Top Banner

of 14

trombus vena dalam

Mar 08, 2016

Download

Documents

Sleepy Winter

hzdfhsidfhkdzhflkdhvkdshvkslkjvn dfhiodshfihdfhdlfkhdslkf idhlifhldshflkdshfh dhfdshfdhflsihfio fjksdbfjkdbfk
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

DEEP VEIN THROMBOSIS

Pembimbing : dr. Royman C. P. Simanjuntak, SpBTKV

Oleh:Clara Valentina 07120110038

SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGEFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN2016Deep Vein ThrombosisThrombosis adalah terjadinya bekuan darah didalam system kardiovaskuler termasuk arteri, vena, ruangan jantung dan mikrosirkulasi. DVT (Deep Vein thrombosis / Thrombosis Vena Dalam) disebabkan penyumbatan vena vena perifer maupun dalam oleh penggumpalan darah yang terbendung yang disertai reaksi inflamasi berupa edema pada jaringan disekitarnya, umumnya nyeri dirasakan pada tungkai bawah dan bersifat unilateral. DVT terjadi pada keadaan dimana terdapat katup vena, distensi gradual yang disebabkan gaya gravitasi, dan dimana terdapat peningkatan tekanan hidrostatik. Adanya thrombus akan merusak vena bagian distal beserta katupnya sehingga menyebabkan terjadinya insufisiensi vena. DVT seringkali asimptomatik dan disertai dengan emboli pulmoner sebagai presentasi awal. Tempat terjadinya DVT tersering adalah vena pada tungkai bawah, namun dapat juga terjadi pada vena poplitea, iliaka dan femoralis. Apabila tidak ditangani, sekitar 20% - 30% pasien yang mengalami DVT pada betis dapat menyebar ke vena proksimal. Komplikasi berbahaya lainnya adalah sindroma postphlebitis, dimana jaringan parut yang terbentuk dapat merusak fungsi katup yang mengakibatkan thrombosis vena dalam kronis berulang. Sementara itu emboli pulmoner terjadi ketika emboli mengikuti aliran darah menuju vena kava inferior menuju ke ventrikel kanan masuk ke paru-paru dan menghalangi pertukaran udara yang ada di paru-paru.EpidemiologiDVT dan Emboli Pulmoner penting untuk dicegah terutama karena merupakan sumber morbiditas dan mortalitas. Insidensi pertahunnya adalah 69-139 kasus per 100.000 penduduk dan dengan prevalensi 350 kasus per 100.000, serta menyebabkan kematian sebesar 250.000 per tahunnya. DVT tidak hanya menyebabkan penyulit berupa emboli pulmoner, namun juga menyebabkan penyulit jangka panjang berupa insufusiensi vena. Presentase insiden kumulatif dalam 20 tahun sebesar 26%, dimana 3.7% berkembang menjadi venostatis dan tukak vena.Faktor RisikoDVT yang diketahui faktor risikonya disebut DVT sekunder, sementara yang tidak dikeahui faktor risikonya disebut DVT primer. beberapa faktor risiko yang telah diketahui adalah riwayat imobilisasi akibat perjalanan, tirah baring, atau paresis. Faktor risiko lain adalah riwayat operasi, trauma, neoplasma, iatrogenik (kemoterapi, pemasangan kateter vena sentral atau alat pacu jantung), riwayat DVT, varises, gagal jantung, penyakit trombofilia bawaan, hamil, terapi hormonal atau kontrasepsi, penyakit autoimun.Pada pasien yang akan menjalani operasi, dapat ditentukan kategori risiko terjadinya DVT post-operatif berdasarkan beberapa faktor, yang terangkum dalam tabel 1.1KategoriKarakter

RendahUsia 40 thTidak ada faktor risiko DVT lainnyaOperasi elektif abdomen/toraks 40 thOperasi abdomen/toraks >30 menit

TinggiRiwayat DVT/VTEOperasi abdomen/pelvis pada kasus malignansiOperasi mayor pada ekstremitas bawah

Tabel 1 Risiko DVT post-operatif

Anatomi dan FisiologITungkai bawah memiliki 3 kelompok vena dalam yang berpasangan: vena tibialis anterior, berdrainase ke dorsal pedis; vena tibialis posterior, berdrainase ke telapak kaki, dan vena peroneus ke aspek lateral kaki. Vena sinusoid pada otot tungkai bawah bergabung membentuk soleal dan pleksus vena intramuscular gastrocnemius , yang bergabung dengan vena peroneus pada perbatasan tengah tungkai bawah. Vena ini berperat dalam fungsi pompa otot, divena tibialis kemudian bergabung dan membentuk vena poplitea. Bersama-sama otot tungkai bawah dan kompleks vena dalam membentuk katup dan pompa yang berfungsi memompa darah dari kaki kembali ke jantung dengan melawan gaya gravitasi.PatofisiologiTerdapat 3 kondisi yang disebut trias Virchow yang berperan penting dalam mekanisme terjadinya DVT :1. Statis Vena (imobilitas (post operasi, riwayat perjalanan udara dalam waktu panjang dengan kaki yang menyila lebih dari 4 jam), obesitas, melakukan, keganasan pelvis, kehamilan, usia, gagal jantung, dan sel sabit)2. Kerusakan endotel (trauma, merokok, penggunaan obat-obatan intravena, operasi orthopedic atau obstetrik, kateterisasi vena, merokok, riwayat DVT sebelumnya)3. Hiperkoagulabilitas (penyakit turunan (sindroma antifosfolipid, faktorV Leiden, protein C, S, atau antithrombin III defisiensi), keganasan, kehamilan, merokok, hormonal (pil kb), thrombositopenia)Hiperkoagulabilitas merupakan penyebab terbanyak pada kasus DVT yang terjadi secara spontan, sementara dua kondisi lainnya lebih memainkan perat pada kasus trauma dan setelah tindakan operasi. DVT biasanya tidak hanya disebabkan oleh satu faktor risiko, seringkali terdapat lebih dari 3 faktor risiko. Salah satu faktor risiko terbesar adalah trauma spinal cord dan fraktur femur atau tibia.

Tabel 2 Virchows TriadPembentukan TrombosisTrombosis pada dasarnya adalah mekanisme tubuh untuk mencapai hemostasis setelah terjadi luka. Pembentukan trombus mikroskopik dan trombolisis merupakan kejadian yang kontinu dan dipertahankan dalam kondisi seimbang. Namun dengan adanya gangguan dari peningkatan stasis, faktor koagulan, dan jejas vaskular, maka keseimbangan terganggu dan akan terjadi trombus obstruktif. Emboli yang berukuran kecil dapat menyumbat kapiler paru sehingga terjadi infark jaringan paru. Namun pada emboli yang berukuran besar dapat mengakibatkan penyumbatan parsial bahkan seluruh aliran darah dari ventrikel kanan dan menyebabkan kematian.

Gambar 1 Emboli PulmonerProses koagulasi terbagi menjadi dua jalur, yakni sistem intrinsik dan ekstrinsik. Sistem ekstrinsik teraktivasi pada jejas mekanik atau trauma, sementara sistem intrisik melibatkan faktor plasma yang bersirkulasi. Keduanya akan bertemu di aktivasi faktor X yang akan teraktivasi menjadi faktor Xa dan memfasilitasi konversi protrombin ke trombin. Setelah fibrin terbentuk dan hemostasis tercapai, maka tubuh akan melisis fibrin dengan aktivitas fibrinolisin, plasmin, dan inaktivasi faktor V dan VIII. ATIII, protein C, dan trombomodulin protein S merupakan antikoagulan natural.

Gambar 2 Jalur koagulasiPada vena, trombus biasanya terbentuk di balik katup atau percabangan. Dilatasi vena menyebabkan tereksposnya subendotel akibat kerusakan barrier endotel. Eksposur subendotel ini menjadi lokasi adhesi platelet yang difasilitasi oleh faktor von Willebrand atau fibrinogen, yang dilanjutkan dengan aktivasi neutrofil dan platelet, pelepasan mediator inflamasi dan prokoagulan. Leukosit yang teraktivasi juga akan berikatan dengan reseptor endotel dan ekstravasasi ke dinding vena, mengakibatkan respon inflamasi ke dinding vena. Pembuluh vena yang dapat mengalami DVT antara lain vena tibialis, venaa poplitea, vena ileofemoral, vena cava, dan vena aksilaris. Predileksi terjadinya DVT di tungkai kiri dikaitkan dengan kompresi vena iliaka sinistra oleh arteri iliaka kanan dan arteri L5. Katup vena yang avaskular mendukung terjadinya hipoksemia dan jejas. Pada ekstremitas bawah, otot gastrocnemius membantu pencegahan DVT dengan kontraksinya yang membantu aliran balik. Adanya imobilisasi menghalangi mekanisme ini, dan mendukung terjadinya stasis.

Gambar 3 Thrombus FormationMekanisme munculnya DVT pada pasien malignansi dikaitkan dengan adanya kompresi vena sekunder dari pertumbuhan tumor, trombositosis terkait kanker, imobilisasi, dan terapi radiasi atau kemoterapi. Respon protrombotik pada maligansi dimediasi oleh sitokin, inhibitor fibrinolisis, dan prokoagulan. Sel tumor dapat menginisiasi hemostasis melalui ekspresi tissue factor untuk mengikat faktor VII dan VIIa, yang kemudian kompleks ini akan mengaktivasi faktor X dan CI melalui proteolisis, dan memproduksi thrombin. Sel kanker juga menghasilkan zat prokoagulan yang dapat mengaktivasi faktor X secara independen tanpa perlu adanya faktor VIIa. Sel kanker juga memiliki molekul adhesi platelet glikoprotein Ib dan IIb/IIIa yang memungkinkan terjadinya aktivasi dan agregrasi platelet. Sitokin-sitokin protrombotik, seperti VEGF, TNF-a, dan IL-1, berperan dalam menginduksi tissue factor di endotel vaskular, monosit, dan leukosit, yang pada akhirnya akan menurunkan jumlah kompleks trombin-trombomodulin yang berfungsi sebagai activator antikoagulan protein C.Secara ringkas berikut merupakan mekanisme yang dapat menjelaskan gejala yang terjadi pada DVT: Insufisiensi katup dan varicouse vena akan menyebabkan insufisiensi vena sentral (tidak mampu memompa balik) Hipertensi vena, sirkulasi yang statis, dan hipoksia jaringan menyebabkan inflamasi (merah, hangat, edema, gangguan fungsi)yang menginduksi terjadinya remodeling jaringan ikat pada kulit dan akhirnya menyebabkan tukak Sirkulasi ke ekstremitas menjadi sulit sehingga membutuhkan oksigen, nutrisi dan pembuangan zat-zat sisa. Trauma atau tekanan menyebabkan suplai oksigen menurun dan berakhir pada nekrosis jaringan bahkan infeksi.

Gejala DVTPasien penderita DVT pada umumnya asimptomatik, namun beberapa penderita dapat mengeluh: Edema atau bengkak pada ekstremitas (tungkai / lengan) gejala paling spesifik Sakit kaki, terutama saat berdiri dan berjalan terdapat pada 50% pasien Nyeri tekan terdapat pada 75% pasien Terasa hangat dan kemerahan pada kaki yang thrombosis Nyeri pada betis saat pedis diposisiskan dorsofleksi dan sendi lutut dalam kondisi ekstensi penuh (human sign) Tanda-tanda emboli pulmoner seperti nyeri dada, sesak nafas, batuk, batuk berdarah.

DiagnosisAnamnesaDitanyakan faktor-faktor risiko yang dimiliki pasien seperti riwayat kebiasaan (merokok, travelling), trauma, kehamilan, riwayat penyakit bawaaan, riwayat penyakit dahulu, medikasi, dsb.Pemeriksaan FisikThrombosis vena umumnya terjadi pada daerah yang cenderung statis, seperti sinus vena soleal atau pada tungkai bawah. DVT proksimal yang terisolasi tanpa disertai thrombosis vena tibia jarang terjadi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema local dan nyeri tekan pada palpasi dalam yang ditemukan pada vena yang terkena, namun pada awalnya tidak selalu ditemukan edema maupun nyeri. Oleh karena itu anamnesa dan pemeriksaan fisik saja tidak dapat dijadikan panutan menegakkan diagnosis, sehingga untuk mengkonfirmasi diperlukan pemeriksaan penunjang. Thrombosis yang meluas ke vena kolateral, sekuestrasi cairan dalam jumlah besar dan terjadinya edema yang bermakna menyebabkan suatu kondisi yang dinamakan phlegmasia cerulean dolens. Pada kondisi ini, ekstremitas yang terkena akan sangat nyeri, bengkak, sianosis, dan dapat berasosiasi dengan insufisiensi arteri ataupun sindroma kompartemen. Jika tidak segera diatasi, gangrene pada vena memerlukan tindakan amputasi. Pemeriksaan PenunjangDVT yang tidak diatasi merupakan faktor risiko tinggi penyebab emboli pulmoner. Gejala yang tidak spesifik, asimptomatik, dan sulit terdeteksi memerlukan tindakan pencegahan seperti mobilisasi segera operasi, trauma, maupun perawatan jangka panjang. Diagnosis DVT dapat menggunakan tindakan noninvasive seperti pengukuran konsentrasi Ddimer dengan Usg Duplex tungkai, lab berupa PT dan APTT, dan pada pasien tertentu dilakukan CT sken/MRI venogram. USG digunakan untuk mendiagnosis DVT simptomatik dengan sensitifitas 95% pada vena proksimal, tetapi sensitifitas menurun menjadi 75% untuk mendiagnosis thrombus pada tungkai bawah. Pada kasus dimana thrombus sulit dideteksi oleh USG digunakan Magnetic resonance venography dalam mendiagnosis DVT proximal, seperti thrombus di vena pelvik, Untuk mengevaluasi kemungkinan penyulit berupa emboli pulmoner dapat dinilai dengan menggunakan kriteria Wells yang memiliki nilai prediktif negative yang tinggi.

Tabel 3 Wells Criteria for Pulmonary EmbolismPemeriksaan penunjang yang merupakan baku emas pada DVT baik pada pasien dengan gejala maupun tanpa gejala adalah dengan menggunakan venografi. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan kateter berukuran kecil pada dorsal pedis dan injeksi kontras radioopak. Radiografi diambil dengan menggunakan setidaknya dua proyeksi. Dinyatakan positif jika terdapat sumbatan diamana kontras tidak dapat masuk lebih jauh lagi. Venografi tidak rutin dikerjakan karena bersifat invasive dan mempertimbangkan komplikasi yang ditimbulkan. Biasanya venografi dipakai operasi rekonstruksi vena dan terapi yang menggunakan kateterisasi. Pemeriksaan invasif lainnya yaitu CT Angiografi dapat digunakan untuk mendiagnosis emboli pulmoner TatalaksanaTujuan terapi DVT adalah mengurangi morbiditas, mencegah ekstensi trombus, rekurensi dini, dan kematian akibat emboli pulmoner.Mobilisasi dan Elevasi Tungkai Pada pasien dengan tungkai bengkak akut akibat DVT, elevasi tungkai dapat mengurangi nyeri dan tenderness. Elevasi tungkai memiliki efek fisiologis berupa mengurangi bengkak dengan cara meningkatkan venous return dan mengurangi venous pressure akibat efek gravitasi. Nyeri dan bengkak pulih lebih cepat pada pasien dengan ambulasi dini dan kompresi kaki dibandingkan pasien dengan bed rest.AntikoagulanTerapi antikoagulan dimulai segera setelah diagnosis ditegakkan. Terdapat 3 pilihan terapi antikoagulan inisial, yakni: 1) heparin unfractioned IV atau subkutan, 2) LMWH subkutan 3) Warfarin.

1) Heparin unfractioned Dosis inisial heparin IV untuk DVT adalah 80U/kg bolus diikuti 18U/kg/jam IV kontinyu. Pengecekan aPTT diulang 6 jam setelah bolus heparin pertama kemudian infus IV disesuaikan berdasarkan hasil. Heparin IV diberikan selama 5-10 hari kemudian diikuti antikoagulan oral sangat efektif untuk pengobatan DVT, tetapi membutuhkan monitoring berulang untuk menyesuaikan dosis heparin agar mencapai aPTT dalam rentang terapeutik, yakni 1.5-2.5 kali kontrol dalam 24 jam.

Tabel 4 Penyesuaian Dosis Heparin berdasarkan aPTT

2) LMWH Bioavailibilitas lebih baik, respon lebih konsisten, farmakokinetik dan farmakodinamik lebih dapat diprediksi dibandingkan heparin bila pemberian subkutan sehingga tidak membutuhkan monitoring rutin. Preparat yang tersedia di US adalah 100 anti-Xa U/kg per 12 jam atau 150 anti-Xa U/kg per 24 jam untuk enoxaparin. Untuk dalteparin, 100 anti-Xa U/kg 2 kali sehari atau 200 anti-Xa U/kg 1 kali sehari.

Rekomendasi terkini adalah mulai terapi dengan heparin atau LMWH dan VKA (vitamin K antagonis) bersamaan saat didiagnosis, kemudian berikan secara bersamaan selama paling tidak 5 hari (5-10 hari), lalu hentikan pemberian heparin unfractioned atau LMWH apabila INR telah dalam rentang target (2.0-3.0) selama 2 hari berturut-turut. INR yang terlampau tinggi dapat menyebabkan efek samping pendarahan, sedangkan INR yang terlalu rendah dapat menyebabkan rekurensi clotting. Dosis awal warfarin adalah 5-10 mg. Untuk pasien rawat jalan, dosis 10 mg lebih efektif untuk mencapai INR terapeutik. Pemberian antikoagulan jangka panjang hingga 3 bulan diperlukan untuk mencegah ekstensi trombus dan rekurensi DVT. 3) WarfarinMerupakan antagonis vitamin K. Warfarin berfungsi menurunkan kadar fungsional beberapa faktor koagulasi (faktor II, VII, IX, dan X ) yang aktivitasnya tergantung pada vitamin K. Efek antitrombotik akan tercapai dalam waktu 3 hari karena waktu paruh faktor II adalah 60 jam. Oleh karena itu, warfarin tidak dianjurkan sebagai terapi tunggal thrombosis akut.Kontraindikasi warfarin: Terdapat perdarahan aktif Minimnya control penggunaan obat dan monitoring INR Kehamilan (hindari pada trimester pertama dan sekitar 2-4 minggu sebelum kelahiran) Hipertensi tidak terkontrol (diatas 180/100 mmHgTerapi endovaskuler) Catheter-Directed Thrombolysis (CDT)Merupakan teknik invasive untuk meleburkan (dissolves) thrombus di dalam pembuluh darah. Pada pemasangan CDT, diperlukan X-ray dengan contras untuk mengetahui letak terjadinya thrombus, kemudian kateter dimasukkan ke dalam vena menuju tempat terjadinya thrombus, kemudian thrombus akan dipecah dengan cara: Pemberian obat secara langsung ke lokasi thrombus Penempatan alat pemecah dan langsung memecahkan thrombus.

Gambar 4 Catheter-Directed Thrombolysis (CDT) Inferior Vena Cava Filters (IVC)Merupakan alat berbentuk kerucut kecil yang diletakkan pada vena cava inferior. Alat ini bertujuan untuk menyaring darah yang menuju ke jantung dan paru-paru, IVC akan menyaring apabila terdapat emboli yang melintas, lalu seiring berjalannya waktu, emboli yang terperangkap tersebut dapat pecah dengan bantuan antikoagulan alami dalam darah. Alat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya emboli pulmoner.

Gambar 5 Inferior Vena Cava Filters Operative Venous Thrombectomy.Merupakan operasi pengangkatan gumpalan darah (trombus) yang terletak didalam vena. Metode ini sering dilakukan pada pasien dengan DVT iliofemoral akut dimana antikoagulan tidak membantu, dan pasien memiliki phlegmasia cerulea dolens dan akan menjadi gangrene.

Gambar 6 Operative Venous ThrombectomyProfilaksisMetode pencegahan disesuaikan dengan level risiko pasien. Tabel 2 menunjukkan insidensi kejadian DVT pada pasien tanpa profilaksis berdasarkan skor Caprini. Skor minimal 5 berasosiasi dengan 6% insidensi DVT. Metode asesmen ini direkomendasikan oleh ACCP 2012 sebagai salah satu cara untuk menilai risiko dan mempertimbangkan penggunaan profilaksis. Sebagai tambahan dari sistem skoring tersebut, pasien dengan skor >8 memiliki insidensi DVT 6.5% pada pasien operasi umum dan vaskular 30 hari post discharge; pasien yang menjalani prosedur operasi platik elektif memiliki risiko 11.3% setelah 60 hari post operasi; pasien yang menjalani prosedur operasi kepala leher, insidensi 18,3% 30 hari post operasi apabila skor >8.