Top Banner
ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN PENINGKATAN MOTIVASI MAHASISWA DALAM BERWIRAUSAHA BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pada saat ini, dunia pendidikan terutama perguruan tinggi merasakan adanya tuntutan yang semakin kompleks dan kondisi lingkungan persaingan yang semakin global dan sengit. Melihat realita seperti ini, maka perguruan tinggi harus segera menyadari bahwa tidak ada jalan lain untuk bertahan hidup dalam arena persaingan kecuali dengan menyiapkan strategi baru yang lebih kreatif dan inovatif baik dalam bidang manajemen perguruan tinggi, proses pembelajaran maupun peningkatan motivasi belajar dan kemandirian peserta didik Hal terpenting lainnya yang perlu kita ketahui juga adalah jumlah angkatan kerja semakin bertambah sementara tidak di imbangi dengan jumlah ketersediaan lapangan kerja. Jika kondisi ini di abaikan maka akan terjadi ketimpangan ekonomi yang sistemik di masyarakat. Ditambah lagi dengan permasalahan klasik
44

TNA trainning need analysis

Apr 24, 2015

Download

Documents

contoh trainning need analysis
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: TNA trainning need analysis

ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN PENINGKATAN MOTIVASI

MAHASISWA DALAM BERWIRAUSAHA

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini, dunia pendidikan terutama perguruan tinggi merasakan

adanya tuntutan yang semakin kompleks dan kondisi lingkungan persaingan yang

semakin global dan sengit. Melihat realita seperti ini, maka perguruan tinggi harus

segera menyadari bahwa tidak ada jalan lain untuk bertahan hidup dalam arena

persaingan kecuali dengan menyiapkan strategi baru yang lebih kreatif dan

inovatif baik dalam bidang manajemen perguruan tinggi, proses pembelajaran

maupun peningkatan motivasi belajar dan kemandirian peserta didik

Hal terpenting lainnya yang perlu kita ketahui juga adalah jumlah angkatan

kerja semakin bertambah sementara tidak di imbangi dengan jumlah ketersediaan

lapangan kerja. Jika kondisi ini di abaikan maka akan terjadi ketimpangan

ekonomi yang sistemik di masyarakat. Ditambah lagi dengan permasalahan klasik

pendidikan yang terjadi secara umum seperti : (1) rendahnya kompetensi dan

relevansi lulusan, (2) belum satu padunya pemahaman, visi, misi dan tujuan

lembaga, (3) rendahnya kepedulian industri terhadap lulusan perguruan tinggi di

Indonesia, (4) kurang memadainya sarana dan prasarana pendukung

pembelajaran, (5) masih belum terciptanya iklim akademik yang kondusif di

lingkungan perguruan tinggi.

Oleh karena itu harus ada terobosan baru, baik dari pemerintah, lembaga

pendidikan dan masyarakat untuk mengatasi hal tersebut. Salah satunya dengan

menumbuhkan mental, semangat dan motivasi kemandirian berwirausaha.

Lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi harus lebih konkret dalam

Page 2: TNA trainning need analysis

menyiapkan strategi pembelajaran kreatif yang benar-benar dapat mendorong

tumbuh kembangnya mental, semangat dan motivasi kemandirian berwirausaha.

Inisiatif perubahan program pembelajaran di perguruan tinggi ini dimulai dari

identifikasi terhadap motivasi mahasiswa dan kebutuhan para pengguna lulusan

melalui survei awal.

Strategi pembelajaran kreatif merupakan usaha mengkombinasikan secara

kreatif faktor-faktor yang terdiri dari input dan output dengan beberapa teori

pendekatan dalam proses pembelajaran. Faktor-faktor yang tersusun dalam proses

pembelajaran terdiri dari SDM (dosen, tenaga kependidikan, dan tenaga teknis),

kurikulum, sarana dan prasarana utama maupun pendukung, dan manajemen yang

dirancang secara menyeluruh dimana masing-masing faktor saling berkaitan dan

menjadi satu kesatuan yang utuh dalam mencapai visi, misi dan tujuan

pendidikan.

Tujuan strategi pembelajaran kreatif pada mahasiswa adalah agar mereka

memiliki 3 kesiapan yang mendukung kompetensi yaitu kesiapan kognitif

(pengetahuan), kesiapan afektif (sikap), dan kesiapan psikomotorik

(keterampilan). Kesiapan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan

penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan materi ke-

prodian. Kesiapan afektif merupakan gejala atau proses sosialisasi mahasiswa

untuk menekuni kegiatan yang didasarkan atas pengetahuan dan ketrampilan yang

telah dimiliki. Kesiapan psikomotorik merupakan ketrampilan yang dimiliki

mahasiswa sebagai bekal kemandirian berwirausaha maupun persiapan memasuki

dunia kerja. Tiga kesiapan sebagaimana tersebut di atas harus didukukng oleh

kemandirian, keberanian dalam mengambil resiko kreatif inovatif komunikatif

dan mampu beradaptasi dalam lingkngan global.

Page 3: TNA trainning need analysis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Wirausaha

1.1 Pengertian

Menurut Widodo (2005), wirausaha adalah usaha atau bisnis yang

selalu berusaha memindahkan segala sumber daya ekonomi dari wilayah

yang kurang produktif ke wilayah yang lebih produktif untuk

memperoleh penghasilan yang lebih besar, dan semakin besar. Pendapat

lain dari Wacik (1998) mendifinisikan bahwa wirausaha adalah kegiatan

yang melaksanakan proses penciptaan kekayaan dan nilai tambah melalui

peneloran dan penetasan gagasan, memadukan sumber daya dan

merealisasikan gagasan tersebut menjadi kenyataan. Wirausaha adalah

suatu proses peningkatan kesejahteraan yang dinamis. Kesejahteraan

diciptakan oleh yang menghadapi resiko terbesar dari sisi equity (modal),

waktu, dan komitmen untuk memberi nilai untuk suatu produk atau jasa

(Robert C, 1998).

1.2 Tahapan Melakukan Wirausaha

a. Tahap memulai, tahap dimana seseorang yang berniat untuk

melakuan usaha mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan,

diawali dengan melihat peluang usaha baru yang memungkin untuk

membuka usaha baru.

b. Tahap melaksanakan usaha, tahap ini seorang enptrepreneur

mengelola berbagai aspek yang terkait dengan usahanya,

mencangkup aspek-aspek: pembiayaan, SDM, kepemilikan,

organisasi, kepemimpinan yang meliputi bagaimana mengambil

resiko dan mengambil keputusan, pemasaran, dan melakukan

evaluasi.

Page 4: TNA trainning need analysis

c. Mempertahankan usaha, tahap dimana entrepreneur berdasarkan

hasil yang telah dicapai melakukan analisis perkembangan yang

dicapai untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi yang dihadapi.

d. Mengembangkan usaha, tahap dimana jika hasil yang diperoleh

positif, mengalami perkembangan, dan dapat bertahan maka

perluasan usaha menjadi salah satu pilihan yang mungkin diambil.

Menurut Jhosep (1994), wirausaha merupakan kegiatan individu

atau kelompok yang membuka usaha baru dengan maksud untuk

memperoleh keuntungan, memelihara usaha dan membesarkanya, dalam

bidang produksi atau distribusi barang dan jasa. Sedangkan orang yang

mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang

dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau

mengolah bahan baku baru disebut entrepreneur. Menurut Gede Prama

(1998) ada beberapa sifat dasar dan kemampuan yang dimiliki oleh

seorang entrepreneur dalam berwirausaha, diantaranya adalah:

a. Entrepreneur adalah pencipta perubahan (the change creator), disini

dituntut tidak hanya mengelola perubahan, tetapi mampu

menciptakan perubahan.

b. Entrepreneur selalu melihat perbedaan baik antara orang maupun

antar fenomena kehidupan sebagai peluang dibanding sebagai

kesulitan.

c. Entrepreneur cenderung mudah jenuh terhadap segala kemampuan

hidup untuk kemudian bereksperimen dengan pembaharuan-

pembaharuan.

d. Entrepreneur melihat pengetahuan dan pengalaman hanyalah alat

untuk memacu kreativitas.

e. Entrepreneur adalah seorang pakar tentang dirinya sendiri.

Carol Noore (1996) menyatakan proses wirausaha diawali dengan

adanya inovasi. Inovasi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik

yang berasal dari diri pribadi maupun luar pribadi, seperti pendidikan,

sosiologi, organisasi, kebudayaan dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut

Page 5: TNA trainning need analysis

membentuk kontrol diri, kreativitas, keinovasian, implementasi, dan

pertumbuhan yang kemudian berkembang menjadi wirausaha yang besar.

Secara internal, keinovasian dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari

individu, seperti toleransi, pendidikan, pengalaman, dan sopan santun.

Sedangkan faktor yang dari lingkungan mempengaruhi model peran,

aktivitas, dan peluang. Oleh karena itu, inovasi berkembang menjadi

sebuah wirausaha melalui proses yang dipengaruhi oleh lingkungan,

organisasi, dan keluarga (Suryana, 2001).

1.3 Kompetensi

Dalam berwirausaha, entrepreneur perlu memiliki kompetensi

seperti halnya profesi lain dalam kehidupan, kompetensi ini mendukung

kearah kesuksesan. Triton (2007) mengemukakan 10 kompetensi yang

harus dimiliki entrepreneur dalam menjalankan usahanya, yaitu:

1. Knowing your business, yaitu mengetahui usaha apa yang akan

dilakukan. Dengan kata lain, seorang entrepreneur harus mengetahui

segala sesuatu yang ada hubunganya dengan usaha atau bisnis yang

akan dilakukan.

2. Knowing the basic business management, yaitu mengetahui dasar-

dasar pengelolaan bisnis, misalnya cara merancang usaha,

mengorganisasi dan mengendalikan perusahaan, termasuk dapat

memperhitungkan, memprediksi, mengadministrasikan, dan

membukukan kegiatan-kegiatan usaha. Mengetahui manajemen

bisnis berarti memahami kiat, cara, proses dan pengelolaan semua

sumberdaya perusahaan secara efektif dan efisien.

3. Having the proper attitude, yaitu memiliki sikap yang sempurna

terhadap usaha yang dilakukannya. Dia harus bersikap seperti

pedagang, industriawan, pengusaha, eksekutif yang sungguh-sungguh

dan tidak setengah hati.

4. Having adequate capital, yaitu memiliki modal yang cukup. Modal

tidak hanya bentuk materi tetapi juga rohani. Kepercayaan dan

Page 6: TNA trainning need analysis

keteguhan hati merupakan modal utama dalam usaha. Oleh karena itu

harus cukup waktu, cukup uang, cukup tenaga, tempat dan mental.

5. Managing finances effectively, yaitu memiliki kemampuan untuk

mengelola keuangan secara efektif dan efisien, mencari sumber dana

dan menggunakanya secara tepat, dan mengendalikanya secara

akurat.

6. Managing time efficiently, yaitu mengatur waktu seefisien mungkin.

Mengatur, menghitung, dan menepati waktu sesuai kebutuhanya.

7. Managing people, yaitu kemampuan merencanakan, mengatur,

mengarahkan atau memotivasi, dan mengendalikan orang-orang

dalam menjalankan usahanya.

8. Statisfying customer by providing hight quality product, yaitu

memberi kepuasan kepada pelanggan dengan cara menyediakan

barang dan jasa yang bermutu, bermanfaat dan memuaskan.

9. Knowing method to compete, yaitu mengetahui strategi atau cara

bersaing. Wirausaha harus dapat mengungkapkan kekuatan

(strength), kelemahan (weaks), peluang (opportunity), dan ancaman

(threat), dirinya dan pesaing.

10. Copying with regulation and paper work, yaitu membuat aturan yang

jelas tersurat, bukan tersirat.

Wirausaha merupakan pilihan yang tepat bagi individu yang

tertantang untuk menciptakan kerja, bukan mencari kerja.

Memperhatikan kondisi sekarang, pembekalan dan penanaman jiwa

entrepreneur pada mahasiswa dapat memotivasi mahasiswa untuk

melakukan kegiatan wirausaha. Pengalaman yang diperoleh di bangku

kuliah khususnya melalui mata kuliah kewirausahaan diharapkan dapat

dilanjutkan setelah lulus, sehingga munculah entrepreneur baru yang

berhasil menciptakan kerja, sekaligus menyerap tenaga kerja.

1.3 Keberhasilan diri dari berwirausaha

Page 7: TNA trainning need analysis

Mone (1994) mendiskusikan dua ukuran tentang keberhasilan diri

yang mendorong seseorang untuk berwirausaha. Ukuran pertama

dianalogikan dengan harapan, dan ukuran kedua dianalogikan dengan

hasil dari harapan tersebut. Keberhasilan diri sebagai seorang

entrepreneur di sini kemungkinan dari mendapatkan kesempatan-

kesempatan yang diinginkan dan keuntungan pekerjaan atas pekerjaan

yang telah dilakukan.

Lingkungan yang dinamis menyebabkan seorang entrepreneur

menghadapi keharusan untuk menyesuaikan dan mengembangkan diri

agar keberhasilan dapat dicapai. Seorang entrepreneur bukan saja

mengikuti perubahan yang terjadi dalam dunia usaha tapi perlu berubah

seringkali dan dengan cepat memiliki pemikiran yang inovatif dan

berorientasi pada masa depan.

Shapero dan Kruger (2000) menggunakan keberhasilan diri sebagai

salah satu wakil dari motivasi untuk menjadi entrepreneur karena

mempercayai bahwa orang-orang mungkin akan termotivasi untuk

menjadi entrepreneur apabila mereka percaya wirausaha memiliki

kemungkinan lebih besar untuk berhasil dari pada bekerja untuk orang

lain untuk mendapatkan hasil yang berharga. Atkitson (2004)

menyatakan bahwa salah satu faktor penting dan menjadi daya penggerak

bagi seseorang untuk menjadi entrepreneur adalah keinginannya untuk

memenuhi kebutuhanya untuk berhasil serta menjauhi kegagalan. Jika

seseorang memiliki kebutuhan tinggi untuk berhasil, maka orang tersebut

akan bekerja keras dan tekun belajar.

1.4 Karakteristik entrepreneur yang berhasil (Pearce II, 1989)

1. Komitmen yang tinggi.

Tingkat komitmen para entrepreneur biasanya dapat terganggu oleh

kesediaan mereka untuk merusak kondisi kemakmuran pribadi mereka,

oleh kesediaan mereka untuk menginvestasi waktu, mentolerir standar

kehidupan lebih rendah, dibandingkan dengan standar hidup yang

Page 8: TNA trainning need analysis

sebenarnya dapat dinikmati mereka, dan bahkan pengorbanan waktu

berkumpul dengan keluarga mereka.

2. Dorongan atau rangsangan kuat untuk mencapai prestasi.

Salah satu diantara motivator-motivator kuat, yang mendorong para

entrepreneur adalah kebutuhan untuk meraih prestasi. Mereka secara

tipikal dirangsang oleh kebutuhan untuk melampaui hasil-hasil yang

diraih mereka pada masa lampau. Uang makin kurang berarti sebagai

motivator, dan uang lebih banyak dijadikan alat untuk mengukur hingga

dimana pencapaian prestasi mereka.

3. Orientasi kearah peluang-peluang serta tujuan-tujuan.

Para entrepreneur yang berhasil, cenderung memusatkan perhatian

mereka kepada peluang-peluang, yang mewakili kebutuhan-kebutuhan

yang belum terpenuhi atau problem-problem yang menuntut adanya

pemecahan-pemecahan.

4. Fokus pengendalian internal.

Para entrepreneur yang berhasil, sangat yakin akan diri mereka

sendiri. Riset yang dilakukan orang telah menunjukan bahwa mereka

beranggapan bahwa meraka sendiri yang mengendalikan nasib usaha

mereka, dan bukan kekuatan-kekuatan luar yang mengendalikan dan

menentukan hasil yang mereka raih. Para entrepreneur yang berhasil juga

bersikap sangat realistik tentang kekuatan serta kelemahan mereka sendiri

dan apa saja yang dapat dilakukan mereka, dan apa yang tidak mungkin

dilakukan mereka.

5. Toleransi terhadap ambiguitas.

Para entrepreneur yang baru memulai usaha baru mereka,

menghadapi kebutuhan untuk mengimbangkan pengeluaran-pengeluaran

untuk gaji dan upah karyawan mereka dengan hasil yang diraih.

Pekerjaan-pekerjaan secara konstan berubah, para pelanggan silih

berganti, dan kemunduran dan kejutan-kejutan merupakan hal yang tidak

dapat dihindari.

6. Kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah.

Page 9: TNA trainning need analysis

Para entrepreneur yang berhasil mencari problem-problem yang dapat

mempengaruhi keberhasilan mereka, dan mereka berusaha untuk

memecahkanya. Mereka tidak terintimidasi oleh situasi-situasi sulit.

Mereka dapat bersikap desisif (berani mengambil keputusan) dan meraka

dapat menunjukan kesabaran apabila persepsi jangka panjang dianggap

sebagai hal yang tepat.

7. Kemampuan untuk menghadapi kegagalan secara efektif.

Para entrepreneur tidak takut akan kegagalan, memang mereka sangat

mendambakan keberhasilan, tetapi apabila harus, mereka menerima

kegagalan dan memanfaatkanya sebagai suatu cara untuk belajar,

bagaimana lebih baik pada masa mendatang.

Menurut Baron (2004) keberhasilan usaha baru tergantung pada

keadaan perekonomian nasional pada saat bisnis diluncurkan. Gurol dan

Atsan (2006) mendefinisikan keberhasilan berwirausaha sebagai

pendorong keinginan seseorang untuk menjadi entrepreneur, karena

persepsi keberhasilan sebagai hasil menguntungkan atau berharap untuk

berakhir melalui pencapaian tujuan dari usahanya. Artinya, jika

seseorang mencapai tujuan usaha yang diinginkan melalui prestasi, ia

akan dianggap berhasil. Indikator keberhasilan yang sesungguhnya

bukanlah apa yang dicapai, tetapi apa yang dirasakan. Agar sukses atau

berhasil, kita harus menjadi bahagia.

1.6 Toleransi akan resiko

Dalam pengambilan keputusan pelaku bisnis atau seorang

entrepreneur sebaiknya mempertimbangkan tingkat toleransi akan

adanya resiko. Seorang entrepreneur dapat dikatakan risk averse

(menghindari resiko) dimana mereka hanya mau mengambil peluang

tanpa resiko, dan seorang entrepreneur dikatakan risk lover (menyukai

resiko) dimana mereka mengambil peluang dengan tingkat resiko yang

tinggi. Kegiatan akan selalu memiliki tingkat resiko yang berbanding

lurus dengan tingkat pengembalianya. Apabila anda menginginkan

pengembalian atau hasil yang tinggi, anda juga harus menerima tingginya

Page 10: TNA trainning need analysis

tingkat resiko. Setiap individu memiliki tingkat toleransi yang berbeda –

beda terhadap resiko, ada yang senang dengan resiko dengan tingkat

pengembalian yang diinginkan dan ada yang takut akan resiko.

Praag dan Cramer (2002) secara eksplisit mempertimbangkan

peran resiko dalam pengambilan keputusan seseorang untuk menjadi

seorang entrepreneur. Rees dan Shah (1986) menyatakan bahwa

perbedaan pendapatan pada pekerja individu yang bebas (entrepreneur)

adalah tiga kali lipat dari yang didapat oleh individu yang bekerja pada

orang lain, dan menyimpulkan bahwa toleransi terhadap resiko

merupakan sesuatu yang membujuk untuk melakukan pekerjaan mandiri

(entrepreneur). Douglas dan Shepherd (1999) menggunakan resiko yang

telah diantisipasi sebagai alat untuk memprediksi keinginan seseorang

untuk menjadi entrepreneur, dinyatakan “semakin toleran seseorang

dalam menyikapi suatu resiko, semakin besar insentif orang tersebut

untuk menjadi entrepreneur”.

Persepsi terhadap resiko berbeda-beda tergantung kepada

kepercayaan seseorang, kelakuan penilainan dan perasaan dan juga

termasuk faktor-faktor pendukungnya, antara lain latar belakang

pendidikan, pengalaman praktis di lapangan, karakteristik individu,

kejelasan informasi, dan pengaruh lingkungan sekitar (Akintoye &

Macleod, 1996).

Terdapat perbedaan persepsi tentang resiko itu sendiri, meskipun

tidak terlalu mencolok, antara lain (Akintoye & Macleod, 1996):

a. Faktor-faktor yang mempunyai efek merugikan terhadap kesuksesan

pelaksanaan proyek secara finansial maupun ketepatan waktu,

dimana faktor waktu itu sendiri tidak selalu dapat di identifikasi.

b. Sesuatu keadaan secara fisik, kontrak maupun finansial menjadi

lebih sulit daripada yang telah disetujui dalam kontrak.

c. Kesempatan untuk membuat keuntungan diatas kontrak, dimana

kepuasan klien, harga kontrak, dan waktu penyelesaian diutamakan.

d. Suatu kondisi dimana peristiwa-peristiwa yang tidak direncanakan

terjadi.

Page 11: TNA trainning need analysis

Menurut Suryana (2003) seorang entrepreneur harus mampu

mengambil resiko yang moderat, artinya resiko yang diambil tidak terlalu

tinggi dan tidak terlalu rendah. Keberanian menghadapi resiko yang

didukung komitmen yang kuat, akan mendorong seorang entrepreneur

untuk terus berjuang mencari peluang sampai memperoleh hasil. Hasil-

hasil itu harus nyata atau jelas, dan merupakan umpan balik bagi

kelancaran kegiatanya.

Kemauan dan kemampuan untuk mengambil risiko merupakan

salah satu nilai utama dalam berwirausaha. Entrepreneur yang tidak mau

mengambil risiko akan sukar memulai atau berinisiatif. Menurut Yuyun

Wirasasmita (2003) seorang wirausaha yang berani menanggung risiko

adalah orang yang selalu ingin jadi pemenang dan memenangkan dengan

cara yang baik.

1.7 Keinginan merasakan kebebasan dalam bekerja

Kebebasan untuk menjalankan usaha merupakan keuntungan lain

bagi seorang entrepreneur. Hasil survey dalam bisnis berskala kecil

tahun 1991 menunjukkan bahwa 38% dari orang-orang yang

meninggalkan pekerjaannya di perusahaan lain karena mereka ingin

menjadi bos atas perusahaan sendiri. Beberapa entrepreneur

menggunakan kebebasannya untuk menyusun kehidupan dan perilaku

kerja pribadnya secara fleksibel. Kenyataannya banyak seorang

entrepreneur tidak mengutamakan fleksibiltas disatu sisi saja. Akan

tetapi mereka menghargai kebebasan dalam karir kewirausahaan, seperti

mengerjakan urusan mereka dengan cara sendiri, memungut laba sendiri

dan mengatur jadwal sendiri (Hendro, 2005).

Schermerhorn (1996) mengatakan terdapat ciri-ciri khas yang

dikaitkan dengan seorang entrepreneur yaitu mampu menentukan

nasibnya sendiri, pekerja keras dalam mencapai keberhasilan, selalu

tergerak untuk bertindak secara pribadi dalam mewujudkan tujuan

menantang, memiliki toleransi terhadap situasi yang tidak menentu,

cerdas dan percaya diri dalam mengunakan waktu yang luang.

Page 12: TNA trainning need analysis

Menurut R. Pandojo (1982) beberapa alasan merasakan pekerjaan

bebas dijadikan sebagai motivasi seseorang untuk menjadi entrepreneur

yaitu:

Fleksibel waktu.

Umumnya, bebas mengerjakan tugas kapan saja asal bisa

diselesaikan sebelum batas waktu yang telah ditentukan. Jadi, seorang

entrepreneur bisa libur kapan saja dan bisa lebih dekat dengan keluarga

dan juga tidak perlu pergi ke kantor yang mungkin harus melewati

kemacetan yang membuat stress. Tidak perlu mendapatkan tekanan dari

atasan atau perusahaan.

Seorang entrepreneur bekerja untuk dirinya sendiri, jadi tidak ada

atasan yang akan memarahi atau menyuruh untuk melakukan sesuatu

yang tidak disukai. Tidak ada peraturan perusahaan yang akan

menyulitkan dalam bekerja.

Pendapatan yang lebih besar

Seorang entrepreneur akan mendapatkan pendapatan yang lebih

besar dari pada orang yang bekerja untuk suatu instansi atau perusahaan

karena semua keuntungan dapat dinikmati sendiri. Seorang entrepreneur

bisa mengatur sendiri besarnya pendapatan yang ingin diterima.

Dalam suatu penelitian di Inggris menyatakan bahwa motivasi

seseorang membuka bisnis adalah 50% ingin mempunyai kebebasan

dengan berbisnis sendiri, hanya 18% menyatakan ingin memperoleh uang

dan 10% menyatakan jawaban membuka bisnis untuk kesenangan, hobi,

tantangan atau kepuasan pribadi dan melakukan kreativitas. Sedangkan

penelitian di Rusia 80% menyatakan mereka membuka bisnis karena

ingin menjadi bos dan memperoleh otonomi serta kemerdekaan pribadi

(Buchari Alma, 2009).

Menurut Robert .T. Kiyosi (2008) dengan mempunyai usaha

sendiri, seorang entrepreneur akan mempunyai jam kerja yang bebas,

tidak terikat jam kantor, serta bebas dari pelanggaran disiplin kantor. Jika

bisnis yang dijalankan sudah berjalan dengan baik tidak perlu setiap hari

pergi ke kantor karena bisa didelegasikan kepada orang lain. waktu bisa

Page 13: TNA trainning need analysis

dibagi untuk kegiatan bisnis yang lain atau aktifitas lain. Meski seorang

entrepreneur memerlukan disiplin yang tinggi tetapi dengan memiliki

usaha sendiri, dapat mengatur waktu sesuai keinginan sendiri tanpa diatur

oleh orang lain.

2. Motivasi

2.1 Pengertian

Menjadi seorang entrepreneur sering dipandang sebagai pilihan

karir yang menantang, dimana seseorang menghadapi kehidupan sehari –

hari dalam situasi kerja yang penuh dengan rintangan kerja, kegagalan,

ketidakpastian, dan frustasi yang dihubungkan dengan proses

pembentukan usaha yang dilakukan. Gilad dan Levine (1986)

mengusulkan dua teori yang berkaitan erat dengan motivasi menjadi

seorang entrepreneur. Teori “dorongan” dan teori “tarikan”. Teori

“dorongan” berpendapat bahwa individu didorong ke dalam

kepengusahaan oleh dorongan negatif dari luar, seperti ketidakpuasan

dalam bekerja, kesulitan dalam menemukan pekerjaan, dan gaji yang

tidak memuaskan, atau jadwal kerja yang tidak fleksibel. Teori “tarikan”

berpendapat bahwa individu ditarik kedalam aktifitas yang berkaitan

dengan pengusaha dalam pencarian kebebasan, pemenuhan diri sendiri,

kesejahteraan, dan hasil – hasil lain yang diinginkan.

Morgan (1987) mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan

tiga hal yang sekaligus merupakan aspek-aspek dari motivasi. Ketiga hal

tersebut yaitu keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states),

tingkah laku yang didorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior),

dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut (goals or ends of such

behavior). McDonald (1987) mendefinisikan motivasi sebagai perubahan

tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan

reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi merupakan masalah

kompleks karena kebutuhan dan keinginan setiap orang berbeda satu

dengan yang lainya, hal ini disebabkan karena setiap orang adalah unik

Page 14: TNA trainning need analysis

secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses

belajar yang berbeda pula (Suprihanto dkk, 2003).

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow

(1954) pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai

lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan fisiologikal

(physiological needs), seperti: rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2)

kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan

tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih

sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang

pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5)

aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan

bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam

dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua

(keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya

dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang

lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas

dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah

bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang

dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik.

Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan

tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.

motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik

yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal

adalah: (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c)

harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g)

prestasi kerja yang dihasilkan.

Menurut Ganursa (2003), terdapat dua motif dasar yang

menggerakan perilaku seseorang, yaitu motif biologis yang berhubungan

dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidup dan motif sosial yang

berhubungan dengan kebutuhan sosial. Menurut McDonald, terdapat tiga

unsur yang berkaitan dengan motivasi yaitu:

Page 15: TNA trainning need analysis

a. Motif dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi, misalnya

adanya perubahan dalam sistem pencernaan dan menimbulkan motif

lapar.

b. Motif ditandai dengan timbulnya perasaan (effectif arousal),

misalnya karena seseorang tertarik dengan tema diskusi yang sedang

diikuti, maka dia akan bertanya.

c. Motif ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.

Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai

kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan koreksi

dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena

pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan

manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan

kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati

rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.

Pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan tampak lebih bersifat teoritis,

namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan

teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang

lebih bersifat aplikatif.

2.2 Jenis Motivasi

Jenis motivasi menurut Davis dan New Strom (1996) yaitu:

a. Motivasi prestasi (achievement motivation), adalah dorongan dalam

diri seseorang untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan

dalam mencapai tujuan. Entrepreneur yang berorientasi dan bekerja

keras apabila mereka memandang bahwa mereka akan memperoleh

kebanggaan pribadi atas upaya mereka, apabila hanya terdapat

sedikit resiko gagal, dan apabila mereka mendapat balikan spesifik

tentang prestasi diwaktu lalu.

b. Motivasi afiliasi (affiliation motivation), adalah dorongan untuk

berhubungan dengan orang-orang atas dasar social. Orang-orang

yang bermotivasi afiliasi bekerja lebih baik apabila mereka dipuji

karena sikap dan kerja sama mereka yang menyenangkan.

Page 16: TNA trainning need analysis

c. Motivasi kompetensi (competence motivation), adalah dorongan

untuk mencapai keunggulan kerja, meningkatkan ketrampilan dalam

memecahkan masalah, dan berusaha keras untuk inovatif.

Umumnya, mereka cenderung melakukan pekerjaan dengan baik

karena kepuasan batin yang mereka rasakan dari melakukan

pekerjaan itu dan penghargaan yang diperoleh dari orang lain.

d. Motivasi kekuasaan (power motivation), adalah dorongan untuk

mempengaruhi orang-orang dan mengubah situasi. Orang-orang

yang bermotivasi kekuasaan ingin menimbulkan dampak dan mau

memikul resiko untuk melakukan hal itu.

Luthan (2006) menyatakan bahwa motivasi adalah proses yang

dimulai dengan defisiensi fisiologis dan psikologis yang menggerakan

perilaku atau dorongan yang ditunjukan untuk tujuan atau insentif.

Dengan demikian kata kunci untuk memahami proses motivasi

bergantung pada pengertian dan hubungan antara kebutuhan, dorongan,

dan insentif. Menurut Masrukhin dan Waridin (2006) motivasi

merupakan factor psikologis yang menunjukan minat individu terhadap

pekerjaan, rasa puas dan ikut bertanggungjawab terhadap aktivitas atau

pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan Yohanas (2006) menyatakan

motivasi adalah faktor yang kehadiranya dapat menimbulkan kepuasan

kerja dan meningkatkan produktivitas atau hasil kerja dan menimbulkan

berbagai perilaku manusia.

2.3 Aspek-aspek motivasi berwirausaha pada mahasiswa

Motivasi berwirausaha pada mahasiswa, seperti motovasi lain yang

mempengaruhi perilaku individu dapat diketahui dengan melihat aspek

tingkah laku tertentu yang menjadi ungkapan motivnya. Lebih lanjut

Handoko (2006, h.61-63) menjelaskan bahwa aspek-aspek tersebut terdiri

dari:

a. Tingkah laku atau sikap terhadap objek

b. Pokok-pokok pikiran atau pandangan-pandangannya terhadap

objek

Page 17: TNA trainning need analysis

c. Reaksi-reaksinya terhadap objek

Menurut Irwanto, dkk (1997, h.72), aspek-aspek dari motivasi

adalah:

a. Pengaturan diri, yang berasal dari lingkungan sekitar atau dari luar

diri individu seperti adanya desakan atau dorongan dari orang lain,

orangtua, teman, saudara, dsb.

b. Pengarahan, yang berasal dari dalam diri individu yang

bersangkutan, harapan, cita-cita dan emosi.

c. Tujuan, suatu nilai dari suatu obyek yang merupakan faktor yang

berasal dari diri individu. Misalnya status, uang, penghargaan, dsb.

Fryer, dkk (1990, h.188), aspek-aspek motivasi terdiri dari:

a. Memiliki sikap yang positif

Aspek ini menunjukkan adanya keyakinan dari dalam diri individu

yang kuat, penerimaan diri yang tinggi, serta selalu optimis dalam

menghadapi suatu hal.

b. Berorientasi pada pencapaian suatu tujuan

Aspek ini menunjukkan bahwa motivasi menyediakan suatu orientasi

tujuan tingkah laku yang dilakukan, diarahkan pada suatu yang

dianggap penting dalam kehidupan individu tersebut.

c. Kekuatan yang mendorong individu

Aspek ini menunjukkan bahwa timbulnya suatu kekuatan akan dapat

mendorong individu untuk melakukan sesuatau. Kekuatan ini bisa

berasal dari dalam diri individu, lingkungan sekitar serta keyakinan

atau kekuatan yang bersifat kodrati.

Selanjutnya motivasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

berwirausaha. Purnomo (2005, h. 43-53), menyebutkan bahwa indikator

dari berwirausaha adalah:

a. Kemauan keras untuk mencapai tujuan dan kebutuhan hidup

Page 18: TNA trainning need analysis

Individu yang memiliki tujuan jelas, maka akan berupaya keras

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sementara orang yang

tidak bertujuan jelas, mudah bimbang, mudah terombang ambing

dan kurang ada motivasi untuk berusaha mencapai suatu tujuan.

Selanjutnya kemauan keras diindikasi dengan keagresifan untuk

terus berkompetisi dengan kompetitor dan selalu bekerja keras.

b. Keyakinan kuat atau kekuatan diri

Individu yang memiliki keyakinan kuat maka dalam dirinya akan

muncul suatu kegariahan dan semangat untuk bekerja atau berbuat

kearah tercapainya suatu tujuan. Dengan demikian, dalam dirinya

terdapat suatu kepercayaan untuk menjawab segala tantangan yang

mungkin akan dialami, dan memiliki kapasitas memahami segala

persoalan yang mungkin dialami.

c. Jujur dan bertanggung jawab

d. Ketahanan fisik dan mental

e. Ketekunan dan keuletan dalam bekerja dan berusaha

f. Kreatif dan konstruktif

g. Berorientasi ke masa depan

Berorientasi ke masa depan artinya, mampu melihat peluang.

Individu demikian selalu melihat ke depan dan tidak akan

mempersoalkan apa yang telah dikerjakan kemarin, melainkan lebih

mempersoalkan apa yang akan dikerjakan besok.

h. Berani mengambil risiko

Berani mengambil risiko artinya berani menghadapi tantangan.

Keberanian tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan yang

ditunjukkan sesuai dengan langkah-langkah dalam mengambil

keputusan.

Berdasarkan uraian di atas, maka aspek dari motivasi berwirausaha

mengacu pada pendapat Irwanto dkk. Hal ini didasarkan pada

pertimbangan bahwa aspek yang dikemukakan oleh Irwanto dkk lebih

menggambarkan motivasi dibandingkan pendapat tokoh lainnya. Selain

itu, aspek yang dikemukakan Irwanto, dkk juga lebih mudah dijabarkan

Page 19: TNA trainning need analysis

dalam bentuk item sehingga memudahkan dalam penyususunan skala

motivasi berwirausaha. Adapun aspek dari motivasi berwirausaha

menurut Irwanto dkk adalah pengaturan diri, pengarahan dan tujuan.

Page 20: TNA trainning need analysis

BAB III

RANCANGAN TNA

1. Pendahuluan

Tujuan dari dibagikannya kuesioner ini adalah untuk melihat tingkat

kebutuhan subjek terhadap pelatihan motivasi dalam berwirausaha.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan kuesioner.

3. Aspek Kuisisoner

Bagian A

Aspek dari kuesioner yang akan kami bagikan adalah :

a. Keberhasilan diri

Keberhasilan diri disini digunakan untuk melihat seberapa besar

responden mempunyai semangat yang tinggi untuk bekerja. Selain itu

juga untuk melihat apakah orang itu tekun, optimis dalam bekerja.

b. Toleransi akan resiko

Untuk Melihat bagaimana sudut pandang mereka dalam mengahadapi

tantangan.

c. Kebebasan dalam bekerja

Untuk melihat bagaimana apakah seseorang menyukai kebebasan dalam

bekerja atau untuk melihat tipe pemimpin yang seperti apakah.

Bagian B

Menurut Irwanto, dkk (1997, h.72), aspek-aspek dari motivasi adalah:

a. Pengaturan diri, yang berasal dari lingkungan sekitar atau dari luar diri

individu seperti adanya desakan atau dorongan dari orang lain,

orangtua, teman, saudara, dsb.

b. Pengarahan, yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan,

harapan, cita-cita dan emosi.

c. Tujuan, suatu nilai dari suatu obyek yang merupakan faktor yang

berasal dari diri individu. Misalnya status, uang, penghargaan, dsb.

Page 21: TNA trainning need analysis

4. Analisis Kuesioner Pelatihan Motivasi Berwirausaha

a. Analisi Hail Asesmen Tingkat Motivasi Peserta

Jumlah Subjek 30 orang

Jumlah pertanyaan 20 pertanyaan

Kategori :

Rentang nilai : 62 – 82 : Motivasi Tinggi

41 – 61 : Motivasi Sedang

20 – 40 : Motivasi Rendah

Analisis Tingkat Motivasi per subjek

No Subjek Skor Kesimpulan

1 K 60 Motivasi Sedang

2 A 59 Motivasi Sedang

3 A 58 Motivasi Sedang

4 ZF 60 Motivasi Sedang

5 IA 66 Motivasi Tinggi

6 Dirce 49 Motivasi Sedang

7 R 61 Motivasi Sedang

8 A 52 Motivasi Sedang

9 YA 48 Motivasi Sedang

10 IK 61 Motivasi Sedang

11 NH 55 Motivasi Sedang

12 P 56 Motivasi Sedang

13 AB 67 Motivasi Tinggi

14 I 63 Motivasi Tinggi

15 AMW 66 Motivasi Tinggi

16 A 61 Motivasi Sedang

17 TW 57 Motivasi Sedang

18 KT 56 Motivasi Sedang

19 HN 44 Motivasi Sedang

20 X 50 Motivasi Sedang

21 IRM 62 Motivasi Tinggi

22 B 58 Motivasi Sedang

23 F 57 Motivasi Sedang

Page 22: TNA trainning need analysis

24 L 58 Motivasi Sedang

25 N 55 Motivasi Sedang

26 NR 57 Motivasi Sedang

27 Nisea 65 Motivasi Tinggi

28 Z 58 Motivasi Sedang

29 Q 59 Motivasi Sedang

30 Y 56 Motivasi Sedang

Kesimpulan:

Motivasi Rendah : 0

Motivasi Sedang : 24 partisipan

Motivasi Tinggi : 6 partisipan

Analisis besarnya motivasi Mahasiswa Fakultas Psikologi

Undip

Kuesioner Skor

Kuesioner 1 60Kuesioner 2 59Kuesioner 3 58Kuesioner 4 60Kuesioner 5 66Kuesioner 6 49Kuesioner 7 61Kuesioner 8 52Kuesioner 9 48Kuesioner 10 61Kuesioner 11 55Kuesioner 12 56Kuesioner 13 67Kuesioner 14 63Kuesioner 15 66Kuesioner 16 61Kuesioner 17 57Kuesioner 18 56Kuesioner 19 44Kuesioner 20 50Kuesioner 21 62Kuesioner 22 58

Page 23: TNA trainning need analysis

Kuesioner 23 57Kuesioner 24 58Kuesioner 25 55Kuesioner 26 57Kuesioner 27 65Kuesioner 28 58Kuesioner 29 59Kuesioner 30 56

Total 1704Mean 56,8

Kesimpulannya adalah: Berdasarkan Analisa diatas 56, 8 termasuk kedalam

kategori “Sedang”, sehingga dapat disimpulkan bahwa partisipan / subjek

dalam kuesioner ini mempunyai motivasi sedang.

Kriteria Skoring :

1. Motivasi Tinggi (62 – 82)

Subjek yang memiliki motivasi tinggi memiliki kriteria sebagai

berikut:

a. Memiliki rasa optimis yang tinggi.

b. Berani menerima tantangan, melakukan apa yang belum

pernah dilakukan sebelumnya.

c. Bisa bekerja sendiri (mandiri) dan bertanggung jawab atas apa

yang dia lakukan.

d. Memiliki semangat hidup yang tinggi.

e. Memiliki cita-cita yang dijadikan target dalam bertindak dan

berperilaku.Target mereka jelas sehingga tahu kemana

langkah kaki akan menuju.

f. Kreatif, orang yang memiliki motivasi tinggi akan memiliki

berbagai macam alternatif untuk menyelesaikan hambatan

yang ada.

g. Selalu berpandangan positif dalam memandang persoalan.

2. Motivasi Sedang (41 – 61)

Subjek yang memiliki motivasi sedang memiliki kriteria sebagai

berikut:

Page 24: TNA trainning need analysis

a. Kurang memiliki rasa optimis.

b. Kurang berani menerima tantangan, kurang dapat melakukan

apa yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

c. Kurang dapat bekerja sendiri (kurang mandiri) dan kurang

bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan.

d. Kurang Memiliki semangat hidup.

e. Memiliki cita-cita yang kurang untuk dijadikan target dalam

bertindak dan berperilaku. Target mereka kurang jelas

sehingga tahu kemana langkah kaki akan menuju.

f. Kurang kreatif, orang yang memiliki motivasi sedang kurang

memiliki berbagai macam alternatif untuk menyelesaikan

hambatan yang ada.

g. Kurang berpandangan positif dalam memandang persoalan.

3. Motivasi Rendah (20 – 40)

Subjek yang memiliki motivasi rendahmemiliki kriteria sebagai

berikut:

a. Memiliki rasa optimis yang rendah.

b. Tidak berani menerima tantangan, dan tidak mau melakukan

apa yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

c. Tidak bisa bekerja sendiri (tidak mandiri) dan tidak

bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan.

d. Tidak memiliki semangat hidup.

e. Tidak memiliki cita-cita yang dijadikan target dalam

bertindak dan berperilaku. Target mereka tidak jelas sehingga

tidak tahu kemana langkah kaki akan menuju.

f. Tidak kreatif, orang yang memiliki motivasi rendah tidak

memiliki berbagai macam alternatif untuk menyelesaikan

hambatan yang ada.

g. Selalu berpandangan negatif dalam memandang persoalan.

b. Analisa Hasil Asesmen Kebutuhan Peserta

Jumlah Subjek 30 orang

Page 25: TNA trainning need analysis

Jumlah Pertanyaan 10 pertanyaan pertanyaan (8 diantaranya

berbentuk kuesioner, 1 pertanyaan menunjukan eror, dan 1

pertanyaan berbentuk jumlah keikutsertaan subjek dalam

pelatihan motivasi sebelumnya)

Kategori :

Rentang nilai : 8 – 18 : Tidak Butuh19 – 29 : Butuh30 – 40 : Sangat Butuh

Analisa Perlu tidaknya dilakukan training

Kuesioner Skor

Kuesioner 1 24Kuesioner 2 26Kuesioner 3 27Kuesioner 4 30Kuesioner 5 29Kuesioner 6 28Kuesioner 7 28Kuesioner 8 32Kuesioner 9 21Kuesioner 10 27Kuesioner 11 28Kuesioner 12 24Kuesioner 13 24Kuesioner 14 33Kuesioner 15 33Kuesioner 16 36Kuesioner 17 40Kuesioner 18 35Kuesioner 19 33Kuesioner 20 33Kuesioner 21 32Kuesioner 22 31Kuesioner 23 34Kuesioner 24 33Kuesioner 25 27Kuesioner 26 37Kuesioner 27 33Kuesioner 28 27Kuesioner 29 29Kuesioner 30 32

Total 906

Page 26: TNA trainning need analysis

Mean 30,32

Kesimpulannya adalah : Berdasarkan Analisa Asesmen Kebutuhan Peserta maka

30,2 termasuk kedalam kategori “sangat butuh”, sehingga dapaat disimpulkan

bahwa pelatihan motivasi dalam berwirausaha ini sangat dibutuhkan oleh

mahasiswa Fakultas Psikologi UNDIP angkatan 2011.

Analisa per item untuk menentukan cakupan materi :

No Pertanyaan Jumlah Respon Mean Skor Kesimpulan

Jawaban Skala Skor1 Saya pernah

mengikuti pelatihan motivasi

sebelumnya

BP - 6 BP = 20 %1X = 40%Lebih 2X =

40%

1X - 12Lebih 2X - 12

2 Saya membutuhkan untuk mendapatkan

gambaran umum mengenai pelatihan

motivasi

STB 1 1

3,33Agak Butuh

TB 2 1AB 3 17B 4 9

SB 5 23

Saya butuh belajar banyak tentang

regulasi diri yang baik

STB 1 0

3,87 ButuhTB 2 0AB 3 9B 4 16

SB 5 54

Saya butuh tahu mengenai apa

sumber motivasi terbesar saya

STB 1 0

3,93 ButuhTB 2 1AB 3 7B 4 15

SB 5 75 Saya perlu tahu

bagaimana mengelola harapan dan cita - cita saya

dengan baik

STB 1 0

3,97 ButuhTB 2 0AB 3 6B 4 19

SB 5 56 Saya perlu tahu

bagaimana agar dapat selalu

optimis dalam melakukan pekerjaan

STB 1 0

3,87 Butuh

TB 2 3AB 3 6B 4 13

SB 5 8

Page 27: TNA trainning need analysis

7 Saya perlu belajar lebih lanjut tentang

bagaimana mengembangkan tujuan hidup saya

STB 1 0

3,93 ButuhTB 2 1AB 3 6B 4 17

SB 5 69 Saya perlu tahu

jenis-jenis wirausaha yang sesuai dengan

mahasiswa

STB 1 0

3,5Agak butuh

TB 2 4AB 3 11B 4 11

SB 5 410 Saya perlu tahu

tentang analisis SWOT

STB 1 03,67 ButuhTB 2 3

AB 3 8B 4 15

SB 5 4

c. Prioritas Kebutuhan

Berdasarkan hasil kuesioner, dapat ditarik kesimpulan

bahwa prioritas kebutuhan pelatihan pada mahasiswa psikologi

Undip angkatan 2011 yaitu :

1. Pengetahuan mengenai gambaran umum pelatihan motivasi

2. Keterampilan regulasi diri yang baik

3. Pengetahuan tentang apa sumber motivasi terbesarnya

4. Keterampilan tentang mengelola harapan dan cita - cita

5. Keterampilan agar selalu optimis dalam melakukan segala hal

6. Keterampilan mengembangkan tujuan hidup

7. Pengetahuan jenis – jenis wirausaha yang sesuai dengan

mahasiswa

8. Pengetahuan tentang analisis SWOT

5. Tujuan Pelatihan

1. Partisipan dapat menjelaskan kembali tentang gambaran umum

mengenai pelatihan motivasi.

2. Partisipan diharapkan dapat memiliki regulasi diri yang baik.

Page 28: TNA trainning need analysis

3. Partisipan diharapkan dapat menjelaskan sumber motivasi terbesar

partisipan.

4. Partisipan diharapkan dapat merencanakan harapan dan cita-cita

partisipan dengan baik.

5. Partisipan diharapkan dapat mengaplikasikan sikap optimis dalam

melakukan segala hal.

6. Partisipan diharapkan dapat merencanakan tujuan hidup partisipan.

7. Partisipan diharapkan dapat menyebutkan jenis-jenis wirausaha apa

yang sesuai dengan partisipan itu sendiri.

8. Partisipan diharapkan dapat menyatakan kembali dengan kalimat

sendiri tentang analisis SWOT.

Item Metode1 Presentation Method 2 Hands-on Method dan Simulation Method3 Role Play Method4 Role Play Method5 Hands-on Method dan Role Play Method6 Role Play Method7 Presentation Method8 Presentation Method

6. Metode Pelatihan

DAFTAR PUSTAKA

Page 29: TNA trainning need analysis

Irwanto, Elia H., Hadisoepadma, A., Priyani, M.J.R., Wismanto, B.Y., dan

Fernandes, C. 1997. Psikologi Umum: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama.

Fathurrohman, P dan Sutikno, M.S. 2007. Pengantar Psikologi Umum. Bandung:

PT. Refika Aditama.

Fryer, D.H. Henry, E.R., Sparks, C.P. 1990. General Psychology. USA: Barnes &

Noble.

Handoko, M. 2006. Motivasi: Daya Penggerak Tingkah Laku. Yogyakarta:

Kanisius.

Grenville, Kleiser. 2007. Membina Kepribadian Wiraswasta. Bandung: Pioner

Jaya.

Hartati, Ratna. 2011. Internalisasi Kewirausahaan dan Ekonomi Kreatif. Makalah

disampaikan pada Diklat Guru Berjenjang Tingkat Terampil.

Suharyadi, Arissetyanto Nugroho, Purwanto S.K., Maman Faturohman. 2008.

“Kewirausahaan : Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda”. Jakarta:

Salemba Empat.