Top Banner
TUTORIAL KLINIK TONSILITIS KRONIS Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter di RSUD Tidar Kota Magelang Diajukan kepada : dr. Asti Widuri, Sp. THT, M.Kes Disusun oleh : Kurniati Hatmi 2009.031.0168 BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK, KEPALA DAN LEHER RSUD TIDAR KOTA MAGELANG
41

Tonsilitis

Dec 20, 2015

Download

Documents

Kurniati Hatmi

tutorial klinik
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Tonsilitis

TUTORIAL KLINIK

TONSILITIS KRONIS

Disusun untuk Memenuhi SyaratMengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter

di RSUD Tidar Kota Magelang

Diajukan kepada :dr. Asti Widuri, Sp. THT, M.Kes

Disusun oleh :Kurniati Hatmi 2009.031.0168

BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK, KEPALA DAN LEHER

RSUD TIDAR KOTA MAGELANG

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015

I. IDENTITAS

Page 2: Tonsilitis

Nama : An. M

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 7 tahun

Agama : Islam

Alamat : Tegalrejo, Magelang

Tanggal ke Poliklinik THT-KL : 18 April 2015

II. ANAMNESIS - AUTOANAMNESIS & ALLOANAMNESIS ( 18.04.15 | 09:30 )

Keluhan Utama

Nyeri telan.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien an. M datang dengan keluhan nyeri telan sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri

dirasakan terus menerus. Pasien sebelumnya sudah berobat ke puskesmas. Nyeri

membaik setelah minum obat, namun kemudian muncul kembali. Pasien juga

merasakan tenggorokannya terasa mengganjal. Keluhan ini sudah dialami pasien

sebanyak ± 5x dalam setahun terakhir. 3 HSMRS pasien demam, kemudian mondok

dan demam turun setelah dirawat. Pasien menyangkal adanya batuk, pilek,

mendengkur, nyeri kepala, penurunan nafsu makan, maupun nyeri pada leher.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan serupa : (+)

Riwayat ISPA : (+)

Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Trauma : disangkal

Riwayat Diabetes Diabetes : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Opname di RS : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan serupa : disangkal

Riwayat ISPA : disangkal

Riwayat Alergi : disangkal

Page 3: Tonsilitis

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Diabetes Diabetes : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Anamnesis Sistem

Neurologi Nyeri pinggang (-), panas (-), pusing (-), kesadaran

menurun (-), kelemahan anggota gerak (-), kejang (-)

Respirasi Batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-)

Kardiovaskular Pucat (-), berdebar-debar (-)

Gastrointestinal Mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), BAB (n), perut

kembung (-), sakit pada anus (-)

Urogenital BAK (n) – lancer, nyeri BAK (-)

Muskuloskeletal Kelemahan anggota gerak (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK ( 18.04.15 | 10:00 )

Status Generalisata

Keadaan Umum Tampak sehat

Kesadaran/GCS Composmentis/E4V5M6

Aktivitas Normal

Kooperativitas Kooporatif

Status gizi Baik

Tekanan darah -

Nadi 90x/menit

Suhu 36.8°C

Pernafasan 20x/menit

Berat Badan 30 kg

Kepala Conjuctiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, Pupil isokor

Page 4: Tonsilitis

Leher Tekanan vena jugularis tidak menigkat,

Thorax Pulmo : retraksi -/-, ketinggalan gerak -/-, sonor +/+,

vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Cor : S1/S2 reguler, bising (-)

Abdomen Datar, supel, tipani (+), nyeri tekan (-), bising usus (n),

hepar/lien tidak teraba

Ekstremitas Akral hangat, nadi teraba dan cukup, edema (-), cafillary

refill < 2 detik, kelemahan anggota gerak (-)

Kulit Turgor baik

Status Lokalis

DEXTRA SINISTRA

TELINGA

Aurikula normal normal

Pre-aurikula normal normal

Retro-aurikula normal normal

Post-auricula normal Normal

Mastoid normal Normal

Kanalis Aud Eksternus Discharge Penyempitan Laserasi Hiperemis

normal----

normal----

Membrana Timpani Warna Refleks Cahaya Perforasi

Normalputih mutiara

+Intak

Normalputih mutiara

+Intak

Page 5: Tonsilitis

HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Hidung Luar Nyeri tekan dorsum nasi (-)

Deformitas Tidak ditemukan deformitas

Masa Tumor Tidak ditemukan masa tumor

Rinoskopi Anterior Discharge Mukosa Mukosa edema Konka edema Konka hiperemis Deviasi septum Masa tumor Benda asing

Normal--------

--------

Rinoskopi Posterior (tidak dilakukan)

Sinus Paranasal Nasal edema NT tulang pipi NT pangkal hidung

Normal---

Normal---

TENGGOROK

Faring

Orofaring Palatum Arkus faring Mukosa Tonsila

UkuranWarnaPermukaanKripteDetriusMembran

Peritonsil

NormalPink, tidak ada benjolanSimetrisPink

T4

HiperemisTidak rataMelebar

AdaPseudomembran (-)

tidak ada abses

NormalPink, tidak ada benjolanSimetrisPink

T4

HiperemisTidak rataMelebar

AdaPseudomembran (-)

tidak ada abses

Nasofaring (rinoskopi posterior tidak dilakukan)

Laringofaring (laringoskopi indirek tidak dilakukan)

Laring

Supraglotis (laringoskopi indirek tidak dilakukan)

Glotis (laringoskopi indirek tidak dilakukan)

Subglotis (laringoskopi indirek tidak dilakukan)

Page 6: Tonsilitis

KEPALA DAN LEHER

Kepala Mesocephal

Wajah Simetris

Leher anterior Lnn tidak teraba

Leher posterior Lnn tidak teraba

GIGI DAN MULUT

Gigi Karies M2 kiri bawah, M3 kiri bawah, M2 kanan atas

LidahGerakan normal, benjolan, papilla tidak membesar, warna pink

Palatum Palatoschisis (-), benjolan (-), warna pink

Pipi Benjolan (-), nyeri tekan (-), hiperemis (-), stomatitis (-)

IV. DIAGNOSIS BANDING

Tonsilitis Difterika

Faringitis

V. DIAGNOSIS

Tonsilitis Kronis Hipertrofi

VI. RENCANA PENATALAKSANAAN

Rencana Pemeriksaan : Kultur dan uji resistensi kuman

Rencana Terapi : Tonsilektomi

Amoxicillin syr 3x½ cth

Paracetamol syr 3x3 cth

VII.EDUKASI

Menjelaskan kepada pasien mengenai tonsilitis kronis, mengenai penyebab, gejala,

komplikasi dan prognosis

Antibiotik harus diminum sampai habis walaupun gejala sudah hilang, dengan

tujuan eradikasi kuman penyebab dapat tercapai, dan tidak sampai menimbulkan

resistensi serta komplikasi.

Page 7: Tonsilitis

Jika keluhan berulang, sehingga mengganggu aktivitas, pertimbangkan untuk

tindakan bedah.

VIII. PROGNOSIS

Dubia ad bonam

Page 8: Tonsilitis

TONSILITIS KRONIK

I. PENDAHULUAN

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam

rongga mulut yaitu: tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsila faucial), tonsila

lingual (tonsila pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/

Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsila palatine biasanya meluas ke adenoid dan tonsil

lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman.

Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.1,2

Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, termasuk

strain bakteri streptokokus, adenovirus, virus influenza, virus Epstein-Barr, enterovirus,

dan virus herpes simplex. Salah satu penyebab paling sering pada tonsilitis adalah bakteri

grup A Streptococcus beta hemolitik (GABHS), 30% dari tonsilitis anak dan 10% kasus

dewasa dan juga merupakan penyebab radang tenggorokan.3

Tonsilitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang persisten yang

berpotensi membentuk formasi batu tonsil.4 Terdapat referensi yang menghubungkan

antara nyeri tenggorokan yang memiliki durasi 3 bulan dengan kejadian tonsilitis kronik.5

Tonsilitis kronis merupakan salah satu penyakit yang paling umum dari daerah oral dan

ditemukan terutama di kelompok usia muda. Kondisi ini karena peradangan kronis pada

tonsil. Data dalam literatur menggambarkan tonsilitis kronis klinis didefinisikan oleh

kehadiran infeksi berulang dan obstruksi saluran napas bagian atas karena peningkatan

volume tonsil. Kondisi ini mungkin memiliki dampak sistemik, terutama ketika dengan

adanya gejala seperti demam berulang, odynophagia, sulit menelan, halitosis dan

limfadenopati servikal dan submandibula.6

Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan yang menahun

dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan

fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.1

II. ANATOMI

PHARYNX

Pharynx terletak dibelakang cavum nasi, mulut, dan larynx. Bentuknya mirip

corong dengan bagian atasnya yang lebar terletak di bawah cranium dan bagian bawahnya

Page 9: Tonsilitis

yang sempit dilanjutkan sebagai eosophagus setinggi vertebra cervicalis enam. Dinding

pharynx terdiri atas tiga lapis yaitu mucosa, fibrosa, dan muscular.7

Gambar 1. Anatomi Pharinx

Berdasarkan letak, faring dibagi atas tiga bagian yaitu : nasopharynx,

oropharynx, dan laringopharynx.7

1. Nasopharynx

Nasopharynx terletak dibelakang rongga hidung, di atas palatum molle.

Nasopharynx mempunyai atap, dasar, dinding anterior, dinding posterior, dandinding

lateral. Bagian atap dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis

occipitalis. Kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsila pharyngeal, yang terdapat

didalam submucosa. Bagian dasar dibentuk oleh permukaan atas palatum molle yang

miring. Dinding anterior dibentuk oleh aperture nasalis posterior, dipisahkan oleh

pinggir posterior septum nasi. Dinding posterior membentuk permukaan miring yang

berhubungan dengan atap. Dinding ini ditunjang oleh arcus anterior atlantis. Dinding

lateral pada tiap-tipa sisi mempunyai muara tuba auditiva ke faring. Kumpulan

jaringan limfoid di dalam submukosa di belakang muara tuba auditiva disebut tonsila

tubaria.7

Page 10: Tonsilitis

Gambar 2. Pembagian Pharinx

2. Oropharynx

Oropharynx disebut juga mesopharynx, dengan batas atasnya adalah palatum

mole, batas bawahnya adalah tepi atas epiglotis, kedepan adalah rongga mulut,

sedangkan kebelakang adalah vertebra servikal.1

Oropharynx mempunyai atap, dasar, dinding anterior, dinding posterior, dan

dinding lateral. Bagian atap dibentuk oleh permukaan bawah palatum molle dan

isthmus pharygeus. Kumpulan kecil jaringan limfoid terdapat di dalam submukosa

permukaan bawah palatum molle. Bagian dasar dibentuk oleh sepertiga posterior lidah

dan celah antara lidah dan permukaan anterior epiglotis. Membrana mukosa yang

meliputi sepertiga posterior lidah berbentuk irregular, yang disebabkan oleh adanya

jaringan limfoid dibawahnya, yang disebut tonsil linguae. Membrana mukosa melipat

dari lidah menuju ke epiglotis. Pada garis tengah terdapat elevasi, yang disebut plica

glosso epiglotica mediana, dan dua plica glosso epiglotica lateralis. Lekukan kanan

dan kiri plica glosso epiglotica mediana disebut vallecula.7

Dinding anterior terbuka ke dalam rongga mulut melalui isthmus oropharynx

(isthmus faucium). Dibawah isthmus ini terdapat pars pharyngeus linguae. Dinding

posterior disokong oleh corpos vertebra cervicalis kedua dan bagian atas corpus

vertebra cervicalis ketiga. Pada kedua sisi dinding lateral terdapat arcus palate glossus

dengan tonsila palatina diantaranya.7

Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior pharynx,

tonsil palatina, fossa tonsila serta arcus pharynx anterior dan posterior, uvula, tonsila

lingual dan foramen sekum.1

Page 11: Tonsilitis

Fossa Tonsilaris

Fossa tonsilaris adalah sebuah recessus berbentuk segitiga pada dinding lateral

oropharynx diantara arcus palatoglossus di depan dan arcus palatopharyngeus

dibelakang. Fossa ini ditempati oleh tonsila palatina. 7

Batas lateralnya adalah m.konstriktor pharynx superior. Pada batas atas yang

disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa

supra tonsila. Fossa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat

nanah memecah keluar bila terjadi abses. Fossa tonsila diliputi oleh fasia yang

merupakan bagian dari fasia bukopharynx, dan disebut kapsul yang sebenarnya

bukan merupakan kapsul yang sebenarnya.1

Gambar 3. Struktur pada Oropharynx

Tonsil

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan

ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsila faringeal

(adenoid), tonsil palatina dan tonsila lingual yang ketiga-tiganya membentuk

lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut

tonsil saja terletak didalam fossa tonsil. Pada kutub atas tonsil sering kali

ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong pharynx yang kedua.

Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.1

Tonsil faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa dinding lateral rongga

mulut. Di depan tonsil, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus, dan

dibelakang dari arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus.8

Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang

disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga

Page 12: Tonsilitis

meliputi kriptus. Didalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel

yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada

fasia pharynx yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat

pada otot pharynx, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.1

Gambar 4. Cincin Waldeyer

Tonsil mendapat darah dari arteri palatina minor, arteri palatine asendens, cabang

tonsil arteri maksila eksterna, arteri pharynx asendens dan arteri lingualis dorsal.

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum

glosoepiglotica. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen

sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkum valata. Tempat

ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglossus dan secara klinik

merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) dan kista

duktus tiroglosus.1

Vena-vena menembus m.constrictor pharyngeus superior dan bergabung dengan

vena palatine eksterna, vena pharyngealis, atau vena facialis. Aliran limfe

pembuluh-pembuluh limfe bergabung dengan nodi lymphoidei profundi. Nodus

yang terpenting dari kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus, yang terletak di

bawah dan belakang angulus mandibulae.7

3. Laryngopharynx

Laryngopharynx terletak di belakang aditus larynges dan permukaan

posterior larynx, dan terbentang dari pinggir atas epiglottis sampai dengan pinggir

bawah cartilage cricoidea. Laryngopharynx mempunyai dinding anterior, posterior dan

lateral. Dinding anterior dibentuk oleh aditus laryngis dan membrane mukosa yang

Page 13: Tonsilitis

meliputi permukaan posterior larynx. Dinding posterior disokong oleh corpus vertebra

cervicalis ketiga, keempat, kelima, dan keenam. Dinding lateral disokong oleh

cartilage thyroidea dan membrane thyrohyoidea. Sebuah alur kecil tetapi penting pada

membrana, disebut fossa piriformis, terletak di kanan dan kiri aditus laryngis.7

III.IMUNOLOGI

Tonsila palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di fossa tonsilaris

di kedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari cincin Waldeyer. Tonsila

palatina lebih padat dibandingkan jaringan limfoid lain. Permukaan lateralnya ditutupi

oleh kapsul tipis dan di permukaan medial terdapat kripta. Tonsila palatina merupakan

jaringan limfoepitel yang berperan penting sebagai sistem pertahanan tubuh terutama

terhadap protein asing yang masuk ke saluran makanan atau masuk ke saluran nafas

(virus, bakteri, dan antigen makanan). Mekanisme pertahanan dapat bersifat spesifik atau

non spesifik. Apabila patogen menembus lapisan epitel maka sel-sel fagositik

mononuklear pertama-tama akan mengenal dan mengeliminasi antigen.9

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfoid yang

mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari kesuluruhan limfosit tubuh pada orang

dewasa. Proporsi limfosit B danT pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah

55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M

(sel membran), makrofag, sel dendrit dan antigen presenting cells) yang berperan

dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi APCs (sintesis

immunoglobulin spesifik). Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel

pembawa Ig G. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk

diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai dua

fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan

sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen

spesifik.9,10

Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang

terletak pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil

membantu mencegah terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk

memperangkap bakteri dan virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus.

Tonsil juga menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibodi untuk

membantu melawan infeksi. Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-

Page 14: Tonsilitis

masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil

tidak selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal

sebagai fossa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Secara mikroskopik

tonsil terdiri atas tiga komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum

(merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan limfoid).

Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya

membawanya ke sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia

3 – 10 tahun.9,10

IV. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan

penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada tahun 1996/1997 cakupan

temuan penderita ISPA pada anak berkisar antara 30% - 40%, sedangkan sasaran temuan

pada penderita ISPA pada tahun tersebut adalah 78% - 82% ; sebagai salah satu penyebab

adalah rendahnya pengetahuan masyarakat. Di Amerika Serikat absensi sekolah sekitar

66% diduga disebabkan ISPA. Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena

anak sering menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau

dibiarkan.9

Tonsilitis adalah penyakit yang umum terjadi. Hampir semua anak di Amerika

Serikat mengalami setidaknya satu episode tonsilitis.2 Berdasarkan data epidemiologi

penyakit THT pada 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsillitis

kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah nasofaringitis akut (4,6%). Di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar jumlah kunjungan baru dengan tonsillitis kronik mulai

Juni 2008–Mei 2009 sebanyak 63 orang. Apabila dibandingkan dengan jumlah kunjungan

baru pada periode yang sama, maka angka ini merupakan 4,7% dari seluruh jumlah

kunjungan baru.11

Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Serawak di Malaysia diperoleh

657 data penderita Tonsilitis Kronis dan didapatkan pada pria 342 (52%) dan wanita 315

(48%) (Sing, 2007). Sebaliknya penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Pravara di India

dari 203 penderita Tonsilitis Kronis, sebanyak 98 (48%) berjenis kelamin pria dan 105

(52%) berjenis kelamin wanita.9

Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, namun jarang terjadi pada anak-

anak muda dengan usia lebih dari 2 tahun. Tonsilitis yang disebabkan oleh spesies

Page 15: Tonsilitis

Streptococcus biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan tonsilitis virus lebih

sering terjadi pada anak-anak muda.2,12 Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit

Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa

muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu penelitian prevalensi karier Group A Streptokokus

yang asimptomatis yaitu: 10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun,

dan 0,6 % usia 45 tahun keatas. Menurut penelitian yang dilakukan di Skotlandia, usia

tersering penderita Tonsilitis Kronis adalah kelompok umur 14-29 tahun, yakni sebesar 50

% . Sedangkan Kisve pada penelitiannya memperoleh data penderita Tonsilitis Kronis

terbanyak sebesar 294 (62 %) pada kelompok usia 5-14 tahun.9

Suku terbanyak pada penderita Tonsilitis Kronis berdasarkan penelitian yang

dilakukan di poliklinik rawat jalan di rumah sakit Serawak Malaysia adalah suku Bidayuh

38%, Malay 25%, Iban 20%, dan Chinese 14%.9

V. ETIOLOGI

Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara

aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring

terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama

makanan9. Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis

Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan ini dapat

terjadi bila fase resolusi tidak sempurna.13

Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil, termasuk bakteri

aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada penderita tonsilitis kronis jenis

kuman yang paling sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA).

Streptokokus grup A adalah flora normal pada orofaring dan nasofaring. Namun dapat

menjadi pathogen infeksius yang memerlukan pengobatan. Selain itu infeksi juga dapat

disebabkan Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, S. Pneumoniae dan

Morexella catarrhalis.8,14

Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) kultur apusan tenggorok

didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering Tonsilofaringitis Kronis yaitu

Streptokokus alfa kemudian diikuti Staphylococcus aureus, Streptokokus beta hemolitikus

grup A, Staphylococcus epidermidis dan kuman gram negatif berupa Enterobakter,

Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella dan E. coli.9

Page 16: Tonsilitis

Infeksi virus biasanya ringan dan dapat tidak memerlukan

pengobatan yang khusus karena dapat ditangani sendiri oleh ketahanan tubuh. Penyebab

penting dari infeksi virus adalah adenovirus, influenza A, dan herpes simpleks (pada

remaja). Selain itu infeksi virus juga termasuk infeksi dengan coxackievirus A, yang

menyebabkan timbulnya vesikel dan ulserasi pada tonsil. Epstein-Barr yang menyebabkan

infeksi mononukleosis, dapat menyebabkan pembesaran tonsil secara cepat sehingga

mengakibatkan obstruksi jalan napas yang akut. 14

Infeksi jamur seperti Candida sp tidak jarang terjadi khususnya di kalangan

bayi atau pada anak-anak dengan immunocompromised.14

VI. PATOMEKANISME

Tonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana kuman

menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil menyebabkan pada suatu

waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di

tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang

infeksi (fokal infeksi) dan suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh

misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun.9 Bila epitel terkikis maka jaringan

limfoid superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi

leukosit polimorfonuklear. Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel

mukosa juga jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan

sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan

terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan

jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak disertai dengan pembesaran kelenjar limfa

submadibularis.1

VII.FAKTOR PREDISPOSISI

Sejauh ini belum ada penelitian lengkap mengenai keterlibatan faktor genetik

maupun lingkungan yang berhasil dieksplorasi sebagai faktor risiko penyakit Tonsilitis

Kronis. Pada penelitian yang bertujuan mengestimasi konstribusi efek faktor genetik dan

lingkungan secara relatif penelitiannya mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat bukti

adanya keterlibatan faktor genetik sebagai faktor predisposisi penyakit Tonsilitis Kronis. 15

Beberapa Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik yaitu:1

1. Rangsangan menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan

2. Higiene mulut yang buruk

Page 17: Tonsilitis

3. Pengaruh cuaca

4. Kelelahan fisik

5. Pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat

VIII. GEJALA KLINIK

Manifestasi klinik sangat bervariasi. Tanda-tanda bermakna adalah nyeri

tenggorokan yang berulang atau menetap dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran

napas. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok.16

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,

kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Terasa ada yang mengganjal di

tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan napas yang berbau.1 Pada tonsillitis kronik

juga sering disertai halitosis dan pembesaran nodul servikal.2 Pada umumnya terdapat dua

gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik

berupa (a) pembesaran tonsil karena hipertrofi disertai perlekatan kejaringan sekitarnya,

kripta melebar di atasnya tertutup oleh eksudat yang purulent. (b) tonsil tetap kecil,

bisanya mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam dalam “tonsil bed” dengan bagian

tepinya hiperemis, kripta melebar dan diatasnya tampak eksudat yang purulent.8,17

Gambar 7. Tonsillitis kronik

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur

jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua

tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :10,18,19

T0 : Tonsil masuk di dalam fossa

Page 18: Tonsilitis

T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Gambar 8. Rasio Perbandingan Tonsil Dengan Orofaring

Gambar 9. (A) Tonsillar hypertrophy grade-I tonsils. (B) Grade-II tonsils. (C)

Grade-IIItonsils. (D) Grade-IV tonsils (“kissing tonsils”)

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita Tonsilitis Kronis:

Mikrobiologi

Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman

patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan

Page 19: Tonsilitis

mengeradikasi organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian

antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat (Hammouda et al, 2009).

Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Berdasarkan

penelitian Kurien di India terhadap 40 penderita Tonsilitis Kronis yang dilakukan

tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa kultur yang dilakukan dengan swab

permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis yang akurat terhadap flora

bakteri Tonsilitis Kronis tidak dapat dipercaya dan juga valid. Kuman terbayak

yang ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus diukuti Staflokokus

aureus.20

Histopatologi

Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey terhadap

480 spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis Kronis dapat

ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria

histopatologi yaitu ditemukan ringan- sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugra’s

abses dan infitrasi limfosit yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah

temuan histopatologi lainnya dapat dengan jelas menegakkan diagnosa Tonsilitis

Kronis.20

X. DIAGNOSIS

Diagnosis untuk tonsillitis kronik dapat ditegakkan dengan melakukan

anamnesis secara tepat dan cermat serta pemeriksaan fisis yang dilakukan secara

menyeluruh untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang berkaitan yang dapat

membingungkan diagnosis.

Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsillitis berulang

berupa nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa ada yang mengganjal ditenggorok,

ada rasa kering di tenggorok, napas berbau, iritasi pada tenggorokan, dan obstruksi pada

saluran cerna dan saluran napas, yang paling sering disebabkan oleh adenoid yang

hipertofi. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok.

Pada anak dapat ditemukan adanya pembesaran kelanjar limfa submandibular.1,16,17

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,

kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Pada umumnya terdapat dua

gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik.17

Page 20: Tonsilitis

Pada Biakan tonsil dengan penyakit kronis biasanya menunjukkan beberapa

organisme yang virulensinya relative rendah dan pada kenyataannya jarang menunjukkan

streptokokus beta hemolitikus.8,17

XI. DIAGNOSIS BANDING

1. Tonsillitis difteri

Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae.Tidak semua orang yang

terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin

dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc drah dapat dianggap cukup

memberikan dasar imunitas. Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia

kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia -5 tahun. Gejala klinik terbagi

dalam 3 golongan yaitu: umum, local, dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum

sama seperti gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris,

nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri

menelan. Gejala local yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih

kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membrane semu

(pseudomembran) yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan

mudah berdarah. Jika infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan

membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck).

Gejala akibat eksotoksin akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada

jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensatio cordis, pada saraf kranial

dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada

ginjal menimbulkan albuminuria.1

Gambar 10. Tonsila Difteri

2. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulseromembranosa)

Page 21: Tonsilitis

Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema. Gejala pada

penyakit ini berupa demam sampai 30ºC, nyeri kepala, badan lemah, rasa nyeri

dimulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada pemeriksaan tampak

mukosa dan faring hiperemis, membran putih keabuan diatas tonsil, uvula, dinding

faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar

submandibular membesar.1

Gambar. 11 Angina Plaut Vincent

3. Faringitis

Merupakan peradangan dinding laring yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri,

alergi, trauma dan toksin.Infeksi bakteri dapat menyebabkan kerusakan jaringan

yang hebat, karena bakteri ini melepskan toksin ektraseluler yang dapat

menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut

karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen

antibody.Gejala klinis secara umum pada faringitis berupa demam, nyeri tenggorok,

sulit menelan, dan nyeri kepala.Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring

dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian

timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa anterior membesar,

kenyal, dan nyeri pada penekanan.1

Gambar 12. Faringitis

Page 22: Tonsilitis

4. Faringitis Leutika

Gambaran klinik tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder atau tersier.

Pada penyakit ini tampak adanya bercak keputihan pada lidah, palatum mole, tonsil,

dan dinding posterior faring. Bila infeksi terus berlangsung maka akan timbul ulkus

pada daerah faring yang tidak nyeri. Selain itu juga ditemukan adanya pembesaran

kelenjar mandibula yang tidak nyeri tekan.1

5. Faringitis Tuberkulosis

Merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru. Gejala klinik pada faringitis

tuberculosis berupa kedaan umum pasien yang buruk karena anoresia dan

odinofagia.Pasien mengeluh nyeri hebat ditenggorok, nyeri ditelinga atau otalgia

serta pembesaran kelanjar limfa servikal.1

Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri

tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan

serologi, hapusan jaringanatau kultur, X-ray dan biopsy.

XII.PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan untuk tonsillitis kronik terdiri atas terapi medikamentosa dan

operatif.

1. Medikamentosa

Terapi ini ditujukan pada hygiene mulut dengan cara berkumur atau obat isap,

pemberian antibiotic, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau oral. 1,8

Pemberian antibiotika sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada

penderita Tonsilitis Kronis Cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin

( terutama jika disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam

klavulanat ( jika bukan disebabkan mononukleosis).9

2. Operatif

Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil (tonsilektomi).

Tonsilektomi dilakukan bila terapi konservatif gagal.

Dengan tindakan tonsilektomi.9 Pada penelitian Khasanov et al mengenai

prevalensi dan pencegahan keluarga dengan Tonsilitis Kronis didapatkan data bahwa

sebanyak 84 ibu-ibu usia reproduktif yang dengan diagnosa Tonsilitis Kronis,

sebanyak 36 dari penderita mendapatkan penatalaksanaan tonsilektomi.9

Penelitian yang dilakukan di Skotlandia dengan menggunakan kuisioner

terhadap 15.788 penduduk mendapatkan data sebanyak 4.646 diantaranya memiliki

Page 23: Tonsilitis

gejala Tonsilitis, dari jumlah itu sebanyak 1.782 (38,4%) penderita mendapat

penanganan dari dokter umum dan 98 (2,1%) penderita dirujuk ke rumah sakit.9

Indikasi Tonsilektomi

Cochrane review (2004) melaporkan bahwa efektivitas tonsilektomi belum

dievaluasi secara formal. Tonsilektomi dilakukan secara luas untuk

pengobatan Tonsilitis akut atau kronik, tetapi tidak ada bukti ilmiah

randomized controlled trials untuk panduan klinisi dalam memformulasikan

indikasi bedah untuk anak dan dewasa. Tidak ditemukan studi Randomized

Controlled Trial (RCT) yang mengkaji efektivitas tonsilektomi pada dewasa.

Pada anak ditemukan 5 studi RCT (Mawson 1967; McKee 1963; Roydhouse

1970; Paradise 1984; Paradise 1992), tetapi yang diikutkan dalam review

hanya 2 studi (Paradise 1984; Paradise 1992) sedang 3 studi lain tidak

memenuhi kriteria. Studi pertama oleh Paradise (1984), dilakukan pada anak

yang dengan infeksi tenggorok berat. Dari studi ini tidak dapat dibuat

kesimpulan yang tegas tentang tonsilektomi karena adanya keterbatasan

metodologi yaitu adanya perbedaan kelompok operasi dengan kelompok

kontrol. Dalam hal riwayat episode infeksi sebelum mengikuti studi

(kelompok operasi meliputi anak dengan penyakit yang lebih berat) dan

status sosial ekonomi (kelompok nonoperasi memiliki status sosial ekonomi

yang lebih tinggi) serta kelompok tonsilektomi dan tonsilo-adenoidektomi

dilaporkan sebagai satu kelompok operasi. Disamping itu, studi ini meliputi

hanya anak dengan infeksi tenggorok berat, pada pemantauan, banyak

kelompok kontrol yang memiliki episode infeksi sedikit dan biasanya ringan.

Studi kedua oleh Paradise (1992) meliputi anak dengan infeksi sedang tidak

dapat dievaluasi karena saat review dilakukan tidak ada data yang lebih detil

dari desain dan bagaimana penelitian ini dilakukan (hasil penelitian baru

dalam bentuk abstrak).9 Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi

saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi

absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency

dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan.

Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh

tidaknya dilakukan tonsilektomi. Indikasi absolut: a) Hiperplasia tonsil yang

menyebabkan gangguan tidur (sleep apneu) yang terkait dengan cor

Page 24: Tonsilitis

pulmonal. b) curiga keganasan (hipertropi tonsil yang unilateral). c) Tonsilitis

yang menimbulkan kejang demam (yang memerlukan tonsilektomi Quincy).

d) perdarahan tonsil yang persisten dan rekuren. Indikasi Relatif: a) Tonsillitis

akut yang berulang (Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun). b)

abses peritonsilar. c). tonsillitis kronik dengan sakit tenggorkan yang

persisten, halitosis, atau adenitis cervical. d). sulit menelan. e).

tonsillolithiasis. f). gangguan pada orofacial atau gigi (mengakibatkan saluran

bagian atas sempit). g). Carrier streptococcus tidak berespon terhadap terapi).

h). otitis media recuren atau kronik.8,9,10

Adapun indikasi tonsilektomi menurut The American of Otolaryngology-head

and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium 1995 adalah: 1

a. Serangan tonsillitis lebih dari 3x pertahun walaupun telah mendapat terapi

yang adekuat

b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofacial

c. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan

napas, sleepapneu, gangguan menelan, gangguan berbicara dan cor pulmonale.

d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak

berhasil hilang dengam pengobatan

e. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan

f. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptokokus beta

hemolitikus

g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan

h. Otitis media efusa/otitis media supuratif

Kontraindikasi Tonsilektomi

Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi, namun bila

sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap

memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut yakni:

gangguan perdarahan, risiko anestesi yang besar atau penyakit berat, anemia,

dan infeksi akut yang berat. 9,18

Teknik Operasi Tonsilektomi

Pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah dilakukan pada

Page 25: Tonsilitis

abad 1 Masehi oleh Cornelius Celsus di Roma dengan menggunakan jari

tangan. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini

adalah teknik Guillotine dan diseksi.9, 21

Diseksi: Dikerjakan dengan menggunakan Boyle-Davis mouth gag,

tonsil dijepit dengan forsep dan ditarik ke tengah, lalu dibuat insisi

pada membran mukus. Dilakukan diseksi dengan disektor tonsil atau

gunting sampai mencapai pole bawah dilanjutkan dengan

menggunakan senar untuk menggangkat tonsil.

Guilotin: Tehnik ini sudah banyak ditinggalkan. Hanya dapat

dilakukan bila tonsil dapat digerakkan dan bed tonsil tidak cedera oleh

infeksi berulang.

Elektrokauter: Kedua elektrokauter unipolar dan bipolar dapat

digunakan pada tehnik ini. Prosedur ini mengurangi hilangnya

perdarahan namun dapat menyebabkan terjadinya luka bakar.

Laser tonsilektomi: Diindikasikan pada penderita gangguan

koagulasi. Laser KTP-512 dan CO2 dapat digunakan namun laser CO2

lebih disukai.tehnik yag dilakukan sama dengan yang dilakukan pada

tehik diseksi.

XIII. KOMPLIKASI

Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya

berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara percontinuitatum. Komplikasi jauh

terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endocarditis, artritis, myositis,

nefritis, uvetis iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.1

Beberapa literature menyebutkan komplikasi tonsillitis kronis antara lain:9,23

a) Abses peritonsil.

Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan sekitarnya.

Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang

mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan

serangan berulang. Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi

yang berat dan trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses.

Page 26: Tonsilitis

Gambar. Abses peritonsil

b) Abses parafaring.

Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus

mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga

menonjol kearah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal.

c) Abses intratonsilar.

Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya diikuti

dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai nyeri lokal dan

disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan merah. Penatalaksanaan

yaitu dengan pemberian antibiotika dan drainase abses jika diperlukan;

selanjutnya dilakukan tonsilektomi.

d) Tonsilolith (kalkulus tonsil).

Tonsililith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade oleh sisa-

sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian tersimpan

yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar secara bertahap

dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi

pada dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body sensation.

Hal ini didiagnosa dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya

permukaan yang tidak rata pada perabaan.

e) Kista tonsilar.

Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran

kekuningan diatas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala. Dapat dengan

mudah didrainasi.

f) Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonephritis.

Page 27: Tonsilitis

Dalam penelitiannya Xie melaporkan bahwa anti-streptokokal antibodi

meningkat pada 43% penderita Glomerulonefritis dan 33% diantaranya

mendapatkan kuman Streptokokus beta hemolitikus pada swab tonsil yang

merupakan kuman terbanyak pada tonsil dan faring. Hasil ini megindikasikan

kemungkinan infeksi tonsil menjadi patogenesa terjadinya penyakit

Glomerulonefritis.

XIV. PROGNOSIS

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan

pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita

Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi,

antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang

lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang

singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita

mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada

telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber

dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.9

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala & Leher ed Keenam. FKUI Jakarta: 2007. p212-25.

2. Udayan KS. Tonsillitis and peritonsillar Abscess. [online]. 2011 .[cited, 2012 Jan 18).

Available from URL: http://emedicine.medscape.com/

3. Medical Disbility Advisor. Tonsillitis and Adenoiditis. [online]. 2011 .[cited, 2012 Jan

18). Available from URL: http://www.mdguidelines.com/tonsillitis-and-adenoiditis/

Page 28: Tonsilitis

4. John PC, William CS. Tonsillitis and Adenoid Infection. [online].2011 .[cited, 2012

Jan 17). Available from: URL: http://www.medicinenet.com

5. Christopher MD, David HD, Peter JK. Infectious Indications for Tonsillectomy. In:

The Pediatric Clinics Of North America. 2003. p445-58

6. Adnan D, Ionita E. Contributions To The Clinical, Histological, Histochimical and

Microbiological Study Of Chronic Tonsillitis. Pdf.

7. Richard SS. Pharinx. In: Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6.

Jakarta: ECG, 2006. p795-801.

8. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta:

ECG, 1997. p263-340

9. Amalia, Nina. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis D RSUP H. Adam Malik

Medan Tahun 2009. 2011.pdf

10. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy.

In: Head&Neck Surgery-Otolaryngology, 4th edition. 2006.

11. Indo Sakka, Raden Sedjawidada, Linda Kodrat, Sutji Pratiwi Rahardjo. Lapran

Penelitian : Kadar Imunoglobulin A Sekretori Pada Penderita Tonsilitis Kronik

Sebelum Dan Setelah Tonsilektomi. Pdf.

12. Empowering Otolaryngologist. Tonsillitis. In: American Academy of Otolaryngology-

Head & Neck Surgery. Pdf.

13. Mandavia, Rishi. Tonsillitis. [online] .[cited, 2012 Jan 20). Available from: URL:

http://www.entfastbleep.com

14. Gross CW, Harrison SE. Tonsils and Adenoid. In: Pediatrics In Review. [online].2000.

[cited, 2012 Jan 21). Available from: URL: http://www.pediatricsinrewiew.com

15. Ellen Kvestad, Kari Jorunn Kværner, Espen Røysamb, et all. Heritability of Reccurent

Tonsillitis. [online].2005.[cited, 2012 Jan 21). Available from: URL: http://www.

Archotolaryngelheadnecksurg.com

16. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Tonsil dan Adenoid. In: Ilmu

Kesehatan Anak Edisi 15 Volum 2. Jakarta: ECG,2000. p1463-4

17. Hassan R, Alatas H. Penyakit Tenggorokan. In: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak

jilid 2. Jakarta :FKUI, 2007.p930-33.

18. Pasha R. Pharyngeal And Adenotonsillar Disorder. In: Otolaryngology-Head and

Neck Surgery. p158-165

19. Andrews BT, Hoffman HT, Trask DK. Pharyngitis/Tonsillitis. In: Head and Neck

Manifestations of Systemic Disease. USA:2007.p493-508

Page 29: Tonsilitis

20. Uğraş, Serdar & Kutluhan, Ahmet. Chronic Tonsillitis Can Be Diagnosed With

Histopathologic Findings. In: European Journal of General Medicine, Vol. 5, No. 2.

[online].2008.[cited, 2012 Jan 23]. Available from: URL: http://www. Bioline

International .com

21. Hatmansjah. Tonsilektomi. In: Cermin Dunia Kedokteran vol 89. [online].1993.[cited,

2012 Jan 25]. Available from: URL: http://www. cerminduniakedokteran .com

22. Harrison SE, Osborne E, Lee S. Home Care After Tonsillectomy and Adenoidectomy.

In: Missisipi Ear, Nose, & Throat Surgical Associates 601. pdf.

23. Lalwani AK. Management of Adenotonsillar Disease: Introduction. In: Current

Otolaryngology 2nd ed. McGraw-Hill:2007.