29
DAFTAR ISI
Halaman
1.PENDAHULUAN1
2.PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN4
3.SIMPULAN DAN SARAN.163.1 Simpulan163.2 Saran22
LAMPIRANDAFTAR PUSTAKA
BAB IPENDAHULUAN
1DKI Jakarta atau disebut juga Ibukota Jakarta merupakan Kota
yang menjadi pusat dari segala aktivitas dan bidang, baik itu
bidang ekonomi, politik maupun hiburan. Hal ini menyebabkan uang
yang mengalir di Jakarta lebih banyak dari kota-kota lain di
Indonesia, namun banyaknya uang yang mengalir di Jakarta tidak
selalu membawa kesejahteraan bagi masyarakatnya. Aliran uang ini
kebanyakan mengalir ke orang-orang tertentu, tidak merata. Untuk
meratakannya perlu sebuah pemerintahan yang bisa mengalokasikan
dana-dana ini keseluruh masyarakat Jakarta sehingga semua
masyarakatnya dapat sejahtera. Untuk melakukan hal ini pemerintah
DKI perlu sebuah pedoman dalam melaksanakan pengalokasian ini,
yaitu APBD. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) adalah
sebuah pedoman bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan
kegiatannya. Tujuan pembuatan APBD adalah untuk menggambarkan dan
merinci apa saja yang diperlukan Jakarta dan dapat dihasilkan
Jakarta dalam satu tahun kedepan. Harapannya adalah supaya
dana-dana yang ada dapat dialokasikan dan didistribusikan ketempat
yang benar-benar memerlukan dana tersebut dan dengan jumlah yang
tidak berlebih (pemborosan maupun penyelewengan dapat dikurangi).
Namun, kenyataannya di lingkungan pemerintahan APBD seringkali
menjadi tempat pihak eksekutif dan legistatif dalam memperkaya
diri. Modus-modus kejahatan yang sering kali dipakai adalah
penipuan terhadap anggaran, menciptakan anggaran baru, mark-up
anggaran, pengalokasian anggaran yang sama, pembuatan anggaran
tanpa perincian, penghilangan pos anggaran dan pengalihan anggaran.
Modus-modus ini sudah sejak lama dipakai, termasuk di tahun ini,
yaitu dalam kasus APBD DKI tahun 2015. Kasus ini berawal dengan
tudingan Gubernur DKI (Basuki Tjahaja Purnama) atas dana siluman
yang terlahir saat rapat pembahasan APBD oleh DPRD. Namun, DPRD
berkilah bahwa dana siluman ini adalah dana yang diberikan Gubernur
agar APBD 2015 tidak dipermasalahkan lagi, istilahnya sebagai uang
pemulus supaya rancangannya tidak perlu diubah-ubah. Masalah ini
terus berlanjut sampai keranah hukum, keduanya melakukan aksi
saling lapor ke aparat hukum. Namun, dari semua penjelasan yang
penulis temukan dan terangkum dalam latar belakang ini bukan
tentang kejahatannya yang ingin penulis bahas. Karena akar dari
masalah rancangan APBD DKI 2015 ini bukanlah siapa yang memark-up
atau korupsi, mengingat APBD ini masih berupa rancangan (belum ada
dana yang terpakai). Sementara syarat suatu tindakan dianggap
korupsi adalah kerugian negara. Yang ingin penulis katakan adalah
yang terpenting dalam kasus ini adalah rancangan APBD itu sendiri.
Tentang alasan mengapa rancangan APBD menjadi bermasalah. Karena
kebutuhan objektivitas yang tinggi, penulis menyisihkan
berita-berita yang tertulis dalam media massa dan membahas APBD DKI
2015, dilihat dari kacamata hukum dan peraturan yang berlaku.
BAB IIPERMASALAHAN & PEMBAHASAN
Berikut kronologi yang menjadi permasalahan dalam penyusunan
APBD DKI 2015;16 Juni 2014 : Basuki Tjahaja Purnama yang masih
berstatus sebagai plt Gubernur DKI memimpin rapat dan menyetujui
rancangan kebijakan umum anggaran plafon prioritas anggaran
sementara (KUA-PPAS)17 Juni 2014 : Menyampaikan KUA-PPAS 2015 ke
DPRD (berdasarkan Surat Gubernur provinsi DKI Jakarta nomor
559/-1.173, tentang penyampaian kebijakan umum APBD tahun anggaran
2015). 12 Agustus 2014 : Pengarahan Sekda tentang pelaksanaan
pra-rakorbid, rakorwil, dan rakorbid penyusunan APBD 2015
(berdasarkan Undangan Sekda Nomor 2168/-1.713 tanggal 11 Agustus
2014).
424 September 2014 : Pembahasan KUA PPAS 2015 oleh Kepala
Bappeda.24 Oktober 2014 : Pengarahan plt Gubernur tentang kebijakan
APBD tahun 2015 di ruang Pola Bappeda DKI27 Oktober 2014 : Rapat
KUA PPAS yang dipimpin oleh Sekda dan dihadiri oleh Kepala BPKD,
Kepala Bappeda, Inspektorat, Sekretaris Dinas Pelayanan Pajak, dan
Kepala Biro Hukum. 13 November 2014 : Menyampaikan revisi rancangan
kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara
APBD tahun anggaran 2015 (berdasarkan Surat Gubernur DKI Jakarta
nomor 2525/-1.713). 24 November 2014 : Menerima surat mentri dalam
negeri tentang percepatan penyelesaian rancangan perda tentang APBD
2015 (berdasarkan Surat Mentri Dalam Negeri nomor 903/6865/SJ)27-28
November 2014 : Rapat pembahasan SE-2 oleh Sekda dengan Kepala
BPKD, Kepala Bappeda, Inspektorat dan SKPD terkait. 1 Desember 2014
: Pembahasan KUA PPAS 2015 dan rencana penyampaian APBD 2015 di
ruang Rapim Gubernur.12 Desember 2014 : Menyempurnakan Rumusan
Rancangan KUA PPAS APBD DKI 2015 (berdasarkan Surat Ketua DPRD
nomor 665/-071.78 tentang undangan tanggal 11 Desember 2014).15-17
Desember 2014 : Banggar DPRD melakukan rapat yang membahas
pemberian PMP dalam APBD 2015. Pada saat itu, perwakilan Bappeda
tidak datang.16 Desember 2014 : Pemprov DKI mengirim Nota
Kesepakatan KUA PPAS 2015 ke DPRD18 Desember 2014 : Nota
Kesepakatan anggal 16 Desember 2014 di kembalikan oleh Setwan DPRD
karena belum ada pembahasan pada 18 Desember 2014.19 Desember 2014
: Pimpinan DPRD bersama dengan tim anggaran pemerintahan daerah
melakukan rapat gabungan.6 Januari 2015 : Pemprov DKI menerima
surat Menteri Dalam Negeri tentang Teguran atas Keterlambatan
Penetapan Perda tentang APBD 2015.7 Januari 2015 : Rapat dengan
agenda penelitian hasil perumusan Badan Anggaran terhadap Rancangan
KUA PPAS APBD 2015 dan persetujuan terhadap Rumusan Rancangan KUA
PPAS 2015.8 Januari 2015 : Mengirim ulang Nota Kesepakatan KUA PPAS
2015 ke DPRD.9 Januari 2015 : Penandatanganan Nota Kesepakatan KUA
PPAS 2015.12 Januari 2015 : Basuki Tjahaja Purnama yang saat itu
sudah dilantik menjadi Guberbur DKI berpidato di Paripurna tentang
penyampaian rancangan peraturan daerah (raperda) APBD 2015.
(berdasarkan Surat Ketua DPRD DKI Jakarta Nomor 19/-071.78 tanggal
9 Januari tentang undangan rapat paripurna DPRD ptovinsi DKI
Jakarta).14 Januari 2015 : Penyampaian pemandangan umum fraksi
terhadap raperda APBD (berdasarkan Surat Ketua DPRD DKI Jakarta
Nomor 19/-071.78 tanggal 9 Januari tentang undangan rapat paripurna
DPRD ptovinsi DKI Jakarta).16 Januari 2015 : Dijadwalkan untuk
Paripurna Jawaban Gubernur atas Pemandangan Umum Fraksi DPRD, namun
batal.20 Januari 2015 : Gubernur DKI berpidato atas pemandangan
fraksi DPRD diruang rapat paripurna DPRD.20-21 Januari 2015 :
Komisi DPRD melakukan rapat.26 Januari 2015 : Penyampaian usulan
revisi kegiatan APBD 2015 kepada ketua DPRD.27 Januari 2015 :
Pengesahan APBD 2015 sekaligus paripurna kata akhir Gubernur
terkait APBD 201529 Januari 2015 : menerima tanggapan Surat
Mendagri nomor 903/26/SJ tanggal 6 Januari 2015 tentang teguran
atas keterlambatan penetapan peraturan daerah tentang APBD tahun
2015. 4 Februari 2015 : Kepala BPKD mengirimkan dokumen APBD 2015
ke Kemendagri6 Februari 2015 : Kemendagri mengembalikan APBD 2015
ke DKI (berdasarkan Surat Direktorat Jenderal Keuangan Daerah
Kemendagri tanggal 6 Februari 2015 Nomor 903/203/KUEDA tentang
penyampaian raperda DKI tentang APBD 2015 dan rapergub DKI tentang
penjabaran APBD 2015).10 Februari 2015 : Menerima surat dari DPRD
tentang persetujuan penetapan Raperda APBD 2015 (berdasarkan Surat
Ketua DPRD DKI Nomor 113/-1.713.5 tanggal 10 Februari 2015 tentang
persetujuan penetapan Raperda tentang APBD 2015).23 Februari 2015 :
Pemprov DKI kembali mengirimkan surat balasan penyempurnaan ke
Kemendagri (berdasarkan surat Sekda selaku Ketua TAPD Nomor
136/-1.713 tentang penyempurnaan Raperda tentang APBD 2015 dan
Rapergub tentang penjabaran APBD 2015). Selain itu, Gubernur DKI
mengirimkan surat ke ketua DPRD tentang kemajuan raperda dan
rapergub APBD tahun 2015 (berdasarkan Surat Gubernur Nomor
192/-075.6 tanggal 23 Februari 2015 tentang kemajuan Raperda dan
Rapergub APBD 2015). 25 Februari 2015 : Mengirim surat ke Kepala
Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DKI
tentang evaluasi APBD 2015 (berdasarkan Surat Sekda Nomor
196/-1.713 tanggal 25 Februari 2015 tentang evaluasi terhadap APBD
2015)27 Februari 2015 : Gubernur mengirimkan surat kepada Ketua KPK
tentang laporan dinamika pembahasan APBD 2015 pada 27 Februari 2015
(berdasarkan Surat Gubernur Nomor 203/-1.713 tentang laporan
dinamika pembahasan APBD 2015).Awal dari permasalahan ini adalah
munculnya 2 versi anggaran APBD, yaitu versi Pemprov dan versi
DPRD. Hal ini terjadi karena pada saat rancangan APBD ditampilkan
atau selesai diinput ke e-budgeting apa yang terlihat bukanlah
rancangan yang telah disetujui Banggar DPRD, karena itu DPRD juga
mengirimkan rancangan APBD ke Kemendagri sebagai rancangan yang
sah. Pihak Pemprov dalam hal ini mempunyai alasan tersendiri
mengapa mengirimkan rancangan APBD yang diklaim DPRD tidak sah.
Penulis menemukan terdapat mata anggaran tambahan yang nilainya
tidak realistis (harganya kemahalan, ada kemungkinan di mark-up).
Mata anggaran tersebut kebanyakan adalah belanja daerah dan
beberapa kegiatan tambahan yang bukan merupakan prioritas utama
Pemprov DKI atau bisa dikatakan ciptaan DPRD sendiri. Dugaan bahwa
mata anggaran tersebut adalah anggaran siluman diperkuat setelah
melihat anggaran sebelumya yaitu APBD DKI 2014. Pola dari rancangan
APBD 2015 sama dengan pola yang terdapat pada APBD 2014, nilai
anggaran yang paling besar terdapat pada Dinas Pendidikan. Salah
satu hal yang dianggarkan adalah UPS. Dalam reportase berita satu,
diketahui bahwa nilai sebuah UPS adalah kira-kira sebesar 5M, hal
ini dinilai tidak rasional mengingat harga UPS dipasar jauh dibawah
itu. Selain itu, yang memenangkan proyek-proyek yang akan
dikerjakan adalah 39 rekanan yang sudah berpengalaman memenangkan
196 pekerjaan dari semua pengadaan di Jakarta. Reportase berita
satu juga mencoba untuk menelusuri salah satu rekanan tersebut.
Rekanan yang ditelusuri tim reportase adalah PT. Astrea Pasirindo.
Setelah ditelusuri ternyata kantor yang menjadi alamat PT. Astrea
Pasirindo adalah rumah tinggal yang terletak dalam gang, tidak
layak untuk dijadikan kantor. Karena hal-hal tersebut Gubernur DKI
melaporkan DPRD atas korupsi anggaran yang dilakukan pihak DPRD
lewat 4.359 kegiatan baru yang sebelumnya tidak ada dan tidak
menjadi prioritas Pemprov DKI. Dari sisi aturan yang ada tentang
proses penyusunan APBD yang tertuang dalam PP No. 58 tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Proses penyusunan APBD yang
melibatkan DPRD dimulai dari pengajuan KUA-PPAS oleh Kepala Daerah
kepada DPRD. Hal ini dibahas lebih detail lagi dalam Permendagri
No. 13 tahun 2006 tentang pedoman PKD (pengelolaan Keuangan Daerah
dan Permendagri No. 37 tahun 2014 tentang pedoman penyusunan APBD
tahun 2015. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa KUA atau
Kebijakan Umum Anggaran memuat kondisi ekonomi makro daerah, asumsi
APBD, kebijakan pendapatan daerah, dan strategi pencapaiannya.
Sementara untuk PPAS atau Platform Penggunaan Anggaran Sementara
tertuang rancangan skala prioritas dalam urusan wajib dan urusan
pilihan, urutan program dari masing-masing urusan, dan platform
anggaran sementara untuk masing-masing program. Hasil pembahasan
atau KUA-PPAS antara Kepala Daerah dan DPRD dituangkan dalam bentuk
Nota Kesepahaman. Nota kesepahaman ini menjadi landasan penyusunan
RKA-SKPD yang dibuat oleh SKP terkait. Didalam RKA-SKPD yang
disusun oleh SKPD terkait tertuang prioritas pembangunan daerah dan
program/kegiatan SKPD terkait, alokasi anggaran sementara untuk
setiap program/kegiatan. RKA-SKPD yang telah disusun lalu
disampaikan kepada DPRD dalam bentuk raperda. Raperda ini nantinya
dibahas dalam pertemuan DPRD dan Kepala Daerah. Atas pembahasan
raperda dengan DPRD, Kepala Daerah menyiapkan rancangan peraturan
kepala daerah yang berisi tentang penjabaran APBD. Raperda yang
telah disetujui DPRD dan rancangan peraturan kepala daerah ini
nantinya dievaluasi oleh gubernur untuk melihat kesesuaian
rancangan tersebut dengan kepentingan umum dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam kasus APBD DKI 2015,
setelah mengevaluasi raperda ini, Gubernur DKI langsung menggunakan
APBD versi e-budgeting ke Kemendagri. Sistem e-budgeting adalah
sistem yang dibuat supaya saling mengawasi anggaran sehingga
tercipta transparansi dalam penyusunan anggaran dalam suatu daerah.
Manfaat dari e-budgeting, yaitu; kontrol akan lebih mudah
dilakukan. Hanya mereka yang berhak dapat mengakses dan mengubah
anggaran. Karenanya pelacakan siapa yang mengisis juga dapat
dilakukan diketahui dengan mudah, dengan asumsi orang yang berhak
adalah orang yang terpercaya. Kedua, kontrol dapat dilakukan sejak
tahap perencanaan. Pada kasus DKI Jakarta, e-budgeting didesain
untuk dapat menolak usulan yang dianggap tdak relevan sehingga
usulan anggaran yag mengada-ada dapat diminimalkan. Inilah juga
alasan mengapa DPRD menerbitkan versi APBDnya sendiri, memakai
format yang berbeda dengan ABD versi Pemprov DKI. Ketiga,
transparansi anggaran dapat ditingkatkan. Keempat, kontrol
realisais anggaran akan menjadi lebih mudah dilakukan. Capaian
pelaksanaan program dan keterserapan anggaran dapat diketahui
secara langsung ketika sudah dilaporkan ke sistem. Dan kelima, ada
kemungkinan bahwa jika e-budgeting dikembangkan lebih jauh lagi
e-budgeting dapat melakukan simulasi bahkan peramalan anggaran.
Namun, yang menjadi kendala sistem ini adalah penolakan para
birokrat (dalam kasus ini anggota DPRD) karena merasa kewenangannya
dipotong. Dan lagi, tidak ada peraturan yang mengatur tentang
e-budgeting. Tidak ada payung hukum yang melindungi sistem ini dan
lagi pemakainya di Indonesia masih sedikit. Bisa dibilang,
e-budgeting masih dianggap sebagai inovasi. Melihat lemahnya
e-budgeting dimata hukum, DPRD DKI membuat celah ini sebagai
peluang untuk mengirimkan APBD versinya. Peluang ini juga didukung
dengan dasar hukumyang menyatakan kesalahan prosedural itu
(menggunakan APBD versi e-budgeting). Dasar Hukum tersebut yaitu;
(1) Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014; (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2005; dan (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006. Peraturan-peraturan ini menyatakan bahwa dalam
pembahasan APBD diwajibkan adanya persetujuan bersama antara kepala
daerah dan DPRD. Persetujuan bersama ini tidak otomatis APBD
menjadi sah. Karena pihak yang mengesahkan APBD adalah Menteri
Dalam Negeri. Kesalahan Gubernur DKI adalah menyerahkan draft APBD
2015 ke Kemendagri tanpa ada paraf dari Ketua DPRD selaku pimpinan
Panitia Anggaran. Hal yang sama sebenarnya juga dilakukan DPRD DKI.
Selain tidak memiliki paraf Gubernur DKI selaku kepala daerah, DPRD
mengirimkan draft APBD versi ke Kemendagri tanpa melalui pemerintah
daerah yang berwenang (Gubernur DKI). Seharusnya dari kesalahan
yang dilakukan keduanya menurut Pasal 312 ayat (1) UU 23/2014
mendapatkan sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak
keuangan selama 6 (enam) bulan. Yang dimaksud dengan hak-hak
keuangan meliputi gaji, tunjangan jabatan dan tunjangan lain (vide
Pasal 75 ayat (2)). Konsekuensi dari belum adanya persetujuan dalam
draft APBD 2015 adalah pembiayaan menggunakan APBD tahun anggaran
sebelumnya yang ditetapkan melalui Perkada (Peraturan Kepala
Daerah), yang selanjutnya harus disahkan Mendagri. Memang jika
ditelusuri lebih lanjut, alasan kesalahan Gubernur ini
dilatarbelakangi oleh pelanggaran prosedural yang dilakukan DPRD
dalam proses pembahasan. Dalam proses pembahasan DPRD DKI melakukan
proses pembahasan secara terperinci sampai satuan tiga. Hal ini
diditambah lagi usulan DPRD atas mata anggaran tertentu serta nilai
anggaran beberapa jenis kegiatan. Hal ini didukung oleh pengakuan
Selamat Nurdin anggota komisi C Bidang Keuangan. Dia menuturkan
protes atas apa yang dilakukan pihak eksekutif dan yang terpenting
dia menuturkan bahwa perbedaan versi APBD terjadi karena DPRD tidak
melakukan semua pembahasan sampai satuan tiga. Artinya, terdapat
pembahasan yang dibahas sampai satuan tiga. Hal tersebut menyalahi
amanat MK bahwa DPR tidak boleh membahas anggaran sampai satuan
tiga.
BAB IIISIMPULAN DAN SARAN
3.1 SimpulanTerdapat beberapa pokok yang dapat disimpulkan dalam
menanggapi kasus rancangan APBD Jakarta 2015 ini, yaitu; Yang
menjadi permasalahan dari kasus ini adalah anggaran APBD DKI.
16Yang menjadi permsalahan kasus ini bukanlah seperti yang
digembar-gemborkan oleh media, yaitu anggaran siluman yang
dikatakan Gubernur DKI maupun anggaran UPS yang terjadi pada tahun
2014. Namun, tata cara dan prosedur yang dilakukan pihak eksekutif
dan legislatif dalam merencanakan dan menyusun APBD DKI. Karena
anggaran siluman yang dikatakan Gubernur DKI masih belum terjadi,
jadi tidak sepantasnya untuk dilaporkan ke ranah hukum sebagai
tindakan korupsi. Karena, syarat terjadinya korupsi adalah adanya
kerugian yang dialami oleh negara. Memang ada potensi kerugian yang
akan diderita negara, dan dapat dilaporkan ke aparat hukum sebagai
tindakan yang berpotensi untuk korupsi. Namun, dari penyelidikan
yang dilakukan KPK, biasanya KPK menggunakan perhitungan kerugian
riil.
Rancangan APBD DKI versi DPRD jika dibandingkan dengan APBD DKI
2014 mempunyai kesamaan. Rancangan APBD DKI versi DPRD jika
dibandigkan dengan APBD DKI 2014 memang memiliki kesamaan dalam
berbagai hal. Salah satunya perangkat UPS. Dalam rancangan APBD
2015 versi DPR terdapat beberapa unit UPS yang dianggarkan.
Padahal, dalam rancangan APBD versi Pemprov DKI tidak terdapat
penganggaran akan hal tersebut. Hal ini didukung dari statement
dari Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) DKI Aria Budiman. Arie
Budiman menututrkan bahwa dalam APBD versi Pemprov DKI Jakarta
tidak terdapat pengadaan UPS, namun dalam versi DPRD DKI terdapat
pengadaan UPS.
UPS menjadi permasalahan karena harganya yang terlampau mahal
dan pemenang tendernya merupakan rekanan yang biasa memenangkan
pekerjaan di Jakarta. Dari penyelidikan tim reportase berita satu,
harga UPS dipasaran tidak sampai Miliaran rupiah seperti yang
tertera dalam pendanaan UPS yang tertera dalam APBD DKI tahun 2014.
Tim reportase juga menyelidiki bahwa perusahaan yang memenangkan
tender adalah perusahaan fiktif. Terbukti dari alamat dan bangunan
yang menjadi lokasi kantor perusahaan tersebut. Sehingga penulis
dapat menyimpulkan bahwa rancangan APBD DKI 2015 juga akan menjadi
sasaran korupsi seperti APBD 2014.
Campur tangan DPRD terhadap APBD terlalu dalam.DPRD melakukan
fungsi budgeting yang melebihi kewenangannya, yaitu melakukan
pembahasan APBD sampai ke satuan tiga. Dalam Amanat MK tertulis
bahwa APBD tidak boleh membahas APBD sampai satuan tiga.
Selain campur tangan yang terlalu dalam, DPRD menyalah gunakan
fungsi pengawasannya.DPRD menjadikan fungsi pengawasannya sebagai
alasan supaya dapat mengganti komposisi dari APBD DKI. Penggantian
komposisi ini dilakukan dengan mengatasnamakan adanya manipulasi,
korupsi dan pemborosan anggaran. Padahal yang DPRD inginkan adalah
kesejahteraan kelompoknya. Tercermin pada pemunculan kembali mata
anggaran untuk pengadaan UPS.
Keputusan Gubernur DKI menggunakan rancangan APBD DKI versi
e-budgeting adalah bijak. Rancangan ini dipakai melihat dari
persamaan yang didapat Gubernur DKI atas potensi terjadinya korupsi
(penyelundupan anggaran) yang mempunyai pola yang sama dengan APBD
tahun 2014. Karena, menurutnya rancangan versi e-budgeting adalah
versi yang kemungkinan terjadinya penyelundupan kecil.
Sistem e-budgeting dianggap sistem yang dapat meminimalkan
kemungkinan terjadinya penyelundupan. Karena dengan sistem
e-budgeting terjadi pembatasan interaksi antara manusia. Dengan
minimnya komunikasi langsung antar manusia, tindak korupsi
setidaknya dapat dikurangi karena yang menjadi pemicu tindak
korupsi adalah selain adanya celah hukum, korupsi terjadi karena
banyaknya interaksi. Contohnya saja bila teman kita menyukai musik
western, pasti lama kelamaan kita juga menyukai musik western dari
interaksi dengan teman kita tersebut. Hal ini juga berlaku dalam
lingkungan pemerintahan. Jika salah satu dari individu tersebut
mempunyai niat untuk korupsi, dan sering berkomunikasi dengan
individu yang lain maka individu yang lain juga akan terpengaruh
untuk korupsi. Selain itu, sistem e-budgeting juga menerapkan
Permendagri No. 37 tahun 2014 tentang pedoman penyusunan APBD tahun
2015, yaitu penyusunan APBD diakukan secara transparan.
Namun, tidak ada payung hukum yang melindungi sistem
e-budgeting. Sistem e-bussiness yang diterapkan DKI mempunyai
beberapa kekurangan. Selain dapat dihack oleh hacker, sistem
e-bussiness masih merupakan suatu inovasi yang tidak mempunyai
payung hukum. Jadi sistem ini, tidak bisa menjadi alasan kenapa
Gubernur menyalahi peraturan penyusunan APBD.
Selain menjadikan e-budgeting menjadi alasan, Gubernur DKI juga
menyalahi peraturan yang berlaku.Dalam peraturan penyusunan APBD,
sebelum menyerahkan rancangan APBD harus terdapat paraf tanda
persetujuan kepala daerah dan ketua DPRD sebagai Ketua Panitia
Anggaran. Sehingga APBD versi Pemprov menurut hukum tidak sah.
Karena kesalahan ini, DPRD mengirimkan APBD DKI versi DPRD.
Melihat celah yang diberikan Gubernur DKI, DPRD mengirimkan juga
APBD versinya dengan mengklaim bahwa APBD versinya diketahui oleh
kedua belah pihak (merupakan hasil kesepakatan dengan instansi
terkait). Namun APBD ini juga menyalahi aturan yang berlaku karena
dalam APBD ini juga terdapat satu kekurangan yang signifikan. Yaitu
tidak adanya paraf dari kepala daerah yang berwewenang. Dalam hal
ini, Gubernur DKI.
Selain itu, DPRD menyalahi prosedur penyusunan APBD.Dalam
peraturan APBD yang berlaku, penyampaian rancangan APBD ke
Kemendagri harus dilakukan oleh pemerintah daerah yang berwewenang
dalam hal ini, pemerintah DKI Jakarta.
3.2 SaranDari simpulan yang dikemukakan, terdapat beberapa yang
ingin penulis kemukakan dalam menanggapi kasus rancangan APBD
Jakarta 2015 ini, yaitu; Untuk tindakan penyelundupan yang
dilakukan entah pihak legislatif maupun yudikatif, alangkah baiknya
jika tindakan ini dilaporkan ke kepolisian daripada KPK sebagai
tindakan penyelundupan anggaran.
Pemerintahan RI harus memperjuangkan sistem e-budgeting ini
daripada melayani protes yang dilakukan pihak legislatif yang
merasa wewenangnya dipotong. Karena tujuan dari sistem ini baik,
dan pastinya akan berdampak baik terhadap penyusunan APBD tahun
selanjutnya. Cara pemerintahan RI untuk memperjuangkannya dapat
melalui pembuatan aturan yang mengukuhkan sistem ini supaya tidak
hanya menjadi inovasi belaka.
Selain pengukuhan sistem e-budgeting, pemerintah RI juga harus
merubah beberapa peraturan untuk mendukung sistem e-budgeting
seperti peraturan tentang penyusunan APBD. Merubah proedur yang
mengatur penyusunan APBD. Dan juga peraturan-peraturan lain yang
terkait supaya tidak ada celah hukum.
Akan lebih bijak jika Gubernur DKI melakukan pelaporan atas
dugaan korupsi yang terjadi pada APBD tahun 2014 karena perihal
anggaran atas pendanaan UPS sudah diketahui masyarakat luas lewat
pemberitaan media bahwa anggaran ini dimark-up dan distribusinya
tidak masuk akal.
KPK harus berhati-hati dalam menyelidiki kasus penyelundupan
anggaran, sehingga kasus BG tidak terulang kembali. Karena kasus BG
hampir serupa dengan kasus ini, sistem yang diterapkan adalah masih
berupa inovasi.
KPK juga harus lebih teliti dalam kasus ini. Karena pada saat
kasus BG, KPK hanya kekurangan 2 bukti. Namun, kekurangan 2 bukti
ini berakibat sangat fatal.
Gubernur DKI, sebagai gubernur juga harus mentaati peraturan
yang berlaku supaya tidak terkena sanksi administratif maupun
sanksi pidana. Supaya birokrat yang pro terhadap kesejahteraan
rakyat, memperjuangkan kesejahteraan rakyat tidak gugur lagi.
Pemerintah juga harus merivisi beberapa peraturan yang terkesan
ambigu dan menjadi celah birokratnya dalam melakukan tindak
kejahatan seperti korupsi. Dengan begitu, pihak eksekutif maupun
legislatif tidak melakukan wewenangnya lebih dari apa yang
seharusnya.
LAMPIRAN
PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
RINGKASAN APBD
TAHUN ANGGARAN 2014
PENDAPATAN DAERAH
PENDAPATAN ASLI DAERAH
4.1.1Pajak Daerah32,500,000,000,000.00
4.1.2Retribusi Daerah1,746,418,633,000.00
4.1.3Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang
Dipisahkan447,550,000,000.00
4.1.4Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah4,850,246,360,000.00
DANA PERIMBANGAN
4.2.1Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan
Pajak17,684,000,000,000.00
4.2.2Dana Alokasi Umum86,000,000,000.00
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
4.3.1Pendapatan Hibah5,000,000,000,000.00
4.3.4Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus2,386,319,950,000.00
BELANJA DAERAH
BELANJA TIDAK LANGSUNG
5.1.1BELANJA PEGAWAI11,919,071,741,882.00
5.1.2BELANJA BUNGA4,353,828,000.00
5.1.4BELANJA HIBAH2,617,224,715,500.00
5.1.5BELANJA BANTUAN SOSIAL1,220,977,869,500.00
5.1.7BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA PROVINSI/KABUPATEN/KOTA DAN
PEMERINTAHAN DESA36,350,000,000.00
5.1.8BELANJA TIDAK TERDUGA78,643,580,000.00
BELANJA LANGSUNG
5.2.1BELANJA PEGAWAI2,865,725,367,143.00
5.2.2BELANJA BARANG DAN JASA17,104,011,988,954.00
5.2.3BELANJA MODAL29,036,388,052,021.00
PEMBIAYAAN DAERAH
PENERIMAAN PEMBIAYAAN
6.1.1Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran
Sebelumnya7,015,000,000,000.00
6.1.4Penerimaan Pinjaman Daerah269,400,000,000.00
PENGELUARAN PEMBIAYAAN
6.2.2Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah
Daerah7,108,000,000,000.00
6.2.3Pembayaran Pokok Utang9,387,800,000.00
Sumber : Badan Pengelola Keuangan Daerah Provinsi DKI
Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
http://www.zonasiswa.com/2014/12/apbn-apbd-pengertian-tujuan-fungsi.html
perihal APBD. Dibuat Selasa 3 Maret 2015 dan Diakses Rabu, 15 April
2015 pukul 12.36.
http://megapolitan.kompas.com/read/2015/03/03/08420501/Awal.Kisah.Perseteruan.Ahok.Vs.DPRD.DKI
perihal Kronologi kasus APBD DKI 2015. Dibuat Selasa 3 Maret 2015
dan Diakses Rabu, 15 April 2015 pukul 11.50
http://hrefel.blogspot.com/2015/03/e-budgeting.html perihal Polemik
APBD DKI. Diakses Rabu, 15 April 2015 pukul 06.02
http://keuda.kemendagri.go.id/produkhukum/download/461/permendagri-nomor-37-tahun-2014.
perihal Permendagri No 37 Tahun 2014. Diunduh Rabu, 15 April 2015
pukul 06.11 http://www.jakarta.go.id/web/apbd perihal APBD Jakarta
tahun 2014. Diunduh Rabu, 15 April 2015 pukul 06.20
https://www.youtube.com/watch?v=ttTB8uk6_aY reportase perihal
Polemik APBD DKI. Diupload 12 Maret 2015 dan Diakses Rabu 15 April
2015 pukul 07.17
http://sp.beritasatu.com/home/fitra-ini-kesalahan-dprd-dki-terkait-apbd-2015/80288
perihal kesalahan DPRD DKI terkait APBD 2015. Dibuat Jumat, 6 Maret
2015 dan Dakses Kamis, 16 April pukul 16.00
http://hukum.kompasiana.com/2015/02/28/ahok-dan-anggota-dprd-bersalah-704285.html
perihal APBD DKI. Dibuat 28 Februari 2015 dan Diakses Kamis, 16
April 2015 pukul 16.10
http://news.detik.com/read/2015/02/27/120741/2844825/10/1/kadisdik-tegaskan-tak-ada-pengadaan-ups-untuk-2015-beda-dengan-versi-dprd
perihal penegasan Kadisdik. Dibuat Jumat 27 Februari 2015 dan
Diakses Kamis, 16 April 2015 pukul 16.15 Hamzah, Ardi. Perspektif
Kritis:Konsep dan Aplikasi Penyusunan Laporan Keuangan Berbasis PP
Nomor 71 tahun 2010. Cetakan Pertama November 2013: CV Pustaka.
http://katingankab.go.id/egov/ev2/info-kegiatan-bkd/summary/6-peraturan-pemerintah/14-pp-58-tahun-2005-tentang-pengelolaan-keuangan-daerah
perihal PP 58 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Diupload 9
Februari 2014 dan Diunduh Rabu 15 April 2015 pukul 07.01
http://ahok.org/berita/news/apbd-2014-apbd-p-2014-realisasi-2014/
perihal APBD 2014. Diupload 17 Maret 2015 dan Diunduh Rabu 15 April
2015 pukul 09.00
http://ahok.org/berita/news/rapbd-pemprov-dki-dan-dprd/ perihal
RAPBD versi Pemprov DKI dan DPRD DKI. Diupload 4 Maret 2015 dan
Diunduh Rabu 15 April 2015 pukul 09.09