Tugas Fiqh Zakat danWakaf Pengantar Umum Wakaf Dosen : QUSHTONIAH, S.Ag., M.Ag Oleh : NASRUDDIN. ASN NIM : 601131010020 RIANI LESTARI NIM : 601131010008 PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 1435 H/ 2014 M
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Tugas Fiqh Zakat danWakaf
Pengantar Umum Wakaf
Dosen : QUSHTONIAH, S.Ag., M.Ag
Oleh :
NASRUDDIN. ASN NIM : 601131010020
RIANI LESTARI NIM : 601131010008
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 1435 H/ 2014 M
UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 2014/2015 2 |
W
PENGANTAR UMUM WAKAF (Fiqh Zakat danWakaf)
NASRUDDIN. ASN dan RIANI LESTARI
akaf merupakan salah satu kegiatan dari berbagai kegiatan yang ada dalam
sistem ekonomi islam.Kurangnya pembahasan-pembahasan masalah wakaf
disebabkan karena umat Islam hampir melupakan kegiatan-kegiatan yang
berasal dari lembaga perwakafan. Masalah mis-management dan korupsi diperkirakan
menjadi sebab utama sehingga kegiatan lembaga perwakafan kurang diminati atau bahkan
ditinggalkan oleh umat Islam lebih kurang seabad yang lalu. Baru pada tahun terakhir ini
muncul kembali minat umat Islam untuk menggiatkan kembali kehidupan lembaga
perwakafan.
Dengan tumbuhnya minat masyarakat untuk menggali potensi sistem ekonomi Islam
maka sebenarnya terbuka peluang untuk melakukan berbagai bahasan yang terdapat dalam
kegiatan-kegiatan penghimpunan dana lainnya yang ada dalam sistem ekonomi Islam
tersebut.
Wakaf merupakan instrumen ekonomi Islam yang sudah ada semenjak awal
kedatangan Islam. Sepanjang sejarah Islam, wakaf telah menunjukan peran penting dalam
mengembangkan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan. Selain itu,
keberadaan wakaf telah banyak memfasilitasi para sarjana muslim untuk melakukan riset
dan pendidikan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pendanaan kepada
pemerintah.
Wakaf terbukti telah menjadi instrumen jaminan sosial dalam rangka membantu
kaum yang lemah untuk memenuhi hajat hidup, baik berupa kesehatan, biaya hari tua,
kesejahteraan hidup, dan pendidikan.
A. Pengertian Wakaf
Secara etimologi, wakaf berasal dari kata waqf, yang bisa bermakna “al-habs”.
Merupakan kata yang berbentuk masdar yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti,
atau diam.[1] Sedangkan menurut istilah Wakaf adalah menahan suatu benda yang kekal
zatnya, dan dapat diambil manfaatnya guna diberikan untuk kebaikan.
[1] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: kamus Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, h. 1576
UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 2014/2015 3 |
Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang
lain, berarti pembekuan hak milik untuk manfaat tertentu.
Para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut
membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Defenisi wakaf menurut
ahli fikih adalah sebagai berikut:
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain)
milik wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan kepada siapa pun yang diinginkan
untuk tujuan kebajikan.
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang
dimiliki (walaupun pemiliknya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang
berhak dengan satu akad (sighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan
wakif.
Ketiga, Syafi’iyah mengartikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan
harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara
memutuskan hak pengelolaan oleh wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan
oleh syariah. Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal
materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta
dapat diambil manfaatnya secara berterusan.
Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu
menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan.[2]
Sedangkan dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/ atau
menyerahkan sebagin harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah adan /dan atau
kesejahteraan umum menurut syariah.
Dari cara transaksinya wakaf dapat dipandang sebagai salah satu bentuk amal yang
mirip dengan sedekah. Yang membedakannya adalah dalam sedekah, baik subtasnsi (asset)
maupun hasil/manfaat yang diperoleh dari pengelolaannya, seluruhnya ditranfer
(dipindahtangankan) kepada yang berhak menerimanya, sedangkan pada wakaf, yang di
transfer hanya hasil/manfaat, sedangkan substansi (asset) tetap dipertahankan. Sementara
itu, perbedaan wakaf dengan hibah adalah dalam hibah substansi (asset)nya dapat
[2] Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, Terjemahan: Ahkam al-Waqf Fi al-Syari’ah al-Islamiyah, (Jakarta: Ilman
Press, 2004, h.38-61
UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 2014/2015 4 |
dipindahtangankan dari seseorang kepada orang lain tanpa ada persyaratan, sedangkan
pada wakaf ada persyaratan penggunaan yang telah ditentukan waqif. Tujuannya sama-
sama dilandasi semangat keagamaan.[3]
1. Rukun dan Syarat Wakaf
Ada empat rukun yang harus dipenuhi agar sah dalam berwakaf, yaitu :
a. Al-Waqif adalah orang yang berwakaf.
Adapun syarat bagi al-waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini
mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka (bukan hamba
sahaya) untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia
mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang
yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah cerdas
yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang
yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya serta
tidak berada dibawah pengampuan (boros atau lalai).[4]
b. Maukuf Bih adalah benda atau barang yang diwakafkan.
Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf). Bersifat abadi/ tahan
lama, Benda yang diwakafkan harus tetap zatnya dan bermanfaat untuk jangka
panjang, Jelas wujudnya dan batasannya, contohnya tanah yang diwakafkan harus
milik si wakif, bukan benda yang diragukan serta terbebas dari segala ikatan dan
beban. Jenis benda bergerak atau tidak bergerak seperti buku-buku, saham, dan
surat berharga.
Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia
memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ahli wakaf ; pertama barang
yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga/ bermanfaat. Kedua, harta
yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak
diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah.
Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (Al-
Waqif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta
lain (mufarrazan) atau disebut dengan istilah ghaira shai’.
[3]M.A. Mannan, sertifikat Wakaf Tunai : Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam, Jakarta: Ciber dan PKTTI-UI, 2001, h. 30
4 Al-Baijuri, op. cit
UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 2014/2015 5 |
c. Maukuf ‘alaih adalah pihak atau orang yang diperuntukkan/ penerima manfaat
wakaf.
1. Maukuf ‘alaih harus hadir saat penyerahan wakaf;
2. Bertanggung jawab dalam menerima wakaf tersebut;
3. Tidak Murtad pada Allah Swt;
4. Orang yang diberi tanggungjawab mengelola/ menjaga wakaf harus orang yang
tepat dan sesuai dengan yang dimaksud oleh Al-Waqif.
d. Sighat adalah lafadz atau ikrar wakaf dalam pengucapannya harus memenuhi :
1. Diuapkan dengan tuntas segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan
kepada syarat tertentu yang membatalkan wakaf;
2. Diucapkan dengan ucapan jelas mengandung arti kekal (ta’bid) atau
selamanya. Tidak menunjukkan batas atau jangka waktu tertentu;
3. Tidak mengandung pengertian untuk mencabut atau membatalkan wakaf yang
hendak diberikan atau diserahkan.
Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas
barta benda wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi
menarik balik pemilikan harta benda itu telah berpindah kepada Allah dan
penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum atau
pengelola untuk dipergunakan manfaatnya tetapi bukan bersifat kepemilikan
pribadi.(ghaira tammah).
2. Macam-macam Wakaf
Wakaf terbagi menjadi beberapa macam berdasarkan tujuan, batasan waktunya
dan penggunaan barangnya.
a. Wakaf berdasarkan tujuan, Wakaf berdasarkan tujuan ada tiga, yaitu:
1. Wakaf sosial untuk kebaikan masyarakat (khairi), yaitu apabila tujuan
wakafnya untuk kepentingan umum;
2. Wakaf keluarga (dzurri), yaitu apabila tujuan wakaf untuk member manfaat
kepada wakif, keluarganya, keturunannya, dan orang-orang tertentu, tanpa
melihat kaya atau miskin, sakit atau sehat dan tua atau muda;
3. Wakaf gabungan (musytarak), yaitu apabila tujuan wakafnya untuk umum
dan keluarga secara bersamaan.
UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 2014/2015 6 |
b. Wakaf berdasarkan batasan waktunya, terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Wakaf abadi yaitu apabila wakafnya berbentuk barang yang bersifat abadi,
seperti tanah dan bangunan dengan tanahnya, atau barang bergerak yang
ditentukan oleh wakif sebagai wakaf abadi dan produktif, dimana sebagian
hasilnya untuk disalurkan sesuai tujuan wakaf, sedangkan sisanya untuk
biaya perawatan wakaf dan mengganati kerusakannya.
2. Wakaf Sementara yaitu apabila barang yang diwakafkan berupa barang-
barang yang mudah rusak ketika dipergunakan tanpa member syarat untuk
mengganti bagian yang rusak. Wakaf sementara juga bisa dikarenakan oleh
keinginan wakif yang member batasan waktu ketika mewakafkan
barangnya.
c. Wakaf berdasarkan penggunaannya, dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Wakaf langsung yaitu wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk
mencapai tujuannya seperti mesjid untuk shalat, sekolah untuk kegiatan
belajar mengajar, rumah sakit untuk mengobati orang sakit dan sebagainya.
2. Wakaf Produktif yaitu wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk
kegiatan produksi dan hasilnya diberikan sesuai dengan tujuan wakaf.
B. Fungsi Wakaf
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 pasal 5
dijelaskan bahwa fungsi wakaf adalah mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta
benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Fungsi wakaf itu terbagi menjadi empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi Ekonomi. Salah satu aspek yang terpenting dari wakaf adalah keadaan
sebagai suatu sistem transfer kekayaan yang efektif.
2. Fungsi Sosial. Apabila wakaf diurus dan dilaksanakan dengan baik, berbagai
kekurangan akan fasilitas dalam masyarakat akan lebih mudah teratasi.
3. Fungsi Ibadah. Wakaf merupakan satu bagian ibadah dalam pelaksanaan perintah
Allah SWT, serta dalam memperkokoh hubungan dengan-Nya.
4. Fungsi Akhlaq. Wakaf akan menumbuhkan ahlak yang baik, dimana setiap orang
rela mengorbankan apa yang paling dicintainya untuk suatu tujuan yang lebih
tinggi dari pada kepentingan pribadinya
UNIVERSITAS ISLAM INDRAGIRI 2014/2015 7 |
C. Dasar Hukum Wakaf
Dalil yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah wakaf bersumber dari pemahaman
ayat al-Qur’an dan as-Sunnah. Namun secara umum tidak terdapat ayat Al-Quran yang
menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah,
maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan
pada keumuman Al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabillah. Di antara ayat-ayat
tersebut ayat 261 surat al-Baqarah:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.”
Namun ajaran ini dipertegas oleh beberapa hadist yang menyinggung masalah itu,
yaitu Hadist yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda:
“apabila manusia meninggal, maka terputuslah (pahala) amalnya, kecuali tiga
perkara: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan kedua
orang tuanya.”
Menurut Sayyid Sabiq, maksud sedekah jariah adalah wakaf. Makna hadist tersebut
adalah pahala tak lagi mengalir kepada si mayit kecuali tiga perkara yang berasal dari
usahanya di atas. [5] Ada juga riwayat yang lain yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah
hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah
khaibar. Setelah meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk
menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.[6]
Hukum wakaf sama dengan amal jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka
berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala dan
manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang diterima mengalir terus menerus
selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum
wakaf adalah sunah.
Ditegaskan dalam hadits:
لمينتفعب ه اوولد صا نثالث:صدقةجار يةاوع م (مسلمال حيدعوله)رواهذاماتابنادما نقطععملها ال
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya,
kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang
dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)