BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah Keselamatan pasien (Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada tahun 2000an, sejak laporan dan Institute of Medicine (IOM) yang menerbitkan laporan: TO ERR IS HUMAN, BUILDING A SAFER HEALTH SYSTEM (2000), yang memuat data menarik tentang Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD (Adverse Event). Di AS diantaranya di Colorado dan Utah : 2,9 % pasien di RS yang meninggal 6,6 %, New York 3,7 % pasien yang meninggal dunia 13,6 %, bila pasien yang masuk di RS di AS pada tahun yang sama sebanyak 33,6 juta maka berdasarkan Exrtrapolasi : pasien mati karena Medical Eror mencapai 44.000-98.000/tahun. Suatu angka yang fastastic, dan dunia dikagetkan dengan kenyataan bahwa demikian banyaknya kasus-kasus KTD yang terjadi di RS. Lalu bagaimana dengan kondisi di Indonesia, meskipun belum ada publikasi data akan tetapi dengan kondisi pelayanan di RS saat ini diyakini angka kejadian KTD jauh lebih besar. Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit Tugas MK Manajemen Pelayanan Keperawatan | Tinjauan Trend & Isu 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah
Keselamatan pasien (Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali
pada tahun 2000an, sejak laporan dan Institute of Medicine (IOM) yang
menerbitkan laporan: TO ERR IS HUMAN, BUILDING A SAFER HEALTH
SYSTEM (2000), yang memuat data menarik tentang Kejadian Tidak
Diharapkan/ KTD (Adverse Event). Di AS diantaranya di Colorado dan
Utah : 2,9 % pasien di RS yang meninggal 6,6 %, New York 3,7 % pasien
yang meninggal dunia 13,6 %, bila pasien yang masuk di RS di AS pada tahun
yang sama sebanyak 33,6 juta maka berdasarkan Exrtrapolasi : pasien mati
karena Medical Eror mencapai 44.000-98.000/tahun. Suatu angka yang
fastastic, dan dunia dikagetkan dengan kenyataan bahwa demikian banyaknya
kasus-kasus KTD yang terjadi di RS. Lalu bagaimana dengan kondisi di
Indonesia, meskipun belum ada publikasi data akan tetapi dengan kondisi
pelayanan di RS saat ini diyakini angka kejadian KTD jauh lebih besar.
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya
jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf
Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya
kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999),
medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be
completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to
achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan
sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk
diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau
perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan
perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa
berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD) .
| Tinjauan Trend & Isu 1
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan
atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai,
menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak
atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan
pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan
keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap
preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan
follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan
berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan
kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi
umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja.
Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru
luput dari perhatian kita semua.
Peningkatan tuntutan terhadap kelalaian kepada pihak RS semakin
meningkat jumlahnya. Hal ini mendesak merombak keseluruhan sistem
pelayanan kesehatan, utamanya budaya kerja para pemberi layanan
kesehatan.Maka mulai diperkenalkan dan dibuat manajemen risiko dalam
kerangka kerja di RS, diberlakukan untuk seluruh trust dan board yang
menjadi afiliasinya. Selanjutnya disadari bahwa tidak hanya penanggulangan
risiko saja yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan masyarakatnya. Perlunya evaluasi berkelanjutan, fokus pada
kepentingan pasien, dan komponen-komponen lain membentuk sebuah
kerangka kerja baru yang disebut clinical governance. Manajemen risiko
merupakan salah satu pilar penerapan clinical governance dalam institusi
pelayanan kesehatan.
Perawat memegang kunci dalam keselamatan pasien melalui penerapan
manajemen resiko klinis dan, hal ini didasarkan karena perawat memberikan
layanan 24 jam terus menerus dengan jumlah yang relative besar dan kontak
paling lama dengan pasien dengan resiko membuat kesalahan yang juga besar.
“Nursing is the protection, promotion, and optimization ofe health and
| Tinjauan Trend & Isu 2
abilities, prevention of illness and injury, allevation of suffering through
diagnosis and treatmen of human reponse, and advocacy in the care of
individuals, families, communities, anda population (ANA). Dari defenisi
inilah, peran perawat dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit dapat
dirumuskan. Antara lain sebagai pemberi pelayanan keperawatan, mematuhi
standard an SOP yang ditetapkan, menerapkan prinsip etik, memberikan
pendidikan kesehatan, kersama antar disiplin, menerapkan komunikasi
terapeutik, peka dan proaktif dan melakukan penyelesaian terhadap KTD serta
mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang diberikan.
Berdasarkan uraian diatas maka tampak jelas bahwa pelayanan
keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan di RS memiliki
peran yang besar untuk mengendalikan, minimalisasi dan bila mungkin
meniadakan kejadian yang tidak diinginkan dengan menerapkan manajemen
resiko klinik dalam manajemen layanan keperawatan di rumah sakit.
B. Metode penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah telaah artikel dan jurnal yang
berkaitan dengan manajemen resiko klinis kemudian dilakukan analisis
perbandingannya bagiamana kondisi penerapannya di Indonesia khususnya
dalam menajemen pelayanan keperawatan.
C. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui penerapan manajemen resiko klinik dalam pelayanan
keperawatan.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui konsep manajemen resiko klinik
b. Mengetahui permasalahan penerapan manajemen resiko klinik di
institusi pelayanan kesehatan khususnya RS di Indonesia.
c. Memberikan solusi pemecahan masalah penerapan manajemen resiko
klinik dalam pelayanan keperawatan.
| Tinjauan Trend & Isu 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Manajemen resiko merupakan perilaku dan intervensi proaktif untuk
mengurangi kemungkinan cedera serta kehilangan. The Joint Commision on
Accreditation of Healthcare Organization mendefenisikan manajemen resiko
klinis sebagai aktivitas klinik dan adminitrasi yang dilakukan oleh rumah sakit
untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan resiko terjadinya
cedera atau kerugian pada pasien, personil, pengunjung dan rumah sakit itu
sendiri.
Manajemen risiko merupakan salah satu pilar penerapan clinical
governance dalam institusi pelayanan kesehatan. Manajemen risiko dapat
digambarkan sebagai proses berkelanjutan dari identifiasi secara sistemik,
evaluasi dan penatalaksanaan risiko dengan tujuan mengurangi dampak buruk
bagi organisasi maupun individu. Dengan penekanan pada perubahan budaya
kerja dari yang reaksioner dan penanggulangan menjadi pencegahan dan
pengelolaan.2
Risiko yang dicegah dalam pengelolaan manajemen risiko berupa risiko
klinis dan non klinis sifatnya. Risiko klinis adalah seluruh risiko yang dapat
dikaitkan langsung dengan layanan medis, maupun layanan lain yang dialami
pasien selama dalam institusi kesehatan. Seperti manajemen farmasi, masuk
dan keluar rawat inap, kontrol infeksi, kecukupan jumlah perawat yang
melayani, dan sebagainya. Sementara risiko non medis ada yang berupa risiko
bagi organisasi, maupun risiko finansial. Risiko organisasi adalah yang
berhubungan langsung dengan komunikasi, produk layanan, proteksi data,
sistem informasi dan semua risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian
tujuan organsisasi. Risiko dalam segi finansial tentunya yang dapat
menganggu kontrol finansial yang efektif, termasuk sistem yang harusnya
dapat menyediakan pencatatan akuntasi yang baik.3
B. Tujuan
| Tinjauan Trend & Isu 4
Kegiatan pelayan kesehatan adalah suatu aktivitas berisiko tinggi, baik
untuk pengguna yaitu pasien maupun bagi penyedia layanan. Sehingga peran
manajemen risiko sangat penting dan esesial dalam sebuah institusi layanan
kesehatan. Tujuan penerapan manajemen risiko dalam institusi kesehatan
untuk meminimalisir risiko yang mungkin terjadi dimasa datang. Dengan
adanya tindakan yang bersifat antisipatif dari manajer risiko, bila terjadi
insiden maka sudah tersedia alternatif keputusan yang dilihat dari berbagai sisi
dilengkapi dengan pengetahuan akan konsekuensi dan dampak yang
diakibatkannya. Secara singkat, tujuan manajemen risiko pada akhirnya akan
melindungi pasien, karyawan, pengunjung dan pemangku kepentingan lainnya
dalam ruang lingkup institusi pelayanan kesehatan.3
“Accidents hardly ever happen without warning. The combination or
sequence of failures and mistakes that cause an accident may indeed be
unique, but the individual failures and mistakes rarely are.
C. Pengorganisasian dan kebijakan manajemen risiko
Manajemen resiko klinik merupakan proses yang cenderung proaktif,
meskipun sebagian besarnya merupakan hasil belajar dari pengalaman dan
menerapaknnya kembali untuk mengurangi atau mecegah masalah yang
serupa dikemudian hari. Pada dasarnya manajemen resiko klinik merupakan
proses yang terus menerus yang terdiri dari empat tahap yaitu :
1. Risk awerness
Pada tahap ini semua pihak yang terlibat dalam system memahami
situasi yang beresiko tinggi di bidangnya masing-masing dan aktivitas
yang harus dilakukan dalam upaya mengidentifikasi resiko. Resiko
tersebut tidak hanya bersifat medis, melainkan juga non medis, sehingga
upaya ini melibatkan manajemen, komite medic/keperawatan, perawat,
dokter dan tenaga kesehatan lainnya serta non medis. Self assessment,
system pelaporan kejadian yang berpotensi menimbulkan resiko
(incidence report) dan audit klinik dalam budaya non-blaming merupakan
sebagai metode yang dapat digunakan untuk mengenali resiko.
| Tinjauan Trend & Isu 5
2. Risk control (and or Risk Prevention)
Manajemen resiko klinik dalam menghindari dan atau
meminimalkan resiko harus bekerjasama dengan erat dan saling
mendukung dengan komite medic. Langkah-langkah tersebut ditujukan
kepada seluruh komponen system, baik perangkat keras, perangkat lunak
maupun sumber daya manusianya. Langkah-langkahnya sebagai berikut :
a. Penilaian resiko (risk assessment)
Dengan melakukan penilaian derajat dan probabilitas kejadiannya.
b. Engineering solution and control solution
Dengan cara mencari jalan untuk menghilangkan resiko atau bila tidak
mungkin menghilangkannya maka dicari cara untuk mengutanginya
baik terhadap probabilitasnya maupun terhadap derajat keparahannya
atau jika juga tidak memungkinkan maka dicarikan jalan mengurangi
dampaknya. Tindakan dapat berupa pengadaan, perbaikan,
pemeliharaan instrument yang sesuai persyaratan. Pembuatan dan
pembauran prosedur, standar dan check-list, pelatihan dan pembahasan
kasus dan lain-lain.
3. Risk containment
Dalam hal telah terjadi suatu insiden, baik akbat suatu tindakan atau
kelalaian ataupun akibat dari suatu kecelakaan yang tidak terprediksikan
sebelumnya, maka sikap yang terpenting adalah mengurangi besarnya
resiko dengan melakukan langkah-langkah yang tepat dalam mengelola
pasien dan insidennya. Unsur utamanya biasanya adalah respon yang cepat
dan tepat terhadap kepentingnan pasien dengan didasari komunikasi yang
efektif.
4. Risk transfer
Akhirnya apabila resiko terjadi juga dan menimbulkan kerugian, maka
diperlukan pengalihan resiko tersebut kepada pihak yang sesuai, misalnya
menyerahkan kepada system asuransi.
Dalam sebuah sistem pelayanan kesehatan, manajemen risiko klinik
merupakan salah satu komponen yang membentuk kerangka kerja institusi.
| Tinjauan Trend & Isu 6
Dimana, kerangka kerja yang ditujukan untuk menghasilkan layanan
berkualitas dengan fokus pada kebutuhan pasien disebut sebagai clinical
governance. Yang menentukan dampak dari pelaksanaan manajemen risiko
klinik adalah interaksi seluruh komponen pembentuknya yang saling
melengkapi. Sehingga manajemen risiko tanpa adanya evaluasi dan
pembelajaran berkesinambungan, kerjasama tim, dedikasi terhadap
kepentingan pasien serta komponen lainnya tidak akan berhasil. Bagaikan
buah jigsaw yang saling melengkapi membentuk gambaran utuh karakteristik
layanan kesehatan yang berkualitas. 2, 4
Karena pengaruhnya sangat besar dalam menentukan kualitas produk
layanan, posisi seorang manajer risiko atau ketua komite manajemen risiko
rumah sakit atau institusi layanan kesehatan lainnya bergabung atau sejajar
dengan quality assurance dan bertanggung jawab langsung kepada direktur
atau board of trust. Tetapi adapula yang meletakkan sub komite manajemen
risiko dibawah komite audit, baru kemudian langsung bertanggung jawab
kepada board of trust. Sedangkan, manajer risiko akan membawahi seluruh
ketua departemen yang ada dalam institusi tersebut. Hal ini berhubungan
dengan risiko yang dapat timbul, kemungkinannya bersumber dari seluruh
departemen terkait. 3
Apapun bentuk struktur organisasinya, yang terpenting adalah
pelaksanaanya secara prinsip. Bahwa input dalam kegiatan manajemen risiko
berasal dari seluruh unit, berupa segala hal yang dapat mempengaruhi kualitas
produk layanan kesehatan atau mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi.
Setelah dilakukan proses dan pengolahan, outputnya akan disampaikan kepada
direktur sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan. 5
Beberapa prinsip yang disarikan dari beberapa contoh kebijakan
manajemen risiko adalah: 2,3,5
1. Kebijakan dan kegiatan manajemen risiko harus diintegrasikan sebagai
filosofi, sebagai komponen manajerial secara umum dan dalam kegiatan
praktis sehari-hari. Ini berlaku disemua unit maupun level organisasi.
Strategi pengelolaan risiko juga harus sejalan dengan tujuan organisasi,
| Tinjauan Trend & Isu 7
karena akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam
menciptakan organisasi pembelajar (learning organization) yang melakukan
perbaikan secara berkelanjutan (continual improvement).
2. Adanya keterbukaan, komunikasi yang baik dan responsif terhadap
perubahan maupun risiko yang terjadi dapat menghindarikan organisasi
dari kesulitan dengan pihak eksternal (media massa, masyarakat) dan
meminimalisir kerugian.
3. Pengelolaan risiko melibatkan pasien secara aktif serta pemangku
kepentingan lain secara bahu-membahu (partnership).
4. Adanya monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan risiko secara
periodik, dan terus menerus melakukan perubahan kearah perbaikan.
Tujuan akhir kebijakan adalah agar dapat mengidentifikasi dan
mengontrol risiko yang mengancam organisasi, kesehatan, keamanan dan
kesejahteraan karyawan, pasien dan pemangku kepentingan lainnya.
Selain tingkat lokal institusi provider layanan kesehatan, penetapan kebijakan
manajemen risiko pada level yang lebih tinggi memiliki beberapa keuntungan.
Seperti yang dialami negara-negara persemakmuran, yang menggunakan
guidelines manajemen risiko versi Australia/New Zealand. Karena sistem
yang digunakan sama, database risikonya pun serupa. Sehingga dapat berbagi
informasi dan pengalaman dengan kondisi serupa pula. Pengelolaan risiko pun
menjadi lebih ringan karena bisa melihat pengalaman negara lain dalam
menghadapi masalah serupa, bahkan dapat melakukan perbaikan bersama-
sama. Lesson learnt pun lebih mudah tercapai.6
Bila di Indonesia sudah ditetapkan kebijakan manajemen risiko
ditingkat depkes, rumah sakit diseluruh Indonesia tinggal menerapkan dengan
penyesuaian tertentu. Yang penting dapat berbagi identifikasi risiko, analisa
dan pengelolaannya. Sehingga pencapaian perbaikan kualitas pun lebih
mudah.
Proses manajemen risiko klinik
| Tinjauan Trend & Isu 8
Manajemen risiko adalah sebuah proses yang berkelanjutan. Berbagai
literatur memiliki perbedaan konteks namun kontennya sama. Secara singkat
proses manajemen risiko dimulai dengan identifikasi risiko, analisa risiko
mana yang perlu tindakan segera mana yang hanya sebagai catatan,
pengelolaan risiko adalah action atau tindakan sebagai respon terhadap risiko
yang terjadi dan selanjutnya dilakukan follow up.
NHS (National Health Sistem) Direct dari negara persemakmuran
menjelaskan proses manajemen risiko dalam organisasi mereka sebagai Risk
management pathway. Proses ini dimulai dari pemahaman mengenai tujuan
organisasi kemudian penentuan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai
tujuan. Saat inilah mulai dipertimbangkan risiko apa saja yang mungkin
terjadi selama pelaksanaan kegiatan. Lalu dibuatkan daftar risiko diteruskan
dengan pengelolaan risiko (risk assessment). Selanjutnya ditentukan tindakan
apa yang akan diambil untuk mengatasi risiko. Lalu dibuat rencana
pelaksanaan tindakan dan melengkapi register risiko. Tidak lupa perlunya
dilakukan evaluasi terhadap pengelolaan risiko minimal. 5
Proses identifikasi risiko NHS Direct melakukan workshop, analisa
skenario, investigasi insiden dan teknik-teknik lainnya. Kemudian risiko
tersebut dikelompokkan kedalam 7 jenis yaitu: Clinical risk, finansial risk,
operational risk, hazard risk, compliance risk, clinical and reputation risk.
Selanjutnya dibuatkan deskripsi risiko, termasuk menjelaskan kejadian dan
peristiwa yang mungkin terjadi serta dampak yang akan ditimbulkan. 5
Pengelolaan risiko diawali dengan menilai konsekuensi yangdapat
diakibatkan sebuah insiden dan kemungkinan terjadinya risiko setelah
teridentifikasi. Kemudian risiko dievaluasi lalu diberikan skor untuk
menentukan bobot dan prioritas risiko yang telah terjadi. Sesuai dengan
bobotnya, ditentukan tindakan yang akan diberlakukan terhadap masing-
masing risiko. Bila bobotnya ringan dan tidak prioritas tindakannya dapat
hanya mentoleransi saja dan menjadikannya sebagai catatan. Namun bila
risiko yang terjadi memiliki bobot besar dan mengganggu pencapaian tujuan
| Tinjauan Trend & Isu 9
organisasi sehingga prioritas utama, maka harus diatasi atau ditransfer bahkan
menghentikan kegiatan yang meningkatkan terjadinya risiko.
Setelah tindakan diputuskan dan dilakukan selanjutnya adalah
melengkapi register risiko. Evaluasi kegiatan dan proses keseluruhan sebagai
tindak lanjutnya sangat penting. Bila terjadi eskalasi risiko, manajer dapat
mengambil tindakan untuk menerima risiko dan memasukkannya kedalam
register atau memodifikasi risiko dengan mengubah deskripsi risiko,
memodifikasi karakteristik risiko atau menolak eskalasi risiko.5,7
Sudut pandang lain dalam mengidentifikasi risiko ditawarkan oleh JCAHO
mengupas kerentanan organisasi terhaap faktor keamanan. Kerentanan
(vulnerability) disini dimaksudkan terhadap kejahatan, pelanggaran peraturan
dan kerentanan akan kerugian. Kerentanan dapat diartikan sebagai kelemahan
program pengamanan sebuah institusi sehingga dimanfaatkan oleh oknum
yang tidak berkepentingan mengakses asset. Pengelolaan selanjutnya serupa
walau tak sama dengan yang dilakukan NHS direct terhadap risiko yang telah
teridentifikasi. 8
Ada beberapa istilah yang terkait dengan insiden dan risiko. Kegagalan
aktif (active failures) adalah perilaku berisiko yang dilakukan oleh ujung
tombak organisasi, dalam waktu singkat, spontan dan sulit diprediksi.
Berlawanan dengan sebelumnya, kondisi laten adalah kondisi dimana risiko
berkembang seiring waktu, bila bertemu faktor lain atau kegagalan aktif dapat
membuahkan insiden. Sering berupa rutinitas lama yang dapat diidentifikasi
dan dihilangkan sebelum menimbulkan dampak buruk. 9
Istilah lainnya yang seringkali berhubungan dengan identifikasi risiko
dan pelaporan insiden adalah Adverse incident dan near miss. Adverse event
adalah kejadian yang timbul secara tidak konsisiten dengan pelayanan rutin
untuk pasien atau operasional rutin organisasi. Near miss adalah kejadian yang
dengan keberuntungan atau keterampilan tertentu dapat dicegah sehingga
tidak menjadi insiden. 9
Bila proses manajemen risiko dapat terlaksana disetiap unit manajer
dapat mengantisipasi situasi sebelum terjadi kecelakaan. Analisis proaktif
| Tinjauan Trend & Isu 10
terhadap data insiden dapat mengurangi risiko, yaitu menganalisa apa saja
yang potensial menimbulkan kesalahan. Juga membantu identifikasi biaya
yang diperlukan melakukan sesuatu dengan benar dan biaya yang keluar bila
terjadi kesalahan. 9
Apa yang terjadi bila terlanjur terjadi sebuah insiden? Harus segera
mengumpulkan data-data untuk membuat pencatatan kronologis yang akurat.
Selanjutnya dianalisa insiden yang terjadi memiliki kecenderungan dampak
kemana. Selain pengumpulan data, pelaporan juga harus up to date dan
sesegera mungkin. Hal ini akan menyediakan peringatan awal dari
kemungkinan tuntutan hukum. Hal ini termasuk dalam tindakan mengontrol
risiko dan meminimalisir risiko.9
Pelaporan insiden lebih awal dan analisisnya memungkinkan terjadi
pembelajaran lebih cepat. Pembelajaran adalah tujuan pengelolaan risiko
akibat kesalahan manusia. Sehingga perlu dipupuk budaya melaporkan dengan
sukarela, tanpa takut disalahkan. Insiden dan near miss bukanlah mengenai
disiplin, menutup-nutupinya akan menyulitkan organisasi. 9
Proses manajemen risiko di pelayanan primer juga merupakan proses
berkelanjutan yang memastikan institusi tersebut bekerja dalam kerangka
kerja dan kerangka hukum yang sesuai. Identifikasi dan pengelolaan risiko
harus termasuk dalam strategi kerja, lengkap dengan perencanaan untuk
pencegaha terjadinya risiko. Alur proses manajemen risiko dalam PCT
(primary care trust) sebagai berikut: identifikasi risiko, assessment atau analisa
dan pengelolaan risiko, evaluasi penatalaksanaan terhadap risiko yang menjadi
insiden, pencatatan dan monitoring berkala.3
Manajer berperan untuk memastikan bahwa proses diatas berjalan
disetiap area. Adanya metode reaktif untuk pelaporan insiden, komplain dan
klaim serta metode proaktif seperti survey kepuasan pelanggan, inspeksi
kepatuhan dari laporan, dan lain-lain dapat membantu manajer
mengidentifikasi risiko pada pelayanan primer.3
Pengelolaan/ assessment risiko meliputi:
1. Identifikasi potensial hazard dan risiko
| Tinjauan Trend & Isu 11
2. Menelusuri siapa dan apa yang dapat dirugikan serta bagaimana caranya
3. Evaluasi temuan risiko, analisa apakah pengelolaannya sudah cukup atau
perlu dirubah untuk mencegah terjadinya insiden.
4. Catat temuan lalu buat rencana pengelolaannya
5. Evaluasi pengelolaan secara keseluruhan, perbaiki bila perlu.
Langkah awal untuk menganalisa risiko dapat dibantu dengan beberapa
pertanyaan berikut ini:10
1. Apakah kita mampu mengontrol untuk mencegah terjadinya risiko?
2. Apa konsekuensinya bila risiko benar terjadi?
3. Apa sajakah yang mungkin menyebabkan timbulnya risiko?
4. Apa level risiko ini ?
Proses menganalisa risiko yang perlu dipertimbangkan adalah dampak
dari risiko tersebut bila benar terjadi. Dampak terhadap produk layanan
maupun pencapaian tujuan organisasi. Standar Australia menyebutkan bahwa
risiko = dampak x kemungkinan terjadi. Hal inilah yang menelurkan matriks
analisa risiko. Risiko yang dampaknya signifikan mendapat prioritas tinggi
adalah risiko yang sangat mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi. Semua
risiko yang termasuk kategori ini harus mendapat perhatian utama dari
direktur atau board of trust dan dibuat rencana tindak lanjutnya. Risiko yang
dampaknya medium-rendah akan dikumpulkan menjadi sebuah register oleh
manajer risiko bekerja sama dengan kepala-kepala departemen untuk
pembuatan rencana tindak lanjutnya dan pengawasan. 3
Jadi perbedaan status risiko berhubungan dengan pengambil keputusan
selanjutnya. Status risiko yang tinggi, membutuhkan pengambilan keputusan
langsung dari top manegement organisasi. Untuk status yang sedang and
rendah cukup middle manager yang mengambil keputusan.
D. Artikel Pendekatan Manajemen Resiko Di Pusat Kesehatan Kaiser
Permanente Los Angeles
Lingkungan industri kesehatan sekarang yang kompetitif, seiring
dengan meningkatnya biaya litigasi dan asuransi telah menciptakan dorongan
untuk terus meningkatkan kualitas layanan dan untuk mengurangi resiko yang
| Tinjauan Trend & Isu 12
lebih jauh. Karena sifat intervensi medis saat ini, hal menghindari resiko
secara menyeluruh tidak memungkinkan. Sehingga manajemen resiko
perawatan kesehatan dirancang untuk mengurangi kejadian dari kecelakaan
yang dapat dicegah dan untuk meminimasi kerugian finansial dari organisasi
jika suatu kecelakaan/cedera terjadi. Managemen resiko adalah ilmu yang
sangat luas yang berhadapan dengan kenyataan setiap aspek dari kegiatan-
kegiatan operasional suatu lembaga.
Standar Untuk Program Manajemen Resiko Perawatan Kesehatan
Sekarang Agen lisensi dan organisasi profesional menetapkan standar
minimum untuk sebuah program manajemen resiko perawatan kesehatan.
Standar-standar ini membutuhkan interaksi langsung dan dukungan antara
Team Manajemen Resiko, Administrasi, Departemen Hukum, Staf Medis, dan
Manajemen Kualitas. Mekanisme harus ditempatkan dengan tepat untuk
investigasi yang cepat dan pelaporan dari kejadian, analisis prospektif dan
retrospektif, dan pelaksanaan program kesehatan. The Joint Commission on
Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO) yang menerbitkan
pedoman untuk rumah sakit dalam panduan akreditasi rumah sakit. Bagian
utama dari resiko manajemen perawatan kesehatan adalah dengan meahami
panduan JCHO dan memastikan bahwa departemen-departemen yang ada
telah sesuai dengan panduan yang mereka buat. Pengukuran nilai keselamatan
dengan mengecek dan penyeimbangan ditempatkan pada tempat dimana
meningkatkan kualitas perawatan dan juga membantu mengurangi klaim.
Korelasi Antara Pelayanan Dan Resiko
Kaiser Permanente Los Angeles Medical Center (LAMC), disamping
secara rutin memberikan pelayanan kesehatan dan pelayanan klinis, berfungsi
sebagai pusat pembelajaran untuk perawatan Kaiser Foundation
Hospital/Health Plan (KFH/HP) di seluruh anggota Southern California.
Sebagai contoh mereka secara alami meningkatkan resiko termasuk apheresis,
transpalansi sumsum tulang, catheterization jantung, operasi jantung,
transpalansi organ, dan lain-lain. Khususnya, beberapa non perguruan
| Tinjauan Trend & Isu 13
meningkatkan pelayanan resiko klinis, menempatkan fasilitas pelayanan
kesehatan kemampuan staff dan beresiko tinggi untuk mengurangi klaim.
Seperti layanan yang diberikan di LAMC termasuk Obstetrics, Layanan
klinik dalam menjalankan fungsi manajemen perawatan khusunya pada
| Tinjauan Trend & Isu 23
fungsi pengawasan dan monitoring serta membudayakan kerja berbasis
manajemen resiko.
| Tinjauan Trend & Isu 24
KEPUSTAKAAN
1. Sally Ryan and Mary Barrett, This Journal Article Is Available At Research Online: Perceptions Of Responsibility For Clinical Risk Management – Evidence From Orthopaedics Practitioners, Practice Managers And Patients In An Australian Capital City.(2003) Disitasi dari Http://Ro.Uow.Edu.Au /Commpapers/567. tanggal 12 September 2011
2. The Risks of Clinical Research (2011)The New England Journal of Medicine 2010;363:640-52. disitasi dari www. medind.nic.in/iae/t11/i1/iaet 11i1p63tanggal 22 Oktober 2011.
3. J Manth, A Gatherer. Editorials: Managing Clinical Risks. BMJ vol 308. Juni 1994. Disitasi dari www.bmj.com tanggal 22 Oktober 2011.
4. NHS QI Scotland. Clinical Governance & Risk Management: Achieving safe, effective, patient-fokused care and service. 2005. Disitasi dari www. nhshealthquality.org tanggal 22 Oktober 2011.
5. Bury Primary Care Trust. Risk management policy & strategy. 2007. Disitasi dari www.burypct.nhs.uk tanggal 22 Oktober 2011.
6. Kerringan, Helen. NHS direct: Corporate Risk management and Policy. Oktober 2008. Disitasi dari www.nhsdirect.nhs.uk tanggal Oktober 2011.
7. ARC. NHS QI Scotland- Risk management report. Agustus 2004. Disitasi dari www.nhs.scot.org tanggal 22 Oktober 2011.
8. NHS ambulance service trust. Risk management strategy. 2007. Disitasi dari www.nhs.org.
9. Steele, chris. An introduction to clinical risk management. 2001.disitasi dari www.optometry.co.uk tanggal 22 Oktober 2011.
10. Educational resources clinical governance. How do I asses or analyse risk. Disitasi dari www.clinicalgovernance.scot.nhs.uk tanggal 22 Oktober 2011