PKMP-1-10-1
PENGOLAHAN AIR BAKU MENJADI AIR MINUM DENGAN TEKNOLOGI MEMBRAN
MIKROFILTRASI DAN ULTRAFILTRASI Nila Sari Mahardani, Ferdyan Hijrah
Kusuma Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS, Surabaya
ABSTRAK Air baku PDAM Surabaya yang berasal dari Kali Surabaya
telah tercemar limbah dari kawasan industri Driyorejo (Kali
Tengah). Penurunan kualitas air Kali Tengah (anak Kali Surabaya)
berpengaruh pada kualitas air PDAM Surabaya sehingga dapat
mengancam konsumen PDAM. Hal ini menyebabkan diperlukannya
teknologi untuk menghasilkan kualitas air PDAM yang dapat langsung
diminum. Teknologi yang digunakan adalah teknologi membran dengan
variasi jenis membran Mikrofiltrasi, Ultrafiltrasi dan rangkaian
membran Mikrofiltrasi dan Ultrafiltrasi. Jenis membran yang
menghasilkan persen rejeksi kontaminan terbaik adalah rangkaian
KFS-MF-UF untuk parameter pH, suhu, TDS, TSS, dan E. coli.
Sementara untuk parameter warna dan kekeruhan, yang terbaik
dihasilkan oleh rangkaian KFS-MF. Pengolahan air dengan teknologi
membran telah menghasilkan air olahan dengan kualitas air minum
yang disyaratkan KEPMENKES RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002 (untuk 7
parameter penting, yaitu pH, suhu, warna, kekeruhan, TSS, TDS, dan
kandungan bakteri E. coli), bukan hanya sekedar menghasilkan air
bersih, sehingga air olahan teknologi membran dapat dikonsumsi
manusia secara aman. Kata kunci: air baku, air minum, teknologi
membran, mikrofiltras, ultrafilrasi PENDAHULUAN Kali Surabaya
merupakan sumber air baku air minum bagi kota Surabaya. Air minum
sangat penting dalam kehidupan manusia. Produsen air bersih yang
ada di Surabaya saat ini, PDAM, hanya mampu menghasilkan air bersih
tetapi bukan air yang dapat langsung di minum. Hal ini, salah
satunya, disebabkan oleh air baku PDAM yang berasal dari Kali
Surabaya, telah tercemar limbah dari kawasan industri Driyorejo
(Kali Tengah). Sehingga penurunan kualitas air Kali Tengah (anak
Kali Surabaya) berpengaruh pada kualitas air PDAM Surabaya sehingga
dapat mengancam konsumen PDAM. Dalam proses pengolahan air baku
menjadi air minum, diperlukan pengolahan yang memenuhi standar
kualitas yang ada, agar produk yang dihasilkan berkualitas tinggi
dan tidak membahayakan kesehatan manusia. Pengolahan air minum yang
sudah diterapkan di Indonesia berupa pengolahan konvensional yang
terdiri dari Koagulasi-Flokulasi, Sedimentasi dan Filtrasi. Akan
tetapi pengolahan konvensional ini memiliki keterbatasan seperti
membutuhkan luas lahan besar, operasional dan perawatan yang rumit
hingga kualitas air yang masih dibawah standar. Hal ini menimbulkan
pemikiran untuk mengembangkan lebih jauh bahkan hingga
memodifikasinya dengan teknologi baru. Akhir-akhir ini, salah satu
teknologi yang banyak digunakan di negaranegara maju adalah
Teknologi Membran. Teknologi ini merupakan teknologi
PKMP-1-10-2
bersih yang ramah lingkungan karena tidak menimbulkan dampak
yang buruk bagi lingkungan Teknologi membran ini dapat mengurangi
senyawa organik dan anorganik yang berada dalam air tanpa adanya
penggunaan bahan kimia dalam pengoperasiannya. (Wenten 1999).
Inovasi baru yang akan dilakukan yaitu memodifikasi pengolahan
secara konvensional (Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi) dengan
membran Mikrofiltrasi dan Ultrafiltrasi untuk mendapatkan air
dengan kualitas yang jauh lebih baik bahkan dapat langsung di
minum. Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1.
Seberapa besarkah efektifitas antara variabel jenis membran yaitu
membran mikrofiltrasi, membran ultrafiltrasi dan gabungan antara
membran ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi? 2. Bagaimanakah korelasi
masing-masing parameter air minum dikaitkan dengan jenis membran
yang berbeda yaitu membran mikrofiltrasi, membran ultrafiltrasi dan
gabungan antara membran ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi? 3.
Dapatkah menghasilkan air dengan kualitas lebih baik yaitu tidak
hanya air yang bersih melainkan juga air minum yang sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan No. 907/MENKES/SK/VII/2002? Tujuan yang
ingin dicapai melalui Penelitian ini adalah: 1. Menguji efektifitas
antara variabel jenis membran yaitu membran mikrofiltrasi, membran
ultrafiltrasi dan gabungan antara membran ultrafiltrasi dan
mikrofiltrasi. 2. Mengetahui korelasi masing-masing parameter air
minum dikaitkan dengan jenis membran yang berbeda yaitu membran
mikrofiltrasi, membran ultrafiltrasi dan gabungan antara membran
ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi . 3. Mendapatkan air dengan
kualitas lebih baik yaitu tidak hanya air yang bersih melainkan
juga air minum. Luaran yang diharapkan dari penelitian ini dapat
menghasilkan air minum dari teknologi membran yang sesuai dengan
Keputusan Menteri Kesehatan No. 907/ MENKES/SK/VII/2002. Pengolahan
pendahuluan berupa proses koagulasi dan flokulasi secara umum
merupakan suatu proses penambahan bahan kimia pembentuk flok pada
air minum atau air buangan, untuk bergabung dengan padatan koloid
yang sulit mengendap, sehingga dapat dihasilkan flok-flok yang
mudah mengendap serta proses pengendapan secara perlahan dari
suspended solid (Reynolds 1996). Kata membran berasal dari bahasa
Latin Membrana yang berarti potongan kain. Saat ini istilah membran
didefinisikan sebagai lapisan tipis (film) yang fleksibel, pembatas
antara dua fasa yang bersifat semipermiabel. Membran dapat berupa
padatan atau cairan dan berfungsi sebagai media pemisahan yang
selektif berdasarkan perbedaan koefisien difusifitas, muatan
listrik atau perbedaan kelarutan (Wenten 1999). Secara definitif
menurut Wenten (1999), membran memiliki arti sebagai lapisan tipis
yang berada diantara dua fasa dan berfungsi sebagai pemisah
selektif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1 berikut
ini.
PKMP-1-10-3
Gambar 1. Pemisahan Partikel oleh Membran (Wenten 1999).
Pengelompokkan membran dapat dilakukan atas dasar berbagai hal.
Atas dasar material yang digunakan, membran dapat dikelompokkan
menjadi membran polimer, liquid membran, padatan (keramik) dan
membran penukar ion (Scott 1995). Berdasarkan konfigurasinya,
membran dapat dikelompokkan menjadi membran lembaran, lilitan
spiral (spiral wound), tubular, dan emulsi. Dan berdasarkan ukuran
pori, membran dapat dikelompokkan menjadi mikrofiltrasi,
ultrafiltrasi, dan nanofiltrasi (Wenten 1999). Membran
mikrofiltrasi (MF) mengalami perkembangan yang sangat cepat pada
40-50 tahun terakhir ini. Membran MF dikomersilkan pertama kali
pada tahun 1927 oleh Sartorius Werke di Jerman. Membran MF dapat
dibedakan dari membran reverse osmosis (RO) dan ultrafiltrasi (UF)
berdasarkan partikel yang dapat dipisahkannya. Membran
mikrofiltrasi dapat dibuat dari berbagai macam material, baik
organik maupun anorganik. Membran anorganik banyak digunakan karena
ketahanannya pada suhu tinggi dan zat kimia. Membran MF memiliki
ukuran pori antara 0,05-10 m dan tebal antara 10-150 m. Membran
Polyolefin (PE) adalah salah satu kelas terpenting dari material
polimer. Beberapa keuntungan dari membran polyolefine adalah :
Tidak mengeluarkan gas yang berbahaya apabila dibakar Terdiri dari
beberapa ukuran diameter pori, dari 0.05 sampai 0.5 m, yang dipakai
dalam penelitian ini adalah 0,1 m. Tidak terdegradasi oleh larutan
asam maupun basa. Membran polyolefine mudah untuk dibersihan dan
tidak mudah robek. Membran ultrafiltrasi (UF) memiliki peranan
penting pada pengolahan air, baik air baku menjadi air minum maupun
pengolahan air limbah. Hal ini disebabkan ukuran pori membran yang
sangat kecil untuk bisa menahan (mereject) partikel-partikel kecil
berukuran makromolekul hingga virus sekalipun dari larutan. Membran
ini cocok diterapkan untuk memisahkan senyawa berberat molekul
tinggi dari senyawa berberat molekul rendah atau memisahkan
makromolekul dan koloid dari larutannya. Tekanan kerja yang
dibutuhkan relatif besar yaitu 1-10 bar. Bahan ini terbuat dari
selulosa diasetat dan selulosa triasetat. Peningkatan kandungan
acetyl memberikan stabilitas kimia dan rejeksi garam yang baik,
namun akan memberikan penurunan fluks (Nasrul 2002). Gambar 2
memperlihatkan struktur kimia dari selulosa asetat. Ada beberapa
keuntungan selulosa asetat dan derivatnya sebagai material membran
yaitu : Sifatnya merejeksi fluks dan garam yang tinggi, kombinasi
yang jarang ada pada material membran lainnya. Relatif mudah untuk
manufaktur. Bahan mentahnya merupakan sumber yang dapat diperbarui
(renewable)
PKMP-1-10-4
Gambar 2. Struktur Kimia Selulosa Asetat (Rautenbach 1989).
Selain memiliki keuntungan, juga ada kerugiannya yaitu :
Memiliki range temperatur yang sempit. Temperatur maksimum adalah
30 o C. Temperatur yang tinggi akan mempercepat degradasi. Yang
tidak menguntungkan dari hal tersebut adalah perolehan fluks
(karena temperatur tinggi menyebabkan difusitas semakin tinggi dan
viskositas menjadi lebih rendah, keduanya menyebabkan fluks lebih
banyak) dan sanitasi karena keadaan ini menghasilkan keadaan
istimewa bagi pertumbuhan mikroba. Memiliki range pH yang cukup
pendek. Kebanyakan dibatasi pada pH antara 2-8, kadang-kadang 3-6.
Resistansinya lemah terhadap klorin, pada keadaan kontinu hanya
tahan hingga konsentrasi 1 mg klorin/L. Oksidasi klorin terhadap
selulosa asetat menyebabkan waktu operasi menjadi sangat sebentar.
Selulosa asetat mengalami creep atau fenomena pemadat yang sedikit
lebih besar dibandingkan dengan material lainnya yaitu secara
gradual kehilangan properti membran (khususnya fluks) pada tekanan
diatas waktu operasinya. Selulosa asetat sangat biodegradable yaitu
sangat rentan terhadap mikroba yang terdapat di alam. Membran ini
biasanya terbuat dari polimer dan teknik yang digunakan dalam
pembuatannya adalah teknik inversi fasa. Polimer ruang umum
digunakan antara lain polisulfon, polietersulfon, polivinilidin
fluorida, poliakrilonitril, selulosa asetat, poliamida, polieter
keton dan lain sebagainya. Selain polimer material organik lainnya
yang dapat digunakan seperti alumina, zirconia juga mulai digunakan
akhir-akhir ini. Adapun karakteristik membran MF dan UF terdapat
pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Karakteristik Membran
Mikrofiltrasi dan Ultrafiltrasi. Range Struktur Kekuatan Mekanisme
Membran Operasi Operasi Dorong Pemisahan (Ukuran Pori) Tipikal (m)
MF Perbedaan saringan Makropori 0,08-2,0 (> 50 nm) Tekanan
hidrostatik Konstituen Yang Direduksi Air + TSS,Kekeruha Senyawa n,
Protozoa, terlarut Oocysts, Cysts, Beberapa Bakteri dan virus Air +
Molekulmolekul molekul kecil, sangat kesadahan dan kecil, virus
cairan ionik
Deskripsi Permeat
UF
Perbedaan tekanan hidrostatik
Saringan, difusi
Mikropori (< 2 nm)
0,001-0,01
Sumber: Wenten (1999)
PKMP-1-10-5
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini akan dibandingkan
efektifitas antara variabel jenis membran yaitu membran
mikrofiltrasi, membran ultrafiltrasi dan gabungan antara membran
ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi. Skema rangkaian alat proses
membran untuk variabel jenis membran mikro filtrasi dapat dilihat
pada Gambar 3. Digunakan jenis pengolahan pendahuluan yaitu KFS.
Sedangkan membran yang digunakan adalah mikrofiltrasi.
Feeding Tank
Slow Mix dan Sedimentasi
Flash Mix
Speed Controller
Wadah Efluen KFS Membran MF Pressure Gauge Valve Air baku
Suction Pump
Reaktor Membran MF
Air Pump
Wadah Permeat
Gambar 3. Skema Sistem KFS-Membran MF.
Skema rangkaian alat proses membran untuk variabel jenis membran
ultrafiltrasi dapat dilihat pada Gambar 4. Digunakan jenis
pengolahan pendahuluan yaitu koagulasi flokulasi (KFS). Sedangkan
membran yang digunakan adalah ultrafiltrasi. Keduanya terpasang
pada rangkaian sistem. Proses awalnya tidak jauh berbeda dengan
membran mikrofiltrasi hanya ada perbedaan dalam jenis penggunaan
membrannya.
PKMP-1-10-6
Feeding Tank
Kran airSlow Mix dan Sedimentasi
Resirkulasi Retentat Flash Mixing
By Pass pembuangan Resirkulasi pendingin Wadah Efluen KFS
Pressure Gauge Valve Air baku Air buangan Pompa Resirkulasi
Reaktor Membran UF
Wadah Permeat
Gambar 4. Skema Sistem KFS-Membran UF.
Skema rangkaian alat proses membran untuk variabel jenis membran
mikro filtrasi dan ultra filtrasi dapat dilihat pada Gambar 5.
Digunakan jenis pengolahan pendahuluan yaitu KFS. Sedangkan membran
yang digunakan adalah mikrofiltrasi dan ultra filtrasi. Rangkaian
sistem adalah sebagai berikut:
PKMP-1-10-7
Feeding Tank
Slow Mix dan Sedimentasi
Flash Mix
Speed Controller
Membran MF pembuangan Resirkulasi pendingin Wadah Efluen KFS
Suction Pump
Reaktor Membran MF By PassReaktor Membran UF
Air Pump
Wadah Permeat MF
Pressure Gauge Valve
Air baku Air buangan Resirkulasi Wadah Permeat
Pompa
Kran air
Gambar 5. Skema Sistem KFS-Membran MF Membran UF.
Prosedur penelitian yang dilakukan yaitu air baku yang digunakan
diambil dari intake PDAM Ngagel Surabaya. Air baku tersebut
dianalisa di laboratorium untuk mengetahui kualitasnya. Parameter
yang dianalisa adalah pH, suhu, warna, kekeruhan, TSS, TDS, dan E.
coli. Kemudian air baku tersebut dimasukkan dalam feeding tank yang
dialirkan menuju wadah flash mix (koagulasi) secara gravitasi
dengan kecepatan pengadukan 60 rpm selama 30 detik. Pada wadah
tersebut akan dibubuhkan koagulan tawas (alum) sesuai dengan dosis
optimum yang telah dihasilkan pada analisa jartest. Dari koagulasi,
air mengalir secara gravitasi ke slow mix (flokulasi) dan secara
perlahan-lahan mulai terbentuk flok-flok halus dengan kecepatan
pengadukan 20 rpm selama 5 menit (Jahn, 1979) . Proses ini
berlangsung terus-menerus hingga air mengalir menuju bak
sedimentasi. Pada bak sedimentasi ini, flok-flok berukuran semakin
besar sehingga dapat cepat mengendap. Di sini, air olahan
diendapkan selama 1 jam lamanya. Supernatan dari sedimentasi ini
akan ditampung pada bak penampung efluen
koagulasiflokulasi-sedimentasi (KFS). Selanjutnya, dilakukan proses
filtrasi dengan teknologi membran. Untuk rangkaian KFS-MF,
supernatan dialirkan ke reaktor membran MF dengan menggunakan pompa
hisap dengan tekanan sebesar 1,5 bar. Untuk rangkaian KFS-UF,
supernatan dialirkan ke membran UF dengan menggunakan pompa tekan
dengan variasi TMP sebesar 1,6 -3,6 bar. Sedangkan untuk rangkaian
KFSMF-UF, digunakan pompa hisap dengan tekanan sebesar 1,5 bar
untuk
PKMP-1-10-8
mengalirkan supernatan ke reaktor membran MF, kemudian digunakan
pompa tekan dengan variasi TMP sebesar 1,6 -3,6 bar untuk
mengalirkan permeat MF ke membran UF. Pompa hisap berfungsi untuk
menghisap hasil efluen KFS (supernatan) yang telah dialirkan ke
dalam reaktor membran MF yang kemudian hasilnya (permeat) akan
ditampung dalam ember kecil.Sedangkan pompa tekan berfungsi untuk
mengalirkan efluen KFS (rangkaian KFS-UF) atau permeat MF
(rangkaian KFSMF-UF) ke dalam reaktor membran UF yang kemudian
hasilnya (permeat UF) akan ditampung dalam wadah kecil. Sistem
dirancang sedemikian rupa dengan resirkulasi sehingga permeat
(efluen membran MF/UF/MF dan UF) tertampung pada wadah tersendiri
sedangkan retentat kembali menuju wadah efluen KFS. Selanjutnya
permeat (efluen membran MF, UF, dan MF-UF)yang telah tertampung
diambil sampel 130 mL dan dianalisa 7 parameter (pH, suhu, warna,
kekeruhan, TSS, TDS, dan E. coli). Hasil analisa akhir yang berasal
dari permeat MF, UF, dan MF-UF dibandingkan dengan standar kualitas
air minum (Kepmenkes No.907/MENKES/SK/VII/2002) agar dapat
diketahui hasilnya apakah layak disebut sebagai air minum. HASIL
DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian, air baku dianalisa untuk
mengetahui karakteristiknya. Parameter yang dianalisa adalah pH,
suhu, warna, kekeruhan, TSS, TDS, dan E. coli. Tabel 2 berikut
memperlihatkan karakteristik air baku.Tabel 2. Hasil Analisa
Karakteristik Air BakuParameter pH Suhu air Suhu ruang Warna
Kekeruhan TSS TDS E.coli Satuan 0
C
Mg/LPtCo NTU mg/L mg/L MPN/100 mL
Uji I 6,98 28,4 28 18,27 112 157 283 7,08x10 8
Air Baku Uji II Uji III 7,06 7,2 28,8 28,6 28 28 17,86 18,05 98
117 148 139 268 262 -
Rata-rata 7,08 28,6 28 18,06 109 148 271 7,08x108
KEPMENKES 907/2002 6,5-8,5 Suhu ruang 30C Maks. 15 Maks. 5 Maks.
50 Maks. 1000 Maks. 0
Dari hasil analisa diatas menunjukkan bahwa kualitas air tidak
memenuhi standar kualitas air minum (Kepmenkes No.
907/MENKES/SK/VII/2002) terutama untuk parameter warna, kekeruhan,
TSS dan E.coli, maka dari itu perlu dilakukan pengolahan sebelum
dikonsumsi. Kemudian dilakukan pengolahan pendahuluan dengan tujuan
untuk menurunkan kandungan kontaminan yang terkandung dalam air
baku sebelum menuju proses pengolahan lanjut menggunakan teknologi
membran. Pengolahan pendahuluan yang dilakukan menggunakan sistem
KFS. Pengolahan pendahuluan menggunakan KFS ini diawali dengan
melakukan analisa jartest yang ditujukan untuk menentukan dosis
optimum dari koagulan.. Koagulan yang digunakan adalah alum.. Hasil
analisa jartest selengkapnya pada Tabel 3 dan Gambar 6.
PKMP-1-10-9
Tabel 3. Hasil Analisa Jartest Dosis Alum (mg/L) 40 50 60 70 80
90 100 110 Suhu (0C) 27,1 27,1 27,1 27,2 27,1 27,2 27,1 27,2 Warna
(mg/L PtCo) 4, 00 2, 75 2,13 1,81 1,34 1,81 2,13 3,38 Kekeruhan
(NTU) 2,85 2,20 1,05 0,85 0,55 1,05 1,35 1,80
No. 1 2 3 4 5 6 7 8
pH 6,75 6,71 6,65 6,56 6,46 6,51 6,65 6,74
GRAFIK ANALISA W ARNA HASIL JARTEST4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
30 40 50 60 70 80 90 100 110 1203 2.5 2 1.5 1 0.5 0
GRAFIK ANALISA KEKERUHAN HASIL JAERTEST
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
Gambar 6. Hasil Analisa Jartest.D O S I S K OA G U L A N ( m g /
L )
D O S I S KO A G U LA N ( mg / L)
Pada gambar di atas terlihat kekeruhan menurun seiring dengan
penambahan koagulan hingga 80 mg/L, hal ini disebabkan penambahan
koagulan mempercepat timbulnya flok. Sedangkan setelah dosis
koagulan di atas 80 mg/L, kekeruhannya meningkat kembali. Hal ini
dikarenakan kondisi air sudah jenuh yang menyebabkan flok terpecah
kembali. Selanjutnya dilakukan pengenceran konsentrasi alum supaya
memudahkan dalam mengatur flow rate pembubuhan. Pengenceran
dilakukan sebanyak 5 kali sehingga konsentrasi alum yang ada
menjadi 4000 ppm. Alum dengan konsentrasi 4000 ppm ini kemudian
digunakan untuk KFS. Pada sistem pilot plan KFS, air baku memiliki
flow rate 0,75 L/menit dan flow rate alum untuk konsentrasi 4000
ppm sebesar 15 mL/menit. Perangkat proses KFS dapat di lihat pada
Gambar 7. Sedangkan hasil analisa efluen KFS yang dapat dilihat
pada Tabel 4.
Gambar 7. Perangkat Proses KFS.
PKMP-1-10-10
Tabel 4. Hasil Analisa Efluen dan % Rejeksi KFS Parameter pH
Suhu Suhu ruang Warna Kekeruhan TSS TDS E.coli Satuan 0
Air Baku 7,08 30 29 18,06 109 148 271 7,08x108
C
mg/L PtCo NTU mg/L mg/L MPN/100 mL
Efluen KFS 6,47 27,75 29 5,25 6,55 47 170 1550
% Rejeksi 70,93 93,99 68,24 37,24 99,9994
KEPMENKES 907/2002 6,5-8,5 Suhu ruang 30C Maks. 15 Maks. 5 Maks.
50 Maks. 1000 Maks. 0
Pada proses KFS, penambahan koagulan ini dilakukan untuk
membantu pengendapan koloid, koloid merupakan partikel yang tidak
dapat mengendap secara alami karena adanya stabilitas suspensi
koloidal. Hidrolisa atom Al dalam air menurut reaksi sebagai
berikut : Al2(SO4)3 + 6 H2O 2 Al(OH)3 + 6 H+ + SO42Reaksi diatas
menyebabkan pembebasan ion H+ sehingga pH larutan berkurang. Jika
dilihat pada Tabel 3 diatas, dimana pH air baku 7,08 kemudian pH
efluen KFS menjadi 6,47, hal ini sesuai dengan proses hidrolisa
atom Al seperti telah dijelaskan diatas. Selain itu, pH 6,47 untuk
efluen KFS ini menunjukkan bahwa berada pada kondisi rentang pH
dimana alum dapat bekerja optimum yaitu berkisar antara 6-8
(Alaerts dan Santika 1987). Setelah air baku diolah menggunakan
pengolahan pendahuluan, seelanjutnya dilakukan pengolahan lanjutan
terhadap air baku tersebut menggunakan teknologi membran, dalam hal
ini membran mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi. Membran mikrofiltrasi
(MF) dan ultrafiltrasi (UF).
Gambar 8. Membran Mikrofiltrasi dan Perangkat Membran
Mikrofiltrasi
Gambar 9. Membran Ultrafiltrasi dan Perangkat Membran
Ultrafiltrasi
PKMP-1-10-11
Sebelum digunakan, terlebihdahulu dilakukan ujikompaksi dan
permeabilitas untuk mengetahui karakteristik membran yang
dihasilkan. Berdasarkan uji kompaksi dan permeabilitas terhadap
membran MF dan UF. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya
didapatkan hasil bahwa nilai rejeksi untuk membran MF yang paling
tinggi dicapai oleh tekanan hisap pompa sebesar 1,5 bar
(Susilowati, 2005). Luas permukaan dari membran adalah 0.0828 m2
sehingga dihasilkan fluks sebesar 105,797 L/m2.jam. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 10 berikut.120 100 80 60 40 20 0 0 20 40 W akt
u ( me ni t ) 60 80
Gambar 10. Uji Kompaksi Membran MF dengan Tekanan Hisap Pompa
1,5 bar.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diketahui untuk uji
kompaksi ini digunakan TMP 1,25 bar karena membran UF memiliki
range TMP 1-10 bar sehingga digunakan TMP minimum untuk mendapatkan
fluks konstan yang paling rendah (Arfiantinosa, 2004). Hasil uji
kompaksi untuk membran ultrafiltrasi ini dapat dilihat pada gambar
11 berikut.102 Fluks (L/m 2.jam) 82 62 42 22 2 0 2 4 6 8 10 W ak tu
(m e n i t)
Gambar 11. Uji Kompaksi Membran Ultrafiltrasi.
Nilai permeabilitas membran UF adalah 10-50 L/m2.jam.bar
(Mulder, 1996). Dan berdasarkan penelitian sebelumnya untuk TMP
1,6-3,6 nilai permeabilitasnya antara 13-25 yang menunjukkan bahwa
membran yang digunakan merupakan membran UF. Hal ini dapat dilihat
pada tabel 5 berikut.Tabel 5. Nilai Permeabilitas Membran UF K
Membran UF TMP (L/m2.jam.bar) No. (bar) KFS-1 1,6 14,208 KFS-2 2,0
17,891 KFS-3 2,4 14,683 KFS-4 2,8 21,398 KFS-5 3,2 24,291 KFS-6 3,6
19,638 Sumber : Hasil Penelitian (Dipareza, 2004).
PKMP-1-10-12
Rangkaian proses membran dan perbandingan hasil analisa permeat
dapat dilihat pada Gambar 12 dan Tabel 6.
Gambar 12.
Rangkaian Proses Membran dan Perbandingan Air Baku, Efluen KFS,
Permeat MF, UF, dan Gabungan MF-UF
Tabel 6. Hasil Analisa Permeat dan % Rejeksi Membran MF, UF dan
MF-UFParameter pH Suhu air Suhu ruang Warna Kekeruhan TSS TDS
E.coli Satuan 0
Air Baku
C
7,08 30 29 18,06 109 148 271 7,08x108
Permeat % Permeat % Permeat % KEPMENKES MF Rejeksi UF Rejeksi
MF-UF Rejeksi No. 907/2002 7,81 6,40 7,68 6,5-8,5 26,5 28,60 29
deviasi 3 28 28 28 0,41 0,54 ND 150 0 97,73 99,5 100 44,65 100 2,13
1,00 ND 77,5 0 88,21 99,08 100 71,4 100 2,12 4,76 ND 75,3 0 88,26
95,63 100 72,21 100 15 5 50 1000 0
mg/L PtCo NTU mg/L mg/L MPN/100 mL
KESIMPULAN Dari serangkaian penelitian yang telah dilakukan
dapat diambil kesimpulan yaitu berdasarkan variabel jenis membran
yang digunakan dalam penelitian ini, maka dapat diketahui bahwa
jenis membran yang menghasilkan persen rejeksi kontaminan terbaik
adalah rangkaian KFS-MF-UF untuk parameter pH, suhu, TDS, TSS, dan
E. coli. Sementara untuk parameter warna dan kekeruhan, yang
terbaik dihasilkan oleh rangkaian KFS-MF. Berdasarkan KEPMENKES No.
907/MENKES/SK/VII/2002, maka dapat diketahui bahwa permeat dari
ketiga variasi sistem membran yaitu membran mikrofiltrasi, membran
ultrafiltrasi, dan rangkaian membran mikrofiltrasi dan
ultrafiltrasi, telah memenuhi persyaratan air minum untuk 7
parameter penting, yaitu pH, suhu, warna, kekeruhan, TSS, TDS, dan
kandungan bakteri E.coli. Pengolahan air dengan teknologi membran
telah menghasilkan air olahan dengan kualitas air minum yang
disyaratkan (untuk 7 parameter penting, yaitu pH, suhu, warna,
kekeruhan, TSS, TDS, dan kandungan bakteri E. coli), bukan hanya
sekedar menghasilkan air bersih, sehingga air olahan teknologi
membran dapat dikonsumsi manusia secara aman.
PKMP-1-10-13
DAFTAR PUSTAKA Alaerts G, Santika SS. 1987. Metoda Penelitian
Air. Surabaya: Usaha Nasional. Arfiantinosa N. 2004. Aplikasi
Membran Ultrafiltrasi Untuk Pemurnian Air. Tugas Akhir. Surabaya:
Teknik Lingkungan ITS. AWWA. 1998. Standard Methods for Examination
of Water and Wastewater. 20th edition. USA Dipareza A. 2004. Studi
Pengaruh Tans Membrane Pressure dan Sistem Pengaliran Terhadap
Fluks Pada Membran Ultrafiltrasi. Tugas Akhir.. Surabaya: Teknik
Lingkungan ITS. Jahn. 1979. Traditional Water Purification in
Tropical Developing Countries : Existing Methods and Potential
Application. GTZ. Eschborn Mulder M. 1996. Basic Principles of
Membrane Technology . 2nd edition. Dordrecht: Kluwer Academic
Publisher. Nasrul. 2002. Kemampuan Membran Selulose Asetat Sebagai
Media Filter Terhadap Penyisihan Kekeruhan dan Escheria Coli Pada
Proses Pemurnian Air. Thesis. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan
ITS. Rautenbach RR, Albrecht. 1989. Membrane Process. Translated by
Valerie Cottrel. John Willey and Sons Reynold, Richards. 1996. Unit
Operations and Process in Environmental Engineering. 2nd editon.
PWS Publishing Company. Susilowati. 2005. Studi Pengolahan Lindi
LPA Benowo Dengan Menggunakan Koagulan Biji Kelor (Moringa
oleifera) dan Membran Mikrofiltrasi. Tugas Akhir. Surabaya: Jurusan
Teknik Lingkungan ITS. Scott K. 1995. Handbook of Industrial
Membrane. 1st edition. Elsevier Advanced Tecnology. Wenten IG.
1999. Teknologi Membran Industri. Bandung.