Nama:
TRAUMA WAJAH
---------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection
2002
Pada penderita cedera wajah, terlebih dulu harus diperhatikan
pernapasan, sirkulasi, dan kesadaran. Jika terdapat patah tulang
dengan atau tanpa perdarahan, jalan nafas atas mudah tersumbat
akibat dislokasi, udeem, atau perdarahan. Harus selalu diingat
bahaya aspirasi darah atau regurgitasi isi lambung. Disamping itu
lidah mudah menutup faring pada penderita yang pingsan. Pada cedera
wajah perlu pula diperhatikan secara khusus cedera saraf sensorik
maupun motorik, kelenjar dan saluran liur. Disamping itu
diperhatikan dampak cedera pada fungsi bicara, mengunyah, menelan,
pernafasan dan penglihatan. Dampak jangka panjang seperti retraksi
bekas luka pada bibir, hidung dan kelopak mata serta aspek kosmetik
juga penting sekali pada pengelolaan luka wajah. Pada umumnya luka
diwajah akan cepat sembuh per primam intentionem karena
vaskularisasi yang baik. Oleh karena itu pada penjahitan perlu
diperhatikan kerapian dan adaptasi yang seksama pada tepi luka,
khususnya didaerah hidung, bibir dan mata. Jarum dan benang jahit
yang digunakan harus yang halus.
Cedera maksilofasial menempati urutan kedua kasus cedera yang
paling sering ditemukan di unit gawat darurat setelah cedera
lengan. Di Amerika Serikat angka kejadian cedera maksilofasial
kuranglebih 3 juta kasus per tahun. Fraktur maksilofasial
diperkenalkan pertama kali oleh oleh Hippocrates pada tahun 400 SM.
Pada tahun 1901 Rene Le Fort, seorang ilmuwan dari Perancis,
setelah mempelajari fraktur wajah pada 1900 jenazah menjelaskan
bahwa ada 3 tipe fraktur pada daerah wajah, yang kemudian dikenal
sebagai Le Fort I - III. Kurang lebih pada tahun yang sama Sir
Harold Gilles, Bapak Bedah Plastik, pentingnya penanganan masalah
pernapasan pada kasus-kasus trauma pada wajah dengan menganjurkan
posisi supine untuk menjamin patensi jalan nafas. Cedera
maksilofasial sering disertai dengan cedera kepala, sehingga perlu
penanganan multidisiplin dalam mengelola trauma maksilofasial.
Patogenesis
Fraktur maksilofasial dapat disebabkan oleh trauma tumpul
ataupun trauma tajam. Penyebab trauma tumpul paling sering
ditemukan, diantaranya oleh karena kecelakaan lalulintas, cedera
olahraga, kecelakaan kerja, jatuh dari ketinggian. Sedangkan trauma
tajam sering disebabkan oleh karena luka tembak, luka tusuk dan
ledakan. Disamping kecepatan, massa, kepadatan dan bentuk dari
benda yang membentur pada wajah sangat mempengaruhi tipe dan
kepararahan cedera maksilofasial. Dari besarnya daya bentur yang
bisa menyebabkan fraktur pada daerah maksilo fasial dibedakan atas
daya bentur kuat (lebih dari 50 g) dan daya bentur rendah (kurang
dari 50 g). Sebagai contoh untuk bisa menyebabkan fraktur angulus
mandibula dibutuhkan daya bentur sebesar 70 g, simpisis mandibula
dan tulang frontalis 100 g, rima supraorbitalis 200 g. Sedangkan
pada tulang zygoma dibutuhkan daya sebesar 50 g, os nasal sebesar
30 g.Trauma Wajah dibagi menjadi :
a. Trauma Jaringan Lunak ( Yang perlu perhatian adalah :
N. VIII (facialis) ( keluar dari depan telinga , menginervasi
otot ekspresi wajah
Ductus parotis stensen( bermuara pada Molar 2
Arteri dan saraf .sensibel
b. Trauma Tulang
Proses penyembuhan tulang muka sekitar 3 minggu. Fraktur
Orbita
Disebabkan oleh trauma langsung pada tepi tulang orbita atau
trauma tidak langsung yang menyebabkan tekanan besar didalam orbita
sehingga timbul efek letusan didalamnya yang berakibat tulang dasar
orbita patah dan sebagian isi orbita masuk kedalam sinus
maksilaris, dikenal sebagai cedera letup atau blow out injury .
Trokel (1986) membagi fraktur orbita menjadi:
Interna ( pada dasar, dinding medial dan atap orbita
Eksterna ( pada pinggir orbita dan meluas ke ruang intra kranial
dan tulang- tulang muka
Trauma bola mata, menurut penyebabnya dapat dibagi : Kombustio
bola mataLuka bakar bola mata dapat terjadi karena paparan bahan
kimia yang bersifat asam atau basa. Asam lebih berbahaya daripada
basa karena akan menyebabkan koagulasi kornea. Paparan bahan kimia
pada mata memerlukan pertolongan darurat berupa irigasi dengan air
bersih atau sebaiknya larutan garam 0,9 % segera dan terus menerus
sampai penderita dirawat di rumah sakit. Mata tidak boleh ditutup
agar bola mata terus dapat bergerak. Gejala kombustio adalah
blefarosme, mata berair terus, konjungtivitis sehingga penderita
perlu menggosok-gosok matanya. Pada pemeriksaan tampak pembengkakan
kornea, stroma bagian luar berawan, dan tampak sel-sel mengapung
dikamar depan. Pupil sering melebar dan tidak bereaksi. Penyulit
berupa ulserasi kornea dapat berlanjut menjadi perforasi. Trauma
tumpul dan tajam
Trauma tumpul dapat menyebabkan ekimosis, perdarahan
subkonjungtiva, hifema, iris terlepas, dan luksasio lensa. Bila
trauma hebat dapat terjadi perdarahan korpus vitreum. Trauma tajam
dapat berupa luka tembus cukup berbahaya dan menimbulkan kebutaan.
Pemeriksaan dimulai dengan menilai visus. Kalau mata tidak dapat
dibuka, sebaiknya diberikan anestetik yang diteteskan pada mukosa
kelopak mata bagian bawah secukupnya, kalau perlu berulangkali
sampai kelopak mata dapat dibuka. Hematom pada mata umumnya
disebabkan oleh trauma kepala yang disertai patah tulang dasar
tengkorak. Hematom ini dapat pula disebabkan oleh patah tulang
maksila, dalam hal ini hematom segera tampak, sedangkan hematom
akibat patah tulang dasar tengkorak baru tampak beberapa jam
setelah terjadi cedera. Perdarahan subkonjungtiva terbatas umumnya
bukan disebabkan oleh cedera yang berarti, sedangkan hematom
subkonjungtiva yang luas menandai trauma berat. Benda asing di
konjungtiva dapat ditemukan dan dikeluarkan setelah kelopak mata
ats dibalik tanpa perlu dianestesi.. Pada pemeriksaan ditemukan
penglihatan ganda / diplopia, hematom monokel, hematom maksila,
mati rasa di pipi atau dahi. Pemeriksaan penunjang berupa foto
posisi posteroanterior orbita atau proyeksi Cadwell dan Waters dan
posisi lateral untuk sisi yang terkena. Bila kedua cara tidak
memuaskan dapat dilakukan proyeksi Fueger dan Milaukas yang
memfokuskan bagian belakang dasar orbita dan mengetahui keadaan
patologi orbita. Pemeriksaan lain berupa Tes Forced Duction untuk
membedakan gaguan ferakan bola mata ke atas setelah trauma. Bila
hasil positif ( fraktur blow out bisa ditegakkan. Pengelolaan
fraktur blow Out tidak memerlukan tindakan segera, operasi dapat
ditunda sampai 14 hari post trauma
Pemeriksaan Fraktur Orbita
Fraktur Nasal
Merupakan fraktur tersering dari keseluruhan fraktur, penyebab
biasanya karena trauma langsung pada tulang hidung. Bentuk Fraktur
nasal berupa :
Angulasi ke lateral
Depresi
Communited
Pada pemeriksaan ditemukan deformitas, krepitasi, gangguan
penglihatan, pembengkakan hidung, epistaksis, nyeri tekan dan
teraba garis fraktur pada hidung. Pemeriksaan radiologi ( LATERAL (
PROFIL HIDUNG ), PA, WATERSFraktur tulang hidung ini harus segera
direposisi sebelum 10 hari dengan anestesi local dan immobilisasi
dilakukan dengan memasukkan tampon kedalam lubang hidung yang
dipertahankan selama 3-4 hari. Patahan dapat dilindungi dengan gips
tipis berbentuk kupu-kupu untuk satu hingga dua minggu. Fraktur
nasal dapat dilakukan reposisi dengan anastesi lokal atau umum
dengan menggunakan forceps Walsham, Asch maupun SalingerPemeriksaan
Fraktur Nasal
Fraktur Zigoma.
Disebabkan trauma langsung pada sisi lateral wajah sehingga
sering menyebabkan fraktur yang mendesak bola mata, memberi
gambaran klinis berupa penglihatan ganda / diplopia, perdarahan dan
pembengkakan pipi didaerah arkus zigomatikus. Zigoma yang membentuk
dinding lateral orbita sering mengalami fraktur akibat trauma
langsung sehingga terjadi impresi yang mendesak bola mata yang
menyebabkan diplopia. Fraktur ini sering terbatas pada arkus dan
pinggir orbita sehingga tidak disertai dengan hematom orbita,
tetapi terlihat sebagai pembengkakan pipi didaerah arkus
zygomatikus. Diagnosis ditegakkan secara klinik atau foto rontgen
menurut waters yaitu posisi temporooksipital. Bila tidak terdapat
pergeseran atau dengan pergeseran minimal fragmen fraktur (
konservatif dengan evaluasi selama 2 6 minggu. Bila didapatkan
adanya pergeseran bola mata dengan atau tanpa jepitan saraf atau
otot ( OPERATIF Zygomatikomaksilaris komplek berperan utama dalam
pembentukan, fungsi dan penampilan estetik kerangka wajah. Komplek
ini memberikan kontur pipi yang normal dan memisahkan isi orbita
dari fosa temporalis dan sinus maksila. Juga mempunyai peran dalam
penglihatan dan mastikasi. Zygomatikomaksilaris menopang bola mata
dari lateral untuk penglihatan binokuler. Arkus zygoma adalah
tempat insersi otot maseter dan melindungi otot temporalis dan
prosesus coronoid.
Frekuensi fraktur zygoma merupakan kedua tersering setelah
fraktur nasal. Permukaan yang cembung menonjol menjadikannya mudah
terkena trauma. Meskipun hanya terjadi minimal displace pada
fraktur zygoma dapat menimbulkan deformitas fungsional dan estetik.
AnatomiZygoma kadang disebut juga tulang malar, bersudut empat
dengan permukaan cembung bagian luar yang tidak rata, permukaan
bagian dalam cekung dan empat prosesus yang berartikulasio dengan
tulangtulang frontalis, maksilaris dan temporalis serta
sphenoidalis. Melalui artikulasio ini menghasilkan penyangga yang
kuat antara maksila dan kranium. Permukaan yang cembung membentuk
prominen. Permukaan bagian dalam yang cekung ikut serta membentuk
fosa temporalis. Zygoma memiliki artikulasio yang kuat dengan
maksila dan frontalis, mempunyai artikulasio yang lemah dengan
sphenoidalis dan temporalis. Posisi ini ikut serta dalam membentuk
sebagian besar dasar lateral orbita dan dinding superior lateral
sinus maksilaris. Permukaannya memberikan perlekatan untuk otototot
masseter, temporalis, dan zygomatikus. Tulang zygoma mempunyai
foramina kecil yang dilalui nervus zygomtikomaksilaris dan
zygomatikofrontalis yang memberikan inervasi sensoris pada jaringan
lunak dan kulit pipi yang terletak diatas prominen zygoma dan
sebagian besar regio anterior temporalis.
Klasifikasi
Dalam hal fraktur zygoma, para dokter menghadapi fraktur yang
bukan hanya sekedar fraktur struktur anatomis tunggal. Fraktur
zygoma sering kali mengenai tulang yang didekatnya yang
berartikulasio. Knight dan North mengatakan bahwa fraktur pada
zygoma dari sudut klinis dianggap sebagai fraktur malar. Para
peneliti menyatakan bahwa fraktur pada regio zygoma, separasi
kearah medial biasanya diakibatkan oleh fraktur pada maksila yang
melalui dasar orbita dan dinding anterior dan lateral maksila,
kearah lateral diakibatkan oleh fraktur pada prosesus zigoma
temporalis, serta keatas dan belakang oleh separasi pada
zygomatikofrontalis dan zygomatikosphenoidalis. Fraktur pada arkus
zygoma melibatkan prosesus temporalis pada zygoma dan prosesus
zigomtikus pada tulang temporalis. Knight dan North membuat
klasifikasi kedalam 6 group, sebagai berikut :
1. Grup I
Tidak terdapat pergeseran yang signifikan . Pada grup ini yang
meliputi 6% . dari keseluruhan kasus, dari temuan rontgen
mengindisikan fraktur, tetapi tidak ditemukan bukti klinis
terjadinya pergeseran.2. Grup II,
Frktur arkus zygomatikus meliputi 10% dari keseluruhan kasus
yang diteliti. Pada grup ini, dimana fraktur diakibatkan oleh
trauma langsung terhadap arkus zygomatikus, Arkus melengkung atau
bengkok kedalam tanpa melibatkan dinding antrum atau orbita.
Pembengkokan ini menghasilkan kerusakan anguler tipikal dengan tiga
garis fraktur dan dua fragmen.
3. Grup III. Fraktur corpus tanpa rotasi meliputi 33% dari
keseluruhan kasus. Yang merupakan bagian terbanyak, dan traumanya
disebabkan oleh karena trauma langsung terhadap prominen corpus
zygoma dimana fraktur dan pergeseran tulang kedalam antrum. Tulang
biasanya mengarah langsung kebelakang, kedalam, dan agak kebawah,
menghasilkan pipi yang rata dengan kerusakan yang teraba pada
margin infraorbita. Pada pemeriksaan rontgen, pergeseran tampak
kearah bawah pada infraorbita dan kearah dalam pada prominen zygoma
dengan sedikit pergeseran pada sutura zygomatikofrontalis4. Grup
IV. Fraktur corpus dengan rotasi kemedial
a. Kearah luar pada prominen zygomakus
b. Kearah dalam pada suturaa zygomatikofrontal
Fraktur corpus dengan rotasi kemedial meliputi 11% dari
keseluruhan kasus. Fraktur dan pergeseran tampaknya disebabkan oleh
trauma pada prominen zygoma diatas aksis horisontalnya, sehingga
fraktur tulang bergeser kebelakng, kedalam dan kebawah. Tulang
sebelah kiri tampak berotasi berlawanan dengan arah jarum jam bila
dilihat depan, dan searah jarum jam atau ketengah / midline pada
sebelah kanan. Pemeriksaan rontgen pada posisi woters
memperlihatkan pergeseran kearah bawah pada margin infraorbita dan
pergeseran kearah luar pada prominen zygomatikus(Tipe A) ataupun
kearah dalam pada sutura zygomatikofrontalis.(Tipe B)
5. Grup V. Fraktur corpus dengan rotasi kelateral
a. Kearah atas pada margin infraorbita
b. Kearah luar pada sutura zygomatikofrontal
Fraktur corpus dengan rotasi kearah lateral. Grup ini meliputi
22% dari keseluruhan kasus. Fraktur pada grup ini tampaknya
disebabkan oleh trauma dibawah aksis horizontal tulang, yang
mengarah kedalam dan kebelakang. Tulang tampak rotasi searah jarum
jam pada sebelah kiri dan bila dilihat dari depan dan berlawanan
dengan jarum jam atau menjauh dari garis tengah pada sebelah kanan.
Pemeriksaan rontgen memeperlihatkan pergeseran kedalam pada
prominen zygomatikus dan keatas pada margin infraorbita (Tipe A)
atau kearah luar pada sutura zygomatikofrontlis (Tipe B)
6. Fraktur kompleks
Fraktur komplek meliputi 18% . Yang termasuk disini adalah
seluruh kasus yang terdapat tambahan garis fraktur yang melalui
fragmen utama, derajad frakturnya kominutif.
Gambaran Klinis
Zygoma adalah salah satu penyangga utama antara maksila dengan
kranium. Fraktur zygoma biasanya melibatkan rim infraorbita, zygoma
akan terdorong masuk kedalam sinus maksilaris. Cideranya daerah
sinus akan menyebabkan hematom atau pecahnya pembuluh darah yang
mengakibatkan keluarnya darah masuk kedalam sinus dan kedalam
jaringan dibawah pipi dan canthus lateral mata. Biasanya ditemukan
adanya epitaksis, hematom, dan echimosis. Fraktur zygoma komplek
akan menekan menurut arah trauma, yang pada kebanyakan kasus kearah
posterior, arah bawah dan arah medial. Fraktur berat dengan
pergeseran kemedial arkus zigoma menyebabkan fragmen-fragmen tulang
mengenai otot temporalis daan prosesus koronoid pada mandibula.
Kesulitan membuka mulut hampir selalu berhubungan dengan fraktur
pada arkus, yang disebabkan oleh karena pergeseran segmen dan
bergeraknya prosesus koronoid mandibula kearah depan dan belakang
ketika pasien berusaha untuk membuka mulutnya.Bila fragmen-fragmen
yang tidak tereduksi terjadi penetrasi kedalam jaringan lunak dan
tetap berkontak dengan prosesus koronoid, hal ini akan
mengakibatkan ankilosis fibro-osesuous dengan fiksasi yang komplit
dengan mandibula. Komplikasi ini memerlukan eksisi prosesus
koronoid. Pada fraktur zigoma komplek yang mengalami pergeseren,
kerusakan yang terjadi dapat teraba melalui kulit pada regio sutura
zygomatikofrontalis atau sepanjang margin orbita inferior.
Kerusakan yang dapat terjadi pada fraktur dengan pergeseran di rim
orbita lateral, Dimana ligamen palpebra lateral yang melekat pada
zygoma rim orbita dan terjadi pergeseran tulang yang dipalpebra
lateral yang dilekatinya, akan menyebabkan kerusakan yang
berat.Kelainan pada dasar dan dinding lateral orbita menyebabkan
disfungsi bola mata. Septum orbita pada kelopak mata bawah, yang
melekat pada orbitalis inferior, pergeseran pada fraktur displaced
ridge infraorbitnya, akan mengakibatkan retraksi dan pemendekan
kelopak mata. Hilangnya dukungan tulang pada dasar orbita
menyebabkan pergeseran bola mata dan isi orbita , yang selanjutnya
akan mengakibatkan bergesernya kapsul tenon dan ligamen palpebra
lateral kearah bawah. Fraktur mungkin bertambah komplek dengan
adanya fragmentasi dan fenomena kerusakan dasar orbita, Rusaknya
periorbita dan lapisan sinus dengan fragmentasi dan bergesernya
segmen tulang mengakibatkan terbukanya sinus maksilaris. Isi orbita
dapat keluar sebagian kedalam sinus maksilaris dimana lemak,
periosteum dan otot menjadi terperangkap diantara segmen segmen
tulang yang fraktur. Kegagalan untuk mengenali dan merawat keadaan
ini akan mengakibatkan diplopia permanen karena terperangkapnya
otot oblique inferior dan kemungkinan otot rectus inferior. Otot
yang terperangkap tidak dapat merotasi mata kearah bawah dan kearah
luar serta sebagai pengendali terhadap fungsi otot rectus superior
yang menggerakkan rotasi keatas. Hilangnya sensasi pada regio yang
disupali oleh nervus infraorbita adalah bisa ditemukan pada fraktur
zigomatikomaksilaris komplek. Nervus infraorbita muncul dari arah
rim orbita dari kanal melalui atap maksila tetapi sangat dekat
dengan zigoma. Fraktur pada regio ini akan merusak nervus karena
cidera atau tertekan fragmen tulang didalam kanal.Laserasi nervus
didalam kanal oleh impaksi fragmen tulang akan mengakibatkan
anestesi permanen. Jika terjadi anestesi permanen merupakan
indikasi untuk dilakukan eksplorasi kanal nervus. Diagnosis
Pemeriksaan yang terperinci akan membantu dalam menegakkan
diagnosis. Dari pengetahuan tentang mekanisme trauma dan arah
tekanan, derajad dan kerusakan dapat diprediksi. Kerusakan yang
disebabkan oleh pukulan dan jatuh mengenai benda yang keras , atau
luka yang berat pada daerah wajah akan memngakibatkan fraktur pada
zygoma. Bila pasien ditangani segera setelah cidera, sebelum
gambaran klinis menjadi kabur karena odem dan hemaatom, tanda-tanda
fraktur pada regio ini dapat terlihat. Wajah yang menjadi rata
mungkin disertai dengan depresi bola mata, bergesernya ligamen
palpebra lateral, retraksi kelopak mata bawah dengan perataan
promienen malar, dan ekimosis pada kelopak mata, konjunctiva dan
sclera serta epitaksis unilateral. Rasa sakit ketika menggerakan
mandibula dan kesulitan membuka mulut menunjukan terjadinya fraktur
yang melibatkan arkus zigoma. Anestesia pada distribusi nervus
infra orbita yaitu, kelopak mata atas, alis mata bawah dan nasal
lateral menunjukkan fraktur maksila yang berdekatan dengan trauma
pada nervus infraorbita. Fraktur dengan pergeseran yang berat dapat
mengakibatkan diplopia.
Palpasi komparatif bimanual pada struktur tulang wajah mungkin
menunjukkan aadanyaa fraktur. Kedua sisi wajah dipalpasi secara
simultan dan ketika jari tangan sampai disekitar rim orbita,
fraktur pada atau yang berdekatan dengan sutura zygomatikofrontalis
atau zygomatikomaksilaris dapat teraba. Fraktur arkus zygoma dapat
ditentukan dengan irregulritas atau lekukan pada arkus. Fraktur
pada dinding lateral dan anterior maksila pada sambungan dengan
prosesus zygoma akan terlihat secara intraoral dengan gambaran
irregularitas dibawah mukosa ketika jari tangan meraba dinding
maksila anterior dan lateral. Prominen zygoma intraoral normal
mungkin hilang dan depress yang dalam mungkin teraba dari
pergeseran medial prosesus maksilaris pada zygoma.
Radiologis
Pemeriksaan radiologis yang paling berguna untuk mengevaluasi
fraktur zygomatikomaksilaris komplek adalah proyeksi oblique
posteroanterior wajah yang dikenal sebagai posisi Waters. Dengan
proyeksi ini memperlihatkan struktur tulang dan outline kontur
irreguler zygoma dengan superimposisi minimal terhadap struktur
lainnya. Roentgenogrm harus dibuat dengan metode stereoskopik..
Arkus zigomatikkus dapat diperlihatkan dengan baik melalui proyeksi
submental vertical pada arkus zygomatikus.Pemeriksaan radiologis
tergantung pada lokasi fraktur dan derajad pergeseran. Hasil
pemeriksaan yang bisanya ditemukan adalah kerusakan pada margin
infraorbita dan separasi pada sutura zygomatikofrontlis.
Irregularitas dinding lateral maksila terlihat dengan baik pada
posisi Water. Opasitas atau pengkabutan pada sinus maksilaris yang
disebabkan oleh darah terlihat hampir pada seluruh kejadian fraktur
zygomatikomaksilaris. Penatalaksanaan 1. Pendekatan Intraoral
Keen menjelaskan metode pendekatan intraoral unuk menangani
fraktur zygoma. Biasanya dengan general anestesi, dengan posisi
pipi ditarik oleh asisten, operator melewatkan alat elevator yang
tajam melalui vestibulum bukalis dibelakang tuberositas maksila.
Dapat dengan insisi atau dengan elevator yang tajam ditusukan
menembus mukosa sampai prominen zygoma. Dengan tekanan keatas,
kedepan dan keluar atau lateral akan mengangkat zegoma dan
mengembalikan ke posisi semula.
2. Pendekatan melalui Sinus Maksilaris
Lohtrop menggunakan pendekatan antrostomi pada turbinate
inferior dan memasukkan trokar berbentuk kurva ke dalam sinus
maksilaris dan dihubungkan dengan dinding superior lateral dan
kemudian diputar sehingga dapat mengakibatkan fraktur zygoma
bergerak naik, keluar dan kembali keposisinya.
3. Pendektan Temporal
Pendekatan temporal untuk menangani fraktur zygoma telah
dijelaskaan oeh beberapa ahli ntara lain: Gillies, Kilner dan
Stone. Pendekatan temporal sangat baik dan efektif , melalui
pendekatan temporal ini pengungkitan yang kuat dapat menempatkaan
zygoma pada posisi yang diinginkan.
Operasi dilakukan melalui vertical temporal dengan insisi
kuranglebih 2 cm di bagian atas dan belakang hair line. Insisi
kemudian diperdalam dari kulit, subkutan dan fascia temporalis,
indentifikasi fascia temporalis, Kemudian elevator dimasukan sampai
temporal zygoma. Sponge diletakan di scalp sebagai tempat trumpuan
untuk pengungkitan. Elevator melewati bagian samping menuju arkus
zygoma dan bukan ke dalam fosa temporalis. Palpasi tulang untuk
menghindari over koreksi.
4. Pendekatan Dingman
Dibawah pengaruh general anestesi, disuntikan epineprin 1:100
000 kedalam jaringan didaerah lateral brow dan infraorbita.
Dilakukan insisi dilateral brow kurang lebih 1,5 cm. Insisi yang
lain di infraorbita. Dengan menggunakan elevator , maka sutura
zygomatikofrontalis dan zygomatikomaksilaris terekpos. Elevator
dimasukan melalui insisi dibelakang atas lateral menuju margin
orbita kedalam fosa temporalis. Dengan gerakan keatas, kedepan dan
keluar maka segmen fraktur tulang dapat dikembalikan keposisinya.
Selama proses reposisi sigoma dipalpasi dan diarahkan kedalam
posisinya kemudian dibuat lobang dengan bor ditiap tiap sisi
fraktur pada sutura zygomatikofrontalis dan zygomatikomaksilaris.
Wire dipasang melalui lubang-lubang dan saling diikatkan untuk
menahan fragmen tulang. Arkus zygoma juga dapaat diangkat melalui
supraorbita. Fraktur zygoma kominutif
1. Packing Sinus Maksilaris
Pendekatan sinus maksilaris pada fraktur kominutif zygoma bisa
jadi efektif tetapi tidak sering digunakan untuk fraktur zygoma
karena bagian kecil dari zygoma yang memberi kontribusi pada sinus
maksilaris. Jika frakturnya berkaitan dengan fraktur maksila yang
melibatkan dasar orbita, sinus maksilaris bisa jadi efektif.
Manipulasi dasar orbita melalui sinus maksilaris harus dibuat
sehubungan dengan dasar orbita yang terekpos untuk memperkecil
kemungkinan fragmen tulang yang merusak globe atau saraf orbita.
Packing dilakukan melalui Caldwell-Luc intraoral insisi.
Mukoperiosteum diatas canina dari maksila diangkat, dan jika tidak
terjadi fraktur dinding anterior maksila dibuat lubang. Melalui
lubang ini ada kemungkinan mengurangi fragmen zygoma dengan tekanan
keatas dan keluar. Fragmen dasar orbita yang mungkin turun dalam
sinus maksilaris diposisikan dan ditahan dengan packing kuat sinus
dengan salvage-edge gauze.Drain penrose gauze rubber dapat
dipergunakan
2. Pendekatan Intraoral
Reduksi fraktur zygoma dapat dilakukan dengan merefleksikan
mukoperiosteal flap dari dinding lateral maksila untuk mengekpose
zygomatikomaksilaris junction. Frktur yang terjepit atau sembuh
sebagian dikeluarkan dengan elevator atau osteotomi. Kemudian
dilakukan fiksasi dengan wire.
3. Metode Suspensi
Metode ini dikemukakan oleh Kazanjian dan digunakan dalam
fraktur yang setelah dilakukan reduksi cenderung kambuh lagi.
Dibuat ekpose langsung pada margin infraorbita dan dengan lubang
bor kecil dibuat sepanjang margin infraorbita zygoma, batas bawah
zygoma dapat juga diekpose melalui pendekatan intraoral dan dibuat
lubang bor, dari kulit ke zygoma , wire dimsukan kedalam lubang dan
ujungnya dikeluarkan dan diputar, lalu diikatkan dengan pita karet
pada alat.yang ditempatkan didahi. 4. Open Reduksi
Tehnik ini efektif untuk reduksi pada fraktur simple atau
komplek fraktur kominutif. Insisi 1,5 cm melalui alis mata dan
kelopak mata subciliary untuk ekpose dan akses di margin lateral
dan inferior orbita lalu dibuat lubang dengan bor dan wire dipasang
untuk fiksasi.
Compound Fraktur kominutif
1. Open Reduksi ( Dilakukan open reduksi dan fiksasi langsung
intraoseus
2. Fiksasi dengan Pin
Brown, Freyer dn McDowell memakai tehnik dengan satu atau lebih
pin (Kirshner wire atau Steinmann pin).
Fraktur MaksilaStruktur tulang maksilofasial terdiri dari os
maksila, zigomatikus dan etmoid, yang berperan sebagai pelindung
otak. Golden Period luka di wajah 24 jam, sedang Golden Periode
luka di tempat lain sekitar 8 jam. Fraktur maksila umumnya
bilateral. Fraktur unilateral terjadi pada trauma local langsung.
Secara klinik wajah tampak bengkak, mata tertutup karena hematom,
ingus berdarah dan seringkali disertai gangguan kesadaran.
Pemeriksaan local dilakukan dengan inspeksi dan palpasi ekstraoral
maupun intraoral. Inspeksi diperhatikan adanya asimetri muka,
udeem, hematom, trismus, dan nyeri spontan serta maloklusi. Fraktur
maksilofacial biasanya disertai udeem dan hematom sehingga muka
tampak sangat bengkak. Terapi dengan . Fiksasi dan immobilisasi
selama 6-8 minggu. LeFort membedakan fraktur maksilofacial menjadi
3 macam yaitu :
1. LeFort III Fraktur 1/3 atas dengan batas tepi atas orbita
yaitu bagian os frontalis , craniofacial dysjunction / melintasi
fissura orbitalis superior os disjuction) ethmoidalis dan os
nasalis
2. LeFort II Fraktur 1/3 tengah yang dibatasi oleh tepi atas
orbita dan tepi bawah baris gigi atas yaitu bagian maksila. fraktur
berbentuk piramid / melintasi posterolateral sinus maxilaris dan
uperomedial sulcus infraorbitalis 3. LeFort IFaktur 1/3 bawah yang
meliputi daerah mandibula. fraktur berbentuk horizontal / pada
Superior proc. Alveolaris melewati septum nasi
Pemeriksaan Fraktur Maxila
Fraktur MandibulaMandibula merupakan tulang berbentuk U yang
dapat bergerak, terdiri dari corpus, dua ramus dan berhubungan
dengan tengkorak bilateral pada sendi temporomandibuler; dilekatkan
pada tulang-tulang wajah oleh otot dan ligamen. Juga berhubungan
dengan maksila oleh gigi-geligi Mandibula dibagi menjadi :
Segmen horizontal terdiri (1) Alveolaris(2)
parasimphisis,simphisis(3) corpus, Segmen vertikal terdiri dari, .
(4) Angulus (5) Ramus (6) Processus coronoideus, (7) Condylus,
collum condylus. Mandibula merupakan tulang yang kuat tetapi
mempunyai beberapa area yang lemah, seperti area subcondyler,
angulus mandibula, gigi molar ke tiga, gigi taring di mana akar
yang panjang dan foramen mentale melemahkan parasimphisis. Corpus
mandibula merupakan tulang yang tersusun dari korteks yang padat
dengan sedikit substansia spongiosa yang dilalui oleh pembuluh
darah, limfe dan saraf. Mandibula menipis pada angulus di mana
corpus berhubungan dengan ramus, dan pada collum condylus.
Terdapat beberapa otot yang mempengaruhi gerakan mandibula.
Otot-otot ini memegang peranan penting dalam mempengaruhi derajat
pergeseran fragmen fraktur mandibula. Kelompok otot mandibula
posterior disebut juga sebagai otot-otot mastikasi, berbentuk
pendek dan tebal, dan mempunyai kemampuan yang sangat kuat dalam
menarik mandibula. Otot-otot mastikasi ini terdiri dari musculus
temporalis, masseter, dan pterygoideus lateralis dan medialis.
Kelompok otot mandibula anterior disebut sebagai otot pembuka
mandibula. Dengan fiksasi os hyoideus, otot-otot ini menekan
mandibula. Jika terjadi fraktur mandibula, otot-otot ini akan
menggeser segmen fraktur ke bawah, ke posterior dan ke medial.
Kelompok otot ini terdiri dari musculus geniohyoideus,
genioglossus, mylohyoideus dan digastricus. Fraktur mandibula
sering multipel, jika diidentifikasi tunggal, harus dicari fraktur
yang lain. Pasien dengan fraktur mandibula menampakkan tanda dan
gejala yang berhubungan dengan tipe fraktur. Nyeri, bengkak, dan
ekimosis sering terlihat dan biasanya terjadi bersama fraktur gigi,
laserasi mukosa, dan terlihatnya fragmen tulang. Pada kasus dengan
terjadinya pembengkakan jaringan lunak yang nyata, jatuhnya lidah
ke belakang dapat menyebabkan gangguan saluran nafas sekunder.
Pada fraktur mandibula kontraksi otot menyebabkan keregangan,
antara lain :
Otot anterior (genohyoid, mylohyoid, digastric) menarik rahang
ke belakang dan kebawah
Otot posterior (masseter, pterygoid, temporal) menimbulkan
keregangan fraktur korpus mandibula
Pada anamnesa biasanya ada riwayat trauma baik langsung maupun
tidak langsung, gangguan oklusi dan kemungkinan disertai fraktur
servikal. Pemeriksaan dengan X-foto panoramic / OPG untuk melihat
fraktur halus dan pergeseran tulang yang minimal, juga pada fraktur
condylus mandibula. Prinsip penanganan fraktur mandibula adalah
reduksi dan imobilisasi fragmen fraktur secara dini , bertujuan
untuk memperbaiki anatomis dan mengurangi nyeri. Konservatif dengan
Burton Sling pada anak usia < 10 tahun. Operatif Reposisi
terbuka dilakukan jika didapatkan lokasi fraktur pada bagian
belakang, fiksasi mandibula-maksila gagal, pada pasien retardasi
mental, pasien asma, pasien miastenia gravis, atau dengan fraktur
kominutif. Reposisi tertutup dilanjutkan dengan imobilisasi
menggunakan interdental fixation/wiring dan intermaxillary
fixation/wiring dengan atau tanpa arch bar.Klasifikasi fraktur
mandibula berdasarkan : Arah fraktur dan kemudahan penanganan
Horizontal : Favorable dan Unfavorable Vertikal : Favorable dan
Unfavorable
Derajat berat ringannya fraktur Simple fracture : tidak ada
kontak tulang yang fraktur dengan dunia luar. Di sini tidak ada
diskontinuitas struktur jaringan lunak sekitarnya.
Compound fracture : fraktur di mana terdapat kerusakan kulit
atau mukosa dan struktur sekitarnya dengan hubungan langsung tempat
fraktur dengan dunia luar. Penyebab fraktur
Trauma langsung : benturan pada tempat fraktur yang menimbulkan
diskontinuitas tulang
Trauma tidak langsung : benturan pada sisi yang berlawanan dari
rahang bawah atau terdapat jarak dengan tempat fraktur Ada tidaknya
gigi pada segmen mandibula
Klas I : terdapat gigi pada kedua sisi garis fraktur
Klas II : gigi hanya terdapat pada satu sisi dari garis
fraktur
Klas III : tidak terdapat gigi pada kedua sisi garis fraktur
Pada pemeriksaaan harus diperhatikan adanya asimetri dan
maloklusi. Pada palpasi teraba garis fraktur dan mungkin terdapat
mati rasa bibir bawah akibat kerusakan n. mandibularis. Fraktur
pada umumnya akan disertai dislokasi fragmen tulang sesuai dengan
tonus otot yang berinsersi ditempat tersebut. Pada fraktur daerah
dagu, otot akan menarik fragmen tulang kearah dorsokaudal,
sedangkan fraktur bagian lateral tulang akan tertarik kekranial.
Fraktur pada bagian tulang yang menyangga gigi dapat difiksasi
dengan kawat interdental untuk menjamin pulihnya oklusi dengan
baik. Jika tidak dapat dilakukan dengan pemasangan kawat,
diperlukan reposisi dan fiksasi terbuka dengan osteosintesis.
Pemeriksaan Fraktur Mandibula
Gambaran Klinis1. Nyeri ( timbul pada gerakan dan dijumpai
segera setelah fraktur karena trauma dari nervus alveolaris
inferior dan jaringan lunak sekitarnya.
2. Nyeri tekan ( nyeri tekan hebat pada tempat fraktur. membantu
menentukan lokasi fraktur
3. Disability. ( Pasien tidak dapat membuka mulutnya dan menolak
makan makanan yang biasa karena merasa tidak nyaman
4. Edema. ( Pembesaran jaringan lunak pada tempat fraktur
sebagai hasil perdarahan dan edema. Segera setelah trauma biasanya
terdapat distorsi dan pembesaran jaringan lunak sekitarnya.
5. Ekimosis. ( Perdarahan dapat terlihat sebagai ekimosis atau
hematom jaringan lunak pada tempat fraktur
6. Deformitas. ( Karena segmen fraktur dislokasi, pasien sulit
untuk membuka atau menutup mulutnya 7. Gerakan abnormal. Pada
fraktur condylus dengan pergeseran, waktu pasien mencoba membuka
mulutnya mandibula dapat bergeser ke sisi yang terlibat. Hal ini
karena non fungsi muskulus pterygoideus lateralis pada tempat
fraktur. 8. Krepitasi. ( Pasien merasa mendengar suara yang
mengganggu pada gerakan mandibula
9. Salivasi. ( Nyeri dan nyeri tekan merangsang hiperaktivitas
kelenjar ludah 10. Bau mulut. ( Karena tidak ada aktifitas gerakan
normal saat mengunyah, setelah satu atau dua hari debris tertimbun
di sekeliling gigi. Makanan, jendalan darah, jaringan mati dan
mucus menyebabkan pertumbuhan bakteri.Diagnosis fraktur mandibula
dibuat dg satu atau lebih temuan klinis berikut :
1. Gerakan pada tempat fraktur. Manipulasi bimanual menimbulkan
gesekan pada tempat fraktur khususnya corpus mandibula. Satu tangan
memegang ramus mandibula, sedang tangan yang lain menggerakkan
simphisis mandibula. Fraktur akan tampak dengan adanya gerakan dan
rasa tidak nyaman.
2. Maloklusi. Mungkin temuan yang paling sering didapatkan pada
fraktur mandibula adalah maloklusi.
3. Disfungsi. Pasien sulit untuk menggunakan rahang bawahnya dan
akan meminta makanan lunak yang hanya memerlukan gerakan minimal
rahang bawah saat mengunyah. Berbicara sulit karena nyeri atau
karena gerakan mandibula.
4. Krepitasi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan manipulasi tempat
fraktur, tetapi tidak sering digunakan karena ketidaknyamanan
pasien.
5. Bengkak pada tempat fraktur. Bengkak biasanya cepat membesar
dan berhubungan dengan ekimosis dan hematom subkutan.
6. Nyeri tekan di atas tempat fraktur. Teutama daerah sendi
temporomandibuler, merupakan dugaan kuat adanya fraktur.PEMERIKSAAN
RADIOLOGISEvaluasi radiologis rutin yang standar digunakan pada
mandibula adalah proyeksi postero-anterior (PA), lateral, dan
lateral oblik kiri dan kanan. Bila ada indikasi dapat ditambahkan
proyeksi dari sendi temporomandibuler, panoramic, submentovertek
dan Townes, serta intraoral dental.
Proyeksi PA dapat memperlihatkan ramus ascenden, angulus dan
corpus mandibula dari depan. Karena ada superimposisi dengan
vertebra cervical, gambaran simphisis mandibula tidak begitu jelas.
Proyeksi lateral oblik merupakan proyeksi konvensional yang paling
sering digunakan. Proyeksi ini dapat memperlihatkan corpus
mandibula, termasuk alveolus, angulus,dan ramus ascenden, serta
condylus dan processus coronoideus mandibula. Bagian kanalis
mandibularis yang berisi nervus alveolaris inferior juga terlihat.
Proyeksi lateral memberikan informasi terbatas, karena
superimposisi dengan kedua bagian mandibula. Proyeksi ini dapat
mengetahui simetri pertumbuhan mandibula dan hubungan dasar
tengkorak dengan mandibula.
Proyeksi panoramic menyediakan gambaran rahang atas dan bawah,
termasuk gigi dan sinus maksilaris. Radiograf tunggal ini
menunjukkan seluruh mandibula atau maksila meliputi begian terbawah
fossa nasalis dan anthrum maksila. Pemeriksaan ini juga menunjukkan
gambaran terbaik sendi temporomandibuler, baik dalam posisi terbuka
maupun tertutup.
Radiografi intraoral dilakukan dengan paket film gigi kecil. Ada
tiga proyesi dasar intraoral : periapical, bitewing, dan occlusal.
Bila ada kecurigaan fraktur, proyeksi occlusal merupakan
pemeriksaan yang paling penting karena tampak gambaran permukaan
anterior dan posterior simphisis. Computed tomography (CT) menjadi
perangkat diagnostik penting pada assesmen trauma mandibula.
Pemeriksaan ini meliputi gambaran tulang dan jaringan lunak. CT
menunjukkan bermacam-macam fraktur dan deformitas sekunder sampai
pergeseran. Selain itu, trauma jaringan lunak termasuk edema,
pembentukan hematom, dan benda asing dapat diketahui. Penemuan
terbaru CT helica (spiral) memberikan kualitas yang lebih baik.
Gambaran 3 dimensi ini membuat apresiasi yang lebih baik dari
deformitas fraktur sehingga berguna untuk ahli bedah dalam
melakukan pembedahan koreksi.
PENATALAKSANAANPertimbangan utama dalam penanganan fraktur
mandibula adalah mengembalikan fungsi mandibula dan efisiensi
mastikasi gigi. Prinsip-prinsip penanganan fraktur yaitu :
1. Mengembalikan fragmen tulang yang fraktur ke posisi
anatomis
2. Memfiksasi fragmen tulang yang fraktur pada posisinya sampai
proses penyembuhan selesai
3. Mengendalikan infeksi
Fraktur Mandibula Klas I
Fiksasi segmen fraktur dapat dilakukan tanpa fiksasi
intermaksila dengan menggunakan beberapa metode sederhana.1.
Horizontal Interdental Wiring
Fraktur dapat direduksi secara manual dan disatukan bersama
dengan menggunakan stainless steel wire ukuran 25, dipilin di
sekitar leher dari beberapa gigi pada kedua sisi fraktur.
2. Prefabricated Arch Bars
Lempengan lengkung yang dimodifikasi oleh Erich dibuat dari
logam yang lentur semirigid dan dapat dipasang di lengkungan gigi
dan dengan hati-hati dilekatkan di leher gigi tanpa peralatan
khusus. Arch bar ini umumnya digunakan untuk fiksasi intermaksila,
tetapi arch bar yang dipasang di gigi bawah untuk menyokong fraktur
klas I dapat digunakan sebagai fiksasi monomaksila. 3. Cable Arch
Wires
Jika tidak tersedia arch bar, kawat kabel dapat didesain untuk
stabilisasi fragmen fraktur dan alat untuk fikasasi intermaksila.
Ini dapat dilakukan dengan menggunakan stainless steel wire ukuran
22, yang dipasang mengelilingi gigi terakhir pada masing-masing
kuadran lengkung gigi dan dipilin erat pada gigi, tetapi masih
ditinggalkan cukup panjang. Kawat dari sisi kanan dipilin dengan
kawat dari sisi kiri pada garis tengah dan sisanya dipotong.
Pilinan kawat kemudian dimasukkan ke sekeliling leher gigi.4.
Banded Dental Arch
Angle (1890) menemukan banded arch wire untuk memfiksasi fraktur
mandibula. Ini terdiri dari band dengan berbagai ukuran yang pas
untuk gigi molar atau premolar. Band ini dipasang dengan jackscrew
dan mur yang diputar dengan erat sampai band terpasang pada gigi
dengan aman. Potongan panjang kawat kuningan kuat ukuran 14 yang
diratakan sampai ukuran 19 dipatri pada band. Kawat kuningan lunak
ini kemudian dibentuk sepanjang permukaan lateral gigi, lalu diikat
dengan stainless steel wire.5. Cast Cap Splints
Peralatan gigi ini didesain untuk menutupi bagian terbuka gigi
dan memerlukan keahlian dokter dan tekhnisi gigi. Cast splint
khususnya digunakan bila alat yang kuat diperlukan.6. Peralatan
External Pin FixationPin fiksasi eksternal atau intramedullary wire
pinning hanya sedikit digunakan untuk penanganan fraktur klas I
karena adanya suara gigi pada tempat fraktur.7. Tekhnik Open
ReductionDigunakan khususnya pada fraktur di regio simphisis dengan
arah oblik Fraktur di daerah depan yang berjalan dengan arah yang
unfavorable memerlukan operasi terbuka untuk reduksi dan fiksasi
kawat. Bila gigi mencukupi, interosseus wiring ditambah dengan
fiksasi intermaksila. Traksi kontinyu moderat dengan pita karet
selama beberapa hari akan menghasilkan oklusi anatomi yang baik.
Fraktur Mandibula Klas II
Pada fraktur klas II, gigi hanya terdapat pada satu sisi tempat
fraktur. Masalah mengontrol fragmen tanpa gigi bervariasi
tergantung dari arah garis fraktur dan posisi gigi. Open reduction
dan direct osseus wiring diindikasikan untuk fraktur dengan
pergeseran dan tidak adanya gigi di segmen posterior. Fraktur
Horizontal dan Vertikal favorable Fiksasi pada fraktur klas II
favorable dapat dipakai dengan menggunakan alat band dan bar, kabel
dengan ikatan intermaxillary wire, atau dengan Erich arch bar
dengan ikatan kawat atau pita karet. Kancing Kazanjian dapat
digunakan untuk fiksasi segmen fraktur dengan gigi yang terisolasi.
Fraktur yang unfavorable tidak dapat melawan pergeseran. Tarikan
dari otot-otot elevator menyebabkan segmen posterior bergerak ke
depan dan ke medial sehingga terjadi pergeseran. Pemasangan kawat
pada gigi anterior tidak akan mampu menahan fragmen posterior ke
posisi normal. Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol
fragmen posterior.1. Interlocking Fragment
Kazanjian dan Converse (1974) menggunakan tekhnik di mana dengan
manipulasi digital, fragmen-fragmen ditempatkan pada posisi
anatomis dan disatukan bersama; sementara dalam posisi ini pada
gigi-gigi dipasang fiksasi intermaksila. Jika fragmen mempunyai
bentuk yang baik, interloking akan mempertahankan segmen posterior
pada posisinya.2. Bite Block pada Segmen Posterior Tanpa Gigi
Bite block ditempatkan di antara gigi maksila dan mandibula
untuk menahan fragmen proksimal pada posisinya selama proses
penyembuhan.. Metode ini biasanya tidak memuaskan karena segmen
posterior sulit untuk dikontrol dan bite block menyebabkan iritasi
pada gusi dan menimbulkan nekrosis karena tekanan pada jaringan
lunak dan tulang.3. Forked Wire Extension
Band dengan bar dipasang pada gigi, dengan menggunakan kawat
ukuran 14 menyilang ke posterior garis fraktur dan menekan celah
tulang dari segmen postrior, sehingga mencegah pergeseran ke depan.
Tipe ini biasanya tidak efektif, karena stabilitas fragmen
proksimal diragukan, dan dapat menimbulkan iritasi jaringan lunak
dan tulang.
.A. Fiksasi fraktur mandibula klas II dengan maksila tanpa gigi.
Bite block dipasang dan dipertahankan dengan kawat internal pada os
frontalis. Circumferential wire dipasang melingkari mandibula.
B. Fiksasi dengan transalveolar wiringOpen Reduction dan
Interosseus Wiring Indikasi pemasangan interosseus wiring :
1. Pada fraktur komplek di mana penggunaan gigi sebagai poin
fiksasi tidak mencukupi
2. Pada fraktur dengan pergeseran fragmen posterior
3. Pada pasien tanpa gigi
Dengan proteksi terapi antibiotik, anestesi yang baik, persiapan
rongga mulut yang baik, dan tekhnik aseptik, open reduction pada
fraktur klas II merupakan tindakan yang bijaksana, positif dan
aman. Hal yang paling penting untuk diperhatikan selama pemasangan
interosseus wiring pada fragmen tulang dengan pendekatan intraoral
adalah menghindari hematom. Infeksi biasanya mengikuti pembentukan
hematom dan jika terjadi perlu dilakukan pengangkatan kawat.
Pencegahan hematom terbaik didapat dengan menempatkan kateter
antikolaps pada tempat fraktur dan dihubungkan dengan alat
penghisap. Waktu untuk mencegah hematom biasanya 48 jam, dan
kateter dapat dilepas.
Open reduction dan interosseus wiring pada fraktur mandibula
Fiksasi Eksternal Jika fiksasi eksternal dipakai pada penanganan
fraktur, hal ini sebagai kontrol fragmen posterior tanpa gigi
dengan kominutif luas pada tempat fraktur. Pin pada daerah ini
mempertahankan posisi fragmen posterior melawan otot-otot elevator
mandibula sampai konsolidasi segmen fraktur terjadi.Fiksasi dengan
Kirschner Wire
Brown, Fryer, dan Mc Dowell memperkenalkan fiksasi Kirschner
intrameduler untuk imobilisasi fraktur klas II dan III. Fraktur
direduksi secara manual. Dengan fragmen tulang dipegang pada
posisinya oleh asisten, K-wire dimasukkan dengan bur elektrik
melaui tulang ke kanalis medularis. Diarahkan menyilang garis
fraktur dan melalui kortek fragmen fraktur yang berlawanan.Ujung
wire dipotong pada batas kulit dan dilepas dalam 6 sampai 8
minggu.Fraktur Kominutif 1. Operasi terbuka dan bone plate pada
fraktur kominutif angulus mandibula
Penggunaan plate logam lebih disukai dibandingkan dengan direct
wiring pada fragmen multipel atau fiksasi eksternal pada tulang
kominutif. Mandibula diekspos melalui incisi di bawah batas
inferior. Plate logam tipis dipasang screw dengan hati-hati, dan
fragmen yang kominutif dimanipulasi saling kontak yang
memungkinkan. Fiksasi dipertahankan sampai proses penyembuhan
selesai.2. Traksi ekstraskeletal untuk mengontrol segmen
proksimal
Kontrol terhadap segmen proksimal tanpa gigi dengan kawat
eksternal yang dipasang dengan pita karet dan head cap disarankan
oleh Lenormant dan Darcissac (1927). Hal ini dilakukan pada fraktur
kominutif pada angulus mandibula ketika metode lain tidak dapat
dilakukan.
3. Mengontrol fragmen kominutif
Bila tulang dilindungi dan didukung oleh periosteum dan jaringan
lunak yang adekuat, tekhnik direct interosseus wiring sebaiknya
digunakan.
Fiksasi Fraktur klas II pada Maksila Tanpa GigiFiksasi pada
fraktur klas II pada maksila tanpa gigi dapat dilakukan dengan
menggunakan bite block berlawanan dengan oklusi gigi mandibula.
Bite block dipertahankan pada posisinya dengan internal wiring, di
mana kawat dilengkungkan mengikuti arcus zygomaticus atau
dilekatkan pada os frontalis. Fiksasi mandibula dengan bite block
dikerjakan dengan memakai kawat yang mengelilingi bagian anterior
mandibula. Tekhnik open reduction dan direct wiring dapat digunakan
melaui spina nasalis, melewati apertura pyriformis, melingkarkan
kawat mengelilingi arcus zygomaticus, atau memasang kawat pada
processus zygomatus os frontalis.Fraktur Condylus MandibulaCondylus
mandibula dilindungi oleh pars zygomatica dari os temporalis dan
didukung oleh kapsul, ligamentum, dan otot-otot di sekeliling
sendi. Fraktur condylus paling sering disebabkan oleh trauma tak
langsung. Walaupun metode open reduction diindikasikan untuk
sebagian fraktur mandibula, kebanyakan fraktur condylus akan
berespon terhadap metode konservatif sederhana. Biasanya fiksasi
intermaksila sudah mencukupi. Sendi temporomandibuler dapat
bertahan dalam periode lama fiksasi tanpa kekakuan atau
disfungsi.Pada banyak center, closed reduction dan fiksasi
intermaksila merupakan metode terpilih dalam penanganan fraktur
condylus mandibula. Beberapa ahli bedah lebih suka memanipulasi
mandibula sebelum memasang fiksasi intermaksila. Yang lain
memanipulasi caput condylus dengan alat yang tajam dan runcing
melaui intraoral atau melalui kulit untuk mendorong caput condylus
kembali ke fossa. Semua manipulasi ini biasanya tidak berhasil, dan
pemeriksaan sinar X sesudah reduksi biasanya tidak menunjukkan
perbaikan posisi fragmen fraktur.
Open Reduction
Karena dalamnya letak condylus mandibula, proksimalnya cabang
nervus tujuh dan arteri maksilaris interna, serta kuatnya tarikan
musculus pterygoideus lateralis yang menimbulkan pergeseran,
operasi terbuka untuk mereduksi fraktur condylus mandibula
merupakan prosedur yang rumit. Indikasi open reduction adalah
fraktur condylus dengan pergeseran caput condylus keluar dari fossa
glenoidalis. Caput biasanya ditemukan di spatium pterigoidea dan
pertimbangan operasi harus dilakukan untuk mengembalikan caput ke
dalam fossa di mana terdapat sudut kira-kira 90 derajat pergeseran
caput condylus dari posisi normalnya. Pengembalian posisi anatomis
mutlak tidak diperlukan karena hampir tidak mungkin dicapai.
Mempertahankan caput condylus di dalam fossa glenoidalis dengan
sedikit pergeseran fragmen fraktur biasanya menghasilkan penyatuan
tulang yang sempurna dan pengembalian pola menggigit yang normal.
Fraktur Mandibula Klas III
Fraktur pada Mandibula Tanpa Gigi
Fraktur pada mandibula tanpa gigi lebih jarang pada pasien tua
dari pada pasien muda, karena pasien tua jarang terlibat dalam
situasi berbahaya di pekerjaan, olah raga dan perjalanan. Fraktur
biasanya bilateral dengan pergeseran sedang. 1. Intraoral
Appliances
Berguna pada fraktur sederhana tanpa pergeseran atau dengan
pergeseran minimal. Bite block yang dibuat khusus dipasang pada
rahang atas dan bawah untuk mempertahankan segmen mandibula.2.
Circumferential Wiring
Dapat digunakan bersama dengan bite block akrilik untuk menahan
fraktur oblik pada posisinya setelah reduksi.3. Direct Iinterosseus
Wiring
Metode ini diindikasikan untuk penanganan fraktur mandibula
tanpa gigi dengan pergeseran. Dapat dilakukan dengan pendekatan
ekstraoral maupun intraoral.
Rute ekstraoral
Dilakukan incisi sekitar 1 cm di bawah tepi inferior mandibula.
Fraktur direduksi, dilubangi dengan bur pada kedua sisi fraktur,
kemudian difiksasi dengan stainless wire interosseus ukuran 24.
Rute intraoral
Merupakan metode yang efektif pada fraktur mandibula tanpa gigi.
Kawat ditempatkan pada tepi atas fraktur melawan tarikan otot
sehingga baik untuk stabilisasi.
Keuntungan pendekatan intraoral :
Sederhana untuk dikerjakan
Tidak ada bahaya pembedahan yang mengenai cabang nervus tujuh,
kelenjar submaksilaris, atau arteri maksilaris eksterna
Dapat dilakukan dengan instrumen minimal
Penyembuhan luka lebih cepat dan tanpa komplikasi
4. Fiksasi Eksterna
Indikasi fiksasi eksterna adalah :
Kasus yang tidak dapat ditangani dengan metode sederhana seperti
interosseus atau circumferential wiring Fraktur angulus mandibula
tanpa gigi dengan hilangnya tulang segmen anterior sampai
posterior
Kasus dengan kontrol fragmen tulang selama prosedur rekonstruksi
graft tulang diperlukan
Kasus jarang di mana pemasangan kawat pada rahang
dikontraindikasikan
KOMPLIKASI Komplikasi Awal1. Perdarahan primer
Trauma tulang dan jaringan lunak ekstensif dapat menimbulkan
kehilangan darah yang hebat. Biasanya hanya sedikit perdarahan pada
fraktur tertutup dengan jaringan lunak tidak ekstensif terlibat.
Klem dan ligasi vasa darah dan menutup luka dengan bebat tekan
efektif untuk menghentikan perdarahan. 2. Komplikasi pernafasan
Terjadi pada fraktur bilateral corpus mandibula dengan
pergeseran tulang ke posterior sehingga mendesak jaringan lunak di
dasar mulut dan lidah jatuh menutupi airway. Menarik lidah,
reposisi segmen anterior mandibula atau trakheotomi akan
membebaskan airway.3. Infeksi
Dengan metode penanganan fraktur modern, infeksi relatif jarang.
Banyak komplikasi infeksi dapat dihindari dengan membuang benda
asing dari luka, fiksasi yang akurat, dan terapi antibiotik.
Komplikasi Lanjut1. Nonunion, malunion, delayed union, 2. Ankilosis
sendi temporomandibuler3. Anestesi nervus alveolaris inferior4.
Jaringan parut5. Kontraktur mulut, dan deformitas wajah.
Catatan -------------------------------- RD 2002Penanganan
fraktur maksilofasial terbagi atas 3 tahap: 1. Penanganan
kedaruratan; 2. Penanganan dini; 3. Penanganan rekonstruksi
lanjutan. Pertama awal pada kasus fraktur maksilofasial berpatokan
pada prinsip-prinsip ATLS, Airway dengan proteksi servikal,
Breathing dengan ventilasi dan oksigenisasi, Circulation dengan
kontrol perdarahan dan pemeriksaan neurologis singkat. Penanganan
dini pada fraktur maksilofasial bergantung pada dimana lokasi,
jenis, pergeseran fraktur.
Penatalaksanaan Trauma Wajah
Konservatif
Pasang Barthon Sling kendor-kenceng selama 1 bulan
Tidak boleh mengunyah, diet cair
Operatif
Klas I & II ( Inter Dental Wire / IDW
Klas III ( pasang plate (trans osseous wiring / TOW)
Infeksi pada garis fraktur merupakan kontra indikasi
Prinsip Reposisi ( terjadi oklusi (point M1)
Pengambilan : - IMW ( 1 bulan
- IDW ( 6 bulanPada fraktur mandula khususnya Symphisis mentalis
penting diperhatikan :1. Apakah lidah jatuh kebelakang
2. Biasanya disertai fraktur condylus sisi kontralateral
3. Perhatikan fraktur cervikal
EMBED Word.Picture.8
EMBED PI3.Image
EMBED PI3.Image
_1197095246.bin
_1197095337.bin
_1183845205.doc