BAB II
11
BAB II
LANDASAN TEORI2.1. Umum
Pengangkutan sedimen merupakan pengetahuan yang bertujuan untuk
mengetahui suatu sungai dalam keadaan tertentu apakah akan terjadi
penggerusan (degradasi), pengendapan (aggradasi), atau mengalami
angkutan sedimen (aquilibrium transport) dan untuk memperkirakan
kuantitas yang terangkut dalam proses tersebut.. Keadaan-keadaan
yang menentukan pengangkutan :
a. Sifat-sifat aliran air
b. Sifat-sifat sedimen
c. Pengaruh timbal-balik (inter-action)Sungai disebut dalam
keadaan seimbang jika sedimen yang melewati suatu penampang sungai
tetap, atau dengan kata lain debit sedimen (sediment discharge)
yang masuk sama dengan debit yang keluar didalam satu satuan waktu.
Keadaan dimana jumlah debit sedimen yang masuk sama dengan yang
keluar didalam satu satuan waktu disebut Debit Sedimen Seimbang
(Qse).
Suatu sungai dikatakan mengalami pengendapan jika sedimen yang
masuk (Qs) lebih besar dari debit sedimen seimbang (Qse) dalam satu
satuan waktu. Proses pengendapan (aggradasi) ini akan mengurangi
kemiringan dasar sungai (pendangkalan) dan mungkin akan menyebabkan
terjadinya proses pelebaran sungai.
Dan sebaliknya, sungai akan mengalami degradasi jika keadaan
debit sedimen yang masuk (Qs) lebih kecil dari debit sedimen
seimbang (Qse) dalam satu satuan waktu. Proses ini akan menyebabkan
terjadinya penurunan elevasi sungai, sehingga kemiringan dasar
sungai akan menjadi curam. Peristiwa ini biasanya akan terjadi pada
hilir bangunan bendung, bendungan atau bangunan-bangunan pengatur
sungai.
2.2. Karakteristik Sedimen
Proses pengangkutan sedimen dan pengendapan sedimen tidak hanya
tergantung pada sifat-sifat arus tetapi juga pada sifat-sifat
sedimen itu sendiri. Sifat-sifat itu didalam proses sedimentasi
terdiri dari sifat partikelnya dan sifat sedimen secara menyeluruh.
Namun demikian sifat yang paling penting itu adalah mengenai
besarnya atau ukurannya.
Dalam beberapa studi mengenai sedimen sungai diwaktu lampau
menggunakan bentuk rata-rata untuk menggambarkan karateristik
sedimen secara keseluruhan. Cara ini dapat kita lakukan apabila
bentuk, kepadatan dan distribusi sedimen tidak terlalu bervariasi
dalam regim sungai. Untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat, perlu
dilakukan penggambaran sedimen yang lebih seksama.
2.2.1. Klasifikasi Sedimen
Pada dasarnya sedimen yang terangkut oleh aliran dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan sumber/asal sedimen :
Angkutan material dasar, dapat dibagi lagi menjadi :
bed load
suspended load wash load
2. Berdasarkan mekanisme transpor :
bed load suspended load
keterangan :
Suspended load, yaitu sedimen yang bergerak diatas dasar secara
melayang dimana berat partikel dikompensasi oleh turbulensi
aliran.
Bed load, yaitu sedimen yang bergerak didasar secara
menggelinding (rolling), menggeser (sliding), atau meloncat
(jumping). Wash load, yaitu sedimen yang butirannya sangat halus
bergerak melayang di bagian atas aliran dan tidak mengendap di
dasar sungai.
2.2.2. Bentuk dan Ukuran Sedimen
Bentuk partikel dari sedimen alam beraneka ragam dan tidak
terbatas. Ukuran partikel sedimen itu sendiri belum cukup untuk
menjelaskan butir-butir sedimen. Sifat-sifat yang paling penting
dan berhubungan dengan angkutan sedimen adalah bentuk dan kebulatan
butir (berdasarkan pengamatan H, (). Bentuk butiran dinyatakan
dalam kebulatannya yang didefinisikan sebagai perbandingan daerah
permukaan yang bulat dengan volume yang sama dari butiran dengan
daerah permukaan partikel.
Daerah permukaan sulit ditentukan dan isi butiran relatif kecil,
sehingga Wadell mengambil pendekatan untuk menyatakan kebulatan.
Kebulatan dinyatakan sebagai perbandingan diameter suatu lingkaran
dengan daerah yang sama terhadap proyeksi butiran dalam keadaan
diam dan ruang terhadap muka yang paling besar kepada diameter yang
paling kecil atau dengan kata lain kebulatan digambarkan sebagai
perbandingan radius rata-rata kelengkungan setiap butir terhadap
radius lingkungan yang paling besar (daerah proyeksi atau bagian
butiran melintang).
Bentuk partikel dinyatakan sebagai suatu faktor bentuk (SF),
yaitu :
SF = c/(ab)0.5dimana :
a: sumbu terpanjang
b: sumbu menengah
c: sumbu terpendek
Untuk partikel berbentuk bola SF = 1, sedangkan untuk pasir alam
SF = 0.7. Pengaruh bentuk terhadap karakteristik hidraulis dari
partikel/butiran (yaitu kecepatan jatuh ataupun hambatan)
tergantung pada angka Reynold.
Partikel-partikel sedimen alam memiliki bentuk yang tidak
teratur. Oleh karena itu setiap panjang dan diameter akan
memberikan ciri kepada bentuk kelompok butiran. Tabel 2.1.
memperlihatkan skala kelas pengelompokan partikel yang diusulkan
oleh peraturan geofisika Amerika (Lane, 1947).
Dalam peristilahan sedimen digunakan tiga macam diameter
yaitu:
a. Diameter saringan (D), adalah panjang dari sisi lubang
saringan dimana suatu partikel dapat melaluinya.
b. Diameter sedimentasi (Ds), adalah diameter bulat dari
partikel dengan berat spesifik dan kecepatan jatuh yang sama pada
cairan sedimentasi dan temperatur yang sama pula.
c. Diameter nominal (Dn), adalah diameter bulat suatu partikel
dengan volume yang sama (dimana volume=1/6(Dn3)
Secara garis besar skala butiran adalah sebagai berikut:
- boulders: 4000 250 mm
- cobbles: 250 - 64 mm
- gravel: 64 2 mm
- sand: 2000 62 (
- silt: 62 4 (
- clay: 4 - 0.24 (
Penentuan ukuran boulders, cobbles dan gravel dilakukan dengan
pengukuran langsung dari pada isi atau beberapa diameter. Gravel
dan sand dengan analisa mikroskopik atau cara sedimentasi.Tabel
2.1. America Geophysical Union (AGU) grade scale for particle
sizesSizesClass
MillimeteBsMicroNsInches
4000-2000
2000-1000
100-500
500-250
250-130
130-64
64-32
32-16
16-8
8-4
4-2
2.00-1.00
1.00-0.50
0.5-0.25
0.25-0.125
0.125-0.062
0.062-0.031
0.031-0.016
0.016-0.008
0.008-0.004
0.004-0.002
0.002-0.001
0.001-0.0005
0.0005-0.00252000-1000
100-500
500-250
250-125
125-62
62-31
31-16
16-8
8-4
4-2
2-1
1-0.5
0.5-0.24160-80
80-40
40-20
20-10
10-5
5-2.5
2.5-1.3
1.3-0.6
0.6-0.3
0.3-0.16
0.16-0.08Very large boulders
Large boulders
Medium boulders
Small boulders
Large cobbles
Small cobbles
Very coarse gravel
Coarse gravel
Medium gravel
Fine gravel
Very fine gravel
Very coarse sand
Coarse sand
Medium sand
Fine sand
Very ine sand
Coarse silt
Medium silt
Fine silt
Very fine silt
Coarse clay
Medium clay
Fine clay
Very fine clay
2.2.3. Kerapatan, Berat Spesifik, Konsentrasi dan Kecepatan
Endapan
1. Rapat Massa (Density )
Pada umumnya sedimen berasal dari desintegrasi atau dekomposisi
dari batu- batuan, baik yang diakibatkan oleh angin atau air. Suatu
misal: clay adalah fragmen-fragmen dari feldspar dan mika, silt
adalah silikat, pasir adalah kwarts. Kerikil adalah pecahan-pecahan
yang cukup berarti dari batu-batu asal. Boulders adalah segala
komponen dari batu asal (batu-batu besar).
Rapat massa butiran-butiran sedimen (< 4 mm) umumnya tidak
banyak berselisih. Rapat massa rata-rata dapat diambil (s = 2650
kg/m3 hal ini dikarenakan kwarts adalah yang paling banyak terdapat
dalam sedimen alam. Bila dinyatakan sebagai spesific grafity (s),
maka besarnya = 2,65. Untuk clay, ( berkisar antara 2500 - 2700
kg/m3.
2. Berat Spesifik (Specific Grafity)Berat spesifik adalah
perbandingan gaya gravitasi antara benda dan air pada volume yang
sama. Simbol berat spesifik adalah s dimana s = (/(w = ( /(w.3.
Konsentrasi
Menurut AGU ( American Geophysical Union ) material pasir
mempunyai ukuran butiran antara 0,062 sampai 2,000 mm. Dari data
material dasar sungai serta material suspended yang terangkut dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar material dasar sungai berupa
pasir, yaitu sekitar 80 % dari seluruh material dasar sungai.
Material suspended yang terangkut sebagian besar juga merupakan
material pasir, yaitu sekitar 90 %. Dengan demikian material dasar
sungai yang ada dapat dikatakan mempunyai agihan butiran yang sama
dengan agihan butiran material suspended yang terangkut, yaitu
sebagian besar berupa material pasir.
Borland dan Maddock dari USBR telah menyediakan sebuah tabel
untuk memperkirakan besar angkutan bed load dengan berdasarkan
besar konsentrasi suspended loadnya.Tabel 2.2. Jumlah angkutan
sedimen setahun
SedimenSub basinAliran masuk
Suspended loadBed loadJumlah
( 10 6 ) m3/th( 10 6 ) m3/th( 10 6 ) m3/th
s.b Brantas
s.b Lesti
Sengguruh0,82
1,34
2,160,41
0,27
0,681,23
1,61
2,84
Dari tabel 2.2. dapat dilihat bahwa angkutan bed load untuk
sungai Brantas sebesar 50 % dari jumlah suspended load yaitu 0,41
juta m3/th, sedangkan yang terjadi pada sungai Lesti besarnya 20 %
dari jumlah suspended load, sehingga jumlah bed load yang terangkut
0,27 juta m 3/th. Nilai 50 % serta 20 % kecuali berdasarkan
konsentrasi sedimen suspended load, data material dasar sungai dan
material suspended nilai tersebut diambil dengan mempertimbangkan
keadaan penampang kedua sungai tersebut, karena pada umumnya sungai
dangkal yang lebar akan membawa bed load lebih besar bila
dibandingkan dengan sungai dalam yang sempit.
4. Kecepatan Endap (Settling Velocity)
Kecepatan endap (w) sangat penting dalam masalah suspensi dan
sedimentasi. Kecepatan arus kritis untuk menggerakkan butiran di
dasar serta perkembangan konfigurasi dasar sungai sering
dihubungkan dengan kecepatan endap. Kecepatan ditentukan oleh
persamaan keseimbangan antara berat butir dalam air dan hambatan
selama butir mengendap.
Berat butir di air = gaya hambatan
= gaya berat
= gaya hambatan
dengan :
W = kecepatan jatuh butiran
CD = koefisien hambatan (drag coeffisien)
= (s-w)/w
2.2.4. Distribusi Frekuensi Ukuran Butiran Sedimen
Dari penyaringan atau distribusi ukuran butiran sedimen yang
dapat diperoleh biasanya dinyatakan dengan hubungan distribusi
antara persen berat dan ukuran butiran. Distribusi ukuran butiran
kumulatif dari hampir semua sedimen dapat digunakan pendekatan
distribusi log normal.
Distribusi log normal akan memberikan garis lurus jika kertas
probabilitas logaritma digunakan.
Dari definisi ukuran komulatif dalam bentuk diameter dapat
didefinisikan (Breuser, H.N.C: 1979) :
dengan :
pi= butiran dengan diameter Di
Di= rata-rata geometrik batas ukuran dari butiran yang dapat
juga dinyatakan dengan Dp bila menunjukkan diameter campuran dengan
syarat P % lebih kecil Dp.
Dm= diameter tengah.
Nilai distribusi rerata geometrik diameter adalah (Breuser,
H.N.C: 1979) :
Dg = D84 . D16
Yang nilainya menyamai Dm untuk distribusi log normal.
Standar deviasi geometri (Breuser, H.N.C: 1979) :
Dalam literatur geologi dalam satuan
= - 2 log D ( D dalam mm )
( 1 mm ) = 0
( 0,5 mm ) = 1 , dan lain-lain.
Sehingga standar deviasinya dalam satuan = 0,5 (16 - 84 )
2.3. Permulaan Gerak Butiran
2.3.1. Umum
Air yang mengalir pada permukaan sedimen mengerjakan gaya pada
butiran yang cenderung menggerakkannya. Gaya yang menahan gaya yang
ditimbulkan oleh air yang mengalir berbeda-beda sesuai dengan
ukuran butira dan distribusi ukuran pada sedimen.
Untuk sedimen kasar misalnya pasir dan kerikil, gaya penahan
gerakan terutama disebabkan oleh berat partikel. Sedimen halus yang
mengandung sedikit lumpur atau tanah liat ataupun keduanya,
cenderung bersifat kohesif dan menahan gerakan dengan gaya
kohesinya daripada dengan gaya berat butir secara individu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada sekelompok sedimen
atau butiran halus akan digerakkan sebagai satu kesatuan, sedangkan
pada sedimen kasar yang bersifat non kohesif digerakkan sebagai
butiran-butiran yang bebas.
Bila gaya hidrodinamik bekerja pada suatu butiran dari sedimen
atau agregat dari partikel sedimen non kohesif telah mencapai suatu
nilai yang bila bertambah sedikit saja akan menyebabkan partikel
atau butiran bergerak, dikatakan sebagai keadaan kritis. Bila
kondisi kritis tersebut mencapai suatu nilai atau besaran sebesar
gaya geser dasar saluran, maka kecepatan rata-ratanya telah
mencapai kondisi kritis. Pada kondisi ini aliran berkompeten untuk
menggerakkan butiran sedimen.
2.3.2. Dasar Teori
Pada sekelompok sedimen atau butiran halus akan digerakkan
sebagai satu kesatuan, sedangkan pada sedimen kasar yang bersifat
non kohesif digerakkan sebagai butiran-butiran yang bebas.
Apabila gaya hidrodinamik bekerja pada suatu butiran dari
sedimen atau agregat dari partikel sedimen non kohesif telah
mencapai suatu nilai yang bila bertambah sedikit saja akan
menyebabkan partikel atau butiran bergerak, dikatakan sebagai
keadaan kritis. Bila kondisi kritis tersebut mencapai satu
nilai/besaran sebesar gaya gesek dasar saluran, maka kecepatan
rata-ratanya telah mencapai kondisi kritis. Pada kondisi ini aliran
berkompeten untuk menggerakkan butiran sedimen.
Pada awal gerak butiran gaya yang ditumbulkan oleh aliran air
adalah seimbang dengan gaya hambatan dari butiran atau sedimen
dasar. Untuk butiran sedimen kohesif, parameter penting didalam
menetukan awal gerak sedimen adalah konsentrasi atau rapat massa
dari endapan dasar.
Definisi dari awal gerak sedimen :
1. Bila satu partikel telah bergerak
2. Bila sedikit partkel telah bergerak
3. Bila sebagian partikel telah bergerak
4. Bila ( = (cr dimana penangkapan sedimen (qb) = 0
Untuk material sedimen kasar (pasir dan batuan), gaya-gaya
aliran tersebut diimbangi oleh berat butiran sedimen, sedangkan
untuk sedimen halus (lanau dan lempung) diimbangi oleh kohesif
butiran. Pada waktu gaya-gaya aliran (gaya hidrodinamik) yang
bekerja pada partikel sedimen mencapai suatu harga tertentu dimana
bila gaya tersebut sedikit ditambah akan menyebabkan butiran
sedimen bergerak (kondisi kritik).
Dalam membahas gerak butiran digunakan beberapa dasar teori yang
diantaranya adalah :1. Teori White
White (1940) memberikan perumusan mengenai keseimbangan partikel
(butiran) di dasar sungai. Pernyataanya adalah bahwa gaya ganggu
(disturbing force) yang merupakan reultan gaya seret (drag force)
dan gaya angkat (lift force) akan sebanding dengan tegangan geser
dasar (bottom shear stress) sungai dan luas permukaan partikel
(D2), dan gaya tahan gravitasi sebanding dengan berat partikel di
dalam air.
().g.D3
partikel akan diam (seimbang) jika :
< C ().g.D3 .(2-5)
dengan :
=
= kerapatan butiran
= kerapatan air
g = percepatan gravitasi
D = diameter partikel
H = tinggi air
I = kemiringan dasar sungai
C = konstanta yang tergantung dari kondisi aliran, bentuk
partikel dan posisi partikel terhadap partikel lainnya
Kondisi aliran berdekatan dengan dasar sungai sebanding dengan
besarnya partikel dan berbanding terbalik dengan viskositas lapisan
aliran yang dirumuskan dengan :
Re* =
(2-6)dengan :
= kecepatan rata-rata
U* = kecepatan geser sub-layer
D = diameter partikel
v = viskositas air
Re* = bilangan Reynold
h = tinggi air
2. Keseimbangan Kritis
Keseimbangan kritis adalah keseimbangan batas pada saat akan
mulai terjadi gerakan. Semua tori selain White didasarkan pada
pertimbangan bahwa gaya seret berkaitan dengan kecepatan aliran,
dengan keseimbangan kritis yang dirumuskan dengan :
= ..(2-7)
dengan :
= gaya seret kritis
= kecepatan geser kritis
D = diameter butiran
=
Shield (1936) telah mengadakan penyelidikan yang sistematis
terhadap hubungan antara ,, dan mendapatkan kesimpulan bahwa :
=
=
= f
= f (Re*)..(2-8)2.3.3. Analisa Sedimen Non Kohesif
Stabilitas dari partikel non kohesif pada dasar saluran
tergantung pada gaya gerak seperti : submerged weight, drag force
dan lift force.Pada kondisi equilibrium :
Fb = Ga
atau :
CF1/2. . Ub2 . 0,25 D2 . b = /6 D2 . (s-w) . g . aUb
proportional dengan kecepatan geser U* = (0/w)1/2Perbandingan ini
tergantung pada kekasaran dan viskositas.Hubungan tersebut dapat
ditulis :
dimana tergantung dari bentuk partikel, profil kecepatan dan
lain sebagainya.
2.3.4. Stabilitas Sedimen (Butiran Dasar)
Penentuan stabilitas batuan diperlukan dalam pekerjaan seperti :
pekerjaan pembuatan dam, perlindungan dasar saluran dan lain
sebagainya.
Beberapa peneliti memberikan rumus pendekatan untuk menentukan
ukuran batuan guna mencapai kestabilannya, yaitu :
1. Shields
Shields memberi angka keamanan dengan parameter = 0,03 dan ks =
2D yang memperlihatkan pada kekasaran batuan yang besar ( =
intensitas pengaliran dan ks = kekasaran batuan). Dengan kedua
parameter tersebut didapatkan hubungan sebagai berikut :
dengan :
= kecepatan kritis rata-rata (m/dt)
h = kedalaman aliran (m)
D= diameter material (m)
g = percepatan gravitasi (m/dt2) = (s w)/ws = rapat massa
material (kg/m3)
w= rapat massa air (kg/m3)
2. Goncharov
Goncharov memberikan persamaan sebagai berikut :
untuk batuan diam
untuk keadaan kritis
3. Levi
Levi memberikan persamaan sebagai berikut :
4. Isbach
Isbach (1935) memberikan hubungan empiris dengan mengabaikan
harga h/D untuk stabilitas batuan pada dasar sebagai berikut :
Ucr = 1,2 (2 g D)1/2 = 1,7 ( g D)1/2Sedangkan untuk kecepatan
kritis batuan pada puncak dam adalah :
Ucr = 0,86 (2 g D)1/2 = 1,2 ( g D)1/2
5. Maynord
Maynord (1978) memberikan persamaan empiris sebagai berikut
:
D50 = 0,22 Fr3
Fr = U / (g.h)1/2
2.4. Metode Pengukuran dan Perhitungan Angkutan Sedimen
Setiap sungai membawa sejumlah sedimen terapung (suspended load)
serta menggerakkan partikel-partikel padat sepanjang dasar sungai
sebagai muatan dasar (bed load). Faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil sedimen (sedimen yield) dari suatu daerah aliran sungai
adalah :1. Jumlah dan intensitas curah hujan
2. Tipe tanah dan formasi geologi
3. Lapisan tanah
4. Tata guna lahan
5. Topografi
6. Jaringan sungai, yang meliputi : kerapatan sungai,
kemiringan, bentuk, ukuran dan jenis saluran.
2.4.1. Metode Pengukuran Angkutan Sedimen
Sebagaimana diketahui bahwa dalamnya air (h) dan kemiringan
dasar sungai akan menghasilkan tekanan dasar yang dirumuskan dalam
bentuk : (o = (w .ghI.
Banyaknya rumus yang dapat digunakan untuk menghitung ankutan
sedimen sejak Du Boys (1879) menyajikan hubungan gaya seretnya
(tractive forcerelation). Masalah yang sering dihadapi adalah dalam
memilih satu atau beberapa rumus yang sesuai untuk dipakai dalam
memecahkan suatu masalah. Pemilihan ini tidak dapat secara langsung
dilakukan selama hasil dari beberapa formula yang digunakan
menunjukkan perbedaan yang besar. Oleh karena itu, penetapan rumus
yang akan digunakan harus terlebih dahulu dibandingkan dengan hasil
observasi langsung debit sedimen di sungai yang akan ditinjau.
Intensitas angkutan sedimen total pada suatu penampang sungai
atau saluran adalah banyaknya sedimen yang lewat pada penampang
tersebut per satuan waktu (dapat dinyatakan dalam berat : N/det
atau volume per satuan waktu : m3/det). Intensitas total dari suatu
angkutan dianggap sebagai penjumlahan antara angkutan bed load dan
angkutan suspended load: Ttot = Tb + TsUntuk perhitungan angkutan
sedimen ini kita harus mengadakan faktor koreksi yang disebut
ripple factor () dimana :
keterangan :
=C=intensive friction factor
=C=transport friction factor1. Angkutan material di dasar sungai
(bed material transport)Yang dimaksud bed material yang akan
dibahas disini adalah bed load dan suspended load. Kedua muatan
sedimen ini dipengaruhi oleh proses erosi dan deposisi. Dari hasil
pengamatan di lapangan dan beberapa percontohan telah diketahui
bahwa hubungan antara angkutan sedimen dengan keadaan aliran di
dasar sungai adalah tekanan geser dasar (bed shear test) yang
terdiri dari form drag dan roughness drag. Dari kedua pengamatan
tersebut telah diketahui pula bahwa proses pengangkutan dan keadaan
aliran sangat tergantung dari roughness drag, sedang form drag sama
sekali tidak berperan.Kedalaman air (h)dan kemiringan dasar sungai
akan menghasilkan tekanan dasar
yang dirumuskan dalam bentuk : 0 = w . g . h .IIntensitas
angkutan sedimen total pada suatu penampang sungai/saluran adalah
banyaknya sedimen yang lewat pada penampang tersebut per satuan
waktu (dapat dinyatakan dalam berat : N/dt atau volume pe rsatuan
waktu : m3/dt). Intensitas total dari suatu angkutan dianggap
sebagai penjumlahan antara angkutan bed load dan angkutan suspended
load :
Ttotal = Tb + TsUntuk perhitungan angkutan sedimen ini kita
harus mengadakan factor koreksi yang disebut Ripple Faktor (),
yaitu :
= / = (C/C)3/2dengan :
= C = friction factor intensif = C = friction factor angkutan2.
Bed load
Dalam menghitung angkutan sedimen kesulitannya tidak ada aturan
tertentu, sehingga kita mengikuti aturan-aturan yang telah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Secara umum intensitas angkutan
sedimen dirumuskan sebagai berikut :
= S/(g..D3)1/2Dengan :
S = volume angkutan teoritis
D= diameter butiran
= (s w)/w
Konversi total volume : S/(1-) sebagai hasil akhir.
dengan :
= porositas
Intensitas pengaliran :
= U*2 / gD
(nilai efektif dari )
Suatu formulasi yang lengkap tentang gerak bed load harus
mencakup semua variable dari pada pengaliran dan sedimen. Akan
tetapi umumnya rumus-rumus tidaklah demikian. Sebagian besar
rumus-rumus menggunakan parameter yang menentukan keadaan batas
dimana tidak terjadi angkutan, misalnya :
1. t0 t (tegangan super kritis)
2. Q0 Qc (debit kritis)
3. U0 Uc (kecepatan kritis)
3. Suspended loadSuspended load dapat dicari dengan mengukur Uz
dan Cz (konsentrasi suspended load) yang dirumuskan sebagai berikut
:
dengan :
Cz = konsentrasi suspended load
Uz= kecepatan aliran pada z2.4.2. Metode Perhitungan Angkutan
Muatan Layang (Suspended load)
Muatan layang (suspended load), yaitu partikel yang bergerak
dalam pusaran aliran yang cenderung terus menerus melayang bersama
aliran. Ukuran partikelnya lebih kecil dari 0,1 mm.
(Priyantoro,Dwi:1987)
Muatan layang tidak berpengaruh terhadap alterasi, tetapi dapat
mengendap di muara-muara sungai ataupun dasar waduk yang dapat
menimbulkan pendangkalan dan akhirnya menyebabkan berbagai
masalah.
Transportasi suspended load dapat dimengerti secara mudah dan
dapat digambarkan dengan metode teoritis, didasarkan pada teori
turbulen dan metode yang sangat bagus yang telah ada untuk
menghitung distribusi relatif konsentrasi suspended load yang
melebihi kedalaman saluran. Kapasitas suspended load telah
diformulasikan oleh Van Rijn (1984) sebagai berikut (Pilarczyk,1995
: 92) :
Pada saat transportasi suspended dengan ketidakakuratan sampai
25 dapat digunakan rumus sebagai berikut (Pilarczyk,1995 : 92)
:
Ss = F . U . h . Ca
dengan :
zo= 0.033 ks , ks = tinggi kekasaran equivalen Nikuradze
U= kecepatan aliran rata-rata
h= kedalaman aliran
Ca= konsentrasi referensi
dengan a = ks atau a = 0,5 f
Z` = jumlah suspansi yang dimodifikasi
= Z + (Secara sederhana rumus Van Rijn diformulasikan sebagai
berikut (Pilarczyk,1995:95) :
Untuk parameter partikel karakteristik (D0)
Dalam perhitungan transportasi suspended load oleh Pacheco
Ceballos (1989) diformulasikan secara empiris sebagai berikut
(Pilarczyk,1995 : 97) :
untuk a 2Ddengan :
U= kecepatan aliran
I= slope dasar saluran
(m= densitas sedimen dalam air (kg/m3)
(= densitas air
bf= faktor bentuk dasar saluran
Ub= kecepatan pada dasar saluran
as= ketebalan teoritis dari lapisan suspended
(= kecepatan jatuh (m/s)
u*= kecepatan geser dasar (g.h.I)0.5
k= konstanta Von Karman
Muatan layang (suspended load) dapat juga dihitung dengan
menggunakan metode USBR (United State Bureau Reclamation) dimana
untuk menghitung angkutan muatan layang, diperlukan pengukuran
debit air (Qw) dalam m3/det, yang dikombinasikan dengan konsentrasi
sedimen (C) dalam mg/l, yang menghasilkan debit sedimen dalam
ton/hari dihitung dengan persamaan (Strand, 1982 : 7):
Qs = 0,0864 C.QwDari perhitungan, dibuat lengkung aliran sedimen
yang merupakan garis regresi antara angkutan sedimen dan debit air
dengan persamaan :
Qs = a.QwbUntuk menghitung nilai sedimen muatan layang digunakan
metode perhitungan antara lain :1. Pendekatan Einstein
x=di dapat grafik S23.a
dengan :
z=jarak titik penyelidikan terhadap dasar sungai
Wo=kecepatan endap butiran suspensi
U*= keceepatan geser
Untuk mencari nilai I1 dapat dilihat pada grafik S17.a dan I2
pada grafik S17.b melalui hubungan nilai AE dan z.2. Pendekatan
Lane dan Kalinske
dengan :
a = batas terjadinya suspensi
Jika d = y
dengan :
Ca = konsentrasi dalam satuan berat kering
C=konsentrasi sedimen suspensi
=koefesien transfer/difusi
2.4.3. Metode Perhitungan Angkutan Muatan Dasar (Bed Lload)
Muatan dasar (bed load), adalah partikel yang bergerak pada
dasar sungai dengan cara berguling, meluncur,dan meloncat.
(Priyantoro, Dwi:1987).
K1 K2
1 2
Gambar 2.1 Bed Load atau Muatan Dasar
bila K1 < K2 ------ Penggerusan
bila K1 = K2 ------ Seimbang
bila K1 > K2 ------ Pengendapan
Muatan dasar keadaannya selalu bergerak, oleh sebab itu pada
sepanjang aliran dasar sungai selalu terjadi proses degradasi dan
agradasi yang disebut sebagai Alterasi Dasar Sungai.
Transportasi bed load selalu dihitung dengan rata-rata jumlah
yang besar dengan rumus yang berbeda, dimana semua rumus tersebut
tanpa pengecualian yang sudah menjadi sifat keempirisannya.
Pengukuran transportasi bed load dilapangan sangat tidak dapat
dipercaya, terutama pada debit yang tinggi, saat banyak bed load
yang berpindah. Sebaliknya, tes aliran di laboratorium dengan
transportasi bed load mudah membandingkan tingkah lakunya, dan
eksperimen aliran dalam jumlah sangat banyak telah dilakukan di
segala tempat. Konsekuensinya, semua rumus yang ada harus
disesuaikan atau dikalibrasi dengan tes aliran di laboratorium,
tanpa menguji pada kondisi lapangan.
Beberapa metode formulasi untuk menghitung jumlah transportasi
muatan dasar telah dikembangkan oleh beberapa peneliti dari tahun
ke tahun. Formula muatan dasar ini didasarkan pada prinsip bahwa
kapasitas aliran sedimen transport sepanjang dasar bervariasi
secara langsung dengan perbedaan antara shear stress pada partikel
dasar dan shear stress (tegangan geser) kritis yang diijinkan untuk
partikel yang bergerak. Beberapa formula terdahulu, seperti
Schoklitsch (1934) dan Meyer Peter Muller (1948) didasarkan pada
hasil eksperimental yang minim. Banyak formula baru seperti
einstein (1950) mempunyai latar belakang semi teoritis, teori
statistik dan probabilitas yang dipakai sebagai dasar pembentukan
formula dan eksperimental dipakai guna elevasi berbagai
konstanta.1. Formula Skotlish dapat dinyatakan sebagai :
G = 43,2 B dengan :
G= Bed load transport (ton/hari)
B= lebar sungai (feet)
Di= Diameter rata-rata geometrik dari fraksi sampel individu
(mm)
S= Hidrolik gradient
q= Debit persatuan lebar (cfs/foot)
qoi= 0.00021 Di/ S4/3
Aplikasi formula ini akan menghasilkan estimasi dari rata-rata
debit muatan dasar untuk suatu debit untuk beberapa debit formula
tersebut juga menghasilkan sebagian beban pasir pada zone yang
tidak terukur.2. Rumus Meyer-Peter and Muller (MPM)
dengan :
=ripple factor
qb=berat angkutan sedimen dasar dalam air per satuan waktu lebar
sungai (kg/m.dt)
dm=diameter median
Volume sedimen padat :
(m3/m.dt)
Dalam keadaan kritis qb= 0, = 1 rumus MPM menjadi :
Persamaan MPM ini diperoleh dari range data yang lebar
3. Rumus Frijlink
Frijlink mengusulkan :
dengan :
C = Koefisien Chezy total
Cd90 = Koefisien Chezy karena kekasaran
Atau untuk beberapa penelitian nilai dapat dilihat di grafik
S10Tb= Intensitas bed load dalam volume sedimen padat /lebar/waktu
(m3/m.dt)
Penyelesaian rumus Frijlink juga bisa dengan cara grafis
S9Langkah-langkah perhitungan :
1. Data-data teknis (s, w, d, R h, I)
2. Tentukan nilai dengan :
Rumus atau grafik S10
3. Hitung nilai
4. Dari grafik S9 diperoleh nilai
5. Intensitas angkutan sedimen :
4. Rumus Einstein
Parameter tak berdimensi :
dengan :
= ripple factor = Rumus Frijlink (S10)
Tb = intensitas transpor bed load dalam berat sedimen padat /
lebar / waktu (N/m.dt)
Pendekatan Einstein :
1. Diameter yang mewakili d = d35
2.Untuk kekasaran dasar k = d65Sehingga :
3. Penyelesaian rumus Einstein juga bisa dengan cara grafis
(S7)5. Rumus Kalinske (1947)
Kalinske mengasumsikan bahwa butiran terangkut dalam suatu
lapisan dengan ketebalan D dan kecepatan seketika pada butiran Ug,
adalah :
dengan :
Uo=kecepatan seketika pada permukaan butiran
Ucr=kecepatan kritis cairan pada saat butiran mulai bergerak
Distribusi normal untuk Uo diasumsikan :
Dengan mengambil jumlah butiran per unit luas dan Ug pada
perbandingan rata-rata dari gerakan partikel dengan berat kering
per unit lebar dan waktu, maka :
dengan :
P = 0,35 b = 1,06. Rumus Shields (1937)
dengan:
q = debit air / lebar
= (s w) / w
0 = tegangan gesek = w.g.R.I = w.U*2 c = tegangan gesek kritik
S.37. Rumus Van Rijn
Secara empiris rumus transportasi oleh Van Rijn (1984) telah
diformulasikan dalam bentuk (Pilarczyk,1995 : 94) :
dengan :
T= parameter taraf transportasi
D*= parameter partikel karakteristik
Secara sederhana Van Rijn (1984) membuat rumus sederhana untuk
menghitung transportasi sedimen bed load dalam bentuk
(Pilarczyk,1995 : 95) :
Dengan kecepatan aliran rata-rata kritis dihitung dengan rumus
:
dengan :
Sb= Bed Load Sedimen
Rb= Radius Hidrolis (m)
U= kecepatan aliran rata-rata (m/dt)2.4.4. Metode Perhitungan
Angkutan Total (Total Load)
Total load adalah jumlah dari bed load dan suspended load.
Beberapa rumus pendekatan yang telah dibuat oleh para ahli adalah
sebagai berikut :
1. Shinohara dan Tsubaki (1959)
Parameter yang digunakan :
S = ( . g . D503)1/2 = 25 ()1,3(-0,038)
= R 1/D50 = (C/C)3/2
C= 18 log 12R/D90
dengan :
S= volume total angkutan sedimen (m3/dt/m)
= intensitas angkutan sedimen
= gaya geser
= ripple factor
C= koefisien chezy (m1/2/dt)
D= diameter butiran (mm)
= (s w)/w
2. Engelund dan Hansen
Parameter yang digunakan :S = ( . g .
D503)1/2=0,1f-12,5=/=RID50f= /(1/2..U2) = 2 g /C2
dengan :
S= volume total angkutan sedimen (m3/dt/m)
= kecepatan rata-rata (m/dt)
R= jari-jari hidrolis (m)
C= koefisien chezy (m1/2/dt)
I= kemiringan dasar sungai3. Achers dan White
Parameter yang digunakan :
S =
Ggr= C (Fgr / A 1)mFgr = {U*n.(U*)1-n}/(.g.D50)1/2U*= (g . R .
I)1/2U*=
Dgr=
Dengan :
S= volume total angkutan sedimen (m3/dt/m)
U*= kecepatan geser (m/dt)
= kecepatan rata-rata (m/dt)
= kekentalan kinematis air (kg/m.dt)
Fgr= tingkat angkutan sedimen tak berdimensi
Dgr= angka mobilitas sedimen
C,A,m,n = parameter yang berhubungan dengan harga DgrC=
A= 0,23/(Dgr)1/2 + 0,14
m= 9,66/Dgr + 1,34
n= 1 0,56 log10 Dgr 4. Kikawa Ashida
Parameter yang digunakan :
S= (0,5297 0 . U*)/ g w
0= w . g . R . I
U*= (g . R . I)1/2U*2= 0/w = g.R.Idengan :
S= volume total angkutan sedimen (m3/dt/m)
U*= kecepatan geser (m/dt)
w= kerapatan air = 1000 kg/m3R= jari-jari hidrolis (m)
C= koefisien chezy (m1/2/dt)
I= kemiringan dasar sungai
= (s w)/w
5. Sato Kikawa Ashida
Parameter yang digunakan :
S= U*2 F (0/cr)/ g
= 0,623
(untuk n > 0,025)
=0,623 (40 n)-3,5
(untuk n < 0,025)
0= w . g . R . I
U*= (g . R . I)1/2dengan :
S
= volume total angkutan sedimen (m3/dt/m)
U*
= kecepatan geser (m/dt)
0
= tegangan geser (N/m2)
cr
= tegangan geser kritis (N/m2)
n
= koefisien kekasaran Manning
F (0/ cr) = fungsi yang berhubungan dengan F dan (0/ cr)
Total volume angkutan sedimen dalam jangka waktu tertentu pada
selebar penampang sungai dapat dihitung dengan rumus :
ST = 1/(1-). B . S . T
dengan :
= porositas (biasanya diambil = 0,4)
S= volume total angkutan sedimen (m3/dt/m)
B= lebar penampang ungai (m)
T= jangka waktu
Untuk tujuan perencanaan pendahuluan informasi pada tabel 2.3
dapat dipakai untuk mengestimasi jumlah/besarnya koreksi muatan
dasar yang dipakai untuk melengkapi perhitungan muatan total (total
load)Tabel 2.3. Jumlah Koreksi Muatan DasarConcentration dari
muatan yang mengambangTipe material yang membentuk bagian
sungaiTekstur dari material yang mengambangPersen muatan dasar
dalam pengukuran muatan mengambang
Kurang dari 1,000PasirSerupa dengan material dasar25 sampai
150
Kurang dari 1,000Kerikil,batu, atau campuran lempungDengan
jumlah sedimen pasir5 sampai 12
1,000 sampai 7,500PasirSerupa dengan material dasar10 sampai
35
1,000 sampai 7,5000Kerikil,batu, atau campuran lempung25 % pasir
atau kurang5 sampai 12
Lebih dari 7,500PasirSerupa dengan material dasar5 sampai 15
Lebih dari 7,500Kerikil,batu, atau campuran lempung25 % pasir
atau kurang2 sampai 8
Jika rata-rata gerakan sedimen yang tidak terukur telah
ditentukan untuk beberapa debit kurva rata-rata muatan dasar dapat
digambar dan dihitung sama seperti gambar dan hitungan yang dipakai
untuk debit muatan dasar.2.5. Debit Inflow
Sampling merupakan metode tertentu untuk mendapatkan keakuratan
sedimen yang dibawa oleh aliran air pada lokasi tertentu, dan
merupakan metode untuk menentukan inflow sedimen ke waduk.
Ada dua macam pengumpulan data sedimen suspended (terbuang)
yaitu berkala dan harian. Koleksi dan analisis sampel sedimen
merupakan proses yang mahal dan sampel harian menghasilkan sebagian
besar duplikasi pada aliran dasar. Oleh karena itulah program
pengumpulan sampel berkala dan campuran adalah lebih umum. Hasil
dari program pengumpulan jenis koleksi yang lain dipakai untuk
mengembangkan koleksi antara muatan sedimen (sediment load) dan
debit air. Korelasi ini umumnya ditunjukkan sebagai kurva rata-rata
sedimen. Data secara normal diplot pada kertas logaritmis, dengan
debit sedimen sebagai absis dan debit air sebagai ordinat. Kemudian
suatu garis yang mendekati digambar melalui titik-titik yang
diplot, atau dapat juga dibuat persamaan secara matematis dengan
metode-metode yang telah ada, misalnya metode least square (umumnya
persamaannya adalah Qs = a Qb), metode-metode regresi, atau juga
dengan interpolasi. Data sampel berkala sering tidak memberikan
definisi yang mendekati untuk bagian puncak atau rata-rata
transportasi sedimen akibat muatan yang sangat besar terbawa selama
periode banjir.
Jika sumber limpasan berasal dari salju maupun angin ribut, hal
ini perlu untuk mengembangkan kurva rata-rata sedimen untuk tiap
musim. Limpasan dari angin ribut dapat membawa konsentrasi sedimen
yang lebih besar dari kurva rata-rata musiman untuk 19 tahun.
Debit air yang tercatat pada stasiun pengukur biasanya tersedia
untuk periode yang lebih lama dan lebih lengkap daripada data
sedimen. Data-data ini secara normal dipakai untuk membuat kurva
durasi aliran, yang sebenarnya merupakan frekuensi kumulatif yang
menunjukkan prosentase waktu dimana debit spesifik disamakan dalam
suatu periode yang diberikan. Kurva durasi aliran didasarkan pada
satu satuan waktu yang lebih besar dari 1 hari, mempunyai harga
yang kecil dalam menyiapkan estimasi muatan sedimen. Untuk
menyiapkan kurva durasi aliran, diperlukan pencatatan debit aliran
harian, yang kemudian disusun menurut besarnya dan prosentase waktu
dimana debit aliran disamakan dengan harga spesifik yang dihitung.
Kurva durasi aliran hanya dipakai untuk periode dimana data dipakai
untuk mengembangkan kurva, tetapi jika data aliran mewakili aliran
batas yang panjang dari aliran, kurva tersebut harus dianggap
sebagai kurva probabilitas dan dipakai untuk mengestimasi aliran
yang akan datang.
2.5.1. Pembangkitan Data Debit Inflow
Data yang tersedia adalah hasil pengukuran inflow debit sungai
bulanan selama lima tahun. Data ini perlu diperpanjang (sampai 30
tahun) hingga cukup panjang untuk mendapatkan data yang memenuhi
syarat untuk perhitungan selanjutnya.
Untuk menghasilkan (to generate) suatu urutan nilai dari aliran
sintetik suatu sungai ditinjau aliran-aliran yang merupakan hasil
dari proses acak (random process). Random process adalah suatu
proses yang hasilnya berubah menurut waktu dengan memasukkan faktor
probabilitas (Morran:1959). Jadi kita dapat menganggap bahwa
setidak-tidaknya suatu ungkapan pendekatan dalam bentuk
probabilitas di aman dalam suatu sungai pada tahun berikutnya yang
lebih kecil daripada x satuan, adalah p1. Anggapannya adalah aliran
yang tepat dapat diramal dan sebenarnya kita tidak akan mencoba
untuk mengadakan evaluasi seberapa jauh proses generasian yang
sebenarnya akan mengikuti hukum deterministik dan seberapa jauh
akan memasukkan faktor probabilitas.
Sekurang-kurangnya dapat diperhitungkan bahwa sungai yang
menunjukkan adanya nilai tengah aliran sebesar 10 satuan per tahun
sepanjang tahun pencatatan, dan tidak pernah mengalami
perubahan-perubahan petaka alami atau perubahanperubahan yang
dibuat manusia, kemungkinan besar tidak akan memberikan aliran
dengan nilai tengah (mean) 20 satuan per tahun dalam waktu panjang.
Dan kemungkinan lebih besar lagi sungai tersebut memberikan nilai
tengah aliran yang tetap dekat dengan 10 per satuan per tahun.
Lebih dari itu jika sebagian besar aliran dekat dengan 10 satuan
dengan aliran-aliran yang jarang terjadi kita dapat berharap dengan
probabilitas yang tinggi bahwa aliran berikutnya adalah akn lebih
dekat dengan 10 satuan. Jadi kita dapat mengharapkan bahwa tingkat
keragaman atau variansi aliran tersebut tetap terpelihara.
Karakteristik karakteristik urutan di masa lampau memberikan
pertanda untuk aliran dimasa mendatang. Jika aliran tahun ini
kecil, meskipun belum pasti mungkin aliran berikutnya akan lebih
kecil dari pada nilai tengahnya demikian pula aliran besar
cenderung mengikuti aliran besar. Karena itu sejarah dari suatu
aliran memberikan informasi yang berharga tentang aliran yang
mungkin terjadi di massa datang. Model untuk menggenerasi harus
menggunakan informasi tersebut, meskipun pada waktu yang bersamaan
kita harus memasukkan komponen acak (random commponent), untuk
menggambarkan ketidakmampuan kita untuk meramal urutan aliran di
massa datang secara eksak.
Bilangan Random
Data debit historik dan sintetik memiliki urutan tertentu
terjadi berdasarkan proses acak, serta terletak dalam interval
waktu tertentu. Urutan nilai ini sering disebut rangkaian waktu
(time series). Secara umum nilai ke-i dari variabel X yang
merupakan anggota dari suatu rangkaian waktu adalah jumlah dari 2
komponen.
Xi = di + ei
Dimana komponen deterministik diperoleh dari nilai
parameter-parameternya dan nilai sebelumnya dari proses, seperti
Xi+1, Xi+2 dan seterusnya. Komponen bilangan acak adalah er.
Bilangan acak untuk distribusi normal dapat diperoleh dari
bilangan acak uniform dengan cara sebagai berikut :
t1 = (u1 + u2 + u3 + + u12) - 6 ; dst.
dengan :
t1 dan t2 : bilangan acak normal
u1, u2, u3 : bilangan acak uniform
Metode lain untuk memperoleh bilangan acak normal dengan
persamaan Box Muller, yaitu :
t1 = (-2 ln u1)1/2 . cos (2. .u2)
t2 = (-2 ln u1)1/2 . sin (2. .u2)dengan :
t1 dan t2 : bilangan acak normal
u1,u2 u3 : bilangan acak uniform
Perpanjangan Debit Inflow Bulanan
Untuk membangkitkan data debit dapat digunakan model
Thomas-Fiering. Dimana model ini menganggap bahwa setahun terbagi
menjadi m musim atau
terdiri dari 12 bulan.
Dianggap bahwa data aliran adalah x1,1, x1,2, , x1,12, x2,1,
x2,2, ., xn,12; contoh, indeks pertama menyatakan tahun dimana
aliran terjadi dan indeks kedua berjalan secara siklus dari 1 ke
12.
Prosedur perhitungannya :
1. Perhitungan aliran rata-rata untuk tiap bulannya
dengan :
X
= debit rata - rata
n
= jumlah tahun
Xi,b
= data debit pada tahun ke-i. dan bulan ke-b
2. Perhitungan standar deviasi
3. Perhitungan koefisien korelasi antar aliran dalam waktu i.
dan waktu i.-1
Persamaan aliran sintetis :
dengan :
qi,b= debit hasil pembangkitan untuk bulan b tahun ke-i.
Xb , Xb-1= rerata debit pada bulan b
rb , rb-1= korelasi untuk bulan b dan bulan b-1
Sdb , Sdb-1= standar deviasi bulan b dan bulan b-1
ti,b = bilangan random bulan b
qi,b-1= debit pada tahun ke-i. dan bulan b-1
2.5.2. Uji Homogenitas Data
Perlu dipastikan tentang keandalan data sebelum dilakukan
perhitungan dan analisis. Untuk itu dilakukan pengujian-pengujian
secara statistik. Pengujian dilakukan untuk memastikan ketepatannya
agar hasil perhitungan itu dapat digunakan untuik proses lebih
lanjut.
Pengujian statistik lebih ditujukan untuk menguji
parameter-parameternya, antara lain dapat dilakukan dengan
membandingkan rerata, variansi, kovariansi, korelasi dan
sebagainya. Sedangkan pada pengujian suatu fungsi, diuji keandalan
parameter-parameter yang membentuk fungsi tersebut.
Hipotesa yang dirumuskan dengan harapan untuk ditolak disebut
hipotesa nol atau dinyatakan dengan Ho. Penolakan Ho mengakibatkan
penerimaan hipotesa alternatif yaitu H1. Salah satu analisa
variansi yang dapat digunakan disini adalah
1. Uji F (Fisher Test).
Uji analisis pada dasarnya adalah menghitung F score, lalu
membandingkan dengan F tabel. Yang diuji adalah ketidaktergantungan
(independence) atau keseragaman (homogenitas). Uji analisa variansi
dapat bersifat satu arah atau dua arah.
Prinsip uji hipotesis ini adalah membandingkan variansi gabungan
antara kelompok sampel (variance between group) dengan varian
kombinasi seluruh kelompok (variance between group).
Dengan :
S12=variansi sampel 1 (debit historis) = S22=variansi sampel 2
(debit sintetis) = Harga F kritis = (n1-1, n2-1) dengan :
n1=jumlah sampel 1 (debit historis)
n2=jumlah sampel 2 (debit sintetis)
Ho diterima jika harga F hitung < F kritis
Ho ditolak jika harga F hitung > F kritis
Untuk pengaman selanjutnya akan digunakan uji F dengan analisa
variansi yang bersifat dua arah, dengan hipotesa sebagai berikut
:
Hipotesa 1 : Ho = hujan homogen dari bulan ke bulan
H1 = hujan tidak homogen dari bulan ke bulan
Hipotesa 2 :Ho = hujan homogen dari tahun ke tahun
H1 = hujan tidak homogen dari tahun ke tahun
Ada dua F score dihitung dengan rumus-rumus berikut :
F1 =
F2 =
dengan :
Xi: harga rata-rata untuk bulan j
Xj: harga rata-rata untuk tahun j
X: harga rata-rata untuk keseluruhan
Xij: pengamatan untuk bulan j pada tahun j
n: banyak pengamatan perbulan (tahun)
k: banyak bulan
2. Uji T
Uji T termasuk jenis uji untuk sampel kecil. Sampel kecil adalah
dimana ukuran sampel n < 30. Untuk mengetaui apakah 2 sampel x1
dan x2 berasal dari populasi yang sama, maka dihitung t score
dengan rumus :
dengan : = rerata dari sampel x1
= rerata dari sampel x2
s1= simpangan baku dari sampel x1
s2 = simpangan baku dari sampel x2
N1= ukuran dari sampel x1
N2= ukuran dari sampel x2Hipotesa :
H0: sampel x1 dan x2 berasal dari populasi yang sama
H1: sampel x1 dan x2 tidak berasal dari populasi yang sama
Harga t tabel dicari pada tabel distribusi student's untuk
derajat bebas=N1 +N2 -2 dan = (Level of Significance) misal 5%.
Apabila t score ,< t tabel, maka H0 diterima, dan jika
sebaliknya maka H0 ditolak.
2.5.3. Kurva Durasi Aliran
Untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara pengaliran
dan waktu, digunakan "duration curve". Untuk menyusun duration
curve, harga-harga pengamatan peristiwa hidrologis disusun menurut
urutan besar menurun. Persentasi waktu yang pada tiap harga tadi
disamai atau dihitung. Digambarkan pada grafik, dengan harga-harga
pengamatan sebagai ordinat dan persentasi waktu yang bersangkutan
sebagai absis akan didapatkan kurva durasi.
Dilihat dari segi statistik, kurva durasi merupakan suatu
lengkung frekuensi kumulatif dari suatu seri waktu kontinyu yang
menunjukkan lama waktu relatif dari berbagai besaran. Pada suatu
kurva durasi didapatkan jumlah waktu yang menunjukkan volume aliran
yang menyamai atau kurang dari yang ditunjukkan oleh absisnya. Yang
lebih baik untuk digunakan ialah kurva durasi yang menunjukkan
banyaknya peristiwa yang volume alirannya menyamai atau melebihi
suatu volume aliran tertentu. Untuk skala waktu banyak digunakan
persentasi waktu. Dengan cara ini, untuk setiap persentasi waktu
dapat segera diketahui besarnya volume aliran yang tersedia. (Ir.
Iman Subarkah , Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air,
1980).
Gambar 2.2. Kurva Durasi Aliran2.6. Waduk
2.6.1 Umum
Pembangunan waduk adalah salah satu wujud dari usaha memenuhi
kebutuhan air. Persediaan yang ada di waduk antara lain
direncanakan untuk berbagai keperluan. Dalam pembangunan waduk yang
paling diperhatikan adalah analisa tentang produksi dan kapasitas.
Produksi adalah jumlah air yang dapat disediakan oleh waduk dalam
jangka waktu tertentu. Dari produksi waduk yang direncanakan
tersebut dapat ditetapkan seberapa besar kapasitas waduk yang
diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan dengan keandalan
tertentu. Hal ini digunakan untuk keperluan perencanaan waduk.
Untuk keperluan operasi, hubungan antara kapasitas dan produksi
diartikan sebagai besarnya kebutuhan yang dapat dilayani tiap
satuan waktu sesuai dengan kapasitas yang ada. Pengkajian hubungan
antara kapasitas dan produksi disebut penelaahan operasi.
Penelaahan operasi yang dapat mengungkapkan karakteristik waduk
berdasarkan kondisi musim keanekaragaman kebutuhan diperlukan suatu
simulasi. Simulasi pengoperasian waduk dipakai untuk jangka waktu
tertentu berdasarkan aturan yang ditetapkan.
Metode simulasi dan kurva massa digunakan untuk mencari
kebutuham air serta melakukan analisis kapasitas waduk, sehingga
dari hitungan ini dapat ditetapkan cara operasi optimal dengan
meninjau hubungan antara ketersediaan air dengan kebutuhan
air.2.6.2. Kapasitas Tampungan Waduk
Tampungan yang dibutuhkan di suatu sungai untuk memenuhi
permintaan tertentu bergantung pada tiga factor (Mc. Mahon 1976),
yaitu : Unsur-unsur aliran sungai
Ukuran permintaan
Tingkat keandalan dari pemenuhan permintaanDalam bentuknya yang
paling sederhana, masalah yang di tangani dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 2.3. Idealisasi masalaah kapasitas kemampuan waduk
Rangkaian dalam sungai Q (t) akan dimanfaatkan untuk memenuhi
permintaan air dengan kebutuhan yang tertentu D (t), dalam hal ini
mungkin periode aliran rendah (low flow) dari sungai itu perlu
diperbesar. Dengan demikian pertanyaan yang diajukan dapat berupa
berapa besarnya kapasitas waduk (C) yang harus disediakan bagi
suatu pelepasan atau draft yang terkendali D (t) dengan tingkat
keandalan yang bias diterima, mungkin ada variasi lain dari
pertanyaan ini misalnya menentukan pelepasan bagi suatu kapasitas
tertentu, tetapi masalah dasarnya tetap sama, yaitu hubungan antara
karakteristik aliran masuk (inflow), pelepasan yang terkendali dan
keandalan harus ditemukan.
Bagian-bagian pokok sebagai cirri fisik suatu waduk adalah
sebagai berikut :
1. Tampungan berguna (usefull storage), menurut Seyhan (seyhan,
1979:24), adalah volume tampungan diantara permukaan genangan
normal (Normal Water Level = NWL).
2. Tampungan tambahan (surcharge storage) adalah volume air
diatas genangan normal selama banjir. Untuk beberap saat debit
meluap melalaui pelimpah. Kapasitas tambahan ini biasanya tidak
terkendali, dengan pengertian adanya hanya pada waktu banjir dan
tidak dapat dipertahankan untuk penggunaan selanjutnya (Linsey,
1985:65).
3. tampungan mati (dead storage) adalah volume air yang terletak
dibawah permukaan genagan minimum, dan air ini tidak dimanfaatkan
dalam pengoperasian waduk.
4. Tampungan debit (valley storage) adalah banyaknya air yang
trkandung di dalam susunan tanah pervious dari tebing dan lembah
sungai. Kandungan air tersebut tergantung dari keadaan geologi
tanah.
5. Permukaan genangan normal (normal water level/NWL), adalah
elevasi maksimum yang dicapai oleh permukaan air waduk.
6. Permukaan genangan minimum (low water level/LWL), adalah
elevasi terendah bila tampungan dilepaskan pada kondisi normal,
permukaan ini dapat ditentukan oleh elevasi dari bangunan pelepasan
yang terendah.
7. Permukaan genangan pada banjir rencana adalah elevasi air
selama banjir maksimum direncanakan terjadi (flood water
level/FWL).
8. Pelepasan (realese), adalah volume air yang dilepaskan secara
terkendali dari suatu waduk selama kurun waktu tertentu.
9. Periode kritis (critical perioedi), adalah periode dimana
sebuah waduk berubah dari kondisi penuh ke kondisi kosong tanpa
melimpah selama periode itu. Awal periode kritis adalah keadaan
waduk penuh dan akhir periode kritis adalah ketika waduk pertama
kali kosong.
Gambar 2.4. Zona-zona Tampungan Waduk2.6.3. Lengkung Kapasitas
Waduk
Lengkung kapasitas waduk (storage capacity curve of reservoir)
merupakan suatu kurva yang menggambarkan hubungan antara luas muka
air (reservoir area), volume (storage capacity) dengan elevasi
(reservoir water level). Dari lengkung kapasitas waduk ini akan
diketahui berapa besarnya tampungan pada elevasi tertentu, sehingga
dapat ditentukan ketinggian muka air yang diperlukan untuk
mendapatkan besarnya volume tampungan pada suatu elevasi tertentu,
kurva ini juga dipergunakn untuk menentukan besarnya kehilangan air
akibat perkolasi yang dipengaruhi oleh luas muka iar pada elevasi
tertentu.
Dari persamaan lengkung kapasitas tinggi dapat ditentukan tinggi
muka air waduk dengan persamaan :
H = Ch . S 0.5.(2.1)dengan :
A=luas muka air waduk (km2)
S=volume tampungan total (m3)
Ch=koefisien
Jika kehilangan turut diperhitungkan, kehilangan ini dikalikan
luasan untuk mendapatkan volume kehilangan. Persamaan lengkung
kapasitas luasan waduk dapat dinyatakan :
A = Ca . S 0.5.(2.2)
dengan :
A=luas muka air waduk (km2)
S=volume tampungan total
Ca=koefisien
2.6.4. Klasifikasi Waduk
2.6.4.1. Metode Lara 1962
Tipe wadukKlasifikasiRentang(m)H (%)V (%)
4.511
2.7826100
ILake
3.511
3.7276100
IIFlood-plainFoothill
11
3.3096100
IIIHill
11
21.5443100
IVGeorge
11
100100
Untuk mendapatkan persamaan digambar grafik hubungan antara
volume waduk sebagai absisi dan kedalam sungai sebagai ordinat.
Grafik penentuan tipe waduk dapat dilihat di lampiran.2.6.4.2.
Jenis waduk menurut pemakaiannya
a. Waduk konservasi penampang
b. Waduk non konservasi atau Waduk distribusi
2.6.4.3. Jenis waduk menurut operasinya
a. Waduk jangka pendek Waduk yang siklusnya kurang dari satu
tahun.
b. Waduk jangka panjang Waduk yang siklusnya lebih adri satu
tahun.
2.6.4.4. Jenis waduk menurut kebutuhan pemakai dan kondisi
cuaca
a. Direct Reservoir
b. Regulation reservoir
c. Pumped Storage Reservoir
d. Seogonal Reservoir (Depok)
2.6.4.5. Jenis waduk menurut tujuannya
a. Single Purpose (Tunggal guna).
b. Multi Purpose (Multi guna)2.6.5. Usia Guna Waduk
Jika suatu waduk mempunyai suatu tampungan untuk pengendali
banjir dan tidak diharapkan muka air berada dalam tampungan ini
untuk periode waktu yang penting, sebagian akumulasi sedimen harus
diendapkan dalam tampungan ini. Usia guna waduk adalah waktu dimana
waduk dapat dipergunakan untuk menampung air dan
mendistribusikannya. Usia guna waduk ditinjau dari penuhnya dead
storage oleh sedimen. Waktu pengendapan dari berbagai elevasi
dikumulatifkan untuk mendapatkan asia waduk. 2.7. Sedimentasi
Waduk
2.7.1. Umum
Sedimen yang terangkut masuk ke dalam waduk tidak selalu
diendapkan pada
dasar waduk yang paling rendah. Sedimen dengan ukuran butiran
yang lebih besar akanterendapkan pada waduk sebelah hulu
dibandingkan dengan sedimen dengan butiran yang lebih kecil.
Seperti pada gambar 2.1 semakin kecil ukuran butiran maka semakin
terendapkan jauh ke dalam.
Dengan masuknya sedimen ke dalam waduk akan mengakibatkan
berkurangnya kapasitas waduk. Untuk itu mengetahui berapa besar
pengurangan kapasitas dari waduk ini perlu suatu perhitungan untuk
mengetahui jumlah sedimen yang terendapkan selama waduk beroprasi
untuk jangka waktu tertentu.
2.7.2. Faktor-Faktor yang Menentukan Hasil Sedimen
Faktor-faktor yang menentukan hasil sedimen (sediment yield)
dari suatu daerah aliran sungai dapat diringkas sebagai berikut
:
1. Jumlah dan intensitas curah hujan
2. Tipe tanah dan formasi geologi
3. Lapisan tanah
4. Tata guna lahan
5. Topografi
6. Jaringan sungai, yang meliputi : kerapatan sungai,
kemiringan, bentuk, ukuran dan jenis saluran
Beberapa ilmuwan menganggapnya perlu untuk menambahkan beberapa
faktor, sebagai contoh penutup vegetasi yang berat akhirnya
bergantung pada curah hujan, tetapi kondisi penutup tanah dapat
diganggu oleh praktek pembajakan, pemakaman rumput yang berlebih
oleh hewan atau api.
Sistem penanganan yang serius dari sedimen yang dipengaruhi
faktor-faktor tersebut telah dicari jalan keluarnya, antara lain
sampai pada rata-rata hasil sedimen untuk daerah aliran sungai.
Analisis tipe ini seyogyanya menggunakan studi perencanaan
pendahuluan dan merupakan keadaan yang dapat dipercaya jika
rata-rata hasil sedimen-hasil perhitungan dapat dikorelasikan
dengan hasil sedimen hasil pengukuran pada daerah yang dibatasi
atau sub DAS.
2.7.3. Metode Perhitungan Rendaman Jerat (Trap Efisiensi)Trap
effisiensi (efisiensi tangkapan) dari suatu waduk didefinisikan
sebagai perbandingan jumlah sedimen yang mengendap dengan inflow
sedimen total dan tergantung pada kecepatan jatuh partikel sedimen
awal di atas dan rata-rata aliran yang lewat waduk. Kecepatan jatuh
partikel dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran partikel, viskositas
air dan komposisi kimia dari air. Rata-rata aliran melalui waduk
ditentukan oleh volume inflow pada tampungan yang tersedia dan
rata-rata outflow.
Metode untuk mengestimasi trap effisiensi waduk secara empiris
didasarkan pada endapan sedimen yang diukur dalam jumlah yang besar
terhadap waduk.2.7.3.1. Metode Brunne
Gunnar Brune telah mengemukakan bahwa kurva envelope untuk
penggunaan dengan waduk normal yang memakai hubungan kapasitas
waduk-waduk inflow dari waduk (Kurva ini ditunjukkan pada gambar
2.4). Waduk-waduk yang dipakai untuk mengembangkan hubungan ini
merupakan waduk tipe tampungan (storage) dan kurva ini tidak
direkomendasikan untuk menghitung trap efissiensi dari desilting
basin, flood retarding structures, atau semi dray reservoir.
2.7.3.2. Metode Churchill
Dengan memakai data tennese valley authority presentase sedimen
dari waduk. Indeks sedimen didefinisikan sebagai perbandingan dari
periode retention dengan rata-rata kecepatan melalui waduk. Kurva
Churchill dengan beberapa tambahan data yang ditambahkan oleh
Bureau of Reclamation. Beberapa data ini mewakili desilting basin
dan semi dray reservoir, dan kurva Churchill memperlihatkan bahwa
kurva tersebut lebih mampu mendefinisikan trap effisiensi untuk
waduk jenis ini daripada hubungan yang dibuat oleh Brune.
Batasan uraian berikut akan membantu di dalam penggunaan kurva
Churchill :
Kapasitas : kapasitas waduk pada operasi rata-rata untuk periode
yang dianalisis .
Period retention: kapasitas dibagi rata-rata inflow, kapasitas
dalam Cu-feet dan inflow dalam Cu-feet per detik.
Panjang : panjang waduk (feet) pada permukaan operasi
rata-rata.
Kecepatan : kecepatan rata-rata (feet /detik) yang datang dengan
membagi inflow dengan rata-rata luas potongan melintang
(feet/detik). Rata-rata luas potongan melintang dapat ditentukan
dari kapasitas dibagi panjangnya.
Indeks sedimentasi : periode retention dibagi kecepatan.
Apabila akumulasi sedimen yang tidak diharapkan merupakan suatu
prosentase yang besar dari kapasitas waduk, hal ini penting untuk
menganalisis trap effisiensi guna periode tambahan dari umur waduk.
Secara teoritis trap effisiensi waduk dapat mengurangi tampungan
secara kontinyu tetapi tidak praktis jika menganalisis trap
effisiensi dalam interval < 10 tahun. Variasi inflow sedimen
tahunan merupakan sebab untuk tidak memakai periode yang pendek
dalam analisis.2.7.4. Distribusi Sedimen Pada WadukBesarnya gaya
partikel sedimen yang masuk ke waduk meliputi komponen horisontal
dalam arah aliran yang berkewajiban menahan gerakan air dan
komponen vertikal yang berkewajiban terhadap gravitasi dan
turbulensi air. Partikel sedimen akan tinggal dalam suspensi dan
dipindahkan ke waduk sepanjang gaya turbulensi air sama dengan atau
melampaui gaya gravitasi. Jika aliran masuk ke waduk hasil kenaikan
luas potongan melintang menyebabkan kecepatan turun dan terjadi
turbulensi sampai air menjadi tidak efektif dalam menggerakkan
sedimen dan paartikel-partikel, maka akan terjadi pengendapan.
Distribusi sedimen dalam waduk dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang saling berhubungan, meliputi tekstur sedimen, hubungan
inflow-outflow ukuran dan bentuk waduk serta pola operasi
waduk.
Batasan indeks kolam banjir (flood pool indeks) atau tampungan
banjir dihitung sebagai perbandingan antara tinggi tampungan banjir
dengan tinggi dibawah tampungan, dakalikan dengan prosentase waktu
muka air waduk berada dalam tampungan pengendali banjir. Informasi
ini untuk wadiuk yang diusulkan harus didapat dari studi operasi
waduk. Untuk itu dipakai beberapa metode untuk memperkirakan
distribusi sedimen pada waduk antara lain :
2.7.4.1. Area Increment Method
Persamaan dasar:
Vs = V0 + A0 ( H h0 )
dimana :
Ao= luas waduk yang baru pada elevasi dasar yang baru (acre)
V0= volume sedimen di bawah elevasi dasar yang baru (acre
ft)
Vs= volume sedimen yang terdistribusi dalam waduk (acre ft)
H= kedalaman maksimum di dekat bendungan pada muka air normal
(ft)
H0= kedalaman waduk setelah diisi sedimen (ft)
Langkah-langkah perhitungan :
Tahap I :
h0 ditentukan dengan cara coba-coba Vs, H diketahui dari
pengukuran Dari h0 di atas, maka didapat A0 dan V0 ( dari lengkung
kapasitas) Prosedur tersebut dilakukan berulang-ulang hingga
mendapatkan Vs = Vs elevasi dasar waduk yang baru didapat dari :
elevasi awal + h0Tahap II :
Pada tahap tersebut akan diperoleh volume sedimen komulatif.
Untuk memperoleh volume sedimen, pada tiap penambahan elevasi
dilakukan dengan cara mengalikan faktor koreksi luas rata-rata
dengan selisih penambahan elevasi , yang dirumuskan sebagai berikut
:
Vs = A0 . h
dimana :
Vs= penambahan volume sedimen (acre ft)
A0= factor koreksi luas (acre)
h= selisih pertambahan elevasi (ft)2.7.4.2. Emperical Area
Reduction MethodCara ini digunakan untuk memperkirakan distribusi
sedimen di waduk dengan tahapan sebagai berikut :
Klasifikasi waduk ditentukan ke dalam salah satu tipe standar
yang ada.
Luas area dihitung dengan cara coba-coba hingga didapat volume
hasil perhitungan (Q5) sama dengan asumsi (Q5)
Konversi dari kurva tipe standar terhadap kurva luas rencana
diberika oleh Moody dengan persamaan :
Ap= C . Pm . (1-P)ndimana :
Ap= luas relaif (0,0 2,8)
P= kedalaman relatip (0,0 1,0)
C, m, dan n adalah konstanta karakteristik yang ditemtukan
berdasar pada tipe waduk seperti pada table berikut :
TipeCmnSedimen storege near
I5,0471,850,36Top
II2,4870,570,41Upper Middle
III16,967-1152,32Lower Middle
IV1,486-251,34Bed
Dalam bentuk grafik, disajikan pada gambar 9.2
Langkah perhitungannya adalah :
a. Tentukan kedalam relatif pada setiap penambahan ke dalam
waduk (dalam %).
b. Tentukan luas relative sedimen (Ap) berdasarkan tipe standar
yang sesuai, kemudian lihat gambar 9.2.
c. Pilih elevasi dasar waduk baru yang memungkinkan setelah
terjadi sedimentasi dengan cara coba-coba.
Luas areal di bawah elevasi yang dipilih, dapat dilihat pada
lengkung kapasitas waduk. Luas areal di atas elevasi yang dipilih
diperoleh dengan cara mengalikan konstanta K dengan Ap. Sedangkan
konstanta K diperoleh dari :
2.7.4.3. Moodys modification
Untuk menghilangkan cara coba-coba, Moody pada tahun 1962
mengembangkan metode untuk mendapatkan elevasi dasar waduk yang
baru dengan persamaan dasar :
S= dimana :
S= total sedimen di waduk
0= elevasi dasar mula-mula di waduk
y0= elevasi dasar baru setelah sedimentasi
A= luas permukaan waduk
dy= penambahan kedalaman
H= kedalaman total waduk pada kedalaman normal
K= konstanta antara relatif area dengan actual area
a= relatif area
Dengan mengintegralkan persamaan di atas dan disederhanakan,
maka didapat :
dimana :
v0= volume relatif pada elevasi dasar
a0= area relatif waduk pada elevasi dasar
V0= volume total waduk
A0= area total waduk
H= kedalaman total waduk
Untuk berbagai kondisi elevasi digunakan persamaan sebagai
berikut :
h(p)= h(p) Harga h(p) untuk masing-masing tipe waduk dapat
dilihat pada gambar 9.3.
Harga h(p) harus sama dengan h(p), yaitu dengan cara
mengeplotkan grafik h(p) dan h(p) pada kertas semilogaritmik, dan
perpotongannya didapatkan po, sehingga :
pO . OH = Po . H
Dari elevasi ini, maka :
Elevasi sedimen = Elevasi awal + P0 . H
2.7.5. Perubahan Karakter Angkutan Sedimen
Setiap sungai membawa sejumlah sedimen terapung (suspended
sediment) serta menggerakkan bahan-bahan padat di sepanjang dasar
sungai sebagai muatan dasar (bed load). Sedimen merupakan hasil
akhir dari erosi atau penggerusan muka tanah oleh air, es dan gaya
gravitasi. Proyek pengembangan sumber daya air banyak dipengaruhi
oleh sedimen yang ditransportasi oleh air. Jumlah total erosi (on
site sheet) dan erosi alur (gully erotion) pada suatu daerah aliran
sungai diketahui sebagai erosi kotor (gross erotion). Tetapi semua
material yang tererosi tidak masuk ke sistem aliran, sebagian dari
material tersimpan secara alamiah atau oleh tingkah laku manusian
di dalam daerah aliran sungai dan sebagian lagi tersimpan dalam
saluran dan daerah datar yang memungkinkan terjadinya banjir.
Bagian material yang tererosi yang bergerak melalui jaringan
drainasi/sungai menuju titik kontrol/pengukur pada bagian hilir
(sebagai contoh bendungan/waduk) ditunjukkan sebagai hasil sedimen
(sediment yield). 2.7.6. Satuan Berat Endapan Sedimen
Umumnya estimasi inflow sedimen ke waduk di estimasi dalam batas
berat per satuan waktu, seperti ton per hari dan harus di ubah
dalam volume ekivalen dalam arti estimasi satuan berat. Klasifikasi
sedimen berdasarkan ukuran diusulkan oleh American Geophysical
Union yang dipakai disini.Tabel 2.8. Klasifikasi Sedimen
berdasarkan Ukuran
Tipe sedimenSatuan (mm)
Tanah Lempung< 0.004
Endapan Lumpur0.004-0.0625
Pasir0.0625-2.000
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi satuan berat sedimen yang
mengendap di waduk, beberapa diantaranya mempunyai pengaruh
tertentu sebagai berikut :
1. Cara atau pola pengoperasian waduk.
2. Tekstur dan ukuran partikel sedimen.
3. Rata-rata pemadatan dan konsolidasi.
4. Faktor pengaruh lain yang lebih kecil seperti gaya kepadatan
arus, kemiringan aliran masuk, dan pengaruh vegetasi dalam
waduk.
Pengoperasian waduk umumnya merupakan faktor pengaruh yang
terbesar, sedimen yang mengendap di saluran terpengaruh draw down
yang diijinkan yang ditunjukkan untuk periode yang lama dan dibawah
konsolidasi yang besar. Operasi waduk dengan permukaan yang stabil
tidak mengijinkan endapan sedimen mengering dan mengalami
konsolidasi pada derajat yang sama.
Ukuran dari partikel sedimen yang masuk mempunyai pengaruh yang
penting terhadap satuan berat. Endapan sedimen yang terdiri dari
endapan lumpur dan pasir akan mempunyai satuan berat yang lebih
tinggi dari pada yang didominasi tanah lempung.
Berdasarkan hasil satuan berat dan analisa ukuran butiran dari
1316 sampel Lara dan Pemberton mengembangkan metode untuk
mengestimasi satuan berat endapan sedimen awal ketika analisa
ukuran sedimen yang datang dan skema operasi waduk yang diusulkan
diketahui. Tabel 2.9. Klasifikasi Operasi Waduk
TipeOperasi Waduk
1Sedimen selalu terendam atau agak terendam
2Surut muka air sedang
3Surut muka air waduk cukup besar
4Waduk biasanya kosong
Pemilihan tipe waduk biasanya dapat dipakai dari studi operasi
yang disiapkan untuk waduk yang bersangkutan. Jika tipe waduk sudah
dipilih, satuan berat endapan sedimen awal dapat diestimasi memakai
persamaan berikut :
W1 = Wc Pc +Wm Pm + Ws Ps
dengan :
W1
= Berat jenis lb/ft3Pc, Pm, Ps= Persentase lempung, lumpur dan
pasir
Wc, Wm, Ws= Koefisien lempung, lumpur dan pasir (tabel 2.3)
Tabel 2.10. Koefisien Wc, Wm, Ws
Tipe wadukWcWmWs
1267097
2357197
3407297
4607397
Satuan besar endapan sedimen yang tinggal di waduk tiap tahun
akan bertambah, dan dinyatakan sebagai:
W = W1 + K log 10 Tdengan:
K = Konstanta tergantung pada analisis ukuran sedimen, telah
dikemukakan untuk menentukan satuan berat endapan sedimen pada
waduk setelah suatu periode operasi waduk.
Tetapi sebagai sedimen akan mengendap di waduk dalam tiap T
tahun operasi dan endapan tiap tahun akan mempunyai waktu pemadatan
yang berbeda. Miller mengembangkan pendekatan integral untuk
menentukan rata-rata satuan berat endapan sedimen dalam T tahun
operasi sebagai berikut :
Wt = W1 + 0.434 K [(T/(T-1))(logT)-1]dengan:
Wt = Rata rata berat jenis setelah T tahun dari operasi
waduk
W1 = Berat jenis awal dari material sedimen
K = Konstanta yang tergantung dari operasi waduk dan ukuran
sedimen dalam
tabel 2.11.
Tabel 2.11. Konstanta K
K
Tipe WadukPasirLumpurLempung
105.716
201.88.4
300.00.0
400.00.0
2.7.7. Akumulasi Endapan Sedimen dan Usia Guna WadukAkumulasi
sedimen dalam waduk biasanya didistribusikan di bawah puncak
Conservation fool atau muka air normal. Tetapi, jika suatu waduk
mempunyai suatu tampungan untuk pengendali banjir dan tidak
diharapkan muka air waduk berada dalam tampungan ini untuk periode
waktu yang penting, sebagian akumulasi sedimen harus diendapkan
dalam tampungan ini. Gambar berikut ini merupakan data dari great
playin reservoir yang dipakai sebagai petunjuk mengestimasi bagian
akumulasi total sedimen yang akan mengendap di atas muka air
normal. Plot tersebut diharapkan sebagai petunjuk yang kasar dan
estimasi yang didapat dari sini harus dibuat mendekati dengan
beberapa keputusan yang didasarkan pada operasi waduk yang
diusulkan dan sedimen yang masuk secara alamiah. Kurva ini
didasarkan pada jumlah data yang terbatas dan dapat diperbaiki jika
lebih banyak informasi yang tersedia.2.7.8. Prediksi Distribusi
Pengedapan Sedimen di Waduk
Fenomena lain dari pengendapan sedimen di waduk adalah
pembentukan endapan delta pada daerah head air di waduk. Akibat
yang besar dari endapan delata adalah timbulnya elevasi back water
pada saluran di hulu. Prediksi bentuk delta merupakan prosedur
empiris yang didasarkan pad observasi endapan data di waduk yang
telah disurvei ulang. Kemiringan top side dapat dihitung memakai
formula Peter Meyer Muller untuk transportasi awal.
S = (1/d). 0,19 . (Q/Qb) (ns/D90 x 1/6). D
Dimana semua batasan didefinisikan seperti persamaan formula
Schoklitsch untuk transpor yang bukan bed load sebagai berikut
:
S = (0,00021 x D x B/Q)3/4dengan :
D = diameter rata-rata material dasar, D50 (mm)
Q= debit aliran (m3/dt)
Persamaan ini akan menghasilkan kemiringan dimana material dasar
tidak digerakkan terlalu jauh, yang penting akan membentuk delta
yang benar.
Ini juga akan dicari pada kebanyakan waduk dimana kemiringan top
side hampir mendekati setengah kemiringan asal. Harga ini
verifikasi kemiringan yang dihitung dengan kemiringan di atas.
2.8. Pengendalian Pengendapan Sedimen di Waduk
Prosedur yang paling umum untuk menangani masalah sedimen adalah
penetapan suatu bagian dari kapasitas waduk sebagai tampungan
sedimen. Ini adalah suatu pendekatan yang sifatnya negatif, yang
bagaimanapun tidak akan mengurangi penumpukan sedimen, tetapi
semata-mata hanyalah menunda saat terjadinya masalah yang serius.
Karena sedimen mengendap diseluruh panjang waduk, maka penetapan
tampungan sedimen tidaklah secara eksklusif menyangkut kapasitas
mati, tetapi harus pula mencakup bagian yang seharusnya merupakan
bagian dari kapasitas berguna.
Sebenarnya pengendapan sedimen di waduk tidak dapat dicegah,
tetapi dapat dihambat atau ditunda saat terjadinya. Pengurangan
aliran sedimen masuk kedalam waduk hingga jumlah tertentu dapat
diperoleh dengan metode konservasi tanah didalam DAS nya.
Teras-teras (terasering), penanaman berjalur, pembajakan tanah
mengikuti garis tinggi serta teknik-teknik yang serupa akan
menghambat aliran air di permukaan tanah dan mengurangi erosi.
Bendung pengendali (Check dam) di jurang-jurang akan menambah
sejumlah sedimen dan mencegahnya masuk kedalam sungai, ataupun
pembangunan Sabo dam pada alur sungai di hulu waduk.
Penumpukan sedimen di dalam waduk dapat dikurangi dengan membuat
sarana-sarana untuk mengalirkan sejumlah sedimen. Pintu pembilas
(pembuang) pada berbagai ketinggian kadang-kadang dapat
memungkinkan pengaliran sedimen yang halus untuk terbuang sebelum
mempunyai waktu untuk mengendap di dasar waduk. Pada berbagai
waduk, suatu aliran masuk yang mengandung sedimen dapat mengalir
dalam bentuk arus kerapatan, perbedaan kerapatan ini antara lain
dapat diakibatkan oleh jenis sedimen, mineral-mineral yang terlarut
atau suhu. Karena perbedaan kerapatan, air dengan arus kerapatan
tidak langsung bercampur dengan air waduk yang lama. Efisiensi
tangkapan waduk dapat turun dari 2 hingga 10 persen bila ada
kemungkinan untuk mengaliorkan arus kerapatan semacam ini melalui
alur pembuang. Pintu pembuang di dekat dasar bendungan dapat
memungkinkan pembilasan sejumlah sedimen kehilir, tetapi bagian
yang dibuang tidaklah akan sangat jauh di hulu bendungan.
Dimana m adalah reciprocal dari kedalaman slope lawan kapasitas
plot pada kertas logaritma. Itu harus diingat bahwa tipe danau
tidak harus di dataran atau tipe jurang harus harus di gunung.
Kadang-kadang, tipe operasi waduk atau ukuran sedimen dapat
melebihi batas klasifikasi untuk membentuknya. Jika waduk terbentuk
tipe III harus dibuat kebawah pada frekuensi interval atau sedimen
didominan oleh tanah liat, dan itu diklasifikasikan sebagai tipe IV
karena bagian penting dari sedimen didepositkan pada dasar dari
waduk tipe IV. Rationalitation yang sama harus digunakan jika
sebuah waduk jatuh pada garis batas antara tipe-tipe.
Persamaan dasar digunakan untuk mengembangkan prosedur :
S = dengan :
S = Total sedimen yang didepositkan pada waduk
o = Elevasi nol asli pada Dam
Yo = Elevasi nol pada Dam sesudah periode pemasukan sedimen
A = Daerah permukaan waduk
dy = Tambahan kedalaman
H = Total kedalaman waduk pada permukaan air normal
K = Konstan bagian untuk memasukkan daerah sedimen relatif ke
area yang sebenarnya untuk waduk
a =Area sedimen relatif.
Dengan integrasi dan penyederhanaan persamaan ini, hubungan
berikutnya dapat dikembangkan :
dengan :
vo = Volume relatif waduk pada kedalaman nol baru
ao = Area relatif waduk pada kedalaman nol baru
Vo = Volume total waduk pada kedalaman nol baru
H = Kedalaman asli waduk
Ao = Area total waduk pada kedalaman nol
Kemudian dengan mendefinisikan istilah baru :
hp =
h1p = dengan :
p = Kedalaman relatif sebagai contoh beberapa bagian fraksional
dari kedalaman waduk yang diukur dari dasar sungai
VpH = Volume total waduk pada kedalaman pH
ApH = Total area waduk pada kedalaman pH
Itu dapat dilihat dari persamaan bahwa hp sama dengan h1p pada
elevasi nol, Yo.
Dengan menggunakan data yang telah diopservasi dari survei
waduk, kurva desain penyimpanan tak berdimensi digambarkan satu
dari empat tipe waduk dan kurva rancangan area yang diperoleh dari
mereka.
Badan Survey Geologi Amerika Serikat telah mengembangkan
prosedur yang telah dimodifikasikan oleh Einstein untuk menghitung
jumlah sedimen total yang mana bergantung pada konsentrasi sedimen
terbuang dan ukuran analisis dalam penambahan data yang diminta
oleh formula yang lain.
EMBED Equation.3
Rangkaian aliran
Sungai Q (t)
Rangkaian pelepasan
Terkendali D (t)
limpahan
Waduk dengan kapasitas
Tamp.aktif C
Muka Air Banjir
Muka Air Normal
MOL
Tampungan Efektif
Tampungan Mati
Dasar sungai
Mercu Pelimpah
Saluran Pengambilan
EMBED PBrush
Gambar 2.5 Distribusi sedimen di waduk
10
_1300897756.unknown
_1300897772.unknown
_1300897780.unknown
_1300897784.unknown
_1300897787.unknown
_1332700372.unknown
_1300897786.unknown
_1300897782.unknown
_1300897783.unknown
_1300897781.unknown
_1300897776.unknown
_1300897778.unknown
_1300897779.unknown
_1300897777.unknown
_1300897774.unknown
_1300897775.unknown
_1300897773.unknown
_1300897764.unknown
_1300897768.unknown
_1300897770.unknown
_1300897771.unknown
_1300897769.unknown
_1300897766.unknown
_1300897767.unknown
_1300897765.unknown
_1300897760.unknown
_1300897762.unknown
_1300897763.unknown
_1300897761.unknown
_1300897758.unknown
_1300897759.unknown
_1300897757.unknown
_1300897724.unknown
_1300897740.unknown
_1300897748.unknown
_1300897752.unknown
_1300897754.unknown
_1300897755.unknown
_1300897753.unknown
_1300897750.unknown
_1300897751.unknown
_1300897749.unknown
_1300897744.unknown
_1300897746.unknown
_1300897747.unknown
_1300897745.unknown
_1300897742.unknown
_1300897743.unknown
_1300897741.unknown
_1300897732.unknown
_1300897736.unknown
_1300897738.doc
T
U
U
U
c
c
0
2
0
2
0
_1300897739.unknown
_1300897737.doc
U
U
a
D
h
D
b
log
log
15
15
_1300897734.unknown
_1300897735.unknown
_1300897733.unknown
_1300897728.unknown
_1300897730.unknown
_1300897731.unknown
_1300897729.unknown
_1300897726.unknown
_1300897727.unknown
_1300897725.unknown
_1300897708.unknown
_1300897716.unknown
_1300897720.unknown
_1300897722.unknown
_1300897723.unknown
_1300897721.unknown
_1300897718.unknown
_1300897719.unknown
_1300897717.unknown
_1300897712.unknown
_1300897714.unknown
_1300897715.unknown
_1300897713.unknown
_1300897710.unknown
_1300897711.unknown
_1300897709.unknown
_1300897700.unknown
_1300897704.unknown
_1300897706.unknown
_1300897707.unknown
_1300897705.unknown
_1300897702.unknown
_1300897703.unknown
_1300897701.unknown
_1300897692.unknown
_1300897696.unknown
_1300897698.unknown
_1300897699.unknown
_1300897697.unknown
_1300897694.unknown
_1300897695.unknown
_1300897693.unknown
_1300897688.unknown
_1300897690.unknown
_1300897691.unknown
_1300897689.unknown
_1300897684.unknown
_1300897686.unknown
_1300897687.unknown
_1300897685.unknown
_1300897682.unknown
_1300897683.unknown
_1300897680.unknown
_1300897681.unknown
_1300897398.unknown