Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Leukemia myeloid akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dangan transformasi neoplastik dan gangguan differensiasi sel-sel progenitor dari seri myeloid. Bila tidak diobati penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah diagnosis (1) . Pada tahun 2010 diperkirakan sekitar 12.330 orang menderita LMA dan 8.950 orang meninggal karena penyakit tersebut. Di Negara maju seperti Amerika Serikat, LMA merupakan 32 % dari seluruh kasus leukemia. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada dewasa muda(85 %) daripada anak(15%). Insiden LMA umumnya tidak berbeda dari masa anak-anak hingga dewasa muda. Sesudah usia 30 tahun, insiden LMA meningkat secara exponensial sejalan dengan meningkatnya usia. Secara umum tidak didapatkan adanya variasi antar etnik tentang insidensi LMA, meskipun pernah dilaporkan adanya insiden LMA tipe M3 2,9 hingga 5,8 kali lebih besar pada ras hispanik yang tinggal di Amerika Serikat dibandingkan dengan ras kaukasia (1) Terapi standar dari LMA adalah regimen kemoterapi tujuh tiga yaitu kemoterapi induksi dengan regimen sitarabin dan daunorubisin. Sekitar 30-40 % pasien 1
39

Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

Jun 30, 2015

Download

Documents

medishad

Terapi pasca remisi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

BAB I

PENDAHULUAN

Leukemia myeloid akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dangan

transformasi neoplastik dan gangguan differensiasi sel-sel progenitor dari seri myeloid.

Bila tidak diobati penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waktu

beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah diagnosis(1).

Pada tahun 2010 diperkirakan sekitar 12.330 orang menderita LMA dan 8.950

orang meninggal karena penyakit tersebut. Di Negara maju seperti Amerika Serikat,

LMA merupakan 32 % dari seluruh kasus leukemia. Penyakit ini lebih sering ditemukan

pada dewasa muda(85 %) daripada anak(15%). Insiden LMA umumnya tidak berbeda

dari masa anak-anak hingga dewasa muda. Sesudah usia 30 tahun, insiden LMA

meningkat secara exponensial sejalan dengan meningkatnya usia. Secara umum tidak

didapatkan adanya variasi antar etnik tentang insidensi LMA, meskipun pernah

dilaporkan adanya insiden LMA tipe M3 2,9 hingga 5,8 kali lebih besar pada ras

hispanik yang tinggal di Amerika Serikat dibandingkan dengan ras kaukasia(1)

Terapi standar dari LMA adalah regimen kemoterapi tujuh tiga yaitu kemoterapi

induksi dengan regimen sitarabin dan daunorubisin. Sekitar 30-40 % pasien mengalami

remisi komplit dengan terapi sitarabin dan daunorubisin yang diberikan sebagai obat

tunggal, sedang bila diberikan sebagai kombinasi remisi komplit dicapai oleh lebih dari

60 % pasien. Bila terdapat residual disease pada hari ke 28 perlu dipertimbangkan

adanya gagal terapi primer dan perlu dimulai terapi alternatif dengan regimen lain(1).

Tranplantasi sel punca hematopoetik merupakan salah satu pilihan untuk terapi

LMA pasca remisi. Terapi ini merupakan suatu terapi sel punca multipoten dengan

menggunakan sel induk darah yang didapatkan dari sumsum tulang, darah tepi ataupun

tali pusat bayi baru lahir. Saat ini teknik dan angka keberhasilannya semakin meningkat,

sehingga tranplantasi sel punca hematopoetik merupakan salah satu pengobatan yang

penting pada pasien-pasien dengan keganasan haematologik termasuk didalamnya

pasien dengan leukemia myeloid akut(2,3). The International Bone Marrow Transplant

1

Page 2: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

Registry melaporkan bahwa lebih dari 25.000 tranplantasi sel punca hematopoetik

dilakukan setiap tahunnya di Amerika dan Eropa(4).

Berdasarkan hubungan antara sumber donor sel punca dan penerimanya maka

tranplantasi sel punca hematopoetik dapat digolongkan menjadi tiga yaitu autologus,

allogenik dan singenik(5).

Jenis ataupun tehnik tranplantasi yang digunakan dalam pengobatan leukemia

myelositik akut akan memberikan hasil yang berbeda-beda. Berdasarkan dari berbagai

macam laporan maka tranplantasi allogenik akan memberikan hasil yang lebih baik

dibandingkan dengan tranplantasi autologus terutama pada pasien usia muda dan tipe

sitogenik yang unfavourable/buruk(6).

Tranplantasi autologus merupakan suatu teknik untuk memperoleh sel punca

dari satu individu dan mentranplantasikannya ke individu tersebut. Jenis tranplantasi

ini digunakan pada pasien leukemia myeloid akut yang mengalami remisi komplit

pertama atau kedua ataupun yang relaps tetapi masih respon dengan kemoterapi induksi

intensif(7,8)

Sedangkan tranplantasi allogenik merupakan suatu tehnik untuk memperoleh sel

punca dari satu individu kemudian ditranplantasikan ke individu lain. Tranplantasi jenis

ini digunakan pada pasien leukemia myeloid akut dengan sitogenik intermediate/

unfavourable, refrakter / relaps dengan menggunakan standar kemoterapi induksi serta

relaps setelah dilakukan tranplantasi sel punca hematopoetik autologous sebelumnya(7,8)

Reperat ini di buat dengan tujuan untuk lebih mengetahui terapi tranplantasi sel

punca hematopoetik pada pasien leukemia myeloid akut.

2

Page 3: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

BAB II

LEUKEMIA MYELOID AKUT

Leukemia myeloid akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dangan

transformasi neoplastik dan gangguan differensiasi sel-sel progenitor dari seri myeloid.

Bila tidak diobati penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waktu

beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah diagnosis. Sebelum tahun 1960an

pengobatan LMA terutama bersifat paliatif, tetapi sejak sekitar 40 tahun yang lalu

pengobatan penyakit ini berkembang secara cepat dan dewasa banyak pasien LMA yang

dapat disembuhkan dari penyakitnya. Kemajuan pengobatan LMA ini dicapai dengan

regimen kemoterapi yang lebih baik, kemoterapi dosis tinggi dengan dukungan cangkok

sumsum tulang dan terapi suportif yang lebih baik(1).

3.1 Epidemiologi

Di Negara maju seperti Amerika Serikat, LMA merupakan 32 % dari seluruh

kasus leukemia. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada dewasa muda(85 %) daripada

anak(15%). Insiden LMA umumnya tidak berbeda dari masa anak-anak hingga dewasa

muda. Sesudah usia 30 tahun, insiden LMA meningkat secara exponensial sejalan

dengan meningkatnya usia. Secara umum tidak didapatkan adanya variasi antar etnik

tentang insidensi LMA, meskipun pernah dilaporkan adanya insiden LMA tipe M3 2,9

hingga 5,8 kali lebih besar pada ras hispanik yang tinggal di Amerika Serikat

dibandingkan dengan ras kaukasia(1).

3.2 Etiopatogenesis

Pada sebagian besar kasus, etiologi dari LMA tidak diketahui. Meskipun

demikian ada beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya

menjadi faktor predisposisi LMA pada populasi tertentu. Benzene, suatu senyawa kimia

yang banyak digunakan pada industri penyamakan kulit dinegara sedang berkembang,

diketahui merupakan zat leukomogenik untuk LMA. Selain itu radiasi ionik juga

diketahui dapat menyebabkan LMA. Ini diketahui dari penelitian tentang tingginya

insidensi kasus LMA pada orang-orang yang selamat dari serangan bom atom Hirosima

3

Page 4: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

dan Nagasaki pada tahun 1945. Efek leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut

mulai tampak sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya 6 atau 7

tahun sesudah pengeboman. Faktor lain yang diketahui merupakan predisposisi untuk

LMA adalah trisomi kromosom 21 yang dijumpai pada penyakit sindroma down. Pasien

sindroma down dengan trisomi kromosom 21 mempunyai risiko 10 sampai 18 kali lebih

tinggi untuk menderita leukemia khususnya LMA tipe M7. Selain itu beberapa sindrom

genetik seperti sindrom Bloom dan anemia Fanconi juga diketahui mempunyai risiko

yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal untuk menderita LMA(1).

Faktor lain yang dapat memicu terjadinya LMA adalah pengobatan dengan

kemoterapi tumor padat. Leukemia myeloid akut akibat terapi adalah komplikasi jangka

panjang yang serius dari pengobatan limfoma, myeloma multiple, kanker payudara,

kanker ovarium dan kanker testis. Jenis kemoterapi yang paling sering memicu

timbulnya LMA adalah golongan alkylating agent dan topoisomeraseII inhibitor.

Leukemia myeloid akut akibat terapi mempunyai prognosis yang lebih buruk

dibandingkan dengan LMA de novo sehingga klasifikasi leukemia versi WHO

dikelompokkan tersendiri(1).

Patogenesis utama LMA adalah blockade maturitas yang menyebabkan proses

diferensiasi sel-sel seri myeloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat terjadi

akumulasi blast disumsum tulang. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan

hematopoesis normal dan pada gilirannya akan mengakibatkan sindrrom kegagalan

sumsum tulang yang ditandai dengan adanya sitopenia. Adanya anemia akan

menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang berat dapat disertai dengan sesak

napas, adannya trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan sedang

adanya leukopenia akan menyebabkan pasien akan menyebabkan pasien rentan

terhadap infeksi, termasuk infeksi oportunis dari flora bakteri normal yang ada didalam

tubuh manusia. Selain itu sel-sel bast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk

migrasi keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit,tulang,

jaringan lunak, dan sistem syaraf pusat serta merusak organ-organ tersebut dengan

segala akibatnya(1).

4

Page 5: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

3.3 Diagnosis

Secara klasik diagnosis LMA ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, morfologi sel, pengecatan sitokimia. Sekitar dua dekade tahun yang lalu

bekembang dua tehnik pemeriksaan terbaru: immunophenotyping dan analisis

sitogenetik.

Pemeriksaan penentuan imunofenotip adalah suatu tehnik pengecatan modern

yang dikembangkan berdasarkan reaksi antigen dan antibodi. Diketahui bahwa

permukaan membran sel-sel darah mengekspresikan antigen yang berbeda-beda

tergantung dari jenis dan tingkat differensiasi sel-sel tersebut. Sebagai contoh sel

limfosit mengekspresikan antigen yang berbeda dengan sel granulosit maupun sel

trombosit dan eritrosit. Selain itu sel-sel blast mengekspresikan antigen yang berbeda

dengan sel-sel leukosit yang lebih matur. Bila antigen yang terdapat di permukaan

membran sel tersebut dapat diidentifikasi dengan antibodi yang spesifik, maka akan

dapat dilakukan identifikasi jenis sel dan tingkat maturitasnya yang lebih akurat.

Identifikasi sel dengan tehnik immunohenotyping biasanya diberi label CD ( cluster of

differentiation ). Saat ini terdapat lebih dari 200 CD yang menjadi penanda berbagai

jenis dan tingkat maturitasel-sel darah. Selain berfungsi sebagai alat diagnostik, tehnik

immunohenotyping juga menilai prognostik dan terapi(1).

Analisis sitogenik pada keganasan hematologi telah dimulai sejak awal 1960

dan berkembang lebih pesat sejak awal 1980an. Terdapat dua kelainan dasar sitogenetik

pada LMA(1)

1. Kelainan yang menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom seperti

delesi, duplikasi, monosomi, trisomi, ataupun tetrasomi

2. Kelainan yang menyebabkan perubahan yang seimbang tanpa menyebabkan

hilang atau bertambahnya materi kromosom seperti tranlokasi ataupun inversi.

5

Page 6: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

3.4 Klasifikasi

Klasifikasi WHO untuk LMA yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi Leukemia myeloid akut berdasarkan WHO 2008 (10)

3.5 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan pada pasien LMA adalah untuk mengeradikasi sel-sel

klonal leukemik dan untuk memulihkan hematopoesis normal didalam sumsum tulang.

Untuk mencapai eradikasi sel-sel leukemik yang maksimal maka diperlukan strategi

pengobatan yang baik(11).

Pada dasarnya penatalaksanaan LMA dapat digolongakan menjadi dua, yaitu

6

Page 7: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

1. Terapi spesifik : Dalam bentuk kemoterapi ataupun tranplantasi sumsum tulang.

2. Terapi suportif: Untuk mengatasi kegagalan sumsum tulang, baik karena proses

leukemia sendiri atau sebagai akibat terapi(11).

3.5.1 Terapi spesifik

Pada umumnya regimen kemoterapi untuk pasien LMA terdiri dari dua fase: fase

induksi dan fase konsolidasi. Kemoterapi fase induksi adalah regimen kemoterapi

intensif yang bertujuan untuk mengeradikasi sel-sel leukemik secara maksimal sehingga

tercapai remisi komplit. Istilah remisi komplit digunakan bila jumlah sel-sel darah di

peredaran darah tepi kembali normal serta pulihnya populasi sel di sumsum tulang

termasuk tercapainya jumlah sel –sel blast < 5 %. Meskipun telah terjadi remisi komplit

tidak berarti bahwa sel-sel klonal leukemik telah tereradikasi seluruhnya, masih tersisa

sejumlah signifikan sel-sel leukemik didalam tubuh pasien tetapi tidak dapat terdeteksi.

Bila dibiarkan, sel-sel ini berpotensi menyebabkan kekambuhan dimasa yang akan

dating. Oleh karena itu, meskipun pasien telah mencapai remisi komplit perlu ditindak

lanjuti dengan program pengobatan selanjutnya yaitu kemoterapi konsolidasi.

Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan

menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang

digunakan pada fase induksi.

Kemoterapi standar untuk LMA adalah regimen tujuh tiga yaitu kemoterapi

induksi dengan regimen sitarabin dan daunorubisin. Sekitar 30-40 % pasien mengalami

remisi komplit dengan sitarabin dan daunorubisin yang diberikan sebagai obat tunggal,

sedang bila diberikan sebagai kombinasi remisi komplit dicapai oleh lebih dari 60 %

pasien. Bila terdapat residual disease pada hari ke 28 perlu dipertimbangkan adanya

gagal terapi primer dan perlu dimulai terapi alternatif dengan regimen lain(1).

Pilihan untuk terapi post remisi pasien LMA dapat berupa kemoterapi

konsolidasi ataupun tranplantasi sel punca hematopoetik. Jenis terapi pasca remisi

ditentukan berdasarkan usia dan faktor prognostik, terutama propil sitogenik. Sebagian

besar pasien usia muda memberikan respon yang lebih baik dibandingkan dengan usia

tua(1).

7

Page 8: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

Gambar 1. Pilihan terapi LMA post remisi(12)

3.5.2 Terapi suportif

Terapi suportif pada penderita leukemia tidak kalah pentingnya dengan terapi

spesifik karena akan menetukan angka keberhasilan terapi. Kemoterapi intensif harus

ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula, kalau tidak maka penderita dapat

meninggal karena efek samping obat, suatu kematian iatrogenik. Terapi suportif

berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia itu

sendiri dan juga mengatasi efek samping obat. Terapi suportif yang diberikan adalah(11):

1. Terapi untukmengatasi masalah anemia: Tranfusi PRC untuk mempertahankan

haemoglobin sekitar 9-10 g/dl.

2. Terapi untuk mengatasi infeksi, sama seperti kasus anemia aplastik terdiri atas:

a. Antibiotik adekuat

b. Tranfusi konsentrat granulosit

c. Perawatan khusus ( isolasi )

d. Haemopoietic growth factor (G-CSF atau GM-CSF )

3. Terapi untuk mengatasi perdarahan terdiri atas:

a. Tranfusi konsentrat trombo

b. Pada M3 diberikan heparin untuk mencegah DIC

8

Page 9: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

4. Terapi untuk mengatasi hal-hal lain, yaitu:

a. Pengelolaan leukostasis : dilakukan dengan hidrasi intravenous dan

leukapheresis. Segera lakukan induksi remisi untuk menurunkan jumlah

leukosit

b. Pengelolaan sindrom lisis tumor : dengan hidrasi yang cukup, pemberian

alopurinol dan alkalinisasi urine

3.6 Prognosis

Prognosis dari LMA dapat dilihat dari tabel dibawah ini. Prognosis ini dibuat

berdasarkan kelainan sitogenik yang dijumpai pada LMA. Propil kelainan sitogenik ini

juga mempunyai implikasi terhadap penatalaksanaan pasien-pasien dengan LMA(12,13).

Tabel 2. Prognosis leukemia myeloid akut(12).

BAB III

9

Page 10: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

ASPEK DASAR SEL PUNCA DAN POTENSI KLINISNYA

Sel punca adalah sel-sel yang berasal dari embrio, janin ataupun individu yang

belum berdifferensiasi dengan kemampuan memperbaharui diri yang tak terbatas atau

terus menerus dan dengan induksi yang spesifik dapat berdifferensiasi menjadi sel- sel

yang spesifik(5).

2.1 Ragam sel punca

Sel punca dapat digolongkan berdasarkan potensi yang dimiliki oleh sel tersebut

maupun berdasarkan asalnya. Berdasarkan pada potensi atau kemampuannya untuk

berdifferensiasi sel puncadikelompokkan menjadi(2):

1. Totipoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi semua jenis sel.

Yang termasuk dalam sel punca totipoten adalah zigot dan morula. Sel-sel ini

merupakan sel embrionik awal yang mempunyai kemampuan untuk membentuk

berbagai jenis sel termasuk sel-sel yang menyusun plasenta dan tali pusat.

Karenanya sel punca kelompok ini mempunyai kemampuan untuk membentuk

satu individu yang utuh.

2. Pluripoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi 3 lapisan

germinal (ektoderm, mesoderm, dan endoderm) tetapi tidak dapat menjadi

jaringan ekstraembrionik seperti plasenta dan tali pusat. Yang termasuk sel

punca pluripoten adalah sel punca embrionik (embryonic stem cells).

3. Multipoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi berbagai jenis

sel misalnya sel punca hemopoetik (hemopoetic stem cells) yang terdapat pada

sumsum tulang yang mempunyai kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi

berbagai jenis sel yang terdapat di dalam darah seperti eritrosit, lekosit dan

trombosit. Contoh lainnya adalah sel punca saraf (neural stem cells) yang

mempunyai kemampuan berdifferensiasi menjadi sel saraf dan sel glia.

4. Unipoten yaitu sel punca yang hanya dapat berdifferensiasi menjadi 1 jenis sel.

Berbeda dengan non sel punca, sel punca mempunyai sifat masih dapat

memperbaharui atau meregenerasi diri (self-regenerate/self renew) Contohnya

10

Page 11: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

erythroid progenitor cells hanya mampu berdifferensiasi menjadi sel darah

merah.

Gambar-2. Sel punca multipoten dan unipoten pada sumsum tulang(2)

Sedangkan berdasarkan sumbernya, sel punca dibagi menjadi(9):

1. Zygote. Yaitu pada tahap sesaat setelah sperma bertemu dengan sel telur

2. Sel puncaembryonik. Diambil dari inner cell mass dari suatu blastocyst (embrio

yang terdiri dari 50 – 150 sel, kira-kira hari ke-5 pasca pembuahan). Sel punca

embryonik biasanya didapatkan dari sisa embrio yang tidak dipakai pada IVF (in

vitro fertilization). Tapi saat ini telah dikembangkan teknik pengambilan sel

punca embryonik yang tidak membahayakan embrio tersebut, sehingga dapat

terus hidup dan bertumbuh. Untuk masa depan hal ini mungkin dapat

mengurangi kontroversi etis terhadap sel puncaembryonik.

3. Fetus. Fetus dapat diperoleh dari klinik aborsi.

4. Sel punca darah tali pusat. Diambil dari darah plasenta dan tali pusat segera

setelah bayi lahir. Sel puncadari darah tali pusat merupakan jenis sel punca

11

Page 12: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

hematopoietik, dan ada yang menggolongkan jenis sel punca ini ke dalam sel

punca dewasa.

5. Sel punca dewasa. Diambil dari jaringan dewasa dan mempunyai sifat plastis,

artinya selain berdiferensiasi menjadi sel yang sesuai dengan jaringan asalnya,

sel punca dewasa juga dapat berdiferensiasi menjadi sel jaringan lain.

2.2 Potensi klinis sel punca

Penggunaan sel punca untuk mengobati berbagai macam penyakit saat ini sudah

berkembang sangat pesat dan pengobatan ini dikenal sebagai Cell Based Therapy.

Prinsip terapi adalah dengan melakukan transplantasi sel punca pada organ yang rusak.

Tujuan dari transplantasi sel punca ini adalah(2)

1. Mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan sel-sel baru yang sehat pada jaringan

atau organ tubuh pasien

2. Menggantikan sel-sel spesifik yang rusak akibat penyakit atau cidera tertentu dengan

sel-sel baru yang ditranspalantasikan.

Sel puncaembryonik sangat plastik dan mempunyai kemampuan untuk

dikembangkan menjadi berbagai macam jaringan sel seperti neuron, kardiomiosit,

osteoblast, fibroblast, sel-sel darah dan sebagainya, sehingga dapat dipakai untuk

menggantikan jaringan yang rusak. Sel punca dewasa juga dapat digunakan untuk

mengobati berbagai penyakit, tetapi kemampuan plastisitasnya sudah berkurang.

Keuntungan dari penggunaan sel punca dewasa yaitu tidak atau kurang menimbulkan

masalah dan kontroversi etika(2).

Ada 3 golongan penyakit yang dapat diatasi oleh sel punca(9):

a. Penyakit autoimun. Misalnya pada lupus, artritis reumatoid dan diabetes tipe 1.

Setelah diinduksi oleh growth factor agar sel punca hematopoietik banyak

dilepaskan dari sumsum tulang ke darah tepi, sel punca hematopoietik dikeluarkan

dari dalam tubuh untuk dimurnikan dari sel imun matur. Lalu tubuh diberi agen

sitotoksik atau terapi radiasi untuk membunuh sel-sel imun matur yang tidak

mengenal self antigen (dianggap sebagai foreign antigen). Setelah itu sel punca

hematopoietik dimasukkan kembali ke tubuh, bersirkulasi dan bermigrasi ke

12

Page 13: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

sumsum tulang untuk berdiferensiasi menjadi sel imun matur sehingga sistem imun

tubuh kembali seperti semula.

b. Penyakit degeneratif. Pada penyakit degeneratif seperti stroke, penyakit Parkinson,

penyakit Alzheimer, terdapat beberapa kerusakan atau kematian sel-sel tertentu

sehingga bermanifestasi klinis sebagai suatu penyakit. Pada keadaan ini sel punca

setelah dimanipulasi dapat ditransplantasi ke dalam tubuh pasien agar sel punca

tersebut dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel organ tertentu yang menggantikan sel-

sel yang telah rusak atau mati akibat penyakit degeneratif.

C Penyakit keganasan. Prinsip terapi sel punca pada keganasan sama dengan penyakit

autoimun. Sel punca hematopoetik yang diperoleh baik dari sumsum tulang atau darah

tali pusat telah lama dipakai dalam terapi leukemia dan penyakit darah lainnya.

13

Page 14: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

BAB IV

TRANPLANTASI SEL PUNCA HEMATOPOETIK PADA

LEUKEMIA MYELOID AKUT

Tranplantasi sel punca hematopoetik merupakan prosedur pencangkokan sel

punca darah dari satu individu ke individu lain, atau dari individu itu sendiri yang

disimpan terlebih dahulu sebelum pemberian kemoterapi dan kemudian dicangkokkan

ke dalam dirinya sendiri pasca pemberian kemoterapi tersebut (5).

Berdasarkan hubungan antara sumber donor sel punca dan penerimanya maka

tranplantasi sel punca hematopoetik dapat digolongkan menjadi tiga yaitu(5):

1. Autologus : Sel punca berasal dari pasien sendiri.

2. Allogenik : Sel punca berasal dari donor saudara kandung ( yang cocok sistem

HLA-nya ) atau dari orang lain (yang cocok sistem HLA-nya ).

3. Singenik : Sel punca donor berasal dari spesies yang sama dan identik secara

genetik, misalnya pada saudara kembar.

4.1 Tranplantasi sel puncal hematopoetik autologus

Tranplantasi sel punca hematopoetik autologus merupakan suatu teknik untuk

memperoleh sel punca dari satu individu dan mentranplantasikannya ke individu

tersebut(14).

Tranplantasi jenis ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan dibandingkan

dengan tranplantasi allogenik. Kelebihannya antara lain(14):

1. Tidak diperlukan donor untuk memperoleh stem sel

2. Tidak ada timbul komplikasi seperti GvHD ( graft versus host desease)

3. Masa penyembuhan jauh lebih singkat

4. Pemuihan imunologi jauh lebih cepat dan komplit.

5. Pekerjaannya lebih mudah

Sedangkan kekurangannya adalah(14):

1. Tingkat relaps jauh lebih tinggi, karena kurangnya pengaruh graft-versus-

leukemia (GvL)dan kontaminasi graft sel leukaemik

14

Page 15: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

2. Kesulitan dalam mengumpulkan stem sel yang cukup memadai untuk

ditranplantasikan

3. Pada leukemia myelositik akut dengan prognostik yang intermediate dan jelek

tranplantasi jenis ini memberikan hasil yang kurang memuaskan.

Berdasarkan data dari Acute Leukaemia Working Party (ALWP) tahun 1996-

2001 dari 2100 pasien AML yang menjalani tranplantasi autologous didapatkan hasil

pada 5 tahun: Leukemia free survival 43%, Overall Survival 51%, Relapse Risk 53%

dan Transplan Related Mortality 9%(15)

Levi dkk (2004) dalam suatu study meta analisisnya mencoba membandingkan

terapi tranplantasi autologous dengan kemoterapi saja dan didapatkan hasil bahwa

tranplantasi autologous hanya memperbaiki event-free survival tetapi tidak memperbaiki

overall survival(16).

Sementara itu Nathan PC et al (2004) dalam studi meta analisisnya mendapatkan

bahwa pasien yang mendapatkan tranplantasi autologous memiliki disease free survival

lebih baik dibandingkan dengan kemoterapi saja tetapi untuk overall survival tidak

terdapat perbedaan sehingga dalam penelitian ini tidak menganjurkan penggunaan

terapi tranplantasi autologous pada pasien LMA setelah remisi komplit pertama(17).

Dikarenakan tingkat kekambuhan yang tinggi dan belum adanya metode yang

baik untuk mengurangi kekambuhan serta memiliki overall survival yang relatif sama

dengan kemoterapi saja maka tranplantasi jenis ini sudah mulai kurang diminati(14,17).

4.2 Tranplantasi sel punca hematopoetik allogenik

Transplantasi sel punca hematopoetik alogenik merupakan suatu teknik untuk

memperoleh sel punca dari satu individu dan mentranplantasikannya ke individu lain

atau dengan kata lain transplantasi antara dua orang yang berbeda. Saudara kandung

merupakan donor yang cocok untuk resipien karena keduanya menerima komposisi

genetik mereka dari orangtua yang sama. Fakta ini tidak menjamin kompatibilitas

ataupun kecocokan tipe jaringanya tapi sangat meningkatkan kemungkinan nya (17).

Sebelum keputusan dibuat untuk menggunakan donor beberapa tes dilakukan

untuk menentukan tingkat kompatibilitas(18).

15

Page 16: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

Ada dua jenis donor alogenik(18):

1. Related donor : Donor saudara kandung

2. Unrelated donor : Orang lain yang cocok tipe jaringannya dengan resipien

Transplantasi alogenik, baik yang berasal dari related donor ataupun unrelated

donor, berbeda dengan syngenik ataupun autologous dalam potensi penolakan sistem

imun resipien terhadap stem sel yang ditranplantasikan (Host Versus Graft

effect/HVGE) dan reaksi imun stem sel yang ditranplantasikan terhadap resipien (Graft

Versus Host Disease/GVHD). Host Versus Graft Effect biasanya dicegah dengan terapi

intensif sebelum transplantasi (conditioning) sedangkan GVHD dapat dicegah dengan

memberikan obat kepada resipien setelah transplantasi untuk mengurangi kemampuan

stem sel yang ditranplantasikan untuk menyerang dan melukai jaringan(18).

Suciu dkk (2005) dalam suatu study multisenternya terhadap 1198 pasien

leukemia myelostik akut yang berumur dibawah 46 tahun dan kemudian di obati

didapatkan 822 orang mengalami remisi komplit. Pasien yang mempunyai donor

saudara kandung yang cocok dilakukan tranplantasi allogenik sedangkan yang pasien

yang tidak mempunyai donor yang cocok dilakukan tranplantasi autologus. Pada

penelitian ini didapatkan disease free survival selama 4 tahun 52,2 % pada kelompok

tranplantasi allogenik dan 42,2 % pada kelompok tranplantasi autologous. Hasil ini

memberikan kesimpulan bahwa tranplantasi allogenik lebih baik daripada tranplantasi

autologous terutama pada pasien usia muda ataupun pasien dengan prognostik sitogenik

yang buruk(6).

4.3 Indikasi tranplantasi sel punca hematopoetik

Adapun indikasi untuk dilakukan tranplantasi sel punca hematopoetik pada

leukemia myelositik akut adalah(7,8)

A. Tranplantasi sel punca hematopoetik allogenik

1. Myeloablative conditioning regimen:

Leukemia myeloid akut dengan prognosis intermediate dan

unfavourable

16

Page 17: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

Leukemia myeloid akut yang refrakter atau relaps dengan

menggunakan standar kemoterapi induksi

Leukemia myeloid akut yang relaps setelah dilakukan tranplantasi

stem sel hematopoetik autologous sebelumnya.

2. Reduced-intensity conditioning regimen

Leukemia myeloid akut yang sudah mengalami remisi komplit tetapi

karena suatu alasan sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan

suatu Myeloablative conditioning regimen.

Gambar 3. Proporsi relaps pasien LMA yang menjalani tranplantasi allogenik(20)

B. Tranplantasi sel punca hematopoetik autologous

Di indikasikan untuk pasien leukemia myeloid akut diluar indikasi yang sudah

disebutkan di atas seperti pasien LMA yang mengalami remisi komplit yang pertama

atau kedua ataupun yang relaps tetapi masih respon dengan kemoterapi induksi

intensif(7,8).

17

Page 18: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan pasien leukemia myeloid akut(21).

4.4 Kegiatan memperoleh dan menyediakan sel punca darah

Perolehan dan penyediaan sel punca merupakan salah satu kegiatan terpenting dari

rangkaian tranplantasi sumsum tulang. Jumlah, kualitas, dan viabilitas sel punca yang

baik dan optimal merupakan syarat mutlak keberhasilan tranplantasi. Langkah- langkah

tersebut adalah(5):

1. Memperoleh sel punca darah dari sumsum tulang, darah tepi, atau darah tali

pusat bayi baru lahir.

2. Pemisahan sel punca diikuti dengan pemrosesan sekunder yang mencakup

pemekatan stem sel, deplesi sel limfosit T, pembersihan stem sel dari sel tumor,

seleksi sel CD34+ dan lain-lain

3. Penilaian/ pengendalian kualitas dan viabilitas sel punca yang didapat

18

Page 19: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

4. Kriopreservasi dan penyimpanan sel punca

5. Pencairan sel punca yang disimpan beku

6. Tranplantasi sel punca

4.4.1 Kegiatan memperoleh sel punca

Tindakan untuk memperoleh sel punca dari tiga jenis sumber sangat berbeda.

Pada tranplantasi sumsum tulang, sel punca darah diambil dengan melakukan aspirasi

sumsum tulang pada spina iliaka posterior /anterior donor sehat ataupun dari pasien

sendiri yang sudah dinyatakan remisi lengkap pasca kemoterapi sitostatika. Tindakan ini

dilakukan di kamar bedah steril dibawah anstesi umum dan memerlukan penggantian

volume sumsum tulang yang dikumpulkan dengan tranfusi darah autologous(5).

Pada tranplantasi sel punca darah tepi, sel induk darah dalam sumsum tulang

dimobilisasi ke darah tepi dengan rangsangan faktor pertumbuhan hemopoetik (G-CSF,

GM-CSF) atau dengan sitostatika tunggal dosis tinggi (siklofosfamida ) atau kombinasi

keduanya. Untuk donor allogenik, digunakan G-CSF/GM-CSF, sedangkan untuk pasien

tranplantasi autologus dapat digunakan kombinasi keduanya.

Sedangkan tranplantasi sel punca darah tali pusat bayi baru lahir, sel induk

diambil dari bayi baru lahir dengan mengaspirasi darah langsung dari tali pusat dalam

keadaan steril dan kemudian ditampung dalam kantung darah steril.

Agar tranplantasi berhasil, jumlah sel punca darah harus harus memenuhi syarat

minimal dan optimal yang diperoleh dari satu kali atau beberapa pengambilan(5)

.

4.4.2 Pemisahan sel punca darah dan pemrosesan kedua

Sel punca darah yang diperoleh dengan cara diatas dipisah-pisahkan dengan alat

pemisah komponen darah kemudian dilakukan pemrosesan sekunder yang meliputi(5)

Pemekatan stem sel darah

Deplesi limfosit T pada tranplantasi alogenik

Pembersihan stem sel darah dari sel tumor

Pemilihan sel punca darah ( sel CD 34+ )

19

Page 20: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

Pemekatan sel punca darah bertujuan memudahkan pemrosesan selanjutnya dan

kriopreservasi. Agar tidak hancur pada suhu dibawah 00C, kedalam konsentrat tersebut

dimasukkan dimetilsulfoksida (DMSO) 10% dan untuk pertumbuhannya digunakan

plasma autologous.

Deplesi sel T dilakukan pada tranplantasi alogenik untuk mengurangi terjadinya

dan beratnya GVHD, karena kejadiannya berkaitan erat dengan dosis sel limfosit T

yang diinfuskan. Salah satu tehnik deplesi sel T adalah dengan antibodi monoklonal in

vitro dan in vivo.

Pembersihan sel punca darah dari kontaminasi sel tumor ( purging tumor ) masih

bersifat spekulatif, karena belum ada tehnik purging yang menunjukkan masa bebas

penyakit. Tehnik- tehnik tersebut mencakup tehnik fisika, kimia, dan imunologik.

4.4.3 Penilaian kualitas dan viabilitas sel punca yang didapat

Di samping harus memenuhi syarat kuantitas, sel punca darah yang diambil juga

harus mempunyai viabilitas yang optimal. Kuantitas sel punca darah dinilai dengan

menghitung sel CD34+ dengan alat sitometri arus ( flowcytometry ). Tehnik ini cepat

dan akurat. Jumlah koloni sel yang tumbuh dengan tehnik kultur forming unit-

granulocyte macrophage ( CFU-GM ) dapat juga digunakan untuk menentukan jumlah

stem sel darah namun hasilnya lama (10-14 hari). Tehnik ini dapat digunakan untuk

menilai viabilitas sel punca darah. Tehnik lain adalah dengan pewarnaan trypan blue(5).

Disamping tes kuantitas dan viabilitas, harus dipastikan tes mikrobiologi bahwa

stem sel darah yang diambil tidak terinfeksi mikroorganisme aerob atau anaerob. Juga

virus hepatitis B, hepatitis C, HIV, virus sitomegalo, VDRL dan malaria(5)

4.4.4 Kriopreservasi dan penyimpanan sel punca

Setelah menjalani pemrosesan sekunder, sel punca darah harus disimpan dalam

nitrogen cair ( bersuhu -197oC ) agar tetap hidup dalam jangka waktu lama berbulan-

bulan atau bahkan bertahun- tahun asalkan menjalani proses kriopreservasi dengan

DMSO 10%. Selain kantung sel punca darah yang telah dikonsentrasikan, kedalam

tangki nitrogen juga dimasukkan beberapa tabung kecil berisi sampel stem sel darah,

untuk penilaian kualitas secara periodik atau pemeriksaan lainnya bila diperlukan.

20

Page 21: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

Selama penyimpanan, harus dilakukan pemantauan rutin kerja tanki dan pengisian

periodik nitrogen cair selama konsentrat sel punca darah berada dalam tanki tersebut(5).

4.4.5 Pencairan sel punca yang disimpan beku

Bila ingin digunakan, sel punca darah harus dicairkan terlebih dahulu sesuai

proedur baku.

4.4.6 Kegiatan tranplantasi sel punca

Sel punca darah yang telah dicairkan kemudian diinfuskan kepada pasien.

Tranplantasi dilakukan satu hari pasca conditioning. Sebelum tranplantasi, resipien perlu

mendapat premedikasi untuk mencegah timbulnya reaksi toksisitas(5).

Conditioning merupakan tindakan pemberian sitostatika dosis tinggi dengan atau

tanpa kombinasi iradiasi tubuh (TBI). Tujuan conditioning adalah untuk mengosongkan

sumsum tulang dari stem sel darah resipien, sehingga stem sel darah yang

ditranplantasikan dapat tumbuh(5).

Karena sel punca darah disimpan pada suhu beku dengan DMSO4 10 %, perlu

tindakan pencegahan untuk mengurangi toksisitas akibat DMSO4 dengan pemberian

antihistamin. Salah satu toksisitas akibat DMSO4 adalah renjatan akibat pelepasan

histamin. Toksisitas lainnya merupakan dampak langsung terhadap sistem

kardiovaskuler yaitu hipertensi, bradikardi, dan blok jantung. Efek samping lain

tranplantasi sel puncadarah yang mengalami kriopreservasi adalah hematuria, nausea,

muntah dan diare. Hemoglobinuria dapat terjadi akibat lisisnya eritrosit setelah

pencairan. Sesak napas, kram perut, mual, muntah, dan diare dapat disebabkan oleh

histamin yang dilepaskan akibat DMSO4(5).

21

Page 22: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

Gambar 5. Alur tranplantasi sel punca darah(5)

4.5 Komplikasi tranplantasi

Pasca pemberian kemoterapi sitostatika dosis tinggi, pasien dapat mengalami

komplikasi. Agar pemberian kemoterapi dosis tinggi dengan atau tanpa iradiasi tubuh

total (ITT) pada resipien dapat berhasil baik, maka komplikasi baik yang bersifat akut,

maupun yang timbulnya lambat, harus dicegah, dikurangi dan ditanggulangi secara

cepat. Mukositis, diare dan oklusi vena hepatika merupakan komplikasi yang sering

terjadi pada tahap conditioning sedangkan pneumonia, leukoensefalopati, katarak,

infeksi serta oklusi vena hepatika merupakan komplikasi yang sering ditemukan pasca

tranplantasi(5) .

22

Page 23: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

BAB V

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Sel punca adalah sel yang belum berdiferensiasi dan mempunyai kemampuan

untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel-sel yang spesifik

2. Berdasarkan kemampuannya berdifferensiasi maka dikenal empat kelompok sel

punca yaitu totipoten, pluripoten, multipoten dan unipoten.

3. Tranplantasi sel punca hematopoetik merupakan terapi sel punca multipoten

dengan menggunakan sel induk darah yang didapatkan dari sumsum tulang,

darah tepi ataupun tali pusat bayi baru lahir.

4. Berdasarkan hubungan antara sumber donor sel punca dan penerimanya maka

dikenal tiga jenis tranplantasi sel punca hematopoetik yaitu autologus, allogenik

dan singenik.

5. Tranplantasi sel punca autologus di indikasikan untuk pasien LMA yang

mengalami remisi komplit pertama atau kedua ataupun yang relaps tetapi masih

respon dengan kemoterapi induksi intensif

6. Tranplantasi sel punca allogenik di indikasikan pada LMA dengan sitogenik

intermediate/ unfavourable, refrakter / relaps dengan menggunakan standar

kemoterapi induksi serta relaps setelah dilakukan tranplantasi sel punca

hematopoetik autologous sebelumnya.

4.2 Saran

Perlunya pemeriksaan sitogenetik pasien LMA yang akan menjalani tranplantasi

sel punca hematopoetik untuk menentukan jenis tranplantasi yang cocok serta prognosis

pasien kedepan.

23

Page 24: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniada J. Leukemia myeloblastik akut. Dalam : Buku ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Editor Sudoyo AW dkk. Jilid II Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta

2006:716-9.

2. Jusuf AA. Jusuf AA. Aspek dasar sel punca embrionik dan potensi

pengembangannya. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta 2008.

3. Wikipedia. Sel punca. Diakses dari http://id.wikipedia.org

4. Sierra J. Hematopoietic Transplantation. In: Imaging in transplantation. Ed:

Bankier A. Springer-Verlag Heidelberg. Berlin 2008: 177-86.

5. Reksodiputro AH. Tranplantasi sel asal/ induk darah. Dalam : Buku ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Editor Sudoyo AW dkk. Jilid II Edisi IV. Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.Jakarta 2006:755-8.

6. Suciu S, Mandelli F, De Witte T, et al., 2003. Allogeneic compared with

autologous stem cell transplantation in patients younger than 46 years with acute

myeloidleukemia (AML) in first complete remission (CR1): an intention-to-treat

analysis of the EORTC/ GIMEMA AML-10 trial. Blood 102: 1232–40.

7. BlueCross BlueShield of North Carolina. Hematopoeitic stem cell transplant for

acute myeloid leukemia. Diakses dari http://notes.bluecrossmn.com

8. NCHC policy. Hematopoeitic stem cell transplant for acute myelogenous

leukemia. Diakses dari http://www.ncdhhs.gov

9. Irawan C. Sel punca dan potensi klinisnya. Dalam : Buku ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Editor Sudoyo AW dkk. Jilid II Edisi V. Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta

2009:1401-5

10. Falini B. New classification of acute myeloid leukemia and precursor-related

neoplasms: changes and unsolved issues Discov Med 2010:10(53):281-292.

24

Page 25: Tranplantasi sel punca hematopoetik pada penderita leukemia myeloid akut

11. Bakta IM. Leukemia dan penyakit mieloproliperatif. Dalam: hematologi klinik

ringkas. EGC. Jakarta 2006:120- 91

12. National comprehensive cancer network. Acute myeloid leukemia. National

comprehensive cancer network clinical practice guidelines in oncology 2011.

Diakses dari http://guidelines.nccn.org

13. Yanada M, Matsuo K, Emi N, et al. Efficacy of allogenic stem cell

transplantation depends on cytogenetic risk for acute myeloid leukemia in first

remission: a meta analysis. Cancer 2005;123(5): 1652-8

14. Frassoni F, Veraldo R. HSCT for acute myeloid leukemia in adult. In: The

EBMT-ESH Handbook on Haemopoietic Stem Cell Transplantation. Ed:

Apperley J, Carreras E, Gluckman E et al. Villaroel. Barcelona 2008:356-71

15. Breems DA, Löwenberg B. Acute myeloid leukemia and the position of

autologous stem cell transplantation. Semin Hematol 2007; 44: 259-266.

16. Levi I, Grotto I, Yerushalmi R, Ben-Bassat I, Shpilberg O. Meta-analysis of

autologous bone marrow transplantation versus chemotherapy in adult patients

with acute myeloid leukemia in fi rst remission. Leuk Res 2004; 28: 605–12.

17. Nathan PC, Sung L, Crump M et. Consolidation Therapy With Autologous Bone

MarrowTransplantation in Adults With Acute Myeloid Leukemia: A Meta-

analysis. Journal of the National Cancer Institute 2004; 96(1) :38-45.

18. Leukemia and lymphoma society. Blood and marrow stem cell transplantation.

Diakses dari http://www.leukemia-lymphoma.org

19. Savutra p. Dasar-dasar Stem Cel dan Potensi Aplikasinyadalam Ilmu Kedokten.

Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006.

20. Cohen, S. and Forman, S.J. Allogeneic and autologous stem cell transplantation

for acute lymphoblastic leukemia, acute myelogenous leukemia and

myelodysplasia in the adult. Stem Cell Transplantation for Hematologic

Malignancies. Ed:Soiffer R.J. Humana Press.Totowa 2004:78-91.

21. Stein A, Forman SJ. Allogenic and autologous stem cell hematopoietic

transplantation for acute lymphoblastic leukemia and acute myelogenous

leukemia in adult. In: Hematopoietic stem cell transplantation. Second edition.

Ed: Soiffer RJ. Humana press. Boston 2008:57-82.

25