BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 UMUM Demand Side Management (DSM) adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan yang dilakukan oleh pengusaha untuk mempengaruhi pola konsumsi pelanggan tenaga listrik yang menangkut dan waktu penggunaanya tanpa merugikan pengusaha atau konsumen. Manajemen sisi kebutuhan adalah rangkaian kegiatan institusi yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan yang dilakukan oleh pengusaha untuk mempengaruhi pola konsumsi pelanggan tenaga listrik yang menangkut dan waktu penggunaanya tanpa merugikan pengusaha atau konsumen. Dengan manajemen sisi kebutuhan pengusaha dapat mengupaya pengurangan pertumbuhan beban puncak sistem, menciptakan iklim yang kompetitif dalam meningkatkan efisiensi pemakaian dan produktifitas, memberikan penghematan biaya konsumsi energi listrik, dan melestarikan sumber daya alam serta mengurangi dampak lingkungan. Strategi manajemen sisi kebutuhan terdiri dari peak cliping (pemangkasan beban puncak), Valley Filling, load shifting, konservasi energi, startegi load growth, dan flexible load shape. Peak Cliping adalah program untuk mengurangi beban pada saat Waktu Beban Puncak (WBP). Valley Filling adalah program untuk menambah beban pada saat luar waktu beban puncak (LWBP). Load shifting adalah penggeseran beban dari beban puncak ke beban luar beban puncak. Konservasi energi adalah program untuk menghemat pemakaian energi listrik. Load growth adalah program untuk menaikan pemakaian energi listrik. Flexible load shape adalah program untuk memperbaiki dan menjaga sistem dengan mengurangi pemadaman.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 UMUM
Demand Side Management (DSM) adalah kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, dan pemantauan yang dilakukan oleh pengusaha untuk
mempengaruhi pola konsumsi pelanggan tenaga listrik yang menangkut dan
waktu penggunaanya tanpa merugikan pengusaha atau konsumen.
Manajemen sisi kebutuhan adalah rangkaian kegiatan institusi yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan yang dilakukan oleh
pengusaha untuk mempengaruhi pola konsumsi pelanggan tenaga listrik
yang menangkut dan waktu penggunaanya tanpa merugikan pengusaha atau
konsumen. Dengan manajemen sisi kebutuhan pengusaha dapat mengupaya
pengurangan pertumbuhan beban puncak sistem, menciptakan iklim yang
kompetitif dalam meningkatkan efisiensi pemakaian dan produktifitas,
memberikan penghematan biaya konsumsi energi listrik, dan melestarikan
sumber daya alam serta mengurangi dampak lingkungan.
Strategi manajemen sisi kebutuhan terdiri dari peak cliping
(pemangkasan beban puncak), Valley Filling, load shifting, konservasi energi,
startegi load growth, dan flexible load shape. Peak Cliping adalah program
untuk mengurangi beban pada saat Waktu Beban Puncak (WBP). Valley
Filling adalah program untuk menambah beban pada saat luar waktu beban
puncak (LWBP). Load shifting adalah penggeseran beban dari beban puncak
ke beban luar beban puncak. Konservasi energi adalah program untuk
menghemat pemakaian energi listrik. Load growth adalah program untuk
menaikan pemakaian energi listrik. Flexible load shape adalah program untuk
memperbaiki dan menjaga sistem dengan mengurangi pemadaman.
5
Faktor yang mempengaruhi menajemen sisi kebutuhan adalah
1. Kepercayaan pelanggan
a) Kondisi dan karakteristik sektor pelanggan
b) Citra perusahaan dimata pelanggan
2. Tanggapan pelanggan
a) Pola konsumsi sistem peralatan
b) Perubahan karakteristik dan teknologi peralatan
3. Strategi pemasaran kepada pelanggan
a) Tingkat pengetahuan pelanggan
b) Hubungan langsung dengan pelanggan
c) Iklan
d) Pemberian insentif kepada pelanggan
e) Pemberian insentif melalui tarif khusus
f) Kerjasama dengan asosiasi dan produsen alat
Upaya yang harus dilakukan untuk melihat pemakaian energi dan
pemilihan sumber energy bagi beban listrik dapat dilakukan juga melalui
program audit energi. Hal ini disebabkan audit energi akan memberikan
gambaran yang jelas mengenai kondisi kelistrikan suatu konsumen energi
listrik baik dari pembangkit sendiri maupun dari PLN. Audit energi adalah
teknik untuk menghitung besarnya konsumsi energi dan mengenali cara-cara
untuk penghematanya. Proses audit energi secara bertahap adalah sebagai
berikut :
1. Audit awal
Menghitung dan menganalisis konsumsi energi listrik berdasar data dari
rekening listrik dan pengamatan visual kondisi dari data gedung beserta
peralatannya. Data yang dibutuhkan data rekening listrik, data beban dan
instalasinya, dan single diagram sistem kelistrikan. Dengan data tersebut
dapat diketahui luas bangunan, konsumsi energi listrik pertahun,
Intensitas Konsumsi Energi (IKE).
6
2. Audit rinci
Dari audit rinci dilakukan apabila yang IKE tidak sesuai target yang
diinginkan. Audit enrgi rinci perlu dilakukan untuk mengetahui profil
penggunaan energi pada bangunan gedung sehingga dapat diketahui
peralatan pengguna energi apa saja yang pemakaianya cukup besar.
Kegiatan yang dilakukan dengan pengukuran parameter konsumsi energi
listrik seperti arus, tegangan, daya (Watt, VA, VAR), faktor daya, dan lux.
3. Identifikasi dan analisa peluang hemat energi
Dari Hasil audit awal dan audit rinci dapat diketahui peluang peluang
penghematan energi yang dikaitan dengan biaya energi listrik.
2. 2 SISTEM TENAGA LISTRIK Sistem tenaga listrik meliputi sistem pembangkit, sistem trasmisi, dan sistem
distribusi. Pada sistem pembangkit merupakan pusat yang menghasilkan energi
listrik yang seperti : PLTA, PLTU, PLTGU, PLTG, PLTP, dan PLTD. Untuk
menyalurkan energi listrik memerlukan banyak persyaratan, terutama masalah
lokasi yang tidak selalu bisa dekat dengan pusat beban seperti kota, kawasan
industri dan lainnya.
Akibatnya tenaga listrik tersebut harus disalurkan melalui sistem transmisi
yaitu :
- Saluran Transmisi
- Gardu Induk
- Saluran Distribusi
Apabila salah satu bagian sistem transmisi mengalami gangguan maka akan
berdampak terhadap bagian transmisi yang lainnya, sehingga Saluran transmisi,
Gardu induk dan Saluran distribusi merupakan satu kesatuan yang harus dikelola
dengan baik. Apabila salah satu bagian sistem transmisi mengalami gangguan
maka akan berdampak terhadap bagian transmisi yang lainnya, sehingga Saluran
7
transmisi, Gardu induk dan Saluran distribusi merupakan satu kesatuan yang harus
dikelola dengan baik.
Gambar 2. 1. Sistem Tenaga Listrik
Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi
(SUTETI) adalah sarana di udara untuk menyalurkan tenaga listrik berskala besar
dari Pembangkit ke pusat-pusat beban dengan menggunakan tegangan tinggi
maupun tegangan ekstra tinggi. SUTT/SUTET merupakan jenis Saluran Transmisi
Tenaga Listrik yang banyak digunakan di PLN daerah Jawa dan Bali karena
harganya yang lebih murah dibanding jenis lainnya serta pemeliharaannya mudah.
Pembangunan SUTT/SUTET sudah melalui proses rancang bangun yang aman bagi
lingkungan serta sesuai dengan standar keamanan internasional, diantaranya:
- Ketinggian kawat penghantar
- Penampang kawat penghantar
- Daya isolasi
SALURAN TRANSMISI TT GARDU INDUK
INDUSTRI BESAR
JARINGAN TEGANGAN
RENDAH 220 V
TRAFO DISTRIBUSI
JARINGAN TEGANGAN MENENGAH 20 KV
INDUSTRI KECIL
MALL
INDUSTRI SEDANG
RUMAH TANGGA
PJU
PUSAT PEMBANGKIT
TENAGA LISTRIK
8
- Medan listrik dan Medan magnet
- Desis corona
Macam Saluran Udara yang ada di Sistem Ketenagalistrikan PLN P3B Jawa
Bali antara lain :
a. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kV
b. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV
c. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTETI) 500 kV
Pada daerah tertentu (umumnya perkotaan) yang mempertimbangkan
masalah estetika, lingkungan yang sulit mendapatkan ruang bebas, keandalan yang
tinggi, serta jaringan antar pulau, dipasang Saluran Kabel. a. Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) 70 kV
b. Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) 150 kV
c. Saluran Kabel Laut Tegangan Tinggi (SKLTT) 150 kV
Mengingat bahwa Saluran kabel biaya pembangunannya mahal dan
pemeliharaannya sulit , maka jarang digunakan. Saluran Isolasi Gas (Gas
Insulated Line/GIL) adalah Saluran yang diisolasi dengan gas, misalnya: gas
SF6. Karena mahal dan resiko terhadap lingkungan sangat tinggi maka
saluran ini jarang digunakan.
Distribusi berfungsi untuk menyalurkan tenaga listrik dari pusat-pusat GI
sampai ke konsumen. Ditinjau dari konfigurasi, jaringan distribusi dapat
dibedakan atas tiga system yaitu
1 Sistem Jaringan Radial
Struktur dengan system ini merupakan jaringan yang paling sederhana,
metode pengoperasiannya mudah, hubungan langsung dari titik
pengisian ke pemakai.
Ciri-ciri system jaringan ini :
a. Bentuk sederhana, mudah pelaksanaannya, system paling
murah
b. Pengoperasian dan perawatan mudah
9
c. Karena feeder sekunder pendek, pengaturan tegangan lebih
mudah dilakukan
d. Aliran pada jaringan berasal hannya dari satu arah sumber
pengisian
e. Bila feeder utama terganggu, feeder cabang pun terganggu,
maka keandalan rendah.
2 Sistem Gelang dan Jala
Pada system ini terdapat dua sumber dan arah pengisian yang satu
dapat sebagai cadangan, sehingga keandalan cukup tinggi, banyak
dipakai pada jaringan umum dan industri. Jika terjadi gangguan atau
pekerjaan pada salah satu jaringan, penyaluran tidak terputus karena
mempergunakan sumber pengisian cadangan atau arah yang lain.
3 Sistem Jaringan Spindel
Pada dasarnya struktur spindle merupakan struktur radial dimana
spindle adalah kelompok kumparan yang pola jaringannya ditandai
dengan ciri adanya sejumlah kabel yang keluar dari gardu induk
(feeder), kearah suatu titik temu yang disebut gardu hubung. Kumpulan
kabel dalam satu spindle dimaksudkan untuk menyalurkan energi ke
suatu daerah konsumen, yang terdiri dari maksimum enam buah kabel
kerja. Di sepanjang kabel inilah gardu distribusi ditempatkan dengan
satu buah kabel cadangan.
Pada sistem distribusi kita mengenal standart konstruksi jaringan
tegangan menengah dan jaringan tegangan rendah, meliputi :
1. Standar Konstruksi JTM 1 Phase
a. A1 = Tarikan lurus 0 0 -5 0
b. A2 = Sudut belokan 5 0 -30 0
c. A3 = Sudut belokan 30 0 -60 0
10
d. A4 = Sudut belokan 60 0 -90 0
e. A5 = Konstruksi akhir (dead end)
3. Standar Konstruksi JTM 1 Phase – 3 Phase
a. B1 = Sudut belokan 0 0 -5 0
b. B2 = Sudut belokan 5 0 -30 0
c. B3 = Sudut belokan 30 0 -60 0
d. B4 = Sudut belokan 60 0 -90 0
e. B5 = Konstruksi akhir (dead end)
4. Standar Konstruksi JTM 3 Phase
a. C1 = Sudut belokan 0 0 -5 0 Side Bracket
b. C1-A= Sudut belokan 0 0 -5 0 Cross Arm
c. C2 = Sudut belokan 5 0 -10 0 Side Bracket
d. C2-A= Sudut belokan 5 0 -10 0 Cross Arm
e. C3 = Sudut belokan 10 0 -60 0
f. C8-A= Sudut belokan 10 0 -90 0 Cross Arm
g. C7-A = Konstruksi Akhir (dead end)
h. C8 = Konstruksi Akhir (dead end) double
5. Perlengkapan Konstruksi
a. E1-1 = Konstruksi kawat tarik ( Down Guy)
b. E2-1 = Konstruksi kawat tarik ( Over Head Guy)
c. F1-2 = Anchor Assembilies
d. M2-11= Pentanahan (ground Rod Type)
e. CG 313= Dudukan Trafo 3 Phase
2. 3 BEBAN DISTRIBUSI Beban listrik pada prinsipnya berupa penerangan dan tenaga. Beban
penerangan yaitu lampu-lampu penerangan dan beban tenaga adalah semua
11
beban listrik yang tidak termasuk beban penerangan yaitu peralatan yang
menggunakan daya listrik.
2.3 1 Faktor daya beban Beban listrik secara garis beban terdapat beban resistif mempunyai
faktor daya 1, beban induktif mempunyai faktor daya lagging dan beban
kapasitif mempunyai faktor daya leading.
a. Faktor Daya satu Faktor daya satu tercapai jika beban merupakan beban tahanan murni.
I∠0o
V∠0o
Gambar 2.2 Phasor arus dan tegangan faktor daya satu
S = P
Gambar 2. 3 Segitiga daya faktor daya sama satu
a. Faktor daya lagging
12
Beban dengan faktor daya lagging berarti beban termasuk beban induktif.
Arus tertinggal terhadap tegangan , dengan diagram :
V∠0o
I ∠- θo
Gambar 2. 4 Phasor arus dan tegangan faktor daya lagging
S Q
θ
P
Gambar 2. 5 Segi tiga daya faktor daya lagging
b. Faktor daya leading Beban dengan faktor daya leading berarti beban termasuk beban kapasitif, berarti arus mendahului tegangan , dengan diagram :
I ∠θo
V∠0o
Gambar 2. 6 Phasor arus dan tegangan faktor daya leading
13
θ P
S
Q
Gambar 2. 8 Segi tiga daya faktor daya leading
Daya listrik dalam bentuk kompleks dapat dinyatakan oleh persamaan
S = P ± jQ ……………………………………………………………… (2.1)
dengan :
S : daya kompleks (VA)
P : daya aktif/nyata (Watt)
Q : daya reaktif (VAR)
Besar kecilnya daya reaktif yang diserap oleh beban mengakibatkan
faktor daya sistem berbeda. Faktor daya minimal yang harus dipenuhi oleh
beban yang tersambung ke jaringan PLN di Indonesia adalah minimal 0.85
lagging. Bagi beban memiliki fakor daya kurang dari 0.85 lagging akan
dikenakan denda pinalti. Oleh karena itu denda pinalti dapat
diturunkan/dihilangkan perlu dipasang kompensasi daya reakif di sisi beban.
Keuntungan lain dari pemasangan kompensasi daya reaktif adalah
14
menurunkan jatuh tegangan (menaikkan tegangan), mengurangi rugi-rugi
saluran, manambah penyediaan kapasitas daya (VA). Kapasitor dapat
dipasang diterminal beban dan dipusat pengendalian beban.
Faktor daya dapat didefinisikan sebagai perbandingan daya yang
menghasilkan kerja (active power) dalam satuan watts atau kilowatts (kW)
dengan daya nyata (apparent power) dalam satuan volt-ampere atau kilovolt
ampere (kVA).
QP
PSPpf
+== ……………………………………..(2.2)
VIPpf = ………………………………………………… (2.3)
P adalah daya riil atau daya aktif dalam satuan watt (W) atau kilo-watt (kW),
sedangkan Q adalah daya reaktif dalam satuan VAR atau kVAR. Bila
pengukuran daya dilakukan dalam periode waktu (jam) maka akan
didapatkan nilai Wh atau kWh untuk pengukuran daya aktif dan didapatkan
nilai VARh atau kVARh untuk pengukuran daya reaktif. Dari sini dapat
dihitung faktor daya rata – rata dalam kurun waktu tersebut dengan
persamaan
…………………………….. (2.4)
2. 3. 2 Beban Penerangan Dalam perencanaan penerangan bangunan gedung, badan
internasional telah merekomendasi tingkat kuat penerangan (Recommended
Illumination) yang berpedoman pada “Guide on Interior Lighiting” of the
international Commission on Illumination (Publication No. 29/2) seperti pada
tabel 2.1.
15
Tabel 2.1 Rekomendasi tingkat kuat penerangan secara horisontal (horizontal
illuminance recommendation) berdasarkan CIE.
Jenis Sistem Penerangan
Level Iluminasi (lux) Tempat atau Jenis Kegiatan
General Lighting untuk ruangan
atau area dengan aktifitas visual
sederhana
20 Minimum area bebas 30 Gudang/toko di luar bangunan
50 Jalan setapak luar bangunan, area parkir mobil
75 Dok, dermaga
100 Ruang Teater, aula/hall, tempat tidur hotel, kamar mandi
150 Ruang stok barang, toko, area bebas indoor indistri
General Lighting untuk ruang kerja dalam ruangan
200 Minimum pada benda kerja
300 Ruang kerja kasar, Ruang mesin, industri makanan, General proses pada industri kimia,
500 Ruang kerja medium, kantor perakitan kendaraan bermotor, Ruang mesin cetak, ruang kantor umum, toko.
750 Ruang gambar, Laboratorium, Ruang kantor dengan mesin khusus.
1000 atau
lebih tinggi
Ruang kerja halus, Ruang pemeriksaan gambar, membedakan warna, ruang instrument perakitan, ruang kerja presisi lainnya.
Penerangan tambahan untuk jenis penerangan
terlokalisir
2000 atau
lebih tinggi
Ruang kerja yang membutuhkan presisi tinggi, Ruang operasi.
Sedangkan di Indonesia, standarisasi tata pencahayaan berpedoman
pada Badan Standar Nasional (BSN). Adapun rekomendasi untuk tingkat
kuat penerangan dapat dilihat pada tabel 2.2 dan Kebutuhan daya setiap
jenis ruang dalam Watt/m2 ditunjukkan tabel 2.3.
16
Tabel 2.2. Rekomendasi tingkat penerangan ruang dalam bangunan menurut BSN
Jenis Bangunan Fungsi Ruangan Level Iluminasi/lux
Rumah tinggal
Teras, garasi 60
Ruang tamu 120 – 150
Ruang makan 120 – 250
Ruang kerja 120 – 250
Kamar tidur 120 – 250
Kamar mandi 250
Dapur 250
Garasi 60
Jenis Bangunan Fungsi Ruangan Level Iluminasi/lux
Perkantoran
Ruang Direktur 350
Ruang kerja 350
Ruang computer 350
Ruang rapat 300
Ruang gambar 750
Gudang arsip 150
Ruang arsip aktif 300
Lembaga
Pendidikan
Ruang kelas 250
Perpustakaan 300
Laboratorium 500
Ruang gambar 750
Kantin 200
Rumah
ibadah
Masjid 200
Gereja 200
Vihara 200
17
Tabel 2. 3 Rekomendasi Kebutuhan daya setiap jenis ruang
Lokasi
Daya
Pencahayaan
maksimum
(Watt/m2)
Lokasi
Daya
Pencahayaan
maksimum
(Watt/m2)
Ruang Kantor 15 Tangga 10
Auditorium 25 Ruang Parkir 5
Pasar swalayan 20 Ruang perkumpulan 20
Hotel Industri 20
Kamar tamu 17 Pintu masuk dengan kanopi
Daerah umum 20 Lalulintas sibuk (hotel,
bandara, teater)
30
Rumah sakit Lalulintas sedang (kantor,
sekolah)
15
Ruang Pasien 15 Jalan da Lapangan
Gudang 5 Tempat Penimbunan /tempat
kerja
2
Kafetaria 10 Tempat untuk santai (taman
rekereasi)
1
Garasi 2 Jalan kendaraan dan pejalan
kaki
1,5
Restauran 25 Tempat parkir 2
Lobi 10
2.3. 3 Beban Air Conditioner Peralatan tata udara ini direkomendasikan untuk memenuhi effisiensi
minimum dan kriteria seperti ditunjuk pada tabel 4. Effisiensi ini harus diuji
18
kebenarannya melalui data yang diberikan oleh pabrik pembuat dengan
sertifikasi melalui cara pengetesan dan pengujian yang telah diakui.
Tabel 2. 4 Efisiensi minimum dari peralatan tata udara
Jenis Peralatan Kapasitas unit
(Btu/jam) Sub Katagori
Effisiensi minimum
( COP)
Pendinginan
udara '
< 65.000
Sistem split 2,6 Sistem paket 2,5
65.000 s/d 135.000
Sistem split dan paket tunggal
2,5
135.000 s/d 240.000 Sistem split dan paket 2,5 240.000 s/d 760.000 Sistem split dan paket 2,5
>. 760.000 Sistem split dan paket 2,4
Pendinginan air
< 65.000 2,73 65.000 s/d 135.000 3.08
2135.000 s/d 240.000 2,81 < 240.000 2,81
Catatan :
1 TR = 12.000 Btu/jam= 3517,2 W.
COP = Coefficient of Performance
EER = Energy Efficient Ratio
ARI = AirConditioning and Refrigeration lnstitute.
Menurut Ashare 55-1981 daerah pengkondisian udara ada 4 yaitu :
1. Daerah merah, dengan kelembaban relatif (RH) lebih dari 75 % .
Daerah ini virus, bakteri, dan jamur akan meningkat polulasinya.
2. Daerah kuning , dengan kelembaban relatif ( 70% s/d 75 %).
Daerah ini terjadi static electricity terutama daerah yang lantainya
menggunakan karpet
3. Daerah Biru dengan kelembaban relatif (50% s/d 70 %). Daerah ini
mempunyai tingkat kenyamanan yang bagud dan cocok untuk
perkantoran.
19
4. Daerah coklat dengan kelembaban relatif kurang dari 50 %.
Daerah ini terlalu kering yang menyebabkan kita mudah terkena
infeksi saluran pernapasan.
2.3. 4 Beban Kipas angin/Fan Rancangan sistem fan harus memenuhi ketentuan :
a) Untuk sistem fan dengan volume tetap, daya yang dibutuhkan
motor pada sistem fan gabungan tidak melebihi 1,36 W/(m 3
/jam)
b) Untuk sistem fan dengan volume aliran berubah, daya yang
dibutuhkan motor untuk sistem fan gabungan tidak melebihi
2,12 W/(m 3 /jam)
c) Setiap fan pada sistem volume aliran berubah atau VAV
(Variable Air Volume) dengan motor 60 kW atau lebih, harus
memiliki kontrol dan peralatan yang diperlukan agar fan tidak
membutuhkan daya lebih dari 50% daya rancangan pada 50%
volume rancangan berdasarkan data uji;
Ketentuan diatas tidak berlaku untuk fan dengan daya lebih kecil dari 7,5 kW
2.3. 5 Sistem Pompa/Motor Sistem pompa dan pemipaan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a) Sistem pemipaan harus dirancang agar laju kehilangan tekanan
akibat gesekan tidak melebihi dari 4 meter air per 100 meter
panjang ekuivalen pipa;
b) Sistem pompa yang melayani katup kontrol yang dirancang
untuk membuka dan menutup kontinu atau berlangkah harus
dirancang untuk memompakan aliran fluida yang variabel;
20
c) Aliran fluida harus dapat diubah dengan penggerak pompa