Top Banner

of 39

Trauma Kepala & Tulang Belakang Dan Penanganannya

Jul 09, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Fauzan Fathurrahman110.2003.096

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH

RSUD ARJAWINANGUN Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

PENDAHULUANCedera kepala merupakan epidemi yang

masih tersembunyi, oleh karena sebagian besar masyarakat belum begitu mengetahui tentang cedera kepala beserta akibatnya. 15% dari pasien yang dirawat dengan cedera kepala akan mengalami skuele (problem gangguan kronik) sepanjang hidupnya.

Penyebab cedera kepala : Kecelakaan kendaraan bermotor (50%) Jatuh (21%)

Olahraga (10%) & sisanya akibat kejadian lain. Puncak insiden cedara kepala : Usia 5 tahun Usia 15-24 tahun > 70 tahun. Cedera kepala pada laki-laki lebih sering daripada wanita.

Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan dan kelemahan setelah trauma, karena

alasan ini, perlu pendekatan yang terintegrasi. Fraktur servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat, atau trauma pukulan di kepala. Sebuah fraktur servikal merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf tulang belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk menjaga leher .

CIDERA KEPALA & TULANG BELAKANG Cedera kepala & tulang belakang adalah

trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, baik kognitif, psikososial, yang dapat bersifat temporer ataupun permanent.

ANATOMI-

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu: Skin atau kulit. Connective tissue atau jaringan penyambung. Aponeuris atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhbungan langsung dengan tengkorak. Loose areolar tissue tau jaringan penunjang longgar. Perikranium

Tulang Tengkorak Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii.Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : Fosa anterior tempat lobus frontalis. Fosa media tempat temporalis Fosa posterior ruang dibagi : Batang Otak dan Serebelum (American college of surgeon, 1997).

Anatomi Tengkorak

Meninges

Selaput meninges menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu : 1) Duramater 2)Selaput Arakhnoid 3) Pia mater

Otak Otak terletak dalam rongga tengkorak yang terdiri dari

3 bagian, yaitu : a) Otak besar (cerebrum) b) Batang Otak (truncus cerebri) c) Otak kecil (cerebellum)

Cairan serebrospinalisCairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh

plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS /hari(Hafidh,2007).

Tentorium Tentorium

serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior)(japardi,2004).

Vaskularisasi Otak Otak disuplai oleh :

2 arteri carotis interna & 2 arteri vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup.

Tulang Belakang Fungsi

vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh.

ASPEK FISIOLOGIS CEDERA KEPALAa.Tekanan intracranial Mengganggu fungsi otak Seamkin tinggi TIK seteelah cedera kepala, semakin buruk prognosisnya (American college of surgeon,1997) b. Hukum Monroe-Kellie Vic = V br + V csf + V bl (American college of surgeon,1997) Volume intrakranial (V ic) Volume jaringan otak (V br) Volume cairan serebrospinal (V csf) Volume darah (Vbl). Vic = V br + V csf + V bl (American college of surgeon,1997) c. Tekanan perfusi otak MAP < 70mmHg akan memberikan prognosa yang buruk bagi penderita.(American college of surgeon,1997) d. Aliran darah otak (ADO) N = 50 ml/100 gr jaringan otak permenit. Bila 20-25ml/100 gr/menit aktivitas EEGakan menghilang. Bila 5ml/100 gr/menit sel-sel otak akan mengalami kematian & kerusakan yang menetap (American college of surgeon, 1997).

PATOFISIOLOGICEDERA KEPALA

Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselarasideselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup.

Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada

tempat yang berlawanan (contrecoup) (japardi, 2004).

dari

benturan

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul

sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa: Perdarahan Edema otak Kerusakan neuron berkelanjutan Iskemia Peningkatan tekanan intrakranial Perubahan neurokimiawi. (japardi, 2004).

CIDERA TULANG BELAKANG Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur.

Hematon dilatasi kapiler di otot tekanan kapiler menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik protein plasma hilang & masuk ke interstitial. edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement.

KLASIFIKASICEDERA KEPALA Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3

deskripsi kalsifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya cedera kepala, dan morfologinya.

Mekanisme cedera kepala Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Beratnya cedera Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale adalah sebagai berikut : 1. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefenisikan sebagai cedera kepala berat. 2. Cedera kepala sedang memiliki nilai GCS 9-13 3. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15. Glasgow Glasgow Coma Scale Respon membuka mata (E) Respon Verbal (V) Respon Motorik (M)

Morfologi cedera 1. Fraktur cranium 2. Lesi Intrakranial a. Hematoma Epidural b. Hematom Subdural 3. Kontusi dan hematoma intraserebral. 4. Cedera difus

CEDERA MAXILLOFACIAL Faktur maxilaris Fraktur maxilla merupakan cedera wajah yang paling berat, dan dicirikan oleh: - Mobilitas palatum - Mobilitas hidung yang menyertai palatum - Epistaksis - Mobilitas 1/3 wajah bag tengah. Kalsifikasi menurut le fort : Lefort 1 Lefort II Lefort III

Fraktur mandibula Pada palpasi teraba garis fraktur dan mungkin terdapat mati rasa bibir bawah akibat kerusakan pada nervus mandibularis. Fraktur pada umumnya akan disertai dislokasi fragmen tulang sesuai dengan tonus otot yang berinsersi di tempat tersebut. Fraktur gigi Merupakan fraktur tersendiri atau bersama- sama dengan fraktur maksila maupun mandibula, dimana gigi yang hancur perlu dicabut, sementara yang patah dibiarkan(Boies, 2002).

Fraktur os nasal Biasanya disebabkan oleh trauma langsung, dimana pada pemeriksaan didapatkan pembengkakan, epistaksis nyeri tekan dan teraba garis fraktur. Fraktur orbita Fraktur juga dapat menyebabkan enoftalmus dan sering disertai terjepitnya muskulus rectus inferior di dalam patahan sehingga gerakan bola mata sangat terganggu dan penderita mengalami diplopia (Boies, 2002)

Fraktur os zygoma Diagnosis ditegakan secara klinis atau dengan foto rontgen proyeksi waters, yaitu temporooksipital(Boies, 2002)

CIDERA TULANG BELAKANG Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis fraktur meliputi: Fraktur komplit Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh kerteks. Fraktur inkomplit Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada korteks yang utuh). Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar, meliputi: Fraktur tertutup Fraktur terbuka

Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu: Green Stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi pada anak-anak dengan tulang lembek Transverse yaitu patah melintang Longitudinal yaitu patah memanjang Oblique yaitu garis patah miring Spiral yaitu patah melingkar

Black dan Matassarin (1993) mengklasifikasi lagi fraktur berdasarkan kedudukan fragmen yaitu: Tidak ada dislokasi Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi: Disklokasi at axim yaitu membentuk sudut Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang berjauhan dan memendek.

Klasifikasi trauma servikal Trauma Hiperfleksi Subluksasi anterior Bilateral interfacetal dislocation Flexion tear drop fracture dislocation Wedge fracture Clay shovelers fracture

Trauma Fleksi-rotasi Trauma Hipe Fraktur dislokasi hiperekstensi Hangmans fracture Ekstensi-rotasi Kompresi vertical

Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan Stabil Jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur. Tidak stabil Cedera yang dapat bergeser dengan gerakan normal karena ligamen posteriornya rusak atau robek Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan radiograf

Epidemiologi trauma kepala dan cervical Kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat, setelah penyakit jantung, kanker dan stroke, tercatat 50 meningkat per 100.000 populasi tiap tahun, 3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medula spinalis, 2% karena multiple trauma.

PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Foto polos kepala b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)

PENATALAKSANAAN Cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan untuk memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang

sakit. Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya, berupa cedera kepala ringan, sedang, atau berat(ariwibowo, 2008). Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit.

Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan suasana yang

optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi ini dapat berupa pemberian cairan intravena, hiperventilasi, pemberian manitol, steroid, furosemid, barbitirat dan antikonvulsan. Pada penanganan beberapa kasus cedera kepala memerlukan tindakan operatif. Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi.

PROGNOSA Apabila penanganan pasien yang mengalami cedera kepala sudah mendapat terapi yang agresif, terutama pada anak-anak biasanya memiliki daya pemulihan yang baik. Penderita yang berusia lanjut biasanya mempunyai kemungkinan yang

lebih rendah untuk pemulihan dari cedera kepala (American college of surgeon,1997).

KESIMPULAN Cedera kepala bisa menyebabkan kematian tetapi juga

penderita bisa mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi.Terjadinya cedera kepala, kerusakan dapat terjadi dalam dua tahap, yaitu cedera primer yang merupakan akibat yang langsung dari suatu ruda paksa. Dan cedera sekunder yang terjadi akibat berbagai prosese patologis yang timbul sebagai tahapmlanjutan dari kerusakan otak primer.

Kerusakan otak sering kali menyebabkan kelainan

fungsi yang menetap, yang bervariasi tergantung kepada kerusakan yang terjadi, apakah terbatas (terlokalisir) atau lebih menyebar (difus). Kelainan fungsi yang terjadi juga tergantung kepada bagian otak mana yang terkena. Gejala yang terlokalisir bisa berupa perubahan dalam gerakan, sensasi, berbicara, penglihatan dan pendengaran. Kelainan fungsi otak yang difus bisa mempengaruhi ingatan dan pola tidur penderita, dan bisa menyebabkan kebingungan dan koma.

Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas

tulang. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu: Fraktur akibat peristiwa trauma, fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan, Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang. Manifestasi kunik fraktur adalah nyeri, edema, memar/ekimosis, spame otot, penurunan sensasi, gangguan fungsi, mobilitas abnormal, krepitasi, defirmitas, shock hipovolemik. Setelah primary survey, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan external, tahap berikutnya adalah evaluasi radiographic tercakup didalamnya, plain foto fluoroscopy, polytomography CT-Scan tanpa atau dengan myelography dan MRI.

TERIMA KASIH