak

Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa

korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu

dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan

masyarakat kepada penguasa setempat.

Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak

korupsi ini meningkat di Negara yang sedang berkembang, Negara yang

baru memperoleh kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya

karena dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak langsung

memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Reimon

Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang

gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa.

Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa tidak

secepatnya menyelesaikan masalah korupsi. (B. Simanjuntak, S.H.,

1981:310)

1

Page 5: Tugas Makalah (Repaired)

Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan

akut. Telah banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke

permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit

kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke

lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif

hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi

hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat

tinggi.

Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus

mengatur tentang tindak pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri,

undang-undang tentang tindak pidana korupsi sudah 4 (empat) kali

mengalami perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang korupsi, yakni :

1. Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak

pidana korupsi,

2. Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak

pidana korupsi,

3. Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak

pidana korupsi,

4. Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas

Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Tentang penyebab orang melakukan perbuatan korupsi di Indonesia,

yaitu :

a. Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai dibandingkan dengan

kebutuhan yang makin meningkat.

b. Latar belakang kebudayaan Indonesia yang merupakan sumber atau

sebab meluasnya korupsi.

c. Manajemen yang kurang baik dan control yang kurang efektif.

d. Moderenisasi.

2

Page 6: Tugas Makalah (Repaired)

2. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Korupsi ?

2. Apa saja Peraturan Perundang-undangan Terkait Korupsi ?

3. Apa saja UU No. 31 Tahun 1999 Diubah Dengan Nomor 20 Tahun

2001 ?

4. Apa saja UU No. 30 tahun 2002 ?

5. Apa saja Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 ?

6. Apa saja Intruksi Presiden no. 2 tahun 2014 ?

3. Tujuan

1. Untuk mengetahui Pengertian Korupsi

2. Untuk mengetahui Peraturan Perundang-undangan Terkait Korupsi

3. Untuk mengetahui UU No. 31 Tahun 1999 Diubah Dengan Nomor 20

Tahun 2001

4. Untuk mengetahui UU No. 30 tahun 2002

5. Untuk mengetahui Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004

6. Untuk mengetahui intruksi presiden no. 2 tahun 2014

3

Page 7: Tugas Makalah (Repaired)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari kata latin “Corruptio “ atau “ Corruptus “

yang kemudian muncul dalam bahasa inggris dan Prancis “ Corruption ”,

dalam Bahasa Belanda “ Korruptie ”, dan Bahasa Indonesia “ korupsi “

( Dr. Andi Hamzah, S.H. 1985: 143 ). Korupsi secara harfiah berarti jahat

atau busuk ( John M. Echols dan Hassan Shadily, 1977: 149 ), sedangkan

A.I.N. Kramer ST menerjemahkannya sebagai busuk, rusak atau dapat

disuapi.

Memperhatikan UU No 31 Tahun 1999 dan UU No 20 Tahun

2001, maka Tindak Pidana Korupsi dapat dilihat dari dua segi, yaitu :1[2]

1. Korupsi Aktif

a. Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang

Korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara ( Pasal 2 UU No 31 Tahun 1999 )

b. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau

korporasi menylahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana

yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan

keuangna negara atau perekonomian negara ( Pasal 3 UU No 31

Tahun 1999 )

c. Dan sebagainya

2. Korupsi Pasif

a. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima

pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu

dalam jabatannnya yang bertentangan dengan kewajibannya ( Pasal

5 ayat (2) UU No 20 Tahun 2001 ).

b. Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk

mempengaruhi putusan perkara yang di serahan kepanya untuk

1

4

Page 8: Tugas Makalah (Repaired)

diadili atau untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang

diberikan berhubungan dengan perkaranya yang di serahkan

kepada pengadilan untuk diaili ( Pasal 6 ayat (2) UU No 20 Tahun

2001 ).

c. Dan sebagainya

3. Unsur tindak pidana korupsi, adalah sebagai berikut:

a. Unsur Objektif :

1. Setiap orang;

2. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;

3. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

b. Unsur Objektif :

1. Dengan melawan hukum.

A. Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan:

1. Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara

langsung merugikan keuangan Negara dan atau perekonomian Negara

dan atau perekonomian Negara atau diketahui patut disangka olehnya

bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara ( Pasal 2 UU

No 20 Tahun 2001 )

2. Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang

lain atau suatu badan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan

atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan secara

langsung dapat merugikan Negara atau perekonomian Negara ( Pasal

3 UU No 20 Tahun 2001 ).

3. Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209,

210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 425, 435 KUHP.

Koruptor (orang yang korupsi), Baharuddin Lopa mengutip

pendapat dari David M. Chalmers, menguraikan arti istilah korupsi dalam

berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang

5

Page 9: Tugas Makalah (Repaired)

berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang

menyangkut bidang kepentingan umum. (Evi Hartanti, S.H., 2005:9)

2.2 Peraturan Perundang-undangan Terkait Korupsi

Pemberantasan korupsi di Indonesia merupakan salah satu upaya

pemerintah dalam mengemban amanat Undang-Undang Dasar NKRI

Tahun 1945 seperti yang termuat dalam pembukaan alinea ke-4, yaitu

membentuk Pemerintahan Negara Indonesia untuk memajukan

kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Di samping itu,

ada konsensus nasional yang tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor

XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. TAP MPR ini lahir sebagai desakan agar

Indonesia bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme seiring dengan

beralihnya era reformasi setelah orde baru berakhir. Pada pelaksanaannya

upaya pemberantasan korupsi memerlukan payung hukum dan koordinasi

antarlembaga penegak hukum. Payung hokum sangat penting untuk

memberikan arah, kebijakan, dan sistem hukum yang berlaku dalam tindak

pidana korupsi. Peraturan perundangan yang terkait dengan korupsi di

Indonesia sebenarnya sudah lama diberlakukan sejak Orde Lama yaitu

pada tahun 1957 saat dikeluarkannya Peraturan Penguasa Militer Nomor

PRT/PM/06/1957. Peraturan militer ini terbit karena militer mengganggap

tidak ada kelancaran dalam usaha memberantas perbuatan yang merugikan

keuangan dan perekonomian negara sehingga perlu ada tata kerja yang

dapat menerobos kemacetan usaha pemberantasan korupsi. Tujuan

diadakannya peraturan penguasa perang ini agar perbuatan korupsi yang

saat itu merajalela dapat diberantas dalam waktu yang sesingkat-

singkatnya (Santoso P., 2011). Pada perkembangannya undang-undang

yang terkait dengan korupsi mengalami pembaruan/revisi. Sistem

perundangan yang terkait dengan korupsi diantaranya dalam bentuk

Ketetapan MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan

Presiden.

2.3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

6

Page 10: Tugas Makalah (Repaired)

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal I

Beberapa ketentuan dan penjelasan pasal dalam Undang-undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

diubah sebagai berikut:

1. Pasal 2 ayat (2) substansi tetap, penjelasan pasal diubah sehingga

rumusannya sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal Demi

Pasal angka 1 Undang-undang ini.

Pasal 5

2. Ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal

11, dan Pasal 12, rumusannya diubah dengan tidak mengacu

pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tetapi

langsung menyebutkan unsur-unsur yang terdapat dalam masing-

masing pasal Kitab Undang- undang Hukum Pidana yang diacu,

sehingga berbunyi sebagai berikut:

a. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun

dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling

sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan

paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta

rupiah) setiap orang yang:

1) memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri

atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai

negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak

berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan

kewajibannya; atau

2) memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau

penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan

sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau

tidak dilakukan dalam jabatannya.

7

Page 11: Tugas Makalah (Repaired)

b. Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang

menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 6

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan

paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp

150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak

Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang

yang:

a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan

maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan

kepadanya untuk diadili; atau

b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi

advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk

mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung

dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

(2) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima

pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b,

dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1).

Pasal 7

1. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan

paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp

350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah):

a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau

penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan

bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan

8

Page 12: Tugas Makalah (Repaired)

keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan

perang;

b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau

penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan

curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan

Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik

Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan

keselamatan negara dalam keadaan perang; atau

d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang

keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara

Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang

sebagaimana dimaksud dalam huruf c.

2. Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang

yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia

dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan

perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau

huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1).

Pasal 8

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan

paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit

Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling

banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah),

pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan

menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk

sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat

berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang

atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang

lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

9

Page 13: Tugas Makalah (Repaired)

Pasal 9

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan

paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp

50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp

250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau

orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu

jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu,

dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar- daftar yang khusus

untuk pemeriksaan administrasi.

Pasal 10

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan

paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit

Rp

100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp

350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau

orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu

jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu,

dengan sengaja:

a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat

tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan

untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang

berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau

b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan,

merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat,

atau daftar tersebut; atau

c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan,

merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta,

surat, atau daftar tersebut.

2.4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang

10

Page 14: Tugas Makalah (Repaired)

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari

pengaruh kekuasaan manapun. Undang-undang tersebut memuat tugas,

fungsi, dan kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari

pengaruh kekuasaan manapun. Undang-undang tersebut memuat tugas,

fungsi, dan kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi.

Pasal 1

Penyelenggara Negara adalah penyelenggara negara sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggara Negara yang Bersih danBebas dari Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme.

Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan

untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya

koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan

pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 2

Dengan Undang-Undang ini dibentuk Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi yang untuk selanjutnya disebut Komisi

Pemberantasan Korupsi.

Pasal 3

Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari

pengaruh kekuasaan manapun.

Pasal 4

11

Page 15: Tugas Makalah (Repaired)

Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan tujuan meningkatkan

daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana

korupsi.

Pasal 5

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Komisi

Pemberantasan Korupsi berasaskan pada :

a. Kepastian hukum;

b. Keterbukaan;

c. Akuntabilitas;

d. Kepentingan umum; dan

e. Proporsionalitas.

Pasal 6

Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:

a. koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi;

b. supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi;

c. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak

pidana korupsi;

d. melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi;

dan

melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Pasal 7

Dalam melaksanakan tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6 huruf a, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :

a. mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak

pidana korupsi;

b. menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak

pidana korupsi;

c. meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak

pidana korupsi kepada instansi yang terkait;

12

Page 16: Tugas Makalah (Repaired)

d. melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi

yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan

e. meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana

korupsi.

Pasal 8

1. Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6 huruf b, Komisi Pemberantasan Korupsi

berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan

terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang

berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi

yang dalam melaksanakan pelayanan publik.

2. Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih

penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi

yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.

3. Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih

penyidikan atau penuntutan, kepolisian atau kejaksaan wajib

menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti

dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14

(empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya

permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.

4. Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan

membuat dan menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala

tugas dan kewenangan kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan

tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pasal 9

Pengambilalihan penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8, dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan:

a. laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak

ditindaklanjuti;

13

Page 17: Tugas Makalah (Repaired)

b. proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau

tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;

c. penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku

tindak pidana korupsi yang sesungguhnya;

d. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;

e. hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan

dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau

f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau

kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara

baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 10

Dalam hal terdapat alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Komisi

Pemberantasan Korupsi memberitahukan kepada penyidik atau penuntut

umum untuk mengambil alih tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

2.5 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 Tentang

Percepatan Pemberantasan Korupsi

Instruksi Presiden ini ditujukan kepada seluruh Pejabat Pemerintah

yang termasuk dalam kategori penyelenggara sesuai Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan

bebas dari korupsi dan nepotisme untuk segera melaporkan kepada komisi

pemberantasan korupsi. Salah satu instruksi presiden ini ditujukan kepada

Menteri Pendidikan Nasional untuk menyelenggarakan pendidikan yang

berisikan substansi penanaman semangat dan perilaku antikorupsi pada

setiap jenjang pendidikan formal dan nonformal.

Dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi dengan ini

menginstruksikan : Kepada :

Para Menten Kabinet Indonesia Bersatu; Jaksa Agung Republik Indonesia;

Panglima Tentara Nasional Indonesia;

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen; Para Gubernur;

14

Page 18: Tugas Makalah (Repaired)

Para Bupati dan Walikota.

Untuk :

PERTAMA : Kepada seluruh Pejabat Pemerintah yang termasuk

Dalam kategori Penyelenggara Negara sesuai

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas

dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang belum

melaporkan harta kekayaannya untuk segera

melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan

Korupsi,

KEDUA : Membantu Komisi Pemberantasan Korupsi dalam

Rangka penyelenggaraan pelaporan, pendaftaran,

pengumuman dan pemeriksaan Laporan Harta

Kekayaan Penyelenggaraan Negara di

lingkungannya.

KETIGA : Membuat penetapan kinerja dengan Pejabat

dibawahnya secara berjenjang, yang bertujuan

untuk mewujudkan suatu capaian kinerja tertentu

dengan sumber daya tertentu, melalui penetapan

target kinerja serta indikator kinerja yang

menggambarkan keberhasilan pencapaiannya baik

berupa hasil maupun manfaat.

KEEMPAT : Meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik

baik dalam bentuk jasa ataupun perijinan melalui

transparansi dan standarisasi pelayanan yang

meliputi persyaratan-persyaratan, target waktu

penyelesaian, dan tarif biaya yang harus dibayar

oleh rnasyarakat untuk mendapatkan pelayanan

tersebut sesuai peraturan perundang-undangan dan

15

Page 19: Tugas Makalah (Repaired)

menghapuskan pungutan- pungutan liar.

KELIMA : Menetapkan program dan wilayah yang menjadi

lingkup tugas, wewenang dan tanggungjawabnya

sebagai program dan wilayah bebas korupsi.

KEENAM : Melaksanakan Keputusan Presiden Nomor 80

Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah secara konsisten untuk mencegah

berbagai macam kebocoran dan pemborosan

penggunaan keuangan negara baik yang berasal

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

KETUJUH : Menerapkan kesederhanaan baik dalam kedinasan

Maupun dalam kehidupan pribadi serta

penghematan pada penyelenggaraan kegiatan yang

berdampak langsung pada keuangan negara,

KEDELAPAN : Memberikan dukungan maksimal terhadap

upaya-upaya penindakan korupsi yang dilakukan

oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia,

Kejaksaan Republik Indonesia dan Komisi

Pemberantasan Korupsi dengan cara mempercepat

pemberian informasi yang berkaitan dengan

perkara tindak pidana korupsi dan mempercepat

pemberian ijin pemeriksaan terhadap

saksi/tersangka.

KESEMBILAN : Melakukan kerjasama dengan Komisi

Pemberantasan Korupsi untuk melakukan

penelaahan dan pengkajian terhadap sistem- sistem

16

Page 20: Tugas Makalah (Repaired)

yang berpotensi menimbulkan tindak pidana

korupsi dalam ruang lingkup tugas, wewenang dan

tanggungjawab masing-masing.

KESEPULUH : Meningkatkan upaya pengawasan dan pembinaan

aparatur untuk meniadakan perilaku koruptif di

lingkungannya.

KESEBELAS :

Khusus kepada :

1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri

Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan

Nasional/Kepala BAPPENAS melakukan kajian dan uji coba untuk

pelaksanaan sistem E-Procurement yang dapat dipergunakan bersama

oleh Instansi Pemerintah.

2. Menteri Keuangan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

ketentuan perpajakan, kepabeanan dan cukai, penerimaan bukan pajak,

dan anggaran untuk menghilangkan kebocoran dalam penerimaan

keuangan negara, serta mengkaji berbagai peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan keuangan negara yang dapat

membuka peluang terjadinya praktek korupsi, dan sekaligus

menyiapkan rancangan peraturan perundang – undangan

penyempurnaannya.

3. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala

BAPPENAS menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemberantasan

Korupsi tahun 2004-2009 berkoordinasi dengan Menteri/Kepala

Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait dan unsur masyarakat

serta Komisi Pemberantasan Korupsi.

4. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

a. Menyiapkan rumusan kebijakan dalam upaya peningkatan kualitas

pelayanan publik.

b. Menyiapkan rumusan kebijakan dalam rangka penyusunan

17

Page 21: Tugas Makalah (Repaired)

penetapan kinerja dari para pejabat pemerintahan.

c. Menyiapkan rumusan kebijakan untuk penerapan prinsip- prinsip

tata kepemerintahan yang baik pada Pemerintahan Daerah,

Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Departemen.

d. Melakukan pengkajian bagi perbaikan system kepegawaian negara.

e. Mengkoordinasikan, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan

Instruksi Presiden ini.

5. Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia

a. Menyiapkan rumusan amandemen undang-undang dalam rangka

sinkronisasi dan optimalisasi upaya pemberantasan korupsi.

b. Menyiapkan rancangan peraturan perundang-undangan yang

diperlukan untuk pelaksanaan undang-undang yang terkait dengan

pemberantasan tindak pidana korupsi.

6. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara memberikan petunjuk

dan mengimplementasikan penerapan prinsip- prinsip tata kelola

perusahaan yang baik pada badan usaha milik negara.

7. Menteri Pendidikan Nasional menyelenggarakan pendidikan yang

berisikan substansi penanaman semangat dan perilaku anti korupsi

pada setiap jenjang pendidikan baik formal dan non- formal.

8. Menteri Negara Komunikasi dan Informasi menggerakan dan

mensosialisasikan pendidikan anti korupsi dan kampanye anti korupsi

kepada masyarakat.

9. Jaksa Agung Republik Indonesia

a. Mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan dan penuntutan

terhadap tindak pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan

menyelamatkan uang negara.

b. Mencegah dan memberikan sanksi tegas terhadap penyalahgunaan

wewenang yang dilakukan oleh Jaksa/Penuntut Umum dalam

rangka penegakan hukum.

c. Meningkatkan kerjasaama dengan Kepolisian Negara Republik

Indonesia, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Pusat

Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan Institusi Negara

18

Page 22: Tugas Makalah (Repaired)

yang terkait dengan upaya penegakan hukum dan pengembalian

kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi.

10. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

a. Mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan terhadap tindak

pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menyalamatkan

uang negara.

b. Mencegah dan memberikan sanksi tegas terhadap

penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh anggota

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka penegakan

hukum.

c. Meningkatkan kerjasama dengan Kejaksaan Republik Indonesia,

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Pusat Pelaporan

dan Analisis Transaksi Keuangan, dan Institusi Negara yang terkait

dengan upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian

keuangan negara akibat tindak pidana korupsi.

11. Gubernur dan Bupati/Walikota

a. Menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik

dilingkungan pemerintah daerah.

b. Meningkatkan pelayanan publik dan meniadakan pungutan

liar dalam pelaksanaannya.

c. Bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

melakukan pencegahan terhadap kemungkinan terjadi kebocoran

keuangan negara baik yang bersumber dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara maupun Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah.

KEDUABELAS : Agar melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan

penuh tanggungjawab dan melaporkan hasilnya

kepada Presiden,

Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan.

19

Page 23: Tugas Makalah (Repaired)

2.6 Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan

Pemberantasan Korupsi Tahun 2014

Dalam uapaya pelaksanaan Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi

sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden No 55 Tahun 2012 tentang

Strategi Nasional Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun

2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 (Stranas PPK), dan sebagai

implementasinya dilakukan penyusunan aksi pencegahan dan pemberantasan

korupsi setiap tahun, dengan ini menginstruksikan

Kepada :

1 para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II

2 Sekretaris Kabinet

3 Jaksa Agung

4 Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (KAPOLRI)

5 Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian

Pembangunan (UKP4)

6 para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPLK)

7 para Sekretaris Jendral pada Lembaga Tinggi Negara

8 para Gubernur

9 para Bupati atau Walikota.

Untuk :

PERTAMA : Menyusun Aksi PPK Tahun 2014, dengan berpedoman pada

Visi dan Misi serta Fokus kegiatan Prioritas Jangka Menengah

Stranas PPK 2012-2014 dan disesuaikan dengan situasi serta

kondisi dari masing-masing kementerian atau lembaga dan

Pemereintah Daerah

KEDUA : Aksi PPK Tahun 2014 sebagaimana dimaksud dalam Diktum

PERTAMA, disusun dalam rangka mempercepat pelaksanaa

program dan kegiatan prioritas pembangunan yang tertuang

dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional 2010-

2014, rencana pembangunan jangka menengah daerah, masing-

masing pemerintah daerah, rencana kerja pemerintah tahun 2014,

dan rencana kerja pemerintah daerah tahun 2014 yang dalam

20

Page 24: Tugas Makalah (Repaired)

pelaksanaannya masih banyak menimbulkan penyimpangan yang

berujung pada tindak pidana korupsi.

KETIGA : Aksi PPK Tahun 2014 sebagaimana dimaksud dalam Diktum

PERTAMA, berpedoman pada strategi-strategi :

1. Pencegahan

2. Penegakan Hukum

3. Peraturan Perundang-Undangan

4. Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil Korupsi

5. Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi

6. Mekanisme Pelaporan

KEEMPAT : Dalam rangka pelaksanaan instruksi presiden ini, menteri

koordinator bidang politik, hukum dan keamanan berkoordinasi

bersama menteri koordinator bidang kesejahteraan rakyat, dan

menteri koordinator bidang perekonomian untuk menyusun

prioritas aksi PPK berdasarkan 6 strategi sebagaimana dimaksud

pada Diktum KETIGA

KELIMA : Para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II; Sekretaris Kabinet;

Jaksa Agung; Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

(KAPOLRI); Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan

dan Pengendalian Pembangunan (UKP4); para Kepala Lembaga

Pemerintah Non Kementerian (LPLK); para Sekretaris Jendral

pada Lembaga Tinggi Negara; para Gubernur; dan para Bupati

atau Walikota melaksanakan aksi PPK sebagaiamna dimaksud

dalam lampiran instruksi presiden ini.

KEENAM : Semua kementerian, lembaga pemerintah non kementerian wajib

berkoordinasi dengan menteri perencanaan pembangunan

nasional atau kepala badan perencanaan pembangunan nasional.

KETUJUH : Semua pemerintah daerah provinsi dan kabupaten atau kota,

wajib berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, serta

didukung Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

21

Page 25: Tugas Makalah (Repaired)

KEDELAPAN : Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional melakukan koordinasi

dalam menyiapkan rumusan aksi PPK tahun 2014, pemantauan

dan evaluasi kemajuan secara berkala didukung oleh Kepala Unti

kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian

Pembangunan serta berdasarkan input prioritas aksi yang

diperoleh dari Komisi Pemberantasan Tindak Pidanan Korupsi,

Bank Indonesia, Pusat pelaporan, dan Analisis Transaksi

keuangan, Ombuds man RI, Lembaga Perlindungan Saksi dan

Korban, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, dan

Mahkamah Agung, serta melaporkan hasilnya kepada Presiden.

KESEMBILAN: Menteri Dalam Negeri melakukan koordinasi dalam menyiapkan

rumusan aksi daerah pencegahan dan pemberantasan korupsi,

serta pemantauan dan evaluasi kemajuan secara berkala didukung

oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

KESEPULUH : Melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan sungguh-sungguh

dan penuh tanggung jawab. Instruksi Presiden ini mulai berlaku

pada tanggal dikeluarkan.

22

Page 26: Tugas Makalah (Repaired)

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Undang - Undang No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang -

Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

merupakan Tindak Pidana Khusus, karena terdapat asas atau hal – hal

yang menyimpang dari ketentuan umum dalam Buku I KUHP. Walaupun

demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang

tindak pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri, undang-undang

tentang tindak pidana korupsi sudah 4 ( empat ) kali mengalami

perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

korupsi, yakni :

UU No. 31 Tahun 1999 Diubah Dengan Nomor 20 Tahun 2001

UU No. 30 tahun 2002

Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004

Intruksi Presiden no. 2 tahun 2014

3.2 saran

Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di

Indo-nesia agar mendapat informasi yang lebih akurat. Diharapkan para pembaca

setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasi-kannya di dalam kehidupan

sehari-hari.

23

Page 27: Tugas Makalah (Repaired)

DAFTAR PUSTAKA

Buku – Buku :

Hartati, Evi. Tindak Pidana Korupsi ( edisi kedua ). 2007. Jakarta : Sinar Grafika.

Komisi Pemberantasan Korupsi. Memahami Untuk Membasmi ( Buku Saku Untuk Memahamu Tindak Pidana Korupsi ). 2006. Jakarta : Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).

Prinst, Darwan. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2002. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Hamzah, Andi. Pemberantasan Korupsi ( Ditinjau dari Hukum Pidana ). 2002. Jakarta : Pusat Studi Hukum Pidana Universitas Trisakti.

Undang – Undang :

Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

24