IV PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Daerah Penelitian Pangalengan merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Penduduk Pangalengan sebagian besar berprofesi sebagai peternak sapi perah yang tergabung sebagai anggota KPBS Pangalengan. Kecamatan Pangalengan merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bandung. Lokasi penelitian berada pada tiga desa yang termasuk Kecamatan Pangalengan, yaitu Desa Pangalengan, Margamukti dan Margamulya. Jarak antar desa cukup jauh, sehingga diperlukan waktu perjalanan cukup lama untuk menempuh satu desa ke desa lainnya, lebih rincinya dapat dilihat pada Ilustrasi 3. Pangalengan Margamulya Tribaktimulya Pulosari Margamukti Margamekar Margaluyu Wanasuka Lamajang Pulosari Margaluyu Sukaluyu Margamekar Banjarsari Wanasuka Tribaktimulya Ilustrasi 3. Peta Wilayah Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung
32
Embed
Tribaktimulya IV - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2011/200110110040_4_2049.pdf · Peta Wilayah Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung . 43 4.1.1. Letak Geografis
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
IV
PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Daerah Penelitian
Pangalengan merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah di
Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Penduduk Pangalengan sebagian besar
berprofesi sebagai peternak sapi perah yang tergabung sebagai anggota KPBS
Pangalengan. Kecamatan Pangalengan merupakan salah satu kecamatan yang
berada di Kabupaten Bandung. Lokasi penelitian berada pada tiga desa yang
termasuk Kecamatan Pangalengan, yaitu Desa Pangalengan, Margamukti dan
Margamulya. Jarak antar desa cukup jauh, sehingga diperlukan waktu perjalanan
cukup lama untuk menempuh satu desa ke desa lainnya, lebih rincinya dapat
dilihat pada Ilustrasi 3.
Pangalengan
Margamulya
Tribaktimulya
Pulosari
Margamukti
Margamekar
Margaluyu
Wanasuka
Lamajang
Pulosari
MargaluyuSukaluyu
Margamekar
Banjarsari
Wanasuka
Tribaktimulya
Ilustrasi 3. Peta Wilayah Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung
43
4.1.1. Letak Geografis dan Lahan Desa Pangalengan
Desa Pangalengan merupakan bagian wilayah Kecamatan Pangalengan,
merupakan wilayah dataran tinggi karena berada pada ketinggian ±1.447,80 m
dari permukaan laut. Desa Pangalengan berbatasan langsung dengan Desa
Margamulya di sebelah utara, Desa Margamekar di sebelah selatan, Desa
Margamukti di sebelah timur, dan Desa Pulosari di sebelah barat.
Iklim dan curah hujan Desa Pangalengan dipengaruhi oleh keadaan
alamnya yang sebagian besar terdiri dari daerah permukaan berombak, perbukitan
dan pegunungan. Desa Pangalengan termasuk dalam iklim tropis yang memiliki
dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau, dengan jumlah hari hujan terbanyak
adalah 180 hari dan angka curah hujan 1.382,5 mm per tahun. Suhu rata-rata
harian desa Pangalengan berkisar antara 16˚C sampai 30˚C (Monografi Desa
Pangalengan, 2014).
Topografi Desa Pangalengan yang memiliki bentuk permukaan berombak,
perbukitan dan pegunungan ini menyebabkan wilayah permukaan bumi Desa
Pangalengan bervariasi dari daratan dan berombak. Berdasarkan karakteristik
wilayah, daerah Desa Pangalengan cocok untuk pengembangan usaha pertanian
sayuran dan pengembangan usahaternak sapi perah.
Desa Pangalengan memiliki luas wilayah 589,946 ha, yang digunakan
untuk berbagai kepentingan. Penggunaan lahan terluas Desa Pangalengan yaitu
tanah kering yang digunakan untuk ladang, pemukiman dan pekarangan. Lahan
ladang yang luas digunakan oleh peternak untuk menanam rumput sebagai pakan
ternak, dengan begitu peternak dapat memanfaatkan lahan yang ada, sehingga
tidak perlu membeli rumput lagi dari orang lain. Keadaan tanah kering di Desa
44
Pangalengan ini cukup subur, sehingga peternak tidak mengalami kesulitan dalam
menanam rumput untuk pakan ternak sapi perah.
Tabel 2. Penggunaan Lahan di Desa Pangalengan
No. Penggunaan Lahan Luas
...ha...
1
2
3
4
5
6
Tanah Kering
Persawahan
Tanah Basah
Tanah Perkebunan
Tanah Fasilitas Umum
Tanah Hutan
305,804
-
7,559
201,3
27,983
47,3
Jumlah 589,946
Sumber : Monografi Desa Pangalengan 2014
Populasi sapi perah yang dibudidayakan oleh peternak di Desa
Pangalengan ± berjumlah 790 ekor. Lokasi peternakan sapi perah di Desa
Pangalengan letaknya dekat dengan pemukiman penduduk, karena disesuaikan
dengan ketersediaan lahan yang ada. Kandang sapi perah pun dibangun tidak jauh
dari rumah peternak, bahkan ada kandang sapi perah yang dibangun
berdampingan dengan rumah tinggal peternak, alasannya untuk memudahkan
peternak dalam melakukan manajemen kandangnya.
4.1.2. Matapencaharian Penduduk Desa Pangalengan
Matapencaharian pokok sebagian besar penduduk Desa Pangalengan
adalah pedagang. Hal tersebut disebabkan oleh keadaan fisik Desa Pangalengan
yang mendukung, karena terletak di pusat Kecamatan Pangalengan Kabupaten
Bandung. Desa Pangalengan juga merupakan satu-satunya desa yang memiliki
45
pasar tradisional, sehingga penduduk Desa Pangalengan memilih untuk berdagang
karena akan mendapatkan keuntungan dari kegiatan jual-beli yang dilakukan.
Tabel 3. Matapencaharian Pokok Penduduk Desa Pangalengan
No. Matapencaharian Pokok Jumlah
...orang...
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Petani
Buruh Tani
Pertambangan/kontruksi
Pegawai Negeri
Pengrajin
Pedagang
Peternak
Dokter dan bidan swasta
Jasa lainnya
Pensiunan TNI/POLRI
585
914
399
313
620
2.404
221
5
1.747
18
Jumlah 7.227
Sumber : Monografi Desa Pangalengan 2014
4.1.3. Letak Geografis dan Lahan Desa Margamukti
Desa Margamukti Kecamatan Pangalengan secara administratif termasuk
wilayah Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Wilayah Desa Margamukti
sebelah utara dan barat berbatasan dengan Desa Pangalengan, sebelah timur
berbatasan dengan Desa Taruma Jaya, dan sebelah selatan berbatasan dengan
Desa Banjarsari.
Wilayah Desa Margamukti terletak pada ketinggian ±1.200 m dari
permukaan laut, dengan jumlah hari hujan terbanyak adalah 121 hari dan angka
curah hujan 2.300 mm pertahun. Suhu Desa Margamukti berkisar antara 13˚C
sampai 25˚C, merupakan suhu yang cocok untuk pengembangan usaha ternak sapi
46
perah. Keadaan ideal untuk pengembangan usaha ternak sapi perah adalah pada
suhu berkisar antara 13oC sampai 23oC dengan ketinggian 700 m sampai 1000 m
di atas permukaan laut dan kelembaban sekitar 60% sampai 70% (Akoso, 2012).
Luas wilayah Desa Margamukti yaitu 1.142,192 ha. Lahan yang luas
digunakan untuk perkebunan atau ladang. Perkebunan dimanfaatkan penduduk
untuk bercocok tanam berbagai jenis tanaman pertanian. Luasnya ladang yang
ada digunakan penduduk untuk menanam rumput sebagai pakan ternak, sehingga
menyebabkan terpenuhinya kebutuhan hijauan ternak sapi perah yang ada di
daerah tersebut. Peternak di desa Margamukti jarang kekurangan pakan hijauan
untuk ternak karena ladang yang luas sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan
pakan hijauan ternak sehari-hari.
Tabel 4. Penggunaan Lahan di Desa Margamukti
No. Penggunaan Lahan Luas
...ha...
1
2
3
4
5
6
Permukiman
Perkebunan/Ladang
Kuburan
Perkarangan
Perkantoran
Fasilitas umum dan lain-lain
21,230
536,431
1,910
38,616
2,380
546,641
Jumlah 1.142,192
Sumber : Monografi Desa Margamukti 2014
4.1.4. Matapencaharian Penduduk Desa Margamukti
Sebagian besar penduduk Desa Margamukti bermatapencaharian sebagai
buruh tani, karena keadaan fisik Desa Margamukti mendukung untuk usaha
pertanian. Desa Margamukti memiliki lahan yang subur sehingga cocok untuk
47
ditanami berbagai jenis tanaman pertanian. Namun, karena keterbatasan
pendapatan yang dimiliki penduduk Desa Margamukti menyebabkan sebagian
besar dari mereka tidak memiliki lahan pertanian sendiri, sehingga
matapencaharian terbesar penduduk Desa Margamukti yaitu sebagai buruh tani.
Matapencaharian penduduk Desa Margamukti dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Matapencaharian Pokok Penduduk Desa Margamukti
No. Matapencaharian Pokok Jumlah
...orang...
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Petani
Buruh Tani
Pengusaha
Pegawai Negeri
Pengrajin
Pedagang
Peternak
Montir
TNI
POLRI
Pensiunan
486
2502
2
56
57
6
1001
26
21
1
85
Jumlah 4263
Sumber : Monografi Desa Margamukti 2014
4.1.5. Letak Geografis dan Lahan Desa Margamulya
Desa Margamulya termasuk wilayah terletak pada ketinggian ±1.415,80 m
dari permukaan laut, dengan koordinat bujur 107,571 dan koordinat lintang 7,172.
Desa Margamulya masih termasuk dalam wilayah Kecamatan Pangalengan
Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Menurut hasil pencatatan monografi
Desa Margamulya (2014), batas wilayah Desa Margamulya di sebelah utara
48
adalah Desa Tribaktimulya, sebelah selatan dan timur adalah Desa Pangalengan
dan sebelah barat adalah Desa Pulosari.
Jumlah hari hujan terbanyak Desa Margamulya adalah 180 hari dan angka
curah hujan 2.350 mm per tahun. Suhu rata-rata harian Desa Margamulya
berkisar antara 18˚C sampai 23˚C. Karena Desa Margamulya merupakan wilayah
dataran tinggi, sehingga desa ini cocok dijadikan sebagai peternakakan sapi perah.
Desa Margamulya memiliki lahan yang luas, dengan luas wilayah yaitu
1.405,149 ha. Lahan terluas yaitu tanah perkebunan yang digunakan untuk
bercocok tanam berbagai tanaman, diantaranya yaitu teh, tomat, bawang merah,
cabai, wortel, dan lainnya. Selain tanah perkebunan, tanah kering yang dimiliki
Desa Margamulya juga cukup luas. Tanah kering dimanfaatkan penduduk yang
berprofesi peternak untuk ladang menanam rumput sebagai pakan hijauan ternak.
Tabel 6. Penggunaan Lahan di Desa Margamulya
No. Penggunaan Lahan Luas
...ha...
1
2
3
4
5
6
Tanah Kering
Persawahan
Tanah Basah
Tanah Perkebunan
Tanah Fasilitas Umum
Tanah Hutan
356,314
42,505
224,058
617,997
34,475
129,800
Jumlah 1.405,149
Sumber : Monografi Desa Margamulya 2014
4.1.6. Matapencaharian Penduduk Desa Margamulya
Sama halnya seperti penduduk Desa Margamukti, sebagian besar
penduduk Desa Margamulya juga bermatapencaharian sebagai buruh tani.
49
Ketinggian wilayah Desa Margamulya menyebabkan keadaan fisik daerah ini
cocok dijadikan sebagai tempat usaha pertanian. Penduduk Desa Margamulya
yang berprofesi sebagai peternak hanya berjumlah 394 orang saja, ini dikarenakan
masih banyak penduduk yang belum memiliki modal untuk mendirikan usaha
peternakan, karena usaha peternakan memerlukan modal yang cukup besar.
Matapencaharian pokok penduduk Desa Margamulya lebih rincinya dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7. Matapencaharian Pokok Penduduk Desa Margamulya
No. Matapencaharian Pokok Jumlah
...orang...
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Petani
Buruh Tani
Buruh migran perempuan
Pegawai Negeri Sipil
Pengrajin, industri rumah tangga
Pedagang keliling
Peternak
Dokter swasta
Bidan swasta
Pensiunan TNI/POLRI
Pembantu rumah tangga
Notaris
330
1.749
11
141
250
308
394
1
4
24
134
12
Jumlah 3.774
Sumber : Monografi Desa Margamulya 2014
4.2. Gambaran Umum KPBS Pangalengan
Wilayah kerja KPBS Pangalengan meliputi tiga Kecamatan, yaitu
Kecamatan Pangalengan, Kertasari dan Pacet. KPBS untuk mempermudah
pelayanan kepada peternak anggota yang tersebar di berbagai desa dalam tiga
50
kecamatan, maka KPBS membentuk 17 Komsariat Daerah (Komda) dan dibagi ke
dalam 38 TPK, termasuk TPK Sukamenak, Cipanas, Loscimaung dan
Mekarmulya yang digunakan sebagai lokasi penelitian. KPBS juga membagi
TPK menjadi beberapa kelompok lagi yang disesuaikan dengan jumlah anggota
yang ada di masing-masing TPK, tujuannya agar anggota koperasi mendapatkan
pelayanan terbaik, sehingga dapat memberi kepuasan bagi anggota.
Jumlah anggota KBPS mengalami penurunan pada tahun 2011 sampai
2014. Hal tersebut berdampak pula terhadap penurunan populasi sapi perah dan
produksi susu. Tabel 8 menunjukkan pada tahun 2013 merupakan penurunan
yang paling tinggi, jumlah peternak turun sekitar 30,75%, sehingga populasi sapi
turun sekitar 21%. Penurunan jumlah anggota dan populasi sapi perah berdampak
terhadap penurunan produksi susu yang mencapai 27,20%.
Tabel 8. Data Jumlah Peternak dan Populasi Sapi Perah di KPBS
Tahun Jumlah Peternak Populasi Sapi Produksi Susu
..Orang.. ..%.. ..Ekor.. ..%.. ..Liter.. ..%..
2011 5.499 - 12.874 - 48.074.123,50 -
2012 5.031 8,51 10.675 17,1 44.118.384,36 8,22
2013 3.484 30,75 8.444 21,00 32.117.239,58 27,20
2014 3.421 1,81 8.055 4,61 30.609.000,00 4,70
Sumber : Data KPBS 2014
Penurunan jumlah peternak anggota KPBS tersebut disebabkan oleh
berbagai faktor, diantaranya yaitu :
- Adanya peralihan usaha, karena harga susu tidak sebanding dengan biaya
produksi bahan baku pakan yang tinggi, sehingga terkadang peternak merasa
dirugikan.
51
- Terjadi kelangkaan daging sapi yang mengakibatkan naiknya harga daging
sapi, sehingga berdampak pada meningkatnya minat penjualan sapi perah
menjadi sapi pedaging.
- Suksesi (regenerasi) yang rendah dalam anggota keluarga peternak dan adanya
potensi penerus yang menerima tawaran pekerjaan yang lebih potensial dan
menarik dalam usaha non-peternakan.
4.3. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini sebanyak 61 orang peternak sapi perah
rakyat Pangalengan yang tergabung dalam kelompok ternak Sukamenak 02,
Sukamenak 04, Cipanas II 04, Loscimaung II 02, Loscimaung II 03, Mekarmulya
01, Mekarmulya 03 dan Mekarmulya 04. Berdasarkan jenis kelamin, responden
terdiri dari 46 orang peternak pria dan 15 orang peternak wanita.
Tabel 9. Karakteristik Responden
No. Kategori Umur Lama Pendidikan Formal Pengalaman Skala Usaha
...tahun... ...ekor...
1 Terendah 25,00 1,00 3,00 1,00
2 Tertinggi 73,00 12,00 39,00 17,00
3 Rata-rata 49,00 6,50 21,00 9,00
4
Simpangan
Baku 4,38 1,00 3,29 1,46
4.3.1. Umur Responden
Umur responden berkisar antara 25 sampai 73 tahun. Rata-rata umur
peternak yang menjadi responden adalah 49 tahun. Umur responden
mempengaruhi produktivitas kerja responden. Terdapat dua hubungan antara
umur kerja dan produktivitas kerja, yaitu pertama adanya pandangan bahwa
52
kinerja merosot dengan meningkatnya umur, kedua adalah kenyataan bahwa
angkatan kerja semakin lama semakin tua. Umur produktif seseorang berkisar
dari umur 15 sampai 64 tahun (Wisnu dan Sutrisna, 2013).
Responden di atas umur 64 tahun sudah termasuk umur kerja tidak
produktif, terlihat dari berkurangnya waktu kerja dan kontribusi yang diberikan
pada usaha peternakannya. Responden di atas umur 64 tahun, dalam memilih
calon induk akan lebih sulit dibandingkan responden umur di bawah 64 tahun,
karena daya ingat dan ketelitian mereka yang sudah berkurang memungkinkan
dipilihnya calon induk yang kurang baik. Hal ini tentu mempengaruhi output
(susu) yang dihasilkan. Maka dari itu, responden mengatasinya dengan
menggantikan tenaga kerja tidak produktif dengan tenaga kerja produktif, seperti
bapak digantikan oleh anaknya maupun tenaga kerja keluarga lainnya.
4.3.2. Tingkat Pendidikan Responden
Responden rata-rata menempuh pendidikan formal selama 6,5 tahun. Ini
menunjukkan bahwa rata-rata responden merupakan lulusan SD menuju SMP.
Pendidikan responden mempengaruhi pengetahuan responden. Pendidikan
mempengaruhi kinerja usaha, karena semakin tinggi pendidikan yang dimiliki,
maka kemungkinan besar responden akan lebih cepat mempelajari suatu inovasi
dan mengembangkan diri serta mempunyai pemikiran yang lebih luas (Fitri,
2013). Responden dengan pendidikan lebih tinggi akan menciptakan inovasi
lebih banyak, sehingga dapat memberikan pengaruh baik terhadap usaha
peternakannya.
Selain pendidikan formal, responden juga mendapat pendidikan non
formal berupa penyuluhan maupun pelatihan. Pendidikan non formal menambah
53
pengetahuan dan keterampilan responden dalam mengelola usaha peternakannya.
Penyuluhan yang selama ini diberikan terkait cara budidaya peternakan sapi
perah, pakan, kualitas susu dan pengolahan susu, kebersihan kandang dan sapi,
kesehatan hewan, pemilihan calon induk, cara pemerahan susu dan mesin perah.
Saat melakukan pemilihan calon induk, responden dengan pendidikan
formal yang tinggi dan pendidikan non formal yang banyak akan lebih mudah
untuk mendapatkan calon induk dengan kriteria produksi susu tinggi, karena
pengetahuan mereka tentang calon induk lebih banyak dibandingkan responden
yang pendidikan formalnya rendah dan tidak pernah mengikuti penyuluhan.
4.3.3. Pengalaman Responden
Rata-rata responden merupakan peternak yang sudah berpengalaman
dalam bidang sapi perah selama 21 tahun. Selain umur, faktor lain yang
mempengaruhi produktivitas kerja adalah pengalaman kerja. Masa kerja dan
produktivitas kerja berhubungan positif. Semakin banyak masa kerja, semakin
tinggi pengalaman dan keterampilan yang akan mendukung pekerjaan mereka,
sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerjanya (Wisnu dan Sutrisna, 2013).
Responden yang telah berpengalaman lama menjadi peternak lebih
mengetahui kondisi usaha dan masalah-masalah yang selama ini dihadapi dalam
menjalankan peternakannya, sehingga dengan begitu dapat diantisipasi terjadinya
kerugian usaha. Begitupun dalam memilih calon induk, responden dengan
pengalaman lama telah mengetahui calon induk dengan ciri-ciri yang baik,
sehingga akan lebih mudah mendapatkan calon induk unggul. Sebaliknya,
responden yang pengalamannya masih sedikit akan kesulitan mendapatkan calon
induk yang baik, karena pengetahuan dan keterampilan mereka masih terbatas.
54
4.3.4. Skala Usaha Responden
Rata-rata skala usaha responden yaitu 9 ekor, dengan populasi sapi perah
terendah yang dimiliki responden yaitu 1 ekor dan populasi tertinggi yaitu 17
ekor. Perbedaan skala usaha yang dimiliki setiap responden menyebabkan
terbentuknya kelas sosial antar responden. Kelas sosial adalah sebuah kelompok
yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun
dalam sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki
nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. Kelas sosial menunjukkan perbedaan
pilihan produk dan merek dalam suatu bidang tertentu (Kotler, 1988).
Responden dengan skala usaha tinggi memiliki preferensi untuk membeli
calon induk lebih banyak dibandingkan dengan responden skala usaha rendah,
karena modal yang dimilikinya lebih banyak, sehingga mereka ingin terus-
menerus meningkatkan skala usahanya lebih banyak lagi. Selain itu, responden
dengan skala usaha tinggi dapat disebut sebagai peternak sukses yang telah
berpengalaman dalam memilih calon induk yang baik, sehingga lebih dipercaya
oleh peternak lainnya. Kelas sosial antara responden skala usaha tinggi dan
rendah pun tentu berbeda, terlihat dari banyaknya responden skala usaha tinggi
yang menjadi atasan bagi responden skala usaha rendah.
4.3.5. Penghasilan Responden
Penghasilan bersih responden dalam usaha peternakan setiap bulannya
rata-rata 3.550.000,- rupiah, sudah di atas Upah Minimum Kabupaten atau Kota
(UMK) Kabupaten Bandung yang hanya 2.001.195,- rupiah
(SK.No.560/Kep.1581-Bangsos/2014;Perdana, 2014). Ini menunjukkan bahwa
usaha peternakan sapi perah merupakan usaha yang potensial apabila
55
manajemennya dilakukan dengan baik dan populasi sapi yang dipelihara
jumlahnya banyak.
Penghasilan setiap responden berbeda tergantung dari populasi sapi laktasi
yang dimilikinya. Setiap bulannya responden mendapatkan penghasilan dihitung
dari banyaknya produksi susu yang disetor ke KPBS, setelah itu dikurangi dengan
biaya pakan, kesehatan, potongan pinjaman bank, dan biaya lainnya. Selain itu,
reponden juga banyak yang memiliki profesi sampingan non peternakan, seperti
buruh tani, PNS, pegawai swasta, wirausaha, dan lainnya, itu membuat
penghasilan responden bertambah.
Keadaan ekonomik akan berpengaruh besar terhadap pilihan produk.
Keadaan ekonomik seseorang terdiri dari pendapatan yang dibelanjakan, tabungan
dan milik kekayaan, kemampuan meminjam dan sikapnya terhadap pengeluaran
lawan menabung (Kotler, 1988). Responden yang memiliki penghasilan tinggi,
akan membeli calon induk dengan harga yang tinggi pula, karena semakin tinggi
harga maka kualitas calon induk semakin baik. Responden yang keadaan
ekonomiknya tinggi pun akan mempengaruhi gaya hidupnya, dari mulai memiliki
rumah yang mewah, kendaraan pribadi, sampai memiliki banyak sapi paroan yang
dititipkan ke peternak lain.
4.4. Atribut Valid Calon Induk yang Dipertimbangkan Responden
Peternak sapi perah rakyat sebagai responden tentu mempertimbangkan
berbagai faktor sebelum membeli calon induk, tujuannya agar peternak
mendapatkan calon induk terbaik, sehingga dapat memperoleh keuntungan dan
usahanya berkelanjutan. Atribut valid yang dipertimbangkan responden dalam
memilih calon induk, lebih rincinya dapat dilihat pada Tabel 10.
56
Tabel 10. Atribut Valid Calon Induk yang Dipertimbangkan Responden
No. Atribut yang Dipertimbangkan Jawaban "YA" Proporsi Keterangan
...orang... ...%...
1 Harga dari peternak 61 100,00 Harga
2 Keadaan tubuh 61 100,00 Kesehatan
3 Pandangan mata 60 98,36 Kesehatan
4 Kaki belakang tampak belakang 60 98,36 Eksterior
5 Kaki belakang tampak samping 60 98,36 Eksterior
6 Sudut kuku 59 96,72 Eksterior
7 Pertautan ambing depan 61 100,00 Eksterior
8 Letak puting depan 61 100,00 Eksterior
9 Panjang puting 61 100,00 Eksterior
10 Kedalaman ambing 61 100,00 Eksterior
11 Posisi puting belakang 61 100,00 Eksterior
12 Genetik 61 100,00 Genetik
13 Umur 61 100,00 Umur
Responden dalam memilih calon induk sapi perah mempertimbangkan 13
atribut valid yang tergabung ke dalam faktor harga, kesehatan, eksterior, genetik
dan umur calon induk. Faktor harga yang dipertimbangkan responden dalam
memilih calon induk yaitu harga dari peternak, dimana peternak sebagai sumber
calon induk. Faktor kesehatan yang dipertimbangkan responden dalam memilih
calon induk, yaitu keadaan tubuh dan pandangan mata. Faktor eksterior yang
dipertimbangkan responden dalam memilih calon induk, yaitu kaki belakang
tampak belakang dan samping, sudut kuku, pertautan ambing depan, letak puting
depan, panjang puting, kedalaman ambing, dan posisi puting belakang. Faktor
genetik dan umur juga merupakan faktor yang dipertimbangkan responden dalam
memilih calon induk.
57
4.4.1. Harga dari Peternak
Tabel 10 menunjukkan bahwa seluruh responden menyetujui harga
merupakan faktor yang dipertimbangkan dalam membeli calon induk. Harga
menjadi bahan pertimbangan peternak, karena kemampuan finansial peternak
terbatas. Peternak tidak mungkin membeli calon induk yang harganya tidak
sesuai dengan keuangan yang dimilikinya. Harga menjadi respon yang
mempengaruhi pilihan konsumen dalam membeli suatu barang dan konsumen
tidak akan membeli barang yang tidak sesuai dengan pendapatannnya (Miller and
Meiners, 2000).
Seluruh responden memilih membeli calon induk dari peternak, karena
harganya lebih murah dibandingkan bandar dan lebih sesuai dengan keuangan
yang dimiliki. Responden berpendapat membeli langsung ke peternak tidak perlu
melalui banyak tangan, karena peternak yang menjual calon induk berperan
sebagai produsen langsung, sehingga harga calon induk menjadi lebih murah
dibandingkan bandar. Ini berarti terjadi saluran pemasaran langsung, yaitu suatu
pemasaran produk yang terjadi secara langsung antara produsen dengan
konsumen akhir. Pertukaran barang hanya terjadi pada lingkup yang terbatas dan
produsen memasarkan sendiri barang yang diproduksinya (Paturochman, 2011).
Menurut pengalaman responden saat membeli calon induk, harga dara
tidak bunting (siap IB) umur 15 – 18 bulan berkisar antara 8 juta – 12 juta rupiah,
sedangkan harga dara bunting 1 – 8 bulan berkisar antara 9,5 juta – 17 juta rupiah.
Harga pembelian calon induk dari peternak berbeda satu sama lainnya tergantung
tempat pembelian dan kesepakatan harga yang dibuat antar peternak. Sapi
berumur sama belum tentu harganya sama juga, karena harga yang disepakati juga
tergantung dari keadaan fisik dan genetik sapi.
58
4.4.2. Keadaan Tubuh
Hasil wawancara menunjukkan bahwa seluruh responden
mempertimbangkan keadaan tubuh calon induk sebelum membelinya. Kesehatan
calon induk dapat dilihat dari keadaan tubuhnya. Responden tidak memilih calon
induk yang sakit, karena dapat menimbulkan resiko kerugian pada usaha.
Responden menjelaskan bahwa calon induk yang sehat memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Bulunya lembut, tipis, mengkilat, bersih, dan tidak berdiri. Sapi sehat
memiliki kulit kencang, halus, licin, lentur dan lunak bila diraba, kuat dan
tidak ada kerusakan atau luka, bulu halus pendek. Pada kulit yang baik akan
tumbuh bulu yang halus, pendek, dan mengkilat (Edward dan Imelda, 2007).
b. Kulit sehat tidak terdapat kutu, tidak rontok, bebas dari penyakit kulit dan
tidak ada parasit menempel. Calon induk yang sehat dapat dilihat dari
keadaan tubuhnya yaitu tidak adanya eksternal parasit pada kulit dan bulunya,
tidak ada tanda-tanda kerusakan pada bulu dan kerontokan pada bulu
(Prabowo, 2010).
c. Ujung hidungnya basah. Moncong hidung yang selalu basah dan lubang
hidung yang terbuka lebar memiliki kesempatan asupan oksigen yang baik
bagi sapi (Akoso, 2012).
d. Pertumbuhannya bagus dan tidak ada kalinan pada tubuhnya. Sapi yang sehat
nafsu makan dan minumnya baik (Akoso, 2012).
e. Tubuhnya terlihat segar.
f. Telinganya ke bawah.
Sapi sakit terlihat dari bulunya yang berdiri, tidak mulus dan tidak halus,
selain itu nafsu makan dan minum berkurang. Lamanya pengalaman responden
59
menjadi peternak, membuat responden telah bisa membedakan mana sapi sakit
dan sehat jika dilihat dari keadaan tubunya.
Responden secara umum dapat mendeteksi sapi sakit yaitu dengan melihat
keadaan tubuh calon induk secara kasat mata, tanpa lebih rinci memperhatikan
selaput lendir dan gusi, kuku dan suhu tubuhnya. Keadaan tubuh calon induk
yang sehat bisa dilihat dari selaput lendir dan gusi berwarna merah muda, kuku
tidak terasa panas dan bengkak bila diraba, dan suhu tubuh 39,5 0C (Prabowo,
2010).
4.4.3. Pandangan Mata
Kesehatan calon induk dapat dilihat dari pandangan matanya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 60 orang (98,36%) responden mempertimbangkan
pandangan mata calon induk sebelum membelinya. Responden menjelaskan
bahwa pandangan mata calon induk yang sehat apabila matanya terlihat normal,
cerah, tajam dan tidak sayu. Calon induk yang sehat pandangan matanya cerah
dan tajam (Prabowo, 2010). Mata besar bersinar dan kelopak mata yang bersih
juga menunjukkan sapi yang sehat (Akoso, 2012).
Sapi sakit biasanya terlihat dari pandangan matanya yang sayu dan tidak
cerah. Adanya kotoran di mata juga menandakan bahwa sapi tersebut sakit.
Responden berdasarkan pengetahuannya telah bisa membedakan mata sapi yang
sehat dan sakit.
4.4.4. Kaki Belakang Tampak Belakang
Kaki belakang tampak belakang termasuk dalam penilaian eksterior calon
induk. Kaki belakang tampak belakang merupakan menunjukkan kekuatan sapi
60
menunjang berat badan dan produksi susunya. Kekuatan kaki sangat menentukan
lama tidaknya sapi dapat bertahan dalam suatu usaha peternakan. Kaki sangat
berpengaruh terhadap kondisi badan dan kekokohan sapi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60 orang (98,36%) responden
mempertimbangkan kaki belakang tampak belakang calon induk sebelum
membelinya. Responden sepakat memilih kaki belakang yang paralel atau lurus,
karena sapi bisa bertahan lama dan kuat menahan berat badannya, selain itu masa
depan sapi lebih panjang dan pertumbuhannya baik. Kaki belakang dan depan
yang baik harus lurus dan kuat, jarak antara kedua kaki belakang lebar
membentuk segiempat simetris, sehingga memungkinkan perkembangan ambing
yang optimal, selain itu kaki lurus juga membuat langkah sapi tegap dan tidak
pincang (Akoso, 2012). Kaki tidak lurus membuat kekuatan dan daya tahan sapi
tidak akan lama, ambing terhimpit, dan lebih mudah terkena penyakit dan jamur.
4.4.5. Kaki Belakang Tampak Samping
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60 orang (98,36%) responden
mempertimbangkan kaki belakang tampak samping sebelum membeli calon
induk. Kaki merupakan faktor eksterior yang sangat penting dipertimbangkan
dari seekor sapi karena menunjukkan kekuatan sapi saat berdiri untuk menopang
berat badannya dan mempengaruhi pertumbuhan sapi juga (Akoso, 2012).
Sebanyak 52 orang responden menjelaskan bahwa kaki belakang tampak
samping yang baik apabila kakinya terlihat lurus, karena kaki yang lurus membuat
sapi dapat bertahan lama dan kuat menahan berat badannya, sedangkan kaki yang
bengkok membuat sapi lebih mudah roboh, daya tahannya tidak akan lama dan
dapat menyulitkan sapi untuk berdiri. Akan tetapi sebenarnya menurut teori
61
bahwa kaki belakang tampak samping yang baik apabila kakinya sedang (±1470),
karena tidak terlalu lurus maupun bengkok (South Dakota, 2010).
4.4.6. Sudut Kuku
Sudut kuku merupakan faktor eksterior yang dipertimbangkan oleh 59
orang (96,72%) responden sebelum membeli calon induk. Sudut kuku
berpengaruh terhadap struktur tulang sapi. Sudut kuku sapi ideal adalah 45oC
(sedang) (South Dakota, 2010), namun 55 orang responden lebih memilih calon
induk yang sudut kukunya sangat curam, dengan alasan sudut kuku sangat curam
(65 oC) membuat pijakan sapi lebih kuat untuk berdiri lama dan dapat bertahan hingga
bunting >4 kali.
4.4.7. Pertautan Ambing Depan
Menurut hasil penelitian, seluruh responden mempertimbangkan pertautan
ambing depan calon induk sebelum membelinya, karena faktor eksterior ini
berhubungan erat dengan produksi susu yang akan dihasilkan calon induk.
Penampilan ambing sapi perah betina memiliki peranan penting. Besar ambing
mengisyaratkan banyaknya air susu yang mampu ditampung di dalamnya,
sehingga diharapkan dengan semakin besar ambing, produksi susu semakin
banyak. Ambing besar dengan pertautan ambing kuat dan kencang membuat
produksi susu seekor sapi perah semakin banyak (Akoso, 2012).
Sebanyak 27 orang responden memilih pertautan ambing lemah dan
kurang, 5 orang memilih yang sedang dan 32 orang lainnya memilih yang kuat
dan kencang. Pertautan ambing depan merupakan evaluasi sangat penting karena
akan menilai kekuatan perlekatan ambing dan kemudahan pada saat diperah.
62
Pertautan ambing depan yang baik apabila ambingnya kuat dan kencang, karena
produksi susu yang dapat ditampungnya akan semakin banyak (South Dakota,
2010). Tidak berbanding lurus dengan seharusnya, kebanyakan responden
ternyata lebih memilih pertautan ambing depan yang lemah dan kurang, dengan
alasan meskipun ambingnya terlihat kecil tetapi produksi susunya banyak.
4.4.8. Letak Puting Depan
Letak puting depan merupakan faktor eksterior yang dipertimbangkan
seluruh responden sebelum membeli calon induk. Menurut hasil penelitian,
sebanyak 54 orang memilih puting yang sejajar (tengah kuartir), sedangkan 7
orang lainnya memilih puting yang tidak sejajar (keluar kuartir).
Menurut responden, letak puting depan yang sejajar dapat memudahkan
pemerahan dan putingnya terlihat lebih matang, sedangkan puting tidak sejajar
sulit untuk diarahkan saat pemerahan, selain itu produksi susunya juga biasanya
lebih sedikit. Letak puting depan menentukan sulit tidaknya menjangkau
pemerahan. Puting ideal apabila letak puting depan dan belakang hampir sejajar
(South Dakota, 2010).
4.4.9. Panjang Puting
Panjang puting calon induk merupakan faktor eksterior yang
dipertimbangkan seluruh responden sebelum membelinya. Panjang puting
menentukan waktu pemerahan dan mudah tidaknya pemerahan. Panjang puting
ideal adalah sedang (± 6 cm), karena tidak terlalu panjang atau pendek (South
Dakota, 2010). Pernyataan ini diperkuat dengan pendapat 25 orang responden
yang memilih puting sedang dengan panjang antara 4 – 6 cm, dengan alasan
63
puting yang terlalu panjang kurang baik karena menjadi lebih kenyal saat diperah,
sehingga mempengaruhi waktu pemerahan lebih lama. Akan tetapi sebanyak 36
orang lainnya lebih memilih puting yang panjang (7 – 11 cm), karena puting
panjang lebih mudah untuk memerahnya, waktu pemerahan lebih cepat, dan
pegangan tangan peternak saat memerah akan lebih kuat.
4.4.10. Kedalaman Ambing
Kedalaman ambing digambarkan sebagai posisi relatif dari dasar ambing
terhadap sendi tumit dan terhadap garis horizontal (South Dakota, 2010). Seluruh
responden mempertimbangkan kedalaman ambing sebelum membeli calon induk.
Kedalaman ambing merupakan faktor eksterior yang menggambarkan produksi
susu yang akan dihasilkan oleh calon induk nantinya. Kedalaman ambing dara
masih relatif bagus (sedang atau dangkal), karena belum pernah melahirkan dan
berproduksi.
Ambing yang baik apabila kedalamannya sedang karena produksi susu
sesuai dengan ambing dan jauh dari resiko mastitis (South Dakota, 2010).
Seiringan dengan hal itu, sebanyak 36 orang responden memilih calon induk
dengan kedalaman ambing sedang, akan tetapi 25 orang lainnya memilih yang
dangkal. Responden tidak memilih ambing yang kedalamannya di bawah hock
karena terlalu dekat dengan lantai, sehingga kotoran dapat menempel,
kuman/virus dapat masuk ke puting dan akhirnya menyebabkan penyakit mastitis.
Ambing yang terlalu dalam belum tentu baik, karena semakin besar ambing maka
ambing tersebut dapat menyentuh lantai, yang akhirnya dapat menyebabkan
penyakit mastitis (South Dakota, 2010).
64
4.4.11. Posisi Puting Belakang
Posisi puting belakang menentukan mudah tidaknya dan lamanya
pemerahan. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh responden mempertimbangkan
posisi puting belakang sebagai faktor eksterior sebelum membeli calon induk.
Puting dan ambing merupakan satu kesatuan yang penting dalam sapi perah,
karena menjadi modal utama yang akan berpengaruh terhadap produksi susu yang
dihasilkan. Seluruh responden sepakat memilih posisi puting belakang yang
simetris (tengah kuartir), karena memudahkan jalannya pemerahan dan
mempercepat waktu pemerahan. Posisi puting yang ideal yaitu jika puting
tersebut simetris atau berada di tengah kuartir (South Dakota, 2010).
4.4.12. Genetik Calon Induk
Hasil penelitian menunjukkan bahwa genetik yang mengatur sifat produksi
susu merupakan faktor yang dipertimbangkan seluruh responden sebelum
membeli calon induk. Calon induk dijadikan sebagai replacement stock, maka
dari itu genetik yang mengatur sifat produksi susu merupakan faktor yang sangat
penting karena menentukan jumlah produksi susu yang dihasilkan. Faktor genetik
sangat penting karena bersifat mewaris, artinya keunggulan yang diekspresikan
oleh suatu individu dapat diwariskan pada keturunannya (Dudi dan Dhalika,
2006). Sifat genetik antara sapi perah satu dengan yang lainnya tentu berbeda
satu sama lain, baik dari hal produksi susunya ataupun kemampuan dalam
beradaptasi terhadap lingkungan sekitarnya (Prabowo, 2010).
Genetik calon induk dipertimbangkan seluruh responden karena
menentukan kualitas sapi tersebut, menambah produksi susu yang dihasilkan dan
memperbaiki keturunan. Induk dengan kualitas baik (produksi susu tinggi) akan
65
menghasilkan keturunan yang baik pula. Pendataan harus dilakukan sejak awal
pada waktu pedet lahir, dengan mencermati catatan produktivitas dan
reproduktivitas induk, dengan asumsi bahwa induk sapi akan menghasilkan anak
yang kurang-lebih sama atau melebihi induknya karena pengaruh dari jalur
pejantan (Akoso, 2012).
4.4.13. Umur Calon Induk
Calon induk adalah sapi dara berumur antara 6 – 18 bulan, baik dalam
keadaan bunting maupun tidak bunting dan belum pernah melahirkan (Akoso,
2012). Menurut hasil penelitian, seluruh responden mempertimbangkan umur
calon induk sebelum memilihnya. Umur calon induk yang dipilih disesuaikan
dengan keuangan dan kebutuhan responden. Umur dara siap IB yaitu kisaran 14 –
24 bulan, sedangkan umur dara bunting berbeda-beda tergantung umur saat kawin
dan usia kandungannya (Akoso, 2012). Berlainan dengan pendapat Akoso,
responden berpendapat walaupun sapi berumur 24 bulan atau lebih tetapi belum
kawin atau sedang dalam keadaan bunting, maka sapi tersebut masih disebut sapi
dara.
Responden mengatakan bahwa umur calon induk berpengaruh terhadap
kedewasaan sapi, fisik dan kekuatan sapi bertahan, kekuatan janin dan kandungan
sapi, dan yang paling penting berpengaruh terhadap produksi susu yang
dihasilkan. Dara berumur terlalu muda belum siap untuk di IB baik dari keadaan
fisiknya maupun organ reproduksinya, karena kandungannya akan lemah dan
nantinya sapi akan mudah roboh bahkan tidak bisa bertahan lagi.
66
4.5. Preferensi Responden terhadap Calon Induk
Preferensi adalah pilihan, kecenderungan atau kesukaan (Budiono, 2005).
Preferensi konsumen terhadap produk ditentukan oleh atribut yang melekat pada
produk tersebut. Preferensi responden dalam penelitian ini dilihat berdasarkan
sikap dan perilaku responden terhadap atribut yang melekat pada calon induk.
Seluruh responden memiliki preferensi terhadap calon induk yang sehat
secara fisik (keadaan tubuh dan pandangan matanya sehat), kakinya lurus, posisi
puting sejajar dan putingnya panjang. Responden ada yang memiliki preferensi
untuk membeli calon induk dengan jumlah banyak karena memang tidak
membesarkan pedet sendiri dan keuangan yang dimilikinya cukup, namun
sebagian besar responden memiliki preferensi untuk membesarkan pedet sendiri
dan hanya sekali-kali membeli calon induk untuk replacement stock. Pilihan
seorang konsumen untuk membeli suatu barang lebih banyak atau lebih sedikit,
atau untuk tidak membeli sama sekali, sebagian merupakan hasil dari preferensi,
selain sebagai respons terhadap harga-harga berbagai barang yang tersedia (Miller
and Meiners, 2000).
Preferensi responden terhadap calon induk yang dipilihnya didasarkan atas
selera, persepsi, kebutuhan dan kepercayaan yang dimilikinya. Bagaimana
seseorang yang termotivasi berbuat sesuatu dipengaruhi oleh persepsinya terhadap
situasi yang dihadapinya (Kotler, 1988). Seluruh responden memiliki preferensi
terhadap calon induk dengan harapan produksi 20 liter ke atas, namun semakin
tinggi produksi maka semakin tinggi pula harga belinya, maka dari itu tetap saja
responden menyesuaikan pilihan calon induk yang dibelinya dengan keuangan
yang dimiliki. Preferensi bersifat independen terhadap pendapatan dan harga
(Besanko and Braeutigam, 2008).
67
4.6. Sikap Responden
Sikap responden pada penelitian ini diukur dengan menggunakan model
multiatribut Fishbein. Sikap responden terhadap atribut yang melekat pada calon
induk dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Sikap Responden terhadap Calon Induk
No Sikap Responden Jumlah Responden
...orang... ...%...
1 Sangat Negatif - -
2 Negatif - -
3 Netral 50 81,97
4 Positif 11 18,03
5 Sangat Positif - -
Tabel 11 menunjukkan sebanyak 50 orang (81,97%) responden memiliki
sikap netral terhadap atribut-atribut yang melekat pada calon induk, secara
terperinci atribut tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4. Nilai interpretasi
tersebut dibentuk dengan model Fishbein didasarkan pada pemikiran, bahwa sikap
dibentuk oleh komponen kepercayaan dan nilai evaluasi dari atribut produk (Fitri,
2013). Sikap netral menunjukkan bahwa responden tidak terlalu memperhatikan
atribut-atribut tersebut sebagai faktor penentu kualitas calon induk. Responden
yang bersikap netral menganggap atribut-atribut tersebut sebagai hal yang biasa
saja dan tidak mempengaruhi pengambilan keputusan dalam pembelian calon
induk, walaupun responden tersebut memiliki preferensi yang baik terhadap
atribut calon induk tersebut.
Sikap positif ditunjukkan oleh 11 orang (18,03%) responden, sikap positif
ini mengandung arti bahwa responden memiliki pandangan yang baik terhadap
68
atribut yang melekat pada calon induk. Hal ini menunjukkan bahwa responden
percaya atribut-atribut tersebut memiliki peranan penting untuk dipertimbangkan
dalam melakukan proses pembelian calon induk, karena responden menganggap
atribut tersebut dapat mempengaruhi kualitas calon induk. Responden yang
memiliki sikap positif secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 4.
Sikap responden merupakan faktor penting yang mempengaruhi keputusan
pembelian calon induk. Sikap responden dalam memilih calon induk dipengaruhi
oleh motivasi atau dorongan, dimana setiap responden memiliki motivasi yang
relatif berbeda. Motivasi adalah keadaan yang diaktivasi atau digerakkan, dimana
seseorang mengarahkan perilaku berdasarkan tujuan yang dalam hal ini termasuk
dorongan, keinginan dan hasrat (Hurriyati, 2005). Saat membeli calon induk, ada
responden yang termotivasi untuk menambah populasi sapi yang dimiliki,
memperbaiki keturunan sapinya, maupun karena motivasi lainnya.
Konsep sikap sangat terkait dengan konsep kepercayaan dan perilaku
(Sumarwan, 2002). Perilaku responden inilah yang akan mendorong tindakan
sebelum membeli, ketika membeli, memelihara calon induk sampai kegiatan
mengevaluasi calon induk yang dibeli. Perilaku responden dipengaruhi oleh
faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis. Responden mempunyai budaya
tersendiri saat membeli calon induk. Biasanya responden membeli calon induk
berdasarkan kebiasaan mengikuti kelompok referensi yang sukses. Saat ada
peternak lain yang sukses mendapatkan calon induk dengan kualitas baik, maka
responden pun akan membeli calon induk di tempat peternak sukses tersebut
membelinya juga. Keadaan ekonomik merupakan faktor pribadi yang memiliki
pengaruh besar terhadap pilihan calon induk. Keadaan ekonomik seseorang
terdiri dari pendapatan yang dibelanjakan, tabungan dan milik kekayaan,
69
kemampuan meminjam dan sikapnya terhadap pengeluaran lawan menabung
(Kotler, 1988). Motivasi, persepsi, pengetahuan, kepercayaan dan pendirian
merupakan faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku responden dalam
memilih calon induk. Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor
psikologis utama seperti motivasi, persepsi, pengetahuan serta kepercayaan dan