Top Banner
1
33

Trauma Muskuloskeletal

Jan 02, 2016

Download

Documents

referat bedah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Trauma Muskuloskeletal

1

Page 2: Trauma Muskuloskeletal

TRAUMA MUSKULOSKELETAL

PENDAHULUAN

Trauma sistem muskuloskeletal sering tampak dramatis dan ditemukan pada 85% penderita trauma tumpul, tetapi jarang menjadi penyebab ancaman nyawa atau ancaman ekstremitas.

Trauma muskuloskeletal tidak mengubah urutan prioritas resusitasi ( ABCDE ), namun akan menyita perhatian dokter, karena itu trauma muskuloskeletal tidak boleh diabaikan atau ditangani terlambat. Dokter harus menangani penderita secara keseluruhan, termasuk muskuloskeletal, untuk memperoleh hasil yang optimal.

PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI

Selama primary survey, perdarahan harus dikenal dan dihentikan. Kerusakan pada jaringan lunak dapat mengenai pembuluh darah besar dan menimbulkan kehilangan darah yang banyak. Menghentikan perdarahan yang terbaik adalah dengan melakukan tekanan langsung.

Fraktur panjang dapat menimbulkan perdarahan yang berat . Fraktur femur dapat menyebabkan kehilangan darah di dalam paha sampai 3-4 unit, menimbulkan syok kelas III. Pada fraktur terbuka, penggunaan balut tekan steril dapat menghentikan perdarahan secara nyata dengan mengurangi gerakan dan meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar fraktur. Resusitasi cairan yang agresif merupakan hal yang penting disamping usaha menghentikan perdarahan.

TINDAKAN TAMBAHAN ( ADJUNCTS ) PADA PRIMARY SURVEY

a. Imobilisasi fraktur

Tujuan imobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstremitas yang cedera dalam posisi seanatomis mungkin dan mencegah gerak yang berlebihan pada daerah fraktur. Pemakaian bidai secara benar akan membantu menghentikan perdarahan, mengurangi nyeri dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut. Jika terdapat fraktur terbuka tidak perlu dikhawatirkan kemungkinan tulang yang keluar akan masuk kedalam luka karena semua patah tulang terbuka wajib dilakukan debridement secara operatif.

Dislokasi sendi umumnya perlu dilakukan pembidaian dalam posisi sebagaimana ditemukan. Pemasangan bidai harus dilakukan segera, namun tidak boleh menganggu resusitasi yang merupakan prioritas utama.

2

Page 3: Trauma Muskuloskeletal

b. Foto rontgen

Jenis dan saat pemeriksaan ronsen dilakukan, ditentukan oleh hasil pemeriksaan, tanda klinis, keadaan hemodinamik serta mekanisme trauma. Foto pelvis AP perlu dilakukan segera pada penderita trauma multiple dengan sumber perdarahan yang belum dapat ditentukan.

SECONDARY SURVEY

a. Riwayat / anamnesa

1. Mekanisme trauma

Kepentingan mekanisme trayma adalah untuk mencari kemungkinan cedera lain yang saat ini belum tampak. Dokter harus melakukan rekonstruksi kejadian,menetapkan trauma penyerta yang mungkin terjadi pada penderita, dan mendapatkan sebanyak mungkin informasi sebagai berikut :a. Dimana posisi penderita dalam kendaraan sebelum kecelakan, misalnya

pengemudi atau penumpang.b. Dimana posisi penderita setelah kecelakaan, misalnya di dalam kendaraan atau

terlempar keluar. Jika penderita terlempar tentukan jarak terlemparnya.c. Apakah ada kerusakan bagian luar kendaraan, misalnya kerusakan bagian

depan mobil karena tabrakan depan.d. Apakah terdapat kerusakan bagian dalam kendaraan, misalnya stir bengkok.

Penemuan ini memberi petunjuk besar kemungkinan terdapat trauma dada, klavikula.

e. Apakah penderita memakai sabuk pengaman ?f. Apakah penderita jatuh, bila jatuh berapa jaraknya dan bagaimana

mendaratnya. g. Apakah pasien terlindas (crush) sesuatu, jika benar tentukan berat benda

tersebut, sisi yang cedera, lamanya beban menekan bagian yang cedera.h. Apakah terjadi ledakan, berapa besar ledakan, berapa jarak penderita dengan

sumber ledakan.i. Apakah penderita pejalan kaki yang ditabrak kendaraan. Trauma

muskuloskeletal dapat diramalkan (cedera bumper) berdasarkan ukuran dan usia penderita.

2. Lingkungan

Harus ditanya tentang : Apakah penderita terkena trauma termal ( panas atau dingin ) Apakah terkena gas atau bahan beracun Pecahan kaca

3

Page 4: Trauma Muskuloskeletal

Sumber-sumber kontaminasi ( kotoran binatang, air tawar atau laut). Informasi ini akan membantu doketr mengatasi masalahh yang dapat timbul serta pemilihan jenis antibiotika awal.

3. Keadaan sebelum trauma dan faktor predisposisi

Penting mengetahui keadaan sebelum cedera, karena dapat mengubah kondisi penderita, cara terapi dan hasil terapi. Riwayat AMPLE harus mencakup : 1. Kemampuan fisik dan tingkat aktivitas, 2. Penggunaan obat dan alkohol, 3. Masalah emosional dan penyakit lain, dan 4. Trauma muskuloskeletal sebelumnya.

4. Observasi dan pelayanan pra rumah sakit

Waktu kejadian harus dicatat, terutama jika terdapat perdarahan yang berlanjut serta keterlambatan mencapai rumah sakit.

Observasi dan tindakan pra rumah sakit harus dicatat dan dilaporkan. Informasi lain yang penting adalah : 1. Perubahan fungsi ekstremitas, perfusi atau status neurology terutama setelah imobilisasi atau selama transfer ke rumah sakit, 2. Reposisi fraktur atau dislokasi selama ekstrikasi atau pemasangan bidai di tempai kejadian dan 3. Pembalutan dan pemasangan bidai dengan perhatian khususdiatas penonjolan tulang.

b. Pemeriksaan Fisik

Seluruh pakaian penderita harus dibuka agar dapat dilakukan pemeriksaan yang baik. Pemeriksaan penderita cedera ekskremitas mempunyai 3 tujuan : 1. Menemukan masalah mengancam jiwa (primary survey), 2. Menemukan masalah yang mengancam ekstremitas (secondary survey), dan 3. Pemerikasaan tulang secara sistematis untuk menghindari luputnya trauma muskuloskeletal yang lain ( re-evaluasi berlanjut ).

Pemeriksaan trauma muskuluskeletal dapat dilakukan dengan melihat dan berbicara kepada penderita, palpasi ekstermitas yang cedera serta penilaian yang sistematis dari setiap ekstermitas. 4 komponen yang harus diperiksa adalah (1) kulit yang melindungi penderita dari kelihangan cairan dan infeksi, (2) fungsi neuromuscular, (3) status sirkulasi dan integrasi, dan (4) integritas ligamentum dan tulang. Evaluai ini mencegah risiko terlewatinya suatu trauma.

1. Lihat dan Tanya

4

Page 5: Trauma Muskuloskeletal

Melihat adanya perubahan warna dan perfusi, luka, deformitas (angulasi, pemendekan), pembengkakan dan perubahan warna atau memar. Penilaian inspeksi cepat seluruh tubuh perlu dilakukan pembengkakn sekitar sendi dan atau sekitar subkutis yang menutupi tulang merupakan tanda trauma muskuloskeletal. Luka terbuka akan jelas terlihat kecuali pada bagian punggung maka penderita harus dilakukan log-rolling secara hati-hati. Jika tulang menonjol atau tampak dari luka maka ini adalah patah tulang terbuka. Setiap luka diekstremitas disertai patah tulang harus dianggap patah tulang terbuka sampai dianggap sebaliknya oleh dokter bedah. Observasi gerakan motorik membantu menentukan adanya gangguan neurologi atau muskular.

Tabel 1Deformitas karena Dislokasi Sendi yang Sering Di temukan

SENDI ARAH DEFORMITASBahu Anterior

PosteriorBersikuTerkunci dalam endorotasi

Siku Posterior Olekranon prominen di posteriorPanggul Anterior

PosteriorFleksi, aduksi, eksorotasiFleksi, aduksi, endorotasi

Lutut Anterior/posterior Ekstensi, hilangnya bentuk normalEngkel Ekstensi, maleolus medialis

menonjolSendisublatar Paling sering lateral Kalkaneus geser ke lateral

2. Raba

Dilakukan palpasi pada ekstremitas untuk memeriksa sensorik ( fungsi neurologi ) dan daerah nyeri tekan ( fraktur atau trauma jaringan lunak. Hilangnya rasa raba dan nyeri menunjukkan adanya trauma spinal atau saraf tepi. Adanya sakit, nyeri tekan, pembengkakan, dan deformitas menyokong diagnosis fraktur. Jika ditemukan sakit, nyeri tekan, disertai gerak abnormal maka diagnosis fraktur adalah pasti. Tetapi usaha untuk menunjukkan krepitasi dan gerakan abnormal tidak dianjurkan.

3. Pemeriksaan sirkulasi

Pulsasi bagian distal tiap ekstremitas diperiksa dengan palpasi dan diperiksa pengisian kapiler jari-jari ( capillary refill ), jika hipotensi mempersulit pemeriksaan pulsasi, dapat digunakan alat Doppler ( probe ultrasonic yang tidak invasive dapat membedaka aliran darah dan cairan). Pemeriksaan Doppler harus memiliki kualitas trifasik untuk emmstikan tidak adanya cedera diproksimal.

5

Page 6: Trauma Muskuloskeletal

Hilangnya rasa berbentuk kaus kaki atau sarung tangan merupakan tanda awal gangguan vaskuler.

Pada penderita dengan hemodinamik normal, perbedaan pulpasi, dingin, parastesi dan motorik yang abnormal menunjukkan trauma aretri. Pemeriksaan Doppler di ankle brachialis dengan indeks dibawah 0,9 menunjukka aliran arteri yang tidak normal. Pada aukultasi adanya bruit disertai tril pada bagian hematoma yang membesar atau perdarahn yang memancar dari luka menunjukkan adanya trauma arteri.

4. Foto rontgen

Kebutuhan pemeriksaan foto ronsen ditentukan oleh pemeriksaan klinik. Adanya nyeri dan deformitas pada ekstremitas, besar kemungkinan ada fraktur. Jika hemodinamik penderita normal maka boleh dikerjaan pemeriksaan rontgen. Efusi sendi, neyeri tekan dipersendian atau deformitas sendi menunjkkan adanya trauma sendi atau dislokasi dan memerlukan pemeriksaan rontgen. Tetapi bila ada gangguan vascular atau ancaman kerusakan kulit pemeriksaan rontgen dapat ditunda.

TRAUMA EKSREMITAS DENGAN POTENSI ANCAMAN NYAWA

A. Kerusakan Pelvis Berat dengan Perdarahan

1. Trauma

Fraktur pelvis yang disertai perdarahan seringkali disebabkan fraktur sakroiliaka, dislokasi, atau fraktur sacrum yang kemudian akan menyebabkan kerusakan posterior oseus ligamentous kompleks (sendi sacroiliaka, sacrospinosus, sacrotuberosus atau dasar panggul yang fibro muscular). Arah gaya yang membuka pelvic ring , akan merobek pleksus vena di pelvis dan kadang-kadang merobek system, arteri iliaka interna (trauma komresi anterior-posterior). Mekanisme trauma pelvic ring dapat terjadi pada tabrakan sepeda motor, pejalan kaki yang ditabrak, benturan langsung pada pelvic atau jatuh dari ketinggian lebih dari 12 fit (3,5 m).

Pada tabrakan kendaraan, mekanisme fraktur pelvis yang tersering adalah tekanan yang mengenai sisi lateral pelvis dan cenderung menyebabkan hemipelvis rotasi ke dalam, mengecilkan rongga pelvis dan mengurangi regangan system vaskularisasi pelvis. Gerakan rotasi ini akan menyebabkan pubis mendesak ke arah sistem urogenital bawah, sehingga menyebabkan trauma uretra atau buli-buli.

6

Page 7: Trauma Muskuloskeletal

2. Pemeriksaan

Diagnosis harus dibuat secepat mungkin agar dapat dilakukan resusitasi. Hipotensi yang sebabnya tidak diketahui mungkin merupakan satu-satunya indikasi awal adanya disrupsi pelvic berat dengan instabilitas posterior ligamentous kompleks. Tanda klinis yang paling penting adalah adanya pembengkakan atau hematom yang progresif pada daerah panggul, skrotum dan perianal. Tanda-tanda trauma pelvic ring yang tidak stabil adalah adanya patah tulang terbuka daerah pelvix (terutama daerah perineum, rectum atau bokong), high riding prostate (prostate letak tinggi), perdarahan di meatus uretra, dan didapatkannya instabilitas mekanik. Instabilitas mekanik dari pelvic ring diperiksa dengan manipulasi manuual dari pelvis. Petunjuk awalnya adalah dengan ditemukannya perbedaan panjang tungkai atau rotasi tungkai ( biasanya rotasi eksternal ) tanpa adanya fraktur pada ekstremitas tersebut. Bila penderita sudah stabil, maka foto ronsen AP pelvis akan menunjang pemeriksaan klinis.

Instabilitas mekanik dari pelvic ring diperiksa dengan manipulasi manual dari pelvic. Prosedur ini hanya dikerjakan 1 kali selama pemeriksaan fisik, jika dilakukan berulang dapat menyebabkan perdarahn bertambah. Petnjuk awal adanya instabilitas mekanik adalah dengan ditemukannya perbedaan panjang tungkai atau rotasi tungkai (biasanya rotasi eksternal) tanpa adanya fraktuk pada ekstermitas tersebut.

3. Pengelolaan

Pengelolaan awal disrupsi pelvis berat disertai perdarahan memerlukan penghentian perdarahan dan resusitasi cairan dengan cepat. Penghentian perdarahan dilakukan dengan stabilisasi mekanik dari pelvic ring dan eksternal counter pressure (peneumatik anti syok garmen). Teknik sederhana dapat dilakukan untuk stabilisasi pelvis sebelum penderita dirujuk. Traksi kulit longitudinal atau traksi skeletal dapat dikerjakan sebagai tindakan pertama. Prosedur ini dapat ditambah dengan memasang kain pembungkus melilit pelvis yang berfungsi sebagai siling atau vacuum type long spine splinting device atau PASG. Cara-cara sementara ini dapat membantu stabilisasi awal.

Fraktur pelvis terbuka dengan perdarahan yang jelas, memerlukan balut tekan dengan tampon untuk menghentikan perdarahan.

7

Page 8: Trauma Muskuloskeletal

B. Perdarahan Besar Arterial

1. Trauma

Luka tusuk di ekstremitas dapat menimbulkan trauma arteri. Trauma tumpul yang menyebabkan fraktur atau dislokasi sendi dekat arteri dapat merobek arteri. Cedera ini dapat menimbulkan perdarahan besar pada luka terbuka atau perdarahan di dalam jaringan lunak.

2. Pemeriksaan

Trauma ekstremitas harus diperiksa adanya perdarahan eksternal, hilangnya pulsasi nadi yang sebelumnya masih teraba, perubahan kualitas nadi, dan perubahan pada pemeriksaan Doppler dan ankle/brachial index. Ekstremitas yang dingin, pucat, dan menghilangnya pulsasi menunjukkan gangguan aliran darah arteri. Hematoma yang membesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma vaskuler.

3. Pengelolaan

Pengelolaan perdarahan besar arteri berupa tekanan langsung dan resusitasi cairan yang agresif. Penggunaan torniket pneumatic secara bijaksana mungkin akan menolong menyelamatkan nyawa. Penggunaan klem vaskular ditempat perdarahan pada ruang gawat darurat tidak dianjurkan, kecuali pembuluh darahnya terletak disuperfisial dan tampak dengan jelas. Jika fraktur disertai luka terbuka yang berdarah aktif, harus segera diluruskan dan dipasang bidai serta balut tekan diatas luka. Pemeriksaan arteriografi dan penunjang yang lain baru dikerjakan jika penderita telah teresusitasi dan hemodinamik normal.

C. Crush Syndrome ( Rabdomiolisis Traumatik )

1. Trauma

Crush syndrome adalah keadaan klinis yang disebabkan kerusakan otot, yang jika tidak ditangani akan menyebabkan kegagalan ginjal. Kondisi ini terjadi akibat crush injury pada massa sejumlah otot, yang tersering paha dan betis. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan perfusi otot, iskemia dan pelepasan mioglobin.

2. Pemeriksaan

Mioglobin menimbulkan urine berwarna kuning gelap yang akan positif bila diperiksa untuk adanya hemoglobin. Rabdomiolisis dapat menyebabkan

8

Page 9: Trauma Muskuloskeletal

hipovodemi, asidosis metabolik, hiperkalemia,hipokalsemia dan DIC (Disseminated intravascular coagulation).

3. Pengelolaan

Pemberian cairan IV selama ekstrikasi sangat penting untuk melindungi ginjal dari gagal ginjal. Gagal ginjal yang disebabkan oleh mioglobin dapat dicegah dengan pemberian cairan dan diuresis osmotic untuk meningkatkan isis tubulus dan aliran urine. Dianjurkan untuk mempertahankan output urine 100ml/jam sampai bebas dari mioglobin uria.

TRAUMA MENGANCAM EKSTREMITAS

A. Patah Tulang Terbuka dan Trauma Sendi

1. Trauma

Pada patah tulang terbuka terdapat hubungan antara tulang dengan dunia luar. Kerusakan ini disertai kontaminasi bakteri menyebabkan patah tulang terbuka mengalami masalah infeksi, gangguan penyembuhan dan gangguan fungsi.

2. Pemeriksaan

Diagnosa didasarkan atas riwayat trauma dan pemeriksaan fisik ekstermitas yang menemukan fraktur dengan luka terbuka, dengan atau tanpa kerusakaan luas otot serta kontaminasi.

Jika terdapat luka terbuka didekat sendi, harus dianggap luka ini berhubungan dengan atau masuk kedalam sendi, dan konsultasi bedah harus dikerjakan. Tidak boleh memasukkan zat warna atau cairan untuk membuktikan rongga sendi berhubungan dengan luka atau tidak. Cara terbaik membuktikan luka terbuka pada sendi adalah dengan eksplorasi bedah dan pembersihan luka.

3. Pengelolaan

Setelah deskripsi atau trauma jaringan lunak, serta menentukan ada atau tidaknya atau gangguan sirkulasi atau trauma saraf maka segera dilakukan imobilisasi. Penderita segera diresusitasi secara adekuat dan hemodinamik sedapat mungkin stabil. Profilaksis tetanus segera diberikan. Antibiotic diberikan setelah konsul dengan dokter bedah.

9

Page 10: Trauma Muskuloskeletal

B. Trauma Vaskuler, termasuk amputasi traumatik

1. Riwayat dan pemeriksaan

Trauma vaskuler harus dicurigai jika terdapat insufisensi vaskuler yang menyertai trauma tumpul, remuk (crushing) , puntiran, atau trauma tembus ekstremitas. Trauma vaskuler parsial menyebabkan ekstremitas bagian distal dingin, pengisian kapiler lambat, pulsasi melemah dan ankle/brachial index abnormal. Aliran yang terputus menyebabkan ekstremitas dingin, pucat dan nadi tidak teraba.

2. Pengelolaan

Otot tidak mampu hidup tanpa aliran darah lebih dari 6 jam dan nekrosis akan segera terjadi. Saraf juga akan sangat sensitif terhadap keadaan tanpa oksigen. Operasi revaskularisasi segera diperlukan untuk mengembalikan aliran darah pada ekstermitas distal yang terganggu. Jika gangguan vaskularisasi disertai fraktur harus dikoreksi segera dengan meluruskan dan memasang bidai. Iskemia menimbulkan nyeri hebat dan konsisten.

Amputasi traumatik merupakan bentuk terberat dari fraktur terbuka yang menimbulkan kehilangan ekstermitas dan memerlukan konsultasi dan intervensi bedah. Patah tulang terbuka dengan iskemia berkepanjangan, trauma saraf dan kerusakan otot mungkin memerlukan amputasi.

Penderita dengan trauma multipel yang memerlukan resusitasi intensif dan operasi gawat darurat bukan kandidat untuk reimplantasi. Reimplantasi biasa nya dikerjakan untuk trauma tunggal ekstermitas distal, dibawah lutut atau sikut, bersih dan akibat trauma tajam.

Anggota yang teramputasi dicuci dengan larutan isotonic dan dibungkus kasa steril dan dibasahi lautan penisilin (100.000 unit dalam 50 ml RL ) dan dibungkus kantong plastik. Kantong plastik ini dimasukkan dalam termos berisi pecahan es, lalu dikirimkan bersama penderita.

C. Sindrom kompartemen

1. Trauma

Sindrom kompartemen dapat ditemukan pada tempat dimana otot dibatasi oleh rongga facia yang tertutup. Daerah yang sering terkena adalah tungkai bawah, lengan bawah, kaki, tangan, region glutea,dan paha. Sindroma kompartemen terjadi bila tekanan diruang osteofasial menimbulkan iskemia dan berikutnya

10

Page 11: Trauma Muskuloskeletal

nekrosis. Iskemia dapat terjadi karena peningkatan isi kompartemen akibat edema yang timbul, akibat revaskulerisasi sekunder dari ekstremitas yang iskemia atau karena penyusutan isi kompartemen yang disebabkan oleh tekanan luar, misalnya dari balutan yang menekan. Tahap akhir dari kerusakaan neurovaskuler disebut Volkman’s ischemic contracture.

2. Pemeriksaan

Semua trauma ektremitas potensial untuk terjadinya sindroma kompartemen. Sejumlah cedera mempunyai resiko tinggi yaitu :a. Fraktur tibia dan antebrachial.b. Balutan kassa atau imobilisasi dengan gips yang ketat.c. Crush injury pada massa otot yag luasd. Tekanan setempat yang cukup luas.e. Peningkatan permeabilitas kapiler dalam kompartemen akibat reperfusi otot

yang mengalami iskemia.f. Luka bakar, ataug. Latihan berat.

Gejala dan tanda-tanda sindroma kompartemen adalah

1. Nyeri bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan pasif yang meregangkan otot bersangkutan.

2. Parestesia daerah distribusi saraf perifer yang terkena3. Menurunnya sensai atau hilangnya fungsi dari saraf yang melewati

kompartemen tersebut.4. Tegang serta bengkak di daerah tersebut.

Kelumpuhan atau parese otot dan hilangnya pulsasi (disebabkan oleh tekanan kompartemen melebihi tekanan sistolik) merupakan tingkat lanjut dari sindroma kompartemen.

3. Pengelolaan

Semua balutan, gips dan bidai yang menekan dibuka. Penderita harus diawasi dan diperiksa setiap 30 sampai 60 menit. Jika tidak terdapat perbaikan, fasciotomi diperlukan.

Sindroma kompartemen merupakan keadaan yang ditentukan oleh waktu. Semakin tinggi dan semakin lama meningkatnya tekanan intrakompartemen, maka makin besar kerusakaan neurovaskuler dan fungsi. Terlambat melakukan fasciotomi menimbulkan mioglobinemia, yang dapat menimbulkan menurunnya

11

Page 12: Trauma Muskuloskeletal

fungsi ginjal. Apabila diagnosisi atau curiga sindroma kompartemen harus segera konsultasi bedah.

D. Cedera Syaraf akibat Fraktur – Dislokasi

1. Trauma

Fraktur atau/dan dislokasi, dapat menyebabkan trauma saraf yang disebabkan hubungan anatomi atau dekatnya posisi saraf dengan persendian. Kembalinya fungsi hanya akan optimal bila keadaan ini diketahui dan ditangani secara cepat.

2. PemeriksaanPemeriksaan neurologis yang teliti selalu dilakukan pada penderita dengan

trauma muskuloskeletal. Tabel 2Pemeriksaan Saraf Perifer Ekstremitas Superior

SARAF MOTORIK SENSORIK TRAUMAUlnaris Abduksi telunjuk Kelingking Trauma sikuMedianus, distal Oposisi tenar Telunjuk Dislokasi pergelangan

tanganMedianus, interosea anterior

Fleksi ujung telunjuk

Fraktur suprakondiler (anak)

Muskulokutaneus Fleksi siku Lengan bawah bagian lateral

Dislokasi sendi bahu anterior

Radialis Ekstensi ibu jari, jari dan sendi MCP

Web space ke-1 bagian dorsal

Humerus distal, dislokasi bahu anterior

Aksilaris Delltoid Bahu lateral Dislokasi bahu anterior, fraktur humerus proksimal

Tabel 3Pemeriksaan Saraf Perifer Pada Ekstremitas Inferior

SARAF MOTORIK SENSORIK TRAUMAFemoralis Ekstensi lutut Lutut anterior Fraktur ramus pubisObturatorius Adduksi sendi

panggulMedial paha Fraktur cincin

obturatorTibialis posterior Fleksi jari kaki Telapak kaki Dislokasi lututPeroneus superficial

Eversi ankle Dorsum pedis bagian lateral

Dislokasi lutut, fraktur kolum fibula

Peroneus fropundus

Dorsofleksi ankle atau jari

Web space ke-1 dan 2 bagian kaki

Fraktur leher fibula

Ischiadicus Dorsofleksi kaki Kompartemen

12

Page 13: Trauma Muskuloskeletal

plantar dislokasi sendiGlutealis superior Abduksi sendi

panggulPanggul posterior fraktur asetabulum

Glutealis inferior Ekstensi lutut, sendi panggul, gluteus maksimum

Fraktur asetabulum

Pada kebanyakan penderita dengan trauma multiple, pada awalnya sulit menilai fungsi saraf. Keadaan yang bertambah berat menunjukkan tekanan terhadap saraf yang berlangsung terus.

3. Pengelolaan

Ekstremitas yang cedera harus segera diimobilisasi dalam posisi dislokasi dan konsultasi bedah segera dikerjakan. Setelah reposisi, fungsi saraf di reavaluasi dan ekstremitas dipasang bidai.

TRAUMA EKSTREMITAS YANG LAIN

A. Kontusio dan Laserasi

Secara umum laserasi memerlukan debridemen dan penutupan luka. Jika laserasi meluas sampai dibawah fasia, perlu intervensi operasi untuk membersihkan luka dan memeriksa struktur-struktur di bawahnya yang rusak. Kontusio umumnya dikenal karena ada nyeri dan penurunan fungsi. Palpasi menunjukkan adanya pembengkakan lokal dan nyeri tekan. Penderita tidak dapat mempergunakan otot itu dan terjadi penurunan fungsi karena nyeri. Kontusio diobati dengan istirahat dan pemakaian kompres dingin pada fase awal.

Risiko tetanus meningkat dengan adanya luka yang lebih dari 6 jam, disertai kontusi dan atau abrasi, dalamnya lebih dari 1 cm, akibat peluru felositas tinggi, luka panas atau dingin dana danya kontaminasi (terutama luka bakar dan luka dengan denerfasi atau sikemik jaringan).

B. Trauma Sendi

1. Trauma

Trauma sendi bukan dislokasi ( sendi masih dalam konfigurasi anatomi normal tetapi terdapat trauma ligamen) biasanya tidak mengancam ekstremitas, walaupun dapat menurunkan fungsi ekstremitas.

13

Page 14: Trauma Muskuloskeletal

2. Pemeriksaan

Biasanya ditemukan adanya riwayat gaya abnormal terhadap sendi, sebagai contoh tekanan terhadap tibia bagian anterior yang mendorong lutut ke belakang, tekanan terhadap bagian lateral yang menimbulkan regangan valgus pada lutut, atau jatuh dengan lengan ekstremits yang menimbulkan trauma hiperfleksi pada siku.

Pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan pada ligament yang terkena. Hemartrosis (perdarahan sendi) biasanya akan ditemukan, kecuali bila kapsul sendi robek dimana perdarahan akan menyebar ke jaringan lunak. Test pasif dari ligament membuktikan adanya instabilitas.

3. Pengelolaan

Trauma sendi harus diimobilisasi. Keadaan vascular dan status neurologi distal pada tungkai yang cedera harus diperiksa. Konsultasi bedah harus dilakukan.

C. Fraktur

1. Trauma

Fraktur adalah terputusnya kontuinitas korteks tulang menimbulkan gerakan yang abnormal disertai krepitasi dan nyeri. Fraktur tertutup maupun terbuka biasanya disertai berbagai bentuk kerusakan jaringan lunak.

2. Pemeriksaan

Pemeriksaan ekstremitas didapatkan nyeri, pembengkakan, deformitas, nyeri tekan, krepitasi dan gerakan abnormal di tempat fraktur. Sangat penting untuk memeriksa keadaan neurovascular ekstremitas berulang-ulang, terutama jika bidai telah terpasang.

Riwayat dan pemeriksaan fisik dikonfirmasi dengan foto ronsen 2 view yang saling tegak lurus. Mempertimbangkan status hemodinamik penderita, foto ronsen dapat ditunda sampai penderita stabil. Foto ronsen harus mencakup sendi atas dan bawah tulang yang fraktur, untuk menyingkirkan dislokasi dan trauma lain.

3. Pengelolaan

a. Imobilisasi harus mencakup sendi diatas dan dibawah fraktur. Setelah dipasang bidai, status neurology dan vascular harus diperiksa.

14

Page 15: Trauma Muskuloskeletal

b. Konsultasi bedah diperlukan untuk pengobatan lebih lanjut.

PRINSIP IMOBILISASI

Membidai trauma ekstremitas bila tidak disertai masalah ancaman nyawa, bisa ditunda sampe secondary survey. Setelah pemasangan bidai dan meluruskan fraktur harus dilakukan pemeriksaan status neurovaskular.

Fraktur tertentu dapat dipasang bidai khusus. PASG tidak dianjurkan sebagai bidai tungkai bawah, walaupun dapat berguna sebagai bidai sementara pada perdarahan dengan ancaman nyawa pada fraktur pelvis atau pada trauma ekstremitas bawah yang berat dengan kerusakan jaringan lunak. Pemasangan lama (lebih dari 2 jam) pada tungkai penderita dengan hipotensi dapat menimbulkan sindroma kompartemen.

Long spine board digunakan untuk penderita trauma multiple dengan dugaan trauma spinal yang tidak stabil, namun karena dasar yang keras apalagi bila dipakai tanpa bantalan dapat menimbulkan dekubitus pada oksiput, scapula, sacrum dan tumit. Karena itu sesegera mungkin penderita dipindahkan secara hati-hati ke tempat yang lebih lembut dengan memakai scoop stretcher atau cara log rolling.

a. Fraktur femur

Fraktur femur dilakukan imobilisasi sementara dengan traction splint. Traction splint ini menarik bagian distal tungkai diatas kulit pergelangan kaki. Di proximal, traction splint didorong ke pangkal paha melalui ring yang menekan bokong, perineum, dan pangkal paha. Tarikan yang berlebihan kan merusak kulit pada kaki, ankle, pangkal paha dan perineum. Gangguan neurovaskuler terjadi karena tarikan saraf perifer. Fraktur kolum femoris dapat dilakukan imobilisasi dengan traction splint, tetapi lebih nyaman dengan traksi kulit atau traksi sepatu busa dengan posisi lutut sedikit fleksi. Cara paling sederhana adalah membidai tungkai yang trauma dengan tungkai sebelahnya

b. Cedera lutut

Pemakaian bidai lutut atau long leg splint atau gips dapat membantu kenyamanan dan stabilitas. Tungkai tidak boleh dilakukan imobilisasi dalam ekstensi penuh, melainkan dalam fleksi kurang lebih 10 derajat untuk menghindari tekanan pada struktur neurovaskular

15

Page 16: Trauma Muskuloskeletal

c. Fraktur tibia

Fraktur tibia sebaiknya dilakukan imobilisasi dengan cardboard atau metal gutter, long leg splint. Jika tersedia dapat dipasang gips dengan imobilisasi meliputi tungkai bawah, lutu dan ankle.

d. Fraktur ankle

Fraktur ankle diimobilisasi dengan bidai bantal atau karton dengan bantalan, dengan demikian menghindari tekanan pada daerah tulang yang menonjol.

e. Cedera lengan dan tangan

Tangan dapat dibidai sementara dalam posisi anatomis fungsional, dengan pergelangan tangan sedikit dorsofleksi dan jari-jari fleksi 45° pada sendi metakarpofalangeal. Posisi ini diperoleh dengan imobilisasi tangan dengan rol kasa dan bidai pendek.

Lengan dan pergelangan tangan di-imobilisasi datar pada bidai dengan bantalan. Siku di-imobilisasi pada posisi fleksi, memakai bidai dengan bantalan atau langsung di-imobilisasi ke badan memakai sling dan swath. Lengan atas dibidai dengan sling dan swath atau ditambah balutan torako-brakial. Bahu dilakukan imobilisasi dengan sling dan swath atau balutan Velpeau.

KONTROL NYERI

Analgesia diperlukan untuk trauma sendi atau fraktur walaupun pemberiaanya tergantung keadaan klinis penderita. Pemasangan bidai yang tepat akan mengurangi rasa nyeri / tidak nyaman dengan menghambat gerak yang terjadi di daerah fraktur.

Penderita yang tidak tampak kesakitan walaupun ada fraktur yang cukup berat, harus dicurigai adanya cidera lain, misalnya lesi intrakranial, hipoksia atau pengaruh alkohol dan obat-obatan.

Pemberian narkotik akan mengurangi rasa nyeri dan harus diberikan dalam dosis rendah secara intravena dan diulang sesuai kebutuhan. Sedative dan muscle relaxants jika perlu, misalnya untuk reduksi dislokasi, harus diberikan secara hati-hati. Pemberian analgetika, muscle relaxants, atau sedative dapat mengakibatkan henti nafas. Dengan demikian peralatan resusitasi yang memadai harus tersedia.

16

Page 17: Trauma Muskuloskeletal

TRAUMA PENYERTA

Karena mekanisme trauma yang berakibat cedera berat, maka cedera muskuloskeletal menjadi tersembunyi dan tidak segera tampak saat pemeriksaan. Langkah untuk memastikan adanya trauma penyerta dan pengelolaannya :

a. Periksa riwayat trauma, terutama mekanismenyab. Periksa ulang semua ekstremitas dengan perhatian khusus untuk tangan, pergelangan

tangan, kaki dan sendi diatas dan dibawah fraktur atau dislokasic. Periksa punggung penderita, termasuk tulang belakang dan pelvisd. Periksa ulang foto ronsen yang telah dilakukan pada secondary survey, untuk

menemukan trauma tersembunyi

Table 4 – Trauma Penyerta

Trauma Trauma penyertaFraktur klavikulaFraktur scapulaDislokasi / fratur sendi bahu

Trauma torakal berat, khususnya kontusio paru, dan fraktur iga

Fraktur vertebra torakalis displaced Ruptur aorta torakalisFraktur spinal Trauma intra-abdominalFraktur / dislokasi sendi siku Trauma a.brakialis

Trauma n.radialis, ulnaris atau medianus

Fraktur pelvis berat (pengendara mobil) Trauma abdomen, torakalis atau kepalaFraktur pelvis berat (pengendara motor) Perdarahan pelvisFraktur femur Fraktur kolum femoris dislokasi

Sendi panggul posteriorDislokasi lutut poosterior Fraktur demur dislokasi

Sendi panggul posteriorDislokasi lutut atau fraktur plateau tibia yang displaced

Trauma arteri atau n.poplitea

Fraktur kalkaneus Fraktur atau trauma spinalFraktur dislokasi dari hindfootFraktur plateau tibia

Fraktur terbuka Trauma penyerta yang bukan skeletan, insiden 70%

TRAUMA SKELETAL TERSEMBUNYI

Tidak semua trauma dapat dikenali pada waktu pemeriksaan dan pengelolaan awal. Pada sendi dan tulang yang ditutupi jaringan otot yang tebal mungkin terdapat cedera tersembunyi. Fraktur yang undisplaced atau trauma sendi, terutama pada penderita tidak sadar atau cidera berat mungkin sulit terdiagnosis.

17

Page 18: Trauma Muskuloskeletal

PERMASALAHAN

a. Trauma muskuloskeletal merupakan sumber perdarahan tersembunyi pada penderita yang dengan hemodinamik tidak normal. Tempat perdarahan tersembunyi adalah retroperitoneal dari trauma pelvic ring yang tidak stabil, paha pada fraktur femur, dan semua fraktur terbuka dengan kerusakan luas dari jaringan lunak.

b. Sindroma kompartemen mengancam ektremitas. Keadaan ini harus dapat dikenali dan segera melakukan konsultasi bedah.

c. Mesekipun pemeriksaan menyeluruh, trauma tersembunyi dan trauma penyerta dapat tidak terdiagnosis pada pemeriksaan awal penderita. Pemeriksaan berulang harus selalu dikerjakan.

RINGKASAN

Tujuan pemeriksaan dan pengelolaan awal trauma muskuloskeletal adalah melakukan identifikasi hal yang mengancam nyawa dan mengancam ekstremitas. Sebagian besar trauma muskuloskeletal dapat terdiagnosis dan ditangani pada secondary survey. Fraktur pelvis, trauma arteri, crush injury dan fraktur dislokasi harus dilakukan diagnosis dengan tepat dan pengelolaan dengan cepat.

Pemasangan bidai segera pada fraktur dan dislokasi dapat mencegah komplikasi berat dan cacat lebih lanjut. Perhatian pada imunisasi tetanus, terutama pada patah tulang terbuka atau luka dengan kontaminasi berat, akan mencegah komplikasi.

PEMERIKSAAN DAN PENGELOLAAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL

I. Pemeriksaan fisik

a. Melihat, gambaran umumPerdarahan luar dapat diketahui dengan jelas dari perdarahan pada ekstremitas, kumpulan darah pada lantai, balutan yang penuh darah, dan perdarahan yang terjadi selama pasien dibawa ke rumah sakit. Pemeriksa perlu menanyakan karakteristik terjadinya trauma dan pelayanan pra rumah sakit1. Luka terbuka mungkin sudah tidak berdarah, tetapi bisa terdapat trauma

saraf atau fraktur terbuka2. Deformitas pada ekstremitas menunjukaan adanya fraktur atau trauma

sendi.3. Warna ekstremitas perlu diperiksa. Adanya memar menunjukkan adanya

trauma otot atau jaringan lunak diatas tulang atau sendi. Perubahan ini mungkin disertai bengkak atau hematoma.

4. Posisi ekstremitas dapat membantu membedakan sejumlah pola trauma.

18

Page 19: Trauma Muskuloskeletal

5. Pengawasan aktifitas spontan penderita dapat membedakan beratnya trauma.

6. Jenis kelamin dan usia penting untuk menetukan potensi trauma.7. Urin yang keluar dari kateter harus dilihat. Jika urin berdarah atau jika

pemasangan kateter sulit, penderita mungkin menderita fraktur pelvis dan trauma traktus urinarius.

b. Raba Ancaman jiwa dan ancaman ekstremitas disingkirkan dahulu.1. Pelvis dipalpasi anterior dan posterior akan adanya deformitas, pergerakan,

dan jarak yang menunjukkan potensi pelvis tidak stabil. 2. Pulsasi ekstremitas dipalpasi dan penemuannya dicatat.3. Kompartemen otot seluruh ekstremitas dipalpasi untuk menentukan

adanya fraktur atau sindroma kompartemen.4. Stabilitas sendi diperiksa dengan meminta penderita menggerakkan sendi

secara aktif.5. Pemeriksaan neurologi secara cepat dan menyeluruh dilakukan dan dcata

pada ekstremitas. a. C5 – sisi lateral dari lengan atas (N.axilaris)b. C6 – sisi palmar ibu jari dan telunjuk (N.medianus)c. C7 – sisi palmar jari tengahd. C8 – sisi palmar jari kelingking (N.ulnaris)e. T1 – sisi dalam lengan bawahf. L3 – sisi dalam pahag. L4 – sisi dalam tungkai bawah, terutama diatas maleolus medialish. L5 – dorsal kaki diantara ibu jari dan jari kedua (peroneus communis)i. S1 – sisi lateral kaki

6. Pemeriksaan motorik ekstremitas harus dikerjakana. Abduksi bahu – N.axilaris, C5b. Fleksi siku – N.muskulokutaneus, C5 dan C6c. Ekstensi siku – N.radialis, C6, C7, dan C8d. Tangan dan pergelangan tangan – kekuatan genggaman dorsofleksi

pergelangan (N.radialis, C6) dan fleksi jari-jari (N.medianus dan ulnaris, C7 dan C8)

e. Aduksi dan abduksi jari – N.ulnaris, C8 dan T1f. Ekstremitas bawah – dorsofleksi ibu jari dan pergelangan kaki

memeriksan N.peroneus profunsus, L5, dan plantar fleksi memeriksan N.tibialis posterior, S1

g. Pemeriksaan tingkat kekuatan otot menurut standar.7. Pemeriksaan refleks tendo8. Pemeriksaan punggung

19

Page 20: Trauma Muskuloskeletal

II. Prinsip imobilisasi ekstremitasa. Periksa ABCDE dan terapi keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulub. Buka semua pakaiannya termasuk ekstremitas. Cegah hipotermia.c. Periksa keadaan neurovascular sebelum memasang bidai. d. Tutup luka dengan balutan steril.e. Pilih jenis dan ukuran bidai yang sesuai dengan ekstremitas yang trauma.

Bidai harus mencakup sendi diatas dan dibawah ekstremitas yang trauma.f. Pasang bantalan diatas tonjolan tulang.g. Bidai ekstremitas pada posisi yang ditemukan jika pulsasi distal ada. Jika

pulsasi distal tidak ada, coba luruskan ekstremitas. Traksi secara hati-hati dan pertahankan sampai bidai terpasang.

h. Bidai dipasang pada ekstremitas yang telah lurus.i. Jangan meluruskan secara paksa, jika mengalami kesulitan, pasang bidai pada

posisi yang ditemukan.j. Konsultasikan ke ahli orthopedi.k. Catat status neurovascular sebelum dan setelah pemasangan bidai atau

manipulasi.l. Berikan profilaksis tetanus.

III. Meluruskan deformitas

Pemeriksaan fisik membedakan deformitas karena dislokasi atau fraktur. Prinsip meluruskan ekstremitas yang patah adalah mengembalikan panjang ekstremitas secara hati-hati dengan tarikan lurus mengoreksi angulasi dan rotasi. Dengan mempertahankan secara manual pasang bidai dengan bantuan asisten.a. Ekstremitas atas

1. HumerusPegang siku dan tarik kebawahm setelah lurus bidai dipasang dan lengan dipertahankan dengan sling dan swath ke dinding dada

2. Lengan bawahTarik pergelangan tangan ke bawah dengan siku ditahan sebagai kontraksi. Bidai dipasangan di lengan bawah dan dielevasikan

b. Ektstremitas bawah1. Femur

Luruskan femur dengan melakukan traksi didaerah ankle jika tibia dan fibula tidak fraktur. Setelah spasme otot diatasi tungkai diluruskan dan rotasi dikoreksi. Tindakan ini memerlukan waktu beberapa mebnit tergantung dari besarnya penderita.

2. Tibia

20

Page 21: Trauma Muskuloskeletal

Lakukan traksi didaerah ankle dan kontra-traksi diatas lutus, dikerjakan bila femur utuh

c. Gangguan vaskular dan neurologis Fraktur disertai trauma neurovascular perlu diluruskan dengan hati-

hati. Konsultasi bedah segera dilakukan.

IV. Pemasangan traction splinta. Pemasangan ini perlu dua orang, satu orang mempertahankan posisi

tungkai, dan seorang lagi memasang splintb. Lepaskan pakaian, termasuk sepatu agar seluruh ekstremitas terlihat.

Tutup luka dengan balut sterilm dan periksa neurovascular distalc. Bersihkan tonjolan tulang dan otot dari kotoran sebelum memasang

traksi.d. Ukur panjang splint melalui kaki yang sehat. Bagian atas dari ring

diletakkan dibawah bokong dan tuberitas iskhium. Bagian distal splint dibawah ankle sepanjang 15cm. Strap dipasang untuk menahan paha dan betis

e. Femur diluruskan dengan menarik ankle, kemudian diangkat dan splint diletakkan di bawahnya,

f. Alat pengikat traksi dipasang di ankle dengan asisten tetap mempertahankan tarikan tungkai dengan strap terbawah lebih pendek dari atasnya

g. Pasang penarik ankle pada pengait traksi, asisten tetap mempertahankan tarikan. Tarik traksi sampai tungkai stabil, atau nyeri dan spasme otot hilang

h. Periksa status neurovascular, jika perfusi distal menjadi buruk setelah pemasangan traksi, lepaskan / kurangi tekanan

i. Pasang strapj. Status neurovascular dievaluasi terus menerusk. Berikan pencegahan tetanus bila ada indikasil.

V. Pemeriksaan dan pengelolaan sindroma kompartemen

a. Yang penting diperhatikan1. Sindroma kompartemen dapat timbul perlahan dan berakibat

berat2. Dapat timbul pada ekstremitas karena kompresi atau remuk

dan tanpa cedera luar atau fraktur yang jelas3. Reevaluasi yang sering sangat penting4. Penderita dengan hipotensi atau tidak sadar meningkatkan

resiko terjadinya sindroma kompartemen

21

Page 22: Trauma Muskuloskeletal

5. Tidak sadar atau dalam intubasi tidak dapat mengkomunikasikan tanda awal dari iskemia ekstremitas

6. Nyeri merupakan tanda awal mulainya iskemia kompartemen, terutama nyeri pada tarikan otot secara pasif

7. Hilangnya pulsasi dan tanda iskemia lain merupakan gejala lanjut

b. Palpasi kompartemen otot, dibandingkan ketegangannnya tungkai yang cedera dengan yang normal1. Asimetri adalah tanda penemuan yang penting2. Pemeriksaan berulang dari ekstremitas yang cedera adalah hal pokok3. Pengukuran tekanan intra kompartemen sangat membantu4. Jika curiga sindroma kompartemen segera konsultasi bedah

c. Konsultasi bedah atau orthopedi segera

VI. Identifikasi dan pengelolaan fraktur pelvisa. Identifikasi mekanisme rauma yang menyebabkan kemungkinan fraktur pelvis

misalnya terlempar dari sepeda motor, crush injury, pejalan kaki ditabrak kendaraan, tabrakan sepeda motor

b. Periksa daerah pelvis adanya ekhimosis atau hematoma skrotal, darah di meatus uretra

c. Periksa tungkai akan adanya perbedaan panjang atau asimetri rotasi pangguld. Lakukan pemeriksaan rektum, posisi dan mobilitas kelenjar prostatm teraba

fraktur, atau adanya darah pada kotorane. Lakukan pemeriksaan vagina, raba fraktur, ukuran dan konsistensiuterus,

adanya darah. f. Jika dijumpai kelainan pada B sampai E, jika mekanisme trauma menunjang

terjadinya fraktur pelvis, lakukan pemeriksaan ronsen pelvis APg. Jika B sampai E normal, lakukan palpasi tulang pelvis untuk menemukan

tempat nyerih. Tentukan stabilitas pelvis dengan hati-hati melakukuan tekanan anterior-

posterior dan lateral-medial pada SIASi. Perhatikan pemasangan kateter, jika tidak ada kontraindikasi, atau lakukan

pemeriksaan retrogard uretrogram jika terdapat kecurigaan trauma uretraj. Penilaian foto ronsen pelvis, perhatian khusus pada fraktur yang sering disertai

kehilangan darah banyakk. Teknik mengurangi perdarahan dari frakur pelvis

1. Cegah manipulasi berlebihan atau berulang-ulang2. Tungkai bawah di rotasi ke dalam untuk menutup fraktur open-book3. Pasang dan kembangkan PASG4. Pasang external fixator pelvis (konsultasi orthopedi)5. Pasang traksi skeletal 6. Embolisasi pembuluh darah pelvis melalui angiografi7. Lakukan segera konsultasi bedah/orthopedi untuk menetukan prioritas

22

Page 23: Trauma Muskuloskeletal

8. Letakkan bantal pasir dibawah bokong kiri-kanan jika tidak terdapat trauma tulang belakang atau cara menutup pelvis yang lain tidak tersedia

9. Pasang pelvic binder10. Mengatur untuk transfer ke fasilitas terapi definitif jika tidak mampu

melakukannya

VII. Identifikasi trauma arteria. Mengetahui bahwa iskemia merupakan ancaman tungkai dan mempunyai

potensi ancaman nyawab. Palpasi pulsasi perifer bilateral (dorsalis pedis, tibialis anterior, femoral, radial

dan brakhialis) akan simetri dan kualitasc. Catat dan evaluasi adanya asimetri pulsasi periferd. Reevaluasi pulsasi perifer yang sering, terutama jika terdapat asimetriKonsultasi bedah segera

23