Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kesadaran yang semakin tinggi akan kebutuhan pelayanan kesehatan yang disertai dengan kesadaran hukum menciptakan masyarakat yang semakin kritis dalam upaya pemenuhan keadilan akan hak-haknya sebagai manusia seutuhnya. Hal ini tidak terlepas dari tingkat pendidikan dan pengetahuan yang semakin maju. Atas dasar itulah maka masyarakat berupaya memenuhi kebutuhan kesehatan disertai dengan keinginan untuk mendapatkan penjelasan atau informasi yang detail dan akurat sebagai perwujudan pemenuhan hak sebagai manusia. Dalam upaya pemenuhan kesehatan, seorang pasien dapat memperoleh pengobatan, perawatan, tindakan operasi atau lainnya, maka ia berhak untuk mendapatkan penjelasan dari seseorang yang dianggap ahli. Dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran telah dikemukakan tentang kewajiban dokter sebagai penyelenggaraan kesehatan untuk memenuhi keinginan dalam hal informasi / penjelasan dengan melakukan kegiatan Informed Consent yakni dalam UU nomer 29 tahun 2004 pasal 45 ayat 1 sampai 6. Perlu diketahui bahwa hubungan yang tercipta tidak hanya sebagai hubungan dokter selaku penyedia jasa dengan pasien selaku penerima jasa, tetapi juga memiliki hubungan bila terjadi kasus pidana. Dalam hal ini dokter 1
35

Tugas Etik Ic

Jan 18, 2016

Download

Documents

Ari Alauddin
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Tugas Etik Ic

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingkat kesadaran yang semakin tinggi akan kebutuhan pelayanan kesehatan

yang disertai dengan kesadaran hukum menciptakan masyarakat yang semakin kritis

dalam upaya pemenuhan keadilan akan hak-haknya sebagai manusia seutuhnya. Hal

ini tidak terlepas dari tingkat pendidikan dan pengetahuan yang semakin maju. Atas

dasar itulah maka masyarakat berupaya memenuhi kebutuhan kesehatan disertai

dengan keinginan untuk mendapatkan penjelasan atau informasi yang detail dan

akurat sebagai perwujudan pemenuhan hak sebagai manusia.

Dalam upaya pemenuhan kesehatan, seorang pasien dapat memperoleh

pengobatan, perawatan, tindakan operasi atau lainnya, maka ia berhak untuk

mendapatkan penjelasan dari seseorang yang dianggap ahli. Dalam Undang-Undang

Praktik Kedokteran telah dikemukakan tentang kewajiban dokter sebagai

penyelenggaraan kesehatan untuk memenuhi keinginan dalam hal informasi /

penjelasan dengan melakukan kegiatan Informed Consent yakni dalam UU nomer 29

tahun 2004 pasal 45 ayat 1 sampai 6.

Perlu diketahui bahwa hubungan yang tercipta tidak hanya sebagai hubungan

dokter selaku penyedia jasa dengan pasien selaku penerima jasa, tetapi juga memiliki

hubungan bila terjadi kasus pidana. Dalam hal ini dokter tidak hanya sebagai

pemeriksa tetapi juga bertindak sebagai pemberi keterangan kepada pihak penyidik

dan pasien dapat bertindak sebagai korban yang berkedudukan sebagai bukti. Dengan

demikian dokter dalam melaksanakan tugas sehari-hari, sewaktu-waktu dapat diminta

bantuan oleh penegak hukum.

Oleh karena itu dalam referat ini akan dibahas mengenai peran Informed

Consent sebagai salah satu bagian dari hak atas informasi dalam hubungan dokter

dengan pasien terutama bila terjadi suatu perkara pidana.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana peranan informed consent dalam tindakan medik?

1

Page 2: Tugas Etik Ic

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana

peranan informed consent dalam tindakan medik.

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khususnya adalah untuk mengetahui peranan informed consent

dalam menghadapi tuntutan malpraktek.

1.4 Manfaat

Melalui penulisan ini diharapkan agar dokter selalu memberikan

informed consent kepada pasiennya sebelum melakukan tindakan medik tidak

terjadi kesalahpahaman dikemudian hari. Untuk pasien agar mengerti dan

paham akan tindakan medik yang akan dilakukan terhadap diri / keluarganya.

Untuk pengadilan, diharapkan bisa membantu hakim dalam memutuskan

perkara yang berkaitan dengan dugaan malpraktek medis. Untuk masyarakat

agar dapat membuka wawasan akan pentingnya komunikasi dan informasi

antara dokter dengan pasien.

2

Page 3: Tugas Etik Ic

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Informed Consent

2.1.1 Latar Belakang Timbulnya Informed Consent

Pada zaman informasi seperti saat ini disertai dengan bertambah cerdasnya

masyarakat Indonesia, maka timbullah keinginan untuk menambah pengetahuan serta

untuk mengetahui tentang apa yang baru atau hal yang dianggap asing. Informasi

berarti keterangan, data, penjelasan atas suatu hal. Tanpa informasi maka manusia

akan ketinggalan.

Hal tersebut mempengaruhi norma atau nilai dalam masyarakat, sehingga turut

berubah. Dahulu seorang dokter disebut “paternalistik” , namun tidak demikian saat

ini. Saat ini terdapat prinsip “otonomi” pada pasien, sehingga harus diberikan

penjelasan, informasi karena pasien memiliki hak untuk mengetahui apa yang akan

terjadi pada dirinya. Apakah pasien akan setuju atau bahkan menolak suatu rencana

terhadap dirinya. ( Guwandi. J, 1992 )

Bagan 1. Analisa hubungan dokter-pasien menurut Fader-Beauchamp ( Guwandi. J,

1992 )

Pada hakikatnya persetujuan atas dasar informasi atau dikenal dengan istilah

informed consent merupakan alat untuk memungkinkan penentuan nasib sendiri di

dalam praktik dokter. Secara konkret persyaratan informed consent adalah untuk

setiap tindakan baik yang bersifat diagnostik maupun terapeutik, pada azasnya

3

THESE

Paternalisme

Value of health

Fiduciary relationship

ANTI THESE

Autonomy

Value of Autonomy

Self determination

SYNTHESE

Informed Consent

Page 4: Tugas Etik Ic

senantiasa diperlukan persetujuan pasien yang bersangkutan. ( Komalawati. V, 2002 ).

Oleh karena itu pasien hanya dapat memberikan persetujuan riil apabila yang

bersangkutan dapat menyimak situasi yang dihadapinya, maka satu-satunya yang

diperlukan adalah informasi. ( Komalawati. V,2002 ). Selain itu diperlukannya izin

pasien adalah karena tindakan medik dilakukan oleh dokter, hasilnya penuh dengan

ketidakpastian ( uncertainly ) dan tidak dapat diperhitungkan secara matematik karena

dipengaruhi oleh faktor lain yang berada diluar kontrol dan kekuasaan dokter. Juga

hampir semua tindakan medik mengandung resiko dan bahkan mungkin diikuti

dengan akibat dan yang menanggung itu semua adalah diri pasien itu sendiri.

( Dahlan. S, 2000)

Atas dasar itu maka persetujuan pasien bagi setiap tindakan medik mutlak

diperlukan, kecuali dalam keadaan tertentu. Juga adanya hubungan antara dokter dan

pasien yang secara yuridis dimasukkan ke dalam golongan kontrak. Sehingga

dikenallah istilah informed consent, sebab sebelum diberikan kepada pasien atau

keluarganya harus diberikan informasi terlebih dahulu mengenai beberapa hal dari

tindakan medik yang akan dilakukan. Dengan demikian sifat hubungannya memiliki 2

cirii yaitu adanya suatu persetujuan ( consensual, agrrement ) dan adanya suatu

kepercayaan ( fiduciary ). ( Guwandi. J, 1996 ). Maka secara hukum hubungan dokter

dan pasien merupakan hubungan yang dibentuk melalui perjanjian atau kontrak yang

kemudian dikenal dengan istilah transaksi teraputik. ( Amir.A dan Hanafiah. J , 1999 )

Adapun tindakan yang dimaksud dalam suatu transaksi terapeutik adalah

perilaku dalam kaitannya dengan persetujuan, maka istilah ini tidak dikacaukan

dengan istilah tindakan medik dalam arti ilmu kedokteran. ( Komalawati. V, 2002 )

Pada dasarnya timbulnya informed consent tidak lepas dari sumber hak azasi

manusia, disertai dengan berkembangnya pola kehidupan masyarakat yang semakin

materialistik dan hedonik maka telah memberikan distribusi yang tidak kecil terhadap

konsep informed consent.

2.1.1.1 Hak dan Kewajiban Pasien dan Dokter

Disamping hak azasi manusia secara umum, terdapat pula hak dan kewajiban

bagi pasien sebagai penerima jasa dan dokter sebagai penyedia jasa dalam proses

pelayanan kesehatan.

4

Page 5: Tugas Etik Ic

Hak pasien dalam pelayanan kesehatan : (Nasution.B,2005 ; Komite Etik

RSDS,2001 ; Amir.A,1999)

1. Hak atas perawatan

2. Hak untuk menolak perawatan secara umum

3. Hak untuk memilih tenaga kesehatan dan rumah sakit yang akan merawat

pasien

4. Hak atas informasi

5. Hak untuk menolak perawatan tanpa ijin

6. Hak atas rasa aman

7. Hak atas pembatasan terhadap pengaturan kebebasan perawatan

8. Hak untuk mengakhiri perjanjian perawatan

9. Hak untuk memberikan persetujuan

10. Hak atas rahasia kedokteran

11. Hak atas second opinion

12. Hak atas twenty four a day visitor

13. Hak pasien menggugat atau menuntut

14. Hak pasien mengenai bantuan hukum

15. Hak pasien untuk menasehatkan mengenai percobaan oleh tenaga

kesehatan atau lain

Kewajiban pasien dalam pelayanan kesehatan : (Nasution.B,2005 ; Komite Etik

RSDS,2001)

1. Kewajiban memberikan informasi

2. Kewajiban untuk melaksanakan nasihat dokter atau tenaga kesehatan

3. Kewajiban untuk berterus terang bila timbul masalah dalam hubungannya

dengan dokter atau tenaga kesehatan

4. Kewajiban memberikan imbalan jasa

5. Kewajiban memberikan ganti rugi, apabila tindakannya merugikan dokter

atau tenaga kesehatan

Hak dokter sebagai pengemban profesi : (Nasution.B,2005 ; Komite Etik RSDS,2001)

1. Hak memperoleh informasi yang selengkap-lengkapnya dan sejujur-

jujurnya dari pasien yang akan digunakannya bagi kepentingan diagnosis

dan terapeutik

5

Page 6: Tugas Etik Ic

2. Hak atas imbalan jasa atau honorarium terhadapat pelayanan yang

diberikan pada pasien

3. Hak atas itikad baik dati pasien atau keluarganya dalam melaksanakan

transaksi terapeutik

4. Hak membela diri terhadap tuntutan atau gugatan pasien atas pelayanan

kesehatan yang diberikannya

5. Hak untuk memperoleh persetujuan tindakan medik dari pasien atau

keluarganya

6. Hak atas privacy

7. Hak untuk menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan, profesi dan etik

Kewajiban dokter :

Jika diperhatikan Kode Etik Kedokteran Indonesia dala SK Menkes RI No. 34 / Th.

1983, didalamnya terkandung beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh

dokter di Indonesia, meliputi : ((Nasution.B,2005 ; MKEK IDI,2001. Komite Etik

RSDS,2001)

1. Kewajiban umum hubungan dokter dengan pasien dalam Kode Etik

Kedokteran Indonesi pasal 10,11,12 dan 13 :

10. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan

segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien.

Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau

pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk

kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit

tersebut

11. Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien

agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan

penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya

12. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang

diketahuinya terhadap seorang pasien, bahkan setelah pasien itu

meninggal dunia

13. Setiap dokter wajib memberikan pertolongan darurat sebagai

suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang

lain yang bersedia dan lebih mampu memberikannya.

6

Page 7: Tugas Etik Ic

Izin pengungkapan rahasia pasien Izin pasien

Hak atas rahasia

Pengungkapan rahasia kedokteran oleh pasien

Informed consent

Pasien Dokter-RS

Fiduciary Relationship

Hak atas privacy

2. Kewajiban dokter dengan teman sejawatnya dalam Kode Etik Kedokteran

Indonesia pasal 14 dan 15:

14. Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagaimana

saya sendiri ingin diperlakukan.

15. Setiap dokter tidak boleh mengambil alih penderita dari teman

sejawatnya tanpa persetujuannya.

3. Kewajiban dokter terhadap diri sendiri dalam Kode Etik Indonesia pasal 16

dan 17:

16. Setiap dokter berkewajiban memelihara kesehatannya supaya

dapat bekerja dengan baik

17. Setiap dokter hendaklah senantiasa mengikuti perkembangan

ilmu pengetahuan

2.1.1.2 Bilamana suatu hak gugur

Gugurnya hak privasi manusia, disebutkan bahwa dalam hak asasi manusia

terdapat hak atas privasi atau hak pribadi atau personal right atau disebut juga hak

untuk menentukan nasib sendiri (the right to self determination) yaitu hak yang

dimiliki setiap orang yakni untuk tidak dicampuri urusan pribadinya oleh orang lain

tanpa persetujuannya. (Guwandi, 1992)

Hak atas privasi dalam bidang hukum kedokteran merupakan kelanjutan

proses I.C., yaitu:

Bagan 2 Hubungan Pasien dan Dokter

7

Page 8: Tugas Etik Ic

Terdapat keadaan tertentu dimana pasien dapat menggunakan wewenangnya

untuk melepaskan haknya. Hal ini disebut dengan hak Waiver, dengan memberikan

izin kepada dokternya untuk mengungkapkan, misal demi kepentingan dan

perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Walaupun demikian sang dokter

haruslah berusaha sedapat mungkin agar identitas para penderita tidak diketahui, hal

ini termasuk etikanya. (Guwandi, 1992)

Atau keadaan khusus memiliki pengecualian yaitu bila kepentingan publik

menuntut diberikannya publikasi tersebut. Hak pribadi harus mengalah untuk

kepentingan masyarakat banyak. Ini dapat terjadi terhadap tokoh negara, pimpinan,

tokoh yang disegani atau orang-orang yang sudah dianggap sebagai ‘public figure’

atau merupakan milik masyarakat. Dalam hal peristiwa demikian masyarakat

menuntut agar keadaan kesehatan penderita tersebut diumumkan dan tidak boleh

ditutup-tutupi. Hal ini merupakan kebiasaan di seluruh dunia. (Guwandi, 1992)

2.1.2 Informed Consent dalam Pelayanan Medis

Seperti telah dicantumkan sebelumnya bahwa hubungan antara dokter dan

pasien secara yuridis merupakan golongan kontrak. Suatu kontrak adalah pertemuan

pikiran dari dua orang mengenai suatu hal. Pihak pertama mengikatkan diri untuk

memberikan pelayanan, dan pihak kedua menerima pemberian pelayanan tersebut.

Pasien datang meminta kepada dokter untuk diberikan pelayan pengobatan sedangkan

sang dokter menerima untuk memberikannya. Karena bersifat kontrak maka harus

dipenuhi persyaratan, yaitu: (Guwandi, 1996)

1. Persetujuan dari pihak-pihak yang berkontrak

2. Obyek yang merupakan substansi dari kontak

3. Harus ada suatu sebab (causa) atau pertimbangan (consideration)

Dengan adanya status kontrak tersebut maka muncullah hak dan kewajiban

antara pihak pertama dan kedua dan harus dihormati oleh para pihak. (Isfandyarie,

2006)

8

Page 9: Tugas Etik Ic

2.1.2.1 Pengertian Informed Consent

Istilah I.C. terdiri dari kata ’Informed’ dan ‘Consent’ yang memiliki

pengertian sebagai berikut: Informed artinya sudah mendapat penjelasan, atau telah

mendapatkan informasi, dan Consent artinya kesediaan atau persetujuan (ijin).

Sehingga I.C. adalah pernyataan persetujuan untuk dilakukan tindakan terhadap diri

seseorang yang telah mendapatkan penjelasan secukupnya. Adapun Informed Consent

dalam profesi kedokteran adalah: pernyataan setuju atau ijin dari pasien yang

diberikan dengan bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) tentang tindakan

kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi cukup

tentang tindakan kedokteran yang dimaksud. (Anna, 2004)

Sedangkan istilah dalam bahasa Indonesia tentang I.C. sesuai dengan

Permenkes 585 tahun 1989 adalah Persetujuan Tindakan Medik, yaitu: persetujuan

yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan

medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. (Permenkes RI, 1989)

Terkait dengan hak azasi manusia seperti tersebut sebelumnya maka I.C. ini

timbul akibat adanya otonomi yang mengandung prinsip privacy, bahwa ia berhak,

berhak memutuskan untuk menerima atau menolak atas dasar pilihannya sendiri. Jay

Katz dalam teorinya ”the Idea of Informed Consent” mengatakan bahwa I.C. pada

hakekatnya adalah: suatu pemikiran bahwa keputusan tentang pemberian pengobatan

kepada seorang pasien harus terjadi secara kolaboratif antara dokter dan pasien.

(Guwandi, 1992)

Pengertian I.C. juga disampaikan oleh Komalawati (1989:86) yaitu: suatu

kesepakatan persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter

terhadap dirinya, setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya

medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya, disertai informasi segala resiko

yang mungkin terjadi. I.C. ini merupakan syarat subjektif yang bertumpu pada dua

macam hak azasi dasar manusia yaitu hak atas informasi dan hak untuk menentukan

nasib sendiri. (Isfandyarie, 2006)

Kata Informed Consent itu sendiri perlu mendapat perhatian karena informasi

yang diberikan harus sedemikian rupa sehingga pasien benar-benar memahami

persoalan tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya beserta dengan

akibat yang mungkin terjadi. Dengan informasi maka kemudian dapat

dipertimbangkan dan memutuskan, bila dalam memberikan persetujuan dilakukannya

tindakan medis seorang tidak mengerti atau salah mengartikan penjelasan yang

9

Page 10: Tugas Etik Ic

diberikan, hal ini dapat dianggap sebagai suatu kesalahan dari pihak dokter.

(Guwandi.J, 1992)

Karenanya dapat disimpulkan bahwa dasar dari I.C. adalah: (Guwandi.J, 1992)

1. Hubungan dokter-pasien yang berdasarkan kepercayaan

2. Hak otonomi atau menentukan sendiri atas dirinya

3. Adanya hubungan perjanjian antara dokter-pasien.

2.1.2.2 Manfaat I.C.

Kesadaran hukum masyarakat dan pola berpikir yang semakin maju

melahirkan kebiasaan baru yaitu menuntut dokter yang dianggap melanggar hak-hak

pasiennya, sayangnya munculnya teknologi kedokteran yang canggih dan

meningkatkan kesadaran hukum ini tidak segera ditanggapi dengan ketentuan hukum

yang mengaturnya dengan jelas. Dengan demikian sebagai salah satu bentuk kontrak

secara yuridis maka timbulnya I.C. ini sangat bermanfaat, yaitu: (Anna, 2004;

Guwandi.J, 1992)

1. Melindungi pasien dari kesewenangan dokter atau terhadap segala

tindakan medik tanpa sepengetahuan pasien.

2. Melindungi dokter dari kesewenangan dan tuntutan pasien atau terhadap

akibat yang tidak terduga atau bersifat negatif.

3. Sebagai alat bukti pada persidangan sehubungan dengan adanya gugatan

dari pasien.

4. Untuk menjaga hubungan manusiawi yang didasari rasa saling percaya

anatra dokter dengan pasien dan keluarganya.

Pentingnya persetujuan ini dicetuskan pula di dalam deklarasi Helsinki, yaitu:

1. Melindungi otonomi pasien karena pasien menguasai hidupnya sendiri

2. Melindungi martabat manusia karena pasien bertanggung jawab pada

hidupnya

3. Memperlihatkan kepada masyarakat bahwa subjek tidak dapat

dimanipulasi atau ditipu

4. Menciptakan suasana kepercayaan antara subjek penelitian dan dokter

2.1.2.3 Bentuk persetujuan dalam I.C.

Secara teoritis yuridis dianggap kedudukan pasien dan dokter dalam hubungan

terapeutik adalah sederajat dan seimbang. Namun kenyataannya tidak demikian,

10

Page 11: Tugas Etik Ic

Faden dan Beuchamp menyatakan bahwa: ‘A fiduciary relationship exist because

patiens and phycysians are unequal in possesion of information and power to control

the circumstance under which they meet. One party is fit and medically

knowledgeable, the other sick and medically ignorant’

Dokter berkedudukan lebih kuat karena:

- ia mempunyai ilmu pengetahuan tentang kedokteran

- tidak bergantung pada pasien dan berkedudukan bebas

- umumnya dalam keadaan sehat dan tidak dibawah tekanan mental

Pasien berkedudukan lebih lemah karena:

- umumnya tidak berpengetahuan kedokteran

- sangat bergantung, tidak berdaya dan dalam keadaan sakit dan tidak bebas

karena penyakitnya.

- Dibawah tekanan psikis, cemas, ketakutan. (Guwandi.J, 1992)

Oleh karena itu maka dokter diharapkan oleh hukum untuk mengadakan

keseimbangan dengan memberikan informasi kepada pasien, sehingga pasien benar-

benar mengerti dan dapat mengambil suatu keputusan persetujuan. Persetujuan

tersebut dapat berbentuk:

1. Dianggap diberikan (tersirat atau implied atau tacit consent)

Yakni persetujuan yang diberikan oleh penderita yang dapat dilihat dari sikap

saat datang guna menyampaikan keluhan untuk dilakukan pemeriksaan medik

terhadap dirinya. Pemeriksaan ini mencakup tindakan medik sederhana seperti

pemeriksaan fisik dan diagnosa penyakit ringan pada umunya. (Guwandi.J,

1994)

Dapat juga bila berlangsung dalam keadaan normal dan dalam keadaan gawat

darurat (presumed consent), serta dapat berupa substitue dan proxy consent.

(Isfandyarie, 2006). Dengan demikian datangnya pasien tanpa disuruh dapat

ditarik kesimpulan bahwa ia memang sudah menyetujui atau telah memberkan

ijin untuk dilakukan tindakan-tindakan tertentu. (Guwandi.J, 1992)

2. Dengan persetujuan tersurat (express), meliputi lisan (oral) dan tertulis

(written)

Ketentuan ini terdapat dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 pasal 2. (Anna,

1997)

Pasal 2. Persetujuan lisan ataupun tertulis yang diberikan setelah pasien

menerima informasi yang aktual tentang perlunya tindakan medis yan

11

Page 12: Tugas Etik Ic

bersangkutan serta resiko yang dapat ditimbulkan. Dan cara penyampaian

serta isi informasi harus sesuai dengan tingkat pendidikan serta situasi dan

kondisi pasien.

Dalam pernyataan lisan atau oral perlu kirannya persetujuan dihadiri

olehpihak ketiga, mengingat dokter tidak punya bukti nyata selain pihakketiga

sebagai saksi, dan dilakukan untuk tindakan yan berisiko tinggi.

Persetujuan tertulis (written) dijelaskan dalam Permenkes No.585 tahun 1989

pasal 3.

Pasal 3. Setiap tindakan medik yang mengandung resiko tingi harus dengan

persetujuan tertulis yang ditanda tangani oleh yang berhak memberi

persetujuan. Dalam halini penderita tidak dapat membaca maupun menulis

maka setelah menerti persetujuan dapat diberikan denan cara cap jari dengan

disaksikan minimal satu orang saksi.

2.1.2.4 Informed Consent Dalam Keadaan Khusus

Terdapat pemberian persetujuan dalam I. C pada kondisi-kondisi yang khusus.

Berdasar permenkes 585/1989, bahwa yang boleh memberikan persetujuan adalah

semua pasien dewasa, telah berumur 21 tahun atau telah menikah, yang berada dalam

keadaan sadar dan sehat mental. (Permenkes RI, 1989; Anna, 2004)

Adapun hal-hal khusus tersebut dalam Permenkes 585/1989 adalah sebagai

berikut:

1. Pasien dibawah umur.

2. Pasien dewasa dibawah pengampuan

3. Pasien dengan gangguan mental

4. Persetujuan suami/isteri

5. Perluasan operasi

6. Ketentuan lain

12

Page 13: Tugas Etik Ic

2.1.3. Informed Consent dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia.

Semakin berkembangnya kesadaran hukum masyarakat dan semakin

beragamnya kejadian dalam masyarakat menuntut pemerintah RI untuk

mengimbanginya dengan menyusun suatu perundang-undangan yang baru pula.

Berikut adalah ketentuan-ketentuan yang berkaitan antara Informed Consent dengan

sistem perundang-undangan yang lama sebelum terbentuknya UU RI tentang praktek

kedokteran yang baru no. 29 tahun 2004 dan Informed Consent di dalam UU RI

tentang Praktek Kedokteran yang baru.

2.1.3.1. Informed Consent dalam peraturan perundang-undangan dalam UU RI

tentang Praktik Kedokteran No.29/2004

Walaupun UU Praktik Kedokteran telah diundangkan sejak tanggal 6 Oktober

2004 dan berlaku pada tanggal 6 Oktober 2005, tetapi Permenkes No.585 tahun 1989

tentang Persetujuan Tindakan Medik perlu kita telaah, karena belum ada peraturan

pelaksanaan dari UU Praktik Kedokteran yang khusus mengatur tentang hal tersebut.

Hal ini dapat dilihat dari Ketentuan Peralihan dari UU Praktik Kedokteran dalam

pasal 81. (Isfandyarie.A, 2006)

Pasal 81.Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini (UU Praktik

Kedokteran) semua peraturan perundang-undangan yang merupakan

pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan

yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik kedokteran, masih tetap

berlaku sepanjang tentang bertentangan dan atau belum diganti

berdasarkan undang-undang ini.

Adapun Undang-undang yang mengatur tentang I.C adalah:

UU RI No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 45 ayat 1 sampai

dengan 6

Permenkes RI No. 1419/Menkes/Per/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik

Kedokteran

Dalam UU Praktik Kedokteran, persetujuan tindakan medik tercantum dalam

Bab VII tentang Penyelenggaraan praktik kedokteran, bagian ketiga tentang

Pemberian Pelayanan paragraph 2 dengan nama ‘Persetujuan Tindakan

13

Page 14: Tugas Etik Ic

Kedokteran atau Kedokteran Gigi yang dituangkan dalam pasal 45 ayat 1 sampai

dengan 6. (Isfandyarie.A, 2006; UU RI No.29,2004)

Ayat 1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan

oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan

Ayat 2. Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat 1 diberikan setelah pasien

mendapat penjelasan secara lengkap

Ayat 3. Penjelasan sebagaiana dimaksud ayat 2 sekurang-kurangnya

mencakup:

a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis

b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan

c. Alternative tindakan lain dan resikonya

d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi

e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan

Ayat 4. Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan baik

secara tertulis maupun lisan

Ayat 5. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung

resiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditanda

tangani oleh pihak memberikan persetujuan.

Ayat 6.Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran

sebagaimana dimaksud pada ayat (1),(2),(3),(4) dan (5) diatur oleh

peraturan menteri.

Persetujuan tindakan medik dalam Permenkes No. 1419 / Menkes/ Per / X/ 2005

belum menjelaskan secara rinci tentang persetujuan tindakan medik.

Secara tersirat disebutkan dalam pasal 13 ayat 1 (Isfandyarie. A, 2006)

Pasal 13 (1) Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran

didasarkan pada kesepakatan antara dokter dan dokter gigi dengan

pasien dalam upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,

peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan.

Sedangkan secara eksplisit disebutkan dalam pasal 17

Pasal 17 (1) Dokter atau dokter gigi dalam memberikan pelayanan tindakan

kedokteran atau kedokteran gigi terlebih dahulu harus memberikan

14

Page 15: Tugas Etik Ic

penjelasan kepada pasien tentang tindakan kedokteran yang akan

dilakukan.

(2) Tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud ayat 1 harus mendapat

persetujuan pasien

(3) Pemberian penjelasan dan persetujuan sebagaimana dimaksud ayat 1 dan

2

dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan.

Dari bunyi pasal 17 ayat 3 jelas bahwa Permenkes ini belum mengatur secara rinci

tentang persetujuan tindakan medik, sehingga berdasarkan peraturan peralihan pasal

81 UU praktik kedokteran yang telah disebutkan di atas, maka masih bisa mengacu

pada Permenkes no. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik.

2.1.4 Hal Dimana Informed Consent Tidak Diperlukan

Meskipun persetujuan dari penderita mutlak diperlukan sebelum dilakukan

suatu tindakan, namun suatu I.C sama sekali tidak diperlukan bila meliputi tiga hal

yang dicantumkan dalam Permenkes RI no 585 tahun 1989 pasal 7, 11, dan pasal 14,

yaitu : (Anna, 2004)

Pasal 7: (1) informasi juga harus diberikan jika ada kemungkinan perluasan operasi

(2) Perluasan operasi yang tidak diduga sebelumnya, dapat dilakukan untuk

menyelamatkan jiwa pasien

(3) Setelah dilakukan perluasan operasi sebagaimana dimaksud ayat 2

dilakukan, dokter harus memberikan informasi kepada pasien atau keluarga.

Pasal 11: Dalam hal pasien tidak sadar atau pingsan serta tidak didampingi oleh

keluarga terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat dan atau darurat

yang memerlukan tindakan medik segera untuk kepentingannya tidak diperlukan

persetujuan dari siapapun.

Pasal 14: Dalam hal tindakan medik yang harus dilakukan sesuai dengan program

pemerintah dimana tindakan medik tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak,

maka persetujuan tindakan medik tidak diperlukan.

2.1.5 Aspek Etis Informed Consent

Pada dasarnya pelaksanaan I.C ini bersumber pada multi disiplin ilmu yaitu

berdasar pada falsafah moral, sosial budaya dan politik. Saat ini pengaruh disiplin

yang paling kuat adalah hukum dan falsafah moral ( Etika ). Dari pendekatan falsafah

15

Page 16: Tugas Etik Ic

moral atau etika maka I.C bersumber dari salah satu prinsip hak-hak azasi manusia

(HAM), yaitu bahwa hak otonomi seseorang harus diindahkan (Guwandi. J, 1994)

Selain itu juga memenuhi prinsip etika universal , yaitu 1. Prinsip menghormati harkat

dan martabat manusia ( respect for person ), 2. Prinsip berbuat baik ( beneficience ),

3. Prinsip keadilan ( justice ). ( Loedin, 2004 ; Jacobalis. S, 2004 )

1. Prinsip menghormati harkat dan martabat manusia

Prinsip ini mencakup dua keyakinan etika fundamental yaitu menghormati

otonomi, yang mempersyaratkan bahwa manusia mampu untuk menentukan

pilihan pribadinya, harus dihormati kemampuannya untuk mengambil

keputusan sendiri dan melindungi manusia yang otonominya kurang atau

terganggu.

2. Prinsip berbuat baik, prinsip ini menyangkut kewajiban etika untuk berupaya

memperoleh manfaat maksimal dengan kerugian minimal.

3. Prinsip keadilan , mengacu kepada kewajiban etika untuk memperlakukan

setiap manusia dengan moral yang benar dan pantas serta memberi setiap

orang yang merupakan hak nya.

Juga manusia sebagai makhluk ‘otonom’ karena kemampuan rasionalnya,

maka berkewajiban untuk memanfaatkan segala sumber daya untuk kelangsungan

hidupnya. Namun dalam menggunakan otonomi, tidak tanpa batas karena tiap

individu tidak boleh merugikan orang lain dan setiap keputusannya dan atau

tindakannya harus dapat dipertanggungjawabkan. (Komalawati, V, 2002 )

Tanggungjawab manusia harus diwujudkan didasarkan akal budi dan rasa

hormat atas kemanusiaan manusia, serta dalam kendali kecerdasan manusia.

Sedangkan kodrat manusia dilihat dari segi rasionalitasnya, hati nuraninya dan rasa

tanggung jawabnya. Kesadaran etis bersumber dari akal manusia dan ditegaskan oleh

hati nurani yang memutuskan tindakan atau pilihan didasarkan informasi yang

secukupnya. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antar manusia dapat terjadi

karena adanya keputusan untuk mengikatkan diri yang dapat dipertanggungjawabkan,

sehingga diperlukan informasi yang memadai. ( Komalawati, V, 2004 ).

16

Page 17: Tugas Etik Ic

2.1.6 Isi Informed Consent

KKI memberikan 12 kunci informasi yang sebaiknya diberikan kepada

pasien / keluarganya, yaitu :

1. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak

diobati

2. Ketidakpastian tentang prognosis

3. Pemilihan obat atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya,

termasuk pilihan untuk tidak diobati

4. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan

5. Untuk setiap tindakan , diperlukan keterangan tentang

kelebihan/keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya dan

diskusi tentang kemungkinan resiko yang serius atau sering terjadi , dan

perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut.

6. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih

eksperimental

7. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingnya akan

dimonitor atau dinilai kembali

8. Nama dokter yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk

pengobatan tersebut

9. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan,

maka sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam rangkaian tindakan yang

akan dilakukan.

10. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap

waktu

11. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari

dokter lain

12. Bila memungkinkan juga diberitahu tentang rincian biaya

Menurut pasal 7 , PERMENKES No.290/MENKES/PER/III/2008

(1) Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsung kepada

pasien dan/atau keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak diminta.

(2) Dalam hal pasien adalah anak atau orang yang tidak sadar, penjelasan

diberikan kepada keluarga atau yang mengantar

17

Page 18: Tugas Etik Ic

Penjelasan tentang tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

sekurang-kurangnya mencakup:

a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran

b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan

c. Alternatif tindakan lain, dan resikonya

d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi

e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan

f. Perkiraan biaya.

18

Page 19: Tugas Etik Ic

BAB III

ILUSTRASI KASUS

24 hari sudah Nona A, usia 17 tahun, warga Jalan Perum Pucung Baru Blok

D2 No.6 Kecamatan Kota Baru, Cikampek ini terbaring ditempat tidur Rumah Sakit

N.

Menurut cerita orangtuanya yang juga karyawan Rumah Sakit N, Nona A.

masuk ke rumah sakit pada tanggal 15 Februari 2013 lalu karena mengeluh tak bisa

buang air besar.

Setelah sampai di rumah sakit, dokter langsung memberikan obat untuk

memperlancar buang air besarnya. Namun karena tak kunjung sembuh, dokter

kemudian menebak sakit Nona A kemungkinan karena menderita apendik atau usus

buntu.

Nona A pun langsung dibedah dibagian ulu hati hingga dibawah puser, tapi

anehnya, dokter yang menangani pembedahan tidak memberitahukan atau tidak minta

ijin terlebih dahulu kepada orangtuanya, sebagai prosedur yang harus ditempuh dokter

bila ingin melakukan tindakan operasi atau pembedahan.

Ternyata setelah dibedah, dugaan bahwa Nona A menderita usus buntu tidak

terbukti. Dokter lalu membuat kesimpulan berdasarkan diagnosa, Nona A menderita

kebocoran kandung kemih. Nona A kemudian dioperasi tapi juga tidak

memberitahukan orangtuanya. Bekas-bekas operasi itu terlihat di perut Nona A yang

dijahit hingga 10 jahitan lebih.

Kedua orangtua Nona A hanya bisa pasrah dan minta pertanggungjawaban

pihak Rumah Sakit N atas kesehatan anaknya. Ayah Nona A yang juga bekerja di

Rumah Sakit N ini akan mengadukan kasusnya ke Menteri Kesehatan dan siap dipecat

dari pekerjaannya.

19

Page 20: Tugas Etik Ic

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus tersebut pihak dokter dan rumah sakit tidak memberikan

penjelasan sebelum melakukan tindakan operasi terhadap keluarga Nona A, sehingga

menimbulkan kesalahpahaman antara kedua belah pihak dan berujung pada tuntutan

malpraktek. Seharusnya hal seperti ini tidak perlu terjadi apabila dokter memberikan

informasi sejelas-jelasnya kepada pasien dan keluarganya, antara lain mengenai

diagnosis, rencana pengobatan termasuk prosedur operasi dan komplikasi yang bisa

terjadi pada saat operasi maupun setelahnya (informed consent)

Tindakan dokter yang melakukan operasi tanpa izin keluarga ini tidak sesuai

UU Kesehatan No 23 tahun 1992 pasal 53 ayat 2 yang berbunyi tenaga kesehatan

dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standart profesi dan

menghormati hak pasien. Hak pasien tersebut meliputi hak untuk mendapatkan

informasi tentang tindakan medik yang akan dilakukan dan memberikan persetujuan

atau penolakan terhadap tersebut (hak aoutonomy). Selain itu juga terhadap UU

Praktek Kedokteran No 29 tahun 2004 pasal 45 yaitu setiap tindakan kedokteran atau

kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien

harus mendapat persetujuan. Pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan

atau penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Namun, apabila

pasien yang bersangkutan berada di bawah pengampuan (under curatele) persetujuan

atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain

suami/istri, ayah/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara kandung,

kecuali dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan pasien tidak diperlukan

persetujuan. Namun, setelah pasien sadar atau dalam kondisi yang sudah

memungkinkan, segera diberikan penjelasan dan dibuat persetujuan.

Karenanya, dokter tersebut dapat dituduh melakukan criminal malpractice dan

terancam mendapatkan sanksi perdata sesuai KUH Perdata 1366 “Setiap orang

bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya,

tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya,”

pasal 1371 “Penyebab luka atau cacatnya suatu anggota badan dengan sengaja atau

kurang hati-hati, memberikan hak kepada korban, selain penggantian biaya-biaya

penyembuhan, juga menuntut penggatian kerugian yang disebabkan oleh luka atau

20

Page 21: Tugas Etik Ic

cacat tersebut.” Kemudian juga sanksi perdata menurut Undang-Undang RI No.23

Tahun 1992 pasal 55 ayat 1 “Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau

kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.”

Selain sanksi perdata dapat pula dikenai sanksi administratif berdasarkan

Undang-Undang Praktek Kedokteran No.29 Tahun 2004 pasal 66 ayat 1 “Setiap orang

yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi

dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada

Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.”

Dalam kasus-kasus seperti ini tampak peranan Informed Consent dan

komunikasi yang begitu penting antara pasien dan tenaga medis (dokter) di bidang

kedokteran. Sebagai salah satu bentuk kontrak secara yuridis maka Informed Consent

ini sangat bermanfaat, yaitu:

1. Melindungi pasien dari kesewenangan dokter atau terhadap segala

tindakan medik tanpa sepengetahuan pasien.

2. Melindungi dokter dari kesewenangan dan tuntutan pasien atau terhadap

akibat yang tidak terduga atau bersifat negatif.

3. sebagai alat bukti pada persidangan sehubungan dengan adanya gugatan

dari pasien.

4. Untun menjaga hubungan manusiawi yang didasari rasa saling percaya

anatra dokter dengan pasien dan keluarganya.

Dengan adanya Informed Consent dan komunikasi yang jelas maka akan

membentuk suatu hubungan pasien-dokter yang baik sehingga dapat menghindarkan

dokter dari tuduhan malpraktek di kemudian hari juga memberikan kepuasan pada

pasien (do no harm, to cure seldom, to relieve often, to comfort always).

21

Page 22: Tugas Etik Ic

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Informed Consent adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya

atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadapnya. Hal

ini muncul karena adanya kebutuhan akan perlindungan dari tindakan sewenang-

wenang dalam suatu tindakan medik. Informed Consent dapat melindungi dokter dari

aspek baik pidana, perdata, maupun administatif. Diperlukan adanya informasi yang

jelas, akurat dan mudah dimengerti oleh pasien atau keluarga untuk mendapatkan

persetujuan, dan hasilnya adalah bahwa Informed Consent bukan sekedar dokumen

tetapi telah mendapat tempat secara material dan yuridis dalam tatanan hukum di

indonesia.

Hal ini dapat berjalan secara berdampingan sehingga akan menghasilkan hasil

yang memuaskan semua pihak, pasien selaku obyek maupun dokter selaku produsen

apabila tetap memperhatikan etika yang berlaku bahwa dalam falsafah moral dan

etika dalam hubungan antar manusia bahwa prinsip hak azasi manusia berupa

otonomi seseorang juga harus diindahkan.

5.2 Saran

1. Institusi diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang

pemberian informed consent pada pasien. Selain itu diharapakan juga, institusi

lebih banyak menyediakan referensi-referensi tentang etika dan hukum

kedokteran.

2. Mahasiswa kedokteran, PPDS, tenaga medis, dan tenaga kesehatan

diharapkan mampu memahami tentang pemberian informed consent pada

pasien agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

Berdasarkan Undang-Undang Praktek Kedokteran No.29 Tahun 2004, menghimbau

kepada teman-teman sejawat agar selalu melakukan informed consent dalam

melakukan berbagai tindakan medik.

22

Page 23: Tugas Etik Ic

D A F T A R P U S T A K A

Pitono S, dkk Etika dan Hukum di bidang Kesehatan. Edisi I, Komite Etik Rumah

Sakit RSU Dr. Soetomo 2001; 23, 45-48, 126-132

Koeswadji, Hermien Hadiati, 1992, Beberapa Permasalahan Hukum dan Medik, PT

Citra Aditya Bakti, Bandung

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia, 2002, Kode Etik Kedokteran

Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia, IDI Jakarta

Samil R.S., 2001, Etika Kedokteran Indonesia, Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, Jakarta

23