FARMAKOLOGIKELOMPOK 1FARMAKOLOGI MENGENAI OBAT PADA IBU HAMIL
DAN MENYUSUI
dr. Anggelia Puspasari P,MD
Florensia G1A112001Susan Fatika Sari G1A112002M. Alif Fahren
Subangkit G1A112003M. Ridho Rifansyah G1A112004Wulandari
G1A112005Steven G1A112007M. Dema Prakasa G1A112008Hadiza Pebrama
G1A112009Iltania MinceG1A112010Khaidarni G1A112011M. Heru Nanding K
G1A112012Frisha Hamda Azwar G1A112013Prepti Serra Mardotillah
G1A112014Sunny Cheryline G1A112015Abdul Rahman Syahputra
G1A112016Siska MelianaG1A112017Lusi Novia AlismaG1A112018Diga Ana
RusfiG1A112019Andreas DesmonG1A112020Luzi Intan Aprianda
AG1A112021Miranti Tiara I PG1A112022Nadia Fetrisia G1A112023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS JAMBI2014/2015A.
PendahuluanKelompok kehamilan, persalinan & nifas merupakan
kelompok khusus dalam farmakoterapi. Perlu beberapa penyesuaian
seperti dosis & perhatian lebih besar pada kemungkinan efek
obat pada janin. Hampir sebagian besar obat dapat melintasi sawar
darah/plasenta kemungkinan dapat menimbulkan efek negatif pada
janin .Terapi selama kehamilan dan laktasi merupakan pembahasan
yang menarik karena adanya pengaruh obat-obatan terhadap ibu dan
bayinya. Keberadaan obat pada ibu hamil ditinjau dari 3 kompartemen
yaitu kompartemen ibu, plasenta, dan fetal. Pada ibu hamil, hormon
plasenta mempengaruhi fungsi traktus digestivus dan motilitas usus.
Filtrasi glomerulus meningkat, reabsorbsi obat pada usus ibu hamil
lebih lama, eliminasi obat lewat ginjal lebih cepat, dan reabsorbsi
obat inhaasi pada alveoli paru bertambah. Pada awal trisemester dua
dan tiga akan terjadi hidraemia, volume darah meningkat sehingga
ladar obat relative turun. Kadar albumin relative menurun sehingga
pengikat obat bebas berkurang, obat bebas dalam darah ibu
meningkat.
B. Fisiologi KehamilanSelama kehamilan terjadi
perubahan-perubahan fisiologi yang mempengaruhi farmakokinetika
obat. Perubahan tersebut meliputi peningkatan cairan tubuh misalnya
penambahan volume darah sampai 50% dan curah jantung sampai dengan
30%. Pada akhir semester pertama aliran darah ginjal meningkat 50%
dan pada akhir kehamilan aliran darah ke rahim mencapai puncaknya
hingga 600-700 ml/menit. Peningkatan cairan tubuh tersebut
terdistribusi 60 % di plasenta, janin dan cairan amniotik, 40% di
jaringan si ibu. Perubahan volume cairan tubuh tersebut diatas
menyebabkan penurunan kadar puncak obat-obat di serum, terutama
obat-obat yang terdistribusi di air seperti aminoglikosida dan obat
dengan volume distribusi yang rendah. Peningkatan cairan tubuh juga
menyebabkan pengenceran albumin serum (hipoalbuminemia) yang
menyebabkan penurunan ikatan obat-albumin. Steroid dan hormon yang
dilepas plasenta serta obat-obat lain yang ikatan protein plasmanya
tinggi akan menjadi lebih banyak dalam bentuk tidak terikat. Tetapi
hal ini tidak bermakna secara klinik karena bertambahnya kadar obat
dalam bentuk bebas juga akan menyebabkan bertambahnya kecepatan
metabolisme obat tersebut. Gerakan saluran cerna menurun pada
kehamilan tetapi tidak menimbulkan efek yang bermakna pada absorpsi
obat. Aliran darah ke hepar relatif tidak berubah. Walau demikian
kenaikan kadar estrogen dan progesteron akan dapat secara
kompetitif menginduksi metabolisme obat lain, misalnya fenitoin
atau menginhibisi metabolisme obat lain misalnya teofilin.
Peningkatan aliran darah ke ginjal dapat mempengaruhi bersihan
(clearance) ginjal obat yang eliminasi nya terutama lewat ginjal,
contohnya penicilin.
Perpindahan obat lewat plasentaPerpindahan obat lewat plasenta
umumnya berlangsung secara difusi sederhana sehingga konsentrasi
obat di darah ibu serta aliran darah plasenta akan sangat
menentukan perpindahan obat lewat plasenta. Seperti juga pada
membran biologis lain perpindahan obat lewat plasentadipengaruhi
oleh hal-hal dibawah ini. Kelarutan dalam lemak Obat yang larut
dalam lemak akan berdifusi dengan mudah melewati plasenta masuk ke
sirkulasi janin. Contohnya , thiopental, obat yang umum digunakan
pada dapat menyebabkan apnea (henti nafas) pada bayi yang baru
dilahirkan. Derajat ionisasi Obat yang tidak terionisasi akan mudah
melewati plasenta. Sebaliknya obat yang terionisasi akan sulit
melewati membran Contohnya suksinil kholin dan tubokurarin yang
juga digunakan pada seksio sesarea, adalah obat-obat yang derajat
ionisasinya tinggi, akan sulit melewati plasenta sehingga kadarnya
di di janin rendah. Contoh lain yang memperlihatkan pengaruh
kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi adalah salisilat, zat
ini hampir semua terion pada pH tubuh akan melewati akan tetapi
dapat cepat melewati plasenta. Hal ini disebabkan oleh tingginya
kelarutan dalam lemak dari sebagian kecil salisilat yang tidak
terion. Permeabilitas membran plasenta terhadap senyawa polar
tersebut tidak absolut. Bila perbedaan konsentrasi ibu-janin
tinggi, senyawa polar tetap akan melewati plasenta dalam jumlah
besar. Ukuran molekul Obat dengan berat molekul sampai dengan 500
Dalton akan mudah melewati pori membran bergantung pada kelarutan
dalam lemak dan derajat ionisasi. Obat-obat dengan berat molekul
500-1000 Dalton akan lebih sulit melewati plasenta dan obat-obat
dengan berat molekul >1000 Dalton akan sangat sulit menembus
plasenta. Sebagai contoh adalah heparin, mempunyai berat molekul
yang sangat besar ditambah lagi adalah molekul polar, tidak dapt
menembus plasenta sehingga merupakan obat antikoagulan pilihan yang
aman pada kehamilan. Ikatan proteinHanya obat yang tidak terikat
dengan protein (obat bebas) yang dapat melewati membran. Derajat
keterikatan obat dengan protein, terutama albumin, akan
mempengaruhi kecepatan melewati plasenta. Akan tetapi bila obat
sangat larut dalam lemak maka ikatan protein tidak terlalu
mempengaruhi, misalnya beberapa anastesi gas. Obat-obat yang
kelarutannya dalam lemak tinggi kecepatan melewati plasenta lebih
tergantung pada aliran darah plasenta. Bila obat sangat tidak larut
di lemak dan terionisasi maka perpindahaan nya lewat plasenta
lambat dan dihambat oleh besarnya ikatan dengan protein. Perbedaan
ikatan protein di ibu dan di janin juga penting, misalnya
sulfonamid, barbiturat dan fenitoin, ikatan protein lebih tinggi di
ibu dari ikatan protein di janin. Sebagai contoh adalah kokain yang
merupakan basa lemah, kelarutan dalam lemak tinggi, berat molekul
rendah (305 Dalton) dan ikatan protein plasma rendah (8-10%)
sehingga kokain cepat terdistribusi dari darah ibu ke janin.
Metabolisme obat di plasenta dan di janinDua mekanisme yang ikut
melindungi janin dari obat disirkulasi ibu adalah: Plasenta yang
berperan sebagai penghalang semipermiabel juga sebagai tempat
metabolisme beberapa obat yang melewatinya. Semua jalur utama
metabolisme obat ada di plasenta dan juga terdapat beberapa reaksi
oksidasi aromatik yang berbeda misalnya oksidasi etanol dan
fenobarbital. Sebaliknya , kapasitas metabolisme plasenta ini akan
menyebabkan terbentuknya atau meningkatkan jumlah metabolit yang
toksik, misalnya etanol dan benzopiren. Dari hasil penelitian
prednisolon, deksametason, azidotimidin yang struktur molekulnya
analog dengan zat-zat endogen di tubuh mengalami metabolisme yang
bermakna di plasenta. Obat-obat yang melewati plasenta akan
memasuki sirkulasi janin lewat vena umbilikal. Sekitar 40-60% darah
yang masuk tersebut akan masuk hati janin, sisanya akan langsung
masuk ke sirkulasi umum janin. Obat yang masuk ke hati janin,
mungkin sebagian akan dimetabolisme sebelum masuk ke sirkulasi umum
janin, walaupun dapat dikatakan metabolisme obat di janin tidak
berpengaruh banyak pada metabolisme obat maternal.
Obat-obat yang bersifat teratogenik adalah asam lemah, misalnya
talidomid, asam valproat, isotretinoin, warfarin. Hal ini diduga
karena asam lemah akan mengubah pH sel embrio. Dan dari hasil
penelitian pada hewan menunjukkan bahwa pH cairan sel embrio lebih
tinggi dari pH plasma ibu, sehingga obat yang bersifat asam akan
tinggi kadarnya di sel embrio.
C. Perubahan Farmakokinetika Obat pada saat KehamilanPada masa
kehamilan, perubahan fisiologis akan terjadi secara dinamis, hal
ini dikarenakan terbentuknya unit fetal-plasental-maternal. Karena
perubahan fisiologis inilah maka farmakokinetika obat baik
absorpsi, distribusi, metabolisme maupun ekskresi pun ikut berubah.
Respon ibu dan janin terhadap obat selama kehamilan dipengaruhi
oleh dua faktor utama:
1. Perubahan Farmakokinetika Obat Akibat Perubahan Maternal
a. Absorbsi saluran cernaPada wanita hamil terjadi penurunan
sekresi asam lambung (40% dibandingkan wanita tidak hamil),
disertai peningkatan sekresi mukus, kombinasi kedua hal tersebut
akan menyebabkan peningkatan pH lambung dan kapasitas buffer.
Secara klinik hal ini akan mempengaruhi ionisasi asam-basa yang
berakibat pada absorbsinya
b. Absorbsi paruPada kehamilan terjadi peningkatan curah
jantung, tidal volume, ventilasi, dan aliran darah paru.
Perubahan-perubahan ini mengakibatkan peningkatan absorbsi
alveolar, sehingga perlu dipertimbangkan dalam pemberian obat
inhalan.
c. DistribusiVolume distribusi obat akan mengalami perubahan
selama kehamilan akibat peningkatan jumlah volume plasma hingga
50%. Peningkatan curah jantung akan berakibat peningkatan aliran
darah ginjal sampai 50% pada akhir trimester I, dan peningkatan
aliran darah uterus yang mencapai puncaknya pada aterm (36-42
L/jam); 80% akan menuju ke plasenta dan 20% akan mendarahi
myometrium. Akibat peningkatan jumlah volume ini, terjadi penurunan
kadar puncak obat (Cmax) dalam serum.
d. Pengikatan proteinSesuai dengan perjalanan kehamilan, volume
plasma akan bertambah, tetapi tidak diikuti dengan peningkatan
produksi albumin, sehingga menimbulkan hipoalbuminemia fisiologis
yang mengakibatkan kadar obat bebas akan meningkat. Obat-obat yang
tidak terikat pada protein pengikat secara farmakologis adalah obat
yang aktif, maka pada wanita hamil diperkirakan akan terjadi
peningkatan efek obat.
e. Eliminasi oleh hatiFungsi hati dalam kehamilan banyak
dipengaruhi oleh kadar estrogen dan progesteron yang tinggi. Pada
beberapa obat tertentu seperti phenytoin, metabolisme hati
meningkat mungkin akibat rangsangan pada aktivitas enzim mikrosom
hati yang disebabkan oleh hormon progesteron; sedangkan pada
obat-obatan seperti teofilin dan kafein, eliminasi hati berkurang
sebagai akibat sekunder inhibisi komfetitif dari enzim oksidase
mikrosom oleh estrogen dan progesterone.
f. Eliminasi ginjalPada kehamilan terjadi peningkatan aliran
plasma renal 25-50%. Obat-obat yang dikeluarkan dalam bentuk utuh
dalam urin seperti penisilin, digoksin, dan lithium menunjukkan
peningkatan eliminasi dan konsentrasi serum steady state yang lebih
rendah.
2. Efek kompartemen fetal-plasentalJika pemberian obat
menghasilkan satu kesatuan dosis maupun perbandingan antara kadar
obat janin: ibu maka dipakai model kompartemen tunggal. Tetapi jika
obat lebih sukar mencapai janin maka dipakai model dua kompartemen
di mana rasio konsentrasi janin: ibu akan menjadi lebih rendah pada
waktu pemberian obat dibandingkan setelah terjadi distribusi.
a. Efek protein pengikatProtein plasma janin mempunyai afinitas
yang lebih rendah dibandingkan protein plasma ibu terhadap
obat-obatan. Tetapi ada pula obat-obatan yang lebih banyak terikat
pada protein pengikat janin seperti salisilat. Obat-obat yang tidak
terikat (bebas) adalah yang mampu melewati sawar plasenta.
b. Keseimbangan asam-basaMolekul yang larut dalam lemak dan
tidak terionisasi menembus membran biologis lebih cepat
dibandingkan molekul yang kurang larut dalam lemak dan terionisasi
selain itu PH plasma janin sedikit lebih asam dibandingkan ibu.
Dengan demikian basa lemah akan lebih mudah melewati sawar
plasenta. Tetapi setelah melewati plasenta dan mengadakan kontak
dengan darah janin yang relatif lebih asam, molekul-molekul akan
lebih terionisasi. Hal ini akan berakibat penurunan konsentrasi
obat pada janin dan menghasilkan gradien konsentrasi. Fenomena ini
dikenal sebagai ion trapping.
c. Eliminasi obat secara feto-placental drug eliminatonTerdapat
bukti-bukti bahwa plasenta manusia dan fetus mampu memetabolisme
obat. Semua proses enzimatik, termasuk fase I dan fase II telah
ditemukan pada hati bayi sejak 7 sampai 8 minggu pasca pembuahan
tetapi proses tersebut belum matang, dan aktivitasnya sangat
rendah. Kemampuan eliminasi yang berkurang dapat menimbulkan efek
obat yang lebih panjang dan lebih menyolok pada janin. Sebagian
besar eliminasi obat pada janin dengan cara difusi obat kembali ke
kompartemen ibu. Tetapi kebanyakan metabolit lebih polar
dibandingkan dengan asal-usulnya sehingga kecil kemungkinan mereka
akan melewati sawar plasenta, dan berakibat penimbunan metabolit
pada jaringan janin. Dengan pertambahan usia kehamilan, makin
banyak obat yang diekskresikan ke dalam cairan amnion, hal ini
menunjukkan maturasi ginjal janin.
d. Keseimbangan Obat Maternal-fetalJalur utama transfer obat
melalui plasenta adalah dengan difusi sederhana. Obat yang bersifat
lipofilik dan tidak terionisasi pada pH fisiologis akan lebih mudah
berdifusi melalui plasenta. Kecepatan tercapainya keseimbangan obat
antara ibu dan janin mempunyai arti yang penting pada keadaan
konsentrasi obat pada janin harus dicapai secepat mungkin, seperti
pada kasus-kasus aritmia atau infeksi janin intrauterin, karena
obat diberikan melalui ibunya.
D. Mekanisme Kerja Obat
Mekanisme kerja obat ibu hamilEfek obat pada jaringan
reproduksi, uterus dan kelenjar susu, pada kehamilan kadang
dipengaruhi oleh hormon-hormon sesuai dengan fase kehamilan. Efek
obat pada jaringan tidak berubah bermakna karena kehamilan tidak
berubah, walau terjadi perubahan misalnya curah jantung, aliran
darah ke ginjal. Perubahan tersebut kadang menyebabkan wanita hamil
membutuhkan obat yang tidak dibutuhkan pada saat tidak hamil.
Contohnya glikosida jantung dan diuretik yang dibutuhkan pada
kehamilan karena peningkatan beban jantung pada kehamilan. Atau
insulin yang dibutuhkan untuk mengontrol glukosa darah pada
diabetes yang diinduksi oleh kehamilan.
Mekanisme kerja obat pada janinBeberapa penelitian untuk
mengetahui kerja obat di janin berkembang dengan pesat, yang
berkaitan dengan pemberian obat pada wanita hamil yang ditujukan
untuk pengobatan janin walaupun mekanismenya masih belum diketahui
jelas. Contohnya kortikosteroid diberikan untuk merangsang
matangnya paru janin bila ada prediksi kelahiran prematur. Contoh
lain adalah fenobarbital yang dapat menginduksi enzim hati untuk
metabolisme bilirubin sehingga insidens jaundice ( bayi kuning)
akan berkurang. Selain itu fenobarbital juga dapat menurunkan
risiko perdarahan intrakranial bayi kurang umur. Anti aritmia juga
diberikan pada ibu hamil untuk mengobati janinnya yang menderita
aritmia jantung. E. Pengklasifikasian Obat Ibu hamilRujukan yang
paling dipercaya kalangan medis untuk sesuatu obat itu aman atau
tidak untukwanita hamiladalah Pedoman yang disusun US FDA (US Food
and Drug Administration/FDA-USA dan Australian Drug Evaluation
Committee). FDA membagi tingkat keaman obat tersebut kedalam 5
kategori:
1. Kategori AStudi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan
adanya resiko bagi janin pada trimester pertama kehamilan. Dan
tidak ada bukti mengenai resiko pada trimester ke dua dan ketiga.
Kemungkinan adanya bahaya terhadap janin sangat rendah. Digunakan
secara luas, tanpa malformasi janin atau pengaruh negatif
lain.Contoh2 obat kategori A-Ascorbic acid (vitamin C)*masuk
kategori C jika dosisnya melebihi US RDA*, -Doxylamine,
Ergocalciferol*masuk kategori D jika dosisnya melebihi US RDA*,
-Folic acid*masuk kategori C jika dosisnya melebihi 0,8 mg per
hari*, -Hydroxocobalamine*masuk kategori C jika dosisnya melebihi
US RDA*, -Liothyronine, Nystatin vaginal sup*masuk kategori C jika
digunakan per oral dan topikal*, -Pantothenic acid*masuk kategori C
jika dosisnya melebihi US RDA*, -Potassium chloride, Potassium
citrate, Potassium gluconate, Pyridoxine (vitamin B6),
Riboflavin*masuk kategori C jika dosisnya melebihi US RDA*,
-Thiamine (vitamin B1)*masuk kategori C jika dosisnya melebihi US
RDA*, -Thyroglobulin, Thyroid hormones, Vitamin D*masuk kategori D
jika dosisnya melebihi US RDA*, -Vitamin E*masuk kategori C jika
dosisnya melebihi US RDA*.
2. Kategori BStudi terhadap reproduksi binatang percobaan tidak
memperlihatkan adanya resiko terhadap janin tetapi belum ada studi
terkontrol pada ibu hamil atau sistem reproduksi binatang percobaan
yang menunjukkan efek samping ( selain penurunan tingkat
kesuburan), yang juga tidak diperoleh pada studi terkontrol pada
trimester 1 dan tidak terdapat bukti adanya resiko pada trimester
selanjutnya. Digunakan terbatas, pengaruh buruk tidak terbukti.
Berdasarkan uji toksikologi pada hewan dibedakan :a. B1 : Tidak
terbuktib. B2 : Percobaan terbatas, tidak ditemukan peningkatan
kerusakan janin pada hewanc. B3 : Terjadi peningkatan kerusakan
janin hewan, pada manusia belum tentu bermakna
Contoh obat kategori B-Acetylcysteine, Acyclovir,
Amiloride*masuk kategori D jika digunakan untuk hipertensi yang
diinduksi oleh kehamilan* -Ammonium chloride, Ammonium
lactate*topical*,-Amoxicillin, Amphotericin B, Ampicillin,
Atazanavir, Azatadine, Azelaic acid, Benzylpenicillin, Bisacodyl,
Budesonide*inhalasi, nasal*,-Buspiron, Caffeine, Carbenicillin,
Camitine, Cefaclor, Cefadroxil, Cefalexin, Cefalotin, Cefamandole,
Cefapirin, Cefatrizine, Cefazolin, Cefdinir, Cefditoren, Cefepime,
Cefixime, Cefmetazole, Cefonicid, Cefoperazone, Ceforanide,
Cefotaxime, Cefotetan disodium, Cefoxitin, Cefpodoxime, Cefprozil,
Cefradine, Ceftazidime, Ceftibuten, Ceftizoxime, Ceftriaxone,
Cefuroxime, Cetirizine, Chlorhexidine*mulut dan
tenggorokan*,-Chlorpenamine, Chlortalidone*masuk kategori D jika
digunakan untuk hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan*,
-Ciclacillin, Ciclipirox, Cimetidine, Clemastine, Clindamycin,
Clotrimazole, Cloxacillin, Clozapine, Colestyramine, dan masih
banyak lagi.
3. Kategori CStudi pada binatang percobaan menunjukkan adanya
efek samping pada janin (teratogenik) dan tidak ada studi
terkontrol pada wanita. Atau studi pada wanita maupun binatang
percobaan tidak tersedia. Obat dalam kategori ini hanya boleh
diberikan kepada ibu hamil jika manfaat yang diperoleh lebih besar
dari resiko yang mungkin terjadi pada janin. Memberi pengaruh buruk
(reversible) tanpa malformasi anatomi, (semata karena efek
farmakologik obat)Contoh obat kategori C Acetazolamide,
Acetylcholine chloride, Adenosine, Albendazole, Albumin,
Alclometasone, Allopurinol, Aluminium hydrochloride, Aminophylline,
Amitriptyline, Amlodipine, Antazoline, Astemizole, Atropin,
Bacitracin, Beclometasone, Belladonna, Benzatropine mesilate,
Benzocaine, Buclizine, Butoconazole, Calcitonin, Calcium acetate,
Calcium ascorbate, Calcium carbonate, Calcium chloride, Calcium
citrate, Calcium folinate, Calcium glucoheptonade, Calcium
gluconate, Calcium lactate, Calcium phosphate, Calcium polystyrene
sulfonate, Capreomycin, Captopril, Carbachol, Carbidopa,
Carbinoxamine, Chloral hydrate, Chloramphenicol, Chloroquine,
Chlorothiazide, Chlorpromazine, Choline theophyllinate, Cidofovir,
Cilastatin, Cinnarizine, Cyprofloxacin, Cisapride, Clarithromycin,
Clinidium bromide, Clonidine, Co-trimoxazole, Codeine,
Cyanocobalamin, Deserpidine, Desonide, Desoximetasone,
Dexamethasone, Dextromethorphan, Digitoxin, Digoxin, Diltiazem,
Dopamine, Ephedrine, Epinephrine, Fluconazole, Fluocinolone,
Fosinopril, Furosemide, Gemfibrozil, Gentamicin, Glibenclamide,
Glimepiride, Glipizide, Griseofulvin, Hydralazine, Hydrocortisone,
Hyoscine, Hyoscyamine, Isoniazid, Isoprenaline, Isosorbid
dinitrate, Ketoconazole, Ketotifen fumarate, Magaldrate, Mefenamic
acid, Methyl prednisolone, dan masih banyak lagi.
4. Kategori DTerdapat bukti adanya resiko terhadap janin
manusia. Obat ini hanya diberikan bila manfaat pemberian jauh lebih
besar dibandingkan resiko yang akan terjadi. (terjadi situasi yang
dapat mengancam jiwa ibu hamil, dalam hal mana obat lain tidak
dapat digunakan/ tidak efektif). Menyebabkan peningkatan malformasi
dan kerusakan janin yang irreversible, efek farmakologik juga
merugikan
Contoh obat kategori D Amikacin, Amobarbital, Atenolol,
Carbamazepine, Carbimazole, Chlordizepoxide, Cilazapril,
Clonazepam, Diazepam, Doxycycline, Imipramine, Kanamycin,
Lorazepam, Lynestrenol, Meprobamate, Methimazole, Minocycline,
Oxazepam, Oxytetracycline, Tamoxifen, Tetracycline, Uracil,
Voriconazole dan masih banyak lagi.
5. Kategori X Studi pada binatang percobaan atau manusia telah
memperlihatkan adanya kelainan janin (abnormalitas) atau terbukti
beresiko terhadap janin. Resiko penggunaan obat pada wanita hamil
jelas lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Obat kategori X
merupakan kontra indikasi bagi wanita hamil atau memiliki
kemungkinan untuk hamil. Terbukti mempunyai risiko tinggi terjadi
pengaruh buruk yang irreversible, merupakan kontaindikasi mutlak.
Contoh obat kategori X Acitretin, Alprotadil *parenteral*,
Atorvastatin, Bicalutamide, Bosentan, Cerivastatin disodium,
Cetrorelix, Chenodeoxycholic acid, Chlorotrianisene, Chorionic
gonadotrophin, Clomifen, Coumarin, Danazol, Desogestrel,
Dienestrol, Diethylstilbestrol, Dihydro ergotamin, Dutasteride,
Ergometrin, Ergotamin, Estazolam, Etradiol, Estramustine, Estriol
succinate, Estrone, Estropipate, Ethinyl estradiol, Etretinate,
Finasteride, Fluorescein *parenteral*, Flurouracil,
F. Obat yang digunakan pada kehamilan1. Preparat
AntasidFungsinya untuk meredakan gejala gangguan lambung seperti
nyeri uluhati dan gangguan cerna, tetapi bukan ulkus.
Kerja dan efek samping Antasid Preparat antasid mengurangi
keasaman lambung yang :1. Menetralkan isi lambung 2. Menurunkan
refluks dengan meningkatkan tekanan pada sfingter esoffagus bagian
distal.3. Dapat meningkatkan sekresi asam lambung sehingga
memperburuk gejalanya atau memperbesar bahaya terjadinya aspirasi
lambung.
Contoh obat preparat antasid : Bisodol,andrews
antacid,gaviscon.settlers,algico, infacol.Interaksi dengan
antasid.Absorbsi kebanyakan obat, termasuk obat-obat kontrapsepsi
oral, akan diganggu oleh antasid dan salut enteriknya akan
dirusak.
Kewaspadaan- Penggunaan antasid apapun dalam waktu yang lama
dapat menyebabkan pembentukan batu ginjal.- Jika sudah terdapat
insufisiensi renal dengan derajat berapapun (seperti pada
pre-eklampsia atau jika ada bukti ISK yang berkali-kali),penggunaan
antasid sebaiknya dihindari karena preparat ini dapat menumpuk dan
menyebabakn toksitositas.- Penggunaan antasid lebih dari tiga bulan
dapat disertai dengan cacat lahir.
2. Obat antagonis HistaminFungsinya untuk meminimalkan kerusakan
paru yang disebabkan oleh aspirasi isi lambung.Kerja dan efek
samping antagonis :a) meningkatkan sekresi gastrin.b) mengurangi
pengeluaran asam lambung.c) menyebabkan vertigo, somnolen, dan rasa
lelah d) - menyebabkan mual, kram lambung, konstipasi, diare.
Conth obat : De-Nol, Losec.
Interaksi dengan antagonis H2 : - Tidak dapat diserap dengan
baik jika diminum dengan antasid, harus berselang 2 jam.- Kebiasaan
merokok akan mengurangi kesembuhan ulkus dan meningkatkan
penguraian obat-obat antagonis H2.
3. Obat pencahar (Laksatit)Fungsinya sebagai obat yang
memfalisitasi evakuasi usus. Obat ini diberikan dalam bentuk
preparat oral, enema, atau supositoria.Efek sampingnya menimbulkan
gangguan fungsi normal gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
flora colon, motilitas usus. Contoh obat pencahar : Fybogel,
Normacol, Carbalax, Micolette micro-enema. Interaksi dengan obat
pencahar : Dapat mengikat obat lain dan mineral sehingga mengganggu
absorbsi. Pemberian dengan preparat lain harus selang 2 jam, jika
tidak akan menimbulkan motilitas lambung.G. Farmakologi kehamilan
pada wanita dengan riwayat penyakita. Penyakit asma pada kehamilan
Penyakit asma dapat mengenai hingga 10% dari populasi penduduk di
negara industri, yang meliputi 5% ibu hamil.Penyakit asma ditandai
oleh inflamasi,edema, infiltrasi eosinofil dan remodelin
bronkiolus.Obat yang digunakan pada asmaBronkodilatoragonis
adrenoreseptor beta (salbutamol), preparat anti muskarinik
(ipratropium), metilsantin (teofilin).Anti-inflamasikromon
(kromoglikat), kortikosteroid dan glukokortiroid (beklometason,
prednisolon), antagonis reseptor leukotrien (tidak dianjurkan pada
kehamilan).
b. Gangguan mentalObat yang digunakan Anti depresan (fluoksetin,
paroksetin), Efek sampingnya yaitu anoreksia, mual, diare,
konstipasi, gangguan cerna, kecemasan, perubahan frekuensi jantung,
perdarahan. Antipsikotik (proklorperazin) efek sampingnya yaitu
kelainan postur dan gerak, produksi prolaktin. Arisiolitik
(benzodiazepin)efek sampingnya yaitu penurunan tonus otot, pada
neonatus dapat menimbulkan sindrom bayi yang terkulai, depresi
pernapasan. preparat anti mania(senyawa litium, karbamazepin) efek
sampingnya yaitu mual, muntah, diare.
c. Diabetes mellitusKelainan metabolisme yang kronis dan terjadi
karena defisiensi insulin atau resistensi insulin. Penanganannya
dapat berupa pengaturan makan atau diet dan pemberian obat-obat
hipoglikemi oral atau insulin. Pasien diabetes yang hamil harus
mengkonsumsi 25 gram karbohidrat pada saat makan.
d. Epilepsi Serangan epilepsi yang menyeluruh berpotensi untuk
membahayakan keselamatan ibu dan janinnya. Serangan kejang
tonik-klonik dapat menyebabkan hipoksia janin serta asidosis.
Serangan epilepsi pada kehamilan dini menyebabkan pada embrio dan
mengakibatkan malformasi. Obat yang digunakan pada epilepsy Obat
antiepilepsi generasi pertama.- Karbamazepin Efek sampingnya yaitu
akne, hirsutisme, kerusakan sumsum tulang yang dapat menimbulkan
agranulositosis/ anemia aplatik yang fatal.- Natrium valproat Efek
sampingnya yaitu kelainan hati yang serius dan perdarahan. -
Fenitoin Efek sampingnya yaitu insomnia, mual, muntah, konstipasi
dan anemia.
Obat antiepilepsi generasi kedua - felbamat - gabapentin -
lamotrigin - okskarbazepin - tiagabin - topiramat - vigabatrin
H. Transfer Obat TransplasentaPlasenta merupakan organ yang
berfungsi sebagai tempat pertukaran substansi termasuk obat antara
ibu dengan janin. Hampir semua obat masuk dari sirkulasi maternal
ke sirkulasi janin dengan cara difusi. Hal ini tergantung dari
sifat zat kimianya,seperti kelarutan dalam lemak, derajat ionisasi,
berat molekul dan ikatan obat-protein.
Berat molekul yang dapat melewati plasma adalah : BM < 500
Dalton (Da) langsung menembus secara mudah BM 600-1000 Da melewati
plasenta secara lambat BM > 1000 Da (contoh : insulin, heparin)
tidak dapat menembus barier plasenta Obat yang lipofilik lebih
mudah menembus barier plasenta. (contoh: opiat dan antibiotik akan
lebih mudah masuk menembus barier plasenta). Jadi obat melewati
plasenta tergantung derajat kelarutan lemaknya serta derajat
ionisasinya. Obat yang lipofil lebih cepat menembus barier plasenta
dan masuk sirkulasi janin, contoh thiopental obat anestesi yang
digunakan untuk bedah Caesar, sifatnya lipofilik sehingga cepat
menembus plasenta dan menyebabkan sedasi atau apneu pada bayi baru
lahir.
Obat yang terionisasi tinggi seperti succinylcholine and
tubocurarine, yang juga digunakan sebagai muscle relaxan pada
operasi Caesar menembus plasenta lebih lambat dan sedikit terdapat
dalam plasma janin. Sifat impermeabilitas plasenta terhadap zat
polar relatif, jika gradient konsentrasi maternal-fetal tinggi maka
zat polar dapat menembus plasenta. Salicylate, yang hamper
terionisasi sempurna pada pH fisiologis dapat menembus plasenta
secara cepat, hal ini terjadi karena ada sedikit jumlah salisilat
yang tidak terionisasi sehingga bersifat lipofilik.
Albumin plasma maternal cenderung menurun selama kehamilan,
sebaliknya albumin fetus meningkat, mengakibatkan meningkatnya
konsentrasi obat yang terikat protein dalam plasma fetus. pH fetus
lebih asam dibanding pH maternal menyebabkan obat yang bersifat
basa lemah lebih mudah menembus plasenta. JIka obat sudah masuk
dalam plasma fetus, molekul akan mengalami ionisasi dan sedikit
yang bisa kembali ke plasma maternal.
I. Metabolisme Obat Pada Plasenta Ada dua mekanisme untuk
melindungi janin dari obat yang berada dalam sirkulasi ibu:1.
Plasenta memainkan perannya sebagai barier semipermeabel dan
sebagai tempat untuk memetabolisme obat-obatan yang melewatinya.
Bebrapa tipe reaksi oksidasi (seperti, hydroxylation,
N-dealkylation, demethylation) terjadi dalam jaringan plasenta
contoh metabolism pentobarbital.2. Obat yang masuk ke plasenta
memasuki sirkulasi janin melewati vena umbilikalis. sekitar 4060%
lairan darah V.umbilikalis masuk ke liver janin, disini terjadi
metabolism obat sebelum masuk ke sirkulasi janin.
J. PEMILIHAN OBAT SELAMA KEHAMILAN Efek samping obat terhadap
janin tergantung dosis, rute pemberian, lamanya terpapar agen dan
usia kehamilan saat terpapar obat. Paparan obat pada janin 2 minggu
setelah konsepsi akan memiliki efek all or nothing ( merusak embrio
atau bahkan tidak mengakibatkan gangguan sama sekali). Paparan obat
pada fase organogenesis (18-60 hari setelah konsepsi) akan
menyebabkan anomaly struktur tubuh ( seperti obat : metroteksat,
siklofosfamid, dietilstilbestrol, litium, retinoid, talidomid, obat
antiepilepsi tertentu dan derivate coumarin). Paparan obat setelah
60 hari bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan, abnormalitas CNS
atau kematian janin (seperti ACE inhibitor, derivate tetrasiklin,
NSAID). Prinsip pemilihan obat selama kehamilan:1. Pilih obat yang
aman untuk ketiga periode (selama 3 Trimester).2. Resepkan obat
dengan dosis terendah dari dosis terapeutik.3. Hindari medikasi
yang tidak penting, berbahaya dan self medication.4. Berikan dosis
optimum untuk kesehatan ibu, tapi minimal risiskonya untuk
janin
K.TeratogenikZat teratogenik adalah : zat, organisme, bahan
fisika atau kimia yang mampu menginduksi abnormalitas struktur dan
fungsi pada janin. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
teratogenitas suatu obat, adalah: Sifat fisikokimiawi dari obat
(lipofilik, ion, BM). Kecepatan obat untuk melintasi plasenta dan
mencapai sirkulasi janin. Lamanya pemaparan terhadap obat.
Farmakokinetik ibu. Periode perkembangan janin saat terpapar obat
Kerja obat teratogenikPenggunaan obat pada saat perkembangan janin
dapat mempengaruhi struktur janin pada saat terpapar. Thalidomid
adalah contoh obat yang besar pengaruhnya pada perkembangan anggota
badan (tangan, kaki) segera sesudah terjadi pemaparan. Pemaparan
ini akan berefek pada saat waktu kritis pertumbuhan anggota badan
yaitu selama minggu ke empat sampai minggu ke tujuh kehamilan.
Mekanisme berbagai obat yang menghasilkan efek teratogenik belum
diketahui dan mungkin disebabkan oleh multi faktor: Obat dapat
bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga secara tidak langsung
mempengaruhi jaringan janin. Obat mungkin juga menganggu aliran
oksigen atau nutrisi lewat plasenta sehingga mempengaruhi jaringan
janin. Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan
jaringan janin, misalnya vitamin A (retinol) yang memperlihatkan
perubahan pada jaringan normal. Dervat vitamin A (isotretinoin,
etretinat) adalah teratogenik yang potensial. Kekurangan substansi
yang esensial diperlukan juga akan berperan pada abnormalitas.
Misalnya pemberian asam folat selama kehamilan dapat menurunkan
insiden kerusakan pada selubung saraf , yang menyebabkan timbulnya
spina bifida.
Paparan berulang zat teratogenik dapat menimbulkan efek
kumulatif. Misalnya konsumsi alkohol yang tinggi dan kronik pada
kehamilan , terutama pada kehamilan trimester pertama dan kedua
akan menimbulkan fetal alcohol syndrome yang berpengaruh pada
sistem saraf pusat, pertumbuhan dan perkembangan muka.
Mekanisme Teratogenitas obat: Secara langsung bekerja pada
janin, menyebabkan kerusakan, kelainan perkembangan atau kematian.
Mempengaruhi fungsi plasenta, biasanya dengan cara mengkerutkan
pembuluh darah dan mengurangi pertukaran oksigen dan zat gizi
diantara janin dan ibu. Menyebabkan otot rahim berkontraksi sekuat
tenaga, yang secara tidak langsung mencederai janin dengan
mengurangi aliran darah ke janin.
Teratogen pada trimester pertama : Waktu organogenesis fetus
merupakan waktu kritis terjadinya teratogenik malformasi, terutama
pada trimester I. Bahan antineoplastik sebagai teratogen: nitrogen
mustard, asam folat inhibitor, siklofosfamida inhibitor metabolik
yang poten. Penyalahgunaan obat menyebabkan teratogen potensial
Amfetamin dan fenmetrasin menyebabkan abnormalitas jantung LSD
(Lysergic Acid Dietilamide) dan klorpromazine dapat menyebabkan
abnormalitas kromosom dan kemungkinan malformasi fetus wanita
hami,l sebaiknya hindari, terutama pada trimester I. Barbiturat,
fenitoin, lithium menyebabkan kenaikan abnormalitas fetus CNS
depresan berpotensi teratogen (belum konklusif)
Selama kehamilan : Sebagian antimikroba aman dipakai selama
kehamilan, akantetapi aminoglikosida (streptomicyn) dan quinin
dapat meneyebabkan ketulian, syaraf pendengaran. Tetrasiklin
menyebabkan gigi berwarna dan pertumbuhan tulang menurun.
Novobiacin dan sulfonamida berefek pada akhir kehamilan, naiknya
bilirubin sewaktu hamil (kernicterus). Kloramfenikol menyebabkan
gray baby syndrome (sianosis+hypothermia) Nitrofurantren
meneyebabkan hemolisis Antikoagulan oral meneyebabkan pendarahan
uterus Antidiabetika oral meneyebabkan malformasi letal pd
trimester I dan perubahan fisiologis pada trimester akhir, bila
dosis berlebihan menyeebabkan hipogikemia pada ibu dan baby.
Androgen dan progesteron meneybabkan maskulinisasi pada fetus
perempuan Merokok meneyebabkan bobot fetus turun Alkohol
meneyebabkan perubahan hematologi Penisilin meneyebabkan bayi
hipersensitive
Vitamin Vitamin A meneyebabkan menaikkan tekanan intrakranial
Vitamin D meneyebabkan hiperglikemia dan retardasi mental Vitamin C
meneyebabkan scurvy setelah lahir (rebound phenomena) Vitamin K
meneyebabkan diberikan pd ibu yg hampir melahirkan kernicterus,
hemolyse
Sebelum melahirkan : Depresan CNS meneyebabkan depresi
pernafasan sewaktu lahir Barbiturat, narkotik, transquilizer,
antikonvulsan, general anestetik meneyebabkan depresi pernafasan
Reserpin meneyebabkan bayi lahir dgn selaput hidung mengembang,
keracunan pernafasan, hiperthermie Salisilat, thiazida,
indometasin, prometazin, diazepam, imipramin, klorpromazin, GG
pendarahan bayi.L. Efek ObatA. EFEK PADA IBUEfek obat terhadap
jaringan reproduktif (payudara, uterus, dll) ibu hamil sesekali
diubah oleh lingkungan endokrin yang sesuai untuk setiap tahap
kehamilan. Efek obat pada jaringan ibu lainnya (jantung, paru,
ginjal, dll) tidak mengalami perubahan yang berarti selama
kehamilan, meskipun konteks fisiologisnnya (curah jantung, aliran
darah ginjal) dapat mengalami perubahan. Contohnya, glikosida
jantung dan diuretic diperlukan pada keadaan gagal jantung yang
dipicu oleh peningkatan beban kerja jantung ketika hamil, atau
insulin diperlukan untuk mengendalikan glukosa darah pada diabetes
yang dipicu oleh kehamilan.
B. EFEK TERAPEUTIK OBAT DALAM JANINIlmu ini meliputi pemberian
obat pada ibu hamil dengan janin sebagai target obat. Saat ini,
kortikosteroid digunakan untuk merangsang pematangan paru janin
ketika terjadi persalinan premature yang diperkirakan.
Fenobarbital, bila diberikan pada ibu hamil yang mendekati aterm,
dapat memicu enzim hati janin yang berperan dalam glukoronidasi
bilirubin, sehingga dapat menurunkan insiden ikterus pada
neonates.
C. EFEK TOKSIK OBAT YANG DAPAT DIPERKIRAKAN PADA JANINPenggunaan
opioid jangka panjang pada ibu hamil dapat menimbulkan
ketergantungan pada janin dan neonatus. Ketergantungan ini dapat
bermanifestasi sebagai sindrom putus obat neonatus. Efek simpang
juga dapat muncul belakangan, seperti pada kasus janin perempuan
yang terpajan oleh dietilstilbestrol; resikonya untuk menderita
adenokarsinoma vagina dapat meningkat setelah pubertas.Table obat
teratogen
M. Farmakokinetika dan Farmakodinamik Pada Menyusui
Farmakokinetika Hampir semua obat yang diminum perempuan menyusui
terdeteksi didalam ASI , untungnya konsentrasi obat di ASI umumnya
rendah. Konsentrasi obat dalam darah ibu adalah faktor utama yang
berperan pada proses transfer obat ke ASI selain dari faktor-faktor
fisiko-kimia obat. Volume darah/cairan tubuh dan curah jantung yang
meningkat pada kehamilan akan kembali normal setelah 1 bulan
melahirkan. Karena itu pemberian obat secara kronik mungkin
memerlukan penyesuaian dosis. Obat yang larut dalam lemak, yang
non-polar dan yang tidak terion akan mudah melewati membran sel
alveoli dan kapiler susu. Obat yang ukurannya kecil (< 200
Dalton) akan mudah melewati pori membran epitel susu. Obat yang
terikat dengan protein plasma tidak dapat melewati membran, hanya
obat yang tidak terikat yang dapat melewatinya. Plasma relatif
sedikit lebih basa dari ASI. Karena itu obat yang bersifat basa
lemah di plasma akan lebih banyak dalam bentuk tidak terionisasi
dan mudah menembus membran alveoli dan kapiler susu. Sesampainya di
ASI obat yang bersifat basa tersebut akan mudah terion sehingga
tidak mudah untuk melewati membran kembali ke plasma. Fenomena
tersebut dikenal sebagai ion trapping. Rasio M:P adalah
perbandingan antara konsentrasi obat di ASI dan di plasma ibu.
Rasio M:P yang >1 menunjukkan bahwa obat banyak berpindah ke ASI
, sebaliknya rasio M:P < 1 menunjukkan bahwa obat sedikit
berpindah ke ASI. Pada umumnya kadar puncak obat di ASI adalah
sekitar 1- 3 jam sesudah ibu meminum obat. Hal ini mungkin dapat
membantu mempertimbangkan untuk tidak memberikan ASI pada kadar
puncak. Bila ibu menyusui tetap harus meminum obat yang potensial
toksik terhadap bayinya maka untuk sementara ASI tidak diberikan
tetapi tetap harus di pompa. ASI dapat diberikan kembali setelah
dapat dikatakan tubuh bersih dari obat dan ini dapat diperhitungkan
setelah 5 kali waktu paruh obat. Rasio benefit dan risiko
penggunaan obat pada ibu menyusui dapat dinilai dengan
mempertimbangkan : Farmakologi obat: reaksi yang tidak dikehendaki
Adanya metabolit aktif Multi obat : adisi efek samping Dosis dan
lamanya terapi Umur bayi. Pengalaman/bukti klinik
Farmakoepidemiologi data.
Farmakokinetika bayi Absorbsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi pada bayi berbeda nyata dengan orang dewasa. Kecepatan
absorpsi lewat saluran cerna lebih rendah, misalnya absorpsi
fenobarbital, fenitoin, asetaminofen dan Distribusi obat juga akan
berbeda karena rendahnya protein plasma, volume cairan tubuh yang
lebih besar dari orang dewasa. Metabolisme obat juga rendah karena
aktivitas enzim yang rendah . Ekskresi lewat renal pada awal
kehidupan masih rendah dan akan meningkat dalam beberapa bulan.
Selain banyaknya obat yang diminum oleh bayi melalui ASI, juga
kinetika obat pada bayi menentukan akibat yang ditimbulkan oleh
obat. Yang perlu diperhatikan adalah bila efek yang tidak
diinginkan tidak bergantung dari banyaknya obat yang diminum,
misalnya reaksi alergi, maka sedikit atau banyaknya ASI yang
diminum bayi menjadi tidak penting, tetapi apakah si bayi meminum
atau tidak meminum ASI menjadi lebih penting.
FarmakodinamikaMekanisme kerja obat pada ibu menyusui dapat
dikatakan tidak berbeda. Sedangkan farmakodinamik obat pada bayi
masih sangat terbatas dipelajari. Kemungkinan sensitivitas reseptor
pada bayi lebih rendah, sebagai contoh, dari hasil penelitian bahwa
sensitivitas d-tubokurarin meningkat pada bayi.
N. PERSALINANTerdiri dari : Oksitosik : obat yang merangsang
kontraksi uterus Tokolitik : obat yang menghambat kontraksi
uterus
PERSALINAN & NIFASOKSITOSIK: 1.Oksitosin & derivatnya
2.Alkaloid ergot & derivatnya 3.prostaglandin E & F
Indikasi klinik :1. Induksi partus : -perhatikan kematangan paru
janin dan adanya kontra indikasi -selama induksi monitoring
intensif ibu & janin 2. Augmentation labor efektif pada prolong
latent phase 3. Third stage of labor & Puerperium 4. Uji
oksitosin
Alkaloid ergot Terdiri dari : 1.Alkaloid asam amino ergotamin
2.Alkaloid amin ergonovin Uterus cukup bulan (aterm) lebih sensitif
dari pada uterus pada kehamilan muda Bersifat toksik, sehingga
dapat menyebabkan keracunan indikasi : HPP (Hemoragik Post Partum)
Sediaan : Metil ergonovin maleat (Methergin) 0,2 mg/ tab, 0,2 mg/ml
(ampul)PROSTAGLANDIN E & F Efektif untuk memulai partus PG F
merangsang kontraksi uterus pada saat hamil dan tidak hamil Indeks
terapi sempit mudah timbul hipertoni monitoring ketat tingkatkan
kecepatan infus perlahan Sediaan : PGE2 intra vena, intra ser
vikal, intra vaginalex : Carboprost,,Dinoproston, untuk induksi
partus pada keadaan servik belum terbukaex: kematian janin, ketuban
pecah dini dll TOKOLITIKTujuan : Mencegah persalinan prematur,
sehingga janin dapat dipersiapkan lahir cukup bulan indikasi :
kehamilan preterm (20 37 mg) atau berat janin (500 2499
gr)Persyaratan pemberian : 1.kontraksi teratur 2.interval kontraksi
< 10 menit 3.Lama kontraksi 30 60 menit cukup kuat mendilatasi
servik 2 adrenergik : Pitodrin, terbutalin, isoksuprin, Mg sulfat
Pitodrin merangsang reseptor 2 pada otot polos uterus sediaan :
tablet 10 -20 mg Pemberian oral dilakukan 30 menit sebelum
menghentikan pemberian intra vena
N. PRINSIP PENGGUNAAN OBAT 1.Pertimbangkan mengatasi penyakit
tanpa obat 2.Obat hanya digunakan bila benefit > resiko
3.Pilihlah obat yang sudah dikenal luas 4.Hindari polifarmasi
5.Cari tahu kategori obat A,B,C,D atau X
Daftar Pustaka1. Rachimhadhi, Trijatmo. Ilmu Kebidanan. Edisi ke
2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. hal.
67-80.2. Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes. Farmakologi : Pendekatan
proses keperawatan,E, Alih Bahasa Peter Anugerah. Jakarta: EGC;
1996.3. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi
ke-10. Jakarta : EGC;2012.4. Goodman A. and Gilmans L.The
Pharmacological Basis of Therapeutics. New York: The Mc Graw Hill
Company; 2006.5. Depkes RI. Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu
Hamil dan Menyusui. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI;2006.